You are on page 1of 8

FILOSOFI PENDIDIKAN

Filosofi pendidikan merupakan foundasi yang dibentuk untuk menjadi dasar dari pe
ndidikan itu sendiri. Pendidikan akan berjalan sesuai dengan dasar yang telah di
pilih. Filosofi pendidikan seharusnya berpusat kepada Sang Pencipta. Menurut alm
arhum mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Fuad Hassan bahwa filosofi pendid
ikan di Indonesia adalah yang terbaik di dunia. Mengapa bisa demikian? Karena fi
losofi pendidikan di Indonesia sudah berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa.
Filosofi pendidikan di Indonesia sudah memiliki dasar yang sangat tepat. Dengan
demikian ada filosofi pendidikan yang tidak berdasarkan kepada Tuhan.
Secara garis besar, filosofi pendidikan dapat dibedakan menjadi 2, yaitu filosof
i pendidikan yang berdasarkan kepada Tuhan (dipandang dari worldview kekristenan
) dan filosofi pendidikan sekuler. Filosofi pendidikan Kristen merupakan sumber
dari seluruh dimensi filsafat pendidikan yang hanya berpusat kepada Allah. Secar
a ideal, seharusnya tidak ada kompensasi terhadap pendidikan diluar daripada itu
, yaitu pendidikan sekuler.
Pendidikan sekuler dapat diungkapkan sebagai pendidikan tanpa Allah (Godless edu
cation). Jika filosofi pendidikan Kristen berbasiskan pada kebenaran Firman Tuha
n, maka pendidikan sekuler dibangun di atas paradigma ateistik maupun humanistik
. Perbedaan konsep yang mutlak berbeda. Pendidikan Kristen dan humanis berasal d
ari titik awal yang sangat bertolak belakang. Antara kekekalan dan kesia-siaan,
antara keselamatan dan kebinasaan, antara kebenaran dan kemunafikan.
Manusia pada umumnya tidak menyadari adanya limited yang dimiliki oleh sesosok p
ribadi yang mempunyai pemikiran-pemikiran brilian. Hal ini dapat dibuktikan deng
an bayaknya filosofi pendidikan yang didasarkan pada hasil pemikiran tokoh-tokoh
ternama dibidang filsafat. Saya akan membahas empat aliran filosofi pendidikan
yang pada umumnya banyak diaplikasikan pada dunia pendidikan, yaitu perenialism,
essentialism, progressivism, dan rekonstruktivsm.
Perenialism memiliki tujuan untuk menuntun kemampuan-kemampuan yang masih tidur
menjadi aktif atau nyata tergantung pada kesadaran tiap-tiap individu. Pereniali
sm cenderung menekankan pengetahuannya kepada seni dan sains dengan dimensi pere
nnial yang bersifat integral dengan sejarah manusia. Aliran ini menganggap bahwa
menggunakan kembali nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum yang telah menjadi pa
ndangan hidup yang kuat dan kukuh pada zaman kuno dan abad pertengahan merupakan
aspek yang sangat bernilai. Individu dibimbing untuk membaca materi pengetahuan
secara langsung dari buku-buku sumber yang asli sekaligus teks modern. Jadi, fo
kusnya adalah pada perkembangan personal. Perenialism menempatkan seorang guru u
ntuk bertugas hanya sebagai penology untuk membangkitkan potensi yang masih ters
embunyi dari anak agar menjadi lebih aktif dan nyata. Perenialsm memposisikan pa
ra pemikir besar seperti Plato, Aristoteles, dan Thomas Aquinas sebagai patokan
dari sebuah kebenaran dalam dunia pendidikannya.
Filosofi yang kedua adalah essentialism. Filosofi ini memiliki tujuan akhir meng
antarkan manusia ke dalam pikiran dan alam modern yang ditandai perkembangan ilm
u pengetahuan dan teknologi. Konsep ini bertumpu pada nilai- nilai yang telah te
ruji keteguhan-ketangguhannya dan kekuatannya sepanjang masa, yaitu teknologi. B
erpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama yang memberikan
kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai pola yang jelas. Konsentrasi
pembelajarannya menitik beratkan pada materi-materi dasar tradisional seperti: m
embaca, menulis, sastra, bahasa asing, matematika, sejarah, sains, seni dan musi
k. Menekankan data fakta dengan kurikulum yang tampak bercorak modernisasi. Nila
i itu tidak dapat ditandai dengan suatu konsep tunggal, karena minat, perhatian
dan pengalaman seseorang menentukan adanya kualitas dari pendidikan itu sendiri.
