You are on page 1of 22

Bab I. Pendahuluan.

A. Latar Belakang,

Hukum Islam adalah hukum yang bersumber dan menjadi bagian dalam agama
Islam, ketika kita berbicara tentang hukum, yang terlintas dalam pikiran kita adalah
peraturan-peraturan atau norma yang mengatur tingkah laku manusia dalam suatu
masyarakat, baik itu yang berupa kenyataan yang tumbuh berkembang di masyarakat
atau yang dibuat dengan cara tertentu dan ditegakkan oleh penguasa. Bentuknya
mungkin hukum yang tidak tertulis atau hukum adat dan hukum yang sengaja dibuat
oleh manusia untuk mengatur hubungan manusia dengan manusia yang lain dan benda
dalam masyarakat. Adapun konsepsi hukum Islam, dasar, dan kerangkanya ditetapkan
oleh Allah. Hukum tersebut tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan manusia
lain dan benda dalam masyarakat, tetapi juga hubungan manusia dengan Tuhan,
hubungan manusia dengan dirinya sendiri dan hubungan manusia dengan benda serta
alam disekitarnya

B. Rumusan Masalah.

a. Apakah hukum Islam merupakan bagian dari agama Islam ?

b. Apakah ruang lingkup dan tujuan hukum Islam tersebut ?

c. Apa sajakah sumber hukum Islam dan kontribusi umat Islam dalam perumusan
dan penegakan hukum Islam ?

d. Bagaimana fungsi hukum Islam dalam kehidupan bermasyarakat ?

e. Bagaimana HAM menurut ajaran Islam ?

f. Bagaimana demokrasi menurut Islam ?


g. Apa sajakah tindak pidana atau jinayat dalam Islam ?
1. Pengertian dan dasar hukumnya.
2. Macam-macam tindak pidana yang dikenai qishas dan keadilan dalam
melaksanakan had.

3. Peradilan.

4. Pelaksanaan hukum atau eksekusi.

5. Hikmah peradilan Islam tersebut.

C. Tujuan Penulisan.

1
Penulisan makalah ini bertujuan untuk menambah pengetahuan kita tentang hukum,
HAM, dan demokrasi dalam Islam, serta untuk menyelesaikan tugas agama yang telah
diberikan kepada setiap kelompok.

Bab II. Pembahasan

A. Hukum Islam Merupakan Bagian dari Agama Islam.

Hukum Islam adalah hukum yang bersumber dan menjadi bagian dari agama
Islam. Dasar dan kerangka hukum Islam ditetapkan oleh Allah. Hukum ini mengatur
berbagai hubungan, yaitu hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia
dengan dirinya sendiri, hubungan manusia dengan manusia lain dan hubungan
manusia dengan benda dalam masyarakat serta alam sekitarnya (Mohammad Daud Ali,
1996: 39).
Hukum Islam mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Merupakan bagian dan bersumber dari agama Islam;
2. Mempunyai hubungan yang erat dan tidak dapat dipisahkan dari iman atau akidah
dan kesusilaan atau akhlak Islam;
3. Mempunyai dua istilah kunci yakni: a. syari’at, dan b. fiqih
Syari’at terdiri dari wahyu Allah dan sunnah Nabi Muhammad, sedangkan fiqih
adalah pemahaman dari hasil pemahaman manusia tentang syari’at;
4. Terdiri dari dua bidang utama yakni: a. ibadah, dan b. muamalah
Ibadah bersifat tertutup karena telah sempurna dan muamalah dalam arti yang luas
bersifat terbuka untuk dikembangkan oleh manusia yang memenuhi syarat dari masa
ke masa;
5. Strukturnya berlapis, terdiri dari:
a. nas atau teks al-Qur’an
b. sunnah Nabi Muhammad (untuk syari’at)
c. hasil ijtihad manusia yang memenuhi syarat tentang al-Qur’an dan as-Sunnah
d. pelaksanaannya dalam praktek, baik (i) berupa keputusan hakim, maupun (ii)
berupa amalan-amalan umat Islam dalam masyarakat (untuk fiqih);
6. Mendahulukan kewajiban dari hak, amal dari pahala;
7. Dapat dibagi menjadi:
a. hukum taklifi atau hukum taklif yakni al-ahkam al-khamsah yaitu lima kaidah, lima
jenis hukum, lima kategori hukum, lima penggolongan hukum yakni jaiz, sunnah,
makruh, wajib, dan haram.
b. hukum wadh’i yang mengandung sebab, syarat, halangan terjadi atau terwujudnya
hubungan hukum (M.D. Ali, 1996: 52-53).
Selain ciri-ciri di atas, menurut T.M. Hasbi Ash-Shieddieqy dalam bukunya

2
Falsafah Hukum Islam (1975: 156 - 212) sebagaimana dikutip oleh Mohammad Daud
Ali (1996: 53), hukum Islam juga mempunyai ciri-ciri khas sebagai berikut:
8. Berwatak universal, berlaku abadi untuk umat Islam di mana pun mereka berada,
tidak terbatas pada umat Islam di suatu tempat atau negara pada suatu masa saja;
9. Menghormati martabat manusia sebagai kesatuan jiwa dan raga, rohani dan jasmani
serta memelihara kemuliaan manusia dan kemanusiaan secara keseluruhan;
10. Pelaksanaannya dalam praktek digerakkan oleh iman dan akhlak umat Islam.

B. Ruang Lingkup dan Tujuan Hukum Islam.

Sesungguhnya ruang lingkup hukum Islam sangat luas, meliputi berbagai aspek
kehidupan manusia. Diantara penyebabnya adalah persepsi sebagian umat Islam
terhadap produk hukum Islam yang masih sering mengidentikan fiqih dengan syari’at.
Menurut Atho’ Mudzhar yang selanjutnya dikutif oleh Rofiq (2001: 157-158) bahwa
ragam produk hukum Islam itu ada empat macam. Pertama, fiqih yaitu bangunan
pengetahuan keislaman yang meliputi ibadah dan muamalah secara menyeluruh.
Kedua,fatwa yaitu produk pemikiran hukum perorangan kelembagaan, atas dasar
permintaan anggota masyarakat terhadap persoalan-persoalan tertentu. Ketiga,
keputusan pengadilan. Produk Hukum ini mengikat pihak-pihak yang berperkara.
Sebagai hasil ijtihad hakim, ia memiliki nilai yurisprudensi, yakni sebagai acuan hakim
atau praktisi hukum dalam menyelesaikan persoalan yang sama. Keempat, peraturan
perundang-undangan termasuk didalamnya kompilasi.
Syari’at pada awalnya, sebagaimana dipahami oleh para ulama salaf, mencakup
keseluruhan aspek ajaran Islam (akidah, akhlak dan hukum Islam). Mereka
memberikan pengertian syari’at sebagai hukum-hukum yang ditetapkan oleh Allah
untuk hamba-hambanya yang dibawa oleh nabi-nabinya, baik hukum-hukum itu
berhubungan dengan cara berakidah maupun beribadah. Dalam pengertian ini, syari’at
adalah agama itu sendiri (al-Millah wa al-Din). Syari’at dengan demikian mencakup
segala aspek yang tercakup dalam ajaran Islam. Ia mencakup aspek akidah, ibadah
dan akhlak.
Tetapi, syari’at juga dipahami sebagai bagian dari ajaran Islam yang mencakup
bidang hukum-hukum yang digariskan Allah dan Rasulnya dan tidak mencakup aspek
akidah dan akhlak. Syari’at lebih dekat dengan pengertian hukum Islam, bahkan lebih
mendekati pengertian fiqih dalam arti umum. Mahmud Saltowut, misalnya, menulis kitab
‘al-Islam Aqidah wa Syari’ah yang didalamnya membedakan syari’at. Ia memberikan
pengertian syari’at sebagai :
Peraturan-peraturan yang ditetapkan Allah supaya manusia berpegang kepadanya,
(pengaturan) dalam hubungan manusia dngan Tuhannya, hubungan manusia denagn
saudaranya sesama manusia, hubungan manusia dengan alam, dan hubungan
manusia dengan kehidupan.
Adapun yang menjadi tujuan hukum Islam secara umum sering dirumuskan
untuk mencapai kebahagiaan hidup manusia di dunia ini dan di akhirat kelak dengan
jalan mengambil (segala) yang bermanfaat dan mencegah atau menolak yang mudarat
yaitu yang tidak berguna bagi hidup dan kehidupan. Dengan kata lain, tujuan hukum

