You are on page 1of 27

TEORI-TEORI ISI

Teori isi dari motivasi memusatkan perhatiannya pada pertanyaan : apa penyebab-
penyebab perilaku terjadi dan berhenti ?. jawabannya terpusat pada 1) kebutuhan-
kebutuhan, motif-motif atau dorongan-dorongan yang mendorong, menekan, memacu,
dan menguatkan karyawan untuk melakukan kegiatan dan 2) hubungan-hubungan para
karyawan dengan faktor-faktor eksternal (insentif) yang menyarankan, menyebabkan,
mendorong, dan mempengaruhi mereka untuk melaksanakan suatu kegiatan. Faktor-
faktor eksternal, seperti gaji, kondisi kerja, hubungan kerja, dan kebijaksanaan
perusahaan tentang kenaikan pangkat, delegasi wewenang, dan sebagainya, memberikan
nilai atau kegunaan untuk mendapatkan perilaku karyawan yang positif dalam usaha
pencapaian tujuan organisasi.

Hirarki Kebutuhan dari Maslow


Maslow mendasarkan konsep hirarki kebutuhan pada dua prinsip. Pertama,
kebutuhan-kebutuhan manusia dapat disusun dalam suatu hirarki dari kebutuhan
terendah sampai yang tertinggi.
Menurut Maslow, manusia akan didorong untuk memenuhi kebutuhan yang
paling kuat sesuai waktu, keadaan dan pengalaman yang bersangkutan mengikuti suatu
hirarki.
Proses di atas menunjukkan bahwa kebutuhan-kebutuhan saling tergantung dan
saling menopang. Kebutuhan yang telah terpuaskan akan berhenti menjadi motivasi
utama dari prilaku, digantikan kebutuhan-kebutuhan selanjutnya yang mendominasi.
Tetapi meskipun kebutuhan telah terpuaskan, kebutuhan itu masih mempengaruhi
perilaku dan tidak hilang, hanya intensitasnya lebih kecil.

Teori Motivasi – Pemeliharaan Dari Herzberg


Beberapa percobaan penelitian motivasi telah dilakukan yang memperagakan
pentingnya tingkatan kebutuhan yang lebih tinggi tersebut sebagai motivasi. Salah satu
diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Frederick Herzberg dengan kelompok
risetnya dari “Psychological Service Pittsburgh”. Faktor-faktor penyebab kepuasan kerja
(job satisfaction) mempunyai pengaruh pendorong bagi prestasi dan semangat kerja dan
faktor-faktor penyebab ketidak-puasan kerja (job dissatisfaction) mempunyai pengaruh
negatif. Jadi, menurut penemuannya para peneliti membedakan antara yang mereka sebut
“motivators” atau “pemuas” (satisfiers) dan “faktor-faktor pemeliharaan” (kadang-
kadang disebut “hygienic factors”) atau “dissatisfiers”. Motivator mempunyai pengaruh
meningkatkan prestasi atau kepuasan kerja. Faktor-faktor pemeliharaan mencegah
merosotnya semangat kerja atau efisiensi, dan meskipun faktor-faktor ini tidak dapat
memotivasi, tetapi dapat menimbulkan ketidak-puasan kerja atau menurunkan
produktifitas.
Jadi secara ringkas, penemuan penting dari peneliti Herzberg dan kawan-kawanya
adalah bahwa manajer perlu memahami faktor-faktor apa yang dapat digunakan untuk
memotivasi para karyawan. Faktor-faktor pemeliharaan sebagai faktor negatif (yang
ekstrinsik) dapat mengurangi dan menghilangkan ketidak puasan kerja dan
menghindarkan masalah, tetapi tidak akan dapat digunakan untuk memotivasi bawahan.
Hanya faktor-faktor positiflah, “motivators” (yang intrinsik), yang dapat memotivasi para
karyawan untuk melaksanakan keinginan para manajer.

Teori Prestasi dari McClelland


David McClelland dan para peneliti lainnya mengemukakan bahwa ada korelasi
positif antara kebutuhan berprestasi dengan prestasi dan sukses pelaksanaan. McClelland,
melalui riset empiriknya, menemukan bahwa para usahawan, ilmuwan dan professional
mempunyai tingkat motivasi prestasi di atas rata-rata.
McClelland juga mengemukakan bahwa kenutuhan prestasi tersebut dapat
dikembangkan pada orang dewasa. Orang-orang yang berorientasi prestasi mempunyai
karakteristik-karakteristik tertentu yang dapat dikembangkan, yaitu ;
1. menyukai pengambilan risiko yang layak (moderat) sebagai fungsi ketrampilan,
bukan kesempatan; menyukai suatu tantangan; dan menginginkan tanggung jawab
pribadi bagi hasil-hasil yang dicapai.
2. mempunyai kecenderungan untuk menetapkan tujuan-tujuan prestasi yang layak
danb menghadapi risiko yang sudah diperhitungkan. Salah satu alasan mengapa
banyak perusahaan berpindah ke program management by objectives (MBO) adalah
karena adanya korelasi positif antara penetapan tujuan dan tingkat prestasi.
3. mempunyai kebutuhan yang kuat akan umpan balik tentang apa yang telah
dikerjakannya.
4. mempunyai ketrampilan dalam perencanaan jangka panjang dan memiliki
kemampuan-kemampuan organisasional.

TEORI-TEORI PROSES

Teori-teori sebelumnya memusatkan diri pada kebutuhan-kebutuhan yang


mendorong atau memacu perilaku dan insentif-insentif yang menarik atau menyebabkan
perilaku. Sedangkan teori-teori proses berkenaan dengan bagaimana prilaku timbul dan
dijalankan. Teori-teori proses yang akan didahas 1) teori pengharapan, 2) pembentukan
prilaku, 3) teori Porter – Lawler, dan 4) teori keadilan.

Teori Pengharapan
Banyak teori proses modern yang penting didasarkan pada apa yang disebut teori
pengharapan (expectancy theory). Konsep ini berhubungan dengan motivasi, di mana
individu diperkirakan akan menjadi pelaksana dengan prestasi tinggi bila mereka melihat
1) suatu kemungkinan (probabilitas) tinggi bahwa usaha-usaha mereka akan mengarah ke
prestasi tinggi, 2) suatu probabilitas tinggi bahwa prestasi tinggi akan mengarah ke ahsil-
hasil yang menguntungkan, dan 3) bahwa hasil-hasil tersebut akan menjadi, pada keadaan
keseimbangan, penarik efektif gabi mereka.
Menurut Victor Vroom, dikenal sebagai teori nilai – pengharapan Vroom, orang
dimotivasi untuk bekerja bila mereka (1) mengharapkan usaha-usaha yang ditingkatkan
akan mengarahkan ke balas jasa tertentu, dan (2) menilai balas jasa sebagai hasil dari
usaha-usaha mereka. Jadi, dari sudut pandangan manajer, menghasilkan rumusan :

Pengharapan bahwa
Peningkatan usaha Penilaian individu
Motivasi = akan mengarah ke- x terhadap balas jasa
Peningkatan balas sebagai hasil dari
Jasa usaha-usahanya.
Teori ini mengandung berbagai kesulitan dalam penerapannya. Tetapi penemuan-
penemuan sejenis lainnya menunjukkan konsistensi dalam hal adanya pengaruh
hubungan sebab akibat antara pengharapan, prestasi, dan penghargaan (balas jasa)
ekstrensik seperti pengupahan atau kenaikan pangkat.

