You are on page 1of 13

Bandung, 27 February 2011

X-IPA 5, PEMECAHAN MASALAH LINGKUNGAN DENGAN


SMAN KONSEP REDOKS: PENGOLAHAN AIR KOTOR

Penerapan konsep redoks dalam usaha pemecahan permasalahan


lingkungan | Alya Nadya (03), Amar Yusuf (04), Dina Puspita Sari (09),
Rikardy Siagian (27), Salma Alkindira (31)
Pemecahan Masalah Lingkungan
dengan Konsep Redoks: Pengolahan Air
Kotor (Aerobik dan Anaerobik)
27 th February 2011

Latar Belakang
Jika kita mengamati sungai di daerah perkotaan, seringkali kotor dan berbau tidak sedap. Hal itu
terjadi karena banyaknya sampah atau limbah yang dibuang ke saluran air dan akhirnya masuk ke
sungai. Air harus diolah terlebih dahulu sebelum dialirkan ke sungai, sehingga sungainya tetap bersih
dan dapat digunakan untuk rekreasi.

Para ilmuwan, dengan kemajuan ilmu pengetahuan, dapat menemukan cara untuk mengatasi
permasalahan-permasalahan lingkungan yang dapat mengganggu kesejahteraan manusia, salah
satunya dengan cabang ilmu pengetahuan Kimia. Dalam Kimia, terhadap Konsep Redoks yang dapat
digunakan untuk mengatasi permasalahan lingkungan semacam pengolahan air kotor, dll.

Diharapkan dengan diketahuinya kegunaan dari Konsep Redoks, pembaca menjadi termotivasi untuk
menemukan resolusi-resolusi baru di ilmu pengetahuan yang dapat diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari dan menyangkut kesejahteraan manusia.

Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari pembuatan laporan ini adalah:

 Mengetahui tentang fungsi dari konsep redoks dalam kehidupan sehari-hari.


 Mengetahui salah satu penerapan konsep redoks dalam kehidupan sehari-hari.
 Mengetahui cara menerapkan konsep redoks dalam kehidupan sehari-hari.
 Mendapatkan inspirasi untuk mengembangkan ilmu murni ke dalam kehidupan sehari-hari.
 Dapat menerapkan konsep redoks dalam usaha memecahkan permasalahan sehari-hari.

Teori Dasar
Redoks (singkatan dari reaksi reduksi/oksidasi) adalah istilah yang menjelaskan berubahnya
bilangan oksidasi (keadaan oksidasi) atom-atom dalam sebuah reaksi kimia.

Hal ini dapat berupa proses redoks yang sederhana seperti oksidasi karbon yang menghasilkan
karbon dioksida, atau reduksi karbon oleh hidrogen menghasilkan metana(CH4), ataupun ia dapat
berupa proses yang kompleks seperti oksidasi gula pada tubuh manusia melalui rentetan transfer
elektron yang rumit.

Istilah redoks berasal dari dua konsep, yaitu reduksi dan oksidasi. Ia dapat dijelaskan dengan mudah
sebagai berikut:

Pemecahan Masalah Lingkungan dengan Konsep Redoks: Pengolahan Air Kotor


Oksidasi menjelaskan pelepasan elektron oleh sebuah molekul, atom, atau ion

Reduksi menjelaskan penambahan elektron oleh sebuah molekul, atom, atau ion.

Walaupun cukup tepat untuk digunakan dalam berbagai tujuan, penjelasan di atas tidaklah persis
benar. Oksidasi dan reduksi tepatnya merujuk pada perubahan bilangan oksidasi karena transfer
elektron yang sebenarnya tidak akan selalu terjadi. Sehingga oksidasi lebih baik didefinisikan sebagai
peningkatan bilangan oksidasi, dan reduksi sebagai penurunan bilangan oksidasi. Dalam prakteknya,
transfer elektron akan selalu mengubah bilangan oksidasi, namun terdapat banyak reaksi yang
diklasifikasikan sebagai "redoks" walaupun tidak ada transfer elektron dalam reaksi tersebut
(misalnya yang melibatkan ikatan kovalen).

