You are on page 1of 18

1.

Latar Belakang dan Masalah

1.1 Latar Belakang

Pada hakikatnya belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Oleh karena

itu, pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia diarahkan untuk meningkatkan

kemampuan siswa dalam berkomunikasi dengan Bahasa Indonesia baik lisan

maupun tulisan. Pembelajaran bahasa selain untuk meningkatkan kemampuan

berpikir dan bernalar serta kemampuan memperluas wawasan. Siswa tidak hanya

diharapkan mampu memahami informasi yang disampaikan secara lugas atau

langsung tetapi juga dapat memahami informasi yang disampaikan secara

terselubung atau tidak secara langsung.

Menurut Tarigan (1983:1) keterampilan berbahasa mencakup 4 segi yaitu

menyimak (Listening Skill), Berbicara (Speaking Skill), Membaca (Reading Skill),

dan Menulis (Writing Skill). Menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa

yang digunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung. Menulis merupakan

suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif. Dalam kegiatan menulis ini, maka

sang penulis haruslah terampil memanfaatkan grafologi, struktur bahasa dan

kosakata, keterampilan menulis ini tidak akan datang secara otomatis melainkan

harus melalui latihan. Menulis merupakan suatu kegiatan yang produktif dan

ekspresif (Tarigan 1983:4) kegiatan menulis bertujuan untuk mengungkapkan

fakta- fakta, pesan sikap dan isi pikiran secara jelas dan efektif kepada para

pembacanya.

1
Wagiran dan Doyin (2005:1-3) menyatakan bahwa keterampilan menulis

merupakan keterampilan yang perlu dikuasai oleh siswa. Melalui menulis, siswa

dapat mengungkapkan pikirannya mengingat tidak semua siswa dapat

menyampaikan pikirannya melalui berbicara. Menulis juga dapat membantu siswa

berpikir logis dan sistematis. Pembelajaran menulis yang terdapat dalam KTSP

ada dua macam, yaitu menulis dalam bidang kebahasaan dan menulis sastra.

Menurut keterangan yang diperoleh dari guru bidang studi Bahasa

Indonesia SD Negeri 44 Banda Aceh, kemampuan dan ketrampilan siswa menulis

dalam cerita pendek masih kurang. Hal ini disebabkan oleh guru dan siswa itu

sendiri. Penyebab dari dalam diri siswa adalah kemalasan siswa karena kurangnya

motivasi untuk mulai menulis. Di samping itu, siswa mengaku mengalami

kesulitan untuk menemukan tema dalam penulisan cerita pendek. Hal ini

umumnya disebabkan karena proses pendekatan yang dilakukan oleh guru dalam

proses pembelajaran cenderung monoton. Hal tersebut membuat siswa merasa

cepat bosan. Siswa jadi malas mengikuti pembelajaran menulis cerita pendek

sehingga hasil belajar siswa tidak memuaskan.

Model pembelajaran Cooperative Learning merupakan salah satu model

pembelajaran yang mendukung pembelajaran kontekstual. Sistem pengajaran

Cooperative Learning dapat didefinisikan sebagai sistem kerja/ belajar kelompok

yang terstruktur. Yang termasuk di dalam struktur ini adalah lima unsur pokok

(Johnson & Johnson, 1993), yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab

individual, interaksi personal, keahlian bekerja sama, dan proses kelompok.

2
Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang

berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi

belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat

kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa

anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk

memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan

belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan

pelajaran.

Pendekatan pembelajaran ini akan melatih siswa untuk berpartisipasi lebih

aktif dalam proses pembelajaran. Jadi, kegiatan berpusat pada siswa, guru sebagai

motivator dan fasilitator didalamnya agar suasana kelas lebih hidup.

Berdasarkan uraian di atas, penting kiranya diadakan suatu penelitian

ilmiah secara lebih cepat dan mendalam menyangkut model karya sastra di

sekolah dengan mengguanakan metode yang dapat meningkatkan kemampuan

dan kemauan siswa mempelajari dan mengaplikasikan teori yang telah dipelajari

dalam proses belajar-mengajar, terutama dalam menulis sebuah cerita pendek.

Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang berjudul

“Pengaruh Cooperative Learning Terhadap Kemampuan Menulis Cerita Pendek

pada Siswa Kelas V SD Negeri 44 Banda Aceh”.

3
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan di atas, permasalahan yang menjadi bahan

pembahasan dan pengkajian dalam penelitian ini dapat dirumuskan berikut ini:

1. Bagaimana peningkatan keterampilan menulis cerpen siswa kelas V SD

negeri 44 Banda Aceh setelah mengikuti pembelajaran dengan cooperative

learning?