Essentialism mengambil dari pemikiran-pemikiran Georg Wilhelm Friedrich Hegel,
dan George Santayana sebagai tokoh panutan.
Progressivism memiliki tujuan untuk mempertinggi taraf kehidupan sosial yang san
gat kompleks. Pendidikan harus terpusat pada anak dan tidak memfokuskan pada gur
u atau materi yang akan diajarkan. Progressivism merupakan pendidikan yang berpu
sat pada siswa itu sendiri. Memberi penekanan lebih besar pada kreativitas, akti
vitas, belajar naturalistik, hasil belajar dunia nyata, serta tidak menghendaki
adanya mata pelajaran yang diberikan terpisah, melainkan harus terintegrasi dala
m unit yag sudah ditetapkan. Dasar pemikiran seperti ini sempat diterapkan di In
donesia melalui kurikulum KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi). Dengan kurikulum
yang seperti ini diharapkan anak dapat berkembang secara fisik maupun psikis dan
dapat menjangkau aspek kognitif, afektif, psikomotor dan bersifat eksperimental
. Para Pemikir Besar yang menjadi inspirasi dalam terciptanya progressivism adal
ah William James, John Dewey, dan Hans Vaihinger.
Aliran filosofi yang terakhir adalah rekonstruktivism. Filosofi ini berperan unt
uk mengadakan pembaharuan dan pembangunan masyarakat. Pengetahuan yang dibangunn
ya mengacu pada pembinaan daya inetelektual dan spiritual yang sehat agar keadaa
n masyarakat dapat diperbaiki, pendidikan dan siswa menjadi wahana penting untuk
rekonstruksi. Filosofi rekonstruktivism memiliki padangan bahwa manusia berawal
dari sosok yang sempurna yang semakin hari semakin rusak sehingga perlu diperba
iki dengan cara berusaha merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan h
idup kebudayaan yang bercorak modern. Kemajuan itu tergantung dari sains dan ind
ustri, agar orang mampu menyumbangkan jasanya dalam masyarakat kompetitif, keper
cayaan bahwa hidup yang memadai sama dengan menghasilkan dan mengkonsumsikan bar
ang dan jasa bagi masyarakat. Hal ini didukung oleh para pemikir besar seperti G
eorge F. Kneller, Caroline Pratt, George Count, dan Harold Rugg.
Keempat filosofi pendidikan di atas merupakan filosofi yang berpusat pada manusi
a dan bersifat sementara. Tetapi pendidikan Kristen memiliki tujuan yang riil se
rta tidak sebatas dalam kehidupan yang fana, namun bersifat kekal. Jerih payah p
ara pendidik Kristen akan menghasilkan buah-buah yang tidak dibatasi oleh ruang
dan waktu. Pendidikan Kristen tidak human centered namun God centered. Memposisi
kan Allah sebagai otoritas tertinggi dalam menjalankan proses mendidik. Bahkan s
eluruh kehidupan Tuhan Yesus sendiri merupakan pengajaran yang tidak ternilai sa
mpai saat terakhir-Nya, karena justru dalam sengsara dan kematian-Nya Ia mengaja
r kita tentang satu-satunya jalan keselamatan bagi manusia yang berdosa. Di atas
bukit Golgota, sebagai seorang guru agung, Ia membentangkan segala pengajaran-N
ya bukan hanya sebatas ilmu yang sia-sia dan sementara.