Reaksi non-redoks yang tidak melibatkan perubahan muatan formal (formal charge) dikenal sebagai
reaksi metatesis.

Oksidator dan Reduktor


Senyawa-senyawa yang memiliki kemampuan untuk mengoksidasi senyawa lain dikatakan sebagai
oksidatif dan dikenal sebagai oksidator atau agen oksidasi. Oksidator melepaskan elektron dari
senyawa lain, sehingga dirinya sendiri tereduksi. Oleh karena ia "menerima" elektron, ia juga disebut
sebagai penerima elektron. Oksidator bisanya adalah senyawa-senyawa yang memiliki unsur-unsur
dengan bilangan oksidasi yang tinggi (seperti H2O2, MnO4−, CrO3, Cr2O72−, OsO4) atau senyawa-
senyawa yang sangat elektronegatif, sehingga dapat mendapatkan satu atau dua elektron yang lebih
dengan mengoksidasi sebuah senyawa (misalnya oksigen, fluorin, klorin, dan bromin).

Senyawa-senyawa yang memiliki kemampuan untuk mereduksi senyawa lain dikatakan sebagai
reduktif dan dikenal sebagai reduktor atau agen reduksi. Reduktor melepaskan elektronnya ke
senyawa lain, sehingga ia sendiri teroksidasi. Oleh karena ia "mendonorkan" elektronnya, ia juga
disebut sebagai penderma elektron. Senyawa-senyawa yang berupa reduktor sangat bervariasi.
Unsur-unsur logam seperti Li, Na, Mg, Fe, Zn, dan Al dapat digunakan sebagai reduktor. Logam-
logam ini akan memberikan elektronnya dengan mudah. Reduktor jenus lainnya adalah reagen
transfer hidrida, misalnya NaBH4 dan LiAlH4), reagen-reagen ini digunakan dengan luas dalam kimia
organik, terutama dalam reduksi senyawa-senyawa karbonil menjadi alkohol. Metode reduksi
lainnya yang juga berguna melibatkan gas hidrogen (H2) dengan katalis paladium, platinum, atau
nikel, Reduksi katalitik ini utamanya digunakan pada reduksi ikatan rangkap dua ata tiga karbon-
karbon.

Cara yang mudah untuk melihat proses redoks adalah, reduktor mentransfer elektronnya ke
oksidator. Sehingga dalam reaksi, reduktor melepaskan elektron dan teroksidasi, dan oksidator
mendapatkan elektron dan tereduksi. Pasangan oksidator dan reduktor yang terlibat dalam sebuah
reaksi disebut sebagai pasangan redoks.

Contoh-contoh Reaksi Redoks


Salah satu contoh reaksi redoks adalah antara hidrogen dan fluorin:

Kita dapat menulis keseluruhan reaksi ini sebagai dua reaksi setengah: reaksi oksidasi

Pemecahan Masalah Lingkungan dengan Konsep Redoks: Pengolahan Air Kotor


dan reaksi reduksi

Penganalisaan masing-masing reaksi setengah akan menjadikan keseluruhan proses kimia lebih jelas.
Karena tidak terdapat perbuahan total muatan selama reaksi redoks, jumlah elektron yang
berlebihan pada reaksi oksidasi haruslah sama dengan jumlah yang dikonsumsi pada reaksi reduksi.

Unsur-unsur, bahkan dalam bentuk molekul, sering kali memiliki bilangan oksidasi nol. Pada reaksi di
atas, hidrogen teroksidasi dari bilangan oksidasi 0 menjadi +1, sedangkan fluorin tereduksi dari
bilangan oksidasi 0 menjadi -1.

