Professional Documents
Culture Documents
CIVIL ENGINNERING
S E N I N, 0 4 O K T O B E R 2 0 1 0 Mengenai Saya
Yang dimaksud dengan bahan lapis keras adalah semua bahan susun BOGOR, Bogor
yang diperlukan untuk membuat perkerasan jalan meliputi agregat, Lihat profil lengkapku
aspal, bahan tambah (additive ) serta bahan stabilisasi tanah dasar jika
diperlukan khususnya untuk jalan yang dibuat pada daerah dengan
tanah dasar yang jelek. Link
Lapis keras jalan adalah bagian dari struktur jalan yang terletak di atas Edit -Me
tanah dasar atau subgrade yang dibuat keras agar dapat dilalui lalu Edit -Me
lintas yang lewat di atasnya.
Tujuan pembuatan lapis keras jalan adalah agar dapat dicapai suatu Posting Sebelumnya
kekuatan tertentu sehingga mampu meneruskan beban beban lalu lintas
yang diterima oleh lapis keras ke dalam bidang yang lebih luas pada BAHAN LAPIS KERAS
tanah dasar, sehingga beban beban tersebut dapat didukung oleh tanah LAPORAN PRATIKUM HIDRAULIKA
dasar. SNI GEMPA 2002
Pada umumnya, lapis keras jalan dapat digolongkan menjadi tiga
SNI BAJA
golongan besar yaitu :
-flexible pavement INPUT MS. PROJECT
plat beton
lapis fondasi untuk rigid pavement
lapis pasir
subgrade
2. Paving Mixture Design
(Perancangan Campuran Perkerasan)
Yaitu tahapann yang harus dilakukan sebelum pelaksanaan dilapangan
dimulai yang bertujuan untuk menentukan kualitas bahan susun yang
akan digunakan serta proporsi campuran bahan yang akan digunakan
untuk bahan perkerasan.
Misal :
Menentukan jenis aspal yang akan dipakai serta perbandingan jumlah
aspal dengan batuan
Menentukan gradasi serta jenis batuan
Menentukan mutu beton serta perbandingan campuran antara semen ,
pasir
krikil (untuk rigid pav)
Dll
ASPAL
Aspal merupakan salah satu bahan pengikat perkerasan yang paling
banyak dipakai di Indonesia.
Disamping harganya relatif murah, aspal juga banyak tersedia di negara
kita yang kaya akan minyak mentah yang banyak mengandung aspal.
Aspal merupakan bahan yang termoplastis, yaitu suatu sifat viskositas /
kekentalan yang sangat dipengaruhi oleh temperatur. Pada saat
temperatur rendah (dingin) aspal akan bersifat keras, dan sebaliknya
pada saat temperatur tinggi (panas) aspal akan bersifat lunak, dan lebih
bersifat plastis .
Kepekaan terhadap temperatur dari tiap hasil produksi aspal berbeda -
beda tergantung dari asalnya, walaupun aspal tersebut diambilkan dari
jenis yang sama.
A
Viscositas B
Temperatur (oc)
Kekuatan
aspal
Lama Pembebanan
kelenturan
lama penyimpanan
Aspal alam
Di Indonesia, jenis aspal ini banyak terdapat di Pulau Buton, sehingga
aspal alam ini sering disebut Butas ( Buton Aspal).
Proses terjadinya:
Sebelum di proses lebih lanjut, aspal alam ini terdapat di alam terbuka
sebagai batuan sehingga biasa disebut batuan aspal / aspal batu (rock
Avtur
gasoline (bensin)
kerosine (minyak tanah )
diesel oils (solar)
minyak pelumas/olie
BJ yang paling besar ada tiga kemungkinan :
a) aspal, dikatakan minyak mentah memiliki dasar aspal (asphaltic base
crude oils)
b) parafin, dikatakan minyak mentah memiliki dasar parafin (paraffin
base crude oils)
c) campuran antara aspal dan parafin, dikatakan minyak mentah
memiliki dasar campuran (mixed base crude oils)
Jadi minyak mentah belum tentu dapat menghasilkan aspal.
Bila dilihat dari proses pembuatannya serta bahan dasarnya, jenis aspal
dibedakan atas bentuknya ada tiga macam :
aspal keras (cement asphalt)
aspal cair (liquit asphalt)
aspal emulsi (emulsified asphalt )
Aspal A
Aspal B
viskositas
0o F 77o F 100o F
Aspal Emulsi
Pada dasarnya, suatu emulsi terdiri dari dua jenis cairan yang sulit
untuk dapat bercampur . Aspal Emulsi adalah jenis aspal yang diperoleh
dari campuran aspal dengan air. Dalam proses pembuatannya, salah satu
bahan tersebut didispersikan / dibaurkan dalam bentuk butir -butir yang
sangat halus, yang dicampurkan dengan proses kimiawi.
Di dalam pelaksanaannya, aspal merupakan fase yang didispersikan,
sedang air merupakan fase pencairnya.
Didalam temperatur ruang aspal emulsi ini dalam kondisi cair (tidak
keras).
Berdasarkan muatan listrik yang dikandungnya aspal emulsi dapat
dibedakan atas tiga macam :
Aspal emulsi Kation
Aspal emulsi Anion
Aspal emulsi Nonion .
Dari ketiga jenis aspal tersebut yang biasa dipergunakan sebagai bahan
perkerasan jalan adalah aspal emulsi Kation dan Anion.
Aspal emulsi Kation :
Aspal jenis ini biasa juga disebut sebagai Aspal Emulsi Asam, merupakan
jenis aspal emulsi yang bermuatan arus listrik positip.
Sifat istimewa Aspal Emulsi Kation adalah bahwa aspal akan cepat
mengering dan bekerja untuk mengikat batuan / agregat walaupun
batuan tersebut mengandung air. Sifat ini sangat menguntungkan untuk
daerah-daerah yang banyak mengandung air (sering hujan), daerah
bersalju, daerah yang berikilim dingin, dapat juga untuk klas jalan yang
tidak begitu tinggi.
Aspal Emulsi Anion :
Aspal jenis ini biasa juga disebut sebagai Aspal Emulsi Alkali ,
merupakan jenis aspal emulsi yang bermuatan arus listrik negatip.
Pada jenis Aspal Emulsi Anion proses pelekatan batuan hanya dapat
terjadi pada batuan yang kering saja. Kecepatan reaksi/proses
Penetrasi.
Yaitu angka yang menunjukkan kekerasan aspal yang diukur dari
kedalaman masuknya jarum penetrasi yang diberi beban 100 gram
selama 5 detik pada suhu ruang 25o C. semakin besar nilai penetrasinya ,
maka semakin lunak aspal tersebut dan sebaliknya .