3
Islam adalah kemaslahatan hidup manusia, baik rohani maupun jasmani, individual dan
sosial. Kemaslahatan itu tidak hanya untuk kehidupan di dunia ini saja tetapi juga untuk
kehidupan yang kekal di akhirat kelak. Abu Ishaq al Shatibi merumuskan lima tujuan
hukum Islam, yakni (1) memelihara agama,yaitu agama Islam harus terpelihara dari
ancaman orang-orang yang akan merusak akidah, syari’at dan akhlak atau
mencampuradukkan ajaran agama Islam dengan paham atau aliran yang
batil,sehingga orang yang memeilhara agamanya,martabatnya akan terangkat lebih
tinggi dari makhluk lain serta dapat memenuhi hajat jiwanya. (2) memelihara
jiwa,menurut hukum Islam jiwa harus dilindungi,untuk itu hukum Islam wajib
memelihara hak manusia untuk hidup dan mempertahankan hidupnya, hukum Islam
juga melarang pembunuhan sebagai upaya menghilangkan jiwa manusia dan
melindungi berbagai sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk mempertahankan
kemaslahatan hidupnya. (3) memelihara akal,karena akal mempunyai peranan sangat
penting dalam kehidupan manusia,dengan akalnya manusia dapat memahami wahyu
Allah, dengan akalnya manusia dapat mengembangkan iptek,seseorang tidak dapat
menjalankan hukum Islam dengan baik dan benar tanpa mempergunakan akal yang
sehat. (4) memelihara keturunan,merupakan hal yang sangat penting, dalam hukum
Islam untuk meneruskan keturunan harus melalui perkawinan yang sah menurut
ketentuan yang ada dalam al-Qur’an dan as-Sunnah, hukum kekeluargaan dan dan
hukum kewarisan Islam yang ada dalam al-Qur’an merupakan hukum yang erat
kaitannya dengan pemurnian keturunan dan pemeliharaan keturunan. (5) memelihara
harta,menurut hukum Islam harta merupakan pemberian Allah kepada manusia untuk
melangsungkan kehidupannya,Allah menunjuk manusia sebagai khalifah di bumi yang
diberi amanah untuk mengelola alam ini sesuai kemampuan yang dimilikinya, manusia
dilindungi haknya untuk memperoleh harta dengan cara yang halal,artinya sah menurut
hukum dan benar menurut ukuran moral. Kelima tujuan hukum Islam itu di dalam
kepustakaan disebut al-maqasid al-khamsah atau al-maqasid al-shari’ah (tujuan-tujuan
hukum Islam) (M.D. Ali, 1996: 53-54).

4
C. Sumber Hukum Islam dan Kontribusi Umat Islam dalam Perumusan dan
Penegakan Hukum Islam.

Bila ditelusuri lebih jauh,sumber-sumber hukum islam baik yang telah disepakati
para ulama dalam penetapannya maupun yang masih manjadi perdebatan pada
dasarnya terkonsentrasi pada sumber hukum naqliyah(dogmatik) yakni al-Qur’an dan
as-Sunnah. Karena sumber –sumber hukum tidaklah ditetapkan keabsahannya melalui
potensi akal namun bergantung kepada adanya legitimasi dari al-Qur’an dan as-
Sunnah. Karena itulah al-Qur’an dan as-Sunnah adalah dalil primer dalam perujukan
hukum-hukum syari’at. Hal ini didasarkan pada dua sisi :

1. Muatan al-Qur’an dan as-Sunnah mencakup keterangan hukum-hukum parsial dan


cabangan secara detail sebagaimana hukum-hukum zakat,perdagangan,dan sanksi-
sanksi pelanggaran.
2. Muatan al-Qur’an dan as-Sunnah yg mencakup kaidah universal yg menjadi
sandaran hukum-hukum parsial dan cabangan sebagaimana ijma’ adalah hujjah dan
merupakan sumber hukum,begitu pula qiyas dan lain sebagainya.

Legalitas as-Sunnah sebagai sumber hukum juga tertera dalam al-Qur’an. Hal ini juga
didasarkan pada dua sisi pandang:

1. Al-Qur’an memerintahkan untuk mengamalkan dan berpedoman kepada as-Sunnah.


2. As-Sunnah memiliki fungsi sebagai penjelas dari kandungan al-Qur’an.

Berdasarkan alasan-alasan di atas maka al-Qur’an adalah sumber dari segala sumber
hukum islam. Karenanya dalam perujukan hukum-hukum syari’at al-Qur’an haruslah
dikedepankan. Bila di al-Qur’an tidak ditemui maka beralih kepada as-Sunnah karena
as-Sunnah adalah penjelas bagi kandungan al-Qur’an. Apabila di as-Sunnah tidak
ditemukan maka beralih kepada ijma’ karena sandaran ijma’ adalah nash-nash al-
Qur’an dan as-Sunnah. Bila dalam ijma’ tidak ditemukan maka haruslah merujuk
kepada qiyas.
Dengan demikian maka tertib urutan hukum islam adalah al-Qur’an, as-Sunnah, ijma’
dan qiyas. Hal ini berdasarkan hadits yg diriwayatkan dari Mu’adz bin Jabal ketika ia
diutus oleh Rasulullah SAW menjadi qadli di Yaman. Rasulullah bertanya : “Ketika
dihadapkan suatu permasalahan, dengan cara bagaimana engkau member putusan?
Mu’adz menjawab “ Saya akan memutusinya berdasarkan kitab Allah. Rasulullah
bertanya lagi “ Bila engkau tidak menemuinya di dalam kitab Allah?” Mu’adz menjawab”
Saya akan memutusinya dengan sunnah Rasulullah”. Rasul kembali bertanya” Bila

5
tidak engkau temukan di dalam sunnah Rasulullah?” Mu’adz menegaskan “ Saya akan
berijtihad berdasarkan pendapat saya dan saya akan berhati-hati dalam
menerapkannya.”kemudian Rasulullah menepuk dada Mu’adz dan berkata” Segala puji
bagi Allah yg memberi petunjuk pada utusan Rasulullah dengan apa yg diridlai oleh
Allah dan RasulNya”.