Ketika reaksi oksidasi dan reduksi digabungkan, elektron-elektron yang terlibat akan saling
mengurangi:

Dan ion-ion akan bergabung membentuk hidrogen fluorida:

Konsep elektrolit dan redoks terdapat dalam kehidupan sehari-hari dan industri. Reaksi pembakaran
dan perkaratan logam merupakan contoh reaksi redoks yang terjadi dalam keseharian kita. Di dalam
tubuh kita terkandung berbagai jenis elektrolit, di mana di dalamnya berlangsung reaksi redoks,
yaitu dalam metabolisme dan hantaran signal oleh sel syaraf. Aki dan berbagai jenis baterai
menggunakan reaksi redoks sebagai sumber listrik. Baterai terdiri dari suatu oksidator dan suatu
reduktor serta suatu elektrolit. Aki, sebagai contoh terdiri dari logam timbel (Pb) sebagai anode,
oksida timbel (PbO2) sebagai katode, dan asam sulfat sebagai elektrolitnya. Reaksi peruraian oleh
mikroorganisme juga merupakan reaksi redoks. Reaksi peruraian oleh mikroorganisme dinamakan
Bioremediasi dan akan dijelaskan lebih lanjut pada penjelasan selanjutnya.

Limbah
Limbah adalah bahan sisa pada suatu kegiatan dan/atau proses produksi, termasuk di sini limbah B3.
Limbah dapat dibedakan berdasarkan nilai ekonomisnya dapat digolongkan dalam 2 golongan yaitu :

1. Limbah yang memiliki nilai ekonomis limbah yang dengan proses lebih lanjut/diolah dapat
memberikan nilai tambah. Contohnya : limbah dari pabrik gula yaitu tetes, dapat dipakai
sebagai bahan baku pabrik alkohol, ampas tebunya dapat dijadikan bubur pulp dan dipakai
untuk pabrik kertas. Limbah pabrik tahu masih banyak mengandung protein dapat
dimanfaatkan sebagai media untuk pertumbuhan mikroba misalnya untuk produksi Protein
Sel Tunggal/PST atau untuk alga, misalnya Chlorella sp.

Pemecahan Masalah Lingkungan dengan Konsep Redoks: Pengolahan Air Kotor


2. Limbah non ekonomis limbah yang tidak akan memberikan nilai tambah walaupun sudah
diolah, pengolahan limbah ini sifatnya untuk mempermudah sistem pembuangan.
Contohnya:limbah pabrik tekstil yang biasanya terutama berupa zat-zat pewarna.

Berdasarkan sifatnya limbah dapat dibedakan menjadi :


1. Limbah padat adalah hasil buangan industri yang berupa padatan, lumpur, bubur yang
berasal dari sisa kegiatan dan atau proses pengolahan. Contohnya : limbah dari pabrik
tapioka yang berupa onggok, limbah dari pabrik gula berupa bagase, limbah dari pabrik
pengalengan jamur, limbah dari industri pengolahan unggas, dan lain-lain. Limbah padat
dibagi 2, yaitu :
a. dapat didegradasi, contohnya sampah bahan organik, onggok, .
b. tidak dapat didegradasi contoh plastik, kaca, tekstil, potongan logam.
2. Limbah Cair adalah sisa dari proses usaha dan/atau kegiatan yang berwujud cair.
Contohnya antara lain : Limbah dari pabrik tahu dan tempe yang banyak mengandung
protein, limbah
dari industri pengolahan susu.
3. Limbah gas/asap adalah sisa dari proses usaha dan/atau kegiatan yang berwujud gas/asap.
Contohnya : limbah dari pabrik semen

Bioremediasi
Bioremediasi merupakan penggunaan mikroorganisme untuk mengurangi polutan di lingkungan.
Saat bioremediasi terjadi, enzim-enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme memodifikasi polutan
beracun dengan mengubah struktur kimia polutan tersebut, sebuah peristiwa yang disebut
biotransformasi. Pada banyak kasus, biotransformasi berujung pada biodegradasi, dimana polutan
beracun terdegradasi, strukturnya menjadi tidak kompleks, dan akhirnya menjadi metabolit yang
tidak berbahaya dan tidak beracun.