Berat Jenis
Yaitu angka yang menunjukkan perbandingan berat aspal dengan berat
air pada volume yang sama pada suhu ruang. Semakin besar nilai berat
jenis aspal, maka semakin kecil kandungan mineral minyak dan partikel
lain di dalam aspal. Semakin tinggi nilai berat jenis aspal, maka semakin
baik kualitas aspalnya . Berat jenis aspal minimal sebesar 1,0000 .
tersebut semakin baik . Besarnya nilai titik nyala dan titik bakar tidak
berpengaruh terhadap kualitas perkerasan, karena pengujian ini hanya
berhubungan dengan keselamatan pelaksanaan khususnya pada saat
pencampuran (mixing ) terhadap bahaya kebakaran.
Daktilitas aspal
Yaitu angka yang menunjukkan panjang aspal yang ditarik pada suhu
25o C dengan kecepatan 5 cm/menit hingga aspal tersebut putus .
Daktilitas yang tinggi mengindikasikan bahwa aspal semakin lentur,
sehingga semakin baik digunakan sebagai bahan ikat perkerasan.
Syarat aspal yang baik adalah sebagai berikut:
No. Jenis Pemeriksaan Syarat Satuan
Pen 60/70 Pen 80/100
Min Maks Min Maks
1. Penetrasi 25oC, 5 det 60 79 80 99 0,1 mm
2. Titik lembek 48 58 46 54 oC
3. Titik nyala dan titik bakar 200 - 225 - oC
4. Kehilangan berat 163oC, 5 jam - 0,4 - 0,6 % berat
5. Kelarutan dalam CCl4 99 - 99 - % berat
6. Daktilitas 25oC, 5 cm/menit 100 - 100 - cm
7. Penetrasi setelah kehilangan berat 75 - 75 - % terhadap asli
8. Penetrasi aspal hasil ekstraksi benda uji 55 - 55 - % terhadap asli
9. Daktilitas aspal hasil ekstraksi benda uji 40 - 40 - cm
10. Berat jenis (25OC ) 1 - 1 - -
Sumber : Depkimpraswil, 2000 .
AC 40-50
c. Aspal cair
Aspal yang merupakan hasil olahan dari aspal keras yang dicairkan
dengan menggunakan bahan pencair sepeti kerosen, bensin atau solar.
Aspal cair diklasifikasikan berdasarkan kecepatan penguapan (Rapid
Curing, Medium Curing, Slow Curing). Jenis aspal cair terdiri dari:
Rapid Curing (RC) 0 30 angka menunjukkan kekentalan dalam satuan
Medium Curing (MC) 1 70 cst pada suhu 60 o C
Slow Curing (SC) 2 250
3 800
4 3000
5
d. Aspal Emulsi
yang dibuat dari aspal keras + Emulsifier + air
bila dilihat dari muatan listrik pada partikel aspalnya, aspal emulsi
dibedakan menjadi 3 macam yaitu:
- Kationik, yaitu apabila partikel aspalnya bermuatan listrik positif
- Anionik, jika partikel aspalnya bermuatan listrik negatif
- Nonionik, jika partikel aspalnya tidak bermuatan listrik (netral)
Adapun bila ditinjau dari kecepatan pengikatan terdiri dari 3 macam
yaitu:
- Rapid setting (RS) yaitu aspal emulsi yang memiliki kecepatan
pengikatan paling cepat,
- Medium Setting (MS) yaitu aspal emulsi yang memiliki kecepatan
pengikatan menengah (medium)
HF MS – 1
HF MS – 2
HF MS – 2h
HF MS – 2s
SS – 1
SS – 1h -
-
-
-
CSS – 1
CSS – 1h
ML – 1
ML – 1K
MLK – 1
MLK – 1h
a. jumlah lintasan
Semakin banyak jumlah lintasan pada suatu jalan yang akan dibuat ,
maka jenis aspal yang akan digunakan harus mempunyai viskositas yang
tinggi yang ditunjukkan dengan nilai penetrasi, karena nilai penetrasi
yang rendah akan mempunyai nilai stabilitas yang lebih tinggi
dibandingkan nilai penetrasi yang tinggi.
Sebagai contoh untuk jalan negara atau jalan tol harusnya menggunakan
aspal dengan nilai penetrasi 40 –70 ( misal AC 40-50 atau AC 60-70).
Apabila perkerasan yang melayani beban lalu lintas yang cukup besar
(>1 juta SAL) menggunakan aspal AC 80-100 atau penetrasi yang lebih
tinggi, maka akibat yang ditimbulkan adalah akan terjadi kerusakan
yang lebih cepat sebelum tercapai umur rencana. Adapun kerusakan
yang mungkin terjadi diantaranya adalah fracture dan rutting.
2. Iklim
Faktor iklim mempunyai peran yang cukup besar dalam menentukan
jenis aspal yang akan digunakan . Faktor iklim tersebut meliputi:
a. panas /dingin yang berhubungan dengan suhu udara yang akan
mempengaruhi suhu perkerasan
b. basah /kering yang akan mempengaruhi kadar air perkerasan.
c. Temperatur perkerasan yang dipengaruhi oleh temperatur udara dan
letak geografis .
d. Ketinggian lokasi dari muka air laut yang akan mempengaruhi suhu
udara dan tekanan udara yang akhirnya akan berpengaruh terhadap
temperatur perkerasan.
Memilih aspal berdasarkan suhu udara berhubungan dengan nilai
penetrasi, pada daerah dingin lebih cocok apabila digunakan aspal
dengan penetrasi tinggi sedangkan pada daerah tropis lebih cocok
menggunakan aspal penetrasi rendah (viskositas tinggi). Kerusakan
perkerasan yang diakibatkan karena kesalahan pemilihan aspal pada
kasus ini adalah bleeding, deformasi , rutting. Untuk mengatasi apabila
aspal yang tersedia tidak sesuai yang diinginkan , maka dapat digunakan
bahan aditive.
melihat alat yang tersedia, maka akan sulit untuk mendapatkan hasil
yang optimal karena saat pencampuran , penggelaran, pemadatan tidak
memenuhi syarat khususnya syarat temperatur pencampuran ,
penggelaran, pemadatan.
4. Gradasi agregat
Gradasi agregat dibedakan menjadi 3 yaitu : gradasi menerus (rapat),
gradasi terbuka dan gradasi timpang. Gradasi terbuka maupun gradasi
timpang memiliki rongga yang lebih besar jika dibandingkan dengan
gradasi rapat, hal ini akan berpengaruh terhadap kemudahan aspal
untuk memasuki rongga antar butiran agregat. Jenis aspal yang cocok
untuk gradasi timpang maupun gradasi terbuka adalah aspal yang
memiliki viskositas (kekentalan ) yang tinggi sedangkan untuk gradasi
rapat jenis aspal yang cocok adalah aspal dengan kekentalan sedang
sampai rendah. Disisi lain kebutuhan aspal pada gradasi timpang
maupun gradasi terbuka akan membutuhkan aspal yang lebih besar jika
dibandingkan dengan gradasi menerus, perbedaan tersebut disebabkan
karena prosentase rongga antar agregat.