Pembentukan Perilaku
Dengan demikian prilaku individu di waktu mendatang dapat diperkirakan atau
dipelajari dari pengalaman di waktu yang lalu.
Proses pembentukan perilaku ini secara sederhana dapat digambarkan senagai
berikut :

Rangsangan → Tanggapan → Konsekuensi → Tanggapan di waktu yang akan datang


(stimulus) konsekwensi

Jadi, perilaku (tanggapan) individu terhadap suatu situasi atau kejadian (stimulus) adalah
penyebab konsekuensi tertentu. Bila konsekuensi itu positif, individu akan memberikan
tanggpan sama terhadap situasi yang sama, tetapi bila konsekuensi tidak menyenangkan
individu akan cenderung merubah perilakunya untuk menghindarkan dari kensekuensi
tersebut.
Hal ini memberikan petunjuk bila manajer akan mengubah perilaku bawahan, dia
harus mengubah konsekuensi dari perilaku tersebut. Sebagai contoh, seorang karyawan
yang sering dating terlambat dapat dimotivasi agar dating tepat pada waktunya
(pengubahan perilaku), dengan memberikan penghargaan untuk kedatangan yang tepat.
Ada empat teknik yang dapat dipergunakan manajer untuk mengubah perilaku
bawahan : (1) penguatan positif, bisa penguat primer seperti minuman atau makanan
yang memuaskan kebutuhan-kebutuhan biologis, ataupun penguat sekunder seperti
penghargaan berujud hadiah, promosi dan uang; (2) penguatan negatif,dimana individu
akan mempelajari perilaku yang membawa konsekuensi tidak menyenangkan dan
kemudian menghindari perilaku tersebut di masa mendatang (avoidance learning); (3)
pemadaman, dilakukan dengan peniadaan penguatan; dan (4) hukuman, melalui mana
manajer mencoba untuk mengubah perilaku bawahan yang tidak tepat dengan pemberian
konsekuensi-konsekuensi negatif.
W. Clay Hammer, telah mengidentifikasikan 6 (enam) pedoman penggunaan
teknik-teknik pembentukan perilaku, atau disebut teori belajar (learning theory), yaitu :
1. Jangan memberikan penghargaan yang sama kepada semua orang.
2. Perhatikan bahwa kegagalan untuk memberikan tanggapan dapat juga mengubah
perilaku.
3. Beritahu karyawan tentang apa yang harus dilakukan untuk mendapatkan
penghargaan.
4. Beritahu karyawan tentang apa yang dilakukan secara salah.
5. Jangan memberi hukuman di depan karyawan lain.
6. Bertindaklah adil.

Teori Porter – Lawler


Model Porter – Lawler adalah teori pengharapan dari motivasi dengan versi
orientasi masa mendatang, dan juga menekankan antisipasi tanggapan-tanggapan atau
hasil-hasil.
Model pengharapan ini menyajikan sejumlah implikasi bagi manajer tentang
bagaimana seharusnya memotivasi bawahan dan juga implikasi bagi organisasi. Seperti
yang diutarakan oleh Nadler dan Lawler, implikasi-implikasi model tersebut bagi
manajer mencakup :
1. Pemberian penghargaan yang sesuai dengan kebutuhan bawahan.
2. Penentuan prestasi yang diinginkan.
3. Pembuatan tingkat prestasi yang dapat dicapai.
4. Penghubungan penghargaan dengan prestasi.
5. Penganalisaan faktor-faktor apa yang bersifat berlawanan dengan efektifitas
penghargaan.
6. Penentuan penghargaan yang mencukupi atau memadai.

Sedangkan implikasi-implikasi bagi organisasi adalah meliputi :


1. Sistem penghargaan organisasi harus dirancang untuk memotivasi perilaku yang
beringinkan.
2. Pekerjaan itu sendiri dapat dibuat sebagai pemberian penghargaan secara
intrinsik.
3. Atasan langsung mempunyai peranan penting dalam proses mpotivasi.

Teori Keadilan
Teori ini mengemukakan bahwa orang akan selalu cenderung membandingkan
antara 1) masukan-masukan yang mereka berikan pada pekerjaannya dalam bentuk
pendidikan, pengalaman, latihan dan usaha, dengan 2) hasil-hasil (penghargaan-
penghargaan) yang mereka terima, seperti juga mereka membandingkan balas jasa yang
diterima karyawan lain dengan yang diterima dirinya untuk pekerjaan yang sama.

MOTIVASI ADALAH LEBIH DARI SEKEDAR TEKNIK-TEKNIK

Manajer yang dapat melihat motivasi sebagai sistem, yang mencakup sifat-sifat
individu, pekerjaan, dan situasi kerja; dan memahami hubungan antara insentif, motivasi
dan produktifitas, mereka akan mampu memperkirakan perilaku bawahan. Hanya
manajer yang mengetahui hal ini dan mengetahui bagaimana menerapkannya dapat
mengharapkan realisasi peningkatan produktifitas dari para karyawan.
BAB 13

KOMONIKASI

DALAM ORGANISASI

Proses komonikasi memungkinkan manajer untuk melaksanakan tugas-tugas


mereka. Informasi harus dikomonikasikan kepada para manajer agar mereka mempunyai
dasar perencanaan, rencana-rencana harus dikonikasikan kepada pihak lain agar
dilaksanakan. Pengorganisasian memerlukan komonikasi dengan bawahan tentang
penugasan jabatan mereka. Pengarahan pengharusan manajer untuk berkomonikasi
dengan bawahanya agar tujuan kelompok dapat dicapai. Komonikasi tertulis dan lisan
adalah bagian esensi pengawasan. Jadi, manajer dapat melaksanakan fungsi-fungsi
manajemen mereka hanya melalui interaksi dan komonikasi dengan pihak lain.

PENGERTIAN KOMONIKASI

Istilah manajemen komonikasi adalah relatif baru. Komonikasi itu sendiri bukan
merupakan bagian penting dari perbendaharaan kata manajemen sampai akhir tahun
1940-an dan permulaan 1950-an. Dalam pendekatan hubungan manusiawi dan sejalan
dengan para ahli perilaku mulai menerapkan penelitian-penelitian mereka pada
organisasi, komonikasi menjadi bagian penting yang diperhatikan manajemen.
Bagaimanapun juga, komonikasi tetap merupakan peralatan (tool) manajemen yang
dirancang untuk mencapai tujuan dan tidak dinilai atas dasar akhir dalam komonikasi itu
sendiri.

Komonikasi adalah proses pemindahan pengertian dalam bentuk gagasan atau


informasi dari seseorang ke orang lain. Perpindahan pengertian tersebut melibatkan lebih
dari sekedar kata-kata yang digunakan dalam percakapan, tetapi juga ekspresi wajah,
intonasi, titik putus vokal dan sebagainya. Dan perpindahan yang efektif memerlukan
tidak hanya transmisi data, tetapi bahwa seseorang mengirimkan berita dan menerimanya
sangat tergantung pada ketrampilan-ketrampilan tertentu (membaca, menulis, mendengar,
berbicara dan lain-lain) untuk membuat sukses pertukaran informasi.

Komonikasi, sebagai suatu proses dengan mana orang-orang dengan magsud


memberikan pengertian-pengertian melalui pengiriman berita secar simbolis, dapat
menghubungkan para anggota berbagai satuan organisasi yang berbeda dan bidang yang
berbeda pula, sehingga sering disebut rantai pertukaran informasi.
Pandangan tradisional tentang komonikasi telah banyak diubah oleh perkembangan
teknologi, yaitu bahwa komonikasi tidak hanya terjadi antara dua individu atau lebih
individu, tetapi mencakup juga komonikasi antar orang-orang dan mesin-mesin, dan
bahkan antar mesin dengan mesin lainnya.
PROSES KOMONIKASI

Model Komonikasi Antar Pribadi

Model proses komonikasi yang paling sederhana adalah sebagai berikut :

Pengirim → Berita → Penerima

Model ini menunjukkan 3 (tiga) unsure esensi komonikasi. Bila salah satu unsur hilang,
komunikasi tidak dapat berlangsung. Sebagai contoh, seseorang dapat mengirimkan
berita, tetapi bila tidak ada yang menerima atau mendengar, komunikasi tidak terjadi.
Meskipun modelnya sederhana, proses komunikasi adalah kompleks. Sebagai satu
gambaran kompleksnya proses komunikasi adalah “telephone”, di mana pengirim
menyampaikan suatu berita, tetapi penerima mungkin mendengar atau menerima berita
bukan yang dimaksudkan pengirim.
Model proses komunikasi yang lebih terperinci, dengan unsur-unsur penting yang
terlibat dalam komunikasi antara dan di antara para anggota organisasi.

Sumber (source). Sumber atau pengirim berita memainkan langkah pertama dalam proses
komunikasi. Sumber mengendalikan macam berita yang dikirim, susunan yang
digunakan, dan sering saluran melalui mana berita dikirimkan.

Pengubahan berita ke dalam sandi / kode (encoding). Langkah kedua ini – encoding the
message – mengubah berita ke dalam berbagai bentuk simbol-simbol verbal atau
nonverbal yang mampu memindahkan pengertian, seperti kata-kata pencakapan atau
tulisan, angka, gerakan, atupun kegiatan.