Sejak tahun 1900an, orang-orang sudah menggunakan mikroorganisme untuk mengolah air pada
saluran air. Saat ini, bioremediasi telah berkembang pada perawatan limbah buangan yang
berbahaya (senyawa-senyawa kimia yang sulit untuk didegradasi), yang biasanya dihubungkan
dengan kegiatan industri. Yang termasuk dalam polutan-polutan ini antara lain logam-logam berat,
petroleum hidrokarbon, dan senyawa-senyawa organik terhalogenasi seperti pestisida, herbisida,
dan lain-lain. Banyak aplikasi-aplikasi baru menggunakan mikroorganisme untuk mengurangi polutan
yang sedang diujicobakan. Bidang bioremediasi saat ini telah didukung oleh pengetahuan yang lebih
baik mengenai bagaimana polutan dapat didegradasi oleh mikroorganisme, identifikasi jenis-jenis
mikroba yang baru dan bermanfaat, dan kemampuan untuk meningkatkan bioremediasi melalui
teknologi genetik. Teknologi genetik molekular sangat penting untuk mengidentifikasi gen-gen yang
mengkode enzim yang terkait pada bioremediasi. Karakterisasi dari gen-gen yang bersangkutan
dapat meningkatkan pemahaman kita tentang bagaimana mikroba-mikroba memodifikasi polutan
beracun menjadi tidak berbahaya.

Strain atau jenis mikroba rekombinan yang diciptakan di laboratorium dapat lebih efisien dalam
mengurangi polutan. Mikroorganisme rekombinan yang diciptakan dan pertama kali dipatenkan
adalah bakteri "pemakan minyak". Bakteri ini dapat mengoksidasi senyawa hidrokarbon yang
umumnya ditemukan pada minyak bumi. Bakteri tersebut tumbuh lebih cepat jika dibandingkan
bakteri-bakteri jenis lain yang alami atau bukan yang diciptakan di laboratorium yang telah

Pemecahan Masalah Lingkungan dengan Konsep Redoks: Pengolahan Air Kotor


diujicobakan. Akan tetapi, penemuan tersebut belum berhasil dikomersialkan karena strain
rekombinan ini hanya dapat mengurai komponen berbahaya dengan jumlah yang terbatas. Strain
inipun belum mampu untuk mendegradasi komponen-komponen molekular yang lebih berat yang
cenderung bertahan di lingkungan.

Jenis-jenis Bioremediasi
Jenis-jenis bioremediasi adalah sebagai berikut:

Biostimulasi
Nutrien dan oksigen, dalam bentuk cair atau gas, ditambahkan ke dalam air atau tanah yang
tercemar untuk memperkuat pertumbuhan dan aktivitas bakteri remediasi yang telah ada di
dalam air atau tanah tersebut.

Bioaugmentasi
Mikroorganisme yang dapat membantu membersihkan kontaminan tertentu ditambahkan
ke dalam air atau tanah yang tercemar. Cara ini yang paling sering digunakan dalam
menghilangkan kontaminasi di suatu tempat. Namun ada beberapa hambatan yang ditemui
ketika cara ini digunakan. Sangat sulit untuk mengontrol kondisi situs yang tercemar agar
mikroorganisme dapat berkembang dengan optimal. Para ilmuwan belum sepenuhnya
mengerti seluruh mekanisme yang terkait dalam bioremediasi, dan mikroorganisme yang
dilepaskan ke lingkungan yang asing kemungkinan sulit untuk beradaptasi.

Bioremediasi Intrinsik
Bioremediasi jenis ini terjadi secara alami di dalam air atau tanah yang tercemar.
Di masa yang akan datang, mikroorganisme rekombinan dapat menyediakan cara yang
efektif untuk mengurangi senyawa-senyawa kimiawi yang berbahaya di lingkungan kita.
Bagaimanapun, pendekatan itu membutuhkan penelitian yang hati-hati berkaitan dengan
mikroorganisme rekombinan tersebut, apakah efektif dalam mengurangi polutan, dan
apakah aman saat mikroorganisme itu dilepaskan ke lingkungan.

Alat dan Bahan

Konsep Pengolahan
Dalam usaha pengolahan air kotor/limbah, dapat digunakan dengan dua cara, yang pertama secara
AEROBIK dan ANAEROBIK.

