You are on page 1of 10
Sejarah Dalam Perspekcif Perkembangan iptek: 165 Sebuah Catatan Dalam Pemberdayaan Manusia SEJARAH DALAM PERSPEKTIF PERKEMBANGAN IPTEK : SEBUAH CATATAN DALAM PEMBERDAYAAN MANUSIA Oleh Sardiman AM. Abstrak Di penghujang abad ke-20 dan memasuki abad ke- 21, ada beberapa perkembsngan yang perlu dicermati. Nitai dan prinsip kesopanan di dalam masyarakat sudah begitulonggar, mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang halal dan mana yang haram, seolsh- ofah sangat tergantung pada dini masyarakat masing- masing. Hal ini nampek, manusia juga hidup begitu meterialstik dan tidak jarang yang serakah, dan menganut prinsip budaya nerabas. Hel ini nampaknya memang tidak dapat dilepaskan dari sebagisn dampak perkembangan IPTEK yang mendominasi kehidupan modern di zaman in Perkembangan IPTI:K tersebut tidak dapat dilepaskan adanya Renaisaace di Eropa Pada tahapan ini berkembang kehebasan berfikir dan individualitas. Kemudian pada zaman Aufslarung, mutai meninggalkan kaidah moral dan ketauhiéan, sebingga IPTEK, ‘menjadi bebas nilai, Akibatnya hasil tckrologi di samping memang sangat bermanfeat, tefapi juga menimbutkan kepcihatinan dalam kehidupan manusia, termasuk dalam upaya peniberdayaan manusia. Pada penghujung abad ke-26 ini sudah saataya Pembinaan sumber daya manusia, diarahkan untuk metahirkan manusia-manusia potensial yang mampt mengendalikan dan menerapkan teknologi secara tepat dengan ‘mengingat pava kaidah-kaidah moral dan agama. Pendahuluan Soedjatmoko (1987:593) dalam pidato pengantar untuk svatu seminas internasional tentang The Future of Mankind and Cooperation Among Religion, pada tanggal 13 April 1987, telah menyitir pendapat seorang filosof dan negawaran Perancis, Andre Malraux. Andre Malraux dalam pendapatnya itu mencoba meramatkan hahwa abad ke-21 nanti akan merupakan abad agama (moral), atau malahan umat manusia tidak akan hidup lebih tama lagi untuk menyakrikan abad ke-21, kalau sendi-sendi moral dan agama diabaikan. Latar belakang dari prediksi ini jelas didasarkan atas sealitas yang berkembang pada abad ke-20 ini yang dirasakan sudah begitu panas, mengingat dari rahim kandunganaya telah meledakkan dua Perang Dunia yang begitu dasyat dan mengerikan bagi sejarah hidup maausia. Dan apa yang dikatakan perang, ternyata sampai akhir abad ke-20 ini masih muncul di berbagai bagian dunia, seperti di Bosnia-Herziegovina. Ini semua merupakan sumber kecemasan dan rasa tidak aman bagi manusia Di samping itu nilai-nilai moral yang dipandang sebayai aspek fundamental dalam kehidupan manusia sudah menjadi semakin merosot 166 Cakrawata Pendidikan Edisi Khusus Dies, Mei 1995 Perkembangan dan konstalasi keadaan semacam itu boleh dikatakan sebagai salah satu dampak dari perkembangan zainan modem yang ditandai dengan dominasinya ilmu dan teknologi serta semakin maraknya budaya materialistik. Hal ini terjadi karena imu dan teknologi yang merupakant ‘emuan dari para ilmuwan yang sebenarnya untuk tujuan kemanusiaan, ada yang telah berbelok arah, terutama setelah diaplikasikan oleh para praktisi, politisi atau birokrat yang dalam mengendalikan kekuasaan negaranya sudah memisahkan dari dimensi moral. Terjadilah perbenturan nilai dan kemerosotan