6. Volume pekerjaan
Volume pekerjaan dibedakan antara volume kecil dan volume besar, hal
ini akan berpengaruh terhadap pemilihan jenis aspal yang akan
digunakan. Untuk pekerjaan dengan volume kecil tentunya alat yang
digunakan untuk mencampur , menggelar maupun untuk memadatkan
adalah alat yang sederhana, sehingga aspal yang digunakan cukup aspal
yang memungkinkan digunakan alat yang sederhana tersebut. Jenis
aspal yang cocok untuk kasus ini adalah aspal cair, aspal emulsi maupun
aspal Buton.
7. Tuntutan lingkungan
Tuntutan lingkungan menyangkut hal apakah dalam melaksanakan
pekerjaan jalan tersebut menimbulkan polusi yang dapat mengganggu
lingkungan dimana pekerjaan tersebut dilaksanakan. Sebagai contoh
pekerjaan jalan pada sebuah rumah sakit, apabila aspal yang digunakan
merupakan aspal yang dapat menimbulkan polusi saat pelaksanaan,
maka akan mengganggu pasien. Untuk mengatasi hal tersebut , maka
dapat digunakan aspal cair atau aspal emulsi yang dicampur secara
dingin (Cold mix) sehingga tidak menimbulkan polusi yang cukup besar.
8. Buruh (labour )
Tenaga kasar (buruh ) sebaiknya dijadikan bahan pertimbangan dalam
menentukan jenis aspal yang akan digunakan . Hal ini disebabkan karena
tenaga kasar yang tidak terlatih akan membutuhkan waktu yang lebih
lama dalam melakukan penggelaran sehingga dimungkinkan akan terjadi
penurunan suhu yang cukup besar yang berakibat suhu pemadatan
menjadi rendah. Hal ini berarti bahwa sebelum pemadatan dilakukan
AGREGAT
Agregat adalah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan
pengisi dan sekaligus sebagai bahan pendukung dalam campuran lapis
perkerasan jalan . Kandungan agregat di dalam lapis perkerasan jalan
berkisar antara 90% - 95% (bila dihitung berdasarkan persentase berat)
dan berkisar antara 75% - 85% (bila dihitung berdasarkan persentase
volume). Maka akibatnya kestabilan serta mutu perkerasan jalan lebih
ditentukan oleh sifat agregat dan kualitas campuran antara agregat
dengan material lainnya.
1. Ukuran Agregat
Cara membedakan jenis agregat yang paling banyak dilakukan ialah
dengan dida sarkan kepada ukuran diameter butir . Untuk mengetahui
ukuran butiran dikenal beberapa ukuran saringan sbb:
Agregat Alami
Yaitu agregat yang sudah terbentuk secara alamiah, jadi agregat ini
telah mengalami pengecilan butiran karena proses alam . Sebagai
contoh kerikil yang terdapat di sungai yang mengalir. Kerikil ini
mengalami pengikisan pada dinding luarnya akibat gesekan-gesekan
dengan material lainnya di sungai, sehingga biasanya bentuk dari kerikil
sungai agak bulat-bulat / agak tumpul.
Agregat Buatan
Disebut Agregat Buatan karena keberadaannya akibat rekayasa manusia .
Misal Split, batu pecah dll. Material ini diperoleh dari hasil pemecahan
alat pemecah batu (stone crusher)
Agregat buatan yang kedua yaitu agregat yang dahulunya tidak ada
kemudian dibuat menjadi ada ( aficial agregat )
Agregat ini biasanya memiliki kualitas yang baik dan bentuk yang baik,
karena kuaitas dan bentuk dapat ditentukan pada saat proses
pembuatan. Jenis agregat ini antara lain :
Slag ( agregat yang terbuat dari limbah nikel)
Klelet (agregat yang terbuat dari limbah pengecoran logam )
ALWA (Artificial Light Weight Aggregate) yaitu agregat yang terbuat
dari tanah lempung yang dibakar pada suhu tertentu.
Agregat dari pecahan genting beton
dll
2. Bentuk Agregat
Bentuk dari agregat sangat penting untuk di bahas mengingat bentuk
dari agregat akan mempunyai pengaruh yang besar terhadap kestabilan
lapis perkerasan yang dibentuk oleh agregat itu sendiri.
Bentuk dari agregat akan berpengaruh terhadap kemampuan geser,
saling mengunci diantara agregat , yang pada akhirnya akan
berpengaruh langsung kepada kestabilan perkerasan.
- Bulat (rounded )
- Lonjong (elongated )
D2
D1
- Kubus (cubical)
Ada juga yang mengatakan agregat berbentuk kubus itu dengan agregat
bersudut.
Agregat berbentuk kubus akan banyak dijumpai pada material yang
dihasilkan dari mesin pemecah batu (stone crusher).
Kelebihan agregat berbentuk sudut ini terhadap konstruksi perkerasan
jalan :
a. luas bidang kontak sesama agregat relatif tinggi
b. kemampuan mengunci (interlocking) antar agregat tinggi
c. akibat a dan b antar sesama agregat sulit tergelincir
Akibat hal diatas maka perkerasan yang memakai agregat yang
berbentuk kubus /bersudut akan memiliki stabilitas yang tinggi, dan
bahan ini sangat cocok untuk perkerasan yang bermutu tinggi.
D1
D2
D3
D1 = D2 = D3
- Pipih
D1
D2
D1 = 0,6 x D2
3. Tekstur Agregat
Tekstur agregat diartikan sebagai kondisi alamiah permukaan agregat
yang berhubungan dengan kekasaran dan kehalusan.
Pada umumnya tekstur agregat dapat dibedakan atas beberapa
tingkatan :
sangat halus / licin (glassy)
halus (smooth)
granular
kasar (rough)
berkristal (crystalline)
berpori
berlubang -lubang.
Tekstur permukaan akan sangat tergantung kepada kekerasan bahan
dasar, ukuran molekul, dan besar gaya yang bekerja pada permukaan
butiran yang telah mempengaruhi tekstur permukaan tersebut.
Bahan agregat yang keras, padat, berbutir kecil-kecil umumnya
menjadikan permukaan butiran agregat bertekstur halus.
