You are on page 1of 3

NAMA : Pratiwi Taruni Utami

NIM : 0805095002

PRODI : Bimbingan Konseling 2008 ( Reguler “A” )

No. Daftar Hadir : 17

Pengertian Konseling Populasi khusus

 Konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara

konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami

sesuatu masalah (disebut konseli) yang bermuara pada pemahaman tentang dirinya,

lingkungannya, dan masalahnya, seta teratasinya masalah yang dihadapi oleh konseli

sehingga tercapainya kehidupan yang bahagia.

 Populasi adalah sekumpulan individu dengan ciri-ciri yang sama dan hidup menempati ruang

yang sama pada waktu tertentu.

Jadi, konseling populasi khusus adalah proses pemberian bantuan yang

dilakukan oleh seorang ahli / konselor kepada individu atau kelompok yang mengalami

suatu masalah dengan ciri-ciri yang sama dan menempati ruang yang sama pada waktu tertentu

secara khusus sehingga konseli dapat memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang

dirinya, lingkungannya, dan masalahnya. Serta mampu memecahkan masalah yang

dihadapinya, dan mampu mengarahkan dirinya untuk mengembangkan potensi yang di

miliki ke arah perkembangan yang optimal, dan kemudian ia dapat mencapai kebahagiaan

dalam hidupnya.
Salah Satu Contoh Kasus Konseling Populasi Khusus, yakni :

Konseling Untuk Populasi Khusus Terhadap Layanan Konseling bagi anak Tuna

Grahita

Indikator-indikator dari populasi anak Tuna Grahita, diantaranya adalah :

1. Lamban dalam mempelajari hal-hal yang baru

2. Kesulitan dalam mengeneralisasi dan mempelajari hal-hal yang baru.

3. Kemampuan bicaranya sangat kurang bagi anak tugarahita berat.

4. Cacat fisik dan perkembangan gerak.

5. Kurang dalam kemampuan menolong diri sendiri.

6. Tingkah laku dan interaksi yang tidak lazim.

7. Tingkah laku kurang wajar dan terus menerus.

Langkah-langkah yang dapat konselor tempuh jika menghadapi atau dalam hal ini cara

membina hubungan dengan seorang anak Tuna Grahita, ialah sebagai berikut:

1. Dibutuhkannya dukungan penuh dari keluarga besar dan kerlibatan orangtua dalam segala

aktivitas anak tersebut terutama kepada ibunya akan memberikan rasa kontrol bagi anak.

2. Menjalin hubungan bekerja sama dengan profesional lainnya (psikolog/dokter) untuk

memperoleh informasi atau dukungan emosional.

3. Untuk mengatasi masalah hubungan sosial antara siswa tuna grahita dengan teman-

temannya yang lainnya, konselor memberi penyuluhan kelas tentang ketunanetraan.

4. Menunjukkan bahwa konselor memiliki empati yang suportif terhadap anak tersebut dan

menjadi pribadi yang asyik dan menyenangkan bagi anak.

5. Untuk dapat memberikan penyuluhan yang lebih komprehensif, konselor perlu memiliki

lebih banyak pengetahuan tentang ketunagrahitaan agar komunikasi sosial antara siswa

biasa dan siswa tuna grahita menjadi lebih lancar.


6. Sehubungan dengan kesulitan yang di hadapi anak, solusi yang diajukan oleh konselor

lebih banyak didasarkan atas hasil diskusinya dengan siswa tuna grahita tersebut.

TUJUAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perasaan orang tua dalam hal ibu dari anak

tunagrahita dan mengetahui coping strategy yang digunakan. Hasil penelitian ini diharapkan

dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas hidup anak tunagrahita dengan meng-asesmen

kebutuhan-kebutuhan dari orang yang mengasuh anak tunagrahita (ibu anak tunagrahita).

Kebutuhan seorang ibu anak tunagrahita didefinisikan dalam dua kategori, pertama perasaan

seorang ibu yang memiliki anak tunagrahita, kedua strategi yang digunakan agar coping

dengan anaknya yang tunagrahita.

Penelitian ini bersifat eksploratif untuk kepentingan penelitian lebih lanjut dalam rangka

memperbaiki kualitas hidup anak tunagrahita pada masa yang akan datang. Untuk dapat

melakukan generalisasi dari penelitian ini, diperlukan ukuran sampel yang lebih besar.

KESIMPULAN

Bahasan di atas mengindikasikan dan berimplikasi bahwa materi pendidikan konselor perlu

dilengkapi dengan konseling rehabilitasi agar konselor sekolah memiliki kapabilitas yang

lebih baik untuk menangani siswa-siswa khusus, dan sekolah reguler perlu bekerjasama lebih

erat dengan SLB atau resource center untuk pendidikan kebutuhan khusus guna mendapatkan

dukungan teknis yang lebih tepat untuk membantu memperlancar kegiatan belajar/mengajar

bagi siswa-siswa tersebut di sekolah reguler.

You might also like