moral sebagai perwujudan dari problematike sejarah. Sejarah yang merupakan aktivitas manusia dalam dimensi spasial dan temporal, Seolah-olah gagal memberikan pelajaran agar manusia menjadi bermoral dan bijaksana, sebagaimana pernah djsarankan oleh Sir John Seeley (Roestan Abdulgani, 1963:17). Ini semua juga karena ulah manusia itu sendiri sebagai pengaruh perkembangan budaya modern yang lebih mengutamakan rasio, bersifat individualistik dan materialistik, praktis dan teknologis, sehingga tidak jarang = melahirkan budaya _nerabas (Koentjaraningrat, 1974:51) yang membentuk perilaku "ngongso” dan terputusnya tali silaturahmi di antara sesama manusia. Sehubungan dengan hal tersebut, maka menarik sekali untuk dikaji lebih lanjut tentang Problematika sejarah ditinjau dari perspektif perkembangan ifmu dan teknologi, Setelah pendahuluan ini berturut-turut akan disajikan uraian tentang Scjarah dan masalah kemanusiaan, Problematika sejarah dalam perspektif perkembangan ilmu dan teknologi, terakhir penutup. Sejarah dan Masalah Kemanusiaan Berbicara soal problematika sejarah, secara aksiologis tidak dapat dileapskan dari konteks permasalahan yang timbul dalam kehidupan manusia. Hal ini sesuai dengan konsepsi tentang sejarah yang berintikan manusia. Agar lebih jelas perlu dikemukakan beberapa pengertian tentang sejarah. Louis Gootschalk (1975:27) menyebut sejarah sebagai history yang Giartikan dengan "masa lampau’. Huizinga lebih singkat tetapi cukup filosofis, mengatakan sejarah adalah pertanggungjawaban masa lampau (Sartono Kartodirjo, 1982:vi). Lebih lanjut Morton White mendefinisikan scjarah sebagai suatu penyelidikan tentang masa fampau manusia yang dapat dimanfaatkan untuk masa sekarang dan diharapkan memberikan penerangan untuk masa yang akan datang (Morton White, 1968:1). Dari beberapa pengertian tentang sejarah itu, maka dapat dikatakan baliwa sccara esensial sejarah tidak dapat dipisahkan dari dimensi manusia dalam konteks waktu. manusia adalah pelaku dan pembuat sejarah. Ini menunjukkan bahwa sejarah berkait dengan soal kemanusiaan, sejarah adalah sejarah manusia itu sendiri (Ignas Kleden dalam Soedjatmoko, 1984:x0¢i). Dalam kaitan ini lebih jelas Jagi kalaw dikutipkan pendapat dari Sejarah Dalam Perspektif Perkembangan Iptek: 167 Sebuah Catatan Dalam Pemberdayaan Manusia Albert Hyma, yang menjelaskan bahwa sejarah adalah cabang ilmu pengetahuan yang membicarakan dan menerangkan perkembangan manusia mengenai politik, susunan masyarakat, ekonomi, pemikiran, kesenian, semua pengalaman-pengalaman yang kesemuanya itu merupakan ceritera kemanusiaan. Bahkan agak ekslusif tetapi cukup dapat dihayati, bahwa sejarah itu adalah pelajaran moral (Wang Gungwu, 1968:2). Sebab sejarah akan mendidik manusia agar lebih bijaksana. Hal ini sinkron dengan hakekat sejarah yang bersumber pada filsafat atau Wisdom/hikmak (Ibn Khaldun, tt:4). Dengan demikian sejarah di samping berkaitan dengan berbagai aspek kegiatan hidup manusia, juga mengandung nilai-nilai moral. Jadi sejarah adalah aktivitas kehidupan manusia itu, dalam arti yang mampu melahirkan Auman facts dan bermakna bagi kehidupan manusia itu sendiri (Sardiman AM, 1987:1). Sejarah, secara maknawi dapat dijelaskan sebagai derikut: “Makna sejarah dan kekuatan sejarah adalah hasit pemikiran, kepususan dan tindakan manusia yang diakumulasikan dari waktu ke wakru. Hidup dan nasib manusia pada dasarnya tergantung kepada apa yang dilakukannya sendiri, yaitu pada kemampuannya untuk memiliki dan merigolah kemungkinan yang terdapat dalam dunia ini" (Ignas Kelden dalam Soedjatmoko, 1984:c1). Dari uraian di atas jelas bahwa sejarah itu bergayut dengan otoritas manusia dalam menentukan aktivitas dan memberi makna dalam kehidupannya dengan dasar nilai-nilai kemanusiaan atau nilai moral. kegagalan manusia dalam bertindak untuk memberikan makna bagi kehidupannya, adalah satu bentuk dari problematika sejarah. Dengan kata lain problematika sejarah tidak lain adalah problematika kehidupan manusia itu sendiri. Problematika yang aktual dalam perkembangan zaman modern yang dikatakan scbagai abad ilmu dan teknologi ini, adalah memudarnya nilai moral dalam kehidupan manusia, Eksistensi sejarah sebagai pengemban misi moral dan kemanusiaan pada abad modern ini terasatersendat-sendat karena harus berhadapan dengan arus perkembangan ilmu dan teknologi yang diakui atau tidak diakui lebih bersifat individualistik dan materialistik. Yang menjadi pertanyaan sekarang, mampukah sejarah dengan dimensi moralnya menetralisasikan keadaan yang begitu mencemaskan pada akhir abad ke-20 ini, sehingga dapat seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi dalam rangka ‘menyongsong kehidupan pada abad ke-21 mendavang, Problematika Sejarah dalam Perspektif Perkembangan IImu dan Teknologi Sekilas tentang Perkembangan llmu dan Teknologi Permulaan adanya ilmu dapat dirunut sampai pada permulaan manusia. Sejak perkembangan zaman kuno, manusia sudah ada yang menemuxan pemikiran tentang adanya hubungan yang bessifat empiris yang 168 Cakrawala Pendidikan Edisi Khusus Dies, Mei 1995 memungkinkan mereka mengerti tentang keadaan dunia, menurut J. Mouly usaha yang mula-mula di bidang ilmu ini adalah bangsa Mesir pada waktu banjir sungai Nil yang terjadi setiap tahun. Hal ini telah mendorong berkembangnya sistem almanak, geometri dan kegiatan survey (Jujun S. Suryasumantri, 1985:87}. Keberhasilan ini kemudian diikuti oleh bangsa- bangsa lain seperti Babilonia, orang-orang Hindu, yang juga memberikan sumbangan penting bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Selanjutnya pada sekitar abad ke-6 $.M., muncullah bangsa Yunani yang menitikberatkan pada usaha pengorganisasian ilmu pengetahuan dan pengembangan filsafat. Tidak hanya itu, mereka juga menyumbangkan silogisme yang menjadi dasar bagi penjabaran secara deduktif pengalaman-pengalaman manusia. Karena itu orang- orang Yunani dipandang sebagai perintis dalam mendekati perkembangan ilmu secara sistematis (Jujun S. Suryasumantri, 1985:87). Perkembangan ilmu pengetahuan di Yunani itu telah memberikan petunjuk babwa pada zaman Yunani Klasik berkembang kultur kebebasan berpikir. Tradisi berpikir bebas ini merupakan nilai yang tinggi dalam kebudayaan (Sartono Kartodirdjo, 1986:13), dan sekaligus sebagai indikator berkembangnya otoritas manusia sebagai individu. Hal ini merupakan warisan yang sangat berharga untuk perkembangan abad modern di Eropa. Perkembangan ilmu pengetahuan masa