Biasanya untuk kebutuhan lapis perkerasan, agregat yang paling disukai
5. Gradasi Agregat.
Yang dimaksud dengan gradasi agregat adalah kombinasi ukuran
diameter agregat dalam dalam suatu campuran.
Gradasi agregat dapat dibedakan menjadi 3 jenis :
a. Gradasi seragam (uniform graded)
Adalah agregat di dalam campuran yang memiliki diameter butiran yang
hampir sama. Kalaupun mengandung agregat halus, jumlahnya tidak
dapat untuk mengisi rongga antar agregat .
FILLER
Filler adalah salah satu dari bahan lapis keras yang berupa butiran yang
lolos saringan No. 200. Fungsi filler adalah sebagai bahan pengisi
rongga-rongga antar agregat. Filler yang bercampur dengan aspal akan
mengisi rongga-rongga antar agregat , hal ini akan berakibat naiknya
stabilitas lapis keras, yang sekaligus akan dapat menurunkan
fleksibilitasnya.
Ada beberapa bahan yang dapat digunakan sebagai bahan filler antara
lain :
• Abu batu
• Semen
• Kapur
• Pasir halus dll
surface course
base course
subbase course
compacted subgrade
natural subgrade
• Lapis kedap air, harus mampu menahan air supaya tidak meresap
kedalam badan jalan.
• Lapis aus, yaitu lapisan yang mudah menjadi aus sehingga akan dapat
melindungi ban karet kendaraan dari pengaruh gesekan dengan jalan.
• Lapis yang mampu menyebarkan beban kendaraan ke lapis yang ada di
bawahnya.
Adapun jenis lapis permukaan yang umum digunakan di Indonesia
antara lain :
a. Lapis bersifat non struktural, yaitu berfungsi sebagai lapis aus dan
kedap air antara lain :
Burtu (Laburan Aspal Satu Lapis) merupakan lapis penutup yang
terdiri dari lapisan aspal yang ditaburi dengan satu lapis agregat
bergradasi seragam dengan tebal maksimum 2 cm
Burda (Laburan Aspal Dua Lapis) merupakan lapis penutup yang
terdiri dari lapisan aspal yang ditaburi dengan satu lapis agregat yang
diulang dua kali ber turut-turut maksimum tebal padat 3,5 cm
Latasir (Lapis Tipis Aspal Pasir ) merupakan lapis penutup yang terdiri
dari
lapisan aspal dan pasir yang dicampur, dihampar dan dipadatkan dalam
keadaan panas . Lapisan ini ditujukan untuk lapis permukaan pada
jalan-jalan dengan lalu -lintas ringan, khususnya untuk daerah yang sulit
menyediakan bahan agregat kasar. Campuran latasir biasanya
memerlukan tambahan filler agar memenuhi kebutuhan akan sifat-sifat
yang disyaratkan. Ketebalan tidak boleh terlalu banyak, khususnya
pada jalan-jalan dengan lalu -lintas berat serta pada daerah tanjakan,
sebab untuk latasir yang terlalu tebal akan mudah terjadi deformasi.
Sifat-sifat yang dimiliki antrara lain
• fleksibilitas cukup tinggi
• stabilitas rendah
• keawetan cukup tinggi untuk lalu-lintas ringan.
Latasbum (Lapis Tipis Asbuton Murni ), merupakan lapis penutup yang
terdiri dari campuran aspal Buton dengan bahan pelunak dengan
perbandi
ngan tertentu yang dicampur secara dingin, tebal padat maksimum 1
cm.
Lataston (Lapis Tipis Aspal Beton ), merupakan lapis penutup yang
terdiri dari campuran agregat bergradasi timpang , mineral pengisi
(filler) dan aspal keras yang dicampur, dihampar, dan dipadatkan dalam
keadaan panas , tebal padat antara 2,5 - 3 cm. Lataston digunakan
pada lapis permukaan pada jalan-jalan yang memikul lalu -lintas ringan
sampai sedang . Lataston memiliki sifat-sifat antara lain :
• fleksibilitas cukup tinggi
• stabilitas kurang menonjol
• ketahanan terhadap kelelahan cukup tinggi, sehingga memiliki
durabilitas/keawetan yang tinggi
2. Lapis Fondasi
Lapis fondasi adalah lapis perkersan yang terletak di bawah lapis
permukaan yang berfungsi sebagai lapis yang mampu menyebarkan
gaya-gaya yang berasal dari roda kendaraan. Tambah tebal fondasi,
gaya-gaya yang disebarkan fondasi ke tanah dasar lebih luas.
Lapis fondasi dibagi menjadi dua lapis, yaitu Lapis Pondasi Atas (LPA )
dan Lapis Pondasi Bawah (LPB). Bahan lapis fondasi yang banyak dipakai
adalah Sirtu (pasir batu) klas A untuk LPA dan Sirtu klas B untuk LPB.
Sirtu klas A memiliki kekerasan serta gradasi yang lebih baik bila
dibandingkan dengan sirtu klas B. Oleh karena itu harganya lebih mahal
sirtu klas A. Tujuan dari pembedaan mutu semata-mata karena alasan
efisiensi.
P
LPA
LPB
63 100 100
37,5 100 67 - 100
19 65 - 81 40 - 100
9,5 42 - 60 25 - 80
4,75 27 - 45 16 - 66
2,36 18 - 33 10 - 55
1,18 11 - 25 6 - 45
0,425 6 - 16 3 - 33
0,075 0 - 8 0 - 20
Sumber DPU, 1988
Disamping bahan agregat diatas, jenis lapis fondasi yang sering dipakai
di Indonesia antara lain adalah :
• Fondasi Makadam, yaitu fondasi yang kekuatannya berdasarkan
tumpuan pada material
• Fondasi Telford , yaitu fondasi yang kekuatannya berdasarkan pada
kekuatan gesekan antar material
• Penetrasi Makadam (Lapen)
• ATB (Asphalt Treated Base)
• dll
Dalam perjalanannya, komposisi lapis keras mangalami perkembangan .
Salah satu susunan lapis keras lentur dapat dilihat seperti yang tampak
di bawah ini :
wearing course
binder course
base course
subbase course
compacted subgrade
natural subgrade
Corp of Engineer.
Ada beberapa hal yang dapat diperiksa olah alat ini antara lain :
a. Stabilitas .
Stabilitas diartikan sebagai kemampuan lapis perkerasan dalam
menerima beban lalu-lintas tanpa terjadi deformasi permanen seperti
gelombang, alur atau retak. Stabilitas sangat tergantung antara lain
oleh :
jumlah serta beban pemadatan pemadatan
gradasi dan penguncian antar agregat
kekerasan agregat
kadar serta viskositas aspal
gesekan antar agregat
jumlah rongga antar agregat
kohesi / daya ikat antar campuran
Satuan untuk stabilitas memakai satuan berat yaitu kg.