2. Bagaimana perubahan sikap dan perilaku siswa kelas V SD negeri 44

Banda Aceh terhadap pembelajaran menulis cerpen, setelah mengikuti

pembelajaran dengan cooperative learning?

2. Tujuan Penelitian

2.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah siswa dapat meningkatkan kemampuan

menulis cerita pendek berbentuk narasi melalui cooperative learning.

2.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus untuk penelitian ini adalah:

1. Untuk meneliti hasil tulis siswa dalam menulis cerpen setelah cooperative

learning di laksanakan di kelas.

2. Untuk mengamati kerjasama siswa dalam menulis cerpen dalam kelompok.

3. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki dua manfaat, yaitu :

4
3.1 Manfaat Teoretis

Secara teoretis penelitian ini dapat menjadi sumber referensi bagi

penelitian penulisan karya ilmiah selanjutnya. Hasil yang akan dibahas

dalam penelitian ini dapat menjadi gambaran secara konseptual terhadap

guru untuk memberikan alternatif bagi guru dalam melaksanakan kegiatan

pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan.

3.2 Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini bermanfaat bagi guru untuk menjadi

alternatif pendekatan bagi pembelajaran bahasa Indonesia yang efektif.

Pembelajaran yang dilaksanakan dengan cooperative learning akan

membuat siswa menjadi aktif, kreatif, dan mandiri. Pendekatan yang

digunakan dalam penelitian ini dapat digunakan pada penelitian dan

kegiatan pembelajaran yang lain, terutama penelitian pendidikan yang

berorientasi pada peningkatan kemampuan akademik dan keterampilan

siswa. Pihak sekolah dapat mengembangkan cooperative learning untuk

digunakan pada semua mata pelajaran, namun harus disesuaikan dengan

situasi dan kondisi sekolah.

4. Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah, peneliti meruskan hipotesis sebagai

berikut.

Alternatif hipotesis (Ha): cooperative learning mempengaruhi kemampuan siswa

kelas V SD 44 Banda Aceh dalam menulis cerita pendek.

5
Nul hipotesis (Ho) : cooperative learning tidak mempengaruhi kemampuan siswa

kelas V SD 44 Banda Aceh dalam menulis cerita pendek.

5. Populasi dan Sampel Penelitian

5.1 Populasi

Populasi penelitian ini adalah siswa SD negeri 44 Banda Aceh.

Sekolah ini memiliki 6 kelas tetapi peneliti hanya mengambil satu kelas

sebagai populasi penelitian ini karena tidak mungkin mengambil seluruh

jumlah siswa di sekolah untuk di jadikan subjek penelitian. Hal ini di

karenakan keterbatasan waktu dan dana yang tersedia oleh peneliti.

5.2 Sampel penelitian

Sampel penelitian ini adalah siswa kelas V SD negeri 44 Banda

Aceh. Jumlah siswa kelas V SD negeri 44 berjumlah 18 siswa. Teknik

pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan

purposif sampling. Purposif sampling yaitu pengambilan sampel di

karenakan tujuan tertentu (Arikunto, 2003:33). Dalam hal ini, peneliti

mengambil kelas V SD negeri 44 Banda Aceh di karenakan kelas ini

adalah kelas peneliti sendiri sehingga membuat peneliti lebih nyaman

melakukan penelitian ini dalam kelas ini.

6
6. Ruang Lingkup/ Definisi Operasional

6.1 Ruang Lingkup

Dari berbagai masalah yang muncul maka batasan permasalahan yang

dibahas penulis dalam penelitian ini adalah keterampilan menulis cerita pendek

pada siswa kelas V SD negeri 44 Banda Aceh melalui cooperative learning.

Peneliti membatasi ruang lingkup kriteria menulis cerpen menjadi penggunaan

alur atau plot, penggambaran tokoh dan penokohan,

pendeskripsian latar, penggunaan gaya bahasa, penggunaan

sudut pandang, dan tema cerita.

6.2 Definisi Operasional

Untuk menghindari arti yang ambigu dalam penelitian ini maka

peneliti memperjelas istilah-istilah sebagai berikut.

a. Cooperative Learning

Cooperative learning adalah sistem kerja atau belajar kelompok

yang terstruktur.

b. Kemampuan

Kemampuan adalah keahlian melakukan sesuatu. Dalam penelitian

ini, keahlian yang di maksud adalah kemampuan siswa dalam menulis

cerita pendek.

c. Menulis

Menulis adalah kegiatan menuangkan idea dan menyusunnya

dalam bentuk tulisan.

