You are on page 1of 9

Teori Perkuatan Dollard dan Miller

Teori Perkuatan Dollard dan Miller


Teori ini termasuk dalam aliran Behaviorisme moderat dan merupakan modifikasi
serta penyederhanaan Teori Perkuatan Leonard Clark Hull yang dihasilkan oleh
kerjasama dari John Dollard dan Neal Miller. Selain itu, teori ini juga bertolak dari
Teori Psikoanalitis serta temuan-temuan dan generalisasi dari antropologi sosial.
Maka tidak diragukan lagi teori ini bercorak klinis dan sosial. Dalam makalah ini,
Teori Perkuatan Dollard dan Miller akan dibagi secara ringkas ke dalam lima sub
pokok bahasan (mulai dari Eksperimen Laboratorium, Struktur Kepribadian,
Dinamika Kepribadian, Perkembangan Kepribadian, serta sub bab Psikopatologi) dan
kemudian akan disajikan studi kasus film “Detik Terakhir” menggunakan Teori
Perkuatan Dollard dan Miller.

Eksperimen Laboratorium
Teori Perkuatan Dollard dan Miller dihasilkan dari eksperimen laboratorium dengan
menggunakan tikus. Dalam eksperimen, seekor tikus laboratorium dimasukkan dalam
kotak persegi dengan lantai berjaringan kabel listrik dan sebuah sekat rendah yang
memisahkan kotak tersebut menjadi dua. Sebuah bel listrik dipasang dan diatur
sedemikian rupa sehingga pada saat percobaan berlangsung, bel listrik tersebut
berbunyi bersamaan dengan dialirinya listrik yang terputus-putus melalui kabel listrik
pada kotak tersebut. Tikus yang terkejut karena aliran listrik melakukan variasi
respon, hingga akhirnya tikus melakukan respon melompati sekat rendah tersebut dan
listrik berhenti mengalir serta bel berhenti berbunyi. Percobaan ini diulang terus dan
didapatkan bahwa respon melompati sekat rendah sejak bel berbunyi dan listrik
mengalir waktunya semakin lama semakin berkurang.
Pada percobaan berikutnya, tikus dimasukkan lagi ke dalam kotak dan bel dibunyikan
tapi listrik tidak mengalir. Bel ini terus berbunyi dan baru berhenti ketika tikus
melompati sekat rendah di tengah kotak. Akhirnya, tikus ini melakukan respon
melompati sekat rendah dan berpindah ke ruang lain di kotak tersebut ketika hanya
bel saja yang dibunyikan.
Sesi percobaan berikutnya pun dilakukan oleh Dollard dan Miller. Kali ini, sebuah
pengungkit ditambahkan dalam kotak. Tikus lalu dimasukkan ke dalam kotak dan bel
dibunyikan. Tikus tersebut melompati sekat rendah, namun bel listrik tidak berhenti
berbunyi. Berbagai variasi respon pun dilakukan oleh tikus hingga akhirnya tikus
menekan pengungkit dan bel berhenti berbunyi. Percobaan terus diulang dan tikus
semakin lama semakin cepat melakukan respon menekan pengungkit segera setelah
bel listrik dibunyikan.
Eksperimen ini secara keseluruhan menggabungkan antara pengkondisian klasikal dan
pengkondisian operan. Ketika aliran listrik (stimulus tidak terkondisi/ST) dipasangkan
dengan bunyi bel listrik (stimulus terkondisi/SK) dan tikus mengasosiasikan bunyi bel
listrik dengan aliran listrik, maka pengkondisian klasikal telah terjadi. Kemudian
ketika tikus berhasil melakukan respon (R) yang tepat untuk menghindari aliran listrik
dan bunyi bel tersebut, yaitu dengan melompati sekat rendah, maka pengkondisian
operan juga telah terjadi. Dan gabungan dari keduanya menyebabkan tikus akan
melakukan respon melompati sekat rendah (R) ketika ia hanya mendengar bunyi bel
listrik saja (SK) yang telah menggantikan fungsi aliran listrik (ST). Respon yang
mendapat perkuatan saja (dalam hal ini terbebas dari rasa sakit akibat aliran listrik dan
juga asosiasinya (bunyi bel listrik)) yang cenderung diulang. Hal ini bisa kita lihat
dari perubahan respon melompati sekat rendah menjadi respon menekan pengungkit
ketika respon melompati sekat rendah tidak lagi bisa dilakukan untuk mendapat
perkuatan.