Stabilitas yang terlalu tinggi juga kurang baik mengingat perkerasan
akan menjadi kaku dan bersifat getas.
b. Kepadatan (density)
Density menunjukkan besarnya kepadatan suatu campuran yang telah
dipadatkan. Semakin besar nilai density menunjukkan bahwa
kerapatannya semakin baik. Nilai density dipengaruhi oleh :
gradasi bahan penyusunnya
jumlah pemadatan
temperatur pemadatan
kadar aspal dalam campuran
Dengan semakin meningkatnya kadar aspal, jumlah aspal yang dapat
mengisi rongga antar butir semakin besar, sehingga campuran menjadi
semakin rapat dan padat sebab aspal akan akan berfungsi sebagai
pelicin, sehingga memudahkan butiran untuk mengisi rongga-rongga
pada saat dipadatkan. Tapi rongga antar butiran jumlahnya terbatas
tergantung dari type gradasinya, sehingga penambahan aspal yang
berlebihan pada campuran justru akan menyebabkan se olah-olah
butiran akan mengambang di dalam aspal yang akan menyebabkan
volume campuran akan meningkat. Nilai density adalah merupakan
perbandingan dari massa dibagi dengan volume, sehingga penambahan
volume yang tidak sebanding dengan penambahan masa dapat
menyebabkan penurunan nilai density campuran. Satuan untuk density
adalah gr /mm 2
c. Kelelehan (flow)
Kelelehan menunjukkan besarnya deformasi yang terjadi pada lapis
keras akibat beban yang diterimanya . Nilai flow yang tinggi
menandakan campuran bersifat plastis , dan lebih mampu mengikuti
deformasi akibat adanya beban. Sebaliknya nilai flow yang rendah maka
campuran akan bersifat kaku dan getas tidak akan mempu mengikuti
deformasi akibat oleh beban yang diderita, dan biasanya durabilitasnya
(keawetannya) akan rendah juga. Nilai flow banyak dipengaruhi oleh:
kadar dan viskositas aspal
gradasi agregat
pemadatan
Biasanya nilai flow ini selalu berseberangan dengan stabilitas. Tambah
tinggi nilai flow maka stabilitas nilainya akan turun. Flow memakai
satuan mm .
d. Marshall Quotient
Marshall Quotient (MQ) merupakan hasil bagi antara stabilitas dengan
kelelehan (flow). Semakin besar nilai MQ, maka campuran akan bersifat
kaku. Dan sebaliknya semakin kecil nilai MQ, maka lapisan akan bersifat
lentur/plastis .
Untuk jalan yang dilewati oleh kendaraan berat serta folume yang
V. BAHAN TAMBAH
Yang dimaksud dengan bahan tambah adalah bahan atau material yang
ditambahkan ke dalam campuran selain bahan dasar (agregat dan aspal)
dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas campuran.
Bahan tambah seharusnya hanya berguna kalau sudah ada evaluasi yang
teliti tentang pengaruhnya terhadap mutu perkerasan.
Dalam hal-hal yang meragukan terutama untuk pekerjaan-pekerjaan
khusus perlu dilakukan pemeriksaan dengan dilakukan pembuatan
benda-benda uji yang nantinya akan dilakukan percobaan
dilaboratorium.
Bahan tambah biasanya hanya diberikan dalam jumlah yang sedikit
serta harus dilakukan pengawasan yang ketat agar jumlahnya tidak
berlebihan yang justru dapat mengakibatkan menurunkan kualitasnya.
Sehubungan dengan adanya bahan tambah, pemeriksaan benda uji yang
dilakukan paling tidak dengan dilakukan pengujian marshall.
Biasanya bahan tambah yang baik digunakan pada campuran lapis keras
adalah bahan yang banyak mengandung silika (SiO2) dan alumina
(Al2O3) sebagai bahan utama yang memiliki sifat pozolan , yaitu suatru
sifat bahan yang bila diberi air memiliki sifat plastis dan mudah
dibentuk, tapi pada saat mengering bersifat keras sulit untuk
deformasi.
Dengan diberikannya bahan tambah , biasanya akan terjadi peningkatan
stabilitas, density, serta memperkecil VITM.
Jenis bahan tambah yang dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja
lapis keras al:
Abu terbang (fly ash)
Semen
Abu vulkanik
Kapur
Abu sekam
Sulfur (belerang)
1. Fly ash
Fly ash (abu terbang) asalah abu yang dihasilkan dari sisa pembakaran
batu bara. Fly ash ini memiliki ukuran butiran yang sangat halus dan
berwarna terang ke abu-abuan. Struktur dan ukuran butiran fly ash
bervariasi, hal ini sangat tergantung dari komposisi kimia, temperatur
pembakaran, dan waktu tinggal. Secara umum ukuran butiran fly ash
berkisar antara 0,1 - 200 m (mikron).
Fly ash banyak terdapat pada pabrik-pabrik atau pembangkit tenaga
listrik yang menggunakan bahan batubara. Bahan ini belum
dimanfaatkan secara maksimal sebagai bahan bangunan, untuk
sementara masih merupakan limbah/ bahan buangan yang belum
memiliki nilai ekonomis . Di P. Jawa banyak dijumpai di Pembangkit
Tenaga Listrik Paiton Jawa Timur.
Secara mineralogi, komposisi fly ash terbagi dalam empat kolompok,
yaitu :
1. Fasa gelas yang merupakan allumuniumsilica gelas yang membuat fly
ash memiliki sifat sebagai Pozolan
2. Fasa kristal yang terdiri dari mulit, a-kuarsa, hematit, magnetit,
deposit atau walastonit.
3. Komponen sekunder, yang biasanya terdiri dari sisa karbon, kapur
bebas (CaO ) dan MgO
4. Unsur-unsur jejak/sampingan (trace element) misal Pb, Cd, As dll,
untuk setiap fly ash memiliki kandungan yang berlainan.
Secara kimiawi, komposisi fly ash terdiri dari berbagai masam unsur
yaitu:
2. Semen
Semen atau PC (portland cement ) merupakan bahan yang dihasilkan
dari pabrik. Secara garis besar, bahan dasar/atau bahan utama semen
meliputi : kapur, silika, dan alumina ditambah dengan bahan tambah
lainnya.
Bila dilihat susunan kimianya, maka unsur-unsur pokok pada semen
biasa adalah sebagai berikut :
3. Abu vulkanik
Abu vulkanik merupakan salah satu bahan alternatif yang dapat
dipergunakan sebagai bahan tambah untuk perkerasan jalan. Abu
vulkanik merupakan bahan yang dihasilkan akibat adanya letusan
gunung berapi yang didapat dalam jumlah cukup banyak. Abu ini
ternyata memiliki kandungan silika dan alumina yang cukup banyak
sehingga memiliki sifat sebagai pozolan. Abu vulkanik merupakan bahan
yang mudah didapat terutama di daerah yang dekat dengan gunung
berapi yang masih aktif, di samping merupakan limbah, harganya juga
murah karena belum terpakai se bagai bahan bangunan.
