You are on page 1of 23

BAB IV

KARAKTERISTIK PESERTA DIDIK

Karakteristik adalah cirri-ciri perseorangan yang bersumber dari latar belakang pengalaman
yang dimiliki peserta didik termasuk aspek lain yang ada pada diri mereka seperti kemampuan
umum, cirri fisik serta emosional yang berpengharuh terhadap keefektifan pembelajaran.

A. Perbedaan individu
a. Iteligensi
Inteligensi berasal dari bahasa latin yaitu “ inteligensia “. Sedangkan kata “
inteligensia “ itu sendiri berasal dari kata inter dan lego, inter yang berarti diantara,
sedangkan lego berarti memilih. Sehingga inteligensi pada mulanya mempunyai
pengertian kemampuan untuk memilih suatu penalaran terhadap fakta atau kebenaran.

1. Super dan Cites mengemukakan” Intelegence has frequently been difined as the ability to
adjust to the environment or to learning from experience” (Super & Cites, 1962: 83)
Intelegnsi sebagai kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan atau belajar dati
pengalaman. Dimana manusia hidup dan berinteraksi didalam lingkungannya yang
kompleks untuk itu ia memerlukan kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungan.
2. Garrett (1946: 372) mengemukakan “ Intelegence includes at least the abilities
demanded in the solution of problems which requer the comprehension and use of
symbols” (intelegensi itu setidak-tidaknya mencakup kemampuan kemampuan yang
diperlukan untuk pemecahan masalah-masalah yang memerlukan pengertian serta
mengunakan symbol-simbol. Karena manusia hidup senantiasa menghadapi
permasalahan, setiap permasalahan harus dipecahkan agar manusia manusia memperoleh
keseimbangan (homeostasis) dalam hidup.
3. Bischor, 1954 mengemukakan “ Intelegence is the ability to solve problems of all kinds”
Intelegensi ialah kemampuan untuk memecahkan segala jenis masalah. Defenisi
intelegensi yang dikemukakan bischor ini memuat perbedaan dengan defenisi menurut
gareet yaitu intelegensi dalam asti khusus sementara bischor dalam artian yang lebih
luwes namun bersifat operasional dan fungsional bagi kehidupan manusia.
4. Haidentich 1970 mengemukakan” intelegence refers to ability to learn and to utilize
what has been learned in adjusting to unfamiliar situation, or in the solving of problems”
Intelegensi menyangkut  kemampuan untuk belajar dan menggunakan apa yang telah
dipelajari dalam usaha penyesuaian terhadap situasi-situasi yang kurang dikenal atau
dalam pemecahan  masalah-masalah. Dimana manusia yang belajar sering menghadapi
situasi-situasi baru serta permasalahan hal ini memerlukan kemampuan individu untuk
belajar menyesuaikan diri serta memecahkan setiap permasalahan yang dihadapi.
5. Alfred binet dan Theodore simon (1857-1911) mengemukakan bahwa inteligensi sebagai
kemampuan untuk mengarahkan pikiran atau mengarahkan tindakan, kemampuan untuk
mengubah arah tindakan bila tindakan tersebut telah dilaksana dan kemampuan untuk
mengkritik diri sendiri.

Dari berbagai defenisi tentang inteligensi dapat diambil suatu pemahaman, bahwa inteligensi
adalah kemampuan menunjukan pikiran dengan jernih, pengetahuan mengenai masalah yang
dihadapi, kemampuan mengambil keputusan dengan tepat, kemampuan menyelesaikan
masalah secara optimal.

Teori-teori inteligensi dikelompokan menjadi :

a. Teori factor tunggal yang artinya inteligensi bersifat monogenetic yaitu berkembang dari
satu factor umum (general) . (Alfred binet).
b. Teori factor ganda yaitu inteligensi terdiri atas bebrbagai kemampuan spesifik yang
ditampakkan
c. Teori dua factor yaitu inteligensi mengandung dua komponen kualitatif yang penting,
yaitu eduksi relasi dan eduksi korelasi.

Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi inteligensi sehingga mengakibatkan adanya


perbedaan inteligensi seseorang dengan yang lainnya yaitu :

1. Pembawaan : pembawaan ditentukan oleh sifat dan ciri-ciri yang dinbawa sejak
lahir. Batas kesanggupan kita yakni dapat dan tidaknya memecahkan suatu soal
atau masalah, pertama-tama ditentukan oleh pembawaan kita. Orang itu ada yang
pintar dan ada pula yang bodoh, meskipun sama-sama menerima latihan dan
pelajaran yang sama, tetapi perbedaan-perbedaan itu masih tetap ada.
2. Kematangan : Setiap organ di dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan
perkembangan, setiap organ ( fisik maupun psikis ) dapat dikatakan telah matang
jika ia telah mencapai kesanggupan untuk menjalankan fungsinya masingmasing.
3. Pembentukan : yaitu segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi
perkembangan inteligensi.
4. Minat dan pembawaan yang khas, minat mengarahkan perbuatan kepada suatu
tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu.

Tinggi rendahnya tingkat inteligensi dinyatakan dengan memperterjemahkan hasil tes inteligensi
kedalam angka. Angka normative tes inteligensi dinamai dengan inteligensi quotient(IQ).

