You are on page 1of 29

KEPEMIMPINAN PENGAJARAN

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah


“Supervisi Pendidikan”
KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrokhiim

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
taufiq, hidayah serta inayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul Kepemimpinan Pengajaran sebagai tugas mata kuliah Manajemen Sumber
Daya Pendidikan.

Sholawat serta salam semoga tetap terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW
yang telah menunjukkan jalan yang benar, yaitu agam Islam.

Tidak lupa kami sampaikan terimakasih kepada:

1. Yang terhormat Dr. M.Pd, selaku dosen pembimbing kami yang telah
memberikan pengarahan yang sangat berarti bagi penyusunan makalah ini.
2. Semua pihak yang telah membantu terselesainya makalah ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kekhilafan. Oleh karena
itu kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat saya harapkan demi
perbaikan dan pengembangan makalah ini.

Demikian makalah ini saya buat semoga bermanfaat bagi penyusun khususnya
dan kita semua pada umumnya.

Amin Ya Robbal Alamiin

Banda Aceh, 09 April 2011

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. i


DAFTAR ISI ............................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1


1.1.Latar Belakang Masalah .................................................................................... 1
1.2.Identifikasi Masalah............................................................................................. 2
1.3.Prosedur Pemecahan Masalah.............................................................................. 3
1.4.Sistematika Uraian............................................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................... 5
2.1.Kepemimpinan Pengajaran................................................................................... 5
1.Konsep Kepemimpinan Pengajar............................................................................ 5
2.Jenis Kepemimpinan............................................................................................... 6
3.Syarat-syarat untuk menjadi pemimpin sekolah yang sukses.................................. 7
2.2. Supervisi............................................................................................................. 8
1.Konsep Supervisi kepemimpinan Pembelajaran...................................................... 8
2.Prinsip-Prinsip kepemimpinan Kepengajaran......................................................... 10
3.Prosedur kepemimpinan kepengajaran.................................................................... 11
4.Tehnik-tehnik kepemimpinan Kepengajaran........................................................... 16
2.3.Motivasi Guru...................................................................................................... 18
1. Motivasi kerja guru............................................................................................... 20
2.Pembinaan Motivasi Kerja Guru............................................................................. 22

BAB III PENUTUP................................................................................................... 24


A.......................................................................................Kesimpul
an ........................................................................................................... 24

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 26

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Keefektifan suatu sekolah dalam menggapai visi, mengemban misi, dan


menjalankan aktivitas pendidikan mempersyaratkan adanya seorang Pemimpin
Pengajaran yang efektif, yaitu seorang kepala sekolah dan Pengajara yang
mampu mengelola sumber daya manusia maupun non-manusia secara efektif dan
efisien. Lebih-lebih, dalam beberapa tahun terakhir ini pemerintah
memperkenalkan dan menggalakkan manajemen peningkatan mutu berbasis
sekolah (School Based Quality Improvement), yang lebih dikenal dengan
manajemen berbasis sekolah (School Based Management), kehadiran kepala
sekolah yang efektif merupakan komponen organik, sebab bagaimanapun
banyaknya sarana dan prasarana pendidikan yang dimiliki sekolah, betapapun
besarnya dana yang tersedia bagi pembiayaan operasional sekolah, dan betapapun
banyaknya sumber daya manusia yang tersedia untuk mengoperasikan kegiatan
sekolah, semuanya akan sia-sia belaka bilamana tidak dikelola secara profesional
oleh kepala sekolah yang efektif dan efisien.

Ada banyak kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang kepemimpinan


sekolah dalam rangka melaksanakan tugas pokok dan fungsi sebagai manajer atau
pengelola sekolah dan Pengajar. Diantarannya adalah seorang kepala sekolah dan
pengajara yang harus memiliki kompetensi, mampu memotivasi, mendorong,
menggalang, mengarahkan, membimbing, mensuprvisi seluruh pendidik dan
tenaga kependidikan yang menjadi tanggung jawabnya dalam satu kesatuan
’nawaitu” menggapai visi, mengemban misi, dan melaksanakan program aksi
yang telah direncanakan dengan melibatkan seluruh stakeholder. Oleh karena itu

1
seorang Pemimpin Pengajaran sekolah dipandang perlu memiliki konsep dan
strategi kepemimpinan, supervisi pembelajaran, dan motivasi guru.

Guru adalah salah satu unsur manusia dalam proses pendidikan. Dalam
proses pendidikan di sekolah, guru memegang tugas ganda yaitu sebagai pengajar
dan pendidik. Sebagai pengajar guru bertugas menuangkan sejumlah bahan
pelajaran ke dalam otak anak didik, sedangkan sebagai pendidik guru bertugas
membimbing dan membina anak didik agar menjadi manusia susila yang cakap,
aktif, kreatif, dan mandiri. Djamarah berpendapat bahwa baik mengajar maupun
mendidik merupakan tugas dan tanggung jawab guru sebagai tenaga profesional.
Oleh sebab itu, tugas yang berat dari seorang guru ini pada dasarnya hanya dapat
dilaksanakan oleh guru yang memiliki kompetensi profesional yang tinggi.

Guru memegang peranan sentral dalam proses belajar mengajar, untuk itu
mutu pendidikan di suatu sekolah sangat ditentukan oleh kemampuan yang
dimiliki seorang guru dalam menjalankan tugasnya. Menurut Aqib guru adalah
faktor penentu bagi keberhasilan pendidikan di sekolah, karena guru merupakan
sentral serta sumber kegiatan belajar mengajar3. Lebih lanjut dinyatakan bahwa
guru merupakan komponen yang berpengaruh dalam peningkatan mutu
pendidikan di sekolah4. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan atau kompetensi
profesional dari seorang guru sangat menentukan mutu pendidikan.

1.2. Identifikasi Masalah

Masalah yang muncul berkenaan dengan hubungan kepemimpinan


Kepengajaran dan sikap guru terhadap pekerjaan dengan kompetensi profesional
guru, diidentifikasikan sebagai berikut:

1) Apakah kepemimpinan kepengajaran sekolah memiliki hubungan dengan


konsep kepemimpinan guru.

2) Apakah jenis-jenis kepemimpinan pengajaran di sekolah.