Secara Aerobik
Prinsip pengolahan secara aerobik adalah menguraikan secara sempurna senyawa organik yang
berasal dari buangan di dalam periode waktu yang relatif singkat. Penguraian dilakukan terutama
dilakukan oleh bakteri dan hal ini dipengaruhi oleh :
1. jumlah sumber nutrien
2. jumlah oksigen

Contoh dari proses pengolahan limbah secara aerobik antara lain :

Pemecahan Masalah Lingkungan dengan Konsep Redoks: Pengolahan Air Kotor


Lumpur aktif (Activated Sludge)
Lumpur adalah materi yang tidak larut yang selalu nampak kehadirannya di dalam setiap tahap
pengolahan, tersusun oleh serat-serat organik yang kaya akan selulosa dan di dalamnya terhimpun
kehidupan mikroorganisme

Lumpur aktif adalah lumpur yang kaya dengan bakteri aerob, yaitu bakteri yang dapat menguraikan
limbah organik dengan cara mengalami biodegradasi (oxygen-demanding materials). Salah satu
contoh diagram alur pengolahan air limbah dengan cara lumpur aktif diberikan pada gambar 6.8.

Bakteri aerob mengubah sampah organik dalam air limbah menjadi bio massa dan gas CO2 .
Sementara nitrogen organik diubah menjadi amonium dan nitrat, fosforus organik diubah menjadi
fosfat.

Biomassa hasil degradasi tetap berada dalam tangki aerasi hingga bakteri melewati masa
pertumbuhan cepatnya (log phase). Setelah itu akan mengalami flokulasi membentuk padatan yang
lebih mudah mengendap. Dari tangki pengendapan, sebagian lumpur dibuang, sebagian lain
disirkulasikan ke dalam tangki aerasi. Kombinasi antara bakteri dalam konsentrasitinggi dan lapar
(dalam lumpur yang disirkulasi) dengan jumlah nutrien yang banyak (dalam air kotor),
memungkinkan penguraian dapat berlangsung dengan cepat. Peruraian dengan metode lumpur aktif
hanya memerlukan beberapa jam, jauh lebih cepat dibandingkan dengan peruraian serupa yang
terjadi secara alami dalam selokan atau air sungai

Pemecahan Masalah Lingkungan dengan Konsep Redoks: Pengolahan Air Kotor


Bahan dan Metode Penelitian
Bahan yang digunakan penelitian ini adalah limbah cair industri Batik Lawean Solo, untuk proses
aerob digunakan lumpur aktif dari PT. Rimba Partikel Indonesia (RPI) dan untuk anaerob digunakan
Effective Microorganisms type 4 (EM4). Sebagai nutrien digunakan pupuk NPK.

Variabel tetap : Jenis limbah cair industri batik Lawean Solo, range pH sekitar 7 – 8, waktu koagulasi
10 detik, waktu flokulasi 10 menit, dan jenis koagulan yang digunakan adalah tawas (Al2(SO4)3.
18H2O) 4

Saringan Trickling (Trickling Filter)


Merupakan suatu bejana yang tersusun oleh lapisan materi kasar, keras dan kedap air.
Kegunaannya untuk mengolah air buangan dengan mekanisme aliran air yang jatuh dan mengalir
perlahan-lahan melalui lapisan batu untuk kemudian disaring.
Saringan trickling memiliki 3 sistem utama yaitu:
1. Distributor
2. Pengolahan
3. Pengumpul

Kolam oksidasi/stabilisasi (Oxidation Ponds)


Kolam ini tidak memerlukan biaya yang mahal. Terdapat beberapa kolam yang utama digunakan
yaitu kolam fakultatif, kolam maturasi, dan kolam anaerob.