Pengiriman berita (transmitting the message). Langkah ketiga mencerminkan pilihan


komunikator terhadap media atau “saluran distribusi”. Komunikasi lisan mungkin
disampaikan melalui berbagai saluran – telephone, mesin pendikte, orang atau videotape.
Hal ini mungkin dilakukan secara pribadi atau dalam pertemuan kelompok dengan
banyak orang. Dalam kenyataannya, salah satu keputusan penting yang harus dibuat
pengirim adalah dalam penentuan saluran yang tepat atau sesuai bagi pengiriman berita
tertentu.
Manfaat komunikasi lisan, orang per orang, adalah kesempatan untuk berinteraksi
antara sumber dan penerima, memungkinkan komunikasi nonverbal (gerakan tubuh,
intonasi suara, dan lain-lain), di sampaikannya berita secara cepat, dan memungkinkan
umpan balik diperoleh segera.

Sedangkan komunikasi tertulis dapat disampaikan melalui saluran-saluran seperti


memo, surat, laporan, catatan, bulletin dewan direktur, manual perusahaan, dan surat
kabar.

Penerimaan berita. Langkah keempat adalah penerimaan berita oleh pihak penerima.
Pada dasarnya, orang-orang menerima berita melalui ke lima pancaindera mereka –
penglihatan, pendengaran, pengecap, perabaan dan penciuman.

Pengartian atau penterjemahan kembali berita (decoding). Langkah kelima proses


komunikasi adalah decoding. Hal ini menyangkut pengartian simbol-simbol oleh
penerima. Proses ini dipengaruhi oleh latar belakang, kebudayaan, pendidikan,
lingkungan, praduga, dan gangguan di sekitarnya. Selalu ada kemungkinan bahwa berita
dari sumber, ketika diartikan oleh penerima, akan menghasilkan pengertian yang jauh
berbeda dengan yang dimaksudkan oleh pengirim. Jadi, penerima mempunyai tanggung
jawab besar untuk efektifitas komunikasi, dalam hal komunikasi dua arah. Manajer dan
bawahan dapat berperan baik sebagai sumber maupun penerima dalam suatu interaksi.
Berbagai macam interaksi dapat dilakukan dengan ruang lingkup, tingkat kepentingan
dan periode waktu yang berbeda-beda.

Umpan balik (feedback). Setelah berita diterima dan diterjemahkan, penerima mungkin
menyampaikan berita balasan yang ditujukan kepada pengirim mula-mula atau orang
lain. Jadi, komunikasi adalah proses yang berkesinambungan dan tak pernah berakhir.
Seseorang berkomunikas, penerima menanggapinya melalui komunikasi selanjutnya
dengan pengirim atau orang lain, dan seterusnya. Tanggapan ini disebut umpan balik.

Komunikasi Organisasi

Raymond V. Lesikar telah menguraikan 4 (empat) faktor yang mempengaruhi


efektifitas komunikasi organisasi, yaitu saluran komunikasi formal, struktur organisasi,
spesialisasi jabatan dan apa yang disebut Lesikar sebagai “pemilikan informasi”.

Saluran komunikasi formal mempengaruhi efektifitas komunikasi dalam dua cara.


Pertama, liputan saluran formal semakin melebar sesuai perkembangan dan pertumbuhan
organisasi. Sebagai contoh, komunikasi efektif biasanya semakin sulit dicapai dalam
organisasi yang besar dengan cabang-cabang yang menyebar. Kedua, saluran komunikasi
formal dapat menghambat aliran informasi antar tingkat-tingkat organisasi. Sebagai
contoh, karyawan lini perakitan hampir selalu akan mengkomunikasikan masalah-
masalah pada penyelia (mandor) mereka dan bukan pada manajer pabrik.
Struktur wewenang organisasi mempunyai pengaruh yang sama terhadap
efektifitas organisasi. Perbedaan kekuasaan dan kedudukan (status) dalam organisasi
akan menentukan pihak-pihak yang berkomunikasi dengan seseorang serta isi dan
ketepatan komunikasi. Sebagai contoh, percakapan antara direktur perusahaan dengan
karyawanakan dibatasi formalitas dan kesopanan, sehingga tidak ada pihak yang
berkehendak untuk mengatakan sesuatu yang penting.

Spesialisasi jabatan biasanya akan mempermudah komunikasi dalam kelompok-


kelompok yang berbeda. Para anggota suatu kelompok kerja yang sama akan cenderung
berkomunikasi dengan istilah, tujuan, tugas, waktu, dan gaya yanmg sama. Komunikasi
antara kelompok-kelompok yang sangat berbeda akan cenderung di hambat.

Pemilikan informasi berarti bahwa individu-individu mempunyai informasi


khusus dan pengetahuan tentang pekerjaan-pekerjaan mereka. Sebagai contoh, manajer
produk akan mempunyai pengamatan yang lebih tajam, dalam perumusan strategi-strategi
pemasaran, kepala departemen mungkin mempunyai cara tertentu yang efektif untuk
menangani konflik di antara para bawahannya.

Jaringan komunikasi dalam organisasi. Organisasi dapat merancang jaringan atau


sturktur komunikasi dalam berbagai cara. Jaringan komunikasi mungkin dirancang kaku,
seperti bahwa karyawan dilarang berkomunikasi dengan siapapun kecuali atasannya
langsung.

SALURAN KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI

Saluran-saluran komunikasi formal ditentukan oleh struktur organisasi atau


ditunjukkan oleh berbagai saran formal lainnya.

Komunikasi Vertikal
Komunikasi vertikal terdiri atas komunikasi ke atas dan ke bawah sesuai rantai
perintah. Komunikasi ke bawah (downward communication) dimulai dari manajemen
puncak kemudian mengalir ke bawah melalui tingkatan-tingkatan manajemen sampai ke
karyawan lini dan personalia paling bawah.

Fungsi utama komunikasi ke atas (upward communication) adalah untuk mensuplai


informasi kepada tingkatan manajemen atas tentang apa yang terjadi pada tingkatan
bawah. Tipe komunikasi ini mencakup laporan-laporan periodik, penjelasan, gagasan,
dan permintaan untuk diberikan keputusan. Hal ini dapat dipandang sebagai data atau
informasi umpan balik bagi manajemen atas.

Komunikasi Lateral atau Horizontal

Komunikasi lateral atau horizontal meliputi hal-hal berikut ini :


1. Komunikasi di antara para anggota dalam kelompok kerja yang sama.
2. Komunikasi yang terjadi antara dan di antara departemen-departemen
pada tingkatan organisasi yang sama.

Bentuk komunikasi ini pada dasarnya bersifat koordinatif, dan merupakan hasil dari
konsep spesialisasi organisasi. Sehingga komunikasi ini dirancang guna mempermudah
koordinasi dan penanganan masalah. Komunikasi lateral, selain membantu koordinasi
kegiatan-kegiatan lateral, juga menghindarkan prosedur pemecahan masalah yang lambat.

Komunikasi Diagonal

Komunikasi diagonal merupakan komunikasi yang memotong secara menyilang


diagonal rantai perintah organisasi. Hal ini sering terjadi sebagai hasil hubungan-
hubungan departemen lini dan staf. Seperti yng telah dibahas dalam bab 10 bahwa
hubungan-hubungan yang ada antara personalia lini dan staf dapat berbeda-beda, yang
akan membentuk beberapa komunikasi diagonal yang berbeda-beda pula.

PERANAN KOMUNIKASI INFORMAL

Bentuk komunikasi ini timbul dengan berbagai maksud, yang meliputi antara lain :
1. Pemuasan kebutuhan-kebutuhan manusiawi, seperti kebutuhan untuk
berhubungan dengan orang lain.
2. Perlawanan terhadp pengaruh-pengaruh yang monoton atau membosankan.
3. Pemenuhan keinginan untuk mempengaruhi perilaku orang lain.
4. Pelayanan sebagai sumber informasi hubungan kerja yang tidak disediakan
saluran-saluran komunikasi formal.

Tipe komonikasi informal yang paling terkenal adalah “gravpevine” ( mendengar


sesuatu bukan dari sumber resmi, tetapi dari desas-desus, kabar angina atau “slentingan”).
sistem komonikasi “grapevine” cenderung dianggap merusak atau merugikan, karena
tidak jarang terjadi penyebaran informasi tidak tetap, tidak lengkap dan sesuai dengan
kenyataan, lebih bersifat emosional daripada logika, dan kadang-kadang dirahasiakan
dari anggota yang mempunyai wewenang manajerial lebih tinggi. 2)

Di lain pihak, komonikasi “grapevine” mempunyai peranan fungsional sebagai alat


komonikasi tambahan bagi organisasi. Banyak peneliti yang membuktikan bahwa
komonikasi “grapevine” lebih cepat, lebih akurat dan lebih epektif dalam penyaluran
informasi. Manajer dapat mempergunakan komonikasi ini dengan informasi yang sengaja
“dibocorkan”
HAMBATAN-HAMBATAN TERHADAP KOMONIKASI EFEKTIF

Berikut ini akan dibahas hambatan-hambatan terhadap komonikasi yang efektif


tersebut, dengan dikelompokkan sebagai 1) hambatan-hambatan organisasional, dan 2)
hambatan-hambatan antar pribadi.