Hukum islam ada dua sifat, yaitu:


· Al- tsabat (stabil), hukum Islam sebagai wahyu akan tetap dan tidak berubah
sepanjang masa.
Secara yuridis formal, keberadaan negara kesatuan indonesia adalah diawali
pada saat proklamasi 17 Agustus 1945. Pada tanggal 18 Agustus 1945 kemudian
diakui berlakunya Undang-Undang Dasar 1945. Pada saat itulah keinginan para
pemimpin Islam untuk kembali menjalankan hukum Islam bagi umat Islam berkobar.
Dalam pembentukan hukum Islam di Indonesia, kesadaran berhukum Islam
untuk pertama kali pada zaman kemerdekaan adalah di dalam Piagam Jakarta 22 juni
1945 , yang di dalam dasar ketuhanan diikuti dengan pernyataan “dengan kewajiban
menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Tetapi dengan pertimbangan
untuk persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia akhirnya mengalami perubahan pada
tanggal 18 Agustus 1945 yang rumusan sila pertamanya menjadi “ketuhanan yang
maha esa”.
Meskipun demikian, dalam berbagai macam peraturan perundang-undangan,
hukum Islam telah benar-benar memperoleh tempat yang wajar secara konstitusional
yuridis.
Dengan demikian kontribusi umat Islam dalam perumusan dan penegakan
hukum pada akhir-akhir ini semakin nampak jelas dengan diundangkannya beberapa
peraturan perundang-undangan yang berkaitan denagn hukum Islam, seperti misalnya
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan,Nomor
7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan
Zakat. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik,
Inpres Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam. Adapun upaya yang
harus dilakukan untuk penegakan hukum dalam praktek bermasyarakat dan bernegara
yaitu melalui proses kultural dan dakwah. Apabila Islam telah menjadikan suatu
kebijakan sebagai kultur dalam masyarakat, maka sebagai konsekuensinya hukum
harus ditegakkan. Bila perlu “law inforcement” dalam penegakan hukum Islam dengan ·
At-tathawwur (berkembang),hukum Islam tidak kaku dalam berbagai kondisi dan situasi
sosial.
Dilihat dari sketsa historis, hukum Islam masuk ke Indonesia bersama masuknya
Islam ke Indonesia pada abad ke 1 hijriyah atau 7/8 masehi. Sedangkan hukum barat
baru diperkenalkan VOC awal abad 17 masehi. Sebelum Islam masuk Indonesia, rakyat
Indonesia menganut hukum adat yang bermacam-macam sistemnya dan sangat
majemuk sifatnya. Namun setelah Islam datang dan menjadi agama resmi di berbagai
kerajaan nusantara, maka hukum Islam pun menjadi hukum resmi kerajaan-kerajaan
tersebut dan tersebar menjadi hukum yang berlaku dalam masyarakat. hukum positif

6
yaitu melalui perjuangan legislasi. Sehingga dalam perjalananya suatu ketentuan yang
wajib menurut Islam menjadi wajib pula menurut perundangan.

D. Fungsi Hukum Islam dalam Kehidupan Bermasyarakat.

Fungsi hukum Islam dalam bermasyarakat nampak inheren atau menyatu


dengan misi agama Islam yang kehadirannya untuk mengatur kehidupan manusia agar
tercapai ketertiban dan keteraturan.Di dalam al-Qur’an, Allah SWT menyatakan bahwa
manusia itu adalah umat yang satu (setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus
para Nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, dan Allah
menurunkan bersama mereka Kitab dengan benar untuk member keputusan di antara
manusia tentang perkara yang mereka perselisihan (QS: Al-Baqoroh:213).
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri manusia
membutuhkan pertolongan satu sama lain dan memerlukan organisasi dalam
memperoleh kemajuan dan dinamika kehidupannya. Setiapa individu dan kelompok
sosial memiliki kepentingan. Namun demikan kepentingan itu tidak selalu sama satu
saama lain, bahkan mungkin bertentangan. Hal itu mengandung potensi terjadinya
benturaan dan konflik. Maka hal itu membutuhkan aturan main. Agar kepentingan
individu dapat dicapai secara adil, maka dibutuhjkan penegakkan aturan main tersebut.
Aturan main itulah yang kemudian disebut dengan hukum Islam yang dan menjadi
pedoman setiap pemeluknya.
Dalam hal ini hukum islam memiliki tiga orientasi, yaitu :
a. Mendidik indiividu (tahdzib al-fardi) untuk selalu menjadi sumber
kebaikan,
b. Menegakkan keadilan (iqamat al-‘adl),
c. Merealisasikan kemashlahatan (al-mashlahah).
Oreintasi tersebut tidak hanya bermanfaat bagi manusia dalam jangka pendek
dalam kehidupan duniawi tetapi juga harus menjamin kebahagiaan kehidupan di akhirat
yang kekal abadi, baik yang berupa hukum-hukum untuk menggapai kebaikan dan
kesempurnaan hidup (jalbu al manafi’), maupun pencegahan kejahatan dan kerusakan
dalam kehidupan (dar’u al-mafasid). Begitu juga yang berkaitan dengan kepentingan
hubungan antara Allah dengan makhluknya. Maupun kepentingan orientasi hukum itu
sendiri.
Sedangkan fungsi hukum Islam dirumuskan dalam empat fungsi, yaitu :
1) Fungsi ibadah. Dalam terjemahan QS Adz-Dzariyat: 56, Allah
berfirman: “Dan tidak aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk
beribadah kepadaKu’. Maka dengan dalil ini fungsi ibadah tampak
paling menonjol dibandingkan dengan fungsi lainnya. Contoh :
sholat,zakat,puasa,melaksanakan ibadah haji bila mampu.

7
2) Fungsi amar makruf nahi munkar (perintah kebaikan dan pencegahan
kemungkaran). Maka setiap hukum Islam bahkan ritual dan spiritual
pun berorientasi membentuk manusia yang yang dapat menjadi
teladan kebaikan dan pencegah kemungkaran. Contoh : proses
pengharaman riba dan minuman keras.
3) Fungsi zawajir (penjeraan). Adanya sanksi dalam hukum Islam yang
bukan hanya sanksi hukuman dunia, tetapi juga dengan ancaman
siksa akhirat dimaksudkaan agar manusia dapat jera dan takut
melakukan kejahatan. Contoh : Qisas, Diyat diterapkan untuk tindak
pidana terhadap jiwa / badan, Hudud untuk tindak pidana tertentu
( pencurian, perzinaan ).
4) Fungsi tandzim wa ishlah al-ummah (organisasi dan rehabilitasi
masyarakat). Ketentuan hukum sanksi tersebut bukan sekedar
sebagai batas ancaman dan untuk menakut-nakuti masyarakat saja,
akan tetapi juga untuk rehabilitasi dan pengorganisasian umat menjadi
lebih baik. Dalam literatur ilmu hukum hal ini dikenal dengan istilah
fungsi enginering sosial. Contoh : tata hubungan manusia dalam soal
jual beli,sewa-menyewa, pinjam-meminjam, perserikatan.
Keempat fungsi hukum tersebut tidak dapat dipilah-pilah begitu saja untuk
bidang hukum tertentu tetapi satu dengan yang lain juga saling terkait.