Satu hal lagi yang penting untuk diperhatikan dalam teori Dollard dan Miller dari
percobaan ini adalah adanya sesuatu yang disebut respon internal (r) yang kemudian
menjadi dorongan (drive/SD) sebagai isyarat (cue) untuk melakukan respon terbuka
(R). Respon internal (r) ini berupa rasa takut akan rasa sakit yang timbul dari aliran
listrik (rasa sakit ini sendiri adalah dorongan yang bersifat bawaan; contoh lainnya
adalah rasa lapar, haus, dan seks.
Menurut Dollard dan Miller, asosiasi yang terjadi antara stimulus terkondisi
(SK) dengan respon internal (r) inilah yang disebut kebiasaan (habit) dan membentuk
serangkaian proses berikutnya sampai individu melakukan respon terbuka (R) yang
mendapat perkuatan. Respon internal (r) ini bisa berupa rasa takut dan kecemasan
dalam diri individu.
Dollard dan Miller mengemukakan bahwa tikus dalam percobaan pertama
menggeneralisasikan stimulus, sehingga setiap kali bel berbunyi dengan variasi
intensitas yang berbeda-beda sekali pun, tikus tetap merespon melompati sekat
rendah. Namun tikus bisa juga melakukan diferensiasi stimulus, jika percobaan
dilakukan dengan mengaliri listrik tepat hanya pada bunyi bel dengan intensitas
tertentu, dan pada intensitas yang lain bel berbunyi tapi tidak ada aliran listrik;
sehingga tikus hanya merespon pada stimulus yang spesifik.

Struktur Kepribadian
Dollard dan Miller kurang menaruh minat pada unsur-unsur struktural atau
unsur-unsur yang relatif tidak berubah dalam kepribadian, tetapi berminat pada proses
belajar dan perkembangan kepribadian. Kebiasaan adalah konsep struktural kunci
dalam teori ini sebagaimana telah dijelaskan dalam eksperimen bahwa kebiasaan
merupakan asosiasi antara stimulus (baik eksternal maupun internal) dan respon.
Susunan dari kebiasaan yang telah dipelajari tersebut membentuk kepribadian.
Sejumlah kebiasaan melibatkan respon internal yang membangkitkan stimulus
internal yang bersifat dorongan (drive). Dorongan itu sendiri merupakan stimulus
yang cukup kuat untuk mengaktifkan perilaku. Dorongan terbagi menjadi dua jenis,
yaitu:
Dorongan Primer (primary drives):
Adalah dorongan-dorongan yang berkaitan dengan kondisi fisik atau
fisiologis, seperti lapar, haus, seks, dan sebagainya. Dorongan primer ini
dianggap kurang penting oleh Dollard dan Miller dalam tingkah laku manusia
karena fungsinya telah tergantikan oleh dorongan sekunder.
Dorongan Sekunder (secondary drives):
Merupakan asosiasi pemuasan dari dorongan primer, seperti
kecemasan, rasa takut, gelisah, dan sebagainya. Dorongan sekunder ini
dibandingkan dengan dorongan primer dianggap memiliki peranan yang lebih
penting dalam tingkah laku manusia karena lebih tampak secara nyata dan
dipandang sebagai bagian-bagian kepribadian yang bersifat menetap.