2
3) Apakah kepemimpinan kepala sekolah dan sikap guru terhadap pekerjaan
berhubungan dengan kompetensi profesional guru.

4) Apakah kompetensi profesional kepemimpinan kepengajaran guru dapat


ditingkatkan melalui kepemimpinan kepala sekolah.

5) Apakah kompetensi profesional kepemimpinan kepengajaran guru dapat


ditingkatkan melalui sikap guru terhadap pekerjaan guru.

6) Apakah para guru telah mempunyai tingkat kompetensi profesional yang


tinggi.

7) Apakah kepala sekolah telah menerapkan kepemimpinan yang efektif dan


relevan dengan kondisi sekolah.

8) Apakah para guru telah memiliki sikap positif terhadap pekerjaannya.

9) Apakah kepemimpinan kepala sekolah yang semakin positif akan diiringi


dengan semakin positifnya kompetensi profesional guru. Dan Apakah
sikap guru terhadap pekerjaan yang positif akan diiringi dengan semakin
positifnya kompetensi profesional guru.

1.3. Prosedur Pemecahan Masalah

Prosedur pemecahan masalah dilakukan agar penyusunan lebih terarah,


terfokus, dan tidak menyimpang dari sasaran pokok permasalahan. Oleh karena
itu, penulis memfokuskan kepada pembahasan atas masalah-masalah pokok yang
dibatasi dalam konteks permasalahan yang terdiri dari :

1) Hubungan antara kepemimpinan kepala sekolah dengan kompetensi


kepemimpinan kepengajaran guru.

2) Hubungan antara sikap guru terhadap pekerjaan dengan kompetensi


kepemimpinan kepengajaran guru.

3
3) Hubungan antara kepemimpinan kepala sekolah dan sikap kepemimpinan
kepengajaran guru terhadap pekerjaan dengan kompetensi profesional
guru.

1.4. Sistematika Uraian.

Sistematika Uraian merupakan langkah yang paling penting dalam


penyusunan karya ilmiah. Sistematika uraian berguna untuk mengatasi kerancuan
dalam pelaksanaan penyusunan karya ilmiah atau makalah.

4
BAB II

PEMABAHASAN

2.1. Kepemimpinan Pengajaran

Konsep Kepemimpinan Pengajaran

Secara sederhana kepemimpinan kepengajaran dapat didefinisikan


sebagai keseluruhan proses mempengaruhi, mendorong, mengajak,
menggerakkan, dan menuntun orang lain dalam proses kerja agar berfikir,
bersikap, dan bertindak sesuai dengan aturan yang berlaku dalam rangka
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Hakikat kepemimpinan adalah kegiatan
seseorang menggerakkan orang lain, agar orang lain itu berkenan melaksanakan
tugas-tugasnya.

Menurut Moh.Uzer Usman mengatakan sebagai kepemimpinan pengajaran


memiliki banyak tugas, baik yang terikat oleh dinas maupun di luar dinas, dalam
bentuk pengabdian. Apabila dikelompokkan terdapat tiga jenis tugas guru
sebagaimana yang dikatakan oleh Uzer Usman yaitu : “Tugas bidang profesi,
tugas kemanusiaan dan tugas dalam bidang kemasyarakatan”

Menurut Kanwil Dikbud Selain dari tugas sebagai kepemimpinan


pengajaran, seorang pengajar juga memiliki peranan yang sangat penting dimana
peranan guru adalah “terciptanya serangkaian tingkah laku yang saling berkaitan
yang dilakukan dalam suatu situasi tertentu serta berhubungan dengan kemajuan
perubahan tingkah laku dan perkembangan siswa yang menjadi tujuannya”

Dalam rangka memperoleh gambaran yang sederhana tentang


kepemimpinan, perlu didistribusikan berikut ini dengan pengalaman praktis, yang
pernah dirasakan di dalam proses kehidupan kelompok. Proses kepemimpinan
seseorang dapat muncul dalam bentuk usaha mempengaruhi orang lain agar
bertindak sesuai dengan apa yang diinginkannya. Marilah kita amati di
lingkungan sekolah, kepala sekolah berusaha mempengaruhi para guru kelas, guru

5
mata pelajaran pesuruh sekolah, pustakawan sekolah. Agar mereka mau
melakukan tugasnya masing-masing demi tercapainya tujuan yang telah
ditetapkan. Berdasarkan definisi dan ilustrasi kepemimpinan tersebut, proses
kepemimpinan pada hakikatnya dapat muncul kapan dan dimanapun, apabila ada
unsur-unsur :

1) Orang yang memimpin.

2) Orang-orang yang dipimpin.

3) Kegiatan atau tindakan penggerakkan untuk mencapai tujuan.

4) Tujuan yang ingin dicapai bersama.

Keberhasilan suatu institusi dalam menjalankan program yang telah


direncanakan atau diorganisasikan perlu didukung dengan sebuah kepemimpinan
yang efektif. Segenap sumber daya yang ada harus dikerahkan sedemikian rupa.
Semua sumber daya manusia perlu dikerahkan secara efektif. Kehadiran
kepemimpinan sangat esensial, mengingat kepemimpinan merupakan motor
penggerak bagi sumber daya yang dimiliki lembaga. Karena itu, kepemimpinan
disebut sebagai fungsi organik dalam proses manajemen.

1. Jenis Kepempimpinan

Sepanjang sejarah perkembangan teori kepemimpinan, ditemukan banyak


jenis kepemimpinan pengajaran, tergantung dari mana memandangnya. Pertama,
bilamana ditinjau dari status hukum, maka dua jenis kemimpinan pengajaran,
yaitu kepemimpinan formal dan kepemimpinan informal. Seseorang yang secara
resmi diberi tugas dan tanggung jawab sebagai pemimpin disebut pemimpin
formal atau pemimpin resmi (formal leader atau structural leader). Seseorang
yang secara resmi tidak ditunjuk sebagai pemimpin, namun dalam kesehariannya

6
ia selalu mampu mendorong, memotivasi, atau menggerakkan orang lain, maka
orang tersebut dinamakan pemimpin tidak resmi atau pemimpin informal
(informal leader atau fuctional leader). Orang-orang yang digerakkan atau
didorong berarti orang-orang yang dipimpin.