Idealnya kandungan Oksida abu vulkanik menurut ASTM C 618-78
harganya dibatasi seperti yang tercantum di bawah ini :
Secara terinci kandungan kimia yang terdapat pada abu mekanik yang
diambilkan dari debu gunung Merapi Jawa tengah adalah sebagai
berikut :
HD = hilang terbakar
Dengan komposisi seperti di atas maka abu vulkanik juga dapat dipakai
sebagai bahan tambah untuk campuran perkerasan.
Dari beberapa hasil penelitian, dalam persentase tertentu , abu vulkanik
dapat untuk meningkatkan stabilitas campuran perkerasan.
4. Sulfur (belerang)
Sulfur adalah bahan anorganik non metalik yang berupa padat ke
kuning-kuning an dengan nilai kepadatan 2,00.
Menurut Kennepohl , bahan sulfur dapat dijadikan bahan tambah untuk
campuran beton aspal, dan penambahan sulfur pada beton aspal dengan
berbagai variasi ini akan menyebabkan terjadinya kristalisasi yang
berbeda-beda tergantung dari kadar sulfur yang ditambahkan serta
yang telah dialami akibat kita menganut metode dari luar (metode
lama)
Metode dari luar dimulai dari menentukan campuran agregat kemudian
membuat variasi kadar bitumen (aspal) sampai didapatkan spesifikasi
rongga udara dan stabilitas terpenuhi.
Untuk indonesia dipakai metode CQCMU (Central Quality Control &
Monitoring Unit)
Cara ini dimulai dengan menentukan kadar bitumen efektif, kemudian
dibuat variasi campuran agregat yang kemudian masing-masing variasi
agregat dicampur dengan kadar bitumen yang telah disiapkan.
Campuran yang memenuhi persyaratan rongga udara, film aspal, dan
stabilitas yang baik yang dipilih.
BAB I
ALIRAN PADA SALURAN TERBUKA
ALIRAN PERMANEN SERAGAM PADA SALURAN LICIN DAN KASAR
3. Dasar Teori
Pada umumnya tipe aliran melalui saluran terbuka adalah turbulen,
karena kecepatan aliran dan kekasaran dinding relatif besar.Aliran
melalui saluran terbuka disebut Seragam ( uniform ) apabila berbagai
variabel aliran seperti kedalaman, tampang basah, kecepatan dan debit
pada setiap tampang di sepanjang aliran adalah konstan. Pada aliran
seragam,garis energi, garis muka air dan dasar saluran adalah sejajar
sehingga kemiringan ketiga garis tersebut adalah sama. Kedalaman air
pada aliran seragam disebut dengan kedalaman normal.
Aliran disebut tidak seragam atau berubah apabila variabel aliran
seperti kedalaman , tampang basah , kecepatan dan debit pada setiap
tampang di sepanjang aliran adalah tidak konstan. Apabila perubahan
aliran terjadi pada jarak yang panjang, maka disebut aliran berubah
beraturan. Sebaliknya apabila terjadi pada jarak yang pendek maka
disebut aliran berubah cepat.
Aliran disebut permanen apabila variabel aliran di suatu titik seperti
kedalaman dan kecepatan tidak berubah menurut waktu. Apabila
berubah terhadap waktu maka disebut aliran tidak permanen.
Zat cair yang mengalir melalui saluran terbuka akan menimbulkan
tegangan geser pada dinding saluran. Tahanan ini akan diimbangi oleh
komponen gaya berat yang bekerja pada zat cair arah aliran . Didalam
aliran seragam,komponen gaya berat dalam arah aliran adalah seimbang
dengan tahanan geser. Tahanan geser ini tergantung pada kecepatan
aliran.
4. Prosedur Percobaan
a. Mengalirkan air ke dalam saluran dengan menjalankan pompa.
b. Mencatat kemiringan sebagai , apabila dasar saluran dimiringkan
c. Mengukur kedalaman di dua titik yang telah di tentukan jaraknya
( L ), satu di bagian hulu dan yang lain di hilir sebagai dan .
d. Mengukur debit aliran dan kecepatan aliran dikedua titik tersebut
sebagai dan .
e. Mengukur kemiringan muka air yang terjadi yaitu : = +
f. Mengamati keadaan aliran yang terjadi.
g. Mengulangi prosedur diatas untuk dasar saluran dengan kekasaran .
i. Menentukan besarnya koefisien kekasaran Chezy dari hasil
pengukuran untuk dasar saluran licin dan kasar, lalu di bandingkan.
h. Menggambar sketsa saluran dan letak titk – titik pengukuran.
5. Hasil perhitungan
Saluran licin
Kemiringan saluran = = 0,007 cm
Kemiringan muka air = 0,0074 cm
Debit aliran = 0,010 = 10 c
= = 0,941
= = 1,138
= = 0,952
= = 1,010 = 1010,549 c
Titik 1
Titik 2
0,5 0,4
R = = = 0,47619 cm
5. Kecepatan aliran ( V )
V = = = 101,0549
6. Kecepatan rerata aliran
= = = = 113,6868
7. Koefisien chezy
V=C
C = = = 1702,36 cm
Perhitungan pada titik 2
1. Kedalaman air ( h ) = 0,4 cm
2. Perhitungan tampang basah ( A )
A = B * Y = 20*0,4 = 8 cm
3. Keliling tampang basah ( P )
P = B + 2 x Y = 20+ 2 x 0,4 = 20,8 cm
4.Radius hidraulik ( R )
R = = = 0,3846 cm
5. Kecepatan aliran ( V )
V = = = 126,3187 c
6. Kecepatan rerata aliran
= = = =113,6868 c
7. Koefisien chezy
V=C
C = = = 2367,764 cm
5. Kesimpulan
Berdasarkan hasil perhitungan dan pengamatan pada saluran licin dapat
disimpulkan bahwa semakin dalam air maka koefisien kekasaran
Chezynya semakin kecil, hal ini dapat dilihat pada titik 1 dengan
kedalaman air (h) = 0,5 cm, koefisien kekasaran Chezy = 1702,36 cm
dan pada titik 2 kedalaman air = 0,4 cm, koefisien kekasaran Chezy =
2367,764 cm
BAB II
ALIRAN PERMANEN TIDAK BERATURAN AKIBAT PEMBENDUNGAN
Prosedur percobaan
a. Mengalirkan air ke dalam saluran dengan menjalankan pompa.
b. Mencatat kemiringan sebagai is, apabila dasar saluran dimiringkan
c. Membendung air pada ujung hilir saluran
Hasil perhitungan
Pada titik 1.