Dinamika Kepribadian
Dollard dan Miller sangat eksplisit dalam mendefinisikan sifat motivasi. Mereka
menguraikan secara rinci perkembangan dan perluasan motif-motif, tetapi mereka
tidak membahas taksonomi dan klasifikasi motif. Mereka berfokus pada motif-motif
tertentu, misalnya kecemasan, dan analisis motif dibuat untuk menjelaskan proses
umum yang berlaku untuk semua motif. Pengaruh dorongan-dorongan pada manusia
menjadi rumit karena munculnya sejumlah dorongan baru. Dorongan-dorongan yang
baru merupakan hasil penurunan atau pemerolehan sama seperti dorongan yang
dipelajari.
Selama proses pertumbuhan, tiap individu mengembangkan sejumlah besar
dorongan sekunder yang bertugas membentuk tingkah laku. Dorongan-dorongan yang
dipelajari ini diperoleh dari dorongan-dorongan primer, yang merupakan perluasan
dorongan-dorongan tersebut, dan merupakan bentuk luar dimana tersembunyi fungsi-
fungsi dorongan-dorongan bawaan yang mendasarinya. Stimulus dorongan sekunder
umumnya telah menggantikan fungsi asli stimulus dorongan primer. Dorongan-
dorongan yang diperoleh misalnya kecemasan, rasa malu, dan keinginan untuk
menyenangkan orang lain, mendorong sebagian besar perbuatan manusia. Implikasi
peranan dorongan-dorongan primer dalam banyak hal tidak dapat diamati lagi dalam
situasi biasa pada seorang dewasa yang memasyarakat. Hanya dalam proses
perkembangan, atau pada masa-masa kritis (gagal dalam penyesuaian diri menurut
tuntutan kultural masyarakat), orang dapat mengamati dengan jelas bekerjanya
dorongan-dorongan primer.

Perkembangan Kepribadian
Transformasi dari bayi sederhana menjadi orang dewasa yang kompleks tidak begitu
menarik bagi sejumlah teoritikus, tetapi proses ini diuraikan secara panjang lebar oleh
Dollard dan Miller. Pada pembahasan ini akan dibahas yaitu tentang tinjauan singkat
tentang apa yang secara bawaan dimiliki seorang bayi dilanjutkan dengan
pembicaraan tentang pemerolehan motif-motif dan perkembangan proses-proses
mental yang lebih tinggi. Membicarakan secara singkat peranan konteks sosial
terhadap tingkah laku dan fase-fase perkembangan. Lalu akan disajikan contoh-
contoh penerapan prinsip-prinsip belajar untuk menjelaskan represi, konflik, dan
gejala-gejala “neurotik” lainnya.
Dollard dan Miller menganggap bahwa manusia pada saat lahir dan beberapa saat
sesudahnya hanya memiliki sejumlah kapasitas tingkah laku yang terbatas, yaitu:
pertama, sejumlah kecil respon khusus yang sebagian terbesar berupa respon terhadap
satu atau segolongan stimulus spesifik; kedua, sejumlah hierarki respon bawaan,
yakni kecenderungan-kecenderungan melakukan respon-respon tertentu dalam situasi
stimulus-stimulus tertentu sebelum respon-respon tertentu lainnya; ketiga, memiliki
seperangkat dorongan primer yang berupa stimulus-stimulus internal yang sangat kuat
dan tahan lama, serta umumnya berhubungan erat dengan proses fisiologis.
Dalam perkembangannya, manusia mengalami proses belajar yang oleh Dollard dan
Miller dikemukakan empat konsep penting di dalamnya, yaitu: dorongan,
sebagaimana telah dijelaskan di awal; isyarat (cue), adalah suatu stimulus yang
membimbing respon organisme dengan mengarahkan atau menentukan ketepatan sifat
responnya (isyarat ini menentukan kapan organisme harus merespon, mana yang
harus direspon, dan respon mana yang harus diberikan); respon, merupakan bagian
yang sangat penting dalam proses belajar, sebagaimana dijelaskan oleh Dollard dan
Miller bahwa sebelum suatu respon tertentu dapat dihubungkan dengan suatu isyarat
tertentu maka respon harus terjadi dahulu, dan tahap yang menentukan dalam proses
belajar adalah menentukan respon mana yang cocok; dan perkuatan (reinforcement).