7
d. Cerita Pendek

Cerita pendek adalah cerita fiksi atau cerita rekaan yang sering

disebut kisahan prosa pendek yang mempunyai alur dan tokoh.

7. Landasan Teoritis

7.1 Pengertian Cooperative Learning

Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003

menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan

pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dalam pembelajaran,

guru harus memahami hakikat materi pelajaran yang diajarkannya dan memahami

berbagai model pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan siswa untuk

belajar dengan perencanaan pengajaran yang matang oleh guru.

Model pembelajaran Cooperative Learning merupakan salah satu model

pembelajaran yang mendukung pembelajaran kontekstual. Sistem pengajaran

Cooperative Learning dapat didefinisikan sebagai sistem kerja/ belajar kelompok

yang terstruktur. Yang termasuk di dalam struktur ini adalah lima unsur pokok

(Johnson & Johnson, 1993), yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab

individual, interaksi personal, keahlian bekerja sama, dan proses kelompok.

Falsafah yang mendasari pembelajaran Cooperative Learning (pembelajaran

gotong royong) dalam pendidikan adalah “homo homini socius” yang

menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial.

8
Cooperative Learning adalah suatu strategi belajar mengajar yang

menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di

antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang

terdiri dari dua orang atau lebih.

Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang

berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi

belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat

kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa

anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk

memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan

belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan

pelajaran.

Menurut Anita Lie dalam bukunya “Cooperative Learning”, bahwa model

pembelajaran Cooperative Learning tidak sama dengan sekadar belajar kelompok,

tetapi ada unsur-unsur dasar yang membedakannya dengan pembagian kelompok

yang dilakukan asal-asalan. Roger dan David Johnson mengatakan bahwa tidak

semua kerja kelompok bisa dianggap Cooperative Learning, untuk itu harus

diterapkan lima unsur model pembelajaran gotong royong yaitu :

1. Saling ketergantungan positif.

Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya.

Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas

sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan

tugasnya sendiri agar yang lain dapat mencapai tujuan mereka.

9
2. Tanggung jawab perseorangan.

Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran

Cooperative Learning, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk

melakukan yang terbaik. Pengajar yang efektif dalam model pembelajaran

Cooperative Learning membuat persiapan dan menyusun tugas sedemikian rupa

sehingga masing-masing anggota kelompok harus melaksanakan tanggung

jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan.

3. Tatap muka.

Dalam pembelajaran Cooperative Learning setiap kelompok harus

diberikan kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini

akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang

menguntungkan semua anggota. Inti dari sinergi ini adalah menghargai

perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan.

4. Komunikasi antar anggota.

Unsur ini menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai

keterampilan berkomunikasi, karena keberhasilan suatu kelompok juga

bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan

kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka. Keterampilan

berkomunikasi dalam kelompok juga merupakan proses panjang. Namun, proses

ini merupakan proses yang sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk

memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan mental dan

emosional para siswa.

5. Evaluasi proses kelompok.

10
Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk

mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar

selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.

7.2 Tujuan Pembelajaran Cooperative Learning

Tujuan pembelajaran kooperatif berbeda dengan kelompok konvensional

yang menerapkan sistem kompetisi, di mana keberhasilan individu diorientasikan

pada kegagalan orang lain. Sedangkan tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah

menciptakan situasi di mana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi

oleh keberhasilan kelompoknya (Slavin, 1994).

Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-

tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum oleh Ibrahim, et al.

(2000), yaitu:

1. Hasil belajar akademik

Dalam belajar kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga

memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa

ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami

konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa

model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada

belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar.

Di samping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar,

pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok

11
bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas

akademik.

2. Penerimaan terhadap perbedaan individu

Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas

dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan,

dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa

dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung

pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan

belajar saling menghargai satu sama lain.

3. Pengembangan keterampilan sosial

Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah, mengajarkan

kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan-

keterampilan sosial, penting dimiliki oleh siswa sebab saat ini banyak anak muda

masih kurang dalam keterampilan sosial.