Hambatan-hambatan Organisasional

Ada tiga hambatan organisasional, yaitu 1) tingkatan hirarki, 2) wewenang


manajerial, dan 3) spesialisasi

Tingkatan Hirarki. Bila suatu organisasi tumbuh, strukturnya berkembang, akan


menimbulkan berbagai masalah komonikasi. Karena berita harus melalui tingkatan
(jenjang) tambahan, yang memerlukan waktu yang lebih lama untuk mencapai tempat
tujuan dan cenderung menjadi berkurang ketetapannya.

Wewenang Manajerial. Tanpa wewenang untuk membuat keputusan tidak mungkin


manajer dapat mencapai tujuan dengan efektif. Tetapi dilain pihak, pada kenyataannya
bahwa seseorang yang mengendalikan orang lain juga menimbulkan hambatan-hambatan
terhadap komonikasi. Banyak atasan merasa bahwa mereka tidak dapt sepenuhnya
menerima berbagai masalah, kondisi, atau hasil yang dapat membuat mereka tampak
lemah. Sebaliknya, banyak bawahan menghindari situasi dimana mereka harus
mengungkapkan informasi yang dapat membuat mereka dalam kedudukan yang tidak
menguntungkan. Sebagai hasil ada kesenjangan “leveling” antar atasan dan bawahan.

Spesialisasi. Meskipun spesialisasi adalah prinsip dasar organisasi, tetapi juga


menciptakan masalah-masalah komonikasi, di mana hal ini cenderung memisahkan
oaring-orang, bahkan bila mereka bekerja saling berdekatan.

Hambatan-hambatan Pribadi

Manajer perlu memperhatikan hambatan-hambatan antar pribadi seperti 1)


persepsi selektif, 2) status atau kedudukan komonikator, 3) keadaan membela diri, 4)
pendengaran lemah, dan 5) ketidak tetapan penggunaan bahasa

Persepsi selektif. Persepsi adalah suatu proses yang menyeluruh dengan mana seseorang
menseleksi, mengorganisasikan, dan mengartikan segala sesuatu di lingkungannya.
Segera setelah seseorang menerima sesuatu, akan mengorganisasikan menjadi berbagai
tipe informasi yang berarti.

Manajer perlu memperhatikan tiga aspek berikut sehubungan dengan persepsi


selektif :
1. Penerima akan menginterpretasikan berita berdasarkan pengalaman diri dan
bagaimana mereka telah “belajar” untuk menanggapi sesuatu.
2. Penerima akan menginterpretasikan berita dengan cara menolak setiap perubahan
dalam struktur kepribadian yang kuat. Berita yang bertentangan dengan keyakinan
seseorang cenderung untuk ditolak.
3. Penerima akan cenderung mengelompokkan dan menyimpan karakteristik-
karakteristik pengalaman mereka sehingga mereka dapat membuat pola-pola
menyeluruh.

Status komunikator. Hambatan utama komunikasi lainnya adalah kecenderungan untuk


menilai, mempertimbangkan dan membentuk pendapat atas dasar karakteristik-
karakteristik pengirim (sumber), terutama kredibilitas-nya. Kredibilitas didasarkan
“keahlian” seseorang dalam bidang yang sedang dikomunikasikan dan tingkat
kepercayaan seseorang bahwa orang tersebut akan mengkomunikasikan kebenaran.

Keadaan membela diri. Perasaan pembelaan diri pada pengirim, penerima berita atau
keduanya juga menimbulkan hambatan-hambatan komunikasi. Keadaan membela diri
seseorang mengakibatkan ekspresi wajah, gerakan tubuh, dan pembicaraan tertentu, dan
sebaliknya meningkatkan tingkat pembelaan di pihak lain. Jadi, akan timbul reaksi rantai
defensive. Keadaan ini mjembuat pendengar lebih berkonsentrasi pada apa yang akan
dikatakan dan bukan pada apa yang sedang didengar. Sebagai contoh, bila seseorang
karyawan terancam akan kehilangan kedudukannya, maka dapat kehilangan kemampuan
untuk mengartikan berita secara tepat dengan memberikan reaksi defersif atau agresif.

Pendengaran lemah. Manajer perlu belajara untuk mendengar secara efktif agar mampu
mengatasi hambatan ini. Berbagai kebiasaan sehubungan dengan pendengaran lemah
meliputi : 1) mendengar hanya permukaannya saja, dengan sedikit perhatian pada apa
yang sedang dikatakan; 2) memberikan pengaruh, melalui baik perkataan atau tanda-
tanda (seperti melihat jam, memandang langit, menunjukkan kegelisahan); 3)
menunjukkan tanda-tanda kejengkelan atau kebosanan terhadap bahan pembicaraan dan
4) mendengar dengan tidak aktif.

Ketidak tepatan penggunaan bahasa. Salah satu kesalahan terbesar yang dibuat dalam
komunikasi adalh anggapan bahwa pengertian terletak dalam “kata-kata” yang
digunakan. Sebagai contoh, perintah manajer untuk mengerjakan “secepat mungkin” bias
berarti satu jam, satu hari atau satu minggu.

PENINGKATAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI

Berbagai penyebab timbulnya masalah-masalah komunikasi dan betapa sulitnya


mencapai komunikasi efektif telah di bahas di atas. Sekarang akan dibicarakan berbagai
cara dengan mana para manajer dapat meningkatkan efektivitas komunikasi. Teknik-
teknik ini pada dasarnya adalah cara-cara untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang
disajikan sebelumnya.
Kesadaran Akan Kebutuhan Komunikasi Efektif

Karena berbagai hambatan organisasional danm antar pribadi, komunikasi efektif


tidak dapat dibiarkan terjadi begitu saja. Manajer harus memainkan peranan penting
dalam proses komunikasi, di mana hanya dengan cara itu kemudian dapat diambil
langkah-langkah untuk meningkatkan efektivitas komunikasi.
Pentingnya komunikasi menyebabkan banyak perusahaan besar menggunakan
para “ahli komunikasi”. Para spesialis komunikasi ini membantu perbaikan komunikasi
dengan bantuannya kepada para penyelia memecahkan masalah-masalah komunikasi
internal; penentuan strategi komunikasi perusahaan sehubungan dengan “layoffs”,
penutupan pabrik atau relokasi, dan terminasi; serta pengukuran kualitas kegiatan-
kegiatan komunikasi, melalui interview (wawancara) atau survey.

Penggunaan Umpan – Balik

Peralatan penting pengembangan komunikasi lainnya adalah penggunaan umpan


balik berita-berita yang dikirim. Komunikasi dua arah ini memungkinkan proses
komunikasi berjalan lebih efektif. Para manajer dapat melakukan paling sedikit dua hal
untuk mendorong umpan balik dan menggunakannya secara efektif. Manajer dapat
menciptakan lingkungan yang mendorong umpan balik, dan mendapatkan umpan balik
melalui kegiatan mereka sendiri.

Cara manajer berkomunikasi dengan para bawahannya dapat menentukan jumlah


umpan balik yang akan mereka terima. Di samping itu, tipe komunikasi yang digunakan
dan lingkungan komunikasi penting dalam penentuan umpan balik macam ap yang akan
didapatkannya. Dalam hal ini manajer perlu memainkan peranan aktif dalam pengadaan
umpan balik tersebut.

Menjadi Komunikator yang Lebih Efektif

Salah satu peralatan yang digunakan secar efektif oleh para psikolog,
pembimbing, dan orang-orang yang profesinya memerlukan pemahaman yang mendalam
tentang klien mereka, yaitu active listening, dapat dipergunakan untuk mengembangkan
dimensi baru ketrampilan manajemen para manajer. Prinsip dasar peralatan ini adalah
penggunaan reflective statements (pernyataan balik) oleh pendengar. Bagaimanapun juga,
posisi kunci para manajer dalam proses komunikasi, membuat kebutuhan mendesak bagi
pengembangan diri untuk menjadi komunikator yang lebih efektif.