Proses-proses belajar yang terjadi mendasari perolehan dorongan sekunder yang
merupakan perluasan dari dorongan primer. Stimulus yang kuat dapat membangkitkan
respon internal yang kuat, yang lalu menghasilkan stimulus internal yang lebih lanjut
lagi. Stimulus internal lanjutan ini bertindak sebagai isyarat untuk membimbing atau
mengontrol dorongan yang memaksa organisme bertindak sampai ia mendapat
perkuatan atau suatu proses lain yag menghalanginya. Proses perkuatan membuat
respon atau perilaku dapat berulang, sedangkan proses lain yang menghalangi dapat
secara berangsur-angsur menghapus respon tersebut. Penghapusan respon tersebut
dapat juga dilakukan dengan counterconditioning di mana respon kuat yang tidak
sesuai disesuaikan pada isyarat yang sama, misalnya stimulus (isyarat) yang
menghasilkan respon takut dipasangkan dengan makanan, sehingga lama-lama respon
takut tersebut bisa menghilang.
Sebagaimana ahli-ahli psikoanalisis, Dollard dan Miller sepakat bahwa 6 tahun
pertama kehidupan merupakan faktor penentu penting bagi tingkah laku orang
dewasa. Dan konflik tak sadar bisa dipelajari pada masa ini yang akhirnya
menimbulkan masalah-masalah emosional di kehidupan kemudian.

Psikopatologi
Tidak seorangpun manusia yang berfungsi dengan sedemikian efektif sehingga semua
kecenderungannya harmonis dan terintegrasi dengan baik, tetapi juga dapat
memunculkan masalah yang disebabkan karena adanya motif-motif atau
kecenderungan-kecenderungan yang saling bertentangan yang disebut konflik.
Tingkah laku konflik sendiri dijelaskan oleh Dollard dan Miller dengan lima asumsi
dasar:
Asumsi yang menyatakan bahwa kecenderungan untuk mendekati suatu tujuan
menjadi semakin kuat ketika individu menjadi semakin dekat dengan tujuan
itu, yang disebut dengan perubahan tingkat mendekati (gradient of
approach).
Asumsi yang menyatakan bahwa kecenderungan menjauhi suatu stimulus
negatif menjadi semakin kuat ketika individu menjadi semakin dekat
stimulus itu, yang disebut dengan perubahan tingkat menjauhi (gradient of
avoidance).
Asumsi yang menyatakan bahwa perubahan tingkat menjauhi lebih tajam
dibandingkan perubahan tingkat mendekati.
Asumsi yang menyatakan meningkatnya dorongan yang diasosiasikan dengan
mendekat atau menjauh akan berakibat meningkatnya bobot perubahan
tingkat pada umumnya.
Asumsi yang menyatakan bahwa jika ada dua respon yang bersaing maka yang
lebih kuat yang akan muncul.
Berdasarkan asumsi tersebut, mereka dapat membuat prediksi bagaimana cara
individu menghadapi berbagai tipe konflik:
Approach-avoidance conflict (tipe konflik mendekat-menjauh)
Approach-approach conflict (tipe konflik mendekat-mendekat)
Avoidance-avoidance conflict (tipe konflik menjauh-menjauh)
Selain itu Dollard dan Miller juga mencurahkan sebagian besar teori mereka
untuk menjelaskan kondisi-kondisi yang menyebabkan berkembangnya aneka
neurosis. Inti setiap neurosis adalah konflik tak sadar yang kuat dan sumber-sumber
konflik itu hampir selalu ditemukan dalam masa kanak-kanak individu. Menurut
mereka, konflik-konflik neurotik diajarkan oleh orang tua dan dipelajari oleh anak.