Pemecahan Masalah Lingkungan dengan Konsep Redoks: Pengolahan Air Kotor


Kelebihan kolam ini:

 Beban BOD pada kadar rendah dapat menghasilkan kualitas efluen sehingga 97 %.
 Alga yang hidup dalam kolam mempunyai potensi sebagai sumber protein yang tinggi dan
dapat
digunakan untuk perikanan. Ikan dapat dibiakkan dalam kolam maturasi.
 Kolam pengoksidaan juga dapat digunakan untuk mengolah air sisa industri dan air yang
mengandung logam berat.
 Pengoperasiannya mudah. Kebutuhan pengoperasiannya minimum.

Kekurangan kolam pengoksidaan seperti berikut:

 Kolam pengoksidaan ini untuk mengalirkan efluen dengan kepekatan suspended solis (SS)
dan BOD yang tinggi.
 Pengeluaran bau yang busuk mengganggu penduduk yang tinggal di sekitar kolam ini. Hal ini
terjadi jika tidak ada cahaya matahari (ketika hujan dan waktu malam).
 Untuk membuat kolam pengoksidaan diperlukan kawasan yang luas jika dibandingkan
dengan sistem konvensional yang lain. Sehingga tidak sesuai jika dibuat di kawasan yang
tanahnya mahal.

Lain-lain:

Pencernaan aerobik

Parit oksidasi (Oxidation Ditch)


Dibandingkan dengan proses lumpur aktif konvensional, axidation ditch mempunyai beberapa
kelebihan, yaitu
efisiensi penurunan BOD dapat mencapai 85%-90% (dibandingkan 80%-85%) dan lumpur yang
dihasilkan lebih sedikit.
Selain efisiensi yang lebih tinggi (90%-95%).

Pemecahan Masalah Lingkungan dengan Konsep Redoks: Pengolahan Air Kotor


Karusel

Perabukan Cairan
Merupakan suatu proses penanganan limbah organik yang pekat secara aerobik dimana energi yang
berasal dari oksidasi limbah dilakukan oleh mikroorganisme dihasilkan pada suhu operasi yang
dinaikkan. Naiknya suhu akan menyebabkan : kekentalan padatan total tertinggi menurun (di bawah
kondisi aerob), meningkatkan laju reaksi oleh mikroorganisme dan membantu menghasilkan
stabilitas bahan organik yang cepat dan detuksi patogen. Keberhasilan proses perabukan cairan
ditentukan oleh aerob yang dapat memindahkan oksigen yang cukup untuk memnuhi kebutuhan
oksigen dari campuran cairan yang pekat.
Proses ini digunakan pada rabuk sapi, babi dan susu.

Kontraktor biologik berputar (rotating biological contractor)


Analog dengan rotating trickling filter/penyaring menetes berputar. Digunakan antara lain untuk
menangani limbah kota, air limbah yang berasal dari industri pengemasan daging, susu dan keju,
minuman keras dan anggur, produksi babi dan unggas, pengolahan sayuran dan indutri perekat dan
kertas.

Secara Anaerobik
Proses pengolahan secara anaerobik terjadi disebabkan oleh adanya aktivitas mikroorganisme pada
saat tidak ada oksigen bebas. Senyawa berbentuk anorganik atau organik pekat yang umumnya
berasal dari industri sukar atau lambat sekali untuk diolah secara aerobik, maka pengolahan
dilakukan secara anaerobik. Hasil akhir pengolahan secara anaerobik adalah CO2 dan CH4. Tahapan
yang terjadi dalam
proses anaerobik adalah :
1. fermentasi dalam stadia asam
2. regressi dalam stadia asam
3. fermentasi dalam stadia basa
Prinsip proses pengolahan secara anaerobik adalah menghilangkan atau mendegradasi bahan
karbon
organik dalam limbah cair atau sludge. Keuntungan proses secara anaerobik adalah tidak
membutuhkan energi untuk aerasi, lumpur atau sludge yang dihasilkan sedikit, polutan yang berupa
bahan organik (misalnya : polisakarida, protein dan lemak) hampir semuanya dikonversi ke bentuk
gas metan (biogas) yang memiliki nilai kalor cukup tinggi. Sedangkan kelemahan proses pengolahan
cara anaerobik adalah pada kemampuan pertumbuhan bakteri metan yang sangat rendah, sehingga
membutuhkan waktu yang lebih panjang antara dua sampai lima hari untuk penggandaannya,
sehingga diperlukan reaktor yang bervolume cukup besar.