7.3 Pengertian Cerita Pendek

H.B. Jassin (sastrawan Indonesia) mengatakan bahwa yang disebut cerita

pendek harus memiliki bagian perkenalan, pertikaian, dan penyelesaian. A. Bakar

Hamid dalam tulisan “Pengertian Cerpen” berpendapat bahwa yang disebut cerita

pendek itu harus dilihat dari kuantitas, yaitu banyaknya perkataan yang dipakai:

antara 500-20.000 kata, adanya satu plot, adanya satu watak, dan adanya satu

kesan. Sedangkan Aoh. KH, mendefinisikan bahwa cerpen adalah salah satu

ragam fiksi atau cerita rekaan yang sering disebut kisahan prosa pendek. Dan

12
masih banyak sastrawan yang merumuskan definisi cerpen. Rumusan-rumusan

tersebut tidak sama persis, juga tidak saling bertentangan satu sama lain. Hampir

semuanya menyepakati pada satu kesimpulan bahwa cerita pendek atau yang

biasa disingkat cerpen adalah cerita rekaan yang pendek.

7.4 Karakteristik dalam Cerita Pendek

Untuk mempertegas perbedaan cerpen dengan novel, Ismail Marahimin,

dalam Menulis Secara Populer menjelaskan bahwa cerpen memang harus pendek

dan singkat. Sedangkan cerita rekaan yang panjang adalah novel. Meskipun ada

yang berpendapat jumlah katanya tidak lebih dari 10.000 kata (The Liang Gie).

Ada yang membatasi jumlah katanya antara 500-30.000 kata (Helvy Tiana Rosa).

Yang jelas, karakteristik utama cerpen adalah pendek dan singkat. Di dalam cerita

yang singkat itu, tentu saja tokoh-tokoh yang memegang peranan tidak banyak

jumlahnya, bisa jadi hanya seorang, atau bisa juga sampai sekitar empat orang

paling banyak. Itu pun tidak seluruh kepribadian tokoh, atau tokoh-tokoh itu

diungkapkan di dalam cerita. Fokus atau, pusat perhatian, di dalam cerita itu pun

hanya satu. Konfliknya pun hanya satu, dan ketika cerita itu dimulai, konflik itu

sudah hadir di situ. Tinggal bagaimana menyelesaikan saja.

7.5 Unsur-unsur dalam Cerita Pendek

1. Tema

Tema yaitu gagasan inti. Dalam sebuah cerpen, tema bisa disamakan

dengan pondasi sebuah bangunan. Tidaklah mungkin mendirikan sebuah

13
bangunan tanpa pondasi. Dengan kata lain tema adalah sebuah ide pokok, pikiran

utama sebuah cerpen; pesan atau amanat, dasar tolak untuk membentuk rangkaian

cerita, dasar tolak untuk bercerita.

2. Alur atau Plot

Alur atau plot yaitu rangkaian peristiwa yang menggerakkan cerita untuk

mencapai efek tertentu. Banyak anggapan keliru mengenai plot. Sementara orang

menganggap plot adalah jalan cerita. Dalam pengertian umum, plot adalah

suatu permufakatan atau rancangan rahasia guna mencapai tujuan tertentu.

Rancangan tentang tujuan itu bukanlah plot, akan tetapi semua aktivitas untuk

mencapai yang diinginkan itulah plot.

3. Penokohan

Penokohan yaitu penciptaan citra tokoh dalam cerita. Tokoh harus tampak

hidup dan nyata hingga pembaca merasakan kehadirannya. Dalam cerpen modern,

berhasil tidaknya sebuah cerpen ditentukan oleh berhasil tidaknya menciptakan

citra, watak dan karakter tokoh tersebut. Penokohan, yang didalamnya ada

perwatakkan sangat penting bagi sebuah cerita, bisa dikatakan ia sebagai mata

air kekuatan sebuah cerita pendek

4. Latar atau Setting

Latar atau setting yaitu segala keterangan mengenai waktu, ruang dan

suasanadalam suatu cerita. Pada dasarnya, latar mutlak dibutuhkan untuk

menggarap plot cerita, karena latar harus bersatu dengan teman dan plot untuk

menghasilkan cerita pendek yang gempal, padat, dan berkualitas. Kalau latar

14
bisa dipindahkan ke mana saja, berarti latar tidak integral dengan tema dan plot.

Jelas bahwa settingakan sangat menentukan watak dan karakter tokoh.

5. Sudut Pandangan Tokoh

Diantara elemen yang tidak bisa ditinggalkan dalam membangun cerita

pendek adalah sudah pandangan tokoh yang dibangun sang pengarang. Sudut

pandangan tokoh ini merupakan visi pengarang yang dijelmakan ke dalam

pandangan tokoh-tokoh bercerita. Jadi sudut pangan ini sangat erat dengan teknik

bercerita.

