Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Sejarah tentang perkembangan pemikiran keislaman memiliki mata rantai yang cukup
panjang dan kajian atas persoalan ini pasti akan melibatkan kompleksitas. Namun
sejalan dengan itu upaya penggalian informasi mengenai perkembangan pemikiran
keislaman melalui data-data (naskah-naskah) yang dihasilkan oleh para pemikir
terdahulu (ulama terdahulu) menjadi sesuatu yang mutlak harus terus dilakukan,
mengingat tema yang terkandung dalam naskah-naskah tersebut pun sangat beragam
dan diantara tema yang cukup dominan serta telah banyak menarik perhatian para
peniliti naskah adalah tentang tasawuf.
Secara sederhana dapat dikemukakan, bahwa tasawuf merupakan aspek esoterik
atau aspek batin yang harus dibedakan dari aspek eksoterik atau aspek lahir dalam
Islam. Tasawuf adalah istilah yang khusus dipakai untuk menggambarkan mistisme
dalam Islam. Adapun tujuan tasawuf ialah memperoleh hubungan langsung dan dekat
dengan tuhan, sehingga dirasakan benar bahwa seseorang sedang berada dihadiratnya,
yang intisarinya adalah kesadaran akan adanya komunikasi dan dialog antara ruh
manusia dengan Tuhan, dengan mengasingkan diri dan berkontemplasi.
Dalam Islam kita mengenal dua aliran tasawuf, pertama, aliran tasawuf falsafi , dimana
para pengikutnya cenderung pada ungkapan-ungkapan ganjil (syatahiyyat), serta
menolak dari keadaan fana menuju pernyataan tentang terjadinya penyatuan antara
hamba dengan Tuhan. Kedua, aliran tasawuf amali, dimana para penganutnya selalu
memagari tasawuf dengan timbangan syariat yang berlandaskan al-Qur'an dan as-
Sunnah, serta mengaitkan keadaan dan tingkatan rohaniyah mereka dengan keduanya.
Dan ada juga yang membaginya menjadi tiga yaitu: tasawuf akhlaqi, tasawuf irfani dan
tasawuf falsafi.
Diantara para sufi yang menganut aliran tasawuf Irfani adalah sufi yang terkenal dengan
konsep fana', baqa', dan al-ittihad yang kita kenal dengan nama Abu Yazid al-Bustami.
PEMBAHASAN
Al-Ittihad
Kata ittihad berasal dari kata wahd atau wahdah yang artinya satu atau tunggal. Ittihad
artinya menjadi satu atau menjadi tunggal.
Ittihad secara secara bahasa berasal dari kata ittahada-yattahidu yang artinya (dua
benda) menjadi satu, yang dalam istilah para Sufi adalah satu tigkatan dalam tasawuf,
yaitu bila seorang sufi merasa dirinya bersatu dengan tuhan. Yang mana tahapan ini
adalah tahapan selanjutnya yang dialami seorang sufi setelah ia melalui tahapan fana'
dan baqa'. Dalam tahapan ittihad, seorang sufi bersatu dengan tuhan. Antara yang
mencintai dan yang dicintai menyatu, baik substansi maupun perbuatannya.
Harun Nasution memaparkan bahwa ittihad adalah satu tingkatan ketika seorang sufi
telah merasa dirinya bersatu dengan tuhan, satu tingkatan yang menunjukkkan bahwa
yang mencintai dan yang dicintai telah menjadi satu, sehinggga salah satu dari mereka
dapat memanggil yang satu lagi dengan kata-kata, “Hai aku…"
A.R. al- Badawi berpendapat bahwa di dalam ittihad yang dilihat hanya satu wujud.
Walaupun sebenarnya ada dua wujud yang berpisah satu dari yang lain. Hal ini terjadi
karena yang dilihat dan dirasakan hanya satu wujud. Sehingga akan terjadi pertukaran
peranan antara yang mencintai dan yang dicintai (sufi dan Tuhan). Dalam ittihad
"identitas telah hilang, identitas telah menjadi satu". Hal ini bisa terjadi, karena sufi
telah memasuki fana' yang tidak mempunyai kesadaran lagi dan berbicara dengan nama
Tuhan.
Dengan fana`-Nya, Abu Yazid meninggalkan dirinya dan pergi ke hadirat Tuhan. Bahwa ia
telah berada dekat pada Tuhan dapat dilihat dari Syathahat yang diucapkannya.