Yunani yang cukup berpamor di Eropa itu pernah mengalami stagnasi setelah runtubnya Kekaisaran Romawi dan munculnya Abad Pertengatan. Abad Pertengahan ini ditandai dengan dominasi gereja yang sangat mengekang perkembangan akal manusia. otoritas manysia menjadi pudar, digantikan dengan otoritas Gereja. Dilihat dari segi perkembangan ilmu dan teknologi, bagi orang-orang Eropa masa ini dikenat sebagai zaman kegelapan, karena maoeinya perkembangan peradaban dan ilmu pengetahuan. Walaupun sebenarnya perkembangan ilmu itu hanya bergeser tempatnya yakni ke dunia Timur yang dipelopori oleh sarjana-sarjana Muslim, seperti Ai Kindi, Ton Sina. Ini semua telah ikue mendorong lahirnya Renaissance di Barat (Phifip K. Hitti, 1968:218). Lahirnya Renaissance di Barat, telah menandai fase baru. Masa ini boleh dikatakan sebagai masa peralihan. Masa itu unsur-unsur yang bersifat transendenta! berdampingan dengan unsur-unsur profan. Tetapi yang jelas Renaissance telah memancangkan tonggak untuk memasuki zaman modern, suatu fase yang mengangkat Kembali kebebasn individu manusia untuk berbuat dan berfikir sesuai dengan kehendaknya, tidak terikat oleh unsur teologis. Kebebasan individu atau kejayaan manusia sangat dipuja (Jacob Burchkardt, 1994:90). Hal ini semakin tegas dan jelas setelah memasuki zaman Autklarung yang telah memproklamasikan perang melawan agama di bawah motto: Berasez Vinfleme, di mana Vinflame dipandang sebagai tahkhayul, agama dinilai sebagai paling terbelakang dan kejam bagi kehidupan manusia (R.G. Collingwood, 1956:76). Pada masa Aufklarung ini Sejarah Dalam Perspektif Perkembangan Iptek: 169 Sebuah Catatan Dalam Pemberdaynan Manusia benar-benar sudah putus dari agama dan menempatkan kebebasan individu serta kebebasan akal secara optimal. Kondisi telah membawa perkembangan ilmu dan tcknologi secara pesat, termasuk ilmu-ilmu yang bersifat sekuler (Sartono Kartodirdjo, 1986:42), Banyak upaya penerapan ilmu dalam kehidupan manusia, sehingga melahirkan dan mengembangkan tcknologi modern (M. Sastradipradja, 1986:187). Perkembangan teknologi ini secara kongkret dan meluas setelah berkerabangnya tevolusi Industri di Inggris dan, oleh para ahli, fase inilah yang secara nyata menandai berkembangnya zaman modern dan populernya istilah modernisasi (David E. Apter, 1965:vii), Pada kehidupan modern ini perkembangan imu dan teknologi menempati posisi sentral dan diharapkan dapat mengangkat derajat manusia dari kesulitan dan kemiskinan. Dampak Perkembangan Iimu dan Teknologi dalam Sejarah Umat Manusia Perkembangan ilmu dan teknologi yang begitu spektakuler tersebut telah membawa berbagai perubahan di dalam kehidupan manusia. Di satu pihak ilmu dan teknologi telah membuat berbagai kemudahan, tetapi di pihak lain telah membawa benturan-benturan yang cukup krusial dalam kehidupan sosio-kutIrual manusia. Masyarakat di dunia ini begitu cepat berubah dan mengalami berbagai_pergeseran nilai sebagai akibat dari perkembangan ilmu dan teknologi. Dengan berkembangaya revolusi Industri di Inggris pada abad Ke-18, berkembang pulalah temuan di bidang permesinan, sehingga zaman itu dikenal sebagai zaman mesin. Dunia mesin dengan berbagai kemungkinan yang menakjubkan telah menciptakan keadaan