Kemiringan Saluran = 0,007 cm
Debit Aliran = 0,9754 = 975,4 c
= = 1,1
= = 0,7842
= = 1,042
= = 0,9754 = 975,4 c
= 0,007 + = 0,009 cm
7. Koefisien Chezy
V=C
C = = = 185,8285 cm
Pada titik 2
1. Kedalaman air = 2,9 cm
2. Luas tampang basah ( A )
A = B x Y = 20*2,9 = 58 cm
Keliling tampang basah ( P )
P = B + 2 x Y = 20 + 2 x 2,9 = 25,8 cm
4. Radius hidraulik ( R )
R = = = 2,2481 cm
5. Kecepatan aliran ( V )
V = = = 16,8172
6. Kemiringan muka air ( Iω )
= 0,007+ = 0,009 cm
7. Koefisien Chezy
C = = = 118,2292 cm
Pada titik 3
1. Kedalaman air = 3,5 cm
2. luas tampang basah ( A )
A = B x Y = 20 x 3,5 = 70 cm2
3 Keliling tampang basah ( P )
P = B + 2 x Y = 20 + 2 x 3,5 = 27 cm
4. Radius hidraulik ( R )
R = = = 2,5926 cm .
5. Kecepatan aliran ( V )
V = = = 13,9343
6. Kemiringan muka air ( Iω )
= 0,007 + = 0,009 cm
7 Koefisien Chezy
C = = = 91,2213 cm
Pada titik 4
1. Kedalaman air ( h ) = 4,0 cm
2. Luas tampang basah ( A )
A = B * Y = 20 * 4,0 = 80 cm
3. Keliling tampang basah ( P )
P = B + 2 xY = 20 + 2 * 4,0 = 28 cm
4. Radius hidraulik ( R )
R = = = 2,8571 cm
5. Kecepatan aliran ( V )
V = = = 12,1925
6. Kemiringan muka air ( Iw )
= 0,007+ = 0,009 cm
7. Koefisien Chezy
V=C
C = = = 76,0342 cm
Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4
h1 h2 h3 h4
5. Kesimpulan
Dari hasil perhitungan diatas dapat disimpulkan bahwa semakin besar
kecepatan aliran (V) maka koefisien kekasaran Chezy semakin besar.
BAB III
BANGUNAN KONTROL
PINTU SORONG ATAU SLUICE GATE
b. Flume
c. Pintu sorong atau sluice gate.
Merupakan tiruan pintu air yang banyak di jumpai di saluran – saluran
irigasi. Lebar pintu ini sudah di sesuaikan dengan lebar model saluran
yang ada. Pintu sorong ini berfungsi untuk mengukur maupun untuk
mengatur debit saluran. Besarnya debit yang di alirkan merupakan
fungsi dari kedalaman air di hulu maupun di hilir pintu serta tinggi
bukaan pintu tersebut .
c. Point gauge.
d. Mistar atau pita ukur.
3. Dasar Teori
d. Mistar atau pita ukur.
Dasar Teori
4. Prosedur Percobaan
a. Mengalirkan air ke dalam saluran dengan menjalankan pompa.
b Mencatat kemiringan sebagai is, apabila dasar saluran dimiringkan
c. Membendung air pada ujung hilir saluran.
d. Mengukur kedalaman di beberapa titik yang telah di tentukan
jaraknya di sekitar daerah pembendungan.
e. Mengukur debit aliran, kemudian ukur pula kecepatan dititik – titik
tersebut.
f. Mengukur kemiringan muka air yang terjadi yaitu : dengan h adalah
kedalaman pada titik ke-n.
g. Mengamati keadaan yang terjadi.
h. Mengulangi prosedur diatas untuk dasar saluran dengan kekasaran .
i. Menentukan besarnya koefisien kekasaran Chezy dari hasil
pengukuran pada tiap -tiap titik baik pada aliran dengan
pembendungan, amati apakah hasilnya konstan atau berubah .
j. Menggambar sketsa saluran dan letak titik-titik pengukuran.
5. Hasil Perhitungan
Kemiringan Saluran = = 0,007 cm
Debit Aliran = 0,9007 = 900,7
= = 0,995
= = 0,95
= = 0,7571
= = 0,9007 = 900,7
Pada titik 1.
1. Kedalaman air = 6,5 cm
2. Luas tampang basah ( A )
A = B x Y = 20x 6,5 = 130 cm
3. Keliling tampang basah ( P )
P = B + 2 x Y = 20 + 2 x 6,5 = 33 cm
4. Radius hidraulik ( R )
R = = = 3,9393 cm
5. Kecepatan aliran ( V )
V = = = 6,92846
= 0,007 + = 0,0094 cm
8. Koefisien Chezy
C = = = 36,005 cm
Pada titik 2
1. Kedalaman air = 2,3 cm
2. Luas tampang basah ( A )
A = B x Y = 20 x 2,3 = 46 cm
3. Keliling tampang basah ( P )
P = B + 2 x Y = 20+ 2 x 2,3 = 24,6 cm
4. Radius hidraulik ( R )
R = = = 1,8699 cm
5. Kecepatan aliran ( V )
V = = = 19,5804
6. Kecepatan Rerata Aliran
= = = 13,25443
7. Kemiringan muka air (Iω)
= 0,007 + = 0,0094 cm
8. Koefisien Chezy
C = = = 147,6891 cm
Pada titik 3
1. Kedalaman air = 3,3 cm
2. Luas tampang basah ( A )
A = B x Y = 20 x 3,3 = 66 cm
3. Keliling tampang basah ( P )
P = B + 2 x Y = 20 + 2 x 3,3 = 26,6 cm
4. Radius hidraulik ( R )
R = = = 2,48120 cm
5. Kecepatan aliran ( V )
V = = = 13,64697
= 0,007 + = 0,0094 cm
8. Koefisien Chezy
C = = = 89,3596 cm
Pada titik 4.
1. Kedalaman air = 3,9 cm
2. Luas tampang basah ( A )
A = B x Y = 20 x 3,9 = 78 cm
3. Keliling tampang basah ( P )
P = B + 2 x Y = 20 + 2 x 3,9 = 27,8 cm
4. Radius hidraulik ( R )
R = = = 2,80576 cm
5. Kecepatan aliran ( V )
V = = = 11,54744
6. Kecepatan Rerata Aliran
= = = 19,42069
= 0,007 + = 0,0094 cm
8. Koefisien Chezy
C = = = 71,1044 cm
6. Kesimpulan
Berdasarkan hasil perhitungan diatas pada pintu sorong maka dapat
disimpulkan bahwa semakin besar kecepatan aliran (V) maka semakin
besar koefisien kekasaran Chezy.