Pedoman Komunikasi yang Baik

Pedoman-pedoman ini disusun untuk meningkatkan efektifitas komunikasi


organisasi, yang secara ringkas adalah sebagai berikut :
1. Cari kejelasan gagasan-gagasan terlebih dahulu sebelum dikomunikasikan.
2. Teliti tujuan sebenarnya setiap komunikasi.
3. Pertimbangkan keadaan phisik dan manusia keseluruhan kapan saja komunikasi
akan dilakukan.
4. Konsultasikan dengan pihak-pihak lain, bila perlu, dalam perencanaan
komunikasi.
5. Perhatikan tekanan nada dan ekspresi lainnya sesuai isi dasar berita selama
berkomunikasi.
6. Ambil kesempatan, bila timbul, untuk mendapatkan segala sesuatu yang
membantu atau umpan balik.
7. Ikuti lebih lanjut komunikasi yang telah dilakukan.
8. Perhatikan konsistensi komunikasi.
9. Tindakan atau perbuatan harus mendorong komunikasi.
10. Jadilah pendengar yang baik, berkomunikasi tidak hanya untuk dimengerti tetapi
untuk mengerti.

BAB 14

KEPEMIMPINAN

PENGERTIAN KEPEMIMPINAN

Seperti manajemen, kepemimpinan (leadership) telah didefinisikan dengan cara


yang berbeda oleh berbagai berbagai oaring yang berbeda pula. Menurut Stoner,
kepemimpinan manajerial dapat didefinisikan sebagai suatu proses pengarahan dan
pemberian pengaruh pada kegiatan-kegiatan dari sekelompok anggota yang saling
berhubungan tugasnya. 1). Ada tiga implikasi penting dari definisi tersebut :

Pertama, kepemimpinan menyangkut orang lain – bawahan atau pengikut.


Kesediaan mereka untuk menerima pengarahan dari pimpinan, para anggota kelompok
membantu menentukan status/kedudukan pimpinan dan membuat proses kepemimpinan
dapat berjalan.
Kedua, kepemimpinan menyangkut suatu pembagian kekuasaan yang tidak
seimbang diantara para pemimpin dan anggota kelompok. Para pimpinan mempunyai
wewenang untuk mengarahkan berbagai kegiatan para anggota kelompok.
Ketiga, selain dapat memberikan pengarahan kepada para bawahan atau pengikut,
pemimpin dapat juga mempergunakan pengaruh . dengan kata lain pemimpin tidak hanya
dapat memerintah bawahan apayang harus dilakukan tetapi juga dapat mempengaruhi
bagaimana bawahan melaksanakan perintahnya.
Kepemimpinamn adalah bagian penting manajemen, tetapi tidak sama dengan
manajemen. Kepemimpinan merupakan kemampuan yang dipunyai seseorang untuk
mempengaruhi orang-orang lain agar bekerja mencapai tujuan dan sasaran.
PENDEKATAN-PENDEKATAN STUDI KEPEMIMPINAN

Penelitian-penelitian dan teori-teori kepemimpinan dapat diklasifikasikan sebagai


pendekatan-pendekatan kesifatan, perilaku, dan situasional (“contingency”) dalam studi
tentang kepwmimpinan.
Pendekatan pertama memandang kepemimpinan sebagai suatu kombinasi sifat-
sifat (traitis) yang tampak. Pendekatan kedua bermagsud mengidentifikasikan perilaku-
perilaku (behaviors) pribadi yang berhubungan dengan kepemimpinan efektif.

PENDEKATAN SIFAT-SIFAT KEPEMIMPINAN

Para teoritis kesifatan adalah kelompok pertama yang bermagsud menjelaskan


aspek kepemimpinan. Mereka percaya bahwa para pemimpin memiliki cirri-ciri atau
sifat-sifat tertentu yang menyebabkan mereka dapat memimpin para pengikutnya.

Penelitian Awal Tentang Sifat-sifat Kepemimpinan

Usaha sistematik pertama yang dilakukan oleh para psikologi dan para peneliti
lainnya untuk memahami kepemimpinan adalah mengindentifikasikan sifat-sifat
pemimpin. Sebagian besar peneliti-penelitian tentang kepemimpinan ini bermagsud untuk
1) membangdingkan sifat-sifat orang yang menjadi pemimpin dengan sifat-sifat yang
menjadi pengikut (tidak menjadi pemimpin), dan 2) mengidentifikasikan cirri-ciri dan
sifat-sifat yang dimiliki oleh para pemimpin efektif.

Penemuan-penemuan Lanjutan

Seorang peneliti, Edwin Ghiselli, dalam penelitian ilmiahnya telah menunjukkan


sifat-sifat tertentu yang tampaknya penting untuk kepemimpinan efektif. Sifat-sifat
tersebut adalah :
1. kemampuan dalam kedudukan sebagai pengawas (supervi sory ability) atau
pelaksanaan fungsi-fungsi dasar manajemen, terutama pengarahan dan pengawasan
pekerjaan orang lain.
2. kebutuhan akan prestasi dalam pekerjaan, mencakup pencarian tanggung jawab
dan keinginan sukses.
3. kecerdasan, mencakup kebijakan, pemikiran kreatif dan daya piker.
4. ketegasan, (decisiveness), atau kemampuan untuk membuat keputusan-keputusan
dan memecahkan masalah-masalah dengan cakap dan tepat.
5. kepercayaan diri, atau pandangan terhadap dirinya sebagai kemampuan untuk
menghadapi masalah.
6. inisiatif, atau kemampuan untuk bertindak tidak tergantung mengembangkan
serangkaian kegiatan dan menemukan cara-cara baru atau inovasi.
Keterbatasan Pendekatan Kesifatan

Ada banyak keterbatasan dalam pendekatn yang melihat sifat-sifat pemimpin.


Sebagai contoh, telah banyak orang tahu tentang tokoh-tokoh seperti Napoleon,
Alexander the Great, Abraham Lincoln, Sukarno, Mahatma Gandhi, Mao Tse-Tung,
Adolf Hitlker, Winston Churchill, Suharto, dan sebagianya , yang dalam berbagi hal
berbeda satu dengan yang lainnya.

PENDEKATAN PERILAKU KEPEMIMPINAN

Pendekatan-pendekatan kesifatan dalam kenyataannya tidak dapat menjelaskan


apa yang menyebabkan kepemimpinan efektif. Oleh sebab itu pendekatan prilaku tidak
lagi mencoba untuk mencari jawab sifat-sifat pemimpin, tetapi mencoba untuk
menentukan apa yang dilakukan oleh para pemimpin efektif – bagaimana mereka
mendelegasikan tugas, bagaimana mereka berkomunikasi dengan dan memotivasi
bawahan mereka, bagaimana mereka menjalankan tugas-tugas, dan sebagainya.
Pendekatan prilaku memusatkan perhatiannya pada dua aspek perilaku
kepemimpinan, yaitu fungsi-fungsi dan gaya-gaya kepemimpinan. Teori-teori dan
penelitian-penelitian yang paling terkenal adalah 1) Teori X dan Teori Y dari Douglas
McGregor, 2) Studi Michigan oleh ahli psikologi sosial Rensis Likert, 3). Kisi-kisi
Manajerial dari Blake dan Mouton, dan 4). Studi Ohio State.

Fungsi-fungsi Kepemimpinan
Agar kelompok berjalan dengan efektif, seseorang harus melaksanakan dua
fungsi utama : (1) fungsi-fungsi yang berhubungan dengan tugas (“task-related”) atau
pemecahan masalah, dan (2) fungsi-fungsi pemeliharaan kelompok (“group-
maintenance”) atau sosial. Fungsi pertama menyangkut pemberian saran penyelesaian,
informasi dan pendapat.

Gaya-gaya Kepemimpinan

Pandangan kedua tentang perilaku kepemimpinan memusatkan pada gaya


pemimpin dalam hubungannya dengan bawahan. Para peneliti telah mengidentifikasikan
dua gaya kepemimpinan : gaya dengan orientasi tugas (task-oriented) dan gaya dengan
orientasi karyawan (employee-oriented).
TEORI X DAN TEORI Y DARI McGREGOR

Strategi kepemimpinan efektif yang mempergunakan manajemen partisipatif


dikemukakan oleh Douglas McGregor, dalam buku klasiknya , The Human Side of
Enterprise.