serba baru. fbaratnya dunia ini dapat digengeam, seolah- olah waktu dan jarak dapat disulap. Sébab alat transportasi, alat komunikasi dan informasi, semua dapat diatasi dengan teknologi canggih. Bahkan sampai-sampai anak geniuspun dapat diusahakan dengan rekayasa biologi (walaupun hal ini banyak mendapat protes). Begitu juga orang berpindah dari bumi ke planet yang Jain sudah dapat dilakukan. yang jelas dengan imu dan teknologi ini banyak memberi kemudahan bagi hidup manusia, termasuk soal sandang, pangan dan papan. Dengan teknologi diharapkan kehidupan manusia secara utuh dapat serpenubi, sehingga akan melabirkan ctos instrinsik dari teknologi (AGM. van Melsen, 1985:110-111). ‘Tetapi di sisi lain dampak dari perkembangan ilmu dan teknologi itu juga membawa kecemasan bagi hidup manusia. Secara fisik banyak perangkat yang dapat diproduksi melalui kegiatan industrialisasi. Salah satu jenis produksi antara lain senjata, Dan senjata inilah yang merupakan komoditi besar dari negara-negara adikuasa. Akibatnya perang yang terjadi di berbagai bagian dunia dewasa ini sulit untuk dihentikan. Hal ini telah ikut mencemaskan dan menimbulkan rasa tidak aman di kalanan penduduk dunia. Apalagi dengan berkembangnya persenjataan mutakhir yang kekuatannya melebihi kekuatan bom atom yang menghancurkan Hirosima 170 Cakrawala Pendidikan Edisi Khusus Dies, Mei 1995 dan Nagasaki, semmakin mencemaskan manusia. Ini merupakan dampak negatif yang sangat jelas bagi perkembangan imu dan teknologi, karena produk teknologi itu dipegang oleh praktisi yang jauh dari nilai moral dan kemanusiaan, Contoh lain dari bidang sosial ekonomi. Menurut pengamatan Soedjatmoko bahwa dalam perkembangan ilmu dan teknologi yang notabenenya mengembangkan industrualisasi, ternyata juga tidak mampu mengatasi pengangguran (Soedjatmoko dalam J.B. Mangunwijaya (ed), 1983: 49-50), Bahkan tidak jarang yang menimbulkan jurang perbedaan antara si kaya dan si miskin. Hal ini disebabkan karena kurangnya disadari bahwa perkembangan teknologi dapat mengacu pada pola yang konsentris yang dapat menciptakan polarisasi antara pusat dan pinggiran. Pusat sebagai kelas elit semakin kaya karena memiliki akumulasi modal dan perangkat produksi, menguasai ilmu dan teknofogi, sedang yang pinggiran mengatami marginalisasi yang hanya mampu sebagai faktor produksi (pekerja) melulu (M. Satrapratedja, 1986:298). Secara konseptual perkembangan ini memang didukung oleh sifat teknologi itu sendiri, yakni condong ke arah sifat konsentrasi pada golongan terbatas dan cenderung membuahkan kekerasan (Sutarjo Adisusito JR., 1983:109-210). Model berpikir alternatif kurang mendapatkan tempat. Kehidupan modern yang ditandai dengan dominasi ilmu dan teknologi dengan ciri-ciri yang individualistis, mengangungkan akal dan otoritas seseorang, bersifat konsentris, praktis dan ekonomis, telah secara tajam menggeser nilai-nitai Kemanusiaan. Sejarah semacam tersudutkan pada konstalasi yang problematis Karena terjadi perbenturan dan pergeseran nilai serta kemerosotan moral, sebagai akibat adanya mainstream yang begitu kuat dari ilmu dan teknologi. Sifat mengagungkan akal membuat diri manusia jauh dari hal-hal yang adi kodrati, sifat individuatistis, praktis dan