KLASIFIKASI IQ

Klasifikasi Skala Weschler

IQ Klasifikasi
>128 Sangat superior
120-127 Superior
111-119 Rata-rata tinggi
91-110 Rata-rata normal
80-90 Rata-rata rendah
66-79 Batas lemah
<65 Lemah mental

Klasifikasi Skala Stanford-Binet

IQ Klasifikasi
140-169 Sangat superior
120-139 Superior
110-119 Rata-rata tinggi
90-109 Rata-rata normal
80-89 Rata-rata rendah
70-79 Batas lemah
<69 Lemah mental

Beberapa cirri yang dimiliki oleh individu yang sangat tinggi atau superior berdasarkan
penelitian wolf & steven 1982 yaitu :
1. Cepat belajar
2. Berminat membaca biografi
3. Punya kecendrungan ilmiah
4. Telah dapat membaca sebelum masuk sekolah
5. Suka belajar
6. Punya penalaran abstrak yang baik
7. Mampu berbicara dengan baik
8. Tulisan tangannya jelek
9. Tungal
10. Sulung
11. Lahir dari pasangan suami istri yang agak tua
12. Penyesuaiannya baik
13. Sehat jasmani
14. Punya skor tinggi dalam berbagai prestasi
15. Imajinasi baik
16. Tingkat energi tinggi

Karakteristik Gifted
Anak handicapped yang berbakat merupakan manifestasi dari berbagai karakteristik;
beberapa.karakteristik positif, dan beberapa karakteristik negatif. Lebih lanjut, pada beberapa
kasus, kualitas positif dapat diinterpretasikan secara negatif oleh orang dewasa yang bekerja
dengan anak tersebut (Friedrichs, 1990 dalam Yewchuk & Lupart, 1993).

Karakteristik individu yang digolongkan gifted secara akademis adalah :


1. Kemampuan untuk belajar tinggi
2. Kekuatan dan kepekaan pikiran
3. Keingin tahuan dorongan
Karakteristik dari retardasi mental berdasarkan range umur. 21
- Sangat berat <20-25 1–2% Fungsi sangat terganggu Masih mungkin dalam
berbicara&perkembangan motorik Penyendiri/tersembunyi
- Berat 20– 25 sampai 35–40 3–4% sedikit atau tidak dapat berbicara komunikatif Dapat
mempelajari untuk berbicara, kemampuan perawatan diri dasar Dapat mengerjakan tugas
sederhana sendiri/tersembunyi
- Sedang 35– 40 sampai 50–55 (dapat dilatih) 10% Dapat berkomunikasi atau berbicara
Dapat belajar sampai dengankemampuan kelas dua, dapat berjalan-jalan mandiri di
tempay yang dikenali, dapat memberikan hasil positif jika dilatih Dapat mengerkan tugas
umum dibawah pengawasan
- Ringan 50–55 sampai 70 (dapat dididik) 85% Sering tidak dapat dibedakan dari normal,
penurunan fungsi motorik minimal Akhir masa remja dapat mencapai kelas enam Dapat
hidup di komunitas dengan support
- Borderline 68-83kekurangan individu pada golongan ini pada umumnya tampak pada
proses belajar lisan dan tidak pada performansi moorik.

B. Perbedaan gaya belajar

Cara belajar yang berbeda-beda itu disebut gaya belajar. Gaya belajar adalah cara yang
cenderung dipilih seseorang untuk menerima informasi dari lingkungan dan memproses
informasi tersebut (http://www.ut.ac.id,  6 Mei 2009). Gaya belajar setiap orang dipengaruhi
oleh faktor alamiah (pembawaan) dan faktor lingkungan. Jadi ada hal-hal tertentu yang tidak
dapat diubah dalam diri seseorang bahkan dengan latihan sekalipun. Tetapi ada juga hal-hal yang
dapat dilatihkan dan disesuaikan dengan lingkungan yang terkadang justru tidak dapat diubah.

Dalam Rose, C. dan Nicholl, M.J. (2002: 130) disebutkan bahwa sebuah penelitian
ekstensif, khususnya di Amerika Serikat, yang dilakukan oleh Profesor Ken dan Rita Dunn dari
Universitas St. John di Jamaica, New York dan para pakar Pemrograman Neuro-Linguistik telah
mengidentifikasi tiga gaya belajar dan komunikasi yang berbeda, yaitu :

1)      Visual. Belajar melalui melihat sesuatu.

2)      Auditori. Belajar melalui mendengar sesuatu.

3)      Kinestetik. Belajar melalui aktivitas fisik dan keterlibatan langsung.