Ditinjau dari karakteristik pemimpin, lahir tiga jenis kepemimpinan, yaitu


kepemimpinan simbolik, kepemimpinan formal, dan kepemimpinan fungsional.
Pemimpin simbolik adalah pemimpin yang ramah, jujur, bersemangat, kreatif,
tabah, bijaksana, cerdas, humoris, lemah-lembut. Pemimpin formal adalah
pemimpin yang memiliki posisi, gelar, jabatan, puncak hierarkhi, kuasa.
Sedangkan Pemimpin fungsional adalah pemimpin yang lahir dari peranan, fungsi
dan kemanfaatannya bagi kelompok.

Sedangkan ditinjau dari tipenya, kepemimpinan dapat dibagi menjadi


empat tipe, yaitu kepemimpinan otoriter, kepemimpin laizess-fire, kepemimpinan
demokratis; dan kepemimpinan pseudo-demokratis. Kepemimpinan otoriter
diwarnai dengan serba tergantungan kepada pemimpin. Kepemimpinan leizess-
faire adalah kepemimpinan yang semuanya bergantung bawahan; kepemimpinan
Demokratis diwarnai dengan tindakan kerjasama pemimpin dan bawahan.
Sedangkan kepemimpinan pseudo-demokratis merupakan kepemimpinan yang
secara supervisial tampak, namun sebenarnya otoriter atau demi kepentingan
kelompok kecil/klik; semu, manipulatif.

2. Syarat-syarat untuk Menjedi Pemimpinan Sekolah yang Sukses

Telah ditegaskan di muka bahwa kepemimpinan merupakan fungsi


organik dalam proses manajemen. Konsekuensinya, siapapun yang menjadi
pemimpin sekolah harus memenuhi syarat-syarat kepemimpinan agar sukses
dalam kepempimpinnya di sekolah, baik kepribadian, pengetahuan, dan
ketrampilan, sebagaimana diuraikan berikut ini:

7
1) Seorang pemimpin harus dapat memiliki sifat-sifat pribadi yang terpuji, antara
lain ramah, periang, antusias, berani, murah hati, spontan, percaya diri, dan
memiliki kepekaan sosial yang tinggi, menerima pendapat orang lain.

2) Seorang pemimpin harus dapat memikirkan, merumuskan tujuan visi, misi,


kondisi, dan aksi yang ingin dicapai, dan menginformasikannya kepada staf
agar mereka sepenuhnya memahami yang ingin dicapai bersama.

3) Seorang pemimpin harus memiliki ketrampilan dalam bidang yang


dipimpinnya. Pemimpin pendidikan harus terampil dalam bidang pendidikan.
Dengan keterampilan tersebut diharapkan pemimpin dapat membantu stafnya
dalam mengatasi masalah-masalah yang sedang dihadapi.

2.2. Supervisi

Beberapa kenyataan menunjukkan bahwa para pelaksana supervisi


pendidikan cenderung mempersepsikan supervisi pembelajaran adalah sama
dengan penilaian dan inspeksi. Realita pelaksanaan supervisi pembelajaran
cenderung menilai dan mengawasi. Realita pelaksanaan supervisi pembelajaran
cenderung pada aspek teknis administratif. Padahal supervisi pembelajaran
bukanlah penilaian dan inspeksi.

Konsep Supervisi Kepemimpinan Pembelajaran

Sering dijumpai adanya seorang supervisor dalam melaksanakan supervisi


pembelajaran hanya datang ke sekolah dengan membawa instrumen pengukuran
performa guru. Kemudian masuk ke kelas melakukan pengukuran terhadap
performa guru yang sedang mengajar. Setelah itu, selesailah tugasnya, seakan-
akan supervisi pembelajaran sama dengan penilaian-penilaian performa mengajar
guru, padahal secara teoritik tidaklah demikian.

8
Perilaku supervisi pembelajaran sebagaimana digambarkan di atas
merupakan salah satu contoh perilaku supervisi pembelajaran yang salah. Perilaku
supervisi pembelajaran yang demikian sama sekali tidak akan memberikan
pengaruh terhadap peningkatan kualitas perfoma guru dalam mengelola proses
pembelajaran. Seandainya memberikan pengaruh, pengaruhnya sangat kecil
artinya bagi peningkatan kualitas performa guru dalam mengelola proses belajar-
mengajar. Supervisi pembelajaran sama sekali bukan penilaian performa guru.

Secara konseptual, sebagaimana ditegaskan Glickman (1981), supervisi


pembelajaran adalah serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan
kemampuannya mengelola proses belajar-mengajar demi pencapaian tujuan
pembelajaran. Supervisi pembelajaran merujpakan upaya membantu guru-guru
mengembangkan kemampuannya mencapai tujuan pembelajaran (Daresh, 1989).
Dengan demikian, berarti, esensial supervisi pembelajaran itu sama sekali bukan
menilai performa guru dalam mengelola proses belajar-mengajar, melainkan
membantu guru mengembangkan kemampuan profesionalismenya.

Meskipun demikian, supervisi pembelajaran tidak bisa terlepas dari


penilaian performa guru dalam mengelola proses belajar mengajar. Apabila di atas
dikatakan, bahwa supervisi pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan
membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses belajar-
mengajar, maka menilai performa guru dalam mengelola proses belajar-mengajar
merupakan salah satu kegiatan yang tidak bisa dihindarkan prosesnya
(Sergiovanni, 1987). Sergiovanni (1987) menegaskan bahwa refleksi praktis
penilaian performa guru dalam supervisi pembelajaran adalah melihat realita
kondisi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti berikut.

1) Apa yang sebenarnya terjadi di dalam kelas?

2) Apa yang sebenarnya dilakukan oleh kepemimpinan dan pengajar dan murid-
murid di dalam kelas?

9
3) Aktivitas-aktivitas mana dari keseluruhan aktivitas di dalam kelas itu yang
berarti bagi kepemimpinan dan pengajar dan murid?

4) Apa yang telah dilakukan oleh kepemimpinan dan pengajar dalam mencapai
tujuan pembelajaran?