Proses degradasi dalam pengolahan secara anaerobik tersebut dibagi dalam beberapa tahap :
• Hidrolisi molekul organik polimer .
• Fermentasi gula dan asam amino.
• B – oksidasi anaerobik asam lemak rantai panjang dan alkohol.
• Oksidasi anaerobik produk antara seperti asam lemak (kecuali asam asetat).
• Dekarboksilasi asam asetat menjadi metan.
• Oksidasi hidrogen menjadi metan.

Pemecahan Masalah Lingkungan dengan Konsep Redoks: Pengolahan Air Kotor


Kecepatan degradasi biopolimer tergantung pada jumlah jenis bakteri yang ada dalam reaktor,
efisiensi dalam mengubah substrat dengan kondisi-kondisi waktu tinggal substrat di dalam reaktor,
kecepatan alir efluen, temperatur dan pH di dalam bioreaktor. Jika substrat yang mudah larut
dominan, reaksi substrat dengan kondisi seperti waktu tinggal substrat di dalam reaktor, kecepatan
alir efluen, temperatur dan pH yang terjadi di dalam bioreaktor maka reaksi kecepatan terbatas,
akan cenderung membentuk metan dari asam asetat dan dari asam lemak dengan kondisi stabil atau
steady state. Faktor lain yang mempengaruhi proses antara lain waktu tinggal atau lamanya substrat
berada dalam suatu reaktor sebelum dikeluarkan sebagai sebagai supernatan atau digested sludge
(efluen). Minimum waktu tinggal harus lebih besar dari waktu generasi metan sendiri, supaya
mikroorganisme didalam reaktor tidak keluar dari reaktor atau wash out.
Penanganan limbah secara anaerobik ada 4 jenis proses, yaitu :
- Cara Konvensional
- Proses Dua Tahap
- Proses Dua Tahap dengan Daur Ulang Padatan
- Proses Menggunakan Saringan Anaerobik (Loehr, 1977)
Contoh pengolahan secara aerobik antara lain : lagun anaerobik, digester dan filter anaerobik.

Bioremediasi
Bioremediasi merupakan suatu teknologi inovatif pengolahan limbah, yang dapat menjadi teknologi
alternatif dalam menangani pencemaran yang diakibatkan oleh kegiatan pertambangan di Indonesia.
Bioremediasi ini teknik penanganan limbah atau pemulihan lingkungan, dengan biaya operasi yang
relatif murah, serta ramah dan aman bagi lingkungan. Bioremediasi adalah proses pembersihan
pencemaran tanah dengan menggunakan mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi
bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun
atau tidak beracun (karbon dioksida dan air).
Ada dua jenis bioremediasi, yaitu: in-situ (atau on-site) dan ex-situ (atau off-site). Pembersihan on-
site adalah pembersihan di lokasi. Pembersihan ini lebih murah dan lebih mudah, terdiri dari
pembersihan, venting (injeksi), dan bioremediasi. Sementara bioremediasi ex-situ atau pembersihan
off-side dilakukan dengan cara tanah yang tercemar digali dan dipindahkan ke dalam penampungan
yang lebih terkontrol, kemudian diberi perlakuan khusus dengan menggunakan mikroba.
Bioremediasi ex-situ dapat berlangsung lebih cepat, mampu me-remediasi jenis kontaminan dan
jenis tanah yang lebih beragam, dan lebih mudah dikontrol dibanding dengan bioremediasi in-situ.

Pemecahan Masalah Lingkungan dengan Konsep Redoks: Pengolahan Air Kotor


Ada 4 teknik dasar yang biasa digunakan dalam bioremediasi:

 stimulasi aktivitas mikroorganisme asli (di lokasi tercemar) dengan


penambahan nutrien, pengaturan kondisi redoks, optimasi pH, dsb

 inokulasi (penanaman) mikroorganisme di lokasi tercemar, yaitu


mikroorganisme yang memiliki kemampuan biotransformasi khus us

 penerapan immobilized enzymes

 penggunaan tanaman (phytoremediation) untuk menghilangkan atau


mengubah pencemar.