Ciri-ciri gaya belajar auditori :

 Saat bekerja suka bicaa kepada diri sendiri


 Penampilan rapi
 Mudah terganggu oleh keributan
 Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan dari pada yang
dilihat
 Senang membaca dengan keras dan mendengarkan
 Menggerakkan bibir mereka dan mengucapkan tulisan di buku ketika membaca
 Biasanya ia pembicara yang fasih
 Lebih pandai mengeja dengan keras daripada menuliskannya
 Lebih suka gurauan lisan daripada membaca komik
 Mempunyai masalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan Visual
 Berbicara dalam irama yang terpola
 Dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, berirama dan warna suara

Strategi untuk mempermudah proses belajar anak auditori :


 Ajak anak untuk ikut berpartisipasi dalam diskusi baik di dalam kelas maupun di dalam
keluarga.
 Dorong anak untuk membaca materi pelajaran dengan keras.
 Gunakan musik untuk mengajarkan anak.
 Diskusikan ide dengan anak secara verbal.
 Biarkan anak merekam materi pelajarannya ke dalam kaset dan dorong dia untuk
mendengarkannya sebelum tidur.
 Kinestetik (belajar dengan cara bergerak, bekerja dan menyentuh)

Anak yang mempunyai gaya belajar kinestetik belajar melalui bergerak, menyentuh, dan
melakukan. Anak seperti ini sulit untuk duduk diam berjam-jam karena keinginan mereka untuk
beraktifitas dan eksplorasi sangatlah kuat. Siswa yang bergaya belajar ini belajarnya melalui
gerak dan sentuhan.

Ciri-ciri gaya belajar kinestetik :

 Berbicara perlahan
 Penampilan rapi
 Tidak terlalu mudah terganggu dengan situasi keributan
 Belajar melalui memanipulasi dan praktek
 Menghafal dengan cara berjalan dan melihat
 Menggunakan jari sebagai petunjuk ketika membaca
 Merasa kesulitan untuk menulis tetapi hebat dalam bercerita
 Menyukai buku-buku dan mereka mencerminkan aksi dengan gerakan tubuh saat
membaca
 Menyukai permainan yang menyibukkan
 Tidak dapat mengingat geografi, kecuali jika mereka memang pernah berada di tempat
itu
 Menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka Menggunakan kata-kata yang
mengandung aksi
Strategi untuk mempermudah proses belajar anak kinestetik:

 Jangan paksakan anak untuk belajar sampai berjam-jam.


 Ajak anak untuk belajar sambil mengeksplorasi lingkungannya (contohnya: ajak dia baca
sambil bersepeda, gunakan obyek sesungguhnya untuk belajar konsep baru).
 Izinkan anak untuk mengunyah permen karet pada saat belajar.
 Gunakan warna terang untuk menghilite hal-hal penting dalam bacaan.
 Izinkan anak untuk belajar sambil mendengarkan musik.

KUIS GAYA BELAJAR

 Untuk mengetahui gaya belejar seseorang (visual,auditori dan kinestetik) dapat


menggunakan: Kuis gaya belajar

Tanggapi pernyataan dibawa ini dengan menjawab YA atau TIDAK. Lakukan dengan
cepat tanpa menganalisa.
1. Saya lebih suka mendengarkan informasi di kaset daripada membaca buku
2. Jika mengerjakan sesuatu saya membaca instruksinya dulu
3. Saya lebih suka membaca daripada mendengarkan kuliah/penjelasan
4. Saat seorang diri saya biasanya memainkan music/lagu atau bernyanyi
5. Saya lebih suka berolah raga daripada membaca buku
6. Saya selalu dapat menunjukkan arah utara atau selatan dimanapun saya berada
7. Saya suka menulis surat, jurnal atau buku harian
8. Saat berbicara, saya suka mengatakan, “saya mendengar anda, itu terdengar
bagus”
9. Ruangan, rumah, mobil, meja saya biasanya berantakan
10. Saya suka merancang, mengerjakan dan membuat sesuatu dengan tangan
saya.
11. Saya tahu hampir semua kata dari lagu yang saya dengar
12. Ketika mendengar orang lain berbicara biasanya saya membuat gambar dari apa
yang mereka katakana dalam pikiran saya
13. Saya suka olah raga dan rasanya saya olahragawan yang baik
14. Mudah sekali bagi saya berbicara dalam waktu yang lama dengan kawan di
telepon
15. Tanpa music hidup terasa membosankan
16. Saya sangat senang berkumpul dengan teman dan biasanya saya dengan mudah
berbicara pada siapa saja
17. Melihat obyek dalam bentuk gambar saya dapat dengan mudah mengenali
walaupun posisi obyek diputar/diubah
18. Saya biasa mengatakan, saya rasa, saya perlu menemukan pijakan atas hal itu,
atau saya ingin menangani hal itu”.
19. Saya mengingat suatu pengalaman, saya sering kali melihat pengalaman itu dalam

bentuk gambar dalam pikiran saya


20. Saat mengingat suatu pengalaman saya seringkali mendengar suara dan berbicara
pada siri saya mengenai pengalaman itu.
21. Saat mengingat suatu pengalaman, saya seringkali ingat bagaimana perasaan saya
terhadap pengalaman itu.
22. Saya lebih suka musik daripada seni lukis.
23. Saya sering mencoret-coret kertas saat saya berbicara ditelepon atau saat
mendengar penjelasan guru
24. Saya lebih suka membuat contoh peragaan daripada membuat laporan tertulis atas

suatu kejadian
25. Saya lebih suka membacakan suatu cerita daripada mendengar
26. Saya biasa berbicara dengan perlahan
27. Saya lebih suka berbicara dari pada menulis
28. Tulisan tangan saya biasanya tidak rapi
29. Saya biasanya menggunakan jari saya untuk menunjuk kalimat yang saya
baca
30. Saya dapat dengan cepat melakukan penjumlahan dan perkalian dalam pikiran
saya
31. Saya suka mengeja dan saya pintar mengeja kata-kata
32. Saya akan merasa terganggu jika ada orang yang berbicara saat saya menonton
televise
33. Saya suka mencatat perintah atau instruksi yang diberikan pada saya.
34. Saya dapat mengingat dengan mudah apa yang orang katakana
35. Saya paling mudah belajar sambil mempraktekkan melakukan
36. Sangat sulit bagi saya untuk duduk diam dalam waktu yang lama.