5) Apa kelebihan dan kekurangan kepemimpinan dan pengajar dan bagaimana


cara mengembangkannya?

1. Prinsip-prinsip kepemimpinan kepengajaran

Konsep dan tujuan kepemimpian kepengajaran, sebagaimana dikemukakan


oleh para teoritikus supervisi pembelajaran di muka, memang tampak idealis bagi
para praktisi supervisi pembelajaran. Akan tetapi, memang demikianlah
seharusnya kenyataan normatif konsep dasarnya. Para kepala sekolah baik suka
maupun tidak suka harus siap menghadapi problema dan kendala dalam
melaksanakan kepemimpian kepengajaran. Adanya problema dan kendala tersebut
sedikit banyak bisa diatasi apabila dalam pelaksanaan kepemimpian kepengajaran
kepala sekolah menerapkan prinsip-prinsip kepemimpian kepengajaran.

Semua ini merupakan prinsip-prinsip kepemimpian kepengajaran modern


yang harus direalisasikan pada setiap proses kepemimpian kepengajaran di
sekolah-sekolah. Selain tersebut di atas, berikut ini ada beberapa prinsip lain yang
harus diperhatikan dan direalisasikan oleh supervisor dalam melaksanakan
kepemimpian kepengajaran, yaitu sebagai berikut.

1) kepemimpian kepengajaran harus mampu menciptakan hubungan


kemanusiaan yang harmonis.

2) kepemimpian kepengajaran harus dilakukan secara berkesinambungan.


Ketiga, supervisi pembelajaran harus demokratis.

10
3) program kepemimpian kepengajaran harus integral dengan program
pendidikan.

4) kepemimpian kepengajaran harus komprehensif.

5) kepemimpian kepengajaran harus konstruktif.

6) kepemimpian kepengajaran harus obyektif.

2. Prosedur kepemimpian kepengajaran

Esensial kepemimpian kepengajaran adalah membantu guru


mengembangkan kemampuan, pengetahuannya sehingga ia semakin mampu
memfasilisasikan belajar bagi murid-muridnya. Pertanyaannya sekarang
bagaimana sebaiknya melaksanakan pembinaan keterampilan pembelajaran guru.
Menurut Marks, Stoops dan Stoops (1985) ada lima fase dalam melaksanakan
pembinaan keterampilan. Kelima fase tersebut meliputi: (1) menciptakan
hubungan-hubungan yang harmonis; (2) analisis kebutuhan; (3) mengembangkan
strategi dan media; dan (4) menilai dan revisi

Langkah 1: Menciptakan Hubungan yang Harmonis. Langkah pertama


dalam pembinaan keterampilan pembelajaran guru adalah menciptakan hubungan
yang harmonis antara supervisor dan guru, serta semua pihak yang terkait dengan
program pembinaan keterampilan pembelajaran guru. Dalam upaya melaksanakan
kepemimpian kepengajaran memang diperlukan kejelasan informasi antar
personil yang terkait. Tanpa kejelasan informasi, guru akan kebingungan, tidak
tahu yang diharapkan supervisor, dan meyakini bahwa tujuan pokok dalam
pengukuran kemampuan guru, sebagai langkah awal setiap pembinaan
keterampilan pembelajaran melalui supervisi pembelajaran, adalah hanya untuk
mengidentifikasi guru yang baik dan yang jelek dalam mengajar. Padahal
seandainya ada kejelasan informasi, tentu tidak akan terjadi guru yang demikian.

Ada sejumlah prinsip komunikasi yang harus diterapkan oleh supervisor,


sebagaimana dikemukakan oleh Marks, Stoops dan Stoops, sebagai berikut.

11
a. Berbicaralah sebijaksana dan sebaik mungkin

b. Ikutilah pembicaraan orang lain secara saksama

c. Ciptakan hubungan interpersonal antar personil

d. Berpikirlah sebelum berbicara

e. Ikutilah norma-norma yang berlaku pada latar sekolah

f. Usahakanlah untuk memahami pendapat orang lain

g. Konsentrasikan pada pesanmu, bukan pada dirimu sendiri

h. Kumpulkan materi untuk mengadakan diskusi bila perlu

i. Persingkat pembicaraan

j. Ciptakan ketidaksanggupan

k. Bersemangatlah

l. Raihlah sikap orang lain untuk membantu program

m. Berkomunikasilah dengan “eye communication”

n. Selalu mencoba

o. Jadilah pendengar yang baik

p. Ketahuilah kapan sebaiknya berhenti berkomunikasi

Langkah II: Analisis Kebutuhan. Sebagai langkah kedua dalam pembinaan


keterampilan pembelajaran guru adalah analisis kebutuhan (needs assessment).
Secara hakiki, analisis kebutuhan merupakan upaya menentukan perbedaan antara
pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dipersyaratkan dan yang secara nyata

12
dimiliki. Prinsip supervisi pembelajaran yang ketujuh, sebagaimana telah
dikemukakan di muka, adalah obyektif, artinya dalam penyusunan program
supervisi pembelajaran harus didasarkan pada kebutuhan nyata pengembangan
profesional guru. Dalam upaya memenuhi prinsip ini diperlukan analisis
kebutuhan tentang keterampilan pembelajaran guru yang harus dikembangkan
melalui supervisi pembelajaran. Adapun langkah-langkah menganalisis kebutuhan
sebagai berikut;

1. Mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan atau masalah-masalah pendidikan –


perbedaan (gap) apa saja yang ada antara pengetahuan, keterampilan, dan
sikap yang nyata dimiliki guru dan yang seharusnya dimiliki guru? Perbedaan
di kelompok, disintesiskan, dan diklasifikasi.

2. Mengidentifikasi lingkungan dan hambatan-hambatannya.

3. Menetapkan tujuan umum jangka panjang.

4. Mengidentifikasi tugas-tugas manajemen yang dibutuhkan fase ini, seperti


keuangan, sumber-sumber, perlengkapan dan media.

5. Mencatat prosedur-prosedur untuk mengumpulkan informasi tambahan


tentang pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dimiliki guru.
Pergunakanlah teknik-teknik tertentu, seperti mengundang konsultan dari luar
sekolah, wawancara, dan kuesioner.