BAB IV
GAYA YANG BEKERJA PADA PINTU SORONG
Prosedur percobaan
Mengukur lebar pintu sorong
Memasang pintu sorong pada saluran kurang lebih pada tengah-tengah
saluran
Memberi Plasticine pada rongga antara pintu dengan dinding saluran
supaya hasil pengukuran lebih akurat.
Memasang point gauge atau hook gauge pada hulu pintu dan hilir pintu
Dasar saluran sebagai datum pengukuran.
Membuka pintu sorong setinggi 2 cm dari dasar
Mengalirkan air dengan perlahan - lahan hingga yo mencapai 20 cm
( ukurlah dengan point gauge dihulu pintu )
Mengukur debit aliran yang terjadi dengan yo pada ketinggian ini
Mengukur ketinggian y di hilir pintu
Menaikkan bukaan pintu setinggi 1cm dari posisi semula
Mengatur ketinggian air di hulu agar tetap setinggi 20 cm dengan
mengubah debit aliran
Mencatat debit aliran yang terjadi dan tinggi y
Menghitung besarnya gaya pada pintu sorong akibat gaya hidrostatis
maupun gaya akibat aliran .
Menggambar grafik hubungan antara F / F dengan y / y
yY y QF F F /F y / y
F= ρ g y_
= - 108,393 N
F= g (y -v )
= x1000 x 9,81 x (0,065 – 0,.om )
= 4905 x 0,001681
= 8,2453 N
=N
=m
Kesimpulan
Dari data –data di atas maka di dapat F / F sebesar -13,146 N
dan y / y
Sebesar 0,3692 m dengan debit aliran yang sama yaitu 0,00097 .
BAB V
PENURUNAN PERSAMAAN ENERGI SPESIFIK
3. Dasar teori
Pada kondisi debit aliran yang aliran konstan, tinggi tenaga pada aliran
akan mencapai harga minimum pada kondisi kedalaman kritik.
Parameter ini merupakan dasar dari pemahaman yang menyeluruh
mengenai perilaku aliran bebas , karena respon dari aliran terhadap
tinggi tenaga sangat tergantung pada pada apakah kedalaman yang
terjadi lebih atau kurang dari kedalaman kritik.
Pada saluran terbuka , energi spesifik di definisikan sebagai jumlah dari
energi potensial ( kedalaman aliran ) dan energi kinetik (energi
kecepatan).
E = y + atau E = y +
Dengan : E = Energi spesifik
Y = Kedalaman aliran
Q = Debit aliran
g = Percepatan grafitasi
Kurva energi spesifik merupakan kurva hubungan antara kedalaman
aliran dengan aliran dengan energi atau tinggi energi.
Pada saat kemiringan saluran cukup untuk membuat aliran seragam dan
kedalaman kritik,kemiringan ini dinamakan dengan kemiringan kritik.
Perlu diperhatikan bahwa permukaan air dapat menimbulkan gelombang
pada saat aliran mendekati kondisi kritik, karena perubahan kecil saja
dari energi spesifik akan mengakibatkan perubahan aliran yang cukup
besar,dapat diperkirakan dari kurva energi spesifik.
Prosedur percobaan
Memasang pintu sorong pada saluran
Memasang point gauge pada saluran (di hulu dan hilir)
Membuka pintu sorong Setinggi 1cm dari dasar
Mengalirkan air hingga yo mencapai 20cm
Mengukur aliran yang terjadi dan ukur y 1
Menaikkan pintu setinggi 1cm dari keadaan semula,lalu ukur yo dan y1
Menaikkan debit hingga yo mencapai ketinggian 20 cm dari dasar
Mengukur debit aliran
Mengulangi langkah diatas untuk tinggi bukaan yang lebih besar.
Memiringkan saluran sehingga aliran berubah mencapai aliran kritik
sepanjang saluran
Menghitung harga energi spesifik yang terjadi , dan energi kritiknya.
Membuat kurva hubungan antara E dengan yo dan E1 dengan y1 untuk
menggambar kurva energi spesifik ,plotkan pula harga energi kritiknya.
Menggambar garis pada gambar tadi melalui titik kritik untuk
menunjukan kondisi kritik (atau sub kritik bila berada diatas garis, dan
super kritik bila dibawah garis).
yy Q EE E
0,065 0,023 0,00097 0,065243 0,024954 0,006535
E = y + = 0,065+
= 0,065243 m
E = y + = 0,023 +
= 0,024954 m
y==
= 0,000929 m
E = = x 0,000929 m
= 0,006535 m.
BAB VI
LONCAT AIR
1. Maksud dan tujuan
Menunjukan karakteristik loncat air pada aliran di bawah pintu sorong.
2. Alat yang di gunakan
Multi purpose
Model pintu sorong s
Point gauge
Stopwatch
3. Dasar Teori
Apabila aliran berubah dari super kritik ke aliran sub kritik, maka akan
terjadi loncat air karena terjadi pelepasan energi. Fenomena ini dapat
terjadi apabila air meluncur di bawah pintu sorong menuju ke bagian
Prosedur Percobaan
Memasang pintu pada saluran.
Memasang point gauge pada saluran ( di hulu dan di hilir ).
Membuka pintu sorong setinggi 2 cm dari dasar.
Memasang stop log di hilir saluran.
Mengalirkan air perlahan – lahan sehingga nanti akan terbentuk loncat
air yang terjadi di hilir.
Mengamati dan menggambar sketsa aliran /loncat air yang terjadi.
Menaikkan tinggi air di hulu dengan mengubah debit aliran, dan
menaikkan tinggi stop log. Amati loncat air yang terjadi dan gambarkan
sketsanya,
Mengukur kedalaman air di hulu dan hilir loncat air, tinggi bukaan pintu
dan ukur debitnya ( y ,y ,y dan Q ).
Mengulangi lagi untuk debit aliran lain .
Menghitung harga V .
Menggambar grafik hubungan antara V / gy vs y / y .
Menghitung harga H / y dan gambarkan grafik hubungan antara H / y vs
y/y .
Hasil pengamatan dan perhitungan.
y1
y2 y 3
Tabel 4. 12. Hasil pengamatan loncat air pada aliran melalui pintu
sorong .
yy y QHH
0,024 0,023 0,033 0,00097 0,03394 10,8491
H = = = 10,8491 m
V = = = 0,0422
V = = = 0,0294
H = y + = 0,033 + = 0,03394 m
= = 471,7 m
= = 0,007893 m
= = 1,4347 m