Kesimpulan:
Anda adalah tipe Visual Jika yang dijawab ya adalah nomor:

2.3.6.7.12.17.19.23.25.30.31.33
Anda adalah tipe
Auditori Jika yang dijawab ya adalah nomor:
1.4.8.11.14.15.16.20.22.27.32.34.
Anda adalah tipe kenestatik Jika yang dijawab ya adalah nomor:
5.9.10.13.18.21.24.26.28.29.35.36
C. Perbedaan gaya berpikir
Gaya belajar dan berpikir bukanlah kemampuan, tetapi cara yang dipilih seseorang
untuk menggunakan kemampuannya. Tak satupun dari kita yang hanya punya satu gaya
belajar dan berpikir; kita punya banyak gaya. Individu itu sangat bervariasi sehingga ada
ratusan gaya belajar dan berpikir yang dikemukakan oleh para pendidik dan psikolog.
Ada dua dikotomi gaya yang paling banyak didiskusikan dalam wacana tentang
pembelajaran, diantaranya yaitu gaya impulsif/reflektif dan mendalam/dangkal.
Gaya Impulsif/Reflektif.
Gaya Impulsif/Reflektif juga disebut sebagai tempo konseptual, yakni murid cenderung
bertindak cepat dan impulsif atau menggunakan lebih banyak waktu untuk merespon
dan merenungkan akurasi dari suatu jawaban (Kagan, 1965). Riset terhadap
impulsifitas/refleksi telah mempengaruhi pendidikan (Jonassssen & Grabowski, 1993).
Dibandingkan murid yang impulsif, murid yang reflektif lebih mungkin melakukan tugas
dibawah ini:
- Mengingat informasi yang terstruktur.
- Membaca dengan memahami dan menginterpretasi teks.
- Memecahkan problem dan membuat keputusan Dibandingkan murid yang impulsif,
murid yang reflektif juga lebih mungkin untuk menentukan sendiri tujuan belajar dan
berkonsentrasi pada informasi yang relevan.
Murid reflektif biasanya standar kinerjanya tinggi. Dalam mengkaji gaya impulsif dan
reflektif, perlu diingat bahwa walaupun kebanyakan murid belajar dengan lebih baik saat
mereka menggunakan gaya reflektif, ada beberapa anak yang memang bisa cepat belajar
secara tepat dan bisa membuat keputusan sendiri. Bereaksi cepat adalah strategi buruk
hanya jika seseorang berhadapan dengan jawaban yang salah. Juga, beberapa anak relektif
mungkin terlalu sibuk berkutat dengan satu problem dan kesulitan untuk memecahkannya.
Guru bisa mendorong murid ini untuk mempertahankan gaya reflektifnya tapi tetap bisa
mencapai solusi.

Gaya Mendalam/Dangkal
Maksudnya adalah sejauh mana murid mempelajarimateri belajar dengan satu cara yang
membantu mereka untuk memahami makan materi tersebut (gaya mendalam) atau sekadar
mencari apa-apa yang perlu untuk dipelajari (gaya dangkal) (Marton, Hounsell, & Entwistle,
1984). Murid yang belajar dengan menggunakan daya dangkal tidak bisa mengaitkan apa-
apa yang mereka pelajari dengan kerangka konseptual yang lebih luas. Mereka cenderung
belajar secara pasif, seringkalai hanya mengingat informasi. Pelajar Mendalam(deep
learner) lebih mungkin untuk secara aktif memahami apa-apa yang mereka pelajari dan
memberi makna pada apa yang perlu untuk diingat. Jadi, pelajar mendalam menggunakan
pendekatan konstruktivis dalam aktivitas belajarnya. Selain itu, pelajar mendalam lebih
mungkin memotivasi diri sendiri untuk belajar, sedangkan pelajar dangkal |(surface learner)
lebih mungkin akan termotivasi belajar jika ada penghargaan dari luar, seperti pujian dan
tanggapan positif dari guru (Snow, Corno, & Jackson, 1996).
D. Berkebutuhan khusus

Anak berkebutuhan khusus (Heward) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda
dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau
fisik. Yang termasuk kedalam ABK antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa,
tunalaras, kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan.
istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat. Karena
karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan
khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka, contohnya bagi tunanetra
mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan Braille dan tunarungu
berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat. Anak berkebutuan khusus biasanya bersekolah di
Sekolah Luar Biasa (SLB) sesuai dengan kekhususannya masing-masing. SLB bagian A untuk
tunanetra, SLB bagian B untuk tunarungu, SLB bagian C untuk tunagrahita, SLB bagian D untuk
tunadaksa, SLB bagian E untuk tunalaras dan SLB bagian G untuk cacat ganda.