8
E. HAM Menurut Ajaran Islam.

Pada hakekatnya Islam tidak bertentangan dan Hak Asasi Manusia, ia bahkan
sangat menghormati hak dan kebebasan manusia Dalam kaitannya dengan kebebasan
yang merupakan bagian terpenting dari hak asasi manusia, Islam dengan jelas telah
memposisikan manusia pada tempat yang mulia. Manusia adalah makhluk yang diberi
keutamaan dibanding makhluk-makhluk yang lain. Ia diciptakan dengan sebaik-baik
ciptaan. Selain diberi kesempurnaan ciptaan, manusia juga diberi sifat fitrah, yaitu sifat
kesucian yang bertendesi mengenal dan beribadah kepada Tuhannya, serta bebas dari
tendensi berbuat jahat. Sifat jahat yang dimiliki manusia diperoleh dari lingkungannya.
Dengan keutamaannya itu manusia yang diciptakan sebagai khalifah di muka bumi (QS
2:30; 20:116). Oleh sebab itu manusia mengemban tanggung jawab terhadap
Penciptanya dan mengikuti batasan-batasan yang ditentukanNya. Untuk melaksanakan
tanggung jawabnya itu manusia diberi kemampuan melihat, merasa, mendengar dan
yang terpenting adalah berfikir. Pemberian ini merupakan asas bagi lahirnya ilmu
pengetahuan dan pengembangannya. Ilmu pengetahuan, dalam Islam, diposisikan
sebagai anugerah dari Tuhan dan dengan ilmu inilah manusia mendapatkan
kehormatan kedua sebagai makhluk yang mulia. Artinya manusia dimuliakan Tuhan
karena ilmunya, dan sebaliknya ia akan mulia disisi Tuhan jika ia menjalankan
tanggung jawabnya itu dengan ilmu pengetahuan.
Namun dalam masalah kebebasan hanya Tuhanlah pemilik kebebasan dan
kehendak mutlak. Manusia, meski diciptakan sebagai makhluk yang utama diantara
makhluk-makhluk yang lain, ia diberi kebebasan terbatas, sebatas kapasitasnya
sebagai makhluk yang hidup dimuka bumi yang memiliki banyak keterbatasan.
Keterbatasan manusia karena pertama-tama eksistensi manusia itu sendiri yang relatif
atau nisbi dihadapan Tuhan, karena alam sekitarnya, karena eksistensi manusia
lainnya. Upaya untuk melampaui keterbatasan manusiawi adalah ilusi yang berbahaya.
Berbahaya bukan pada Yang Maha Tak Terbatas, yaitu Tuhan, tapi pada manusia
sendiri.Para ulama dimasa lalu membahas masalah ini dengan merujuk kepada
sumber-sumber pengetahuan Islam, yaitu al-Qur’an, hadis, ijma’, qiyas (akal) dan juga
intuisi. Itulah sebabnya kebebasan dalam sejarah Islam dimaknai dalam konteks
syari’at. Meskipun telah terjadi konflik sesudah Khulafa al-Rasyidun antara penguasa
dan ulama, namun syari’at atau tata hukum Islam masih menjadi protective code yang
mengikat masyarakat dan penguasa sekaligus. Disini ulama beperan dalam menjaga
syari’at ketika terjadi tindakan para khalifah yang berlawanan dengan hukum syari’at,
sehingga dalam situasi seperti itu kebebasan individu dijamin oleh syari’at
Sesungguhnya Allah telah menciptakan manusia, memberinya nikmat dan
mewajibkan ditunaikannya hak-hak yang banyak, yaitu :

9
1) Hak Allah Azza wa Jalla, dengan cara beribadah hanya kepada-Nya, tidak ada
sekutu bagi-Nya
2). Hak Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dengan cara mentaatinya, mengikuti
dan mencintainya Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
3). Hak kedua orang tua, dengan cara berbakti dan berbuat baik kepada mereka.
4). Hak kerabat, dengan cara menyambung dan menjaga silaturahmi, dan berbuat baik
kepada mereka.
5). Hak anak-anak yatim, dengan cara berbuat baik kepada mereka, mendidik mereka
di atas kebaikan dan menjaga harta benda mereka.
6). Hak orang-orang miskin, dengan cara memberikan zakat harta kepada mereka
untuk membantunya.
7). Hak tetangga, dengan cara berbuat baik dan tidak menyakitinya.
8). Hak teman dan kawan dalam perjalanan
9). Hak ibnu sabil, yaitu orang-orang yang sedang melakukan perjalanan jauh dan tidak
bisa melanjutkan perjalanan karena tidak memiliki bekal cukup untuk bisa sampai ke
tempat tujuan.
10). Hak budak, dengan cara berinfak kepada mereka dan tidak membebaninya dengan
pekerjaan-pekerjaan yang memberatkannya. Inilah sepuluh hak yang disebutkan dalam
terjemahan firman Allah :
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu
apapun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib kerabat, anak-anak
yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman
sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-
orang yang sombong dan membangga-banggakan diri” [Terjemahan An-Nisa : 36]
Allah juga mewajibkan berbagai hak atas seorang muslim kepada sesama muslim
secara umum. Seorang muslim adalah saudara muslim lainnya, ia tidak boleh
menghinanya, mengucilkannya, membiarkannya dan tidak boleh melanggar hak-
haknya.
Ada juga hak penguasa pada rakyat, (yang dilaksanakan) dengan cara
mendengarkannya dan taat kepadanya yang ma’ruf, serta memberikan nasihat
kepadanya. Dan ada hak rakyat pada penguasa, (yang dilaksanakan, red) dengan cara
menegakkan keadilan di antara mereka dan mengharuskan rakyat agar taat kepada
Allah dan RasulNya, mencegah perbuatan zhalim di antara mereka, menghalau
kejahatan para musuh, berlaku adil pada orang yang dizhalimi dan yang zhalim,
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, melaksanakan had
(sanksi) dan hukuman-hukuman dalam bentuk peringatan bagi para pelaku kejahatan,
sehingga jera melakukan perbuatan jahat.
Allah telah menetapkan berbagai sanksi yang bisa menimbulkan efek jera bagi yang
melanggar hak-hak ini. Allah mensyariatkan sanksi murtad bagi orang yang melanggar
hak Allah dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam.Melalui pemaparan hak-hak ini
dan usaha penjagaannya, kita mendapati bahwasanya Islam menjamin hak-hak individu
dan masyarakat

10
F. Demokrasi dalam Islam.

Umat Islam seringkali kebingungan dengan istilah demokrasi. Di saat yang


sama, demokrasi bagi sebagian umat Islam sampai dengan hari ini masih belum
diterima secara bulat. Sebagian kalangan memang bisa menerima tanpa reserve,
sementara yang lain, justru bersikap ekstrem. Menolak bahkan mengharamkannya
sama sekali. Tak sedikit sebenarnya yang tidak bersikap sebagaimana keduanya.
Kondisi ini dipicu dengan banyak dari kalangan umat Islam sendiri yang kurang
memahami bagaimana Islam memandang demokrasi. 
Istilah demokrasi dalam sejarah Islam tetaplah asing, karena sistem demokrasi
tidak pernah dikenali oleh kaum muslimin sejak awal. Kedaulatan mutlak dan keEsaan
Tuhan yang terkandung dalam konsep tauhid dan peranan manusia yang terkandung
dalam konsep khilafah memberikan kerangka yang dengannya para cendikiawan
belakangan ini mengembangkan teori politik tertentu yang dianggap demokratis,
didalamnya tercakup definisi khusus dan pengakuan terhadap kedaulatan rakyat,
tekanan pada kesamaan derajat manusia, dan kewajiban rakyat sebagai pengemban
pemerintahan. Orang-orang Islam hanya mengenal kebebasan (al hurriyah) yang
merupakan tiang utama demokrasi yang diwarisi semenjak zaman Nabi Muhammad
(SAW), termasuk di dalamnya kebebasan memilih pemimpin, mengelola negara secara
bersama-sama (syura), kebebasan mengkritik penguasa, dan kebebasan
berpendapat.Artinya, banyak yang tidak mau bersikap apapun. 
Meminta pendapat dan mencari kebenaran adalah salah satu prinsip dalam
demokrasi yang dianut sebagian besar bangsa di dunia. Didalam Islam bermusyawarah
untuk mencapai mufakat adalah hal yang disyariatkan,seperti dalam terjemahan Firman
Allah :
“Dan orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat,
sedang urusan mereka diputuskan dengan musyawarah antara mereka; dan mereka
menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka.” (Terjemahan QS.
Asy-syura: 36)
Dengan ayat itu, kita memahami bahwa Islam telah memposisikan musyawarah
pada tempat yang agung. Syari’at Islam yang lapang ini telah memberinya tempat yang
besar dalam dasar-dasar tasyri’ (yurisprudensi). Ayat itu memandang sikap komitmen
kepada hukum-hukum syura dan menghiasi diri dengan adab syura sebagai salah satu
faktor pembentuk kepribadian Islam, dan termasuk sifat-sifat mukmin sejati. Dan lebih
menegaskan urgensi syura, ayat di atas menyebutkannya secara berdampingan
dengan satu ibadah fardhu ‘ain yang tidaklah Islam sempurna dan tidak pula iman
lengkap kecuali dengan ibadah itu, yakni shalat, infak, dan menjauhi perbuatan keji.