Kajian Kurikulum
Istilah “Kurikulum” memiliki berbagai tafsiran yang dirumuskan oleh pakar-pakar dala
m bidang pengembangan kurikulum sejak dulu sampai dewasa ini. Tafsiran-tafsiran
tersebut berbeda-beda satu dengan yang lainnya, sesuai dengan titik berat inti d
an pandangan dari pakar yang bersangkutan. Istilah kurikulum berasal dari bahas
latin, yakni “Curriculae”, artinya jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari. Pa
da waktu itu, pengertian kurikulum ialah jangka waktu pendidikan yang harus dite
mpuh oleh siswa yang bertujuan untuk memperoleh ijazah. Dengan menempuh suatu ku
rikulum, siswa dapat memperoleh ijazah. Dalam hal ini, ijazah pada hakikatnya me
rupakan suatu bukti , bahwa siswa telah menempuh kurikulum yang berupa rencana p
elajaran, sebagaimana halnya seorang pelari telah menempuh suatu jarak antara sa
tu tempat ketempat lainnya dan akhirnya mencapai finish. Dengan kata lain, suatu
kurikulum dianggap sebagai jembatan yang sangat penting untuk mencapai titik ak
hir dari suatu perjalanan dan ditandai oleh perolehan suatu ijazah tertentu.[1]
Di Indonesia istilah “kurikulum” boleh dikatakan baru menjadi populer sejak tahun li
ma puluhan, yang dipopulerkan oleh mereka yang memperoleh pendidikan di Amerika
Serikat. Kini istilah itu telah dikenal orang di luar pendidikan. Sebelumnya yan
g lazim digunakan adalah “rencana pelajaran” pada hakikatnya kurikulum sama sama art
inya dengan rencana pelajaran.[2]
Beberapa tafsiran lainnya dikemukakan sebagai berikut ini.
Kurikulum memuat isi dan materi pelajaran. Kurikulum ialah sejumlah mata ajaran
yang harus ditempuh dan dipelajari oleh siswa untuk memperoleh sejumlah pengetah
uan. Mata ajaran (subject matter) dipandang sebagai pengalaman orang tua atau or
ang-orang pandai masa lampau, yang telah disusun secara sistematis dan logis. Ma
ta ajaran tersebut mengisis materi pelajaran yang disampaikan kepada siswa, sehi
ngga memperoleh sejumlah ilmu pengetahuan yang berguna baginya.
Kurikulum sebagai rencana pembelajaran. Kurikulum adalah suatu program pendidika
n yang disediakan untuk membelajarkan siswa. Dengan program itu para siswa melak
ukan berbagai kegiatan belajar, sehingga terjadi perubahan dan perkembangan ting
kah laku siswa, sesuai dengan tujuan pendidikan dan pembelajaran. Dengan kata la
in, sekolah menyediakan lingkungan bagi siswa yang memberikan kesempatan belajar
. Itu sebabnya, suatu kurikulum harus disusun sedemikian rupa agar maksud terseb
ut dapat tercapai. Kurikulum tidak terbatas pada sejumlah mata pelajaran saja, m
elainkan meliputi segala sesuatu yang dapat mempengaruhi perkembangan siswa, sep
erti: bangunan sekolah, alat pelajaran, perlengkapan, perpustakaan, gambar-gamba
r, halaman sekolah, dan lain-lain; yang pada gilirannya menyediakan kemungkinan
belajar secara efektif. Semua kesempatan dan kegiatan yang akan dan perlu dilaku
kan oleh siswa direncanakan dalam suatu kurikulum.
Kurikulum sebagai pengelaman belajar. Perumusan/pengertian kurikulum lainnya yan
g agak berbeda dengan pengertian-pengertian sebelumnya lebih menekankan bahwa ku
rikulum merupakan serangkaian pengalaman belajar. Salah satu pendukung dari peng
alaman ini menyatakan sebagai berikut:
“Curriculum is interpreted to mean all of the organized courses, activities, and e
xperiences which pupils have under direction of the school, whether in the class
room or not (Romine, 1945,h. 14).”[3]
Pengertian itu menunjukan, bahwa kegiatan-kegiatan kurikulum tidak terbatas dala
m ruang kelas saja, melainkan mencakup juga kegiatan-kegiatan diluar kelas. Tida
k ada pemisahan yang tegas antara intra dan ekstra kurikulum. Semua kegiatan yan
g memberikan pengalaman belajar/pendidikan bagi siswa pada hakikatnya adalah kur
ikulum.