tunanetra

Tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan. tunanetra dapat
diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu: buta total (Blind) dan low vision. Definisi
Tunanetra menurut Kaufman & Hallahan adalah individu yang memiliki lemah penglihatan atau
akurasi penglihatan kurang dari 6/60 setelah dikoreksi atau tidak lagi memiliki penglihatan.
Karena tunanetra memiliki keterbataan dalam indra penglihatan maka proses pembelajaran
menekankan pada alat indra yang lain yaitu indra peraba dan indra pendengaran. Oleh karena itu
prinsip yang harus diperhatikan dalam memberikan pengajaran kepada individu tunanetra adalah
media yang digunakan harus bersifat taktual dan bersuara, contohnya adalah penggunaan tulisan
braille, gambar timbul, benda model dan benda nyata. sedangkan media yang bersuara adalah
tape recorder dan peranti lunak JAWS. Untuk membantu tunanetra beraktivitas di sekolah luar
biasa mereka belajar mengenai Orientasi dan Mobilitas. Orientasi dan Mobilitas diantaranya
mempelajari bagaimana tunanetra mengetahui tempat dan arah serta bagaimana menggunakan
tongkat putih (tongkat khusus tunanetra yang terbuat dari alumunium)
Tunarungu

Tunarungu adalah individu yang memiliki hambatan dalam pendengaran baik permanen maupun
tidak permanen. Klasifikasi tunarungu berdasarkan tingkat gangguan pendengaran adalah:

1. Gangguan pendengaran sangat ringan(27-40dB),


2. Gangguan pendengaran ringan(41-55dB),
3. Gangguan pendengaran sedang(56-70dB),
4. Gangguan pendengaran berat(71-90dB),
5. Gangguan pendengaran ekstrim/tuli(di atas 91dB).

Karena memiliki hambatan dalam pendengaran individu tunarungu memiliki hambatan dalam
berbicara sehingga mereka biasa disebut tunawicara. Cara berkomunikasi dengan individu
menggunakan bahasa isyarat, untuk abjad jari telah dipatenkan secara internasional sedangkan
untuk isyarat bahasa berbeda-beda di setiap negara. saat ini dibeberapa sekolah sedang
dikembangkan komunikasi total yaitu cara berkomunikasi dengan melibatkan bahasa verbal,
bahasa isyarat dan bahasa tubuh. Individu tunarungu cenderung kesulitan dalam memahami
konsep dari sesuatu yang abstrak.

Tunagrahita

Tunagrahita adalah individu yang memiliki intelegensi yang signifikan berada dibawah rata-rata
dan disertai dengan ketidakmampuan dalam adaptasi prilaku yang muncul dalam masa
perkembangan. klasifikasi tunagrahita berdasarkan pada tingkatan IQ.

1. Tunagrahita ringan (IQ : 51-70),


2. Tunagrahita sedang (IQ : 36-51),
3. Tunagrahita berat (IQ : 20-35),
4. Tunagrahita sangat berat (IQ dibawah 20).

Pembelajaran bagi individu tunagrahita lebih di titik beratkan pada kemampuan bina diri dan
sosialisasi.
Tunadaksa

Tunadaksa adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan neuro-
muskular dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan, termasuk
celebral palsy, amputasi, polio, dan lumpuh. Tingkat gangguan pada tunadaksa adalah ringan
yaitu memiliki keterbatasan dalam melakukan aktivitas fisik tetap masih dapat ditingkatkan
melalui terapi, sedang yaitu memilki keterbatasan motorik dan mengalami gangguan koordinasi
sensorik, berat yaitu memiliki keterbatasan total dalam gerakan fisik dan tidak mampu
mengontrol gerakan fisik.

Tunalaras

Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol
sosial. individu tunalaras biasanya menunjukan prilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan
norma dan aturan yang berlaku disekitarnya. Tunalaras dapat disebabkan karena faktor internal
dan faktor eksternal yaitu pengaruh dari lingkungan sekitar.

Kesulitan belajar

Adalah individu yang memiliki gangguan pada satu atau lebih kemampuan dasar psikologis yang
mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa, berbicara dan menulis yang dapat
mempengaruhi kemampuan berfikir, membaca, berhitung, berbicara yang disebabkan karena
gangguan persepsi, brain injury, disfungsi minimal otak, dislexia, dan afasia perkembangan.
individu kesulitan belajar memiliki IQ rata-rata atau diatas rata-rata, mengalami gangguan
motorik persepsi-motorik, gangguan koordinasi gerak, gangguan orientasi arah dan ruang dan
keterlambatan perkembangan konsep.
BAB V