ekonomis telah membuat manusia kehilangan hati nurani dalam kontes hubungan antara sesama, biasa melakukan budaya nerabas dan menciptakan pola-pola interaksi yang eksploitatif, sehingga seseorang memeras orang lain dianggap sesuatu yang biasa. Inilah yang pernah dipertanyakan oleh J. Solzhenisyn secara serius: *.. bila kita dipisakkan dengan konsep baik busuk (moral) apalagi yang masih tersisa? tidak lagi kecuali manipulasi satu sama lain, Kita akan turun kepada status binatang’ (A. Syafii Maarif, 1987:1). Begitu keras kritikd ari Solzhenisyn terhadap orang yang sudah meninggalkan dimensi moral dalam hidupnya, dan kalau diamati gejala semacam ini sedang merambat di kalangan umat di dunia. Hal ini menurut Bertrand Russell karena kesalahan dalam menerjemahkan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ditegaskan bahwa ilmu tidak saja menjelaskan gejala agar menjadi jelas, tetapi juga memanipulasi faktor-faktor yang terkait dalam gejala tersebut untuk mengontrol dan mengarahkan proses yang terjadi. Contoh dari kenyataan ini, hutan gundul timbul banjir, maka perlu diciptakan teknologi untuk mencegah banjir. Inilah yang disebut pengembangan tahap Sejarah Dalam Perspeksif Perkembangan Iptek: 71 Sebuah Catatan Dalam Pemberdayaan Manusia kontemplasi ke manipvlasi (Bertrand Russell, 1959: 61). Pada whap manipulasi inilah masalah moral diperlukan kembali dalam kaitannya dengan penerapan ilmu (teknologi). Dengan demikian dalam menggunakan teknologi tidak boleh meninggalkan persoalan moral. Para ilmuwan memang sudah committed dengan hal itu, tetapi setelah pindah tangan dan dalam aplikasinya nampak melupakan prinsip dasar, yakni keterkaitannya dengan nilai moral. Akiatnya menimbulkan kecemasan di kalangan umat manusia, Gejala sekulerisme dan pola hidup yang konsumtif telah berkecamuk di muka bumi ini. Sehubungan dengan itu tepat sekali saran yang diajukan oleh Soedjatmoko tentang perlunya aspek agama untuk menyertai kehidupan yang semakin kompleks ini. Selanjutnya Soedjatmoko menjelaskan sebagai berikut: "mu dan teknologi sekarang ini berhadapan dengan berbagai ertanyaan pokok tentang jalan yang harus ditempuh seterusnya dan yang tidak lagi dapat dijawabnya sendiri. Pertanyaan-pertanyaan itu berkisar sekitar masalah sampai di mana umat manusia bisa mengendalikan kembali ilmu dan teknologi, sehingga jalannya tidak ‘menurut Kemauannya dan momenturnya sendiri saja, melainkan ‘melayani kepertuan manusia dan keselamatan manusia, Pertanyaan- pertanyaan mengenai dirinya sendiri, mengenai rujuan-rujuannya dan cara-cara pengembangannya tidak dapat dijawab lagi oleh ilu dan teknologi tanpa referensi kepada patokan-patokan mengenai moralitas dan makna sera tujuan hidup manusia, iermasuk mengenai yang baik dan yang batil dalam kehidupan manusia modem (Soedjatmoko, (1984:203). Patokan-patokan tentang tujuan hidup dan moralitas itu menurut Soedjatmoko hanya dapat diperolch pada agama. Jadi agama tetap merupakan faktor esensial dalam menjawab tantangan zaman, apalagi pada akhir abad ke-20 dan memasuki abad ke-21 di mana dunia ditandai dengan berbagai ksisis. Apa yang diamati Soedjatmoka itu memang sudah pernah menjadi pemikiran Toynbee, yaitu sejak meletusnya Perang Dunia I. Menurut