Karena konflik-konflik neurotik bersifat tidak sadar, maka individu tidak dapat
mengarahkan kemampuan-kemampuannya untuk memecahkan masalah. Selama
konflik-konflik tetap tidak disadari maka konflik-konflik tersebut tidak hanya akan
terus bertahan tetapi juga akan menyebabkan berkembangannya reaksi-reaksi atau
simptom-simptom yang lebih lanjut lagi yang berupa akibat-akibat dari kekacauan
emosional atau berupa tingkah laku yang memungkinkan individu melarikan diri dari
ketakutan-ketakutan dan kecemasan mereka untuk sementara waktu.
(disarikan dari: Hall, Calvin S. dan Gardner Lindzey (ed. Dr. A. Supratiknya). 1993.
PSIKOLOGI KEPRIBADIAN 3: TEORI-TEORI SIFAT DAN BEHAVIORISTIK. Yogyakarta:
Penerbit Kanisius.)
Analisis Film “Detik Terakhir”
Dalam sub bab ini, kami akan mencoba menjelaskan tingkah laku neurosis yang
dialami oleh tokoh utama, yaitu Regi (Cornelia Agatha). Regi, dalam film Detik
Terakhir yang diilhami dari kisah nyata, mengalami beberapa tingkah laku neurosis
yang menurut teori Dollard dan Miller disebabkan oleh konflik tak sadar dan belajar
dari orang tua di masa kecil.
Tingkah laku neurosis ini antara lain: Regi yang ingin menjadi laki-laki; Regi yang
menjadi lesbian; Regi yang terjerumus ke dalam dunia gelap (narkoba); dan melarikan
diri dari kenyataan hidup yang harus dihadapi. Dan berikut adalah analisis tingkah
laku neurosis Regi dengan menggunakan Teori Dollard dan Miller:
Regi ingin menjadi laki-laki:
Sejak dari kecil hanya ayahnyalah yang merupakan sosok laki-laki dalam
kehidupan Regi. Dia melihat bahwa ayahnya merupakan sosok laki-laki yang
kejam dan selalu bersikap kasar pada ibunya. Dan menurut Regi ibunya hanya
diam saja, sehingga membuat Regi merasa kecewa. Hal itu membuat Regi
ingin menjadi laki-laki, itu ditunjukkan pada saat kedua orangtuanya akan
berangkat ke Singapura dimana Regi berkata dalam hatinya “...kalo aja gue
cowok”. Keinginan Regi untuk menjadi seorang laki-laki juga ditunjukkan
dalam beberapa tingkah laku:
Regi mencoba menyembunyikan payudaranya dengan cara mengikatkan
stagen di bagian dadanya
Cara berjalannya gagah dan terkesan tidak peduli dengan penampilannya
Regi merasa kesepian karena tidak bisa bergabung dalam kelompok Zein yang
notabene isinya laki-laki semua
Konflik tak sadar yang dialami pada Regi adalah tipe konflik approach-
avoidance (tipe konflik mendekat-menjauh), yaitu perasaan disatu sisi ingin
menerima diri sebagai perempuan (mendekat), tapi disisi lain ia tidak ingin
menjadi perempuan yang lemah seperti ibunya (menjauh). Berdasarkan asumsi
ketiga, perubahan tingkat menjauhi lebih tajam dibandingkan perubahan
tingkat mendekati; dan dalam film ini perubahan tingkat menjauhi memang
akhirnya lebih kuat sehingga menyebabkan Regi menerima perasaan tidak
ingin menjadi perempuan dan memilih untuk menjadi laki-laki.
Menurut teori stimulus-respon, Regi mendapat perkuatan ketika ia bersikap
menjadi seperti laki-laki. Ia lebih diterima di kalangan teman-temannya yang
pria dan mendapatkan perasaan kuat (tidak lemah seperti ibunya) yang
menyebabkan hal tersebut menjadi kepribadian Regi.