PENDEKATAN BELAJAR

A. Hakikat belajar dan pembelajaran

Tiga konsep utama yang paling mendasar adalah

1. Belajar adalah proses menciptakan hubungan sesuatu yang sudah ada dengan sesuatu
yang baru.
2. Mengajar adalah usaha yang dilakukan untuk membantu peserta didik memperoleh
pengetahuan, sikap, keterampilan, kebiasaan yang baru dan ketulusan untuk memberikan
sesuatu yang bermanfaat bagi diri dan lingungkungan
3. Pembelajaran adalah usaha guru untuk membelajarkan siswa mencapai tujuan.
B. Pendekatan Belajar
1. Pendekatan Behavior, adalah menekankan hasil belajar pada perilaku yang dapat
diobservasi dan diukur.

menurut Thorndike, disimpulkan bahwa belajar adalah pembentukan hubungan atau koneksi
antara stimulus dan respond an penyelesaian masalah yang dapat dilakukan denngan cara triaow
and error. Factor penting yang mempengaruhi belajar adalah reword atau pernyataan kepuasan
dari suatu kejadian. Beberapa hokum belajar yang dikemukakan thorndike yaitu;

1. Low of readiness, yaitu hokum kesiapan


2. Low of Exercises
3. Low of effect

Teori Belajar Menurut Watson

Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon, namun
stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable) dan dapat diukur. Jadi
walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses
belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan
karena tidak dapat diamati. Watson adalah seorang behavioris murni, karena kajiannya tentang
belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang sangat berorientasi
pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur.

Teori Belajar Menurut Skinner

Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep para tokoh
sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun lebih
komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui
interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah
sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima
seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling
berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan memengaruhi respon yang dihasilkan. Respon
yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang
nantinya memengaruhi munculnya perilaku (Slavin, 2000). Oleh karena itu dalam memahami
tingkah laku seseorang secara benar harus memahami hubungan antara stimulus yang satu
dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi
yang mungkin timbul akibat respon tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa dengan
menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya
akan menambah rumitnya masalah. Sebab setiap alat yang digunakan perlu penjelasan lagi,
demikian seterusnya.

C. Pendekatan kognitif

Pengertian kognitif menurut Menurut Drever (Kuper & Kuper, 2000)


Menurut Drever (Kuper & Kuper, 2000) disebutkan bahwa ” kognisi adalah istilah umumyang
mencakup segenap model pemahaman, yakni persepsi, imajinasi, penangkapan makna, penialain,
dan penalaran”.

Pengertian kognitif menurut Piaget (Hetherington & Parke, 1975)


Sedangkan menurut Piaget (Hetherington & Parke, 1975) menyebutkan bahwa ” kognitif adalah
bagaimana anak beradaptasi dan menginterpretasikan objek dan kejadian-kejadian di sekitarnya”.
Pieget memandang bahwa anak memainkan peran aktif di dalam menyusun pengetahuannya
mengenai realitas, anak tidak pasif menerima informasi. Selanjutnya walaupun proses berpikir
dan konsepsi anak mengenai realitas telah dimodifikasi oleh pengalamannya dengan dunia
sekitar dia, namun anak juga aktif menginterpretasikan informasi yang ia peroleh dari
pengalaman, serta dalam mengadaptasikannya pada pengetahuan dan konsepsi.

D. Teori tentang otak dalam belajar

Perkembangan otak dimulai sangat pesat sejak anak dalam kandungan ibunya. Anak yang
baru lahir telah mempunyai miliaran jumlah sel saraf otak yang dikenal dengan sel neuron.
Kemudian setelah lahir sampai usia 3 tahun, perkembangan otak berlangsung mengagumkan,
sehingga dikenal dengan periode emas perkembangan otak.
Otak bagaikan sebuah papan panel tempat masukan (input) yang berupa informasi diolah
sedemikian rupa, dipahami kemudian dikembalikan lagi berupa output yang cerdas. Semua
proses itu dinisbahkan pada komponen terkecil otak yang disebut sel-sel saraf (sel neuron) yang
bersama sel penunjang dan sel glia (pemberi makan) menyokong fungsi dan kerja otak manusia.
Sel Neuron terdiri dari akson dan dendrit. Hubungan antar sel dihubungkan oleh suatu gap kecil
yang disebut sinaps.
Jumlah dan ukuran sel saraf otak terus berkembang hingga masuk usia dewasa. Ukuran otak
ini juga membesar karena adanya proses myelinasi, yaitu proses pembungkusan sel-sel otak oleh
lapisan myelin. Proses ini bisa meningkatkan kecepatan informasi yang melewati sistem saraf.
Perkembangan lain adalah dalam level sel, yaitu perkembangan yang dramatis dalam
koneksi/sambungan antar neuron melalui sinaps. Anak balita mempunyai koneksi antar neuron
yang lebih banyak. Koneksi antar neuron yang sering digunakan (karena pengalaman indra) akan
bertahan dan menjadi koneksi yang kuat. Sedangkan koneksi yang tidak digunakan akan
terpangkas dengan sendirinya.