8. Metode dan Teknik Penelitian

8.1 Metode Penelitian

Metodologi penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah desain

penelitian tindakan kelas. Desain penelitian tindakan kelas yang di gunakan

adalah jenis konsep Stepehen Kemmis dan Mc.Taggart (Hopskin dalam

Depdiknas 2004). Penelitian tindakan kelas bersifat reflektif dengan melakukan

tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan atau meningkatkan

praktik-praktik pembelajaran di kelas secara profesional. Penelitian tindakan kelas

dilaksanakan dalam wujud proses pengkajian berdaur yang terdiri atas empat

tahap, yakni perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi.

8.2 Teknik Penelitian

8.2.1 Teknik Pengumpulan Data

Intrumen yang di gunakan dalam penelitian ini adalah tes tertulis dan

observasi. Tes tertulis di gunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam

15
menulis cerita pendek. Siswa di berikan bantuan pertanyaan untuk menulis

kembali cerita apa yang di dengar langsung dari peneliti.

Instumen nontes yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar

pengamatan penelitian dan dokumentasi foto. Instrumen nontes digunakan untuk

mengukur pelaksanaan cooperative learning di kelas dan juga untuk mengungkap

semua kejadian dan peristiwa yang terjadi pada saat pelaksanaan kegiatan

pembelajaran., baik keadaan kelas pada saat pembelajaran dan perilaku siswa

ketika kegiatan pembelajaran berlangsung. Lembar pengamatan disusun untuk

menilai kegiatan siswa di dalam kelompok yang meliputi dua aspek yaitu

keterampilan bekerja sama dan fungsi dalam kerja kelompok. Keterampilan

bekerja sama meliputi penampilan, peran dalam kelompok, kemampuan

menyusun atau menyimpulkan dan kemampuan menyampaikan ide atau saran.

Fungsi dalam kerja kelompok meliputi meliputi sumbangan pemikiran,

penyimpulan ide atau saran, memotivasi anggota, inisiatif kerja dalam kelompok,

pengordinasian kerja kelompok. Dokumentasi foto di lakukan untuk merekam

kegiatan kerja kelompok siswa selama berlangsung penelitian.

Setelah menentukan instrumen yang digunakan dalam penelitian, maka

kegiatan selanjutnya adalah mengumpulkan data berdasarkan instrumen yang

telah ditentukan. Teknik tes dilakukan untuk memperoleh data tes dalam rangka

mengukur tingkat keterampilan menulis cerita pendek siswa SD 44. Teknik

pengumpulan data nontes dilakukan peneliti melalui kegiatan observasi dan

dokumentasi foto.

16
8.2.2 Teknik Pengolahan Data

Teknik yang digunakan untuk menganalisis data

penelitian ini adalah teknik kuantitatif dan teknik kualitatif.

Tes kuantitatif dipakai untuk menganalisis hasil tes

subjektif siswa. Nilai masing-masing siswa dijumlahkan,

kemudian jumlah tersebut dihitung dalam presentase dengan

menggunkan rumus:

NP= NK x 100%
R

Keterangan:

NP= Nilai dalam presentase

NK= Nilai kumulatif

R = Jumlah siswa

Teknik kualitatif dipakai untuk menganalisis data-data nontes, yaitu data

observasi dan dokumentasi foto. Data observasi dianalisis untuk mengetahui sikap

siswa dalam mengikuti pembelajaran. Dari data ini dapat diketahui perubahan

sikap siswa selama mengikuti pembelajaran. Data dokumentasi foto digunakan

untuk memperoleh rekaman aktivitas atau perilaku siswa selama mengikuti proses

pembelajaran dalam bentuk dokumen gambar. Dokumentasi foto ini akan

memperkuat bukti analisis penelitian.

17
Daftar Pustaka

Aminuddin. 1987. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar


Barulgensindo

Arsyad, Azhar. 2004. Media Pembelajaran. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada

Pranggawidagda, Suwara. 2002. Strategi Penguasaan Bahasa. Yogyakarta : Adi


Cita

Suharianto. 1982. Dasar-dasar Teori Sastra. Surakarta : Widya Duta

Sudjana, Nana dan Achmad Rivai. 2001. Media Pengajaran. Jakarta : Sinar Baru
Algensindo

Sayuti, A Suminto. 1988. Cara Menulis Kreatif. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Tarigan. 1983. Menulis sebagai suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung :


Angkasa Bandung.

Titik, dkk. 2003. Teknik Menulis Cerita Anak. Yogyakarta.

Wiyanto, Asul. 2005. Kesusastraan Sekolah Penunjang Pembelajaran Bahasa


Indonesia SMP dan SMA. Jakarta : Grasindo

18

You might also like