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelaj
aran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelaj
aran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. (Undang-Undang No.20 TH. 2003 Te
ntang Sistem Pendidikan Nasional).[4]
Kurikulum pendidikan tinggi adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai i
si maupun bahan kajian dan pelajaran serta cara penyampaian dan penilaiannya yan
g digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar di perguru
an tinggi. (Pasal 1 Butir 6 Kemendiknas No.232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan
Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa).[5]
Kurikulum adalah serangkaian mata ajar dan pengalaman belajar yang mempunyai tuj
uan tertentu, yang diajarkan dengan cara tertentu dan kemudian dilakukan evaluas
i. (Badan Standardisasi Nasional SIN 19-7057-2004 tentang Kurikulum Pelatihan Hi
perkes dan Keselamatan Kerja Bagi Dokter Perusahaan).[6]
Dari berbagai macam pengertian kurikulum diatas kita dapat menarik garis besar p
engertian kurikulum yaitu:
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan ba
han pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
1. 2. Landasan Pengembangan Kurikulum
Kurikulum merupakan inti dari bidang pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap s
eluruh kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya kurikulum dalam pendidikan dan
kehidupan manusia, maka penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara sembar
angan. Penyusunan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang didasa
rkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Penyusunan kurikul
um yang tidak didasarkan pada landasan yang kuat dapat berakibat fatal terhadap
kegagalan pendidikan itu sendiri. Dengan sendirinya, akan berkibat pula terhadap
kegagalan proses pengembangan manusia.
Kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatik
an tahap perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuh
an pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi serta kese
nian, sesuai dengan jenis dan jenjang masing-masing satuan pendidikan. (Bab IX,
Ps.37). Pengebangan kurikulum berlandaskan faktor-faktor sebagai berikut:
1. Tujuan filsafat dan pendidikan nasional yang dijadikan sebagai dasar unt
uk merumuskan tujuan institusional yang pada gilirannya menjadi landasan dalam m
erumuskan tujuan kurikulum suatu satuan pendidikan.
2. Sosial budaya dan agama yang berlaku dalam masyarakat kita.
3. Perkembangan peserta didik, yang menunjuk pada karekteristik perkembanga
n peserta didik.
4. Keadaan lingkungan, yang dalam arti luas meliputi lingkungan manusiawi (
interpersonal), lingkungan kebudayaan termasuk iptek (kultural), dan lingkungan
hidup (bioekologi), serta lingkungan alam (geoekologis).
5. Kebutuhan pembangunan, yang mencakup kebutuhan pembangunan di bidang eko
nomi, kesejahteraan rakyat, hukum, hankam, dan sebagainya.
6. Perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang sesuai dengan sistem n
ilai dan kemanusiawian serta budaya bangsa.
Keenam faktor tersebut saling kait-mengait antara satu dengan yang lainnya.
1. Filsafat dan tujuan pendidikan
Filsafat pendidikan mengandung nilai-nilai atau cita-cita masyarakat. Berdasarka
n cita-cita tersebut terdapat landasan, mau dibawa kemana pendidikan anak. Denga
n kata lain, filsafat pendidikan merupakan pandangan hidup masyarakat. Filsafat
pendidikan menjadi landasan untuk merancang tujuan pendidikan, prinsip-prinsip p
embelajaran, serta perangkat pengalaman belajar yang bersifat mendidik. Filsafat
pendidikan dipengeruhi oleh dua hal pokok, yakni (1). Cita-cita masyarakat, dan
(2). Kebutuhan peserta didik yang hidup di masyarakat.
Nilai-nilai filsafat pendidikan harus dilaksanakan dalam perilaku sehari-hari. H
al ini menunjukkan pentingnya filsafat pendidikan sebagai landasan dalam rangka
pengembangan kurikulum.
Filsafat pendidikan sebagai sumber tujuan. Filsafat pendidikan mengandung nilai-
nilai atau perbuatan seseorang atau masyarakat. Dalam filsafat pendidikan terkan
dung cita-cita tentang model manusia yang diharapakan sesuai dengan nilai-nilai
yang disetujui oleh individu dan masyarakat. Karena itu, filsafat pendidikan har
us dirumuskan berdasarkan kriteria yang bersifat umum dan obyektif. Hopkin dalam
bukunya Interaction The democratic Process, mengemukakan kriteria antara lain:
1) Kejelasan, filsafat/keyakinan harus jelas dan tidak boleh meragukan.
2) Konsisten dengan kenyataan, berdasarkan penyelidikan yang akurat.
3) Konsisten dengan pengalaman, yang sesuai dengan kehidupan individu.
1. Sosial budaya dan agama yang berlaku di masyarakat
Keadaan sosial budaya dan agama tidaklah terlepas dari kehidupan kita. Keadaan s
osial budayalah yang sangat berpengaruh pada diri manusia, khususnya sebagai pes
erta didik. Sikap atau tingkah laku seseorang sebagian besar dipengaruhi oleh in
teraksi sosial yang membuat sseeorang untuk bertingkah laku yang sesuai dengan k
ondisi lingkungan dan masyarakat sekitar. Agama yang membatasi tingkah laku kita
juga sangat besar pengaruhnya dalam membuat suatu kurikulum.