Regi yang menjadi lesbian:
Pada bagian awal film ditunjukkan adegan Regi kecil dimandikan oleh
pembantunya (Si Mbok). Hal ini menunjukkan kedekatan antara Regi dengan
Si Mbok sedari kecil. Bahkan ketika Regi beranjak dewasa, pada saat adegan
ayah dan ibunya bertengkar, Regi kemudian mencurahkan isi hatinya kepada
Si Mbok. Regi merasakan kelekatan dengan Si Mbok yang notabene adalah
perempuan. Regi merasa nyaman dengan kelekatannya terhadap perempuan.
Hal ini juga didukung oleh kedekatan Regi dengan seorang sahabat
perempuannya yang bernama Helena (Shanty). Dalam diri Regi, telah tercipta
perasaan suka dengan perempuan.
Namun ada konflik yang dialami dalam diri Regi, yaitu approach-avoidance
conflict (tipe konflik mendekat-menjauh). Hal ini ditunjukkan dalam adegan
ketika Regi hampir berciuman dengan Helena (mendekat), tetapi dirinya lebih
memilih untuk mundur (menjauh) karena merasa ada yang salah dengan
dirinya. Tapi kemudian perasaan suka dengan perempuan itu akhirnya
semakin kuat ketika Regi bertemu dengan Vela (Sausan) dan merasakan
chemistry pada pandangan pertama. Hubungan Regi dan Vela pun berlanjut,
hingga akhirnya Regi benar-benar menjadi seorang lesbian.
Menurut teori stimulus-respon, Regi mendapatkan perkuatan ketika ia menjadi
seorang lesbian. Ia mendapatkan “kenikmatan” dari Vela, yang menyebabkan
ia mengulangi perbuatan tersebut (menjadi kebiasaan dan menjadi bagian dari
kepribadiannya).
Regi yang terjerumus ke dalam dunia gelap (narkoba)
Regi merasa kesepian karena keadaan keluarganya yang tidak akur dan kurang
mendapat perhatian dari kedua orangtunya yang selalu sibuk. Ditambah pula
Regi bergaul dan dekat dengan teman-temannya yang sama-sama memiliki
latar belakang keluarga broken home. Akibatnya Regi menjadi akrab dengan
dunia malam, terbiasa merokok, minum minuman keras, dan clubbing. Sampai
akhirnya salah satu teman laki-lakinya mengajaknya untuk mencoba
menggunakan kokain. Awalnya Regi menolak, namun karena terus menerus
dibujuk akhirnya Regi pun mencobanya. Dalam kasus ini Regi mengalami
konflik yang disebut approach-avoidance, dimana terjadi konflik karena
disatu sisi ia mengetahui narkoba akan merusak dirinya namun di sisi lain ia
tidak ingin mengecewakan temannya.
Ketika Regi mengkonsumsi narkoba untuk pertama kalinya, ia merasakan
suatu kenikmatan. Ia merasa “fly” dan bisa melupakan semua masalahnya.
Perkuatan inilah yang menyebabkan perilaku ini berulang dan menjadi bagian
dari kebiasaannya.
Melarikan diri dari kenyataan hidup yang harus dihadapi
Klimaks dari kejadian ini ditunjukkan pada adegan terakhir dari film, dimana
Regi memilih untuk melarikan diri dari panti rehabilitasi dan tidak kembali ke
rumah untuk mencari kehidupan yang baru. Regi tidak mau menerima dan
menghadapi kenyataan kehidupannya sekarang dengan keluarganya.
Penolakan terhadap kenyataan inilah yang merupakan tingkah laku neurosis.
Dalam tingkah laku neurosis yang satu ini, Regi mengalami approach-
avoidance conflict (tipe konflik mendekat-menjauh), ketika Regi berhadapan
dengan pilihan untuk kembali ke rumah atau mencari kehidupan baru
(penolakan terhadap kehidupan di rumah dengan keluarganya).

You might also like