Toynbee perang-perang yang terjadi di dunia ini dapat diartikan sebagai simptom dari kegagalan nasionalisme dalam menyelesaikan hubungan antar bangsa. Oleh karena itu manusia harus kembali pada nilai-nilai spiritual yang (erdapat dalam higher religions (Arnold Toynbee, 1971:58), Kalau manusia mau kembali pada nilai moral dan agama, problematika sejarah yang berkaitan dengan dampak perkembangan ilmu dan teknologi, kiranya dapat diatasi. Sebuah Catatan Setting dari sisi lain mengenai dampak perkembangan ilmu dan teknologi seperti diungkapkan di atas, haruslah diwaspadai. Di penghujung abad ke-20 dan memasuki abad ke-21, telah menunjukkan semakin 172 Cakrawala Pendidikan Edisi Khusus Dies, Mei 1995 longgarnya nilai-nilai moral pada diri manusia. Hat ini tentu menjadi masalah yang cukup sentral dalam upaya pemberdayaan manusia, Pembinaan sumber daya manusia memang tidak lepas dari perkembangan IPTEK. yang penting bapaimana IPTEK itu harus dapat dikendalikan. Dalam hal ini Ellul menegaskan bagaimana manusia hares mampu memanusiakan hasit teknologi (J. Inovencio Menezes, 1985:14), tidak sebaliknya memesinkan manusia. Karena mungkin banyak di antara kita manusia yang tidak menyadari bahwa manusia sudah ada kecenderungan berperilaku teknologis paraktis, Misalnya sifat otomatis, praktis dan rutinitas, di samping perilaku-perilaku yang sangat tergantung dengan keberadaan produk teknologi. Bahkan yang cukup eksklusif, anak-anak sudah dididik untuk menjadi mesin yang serba otomatis. Film-film robot, manusia-manusia yang diubaht dengan kekuatan elektronik adalah salah satu contoh alat pendidikan yang tidak alami dan imaginasi yang tidak konstruktif. Anak-anak jarang tertarik kepada kepahlawanan "Satria Baja Hicam", tetapi lebih terkesan pada sepeda motornya dan pedangnya yang serba elektronik yang Otomatis menghancurkan musuh-musuhnya, Dalam pembinaan sumber daya manusia itu, diperlukan kondisi yang kondusif yang mengarah kepada ketesbukaan dan demokratisasi, Hal ini akan mendorong setiap manusia lebih berpikir kritis, dan kreatif. Manusia akan mengembangkan pola berpikir alternatif dengan pemahaman yang mendalam, Dengan int diharapkan tumboh manusia- manusia yang kritis dan bersikap arif dalam mengahdapi berbagai masalah, tidak hanya asal cepat. Yang penting lagi, dalam upaya pemberdayaan manusia itu harus ditegaskan bahwa IPTEK tidak bebas nilai. IPTEK harus dipandang sebagai spatu alat dan dapat dikendalikan oleh manusia yang beradab, bermoral, dan berpegang teguh pada iman dan taqwa. Maka diharapkan lahir sumber daya manusia yang mumpuni, yakni manusia yang cakap dan cerdas dalam arti bersikap kritis dan berpikir mendalam sehingga lebih arif dan peduli terhadap lingkungan, trampil dalam arti mampu mengaplikasikan hasit teknologi secara tepat dan manusia-manusia bermoral dalam arti mengendalikan hidup dengan perangkatnya dan kaidah-kaidah agama. Untuk ini peranan kegiatan pendidikan sangat penting artinya. Penutup Sampai akhir abad ke-20 ini ternyata perkembangan ilmu dan teknologi yang begity spektakuler itu belum mampu juga menjawab berbagai problematika sejarah yang berkaitan dengan bahaya perang, kemiskinan, kesenjangan antara si kaya dan si miskin. Bahkan pengembangan