6. Mengidentifikasi dan mencatat kebutuhan-kebutuhan khusus pembinaan


keterampilan pembelajaran guru. Pergunakanlah kata-kata perilaku atau
performansi.

7. Menetapkan kebutuhan-kebutuhan pembinaan keterampilan pembelajaran


guru yang bisa dibina melalui teknik dan media selain pendidikan.

8. Mencatat dan memberi kode kebutuhan-kebutuhan pembinaan keterampilan


pembelajaran guru yang akan dibina melalui cara-cara lainnya.

13
Langkah III: Fase Pelaksanaan – Pengembangan Strategi dan Media.
Setelah tujuan-tujuan pembinaan keterampilan pembelajaran berdasarkan
kebutuhan-kebutuhan pembinaan yang diperoleh melalui analisis kebutuhan di
atas, supervisor menganalisis setiap tujuan untuk menentukan bentuk-bentuk
teknik dan media supervisi pembelajaran yang akan digunakan. Menurut Gwynn
(1961), teknik-teknik supervisi bila dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu
teknik supervisi individual dan teknik supervisi kelompok. Tujuan pengembangan
strategi dan media supervisi pembelajaran ini adalah;

1. untuk mendaftar pembinaan-pembinaan keterampilan pembelajaran yang akan


dilakukan dengan menggunakan teknik supervisi individual.

2. untuk mendaftar pembinaan keterampilan pembelajaran yang akan dilakukan


melalui teknik supervisi kelompok dan

3. untuk mengidentifikasi dan memilih teknik dan media supervisi yang siap
digunakan untuk membina keterampilan pembelajaran guru yang diperlukan.

Setelah mengembangkan teknik dan media supervisi pembelajaran,


mulailah dilakukan pembinaan keterampilan pembelajaran guru dengan
menggunakan teknik dan media tertentu sebagaimana telah dikembangkan.
Mengenai teknik-teknik supervisi, baik yang individual maupun kelompok, dan
medianya akan diuraikan secara khusus pada akhir bab ini.

Langkah IV: Penilaian, Penilaian merupakan proses sistematik untuk


menentukan tingkat keberhasilan yang dicapai. Dalam konteks supervisi
pembelajaran, penilaian merupakan proses sistematik untuk menentukan tingkat
keberhasilan yang dicapai dalam pembinaan keterampilan pembelajaran guru.
Tujuan penilaian pembinaan keterampilan pembelajaran, yaitu.

Langkah V: Revisi. Sebagai langkah terakhir dalam pembinaan


keterampilan pembelajaran guru adalah merevisi program pembinaan. Revisi ini

14
dilakukan seperlunya, sesuai dengan hasil penilaian yang telah dilakukan.
Langkah-langkahnya sebagai berikut ;

1. me-review rangkuman hasil penilaian

2. apabila ternyata tujuan pembinaan keterampilan pembelajaran guru tidak


dicapai, maka sebaiknya dilakukan penilaian ulang terhadap pengetahuan,
keterampilan dan sikap guru yang menjadi tujuan pembinaan

3. apabila ternyata memang tujuannya belum tercapaim maka mulailah


merancang kembali program pembinaan keterampilan pembelajaran guru, dan

4. mengimplementasikan program pembinaan yang telah dirancang kembali.

Dalam proses supervisi klinik perilaku supervisor menentukan


keberhasilan dalam membantu mengembangkan guru. Menurut Glickman (1981),
perilaku supervisor dalam proses supervisi pengajaran meliputi; (1)
mendengarkan, (2) mengklarifikasi, (3) mendorong, (4) mengpresentasikan, (5)
memecahkan masalah, (6) bernegosiasi, (7) mendemonstrasikan, (8) memastikan,
(9) standarisasi, dan (10) menguatkan.

Mendapatkan (listening) berarti supervisor mendengarkan segala apa yang


dikemukakan (kelemahan-kelemahan, kesulitan-kesulitan, dan masalah-masalah)
oleh guru dalam mengelola proses belajar mengajar. Mengklarifikasi (clarifying)
berarti supervisor mempertegas apa yang dikemukakan oleh guru. Misalnya
kepada guru supervisor bertanya apa yang kamu maksudkan dengan …. ?”. Murid
mana yang kamu maksudkan ?” Mendorong (encounraging) berarti supervisor
mendorong guru agar bersedia mengemukakan kembali, apabila dirasa belum
jelas. Mempresentasikan (presenting) berarti supervisor mengemukakan persepsi
dan pemikirannya terhadap apa saja yang dikemukakan persepsi dan
pemikirannya terhadap apa saja yang dikemukakan oleh guru. Peran supervisor
bersama guru memecahkan masalah-masalah yang dihadapi guru. Peran
supervisor disini adalah “memancing” guru untuk memecahkan masalahnya

15
sendiri. Bernegosiasi (negotiating) berarti supervisor membuat kesepakatan
pembagian tugas bersama guru. Mendemonstrasikan performasi tertentu, sebagai
contoh untuk diikuti guru. Memastikan (directing) berarti supervisor memastikan
kepada guru yang seharusnya dilakukan oleh guru. Standarisasi (standardization)
berarti bahwa supervisor mengadakan penyesuaian bentuk pengajaran bersama-
sama dengan guru. Sedangkan menguatkan (renforcing) berarti supervisor
menggambarkan kondisi-kondisi menguntungkan bagi pembinaan guru.

5. Teknik-teknik kepemimpian kepengajaran

Ada bermacam-macam teknik supervisi pembelajaran dalam upaya


pembinaan keterampilan pembelajaran guru. Menurut “The Twelfth Yearbook of
the Departement of Supervisor and Director of Instruction” ada sejumlah teknik
supervisi yang sangat bermanfaat bagi pembinaan guru, sebagaimana dikutip oleh
Marks, Stoops, dan Stoops. Dalam hal ini meliputi pertemuan-pertemuan staf
kunjungan supervisi, buletin profesional, perpustakaan profesional, laboratorium
kurikulum, penilaian guru, demonstrasi mengajar, pengembangan kurikulum,
pengambangan petunjuk pembelajaran, darmawisata, lokakarya, kunjuungan
antarkelas, bacaan profesional, dan survei masyarakat-sekolah.