1. Perkembangan Peserta didik yang menunjuk pada karateristik perkembangann
ya
Setiap peserta didik pasti mempunyai karateristik yang berbeda. Dengan keadaan p
eserta didik yang memiliki perbedaan dalam hal kemampuan beradaptasi atau dalan
hal perkembangan, tentunya juga ikut ambil bagian dalam melandasi terwujudnya ku
rikulum yang sesuai dengan harapan. Kurikulum akan dibuat sedemikian rupa untuk
mengimbangi perkembangan peserta didiknya.
1. Kedaaan lingkungan
Dalam arti yang luas, lingkungan merupakan suatu sistem yang disebut ekosistem,
yang meliputi keseluruhan faktor lingkungan, yang tertuju pada peningkatan mutu
kehidupan di atas bumi ini. Faktor-faktor dalam ekosistem itu, meliputi:
1) Lingkungan manusiawi/interpersonal
2) Lingkungan sosial budaya/kultural
3) Lingkungan biologis, yang meliputi flora dan fauna
4) Lingkungan geografis, seperti bumi, air, dan sebagainya.
Masing-masing faktor lingkungan memiliki sumber daya yang dapat digunakan sebaga
i modal atau kekuatan yang mempengaruhi pembangunan. Lingkungan manusiawi merupa
kan sumber daya menusia (SDM), baik dalam jumlah maupun dalam mutunya. Lingkunga
n sosial budaya merupakan sumber daya alam (SDA). Jadi ada tiga sumber daya alam
(SDA). Jadi ada tiga sumber daya yang terkait erat dengan pembangunan yang berw
awasan lingkungan.
1. Kebutuhan Pembangunan
Tujuan pokok pembangunan adalah untuk menumbuhkan sikap dan tekad kemandirian ma
nusia dan masyarakat Indonesia dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya ma
nusia untuk mewujudkan kesejahteraan lahir batin yang lebih selaras, adil dan me
rata. Keberhasilan pembangunan ditandai oleh terciptanya suatu masyarakat yang m
aju, mandiri dan sejahtera.
Untuk mencapai tujuan pembangunan tersebut, maka dilaksanakan proses pembangunan
yang titik beratnya terletak pada pembangunan ekonomi yang seiring dan didukung
oleh pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas, serta upaya-upaya pemba
ngunan di sektor lainnya. Hal ini menunjuk pada kebutuhan pembangunan sesuai den
gan sektor-sektor yang perlu dibangun itu sendiri, yang bidang-bidang industri,
pertanian, tenaga kerja, perdagangan, transportasi, pertambangan, kehutanan, usa
ha nasional, pariwisata, pos dan telekomunikasi, koperasi, pembangunan daerah, k
elautan, kedirgantaraan, keuangan, transmigrasi, energi dan lingkungan hidup (GB
HN, 1993).
Gambaran tentang proses dan tujuan pembangunan tersebut di atas sekaligus mengga
mbarkan kebutuhan pembangunan secara kesuluruhan. Hal mana memberikan implikasi
tertentu terhadap pendidikan di perguruan tinggi. Dengan kata lain, penyelenggar
aan pendidikan di perguruan tinggi harus disesuaikandan diarahkan pada upaya –upay
a dan kebutuhan pembangunan, yang mencakup pembangunan ekonomi dan pengembangan
sumber daya manusia yang berkualitas. Penyelenggaraan pendidikan diarahkan untuk
menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan kei
lmuan dan keahlian, yang bersifat mendukung ketercapaian cita-cita nasional, yak
ni suatu masyarakat yang maju, mandiri, dan sejahtera.
1. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi
Pembangunan didukung oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi dalam ran
gka mempercepat terwujudnya ketangguhan dan keunggulan bangsa. Dukungan iptek te
rhadap pembangunan dimaksudkan untuk memacu pembangunan menuju terwujudnya masya
rakat mandiri, maju dan sejahtera. Untuk mencapai tujuan dan kemampuan-kemampuan
tersebut, maka ada tiga hal yang dijadikan sebagai dasar, yakni:
1) Pembangunan iptek harus berada dalam keseimbangan yang dinamis dan efektif de
ngan pembinaan sumber daya manusia, pengembangan sarana dan prasarana iptek, pel
aksanaan penelitian dan pengembangan serta rekayasa dan produksi barang dan jasa
.