Anggapan-anggapan Teori X :

1. Rata-rata pembawaan manusia malas atau tidak menyukai pekerjaan dan akan
menghindarinya bila mungkin.
2. Karena karakteristik manusia tersebut, orang harus dipaksa, diawasi, diarahkan,
atau diancam dengan hukuman agar mereka menjalankan tugas untuk mencapai
tujuan-tujuan organisasi.
3. Rata-rata manusia lebih menyukai diarahkan, ingin menghindari tanggung jawab,
mempunyai ambisi relative kecil, dan menginginkan keamanan / jaminan hidup di
atas segalanya.

Anggapan-anggapan Teori Y :

1. Penggunaan usaha phisik dan mental dalam bekerja adalah kodrat manusia,
seperti bermain atau istirahat.
2. Pengawasan dan ancaman hukuman eksternal bukanlah satu-satunya cara untuk
mengarahkan usaha pencapaian tujuan organisasi.
3. Keterikatan pada tujuan merupakan fungsi dari penghargaan yang berhubungan
dengan prestasi mereka.
4. Rata-rata manusia, dalam kondisi yang layak, beljar tidak hanya untuk menerima
tetapi mencari tanggung jawab.
5. Ada kapasitas besar untuk melakukan imajinasi, kecerdikan dan kreatifitas dalam
penyelesaian masalah-masalah organisasi yang secara luas tersebar pada seluruh
karyawan.
6. Potensi intelektual rata-rata manusia hanya digunakan sebagian saja dalam
kondisi kehidupan industri modern.

4 Sistem Manajemen dari Likert

Likert, dengan menggunakan dua kategori gaya dasar ini, orientasi karyawan dan
orientasi tugas , menyusun suatu model empat tingkatan efektifitas manajemen.

Sistem 1, manajer membuat suatu keputusan yang berhubungan dengan kerja dan
memerintah para bawahan untuk melaksanakannya.
Sistem 2, manajer tetap menentukan perintah-perintah, tetapi memberi bawahan
kebebasan untuk memberikan komentar terhadap perintah-perintah tersebut.

Sistem 3, manajer menetapkan tujuan-tujuan dan memberikan perintah-perintah


setelah hal-hal itu didiskusikan terlebih dahulu dengan bawahan.

Sistem 4, adalah sistem yang paling ideal menurut Likert tentang cara bagaimana
organisasi seharusnya berjalan. Tujuan-tujuan ditetapkan dan keputusan-keputusan kerja
dibuat oleh kelompok.

Kisi-kisi Manajerial dari Blake dan Mouton

Kisi-kisi manajerial (managerial grid) yang dikembangkan oleh Robert Blake dan
Jane Monton juga berkenaan dengan orientasi-orientasi manajer pada tugas (produksi)
dan karyawan (orang), serta kombinasi antara kedua ekstrim.

Studi Ohio State

Seperti penelitian sebelumnya di University of Michigan, para peneliti Ohio State


University mengidentifikasikan dua kelompok perilaku yang mempengaruhi efktifitas
kepemimpinan – struktur pemakrasaan (initiating structure) dan pertimbangan
(consideration). Faktor “consideration” menggambarkan hubungan yang hangat antar
seorang atasan dan bawahan, adanya saling percaya, kekeluargaan dan penghargaan
terhadap gagasan bawahan.

ADAKAH GAYA KEPEMIMPINAN IDEAL ?

Telah terjadi perdebatan dalam waktu cukup lama untuk mencari jawaban apakah
ada gaya kepemimpinan normatif atau ideal. Perdebatan itu biasanya terpusat pada
gagasan bahwa gaya ideal itu ada : yaitu gaya yang secara aktif melibatkan bawahan
dalam penetapan tujuan dengan menggunakan teknik-teknik manajemen partisipatif dan
memusatkan perhatian baik terhadap karyawan dan tugas.

PENDEKATAN SITUASIONAL – “CONTINGENCY”

Pendekatan situasional-contingency menggambarkan bahwa gaya yang


digunakan adalah bergabtung pada faktor-faktor seperti situasi, karyawan, tugas,
organisasi dan variabel-variabel lingkungan lainnya. Teori-teori situasional yang terkenal
dan akan dibahas adalah (1) rangkaian kesatuan kepemimpinan dari Tannembaum dan
Schmidt, (2) teori “contingency” dari Fiedler, dan (3) teori siklus-kehidupan dari Hersey
dan Blanchard.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Kepemimpinan

Mary Parker Follett, yang mengembangkan hukum situasi, mengatakan bahwa


ada tiga variabel kritis yang mempengaruhi gaya pemimpin, yaitu 1) pemimpin, 2)
pengikut atau bawahan, dan 3) situasi. Ketiganya saling berhubungan dan berinteraksi.
Follett juga menyatakan bahwa para pemimpin seharusnya berorientasi pada kelompok
dan bukan berorientasi pada kekuasaan.

Rangkaian Kesatuan Kepemimpinan Tannenbaum dan Schmidt

Robert Tannenbaum dan Warren H. Schmidt adalah di antara para teoritisi yang
menguraikan berbagai faktor yang mempengaruhi pilihan gaya kepemimpinan oleh
manajer. Mereka mengemukakan bahwa manajer harus mempertimbangkan tiga
kumpulan “kekuatan” sebelum melakukan pemilihan gaya kepemimpinan, yaitu :

Kekuatan-kekuatan dalam diri manajer. Yang mencakup 1) sistem nilai, 2)


kepercayaan terhadap bawahan, 3) kecenderungan kepemimpinan sendiri, dan 4)
perasaan aman dan tidak aman.

Kekuatan-kekuatan dalam diri para bawahan. Meliputi 1) kebutuhan mereka


akan kebebasan, 2) kebutuhan mereka akan peningkatan tanggung jawab, 3) apakah
mereka tertarik dalam dan mempunyai keahlian untuk penanganan masalah, dan 4)
harapan mereka mengenai keterlibatan dalam pembuatan keputusan.

Kekuatan-kekuatan dari situasi. Mencakup 1) tipe organisasi, 2) efektifitas


kelompok, 3) desakan waktu, dan 4) sifat masalah itu sendiri.

Teori “Contingency” dari Fiedler

Suatu teori kepemimpinan yang kompleks dan menarik adalah contingency model
of leadership effctiveness dari Fred Fiedler. Pada dasarnya, teori ini menyatakan bahwa
efektifitas suatu kelompok atau organisasi tergantung pada interaksi antar kepribadian
pemimpin dan situasi.situasi dirumuskan dengan duua karakteristik : 1) derajat situasi
dimana pemimpin menguasai, dan 2) derajat situasi yang menghadapkan manajer
terhadap ketidak pastian.

Bila situasi menguntungkan atau tidak menguntungkan hanya moderat, tipe


pemimpin hubungan manusiawi atau yang toleran atau lunak (“lenient”) akan sangat
efektif.
Dari model ini disimpulkan bahwa untuk menjadi pemimpin yang paling efektif,
mereka perlu menyesuaikan gaya-gaya kepemimpinan terhadap situasi
Tetapi seharusnya pemimpin dapat mengubah-ubah gaya-gaya kepemimpinan
mereka untuk memenuhi persyaratan/kebutuhan situasi tertentu dan seharusnya mereka
dapat belajar untuk menjadi pemimpin yang efektif.

Teori Siklus-kehidupan dari Hersey dan Blanchard

Satu lagi teori kepemimpinan penting yang mempergunakan pendekatan


“contingency” adalah teori siklus kehidupan (life-cycle theor) dari Paul Hersey dan
Kenneth Blanchard. Seperti Fidler, Hersey dan Blanchard mempergunakan pendekatan
situasional-dengan satu perbedaan pokok.
Definisi-definisi berikut akan membantu untuk memahami teori ini :

Kedewasaan (maturity) adalah kapasitas/kemampuan individu atau kelompok


untuk menetapakan tujuan tinggi tetapi dapat dicapai, dan keinginan dan kemampuan
mereka untuk mengambil tanggung jawab.

Perilaku tugas adalah tingkat dimana pemimpin cenderung untuk


mengorganisasikan dan menentukan peranan-peranan para pengikut, menjelaskan setiap
kegiatan yang dilaksanakan, kapan dimana, dan bagaimana tugas-tugas diselesaikan.

Perilaku hubungan, berkenaan dengan hubungan pribadi pemimpin dengan


individu atau para anggota kelompoknya.

Pentingnya Fleksibelitas

Dalam organisasi, seperti juga dalam kehidupan lainnya, dibutuhkan fleksibelitas.