Sedangkan menurut Gwyn, teknik-teknik supervisi itu bisa dikelompokkan


menjadi dua kelompok, yaitu: (1) teknik supervisi individual, dan (2) teknik
supervisi kelompok.

1. Teknik supervisi individual di sini adalah pelaksanaan supervisi yang


diberikan kepada guru tertentu yang mempunyai masalah khusus dan bersifat
perorangan. Supervisor di sini hanya berhadapan dengan seorang guru yang
dipandang memiliki persoalan tertentu. Teknik-teknik supervisi yang
dikelompokkan sebagai teknik individual meliputi: kunjungan kelas, observasi
kelas, pertemuan individual, kunjungan antarkelas, dan menilai diri sendiri.

16
2. Teknik supervisi kelompok adalah satu cara melaksanakan program supervisi
yang ditujukan pada dua orang atau lebih. Guru-guru yang diduga, sesuai
dengan analisis kebutuhan, memiliki masalah atau kebutuhan atau kelemahan-
kelemahan yang sama dikelompokkan atau dikumpulkan menjadi
satu/bersama-sama. Kemudian kepada mereka diberikan layanan supervisi
sesuai dengan permasalahan atau kebutuhan yang mereka hadapi. Menurut
Gwynn, ada tiga belas teknik supervisi kelompok, sebagai berikut: (1)
kepanitiaan-kepanitiaan; (2) kerja kelompok; (3) laboratorium kurikulum; (4)
baca terpimpin; (5) demonstrasi pembelajaran; (6) darmawisata; (7)
kuliah/studi; (8) diskusi panel; (9) perpustakaan jabatan; (10) organisasi
profesional; (11) buletin supervisi; (12) pertemuan guru; (13) lokakarya atau
konferensi kelompok.

satu hal yang penulis ingin tekankan di sini bahwa tidak ada satupun di
antara teknik-teknik supervisi kelompok di atas yang cocok atau bisa diterapkan
untuk semua pembinaan dan guru di sekolah. Artinya, akan ditemui oleh
supervisor adanya satu teknik tertentu yang cocok diterapkan untuk membina
seorang guru tetapi tidak cocok diterapkan pada guru lain. Oleh sebab itu, seorang
supervisor harus mampu menetapkan teknik-teknik mana yang sekiranya mampu
membina keterampilan pembelajaran seorang guru.

Menetapkan teknik-teknik supervisi pembelajaran yang tepat tidaklah


mudah. Seorang supervisor, selain harus mengetahui aspek atau bidang
keterampilan yang akan dibinakan, juga harus mengetahui karakteristik setiap
teknik di atas dan sifat atau kepribadian guru, sehingga teknik yang digunakan
betul-betul sesuai dengan guru yang sedang dibina melalui supervisi
pembelajaran. Sehubungan dengan kepribadian guru, Lucio dan McNeil (1979)
menyarankan agar supervisor mempertimbangkan enam faktor kepribadian guru,
yaitu kebutuhan guru, minat guru, bakat guru, temperamen guru, sikap guru, dan
sifat-sifat somatic guru.

17
2.3. Motivasi Guru

Pada dasarnya supervisi pembelajaran itu merupakan upaya profesionalisasi


guru. Supervisi pembelajaran itu dapat dikatakan baik apabila keberadaannya
Seseorang akan bekerja secara profesional apabila ia memiliki kemampuan
(ability) dan motivasi (motivation). Maksudnya adalah seseorang akan bekerja
secara profesional apabila ia memiliki kemampuan kerja yang tinggi dan
kesungguhan atau motivasi untuk mengerjakannya dengan sebaik-baiknya.
menurut Glickman (1981) ada dua apek pada guru yang harus dipertimbangkan
oleh supervisor sebelum menentukan orientasinya, yaitu (1)komitmen guru
(teacher’s commitment) dan (2) kemampuan berpikir guru secara abstrak
(teacher’s ability to think abstractly).

Aspek pertama yang harus dipertimbangkan dalam menentukan orientasi


perilaku supervisi pengajaran adalah tingkat komitmen guru. Komitmen lebih
luas daripada “Consern” sebab komitmen itu mencakup waktu dan usaha. Tingkat
komitmen guru terbentang dalam satu garis kontinum, bergerak dari yang paling
rendah ke yang paling tinggi (Glickman 1981). Gambar 4.8 menunjukkan hal ini.
Seorang guru yang tidak atau kurang memiliki komitmen biasanya bekerja
semata-mata memandang dirinya sendiri, kurang mau berusaha mengembangkan
diri.

1. sedikit sekali perhatiannya terhadap murid-murid,

2. waktunya yang disediakan untuk mengembangkan kerjanya sangat sedikit


dan

3. perhatiannya hanya mempertahankan jabatannya.

Seorang guru yang komitmennya tinggi cenderung sebagai berikut :

1. Perhatiannya tinggi terhadap murid-murid dan guru-guru lainnya,

18
2. Waktu dan tenaganya yang disediakan banyak sekali, dan perhatian
utamanya adalah bekerja sebanyak mungkin bagi kepentingan orang lain.

Aspek kedua yang harus dipertimbangkan dalam menentukan orientasi


perilaku supervisi pengajaran adalah tingkat abstraksi guru. Tingkat abstraksi guru
yang dimaksudkan di sini adalah tingkat kemampuan guru mengelola pengajaran,
mengklarifikasi masalah-masalah pengajarannya (pengelolaan, disiplin,
pengorganisasian dan minat murid), menentukan alternatif pemecahan masalah,
dan kemudian merencanakan tindakan-tindakannya. Hasil penelitian Harvey
(1966) dan Hunt dan Joyce (1967) menunjukkan bahwa guru-guru tingkat
perkembangan kognitif tinggi, dimana pemikiran abstrak atau simboliknya sangat
dominan mampu berfungsi dengan lebih kompleksitas di dalam kelas.