2) Pembangunan iptek tertuju pada peningkatan kualitas, yakni untuk meningkatkan
kualitas kesejahteraan dan kehidupan bangsa.
3) Pembangunan iptek harus selaras (relevan) dengan nilai-nilai agama, nilai luh
ur budaya bangsa, kondisi sosial budaya, dan lingkungan hidup.
4) Pembangunan iptek harus berpijak pada upaya peningkatan produktivitas, efisie
nsi dan efektivitas penelitian dan pengembangan yang lebih tinggi.
5) Pembangunan iptek berdasarkan pada asas pemanfaatannya yang dapat memberikan
pemecahan masalah konkret dalam pembangunan.
Penguasaan, pemanfaatan, dan pengembangan ilmupengetahuan dan tekhnologi dilaksa
nakan oleh berbagai pihak, yakni:
1) Pemerintah, yang mengembangkan dan memanfaatkan iptek untuk menunjang pembang
unan dalam segala bidang.
2) Masyarakat, yang memanfaatkan iptek itu untuk pengembangan masyarakat dan men
gembangkannya secara swadaya.
3) Akademisis terutama di lingkungan perguruan tinggi, mengembangkan iptek untuk
disumbangkan kepada pembangunan.
4) Pengusaha, untuk kepentingan meningkatan produktivitas.
Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan empat landasan utama dalam pengemba
ngan kurikulum, yaitu: (1) filosofis ; (2) psikologis; (3) sosial-budaya; dan (4
) ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan diura
ikan secara ringkas keempat landasan tersebut.
1. Landasan Filosofis
Filsafat memegang peranan penting dalam pengembangan kuikulum. Sama halnya seper
ti dalam Filsafat Pendidikan, kita dikenalkan pada berbagai aliran filsafat, sep
erti : perenialisme, essensialisme, eksistesialisme, progresivisme, dan rekonstr
uktivisme. Dalam pengembangan kurikulum pun senantiasa berpijak pada aliran – alir
an filsafat tertentu, sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi ku
rikulum yang dikembangkan. Dengan merujuk kepada pemikiran Ella Yulaelawati (200
3), di bawah ini diuraikan tentang isi dari-dari masing-masing aliran filsafat,
kaitannya dengan pengembangan kurikulum.
1. Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan k
eindahan dari warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap le
bih penting dan kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menga
nut faham ini menekankan pada kebenaran absolut, kebenaran universal yang tidak
terikat pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.
2. Essensialisme menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian penge
tahuan dan keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota masyarakat
yang berguna. Matematika, sains dan mata pelajaran lainnya dianggap sebagai das
ar-dasar substansi kurikulum yang berharga untuk hidup di masyarakat. Sama halny
a dengan perenialisme, essesialisme juga lebih berorientasi pada masa lalu.
3. Eksistensialisme menekankan pada individu sebagai sumber pengetahuan ten
tang hidup dan makna. Untuk memahamu kehidupan seseorang mesti memahami dirinya
sendiri. Aliran ini mempertanyakan bagaimana saya hidup di dunia? Apa pengalaman
itu?
4. Progresivisme menekankan pada pentingnya melayani perbedaan individual,
berpusat pada peserta didik, variasi pengalaman belajar dan proses. Progresivism
e merupakan landasan bagi pengembangan belajar peserta didik aktif.
5. Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme.
Pada rekonstruksivisme, peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Disampin
g menekankan tentang perbedaan individual seperti pada progresivisme, rekonstukt
ivisme lebih jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan seje
nisnya. Aliran ini akan mempertanyakan untuk apa berfikir kritis , memecahkan ma
salah, dan melakukan sesuatu? Penganut aliran ini menekankan pada hasil belajar
dan proses.
Aliran filsafat Perenialisme, Essensialisme, eksistensialisme merupakan aliran f
ilsafat yang mendasari terhadap pengembangan Model Kurikulum Subjek-Akademis. Se
dangkan, filsafat progresivisme memberikan dasar bagi pengembangan Model Kurikul
um Pendidikan Pribadi. Sementara, filsafat rekonstruktivisme banyak diterapkan d
alam Pengembangan Model Kurikulum Interaksional.