Otak adalah bagian dari susunan saraf pusat (SSP) yang tersimpan dalam rangka tengkorak.
Hubungan otak dengan bagian-bagian saraf lain di tubuh membentuk jalinan saraf yang
mengatur seluruh kegiatan organ-organ tubuh. Otak sebagai saraf pusat terdiri dari otak depan
(proenchepalon), otak tengah (mesencephalon) dan otak belakang (rhombencephalon). 
Otak depan (proenchepalon) terdiri dari otak besar (cerebrum), talamus dan hipotalamus.
Bagian cerebrum atau otak besar, jika terlihat dari atas terbelah menjadi dua. Alur yang
membaginya dikenal sebagai fissura longitudinal. Belahannya disebut hemisfer. Jadi terdapat
hemisfer kanan dan hemisfer kiri, atau dikenal dengan otak kanan dan otak kiri. Koordinasi dan
kontrol bagian tubuh terjadi bersilangan. Tangan kanan dan kaki kanan diurus oleh otak kanan,
sebaliknya tangan kiri dan kaki kiri diurus otak kanan. Pembagian otak kanan dan kiri ini juga
membentuk dua cara berpikir. Menurut Roger Sperry seperti yang dikutip oleh Pasiak, otak kiri
mengatur hal-hal yang bersifat rasional terutama bahasa dan matematika. Dan otak kanan
mengatur hal-hal yang bersifat intuitif dan berhubungan dengan seni.
Cerebrum terdiri dari bongkahan-bongkahan yang disebus lobus otak. Cerebrum luar yang
dikenal dengan kulit otak (korteks serebri) melipat-lipat sedemikian rupa (konvolusi)
membungkus bongkahan otak. Variasi lipatan itu menandai masing-masing lobus. Lobus otak ini
terdiri dari lobus frontal di dahi, lobus occipital di belakang kepala, lobus temporal di seputaran
telinga dan lobus parietal di puncak kepala.

Lobus frontal bertanggung jawab untuk kegiatan berpikir, perencanaan dan penyusunan
konsep, yaitu proses berpikir tingkat tinggi/kompleks. Lobus temporal yang terdapat di kiri dan
kanan bertanggung jawab terhadap persepsi suara dan bunyi. Lobus parietal bertanggung jawab
untuk kegiatan berpikir terutama pengaturan memori.
Lobus otak menyokong kulit otak yang mengemban fungsi berpikir rasional dan daya ingat.
Kulit otak (korteks serebri) tampak seperti lipatan-lipatan tak beraturan yang disebut konvolusi.
Lipatan ini memperluas kulit otak, evolusi manusia dengan kecerdasan yang menonjol
ditampakkan oleh luasnya dan berlipat-lipatnya kulit otak itu. Kulit otak memungkinkan manusia
berpikir rasional karena di tempat itulah terjadi pengolahan informasi, persepsi/tanggapan
termasuk bermukimnya memori .

Perbedaan teori fungsi otak kanan dan otak kiri telah populer sejak tahun 1960. Seorang
peneliti bernama Roger Sperry menemukan bahwa otak manusia terdiri dari 2 hemisfer
(bagian), yaitu otak kanan dan otak kiri yang mempunyai fungsi yang berbeda. Atas jasanya ini
beliau mendapat hadiah Nobel pada tahun 1981. Selain itu dia juga menemukan bahwa pada saat
otak kanan sedang bekerja maka otak kiri cenderung lebih tenang, demikian pula sebaliknya.

Otak kanan berfungsi dalam hal persamaan, khayalan, kreativitas, bentuk atau ruang, emosi,
musik dan warna. Daya ingat otak kanan bersifat panjang (long term memory). Bila terjadi
kerusakan otak kanan misalnya pada penyakit stroke atau tumor otak, maka fungsi otak yang
terganggu adalah kemampuan visual dan emosi misalnya.

Otak kiri berfungsi dalam hal perbedaan, angka, urutan, tulisan, bahasa, hitungan dan logika.
Daya ingat otak kiri bersifat jangka pendek (short term memory). Bila terjadi kerusakan pada
otak kiri maka akan terjadi gangguan dalam hal fungsi berbicara, berbahasa dan matematika.

Walaupun keduanya mempunyai fungsi yang berbeda, tetapi setiap individu mempunyai
kecenderungan untuk mengunakan salah satu belahan yang dominan dalam menyelesaikan
masalah hidup dan pekerjaan. Setiap belahan otak saling mendominasi dalam aktivitas namun
keduanya terlibat dalam hampir semua proses pemikiran.

E. Teknologi belajar

Teknologi belajar merupakan cara yang dapat ditempuh untuk belajar efektif. Beberapa
bentuk teknologi belajar yang diterapkan adalah:

a. Sikap mental
b. Rencana belajar

c. Berkosentrasi

d. Senam otak

e. Relaksasi

f. Mengikuti pelajaran

g. Tujuan belajar

h. Teknik mengingat

i. Kemampuan mencatat

j. Teknik membaca

k. Teknik mengikuti ujian

l. Teknik memecahkan masalah

m. Implementasi pendekatan kognitif dalam pembelajaran menghasilkan beberapa


model pembelajaran kognitif:

1. Discovery learning

2. Ekspository teaching

F. Pendekatan humanistic

Aliran humanistik memandang belajar sebagai sebuah proses yang terjadi dalam individu yang
melibatkan seluruh bagian atau domain yang ada yang meliputi domain kognitif, afektif dan
psikomotorik. Dengan kata lain, pendekatan humanistik menekankan pentingnya emosi atau
perasaan, komunikasi terbuka, dan nilai-nilai yang dimiliki oleh setiap siswa. Untuk itu, metode
pembelajaran humanistik mengarah pada upaya untuk mengasah nilai-nilai kemanusiaan siswa.
Guru, oleh karenanya, disarankan untuk menekankan nilai-nilai kerjasama, saling membantu,
dan menguntungkan, kejujuran dan kreativitas untuk diaplikasikan dalam proses pembelajaran.