11
Hal tersebut menunjukan bahwa, Islam secara langsung menerapkan prinsip
pengambilan keputusan;musyawarah yang menjadi sendi utama dalam demokrasi
modern (dari, oleh dan untuk kepentingan rakyat). Disamping itu, hal-hal yang sangat
penting dalam masalah demokrasi, yakni konsensus atau ijma’, sementara ini ijma’ /
konsensus telah lama diterima sebagai konsep pengesahan resmi dalam hukum Islam.
Konsensus memainkan peranan yang menentukan dalam perkembangan hukum Islam
dan memberikan sumbangan sangat besar terhadap tafsir hukum. Konsensus dan
musyawarah sering dianggap sebagai landasan yang efektif bagi demokrasi Islam
modern. Konsep konsensus memberikan dasar bagi penerimaan sistem yang mengakui
suara mayoritas, legitimasi negara tergantung pada sejauh mana organisasi dan
kekuasaan negara mencerminkan kehendak umat. Sebab seperti yang pernah
ditekankan oleh para ahli hukum klasik, legitimasi pranata-pranata negara tidak berasal
dari sumber tekstual,tetapi terutama didasarkan pada prinsip ijma’. Selain syuro dan
ijma’, ada konsep yang sangat penting dalam proses demokrasi Islam, yakni ijtihad,
dalam konteks modern sering diartikan seruan untuk melakukan pembaruan radikal,
yang menyatakan bahwa dalam Islam kekuasaan berasal dari kerangka al-Quran dan
bukan dari sumber yang lain yang manapun, prinsip-prinsip Islam itu bersifat dinamis,
pendekatan kitalah yang telah menjadi statis, oleh karena itu sudah saatnya dilakukan
pemikiran ulang yang mendasar untuk membuka jalan bagi munculnya eksplorasi,
inovasi dan kreativitas ( Altaf Gauhar, 1983: 43 ). Musyawarah, konsensus, dan ijtihad
merupakan konsep yang sangat penting bagi artikulasi demokrasi Islam dalam
kerangka Keesaan Tuhan dan kewajiban manusia sebagai khalifahNya, meskipun
istilah ini banyak diperdebatkan maknanya di dunia Islam, tapi istilah ini memberikan
landasan yang efektif untuk memahami hubungan antara Islam dan demokrasi di dunia
kontemporer
Yang menjadi poin penting dalam demokrasi bukan sistem trias politiknya, yang
membagi pemerintahan kedalam empat lembaga (eksekutif, yudikatif, legislative, dan
media massa), melainkan sistem checks and balances yang berlangsung dalam
pemerintahan itu. Tentunya agar bisa berjalan maka, harus ada keterbukaan dari
masing-masing elemen dalam pemerintahan itu. Dan keterbukaan itu dapat diwujudkan
dalam sebuah bentuk musyawarah yang efisien, efektif dan egaliter. Tentu saja tujuan
adalah kesejahteraan rakyat.

12
G. Tindak Pidana atau Jinayat dalam Islam.

Jiwa manusia dan darahnya adalah perkara yang sangat dijaga dalam syari’at Islam.
Demikian juga, kegunaan dan fungsi anggota tubuh pun tak lepas dari penjagaan
syari’at. Semua ini untuk kemaslahatan manusia dan kelangsungan hidup mereka,
sebagaimana dalam terjemahan Firman Allah: “Dan dalam qisas itu ada (jaminan
kelangsungan) hidup bagimu, wahai orang-orang yang berakal, supaya kamu
bertakwa.” (Terjemahan Qs. Al-Baqarah: 179)
Bagi sebagian ummat Islam berkeyakinan bahwa pelaksanaan syari’at Islam
termasuk dalam bidang hukum pidana ini adalah bagian dari ketaatannya pada perintah
ajaran agama, dan jika tidak melaksanakannya dianggap telah menentang pelaksanaan
ajaran agama. Dalam kerangka pemikiran inilah perjuangan untuk pelaksanaan syari’at
Islam bagi pemeluk agama Islam di Indonesia dapat dipahami, walaupun harus diakui
ada sebagian ummat Islam yang berpandangan lain. Bagi kalangan umat Islam yang
mendukung pelaksanaan syari’at Islam, perdebatan lebih jauh lagi sebenarnya adalah
bukan pada melaksanakan syari’at atau tidak melaksanakan syari’at, akan tetapi
bagaimana syari’at (hukum pidana Islam) itu dijalankan pada masa kini. Sehingga
timbulah kehendak untuk melakukan rekonstruksi dan kaji kembali metode dan
pelaksanaan syari’at ini

1. Pengertian dan dasar hukum.

Kata “jinayat”, menurut bahasa Arab, adalah bentuk jamak dari kata “jinayah”, yang
berasal dari “jana dzanba, yajnihi jinayatan” yang berarti melakukan dosa. Sekalipun
merupakan isim mashdar (kata dasar), tetapi kata “jinayat” dipakai dalam bentuk jamak,
karena ia mencakup banyak jenis perbuatan dosa, karena ia kadang mengenai jiwa dan
anggota badan, secara disengaja ataupun tidak. Kata ini juga berarti menganiaya
badan, harta, atau kehormatan. Adapun menurut istilah syari’at, jinayat (tindak pidana)
artinya menganiaya badan sehingga pelakunya wajib dijatuhi hukuman qisas, atau
membayar diyat atau kafarah,dan jinayat juga secara tegas diatur dalam al-Qur’an dan
as-Sunnah

2. Macam-macam Tindak Pidana.

Klasifikasi tindak pidana dalam hukum pidana Islam yang diatur dalam al-Qur’an dan
as-Sunnah dibagi atas:

13
Hudud : setiap tindak pidana yang sanksinya ditentukan berdasar al-Qur’an maupun as-
Sunnah
Tindak pidana Hudud adalah kejahatan yang paling serius dan berat dalam hukum
pidana Islam. Karena terkait erat dengan kepentingan publik. Namun tidak berarti
kejahatan hudud tidak mempengaruhi kepentingan pribadi sama sekali. Kejahatan
hudud ini terkait dengan Hak Allah
Tindak pidana ini diancam dengan hukuman had, yaitu hukuman yang ditentukan
sebagai hak Allah. Ini berarti bahwa baik kuantitas maupun kualitas ditentukan dan ia
tidak mengenal tingkatan serta harus dilaksanakan.

Tindak pidana dalam kategori ini, di antaranya:


Perzinaan
Tuduhan (palsu) berbuat zina
Minum-minuman keras
Murtad
Pencurian
Pemberontakan
Perampokan

Tindak pidana Qisas/Diyat.

Tindak pidana dalam kategori ini kurang serius dibanding yang pertama (hudud)
namun lebih berat daripada ta’zir. Sasaran dari tindak pidana ini adalah integritas tubuh
manusia, sengaja atau tidak sengaja. Atau dalam hukum pidana modern dikenal
dengan kejahatan terhadap manusia.
Tindak pidana dalam kategori ini, meliputi :
 pembunuhan dengan sengaja
 pembunuhan menyerupai sengaja
 pembunuhan karena kealpaan
 penganiayaan
 menimbulkan luka/sakit karena kelalaian

Tindak pidana ta’zir.