Menurut Glickman (1981) tingkat abstraksi guru terbentang dalam satu


garis kontinum, mulai dari rendah, menengah dan tinggi, sebagaimana terlihat
pada gambar 2. Guru-guru yang memiliki kemampuan berpikir abstrak rendah
tidak merasa bahwa mereka memiliki masalah-masalah pengajaran, atau apabila
mereka merasakannya mereka sangat bingung tentang masalahnya. Mereka tidak
tahu apa yang bisa dikerjakan. Guru-guru yang memiliki kemampuan berpikir
abstrak menengah biasanya bisa mendefinisikan masalah berdasarkan bagaimana
mereka melihatnya. Mereka bisa memikirkan satu atau dua kemungkinan
tindakan, tetapi mereka mengalami kesulitan dalam memikirkan rencana yang
komprehensif. Guru-guru yang memiliki kemampuan abstrak tingkat tinggi bisa
memandang masalah-masalah pengajaran dari banyak perspektif (diri sendiri,
murid, orang tua, administrator, dan alat pelajaran), dan mengumpulkan banyak
rencana alternatif. Selanjutnya mereka bisa memilih satu rencana dan memikirkan
langkah-langkah pelaksanaan.

Komitmen sangat berhubungan dengan motivasi kerja guru dalam


mengelola proses belajar mengajar. Dalam bab ini akan dibahas motivasi kerja
guru dan bagaimana cara supervisor membinanya sehingga selain memiliki
kemampuan, ia juga memiliki kemauan mengelola proses belajar mengajar.

19
Motivasi kerja merupakan salah satu variabel yang sangat mempengaruhi
kuantitas dan kualitas performansi kerja seseorang. Para teoritisi banyak
menekankan pentingnya pembinaan motivasi kerja guru sebagai upaya
meningkatkan kualitas performansi kerjanya, dalam mengelola proses belajar
mengajar.

Motivasi Kerja Guru

Sekarang ini telah banyak teoritisi psikologi yang telah mengemukakan


teori-teorinya tentang kebutuhan dasar manusia. Teori-teori ini didasarkan pada
hasil-hasil penelitian yang dilakukan selama bertahun-tahun, diantaranya teori
kebutuhan yang sangat dikenal adalah teori hierarki kebutuhan (The hierarchy of
need theory), yang dikemukakan oleh Abraham Maslow. Menurut Maslow, teori
kebutuhan manusia ERG (ERG theory of needs), teori kebutuhan manusia
menurut Herbert A. Carroll dan David C. McClelland.

Pertanyaan yang muncul sekarang adalah, kebutuhan apa saja yang


mendorong guru bekerja? atau, apa yang diinginkan guru melalui kerjanya? Untuk
menjawab ini tidak bisa terlepas dari teori-teori kebutuhan dasar manusia.
Sejumlah teori kebutuhan manusia, seperti teori hierarki kebutuhan, teori
kebutuhan ERG, teori dua faktor, sebagaimana telah diuraikan di muka, maupun
teori-teori kebutuhan manusia lainnya, bisa berlaku pada diri guru sebab guru
adalah manusia. Apabila kita mengikuti teori hierarki kebutuhan Maslow, maka
setiap guru memiliki kebutuhan seperti fisiologis, rasa aman, sosial, harga diri,
dan aktualisasi diri. Apabila menganut teori kebutuhan ERG, maka setiap guru
memiliki kebutuhan, seperti eksistensi, relasi, dan pertumbuhan. Konsisten
dengan kedua teori ini, setiap kebutuhan menjadi pendorong bagi guru dalam
bekerja. Sedangkan apabila menganut teori dua faktor Herzberg, maka ada
sejumlah faktor (kebutuhan) guru yang menjadi penyehat dan sejumlah faktor
(kebutuhan) guru yang menjadi pendorong bagi guru. Adapun faktor-faktor yang
menjadi pendorong bagi guru adalah prestasi, pengakuan, tanggung jawab,
promosi, kerja itu sendiri dan pertumbuhan.

20
Sehubungan dengan kebutuhan-kebutuhan yang mendorong guru bekerja
atau apa saja yang dinginkan guru melalui kerjanya. Wiles (1955)
mengidentifikasi delapan kebutuhan guru, yaitu ;

1. Rasa aman dan hidup layak

2. Kondisi kerja yang menyenangkan

3. Rasa diikutsertakan

4. Perlakuan yang jujur dan wajar

5. Rasa mampu

6. Pengakuan dan penghargaan

7. Ikut ambil bagian dalam pembuatan kebijakan sekolah, dan

8. Kesempatan mengembangkan self respect

Galloway dan kawan-kawannya (1985) pernah melakukan penelitian


tentang sumber-sumber kepuasan dan ketidakpuasan (Sources of satisfaction and
dissatisfaction) bagi guru-guru Sekolah Dasar New Zealand. Berdasarkan hasil
penelitian ini D. Galloway dan kawan-kawannya berhasil mengklasifikasikan
aspek-aspek di mana sebagian besar guru merasa sangat puas, yaitu ;

1. Hubungan dengan murid

2. Hubungan dengan guru-guru lain

3. Kebebasan memilih metoda pengajaran

4. Jadwal aktivitas atau program

5. Kebebasan memilih materi pelajaran

6. Jumlah mengajar setiap minggu

21
7. Hubungan dengan staf senior di sekolah

8. Tingkat prestasi murid di kelasnya

9. Pengalokasian guru untuk mengajar unit, kelas khusus, dan

10. Perilaku umum murid-murid di kelasnya.

2. Pembinaan Motivasi Kerja Guru

Motivasi kerja guru bisa rendah bisa tinggi. Seorang guru yang memiliki
motivasi kerja tinggi akan memiliki kemauan yang keras atau kesungguhan hati
untuk mengerjakan tugas-tugasnya, dan akibatnya produktivitasnya akan
meningkat. Sebaliknya, seorang guru yang memiliki kerja yang rendah akan
kurang memiliki kemauan keras untuk mengerjakan tugas-tugasnya, dan
akibatnya produktivitasnya menurun.