Masing-masing aliran filsafat pasti memiliki kelemahan dan keunggulan tersendiri
. Oleh karena itu, dalam praktek pengembangan kurikulum, penerapan aliran filsaf
at cenderung dilakukan secara eklektif untuk lebih mengkompromikan dan mengakomo
dasikan berbagai kepentingan yang terkait dengan pendidikan. Meskipun demikian s
aat ini, pada beberapa negara dan khususnya di Indonesia, tampaknya mulai terjad
i pergeseran landasan dalam pengembangan kurikulum, yaitu dengan lebih menitikbe
ratkan pada filsafat rekonstruktivisme.
1. Landasan Psikologis
Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan bahwa minimal terdapat dua bidang p
sikologi yang mendasari pengembangan kurikulum yaitu (1) psikologi perkembangan
dan (2) psikologi belajar. Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajar
i tentang perilaku individu berkenaan dengan perkembangannya. Dalam psikologi pe
rkembangan dikaji tentang hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-a
spek perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang
berhubungan perkembangan individu, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum. Psikologi belajar merupakan i
lmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks belajar. Psikologi
belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai
aspek perilaku individu lainnya dalam belajar yang semuanya dapat dijadikan seb
agai bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan kurikulum.
Masih berkenaan dengan landasan psikologis, Ella Yulaelawati memaparkan teori-te
ori psikologis yang mendasari Kurikulum Berbasis Kompetensi. Dengan mengutip pem
ikiran Spencer, Ella Yulaelawati mengemukakan pengertian kompetensi bahwa kompet
ensi merupakan ”karakteristik mendasar dari seseorang yang merupakan hubungan kaus
al dengan referensi kriteria yang efektif dan atau penampilan yang terbaik dalam
pekerjaan pada suatu situasi”.
Selanjutnya, dikemukakan pula tentang 5 tipe kompetensi, yaitu:
1. Motif; sesuatu yang dimiliki seseorang untuk berfikir secara konsisten a
tau keinginan untuk melakukan suatu aksi.
2. Bawaan; yaitu karakteristik fisisk yang merespons secara konsisten berba
gai situasi atau informasi.
3. Konsep diri; yaitu tingkah laku, nilai atau image seseorang.
4. Pengetahuan; yaitu informasi khusus yang dimiliki seseorang;
5. Keterampilan; yaitu kemampuan melakukan tugas secara fisik maupun mental
.
Kelima kompetensi tersebut mempunyai implikasi praktis terhadap perencanaan sumb
er daya manusia atau pendidikan. Keterampilan dan pengetahuan cenderung lebih ta
mpak pada permukaan ciri-ciri seseorang, sedangkan konsep diri, bawaan dan motif
lebih tersembunyi dan lebih mendalam serta merupakan pusat kepribadian seseoran
g. Kompetensi permukaan (pengetahuan dan keterampilan) lebih mudah dikembangkan
Pelatihan merupakan hal tepat untuk menjamin kemampuan ini. Sebaliknya, kompeten
si bawaan dan motif jauh lebih sulit untuk dikenali dan dikembangkan.
1. Landasan Sosial-Budaya
Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan. Sebagai suatu ranc
angan, kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan. Kita maklumi bahwa
pendidikan merupakan usaha mempersiapkan peserta didik untuk terjun kelingkunga
n masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan semata, namun memberikan b
ekal pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencap
ai perkembangan lebih lanjut di masyarakat.
Peserta didik berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal maupun
informal dalam lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan masyarakat pu
la. Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya men
jadi landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan.
Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia – manusia yang menjadi t
erasing dari lingkungan masyarakatnya, tetapi justru melalui pendidikan diharapk
an dapat lebih mengerti dan mampu membangun kehidupan masyakatnya. Oleh karena i
tu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan, ko
ndisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan yang ada di masyakarakat.
Setiap lingkungan masyarakat masing-masing memiliki-sosial budaya tersendiri yan
g mengatur pola kehidupan dan pola hubungan antar anggota masyarkat. Salah satu
aspek penting dalam sistem sosial budaya adalah tatanan nilai-nilai yang mengatu
r cara berkehidupan dan berperilaku para warga masyarakat. Nilai-nilai tersebut
dapat bersumber dari agama, budaya, politik atau segi-segi kehidupan lainnya.