Bioremediasi ex-situ meliputi penggalian tanah yang tercemar dan kemudian dibawa ke daerah yang
aman. Setelah itu di daerah aman, tanah tersebut dibersihkan dari zat pencemar.

Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain: bak plastik, aerasi, buret, statif, gelas ukur,
erlenmeyer, pipet tetes, botol sampel dan aerator.

Bahan yang digunakan dalam praktrikum ini antara lain: EM4, starbio, MnSO4, KOH-KI, amilum,
Na2S2O3, H2SO4, air kolam, dan air limbah.

Caranya yaitu, tanah tersebut disimpan di bak/tanki yang kedap, kemudian zat pembersih
dipompakan ke bak/tangki tersebut. Selanjutnya zat pencemar dipompakan keluar dari bak yang
kemudian diolah dengan instalasi pengolah air limbah. Kelemahan bioremediasi ex-situ ini jauh lebih
mahal dan rumit. Sedangkan keunggulannya antara lain proses bisa lebih cepat dan mudah untuk
dikontrol, mampu meremediasi jenis kontaminan dan jenis tanah yang lebih beragam.
Proses bioremediasi harus memperhatikan antara lain temperatur tanah, derajat keasaman tanah,
kelembaban tanah, sifat dan struktur geologis lapisan tanah, lokasi sumber pencemar, ketersediaan
air, nutrien (N, P, K), perbandingan C : N kurang dari 30:1, dan ketersediaan oksigen.

Pemecahan Masalah Lingkungan dengan Konsep Redoks: Pengolahan Air Kotor


Bak plastik diisi air sebanyak 10 liter yang terdiri dari 8 liter air kolam dan 2 liter air limbah. Persiapan
limbah cair dilakukan 2-3 hari sebelum praktikum. Kemudian diukur kandungan oksigen terlarut dan
BOD5 pada awal (0 hari) yaitu sebelum perlakuan, dan 7 hari setelah perlakuan. Perlakuan yang
diberikan adalah pemberian starbio dengan aerasi, starbio dengan non aerasi, EM4 dengan aerasi,
EM4 dengan non aerasi, aerasi saja dan non aerasi

Proses bioremediasi

Contoh bioremediasi bagi lingkungan yang tercemar minyak bumi. Yang pertama dilakukan adalah
mengaktifkan bakteri alami pengurai minyak bumi yang ada di dalam tanah yang mengalami
pencemaran tersebut. Bakteri ini kemudian akan menguraikan limbah minyak bumi yang telah
dikondisikan sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kebutuhan hidup bakteri tersebut. Dalam
waktu yang cukup singkat kandungan minyak akan berkurang dan akhirnya hilang, inilah yang
disebut sistem bioremediasi.

Kesimpulan
1. Konsep Redoks dapat digunakan dalam proses pemecahan masalah lingkungan dan
kehidupan sehari-hari.
2. Salah satu penerapan Konsep Redoks adalah pengolahan air kotor atau limbah.
3. Pengolahan limbah dibagi menjadi dua, yaitu secara Aerobik dan Anaerobik, yang dibagi lagi
menjadi beberapa cara.
4. Tidak hanya pengolahan air kotor, Konsep Redoks dapat digunakan untuk mengatasi
permasalahan-permasalahan lainnya, salah satunya pengolahan logam.

Daftar Pustaka
http://the.honoluluadvertiser.com/dailypix/2004/Aug/20/cartoon_b.gif

http://forum.upi.edu/v3/index.php?topic=14107.0

http://en.wikipedia.org/wiki/Bioremediation

http://id.wikipedia.org/wiki/Reaksi_redoks

Purba, Michael.2007. Kimia untuk Kelas X Semester 2. Jakarta: Erlangga.

Pemecahan Masalah Lingkungan dengan Konsep Redoks: Pengolahan Air Kotor

You might also like