Adalah setiap tindak pidana yang tidak ditentukan sanksinya oleh al-Qur’an maupun
as-Sunnah, yang berkaitan dengan tindak pidana yang melanggar hak Allah dan hak
hamba.
 Tindak pidana yang berkaitan dengan hak Allah adalah segala sesuatu yang
berkaitan dengan kemaslahatan umum. Misal perampokan, pencurian,
perzinaan, pemberontakan.
 Tindak pidana yang berkaitan dengan hak hamba adalah segala sesuatu yang
mengancam kemaslahatan bagi seorang manusia. Misal tidak membayar
utang, penghinaan.
Tindak pidana ini dibedakan atas 3 bagian :

14
 Tindak pidana hudud atau qisas yang subhat atau tidak memenuhi syarat
namun sudah merupakan maksiat. Misal percobaan pencurian, pencurian
dikalangan keluarga.
 Tindak pidana yang ditentukan oleh al-Qur’an dan hadis namun tidak
ditentukan sanksinya. Misal penghinaan, saksi palsu, tidak melaksanakan
amanah.
 Tindak pidana yang ditentukan pemerintah untuk kemaslahatan umum.
Dalam hal ini ajaran Islam dijadikan pertimbangan penentuan kemaslahatan
umum.
Landasan dan penentuan hukumnya didasarkan pada ijma’ (konsensus)
berkaitan dengan hak negara muslim untuk mencegah tindakan dan menghukum
semua perbuatan yang tidak pantas, yang menyebabkan kerugian atau kerugian fisik,
sosial, politik, finansial atau moral bagi individu atau masyarakat secara keseluruhan.
 Dalam sejarah hukum pidana Islam tindak pidana yang diancam dengan hudud
atau qisas/diyat hampir tidak pernah dilakukan, kecuali dalam perkara yang
sangat sedikit.
 Pada umumnya tindak pidana yang banyak terjadi adalah yang diancam dengan
ta’zir.karena perhatian ajaran Islam atas kemaslahatan manusia sangat besar.
Jenis-jenis tindak pidana yang diancam pidana mati :
 Zina (muhsan)
 Perampokan (Hirabah)
 Murtad
 Pemberontakan
 Pembunuhan sengaja
 Hukuman yang dijatuhkan terhadap pelaku hanya dapat dilakukan apabila telah
memenuhi syarat-syarat yang ketat.
Dalam kasus zina :
 Hukuman mati bagi pelaku muhsan (terikat kawin) hanya dapat dilakukan
setelah melalui proses pembuktian yang ketat, sehingga dimasa nabi dan
sahabat penjatuhan hukuman ini dapat dihitung dengan jari.
Adapun bagian terbesar tindak pidana dalam hukum pidana Islam adalah
diserahkan pada kewenangan pemerintah setempat atau hakim untuk menetapkannya
yang dalam terminologi hukum Islam disebut “ta’zir”, yaitu seluruh tindak pidana yang
dapat ditetapkan oleh pemerintah setempat atau oleh hakim selain yang ditentukan
dalam jenis tindak pidana “hudud” dan tindak pidana “qishash” . Karena bagi sebagian
kalangan ummat berprinsip bahwa persoalan hudud dan qishash tidak bisa
direkonstruksi dalam arti merubah jenis pidana yang dijatuhkan kecuali dalam batas-
batas yang ditentukan oleh al-Qur’an atau as-Sunnah. Pada sisi lain sebagian kalangan
umat Islam berkeyakinan bahwa yang prinsip adalah prinsip-prinsip substansi (material
delik) pidana Islam dilaksanakan, adapaun masalah bentuk hukuman pidananya di
sesuaikan dengan idiologi humanisme yang sedang trend pada saat ini.
Karena bagi sebagian kalangan ummat berprinsip bahwa persoalan hudud dan
qishash tidak bisa direkonstruksi dalam arti merubah jenis pidana yang dijatuhkan
kecuali dalam batas-batas yang ditentukan oleh al-Qur’an atau as-Sunnah. Pada sisi
lain sebagian kalangan ummat Islam berkeyakinan bahwa yang prinsip adalah prinsip-
prinsip substansi (material delik) pidana Islam dilaksanakan, adapaun masalah bentuk

15
hukuman pidananya di sesuaikan dengan idiologi humanisme yang sedang trend pada
saat ini.
Maka tidaklah Allah menurunkan satu kitab pun kecuali padanya ada anjuran untuk
berbuat adil. Dan tidaklah Dia mengutus seorang Rasul pun melainkan dia
memerintahkan umatnya untuk berbuat adil, dengan perintah yang wajib. Allah telah
memerintahkan dan menganjurkan bersikap adil pada banyak ayat dalam al-Qur’an,
karena agama ini tegak di atas keadilan, dan dunia pun akan lurus dengan keadilan.
Maka keadilan dianggap sebagai asas pondasi pensyariatan hukum-hukum, tiang dari
tujuan-tujuan syari’at, penopang semua bentuk aktivitas dan muamalah, tiang dari
segala sikap dan konsekuensi, baik berupa hak maupun kewajiban, yang mencakup
dan menyeluruh pada setiap situasi dan keadaan. Keadilan adalah penjamin bagi
tempat kembali yang paling baik. Hal itu karena teraturnya seluruh kehidupan manusia
bergantung kepada kadar keadilan yang ada pada mereka dan yang mereka wujudkan.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah – rohimahulloh – berkata, “Urusan-urusan manusia
akan menjadi lurus di dunia dengan keadilan. Hal itu karena keadilan adalah tatanan
aturan untuk segala sesuatu. Maka jika urusan dunia ditegakkan dengan keadilan,
niscaya tegaklah dunia itu, meskipun barangkali penguasa dunia itu tidak memiliki
bagian di akhirat. Namun jika dunia ini tidak tegak dengan keadilan, maka tidak akan
tegak dunia itu meskipun penguasanya memiliki keimanan yang akan dibalas di
akhirat.”
Hukum  Islam ditegakkan kepada siapa saja tanpa pandang bulu, pejabat, politikus, 
pengusaha, aparat penegak hukum, dan sebagainya.  Dalam Islam, rasa taqwa kepada
Allah melahirkan penegak hukum yang jujur dan adil.seperti dalam terjemahan Firman
Allah : “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar
penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu
bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu
kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin
menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan
menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang
kamu kerjakan”. (Terjemahan QS. An-Nisa’ [4]: 135).
Islam sebagai agama dan ideologi, dilaksanakan secara utuh dengan tiga asas
penerapan hukum Islam, pertama ketaqwaan individu yang mendorongnya untuk terikat
kepada syari’at Islam, kedua pengawasan masyarakat, dan ketiga Negara Islam yang
menerapkan syari’at Islam secara utuh. Apabila salah satu asas ini telah runtuh, maka
penerapan syari’at Islam dan hukum-hukumnya akan mengalami penyimpangan, dan
akibatnya Islam sebagai agama dan ideologi (mabda) akan hilang dari bumi Allah ini.
Hukum Islam sangat lengkap dan mampu menjawab persoalan hukum dan keadilan.
Menurut Syeik Abdurrahman al-maliki dalam kitabnya Nidzam al-Uqubat bahwa sanksi
didalam hukum Islam terdiri 4 macam, yakni : Had, Jinayat, Ta’zir dan Mukhalafah.
Sanksi (uqubat) memiliki fungsi pencegah dan penebus. Syeik Muhammad Muhammad
Ismail dalam kitabnya Fikr al-Islam menjelaskan bahwa sanksi berfungsi sebagai
zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus). Pencegah maksudnya dengan sanksi itu
orang takut berbuat jahat, karena menyadari hukumannya berat. Penebus maksudnya
orang berdosa di dunia harus mendapatkan hukuman agar ia terlepas siksa di akhirat.
Didalam al-Qur’an, Allah memerintahkan kita untuk berhukum dengannya dan
mencampakkan sistem hukum buatan manusi,seperti dalam terjemahan Firman Allah :