Konsisten dengan konsep motivasi dan teori kebutuhan yang telah


diuraikan di muka, seorang guru akan memiliki motivasi kerja yang tinggi apabila
ia merasa bahwa segala kebutuhannya terpenuhi melalui kerjanya. Apabila ia
merasa bahwa pekerjaan yang dilakukannya tidak akan mampu memenuhi
kebutuhannya, maka, menurut Argyris (1957), ia akan kurang bersemangat, penuh
rasa ragu akan masa depannya, bahkan kemungkinan besar akan meninggalkan
pekerjaan tersebut untuk mencari pekerjaan lain yang sekiranya dapat memenuhi
kebutuhannya. Ini berarti, juga ditegaskan oleh Certo (1985) dan Owens (1987)
bahwa pada dasarnya memotivasi kerja guru itu tidak lain adalah upaya pemuasan
atau pemenuhan segala kebutuhan guru. Menurut Huse dan Bowditch (1973), ada
tiga model memotivasi kerja seseorang, yaitu (1) model kekuatan dan ancaman;
(2) model ekonomik/mesin; (3) model pertumbuhan-sistem terbuka

22
Secara manajerial seorang kepala sekolah atau supervisor terlebih dahulu
harus menentukan seberapa tinggi tingkat kepuasan kerja guru. Dengan kata lain,
ada dua langkah pokok dalam membina motivasi kerja guru, yaitu;

1. Mengukur tingkat kepuasan kerja guru,

2. Menentukan alternatif manajerial yang akan ditempuh untuk membina


motivasi kerja guru

23
BAB III

PENUTUP

2.1 Kesimpulan

Sebagaimana telah ditegaskan, bahwa keefektifan suatu sekolah dalam


menggapai visi, mengemban misi, dan menjalankan aktivitas pendidikan
mempersyaratkan adanya seorang kepala sekolah yang efektif, yaitu seorang
kepala sekolah yang mampu memimpin, melakukan supervisi, dan memotivasi
guru. Oleh karena itu seorang kepala sekolah dipandang perlu memiliki konsep
dan strategi kepemimpinan, supervisi pembelajaran, dan motivasi guru. Hal-hal
penting yang perlu digarisbawahi terkait dengan kepemimpinan, supervisi
pembelajaran, dan motivasi guru sebagai berikut:

1. Seorang kepala sekolah / kepemimpian kepengajaran tidak hanya memjadi


pemimpin formal, tetapi juga sebagai pemimpin informal (fungsional). Dalam
rangka itu, seorang kepala sekolah perlu memiliki memiliki sifat-sifat pribadi
yang terpuji, mampu memikirkan, merumuskan tujuan visi, misi, kondisi, dan
aksi yang ingin dicapai, dan menginformasikannya kepada staf agar mereka
sepenuhnya memahami yang ingin dicapai bersam, dan memiliki ketrampilan
dalam bidang yang dipimpinnya.

2. Secara konseptual, supervisi pembelajaran adalah serangkaian kegiatan


membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses belajar-
mengajar demi pencapaian tujuan pembelajaran. Supervisi pembelajaran
merujpakan upaya membantu guru-guru mengembangkan kemampuannya
mencapai tujuan pembelajaran. Dengan demikian, berarti, esensial supervisi
pembelajaran itu sama sekali bukan menilai performa guru dalam mengelola
proses belajar-mengajar, melainkan membantu guru mengembangkan
kemampuan profesionalismenya.

3. Menetapkan teknik-teknik supervisi pembelajaran yang tepat tidaklah mudah.


Seorang supervisor, selain harus mengetahui aspek atau bidang keterampilan

24
yang akan dibinakan, juga harus mengetahui karakteristik setiap teknik di atas
dan sifat atau kepribadian guru, sehingga teknik yang digunakan betul-betul
sesuai dengan guru yang sedang dibina melalui supervisi pembelajaran.
Sehubungan dengan kepribadian guru, disarankan agar supervisor
mempertimbangkan enam faktor kepribadian guru, yaitu kebutuhan guru,
minat guru, bakat guru, temperamen guru, sikap guru, dan sifat-sifat somatic
guru.

4. Pada dasarnya supervisi pembelajaran itu merupakan upaya profesionalisasi


guru. Supervisi pembelajaran itu dapat dikatakan baik apabila keberadaannya
Seseorang akan bekerja secara profesional apabila ia memiliki kemampuan
(ability) dan motivasi (motivation). Maksudnya adalah seseorang akan bekerja
secara profesional apabila ia memiliki kemampuan kerja yang tinggi dan
kesungguhan atau motivasi untuk mengerjakannya dengan sebaik-baiknya.
menurut Glickman (1981) ada dua apek pada guru yang harus
dipertimbangkan oleh supervisor sebelum menentukan orientasinya, yaitu
(1)komitmen guru (teacher’s commitment) dan (2) kemampuan berpikir guru
secara abstrak (teacher’s ability to think abstractly).

5. Komitmen sangat berhubungan dengan motivasi kerja guru dalam mengelola


proses belajar mengajar. Dalam bab ini akan dibahas motivasi kerja guru dan
bagaimana cara supervisor membinanya sehingga selain memiliki
kemampuan, ia juga memiliki kemauan mengelola proses belajar mengajar.
Motivasi kerja merupakan salah satu variabel yang sangat mempengaruhi
kuantitas dan kualitas performansi kerja seseorang. Para teoritisi banyak
menekankan pentingnya pembinaan motivasi kerja guru sebagai upaya
meningkatkan kualitas performansi kerjanya, dalam mengelola proses belajar
mengajar.

25
DAFTAR PUSTAKA

Burhanuddin, Analisis Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan, (Malang :


Bumi Aksara, 1994).

Moh.Uzer Usman. Menjadi Guru Profesional. (Bandung : Edisi Kedua. Remaja


Rosdakarya, 2006), hlm.6

Maman Ukas, Manajemen Konsep, Prinsip, dan Aplikasi, (Bandung : Ossa


Promo, 1999) h. 253.

Kanwil Dikbud, Management Kelas dan Metode Mengajar. (Bandung : PLN,


1997), hlm. 77

Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah (Tinjauan Teoritik dan


Permasalahannya, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1995

http://d4uthabsi.typepad.com/blog/2010/01/makalah-kepemimpinan

http://endang965.wordpress.com/thesis/3-kepemimpinan-ks-sikap-guru/bab-1-
pendahuluan/

http://munzaro.blogspot.com/2010/09/kepemimpinan-dalam-pendidikan.html

26

You might also like