Syatahat adalah ucapan yang dikeluarkan seorang sufi ketika ia mulai berada di pintu
gerbang ittihad. Ucapan-ucapan yang demikian belum pernah didengar dari sufi sebelum
Abu Yazid, umpamanya:
ٌر ٌد َفقِ ْي ا َع ْب ك َفأ َ َن
َ َب مِنْ ُحبِّيْ ل َ َّت أَ َتعَج ُ لَ ْس
ِد ْي ٌر ك َق ٌ َ
ِك لِيْ َوأ ْنتَ َمل َ
َ َولَ ِك ِّنيْ أ َتعَجَّ بُ مِنْ ُح ِّب
Artinya:
"Aku tidak heran terhadap cintaku pada-Mu karena aku hanyalah hamba yang hina,
tetapi aku heran terhadap cinta-Mu padaku, karena Engkau adalah Raja Mahakuasa."
Tatkala berada dalam tahapan ittihad, Abu Yazid berkata:
َا أَ ْنت َا َوأَن َأ َ ْنتَ أَن َ ف:ت ُ ك َفقُ ْلَ َر َغ ْ َ َّ ُ
دَ إِن ُه ْم كل ُه ْم خلقِيْ ْي َّ ا َي ِز ْي َ
ا أ َب َي: ا َل َق
Artinya:
“Tuhan berkata, ”Semua mereka –kecuali engkau- adalah makhluk.” Aku pun berkata,
“Engkau adalah aku dan aku adalah Engkau."
Selanjutnya, Abu Yazid berkata lagi:
.ُ أَ ْنتَ ال َف رْ د: َف َق ا َل لِي، َيا أَ َن ا:ِت ِبه ُ َفقُ ْل، َ َيا أَ ْنت: َف َقا َل لِي.ار ال ُك ُّل ِبال ُك ِّل َوا ِح ًدا َ ار ال َكلِ َم ُة َواحِدَ ًة َو
َ ص َ ص َ اج ُة َفَ َفا ْن َق َط َع ال ُم َن
ا أَ َنا أَ َن: َ أَ ْنتَ أَ ْنت:ا َل لِي رْ ُد َق ا ال َف أَ َن: ت ُ قُ ْل
Artinya:
“Konversasi pun terputus; kata menjadi satu, bahkan seluruhnya menjadi satu. Ia pun
berkata, “Hai engkau. "Aku pun- dengan perantaraan-Nya menjawab, “Hai Aku, “Ia
berkata, “Engkaulah yang satu.“ Aku menjawa, "Akulah yang satu." Ia berkata lagi,
"Engakau adalah Engkau." Aku balik menjawab, "Aku adalah Aku."
Sehabis shalat subuh, Abu Yazid pernah berucap:
ْدنِي َ
ا فاعْ ُب َ َ َّ
َه إِال أن َ َ
ا هللاُ ال إِل إِ ِّنيْ أَ َن
Artinya:
"Tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku."
Suatu ketika seseorang melewati rumah Abu Yazid dan mengetuk pintu, Abu Yazid
bertanya, “Siapa yang engkau cari?” Orang itu menjawab, “Abu Yazid”, Abu Yazid
berkata. ”Pergilah, di rumah ini tidak ada, kecuali Allah Yang Mahakuasa dan
Mahatinggi."
PENUTUP
Abu Yazid al-Bustami adalah seorang tokoh sufi yang hidup pada abad ketiga Hijriyah.
Beliau dipandang sebagai orang yang mempelopori paham fana', baqa', dan ittihad.
Sebelum beliau begelut dengan dunia tasawuf, beliau mempelajari fiqh terutama
madzhab Hanafi.
Sebelum Abu Yazid mencapai tingkat ittihad, ia mengawali maqamnya dengan fana' dan
baqa' yang merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan dalam pencapaian al-ittihad.
Fana' adalah lenyapnya sifat-sifat basyariah, akhlak yang tercela, kebodohan dan
perbuatan maksiat dari diri manusia. Sedangkan baqa' adalah kekalnya sifat-sifat
ketuhanan, akhlak yang terpuji, ilmu pengetahuan dan kebersihan dari dosa dan
maksiat. Ittihad adalah menyatunya jiwa manusia dengan tuhan, untuk mencapai hal
tersebut harus dilakukan usaha-usaha yang maksimal seperti taubat, zikir ibadah, dan
menghiasi diri dengan akhlak yang terpuji.
Paham Abu yazid mendapat tanggapan yang beragam dari kalangan ulama. Ulama
syari'ah atau ahli fiqh cenderung menyatakan bahwa paham ini menyesatkan dan Abu
yazid dikatakan kafir. Sebagian lagi menganggapnya hanya penyimpangan saja dan
sebagian lagi memahami bahwa paham yang didasarkan pada ungkapan-ungkapan Abu
Yazid tidak dapat dijadikan pedoman sebab disampaikan ketika ia tidak dalam kesadaran
dirinya, melainkan tunduk pada intuisi ketika beliau fana', baqa', dan ittihad.