16
Maka, putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan (al-Qur’an) dan
janganlah kamu mengikuti hawa hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran
(hukum Allah) yang telah datang kepadamu” (Terjemahan QS. Al-Maidah [5]: 48).
dan
“Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki dan hukum siapakah yang lebih baik
dari pada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin ?” (Terjemahan QS. Al-Maidah [5]:
50).
Maka keadilan adalah suatu prinsip agung dan timbangan lurus pada setiap
perkara dan keadaan, yang khusus maupun umum. Oleh karena itulah datang perintah
dan anjuran untuk bersikap adil, menegakkan keadilan dan berpegang teguh
dengannya pada setiap perkataan dan perbuatan, baik yang berkaitan dengan
keyakinan ataupun peribadahan, baik yang bersifat nyata maupun yang maknawi
(abstrak), baik yang manfaatnya terbatas pada pelakunya maupun yang manfaatnya
mengena kepada orang lain.
.Demikianlah Islam selalu memperhatikan keselamatan orang yang salah.
Adapun tindak kejahatan yang dapat dikenai had dapat dijelaskan sebagai berikut :
 Berzina termasuk dosa yang besar dan harus dihukum sesuai dengan
ketentuan hokum (had). Ada dua macam kategori berzina yaitu zina muhsan
dan zina ghairu muhsan. Pelaku zina muhsan apabila terbukti dikenai
hukuman setinggi-tingginya yaitu dirajam. Bagi zina ghairu muhsan apabila
terbukti dikenai hukuman pukul/dera seratus kali dan diasingkan selama satu
tahun.
 Menuduh berzina kepada orang lain apabila tuduhannya itu tidak dapat
dibuktikan maka penuduh dapat dikenai hukuman delapan puluh kali
pukulan/dera.
 Homoseksual adalah melakukan hubungan seksual dengan sesama jenis
yaitu laki-laki dengan laki-laki, apabila perempuan melakukannya disebut
lesbian, demikian pula melakukan hubungan seksual dengan binatang
disebut bestiality. Semua itu dapat dikategorikan zina yang dikenai hukuman
sebagaimana orang berzina.
 Khamr adalah minuman yang diharamkan, orang yang meminumnya
berdosa, baik di dunia maupun di akhirat, juga dalam masyarakat muslim
dipandang kejahatan yang patut dihukum, apabila terbukti dapat dikenai
hukuman pukul/dera empat puluh sampai delapan puluh kali.
 Pencurian adalah mengambil barang milik orang lain tanpa izin pemiliknya
secara sembunyi-sembunyi untuk dimilikinya. Hukuman terberat bagi pencuri
pabila terbukti adalah dipotong tangan.

3. Peradilan.

Penerapan hukum yang disebutkan tadi dilakukan melalui proses peradilan yang
menyidangkan perkara-perkara. Dalam sejarah Islam, orang yang pertama memegang
peradilan atau hakim adalah Rasulullah sendiri selanjutnya sesuai kebutuhan umat
Islam yang berkembang terus menerus. Seorang hakim dituntut bertindak adil dalam
memutuskan perkara. Dalam fiqih Islam kita menemukan bahwa suatu perkara dapat
digelar apabila ada dakwaan yang memenuhi ketentuan. Dakwaan diakui apabila

17
dikuatkan dengan ikrar(pengakuan), kesaksian, sumpah, atau dengan dokumen yang
sah. Sumpah dalam hukum Islam dapat dijadikan bahan penetapan dakwaan yang
berkaitan dengan perdata. Untuk pidana, sumpah tidak dapat diterima sebagai alat
pembuktian.

4. Pelaksanaan Hukuman atau Eksekusi.

Apabila pengadilan telah menetapkan hukuman bagi para pelaku, pelaksanaan


hukuman dilaksanakan segera. Ketentuan hukuman itu dilaksanakan secara terbuka,
disaksikan orang banyak setelah selesai salat Jumat. Hal ini dimaksudkan untuk
menjadi pelajaran bagi seluruh masyarakat tentang hukuman bagi para pelaku
kejahatan. Dengan demikian tidak ada lagi orang yang mencoba meniru atau
mengulangi perbuatan jahat.

5. Hikmah Peradilan Islam.

Kejahatan merupakan penyakit masyarakat yang harus diperangi dengan


membebani hukuman yang berat. Hukuman yang berat tidak dimaksudkan sebagai
balas dendam kepada pelaku, melainkan untuk menjaga agar kehidupan masyarakat
aman dan tentram. Oleh karena itu setiap pelaksanaan hukuman diumumkan kepada
masyarakat agar peristiwa itu berkesan dan berdampak sehingga jika anggota
masyarakat yang hendak melakukan kejahatan berpikir kembali karena takut terkena
hukuman yang berat itu. Dengan demikian hukuman tersebut berdampak bagi
pendidikan masyarakat pula. Perlindungan terhadap anggota masyarakat yang berbuat
baik harus dijaga dengan jalan menegakkan hukum bagi pelaku tindak kejahatan.
Disinilah Islam memberikan alternatif hukum yang dapat digunakan masyarakat untuk
melindungi dirinya dari kejahatan yang dilakukan sesama manusia.

18
Bab III. Kesimpulan.

Dari permasalahan yang telah kami uraikan tentang hukum, HAM dan demokrasi
dalam Islam, kami menyimpulkan bahwa hukum Islam, dasar, dan kerangkanya
ditetapkan oleh Allah. Hukum tersebut tidak hanya mengatur hubungan manusia
dengan manusia lain dan benda dalam masyarakat, tetapi juga hubungan manusia
dengan Tuhan, hubungan manusia dengan dirinya sendiri dan hubungan manusia
dengan benda serta alam disekitarnya . hukum Islam juga mempunyai ciri-ciri khas yaitu
berwatak universal, berlaku abadi untuk umat Islam di mana pun mereka berada, tidak
terbatas pada umat Islam di suatu tempat atau negara pada suatu masa saja,
menghormati martabat manusia sebagai kesatuan jiwa dan raga, rohani dan jasmani
serta memelihara kemuliaan manusia dan kemanusiaan secara keseluruhan,
pelaksanaannya dalam praktek digerakkan oleh iman dan akhlak umat Islam.
Ruang lingkupnya meliputi, fiqih,fatwa, keputusan pengadilan, peraturan
perundang-undangan termasuk didalamnya kompilasi,dan syari’at. Tujuan hukum Islam
yakni memelihara agama, memelihara jiwa, memelihara akal, memelihara keturunan,
dan memelihara harta. Hukum Islam bersumber dari al-Qur’an, as-Sunnah, serta ijma’
dan qiyas.
Kontribusi umat Islam dalam perumusan dan penegakan hukum telah banyak
membuahkan hasil yaitu dengan diundangkannya beberapa peraturan perundang-
undangan yang berkaitan dengan hukum Islam, seperti misalnya Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 1 Thun 1974 Tentang Perkawinan,Nomor 7 Tahun 1989
Tentang Peradilan Agama, Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat.
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik, Inpres
Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam. Adapun upaya yang harus
dilakukan untuk penegakan hukum dalam praktek bermasyarakat dan bernegara yaitu
melalui proses kultural dan dakwah. Apabila islam telah menjadikan suatu kebijakan
sebagai kultur dalam masyarakat, maka sebagai konsekuensinya hukum harus
ditegakkan. Bila perlu “law inforcement” dalam penegakkan hukum Islam dengan At-
tathawwur (berkembang),hukum Islam tidak kaku dalam berbagai kondisi dan situasi
sosial.
Fungsi hukum Islam dalam kehidupan bermasyarakat dirumuskan dalam empat
fungsi, yaitu fungsi ibadah, fungsi amar ma’ruf nahi munkar, fungsi zawajir, fungsi