Ahli-ahli teori humanistik menunjukkan bahwa (1) tingkah laku individu pada mulanya
ditentukan oleh bagaimana mereka merasakan dirinya sendiri dalam dunia sekitarnya, dan (2)
individu bukanlah satu-satunya hasil dari lingkungan mereka seperti yang dikatakan oleh ahli
teori tingkah laku, melainkan langsung dari dalam (internal), bebas memilih, dimotivasi oleh
keinginan untuk aktualisasi diri atau memenuhi potensi keunikan mereka sebagai manusia.

Dari perspektif humanistik, pendidik seharusnya memerhatikan pendidikan lebih responsif


terhadap kebutuhan kasih sayang (affective) siswa. Kebutuhan afektif adalah kebutuhan yang
berhubungan dengan emosi, perasaan, nilai, sikap, predisposisi, dan moral. Kebutuhan-
kebutuhan ini diuraikan oleh Combssebagai tujuan pendidikan humanistik, yaitu:

1. Menerima kebutuhan-kebutuhan dan tujuan siswa serta menciptakan pengalaman dan


program untuk perkembangan potensi siswa.
2. Memudahkan aktualisasi diri siswa dan perasaan diri mampu
3. Memperkuat perolehan keterampilan dasar (akademik, pribadi, antarpribadi, komunikasi,
dan ekonomi)
4. Memutuskan pendidikan secara pribadi dan penerapannya
5. Mengenal pentingnya perasaan manusia, nilai dan persepsi dalam proses pendidikan
6. Mengembangkan suasana belajar yang menantang dan bisa dimengerti, mendukung,
menyenangkan, serta bebas dari ancaman
7. Mengambangkan siswa masalah ketulusan, respek dan menghargai orang lain, dan
terampil dalam menyelesaikan konflik. (Djiwandono, 2002: 181-182)

Perpektif humanistik terutama tertarik untuk melihat bagaimana tiap-tiap individu dipengaruhi
dan dibimbing oleh tujuan-tujuan subyektif mereka sendiri, serta bagaimana mereka
menginterpretasikan pengalaman-pengalaman pribadi mereka. (Nursalim, 2007: 83)

Perspektif humanistik berbeda dari perspektif behavioristik dengan cara yang bertolak belakang,
yaitu bagaimana keduanya memandang keberadaan individu dalam membuat pilihan-pilihan
dalam hidupnya. Behavioristik memandang manusia sebagai makhluk reaktif yang semata-mata
memberi respon terhadap lingkungan. Perilakunya dapat diprediksi dan dikontrol, dengan
menerapkan hukum umum perilaku yang diperoleh melalui eksperimen dengan mengamati
perilaku hewan. Sedangkan pandangan humanistik berpandangan sebaliknya. Bahwa manusia
pada dasarnya memiliki kekuatan untuk membuat pilihan-pilihan mereka sendiri. Manusia
dipandang unik, bahwa setiap pengalaman atau fenomena memiliki makna yang berbeda-beda
bagi tiap individu bergantung pada bagaimana mereka memberi makna pada peristiwa tersebut.
(Nursalim, 2007: 83-84)

G. Pendekatan kontrutivisme

Teori konstruktivis dikandaskan dalam filosofi pendidikan John Dewey dan penelitian
Piaget, Vygotsky, psikilog Gestalt Bartlett dan Brunner, dengan sebutan tepat beberapa
pelopor intelektual. Tidak ada satu teori belajar konstruktivis, tetapi ada pendekatan
konstruktivis dalam pendidikan sains dan matematika, dalam psikologi pendidikan dan
antropologi, dan dalam pendidikan berbasis-komputer. Beberapa telaah konstruktivis
menekankan berbagi (shared) dan konstruksi sosial pengetahuan, lihat kekuatan sosial lain
sepertinya kurang penting (Cognition and Technology Group at Vanderbilt, 1991; Driscoll,
1999; Perkins, 1991; Wittrock, 1992).
Daftar pustaka

Abu Ahmadi.2002.Psikologi Social.Jakarta.Pt Rineka Cipta

Abu Ahmadi, dan Widodo Supriyono.2004.Psikologi Belajar.Jakarta.Pt Rineka Cipta

Darmayanti Nefi M.Si.2009.Psikologi Belajar.Bandung.Cita Pustaka Media Perintis

Tim Dosen.2011.Psikologi Pendidikan.Medan:Unimed

http://mbokcupret.wordpress.com/2010/12/26/teori-belajar-humanistik/

http://srihendrawati.blogspot.com/2010/05/teori-belajar.html

http://map-info.net/dasyatnya-otak-manusia

You might also like