Sejalan dengan perkembangan masyarakat maka nilai-nilai yang ada dalam masyaraka
t juga turut berkembang sehingga menuntut setiap warga masyarakat untuk melakuka
n perubahan dan penyesuaian terhadap tuntutan perkembangan yang terjadi di sekit
ar masyarakat.
Israel Scheffer (Nana Syaodih Sukamdinata, 1997) mengemukakan bahwa melalui pend
idikan manusia mengenal peradaban masa lalu, turut serta dalam peradaban sekaran
g dan membuat peradaban masa yang akan datang. Dengan demikian, kurikulum yang d
ikembangkan sudah seharusnya mempertimbankan, merespons dan berlandaskan pada pe
rkembangan sosial-budaya dalam suatu masyarakat, baik dalam konteks lokal, nasio
nal maupun global.
1. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi
Pada awalnya, ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang dimiliki manusia masih relati
f sederhana, namun sejak abad pertengahan mengalami perkembangan yang pesat. Ber
bagai penemuan teori-teori baru terus berlangsung hingga saat ini dan dipastikan
kedepannya akan terus semakin berkembang.
Akal manusia telah mampu menjangkau hal-hal yang sebelumnya merupakan sesuatu ya
ng tidak mungkin. Pada jaman dahulu kala, mungkin orang akan menganggap mustahil
kalau manusia bisa menginjakkan kaki di Bulan, tetapi berkat kemajuan dalam bid
ang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi pada pertengahan abad ke-20, pesawat Apollo b
erhasil mendarat di Bulan dan Neil Amstrong merupakan orang pertama yang berhasi
l menginjakkan kaki di Bulan.
Kemajuan cepat dunia dalam bidang informasi dan teknologi dalam dua dasa warsa t
erakhir telah berpengaruh pada peradaban manusia melebihi jangkauan pemikiran ma
nusia sebelumnya. Pengaruh ini terlihat pada pergeseran tatanan sosial, ekonomi
dan politik yang memerlukan keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran dan
cara-cara kehidupan yang berlaku pada konteks global dan lokal.
Selain itu, dalam abad pengetahuan sekarang ini, diperlukan masyarakat yang berp
engetahuan melalui belajar sepanjang hayat dan standar mutu tinggi. Sifat penget
ahuan dan keterampilan yang harus dikuasai masyarakat sangat beragam dan canggih
, sehingga diperlukan kurikulum yang disertai dengan kemampuan meta-kognisi dan
kompetensi untuk berfikir dan belajar bagaimana belajar (learning to learn) dala
m mengakses, memilih dan menilai pengetahuan, serta menngatasi situasi yang ambi
gu dan antisipatif terhadap ketidakpastian.
Perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi, terutama dalam bidang
transportasi dan komunikasi telah mampu merubah tatanan kehidupan manusia. Oleh
karena itu, kurikulum seyogyanya dapat mengakomodir dan mengantisipasi laju per
kembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi untuk kemaslahatan dan kelangsungan hi
dup manusia.
KESIMPULAN
Dari pembahasan pada makalah diatas kita telah mengetahui tentang apa yang dimak
sud dengan kurikulum dan apa saja yaang meiandasi terbentuknya kurikulum. Kita d
apat menyimpulkan hal – hal sebagai berikut:
1. Pengertian Kurikulum
Dari berbagai macam pengertian kurikulum yang telah dipaparkan dala pembahasan d
iatas kita dapat menarik garis besar pengertian kurikulum yaitu:
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan ba
han pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
2. Landasan Kurikulum
Dari pembahasan makalah ini kami mengambil garis besar dari beberapa landasan ku
rikulum, yaitu meliputi:
1) Landasan Filosofis
2) Landasan Psikologis
3) Landasan Sosial-budaya dan,
4) Landasan Ilmu pengetahuan dan teknologi
5) Landasan Kebutuhan Pembangunan
________________________________________
[1] Dr. Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta : Bumi Aksara , 2007.
hlm 16.
[2] Dr. S. Nasution, M.A, Asas-Asas Kurikulum, Jakarta : Bumi Aksara, 2006. hlm
2.
[3] Dr. Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta : Bumi Aksara , 2007.
hlm 18.
[4] www.ktsp.diknas.go.id/download/ktsp_smk/01.ppt
[5] www.kopertis4.or.id
[6] www.bsn.or.id/SNI

You might also like