ilmu dan teknologi telah melahimnya perbenturan dan pergeseran nilai serta kemerosotan moral, sekalipun pihak-pihak tertentu hidup dengan berlimpak kemewatian, Hal ini disebabkan perkembangan Sejarah Dalam Perspektif Perkembangan Iptek: 173 Sebuah Catatan Dalam Pemberdayaan Manusia teknologi telah membawa dampak munculnya budaya lebih konsumtif, mengagungkan otcritas individu. Hubungan antara manusia yang satu dengan yang lain banyak bersifat cksploitatif, sehingga tali persaudaraan menjadi renggang. Teknologi yang semula sebagai alat berubah menjadi tujuan, dan bahkan sudah mulai munco! gejata manusia “diperbudak” oleh teknologi. Ini membuat kehidupan manusia tidak serasi dan penuh ketidakpastian. Sehingga timbul pertanyaan, mampukah teknologi menjawab tantangan sejarah pada abad ke-21 yang akan datang? Sawabnya sangat tergantung pada proses pendidikan sebagai wahana pembinaan sumber daya manusia. Daftar Pustaka Apies, David E. (1965). The Politics of Modernisation, Chicago: The University of Chicago Press. Burckhardt. (1944). The Civilization of the Renaissance in Italy. Translated byS.G.C, llemore, London: Allen & Unwin Lid. Collingwood, R.G., (1956). The Idea of History. New York: Oxford University Press. Gottschalk, Louis. (1975). Mengerti Sejarah, Terjemahan Nugroho Notosusanto. Jakarta: UT. Gungwu, Wang. (1968). The Use of History. Ohio: Ohio University Centre Ew B: ( ry, for Studies Asian Program. Hitti, Philip K. (1968), Makers of Arab History. New York: Harper ‘Tarchobooks Harper & Row Publishers. Ibn Khaldun. (1.1.) Al Mugaddimah. Meshr: Mustafa Muhammad. Jujun S. Suriasumantri, (1985). Hm dalam Perspektif. Jakarta: Yayasan Obor. Koentjaraningrat. (1974). Kebudayaan Mentalitet dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia. Mangunwidjaja {e4.). (1983). Teknologi dan Dampak Kebudaysan Vol-l. Jakarta: Yayasan Obor. Melsen. (3985). Himu Pengetahuan dan Tanggungjawab Kita. alih bahasa K. Bertens & AB, Nugraho, Jakarta: Gramedia. Menezes, j. Inocncio,. (1986). Manusia dan Teknologi: Telaah Filosofis J. Ellul, Yogyakarta: Kanisius. Roestan Abdulgani. (1963). Penggunaan IImu Sejarah. Bandung: Prapanca. Russel, Bertrand. (1959). The Scientific Outlook. New York: W.W. Norton & Companty Inc. 174 Cakrawala Pendidikan Eddisi Khusus Dies, Mei 1995 Sasdiman AM. (1987). "Antara Tlmu dan Sejarah" Paper, S-2 FPS IKIP Jakarta KPK UNS. Sartono Kartodirjo, (1986). Ungkapan-Ungkapan Filsafet Sejarah Barat dan Timur. Jakarta: Gramedia. -, (1982). Pemikiran dan Perkembangan Historiografi Indonesia Suatu Alternatif Jakarta: Gramedia. Sastrapratedja M. (1986). Pemilihan Teknofogi Dilihat dari Segi Keadilan Sosiai, dalam Menguak Mitos Pembangunan Telaah Etis dan Kritis. Jakarta: Gramedia. Soedjatmoko. (1987). "Beetwen Trancendence and History’, dimuat dalam Imu dan Budaya Th X, No. 8. Jakarta: Universitas Nasional. Sutarjo Adisusilo. (1983). Problematika Perkembangan Ilmu Pengetahuan. ‘Yogyakarta: Kanisius. Syafii Maarif, A. (1987). "Pemikiran tentang Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia". Makalah. Malang: IAIN Sunan Ampel. White, Morton. (1969). Foundation of Historical Knowledge. New York: Harper-Tarchbooj Harper & Row Publisher.

You might also like