Ini membantu untuk menaggapi terhadap orang-orang dalam situasi-situasi secara tepat
edan memuat penyesuaian bila terjadi penyimpangan dan antisipasi. Sebagai manajer,
samua orang harus berhati-hati terhadap berbagai macam gaya kepemimpinan yang
tersedia. Sebagi manajer, perilaku kepemimpinannya akan dipelajari pada jabatannya,
saat berinteraksi dengan para bawahan dan tugas-tugas mereka.
BAB 15

PERUBAHAN DAN

PENGEMBANGAN ORGANISASI

Perubahan-perubahan dalam lingkungan dapat berwujud perkembangan


teknologi, perubahan kondisi ekonomi dan politik, perubahan sikap dan kualitas
karyawan semakin pentingnya tanggung jawab sosial organisasi, dan sebaginya.

KEKUATAN-KEKUATAN PENYEBAB PERUBAHAN

Faktor-faktor ini yang menimbulkan atau menyebabkan perubahan, berasal baik dari
dalam maupun luar organisasi . berbagai faktor eksternal yang menentukan kemampuan
organisasi untuk menarik sumberdaya-sumberdaya manusia dan bahan baku yang
dibutuhkan atau untuk memproduksi dan memasarkan barang-barang atau jasa-jasanya,
menjadi salah satu kelompok kekuatan penyebab perubahan.disamping itu, berbagai
faktor dalam lingkungan internal yang mempengaruhi cara organisasi melaksanakan
kegiatan-kegiatannya, juga merupakan kelompok kekuatan lainnya yang menyebabkan
timbulnya perubahan.

Kekuatan-kekuatan Eksternal

Walaupun sulit menyemaratkan kekuatan-kekuatan penyebab perubahan


eksternL,dalam kenyataan ada banyak kekuatan eksternal yang sangat mempengaruhi
perubahan organisasi, dengan organisasi mempunyai sedikit kemampuan untuk
mengendalikkan kekuatan tersebut.

Perubahan organisasi terjadi karena adanya perubahan-perubahan dalam berbagai


variabel eksternal, seperti sistem politik, ekonomi, teknologi, pasar dan nilai-nilai.
Beberapa tipe khusus kekuatan eksternal penyebab peruban dapat dijabarkan berikut .
kenaikan biaya dan kelangkaan berbagi sumber daya alam, keamanan karyawan dan
peraturan-peraturan anti polusi, boikot pelanggan, tingkat pendidikan yang lebih tinggi,
dalam pasar tenaga kerja, tingkat bunga yang tinggin – adalah beberapa contoh faktor-
faktor lingkungan yang merubah lkehidupan orang baik sebagai karyawan maupun
langganan dalam tahun-tahun terakhir ini. Berbagai kekutan eksternal, dari kemajuan
teknologi sampai kegiatan-kegiatan persaingan dan perubahan pola kehidupdn, dapat,
menekan organisasi untuk mengubah tujuan struktur dan metoda dan operasinya.
Kekuatan-kekuatan Internal

Tekanan-tekanan untuk perubahan dapat juga dating dari dalam organisasi.


Kekuatan-kekuatan perubahan internal ini meruypakan hasil dari faktor –faktor seperti
tujuan,. Strategi, kebijaksanaan manajerial dan teknologi baru, serta sikap dan perilaku
para karyawan. Sebagai contoh, keputusan manajer puncak untuk mengganti tujuan dari
pertumbuhan jangka panjang menjadi pencapaian laba jangka pendek akan
mempengaruhi berbagai tujuan banyak departemen dan bahkan mungkin memerlukan
reorganisasi.

Cara-cara penanganan Perubahan

Ada dua pandekatan utama penanganan perubahan organisasi yang dapat


digunakan para manajer .
Pertama adalah proses perubahan reaktif, dimana para manajermen bereaksi atas tanda-
tanda bahwa perubahan dibutuhkan, pelaksanaan modifikasi sedikit demi sedikit untuk
menagani masalah-masalah tertentu yang timbul. Kedua, manajemen mengembangkan
suatu program perubahan yang direncanakan (planed Change), yang sering disebut
sebagai proses proaktif , melalui pelaksanaan berbagai investasi waktu dan sumber daya
lainnya yang berarti untuk mengubah cara-cara operasi organisasi.

Pendekatan pertama – yang lebih sederhana dan lebih murah dibandingkan


pendekatan kedua – diperlukan manajer dalam pemecahan masalah sederhana (atau
kecil)dan penyesuaian hari ke hari yang integral dengan jabatannya.

Pendekatan kedua, program perubahan yang direncanakan menyangkut kegiatan-


kegiatan yang disengaja untuk mengubah status quo. Thomas dan Bennis mendefinisikan
perubahan yang direncanakan dan implementasi inovasi struktiral, kebijaksanaan atu
tujuan baru, atau suatu perubahan dalam filsafat, iklim dan gaya pengoperasian secara
sengaja.

Peranan Pengantar Perubahan

Pengantar perubahan (change agent) adalah individu yang bertanggung jawab


atas peranan kerpemimpinan dalam proses pengelolaan perubahan. Individu, kelompok
atau organisasi yang merupakan sasaran perubahan disebut sistem klient. Pengantar
perubahan dapat berasal dari para anggota organisasi atau dapat sebagai konsultan dari
luar organisasi.
Penolakan Terhadap Perubahan

Bila perubahan terjadi, para manajer dan karyawan akan bereaksi baik secara
positif ataupun negatif. Berbagai reaksi khas terhadap perubahan adalah sebagai berikut :
1. orang mungin menyangkal bahwa perubahan sedang terjadi. Bila ini terjadi
organisasi kemungkinan akan terus kehilangan efektifitasnya.
2. orang mungin mengabaikan perubahan.manjer mungkin menangguhkan
keputusan-keputusan dengan harapan bahwa masalah yang terjadi akan “hilang”
dengan sendirinya
3. orang mungkin menolak perubahan. Karena berbagai alasan manajer dan
karyawan mungkin menentang perubahan.
4. orang mungkin menerima perubahan dan menyesuaikan diri dengn perubahan
tersebut
5. orang juga mungkin mengantisipasi perubahan dan merencanakannya, seperti
yang banyak dilakukan perusahaan-perusahaan progresif.

Ada tiga sumber umum penolakan terhadap perubahan :


1. ketidakpastian tentang akibat dan pengaruh perubahan. Para anggota organisasi
mungkin secara psikologik menolak perubahan karena mereka menghindari
ketidakpastian.
2. ketidaksediaan untuk melepaskan keuntungan-keuntungan yang ada. Perubahan
akan memberikan banyak maanfaat bagi organisasi secara keseluruhan, belum
tentu akan menguntungkan sekelompok orang atau individu.
3. pengetahuan dan kelemahan-kelemahan dalam perubahan yang diusulkan.
Kadang-kadang para anggota organisasi akan menolak perubahan karena mereka
mengetahui adanya masalah-masalah potensial yang tidak diperhatikan oleh para
pengusul perubahan.

Penanggulangan Penolakan Terhadap Perubahan

Kotter dan Schlesinger mengemukan enam cara penanggulangan penolakan


terhadap perubahan. Teknik-teknik ini (sangat tergantung pada situasi) yaitu:

1. pendidikan dan komonikasi. Salah satu cara untuk mengatasi penolakan


terhadap perubahan adalah dengan menginformasikan perubahan-perubahan
yang direncanakan dan kebutuhan akan perubahan sedini mungkin dalam
proses.,
2. partisipasi dan keterlibatan. Bila para penolak potensial dilibatkan dalam
perencanaan dan implementasi perubahan, penolakan terhadap perubahan
dapat dikurangi atau dihilangkan.
3. kemudahan dan dukungan. Pemudahan proses perubahan dan pemberian
dukungan kepada mereka yang terlibat merupakan cara lain manajer dapat
menangani penolakan.
4. negosiasi dan persetujuan. Teknik lain adalah negosiasi dengn para penolakan
potensial. Sebagai comntoh : persetujuan serikat, kenaikan pesangon
pensiunan karyawan sebagai pertukaran dengan penghentian kerja yang lebih
dini atau perolehan surat-surat pengertiuanb tertulis dari kepala-kepala satuan
organisasi yang akan dikenal oleh perubahan.
5. manipulasi dan “bekerja sama”. Kadang-kadang para manajer menjauhkan
individu atau kelompok dari penolakan terhadap perubahan. Mereka dapat
memanipulasi para karyawan melalui pemberian informasi secara selektif atau
melalui penyusunan urutan kejadian-kejadian secara sengaja.
6. paksaan ekspilit dan implisit. Para manajer dapat memaksa orang-orang untuk
menerima perubahan dengan berbagai ancaman eksplisit atau implicit, dalam
bentuk kehilangan pekerjaan, penundaan proporsi, dan sebaginya.