19
tandzim wa ishlah al-ummah. Keempat fungsi hukum tersebut tidak dapat dipilah-pilah
begitu saja untuk bidang hukum tertentu tetapi satu dengan yang lain juga saling terkait.
Islam tidak bertentangan dan HAM, ia bahkan sangat menghormati hak dan
kebebasan manusia. Islam dengan jelas telah memposisikan manusia pada tempat
yang mulia. Manusia adalah makhluk yang diberi keutamaan dibanding makhluk-
makhluk yang lain. Ia diciptakan dengan sebaik-baik ciptaan. manusia juga diberi sifat
fitrah, yaitu sifat kesucian yang bertendesi mengenal dan beribadah kepada Tuhannya,
serta bebas dari tendensi berbuat jahat. Sifat jahat yang dimiliki manusia diperoleh dari
lingkungannya. Dengan keutamaannya itu manusia yang diciptakan sebagai khalifah di
muka bumi (QS 2:30; 20:116). Untuk melaksanakan tanggung jawabnya itu manusia
diberi kemampuan melihat, merasa, mendengar dan yang terpenting adalah berpikir.
manusia dimuliakan Tuhan karena ilmunya, dan sebaliknya ia akan mulia disisi Tuhan
jika ia menjalankan tanggung jawabnya itu dengan ilmu pengetahuan. Namun dalam
masalah kebebasan hanya Tuhanlah pemilik kebebasan dan kehendak mutlak.
Manusia, meski diciptakan sebagai makhluk yang utama diantara makhluk-makhluk
yang lain, ia diberi kebebasan terbatas, sebatas kapasitasnya sebagai makhluk yang
hidup dimuka bumi yang memiliki banyak keterbatasan. Keterbatasan manusia karena
pertama-tama eksistensi manusia itu sendiri yang relatif atau nisbi dihadapan Tuhan
Islam secara langsung menerapkan prinsip pengambilan keputusan;musyawarah
yang menjadi sendi utama dalam demokrasi modern (dari, oleh dan untuk kepentingan
rakyat). Disamping itu, hal-hal yang sangat penting dalam masalah demokrasi, yakni
konsensus atau ijma’. Konsensus dan musyawarah sering dianggap sebagai landasan
yang efektif bagi demokrasi Islam modern. Konsep konsensus memberikan dasar bagi
penerimaan sistem yang mengakui suara mayoritas, legitimasi pranata-pranata negara
tidak berasal dari sumber tekstual,tetapi terutama didasarkan pada prinsip ijma’, ijtihad,
dalam konteks modern sering diartikan seruan untuk melakukan pembaruan radikal,
yang menyatakan bahwa dalam islam kekuasaan berasal dari kerangka al-Quran dan
bukan dari sumber yang lain yang manapun. Musyawarah, konsensus, dan ijtihad
merupakan konsep yang sangat penting bagi artikulasi demokrasi Islam dalam
kerangka KeEsaan Tuhan dan kewajiban manusia sebagai khalifahNya,
Tindak pidana atau jinayat dalam Islam. berguna untuk kemaslahatan manusia
dan kelangsungan hidup mereka, sebagian umat Islam berkeyakinan bahwa
pelaksanaan syari’at Islam termasuk dalam bidang hukum pidana ini adalah bagian dari
ketaatannya pada perintah ajaran agama, jika tidak melaksanakannya dianggap telah
menentang pelaksanaan ajaran agama.
Jinayat, menurut bahasa Arab, adalah bentuk jamak dari kata “jinayah”, yang
berasal dari “jana dzanba, yajnihi jinayatan” yang berarti melakukan dosa.Sekalipun
merupakan isim mashdar (kata dasar), tetapi kata “jinayat” dipakai dalam bentuk jamak,
karena ia mencakup banyak jenis perbuatan dosa. Adapun menurut istilah syari’at,
jinayat (tindak pidana) artinya menganiaya badan sehingga pelakunya wajib dijatuhi
hukuman qisas, atau membayar diyat atau kafarah,dan jinayat juga secara tegas diatur
dalam al-Qur’an dan as-Sunnah
Macam-macam tindak pidana dalam hukum pidana Islam yang diatur dalam al
Qur’an dan as Sunnah dibagi atas hudud, tindak pidana qisas/diyat,tindak pidana takzir.
Tindak pidana yang berkaitan dengan hak Allah adalah segala sesuatu yang berkaitan
dengan kemaslahatan umum. Misal perampokan, pencurian, perzinaan,

20
pemberontakan. Tindak pidana yang berkaitan dengan hak hamba adalah segala
sesuatu yang mengancam kemaslahatan bagi seorang manusia. Misal tidak membayar
utang, penghinaan. Tindak pidana ini dibedakan atas 3 bagian yaitu tindak pidana
hudud atau qisas yang subhat atau tidak memenuhi syarat namun sudah merupakan
maksiat. Misal percobaan pencurian, pencurian dikalangan keluarga, tindak pidana
yang ditentukan oleh al-Qur’an dan as-Sunnah namun tidak ditentukan sanksinya. Misal
penghinaan, saksi palsu, tidak melaksanakan amanah, tindak pidana yang ditentukan
pemerintah untuk kemaslahatan umum. Dalam hal ini ajaran Islam dijadikan
pertimbangan penentuan kemaslahatan umum.
Tindak kejahatan yang dapat dikenai had yaitu berzina. Ada dua macam kategori
berzina yaitu zina muhsan dan zina ghairu muhsan. Pelaku zina muhsan apabila
terbukti dikenai hukuman setinggi-tingginya yaitu dirajam. Bagi zina ghairu muhsan
apabila terbukti dikenai hukuman pukul/dera seratus kali dan diasingkan selama satu
tahun. Menuduh berzina kepada orang lain apabila tuduhannya itu tidak dapat
dibuktikan maka penuduh dapat dikenai hukuman delapan puluh kali pukulan/dera.
Homoseksual, lesbian, bestiality. Semua itu dapat dikategorikan zina yang dikenai
hukuman sebagaimana orang berzina. Khamr dapat dikenai hukuman pukul/dera empat
puluh sampai delapan puluh kali. Hukuman terberat bagi pencuri pabila terbukti adalah
dipotong tangan.
Penerapan hukum dilakukan melalui proses peradilan yang menyidangkan
perkara-perkara. Seorang hakim dituntut bertindak adil dalam memutuskan perkara.
Dalam fiqih Islam kita menemukan bahwa suatu perkara dapat digelar apabila ada
dakwaan yang memenuhi ketentuan. Dakwaan diakui apabila dikuatkan dengan
ikrar(pengakuan), kesaksian, sumpah, atau dengan dokumen yang sah. Sumpah dalam
hukum Islam dapat dijadikan bahan penetapan dakwaan yang berkaitan dengan
perdata. Untuk pidana, sumpah tidak dapat diterima sebagai alat pembuktian.
Ketentuan hukuman dilaksanakan secara terbuka, disaksikan orang banyak
setelah selesai salat Jumat. Hal ini dimaksudkan untuk menjadi pelajaran bagi seluruh
masyarakat tentang hukuman bagi para pelaku kejahatan. Dengan demikian tidak ada
lagi orang yang mencoba meniru atau mengulangi perbuatan jahat.
Peradilan Islam bertujuan untuk menjaga agar kehidupan masyarakat aman,
tentram dan juga berdampak bagi pendidikan masyarakat. Perlindungan terhadap
anggota masyarakat yang berbuat baik harus dijaga dengan jalan menegakkan hukum
bagi pelaku tindak kejahatan. Peradilan Islam memberikan alternatif hukum yang dapat
digunakan masyarakat untuk melindungi dirinya dari kejahatan yang dilakukan sesama
manusia.

21
Daftar Pustaka

pondok24@wordpress.com

www.direktori-islam.com

www.bawean.net

www.ditpertais.net

hukumislamkontribusiumatislam@blogspot.com

www.almanhaj.or.id

www.docstoc.com

www.komnasham.go.id

www.scribd.com

nsudiana@wordpress.com

kitasatu@forumer.com

pastipanji@wordpress.com

22

You might also like