PROSES PENGELOLAAN PERUBAHAN

Banyak model yang digunakan untuk proses ini tetapi yang paling logic dan
terkenal adalah penekanan peranan pengantar perubahan. Pengantar perubahan (change
agent) adalah individu, biasanya dari luar satuan kerja atau organisasi yang sedang
diubah , yang mengambil peranan kepemimpinan dalam pemrakarsaan dan pengenalan
proses perubahan.

Tahap-tahap Proses Perubahan:

Proses perubahan meliputi enam tahap yaitu:

Tahap 1 : tekanan dan desakan. Proses mulai ketika manajemen puncak mulai merasa
adanya kebutuhan atau tekanan perubahan.

Tahap 2 : intervensi dan reorientasi. Konsultan atau pengantar perubahan dari luar sering
digunakan untuk merumuskan masalah dan melalui proses dengan membuat para anggota
organisasi untuk memusatkan perhatiannya pada masalah tersebut.

Tahap 3 : diagnosa dan pengenalan masalah. Informasi dikumpulkan dan dianalisa oleh
pengantar perubahan dan manjemen

Tahap 4 : penemuan dan komitmen pada penyelesaian. Pengantar perubahan hendaknya


merangsang pemikiran dan mencoba untuk menghindari penggunaan “metoda-metoda
lama yang sama”.
Tahap 5 : percobaan dan pencarian hasil-hasil. Penyelesaian-penyelesaian yang
dikembangkan pada tahap empat biasanya diuji dalam program-program percobaan
berskala kecil dan hasil-hasilnya dianalisa

Tahap 6 : penguatan dan penerimaan. Bila serangkaian kegiatan telah diuji dan sesuai
dengan keinginan, harus diterima secara sukarela.

Pemastian bahwa Perubahan adalah Permanen

Ahli sisiologi Kurt Lewin mengemukan bahwa perubahan keperilakuan yang


efektif akan menyangkut tiga kondisi yang saling berhubungan yang dialami individu
yaitu :

1. Unfreezing, yaitu keadaan dimana orang akan menjadi siap sedia untuk
memperoleh atau mempelajari perilaku baru.

2. Changing, terjadi bila orang mulai melakukan percobaan dengan perilaku baru.

3. Refreezing, telah terjadi bila orang memandang bahwa pola perilaku baru yang
telah dicoba selama periode “changing” menjadi bagian dari orang tersebut.

BERBAGAI PENDEKATAN PERUBAHAN ORGANISASI

Pengubahan teknologi organisasi berarti pengubahan atau modifikasi faktor-faktor


seperti peralatan, proses teknik, teknik-teknik riset, atau sistem produksi yang mencakup
layout, metoda dan prosedur.Pengubahan orang-orang organisasi mencakup perubahan
1) kebijaksanaan dan prosedur penarikan dan seleksi, 2) kegiatan-kegiatan pelatihan dan
pengembangan, 3)sistem balas jasa, 4) ketrampilan-ketrampilan kepemimpinan, 5) sikap,
kepercayaan, peranan atau karakteristik-karakteristik karyawan lainnya.

Pendekatan Struktural

Menurut Leavitt, usaha-usaha untuk melakukan perubahan organisasi melalui


pengubahan struktur dapat dibagi menjadi tiga kelompok. Dalam kelompok pertama
adalah perubahan-perubahan struktural yang diciptakan melalui aplikasi prinsip-prinsip
pelaksanaan organisasi klasik.
Pendekatan desentralisasi pendekatan ini didasarkan atas gagasan bahwa
penciptaan satuan-satuan organisasi yang lebih kecil dan dapat berdiri sendiri akan
meningkatkan motivasi para anggota satuan-satuan dan membantu mereka untuk
memusatkan perhatiannya pada kegiatan-kegiatan berprioritas tertinggi.

Pendekatan perubahan struktural ketiga bermagsud melakukan perbaikan prestasi


organisasi melalui modifikasi aliran kerja dalam organisasi.

Pendekatan Teknologis

Aplikasi sistematik pendekatan perubahan teknologi mulai hasil karya Frederick


Taylor dan “manajemen ilmiah” –nya. Taylor dan para pengikutnya menganalisis dan
memperbaiki interaksi-interaksi antara para karyawan dan para mesin-mesin untuk
meningkatkanb efisiensi.

Penggabungan pendekatan structural dan teknologikal. Penggabungan pendekatan


perubahan structural dan teknologikal atau (tekno structural ) bermagsud untuk
memperbaiki prestasi melalui pengubahan berbagai aspek baik structural organisasi
maupun teknologinya.

Pendekatan Orang

Baik pendekatan teknik maupun structural bermagsud untuk memperbaiki prestasi kerja
organisasi melalui pengubahan situasi kerja. Pendekatan-pendekatan tersebut didasarkan
atas anggapan bahwa penciptaan situasi kerja yang tepat akan menyebabkan perilaku
karyawan menjadi lebih produktif.

KONSEP PENGEMBANGAN ORGANISASI

Berbagai pendekatan perubahan yang telah dibahas terutama cocok untuk


pemecahan masalah-masalah tertentu dan segera. Pengembangan Organisasi (PO), atau
Organizational Development (OD), di lain pihak tidak dirancang untuk memecahkan
masalah-masalah terpisah atau sementara. Pendekatan ini adalah berjangka waktu lebih
panjang dan lebih mencakup pendekatan perubahan untuk menggerakkan keseluruhan
organisasi ketingkat perbaikan prestasi dan kepuasan par anggota organisasi dengan lebih
tingggi.
Sebagai konsep formal PO adalah baru, dan “istilah pengembanganOrganisasi
sendiri masih didefinisikan secara tidak konsisten, terutama sebagai label berbagai
kegiatan.

Pengembangan organisasi adalah suatu usaha jangka panjang untuk


memperbaiki. Memperbaiki proses-proses pemecahan masalah dan pembaharuan
organisasi, tertentu melalui mmanajemen budaya organisasi yang lebih efektif dan
kalaboratif – dengan tekanan khusus pada budaya.

Dalam definisi ini ungkapan proses pemecahan masalah berkenaan dengan


metoda-metoda organisasi dalam penanganan berbagai ancaman dan kesempatan dari
lingkungan

Melalui proses pembaharuan, para manajer organisasi dapat menyesuaikan gaya


dan tujuan pemecahan masalah mereka untuk memenuhi berbagai permintaan
pengubahan lingkungan organisasi

Manajemen kalaboratif berarti manajemen melalui partisipasi bawahan dan


pembagian kekuasaan, dan bukan melelui pembebanan wewenang secara hirarki.

Istilah budaya berkenaan dengan pola-pola umum berbagai kegiatan interaksi,


norma, niilai, sikap dan perasaan. “Budaya” menyangkut aspek-aspek informal
kehidupan organisasi.

Riset kegiatan merupakan cara pengantaran perubahan PO menjalankan proses


belejar aspek-aspek organisasi apa yang perlu diperbaiki dan bagaimana organisasi dapat
dibantu untuk membuat perbaikan-perbaikan tersebut.

Teknik Pengembangan Organisasi Organisasi

Teknik-teknik yang digunakan untuk setiap kelompok sasaran adalah :

1. PO untuk perseorangan. Latihan sensitifitas adalah teknik PO pertama dan cukup


meluas penggunaanya. Dalam kelompok “latihan”, kira-kira sepuluh peserta
diarahkan oleh seorang pemimpin yang terlatih untuk meningkatkan sensitifitas
dan ketrampilan penanganan hubungan-hubungan antar pribadi.
2. PO untuk dua atau tiga orang. Analisa transaksional memusatkan perhatian pada
gaya dan isi komonikasi (transaksi atau berita) antar orang-orang.
3. PO untuk tim, atau kelompok. Dalam konsultasi proses, seorang konsultan bekerja
dengan para anggotaorganisasi untuk membantu mereka memahami dinamika
hubungan-hubungan pekerjaan dalam berbagai situasi kelompok atau tim.
4. PO untuk hubungan hubungan antar kelompok. Untuk memungkinkan organisasi
menilai kesehatan sendiri dan untuk menetapkan rencana-rencana kegiatan bagi
perbaikan, pertemuan (rapat) konfrontasi dapat digunakan.
5. PO untuk Organisasi Keseluruhan. Teknik survai umpan balik dapat digunakan
untuk memperbaiki operasi-operasi organisasi keseluruhan.

You might also like