You are on page 1of 6

Autisme

1. Definisi
Autisme (autism) merupakan gangguan pada sistem syaraf pusat yang berdampak pada
gangguan interaksi sosial, gangguan komunikasi verbal- nonverbal dan perilaku tertentu
yang cenderung terbatas, mengulang dan tidak mempunyai ketertarikan terhadap hal
lainnya (baru).

Autisme mempunyai banyak gejala lainnya yang menyertai gangguan tersebut seperti
permasalahan penggunaan bahasa, menjalin hubungan dan memiliki interpretasi yang
berbeda dalam merespon lingkungan sekitarnya.

Autisme diartikan sebagai gangguan syaraf mental di awal perkembangan masa kanak-
kanak, meskipun kadang diagnosa autisme itu sendiri tidak terdeteksi ketika sejak masa
prasekolah atau masa sekolah. Gejala autisme kemungkinannya telah muncul ketika usia
anak mencapai 12-18 bulan. Perilaku karakteristik autisme sendiri mudah terdeteksi pada
usia 3 tahun, misalnya dengan mengetahui keterlambatan dalam berbicara atau
penguasaan kosa kata pada masa prasekolah.

Keterlambatan anak menguasai bahasa sampai usia 5 tahun menjelang sekolah


merupakan permasalahan yang sering terjadi pada anak-anak autisme, gejala-gejala yang
tampak pada autisme dapat terlihat secara jelas pada usia 4-5 tahun ketika anak
mengalami permasalahan dalam berinteraksi sosial dengan usia sebayanya. Permasalahan
tersebut akan terus berlanjut pada fase perkembangan selanjutnya, bahkan seumur
hidupnya.

American Psychiatric Association (APA) mengklasifikasikan Autisme dalam gangguan


perkembangan pervasif (pervasive development disorders; PDD) bersama dengan
beberapa gangguan lain; sindrom Asperger, gangguan disintegratif pada anak, gangguan
Rett, dan gangguan perkembangan pervasif yang tidak terdefinisikan. Kesemua gangguan
tersebut merupakan gangguan yang berhubungan dengan permasalahan komunikasi,
sosial interaksi, perilaku terbatas, mengulang. Gangguan-gangguan tersebut kadang
disebut sebagai gangguan spektrum autisme (autism spectrum disorders; ASDs).

Disebut sebagai gangguan spektrum autisme karena beberapa gejala umum mempunyai
kemiripan, meskipun gangguan tersebut berbeda antara setiap orang, namun gangguan
tersebut pada area yang sama; sosialisasi, komunikasi dan perilaku. Kecuali pada sindrom
Asperger, anak tidak memiliki hambatan dalam berkomunikasi.

Individu dengan gangguan autisme ringan dapat belajar untuk mandiri, namun beberapa
diantara penderita autisme harus secara terus-menerus mendapatkan perawatan selama
hidupnya. Sejauh ini belum ditemukan obat yang efektif untuk menyembuhkan gangguan
autisme secara total.

2. Faktor penyebab
Penyebab utama gangguan ASDs ini tidak diketahui secara pasti, dugaan utama adanya
gangguan pada sistem syaraf yang kompleks, beberapa penelitian lainnya menduga
adanya faktor genetika.

1)Genetika
Diduga tidak hanya satu gen saja yang memungkinkan kemunculan gangguan autisme,
hasil riset menduga adanya beberapa jenis gen yang berbeda atau kombinasi diantaranya
yang memungkinkan resiko terkena autisme. Bila dalam satu keluarga mempunyai 1 anak
menderita autisme maka prevalensi mempunyai anak autisme sebesar 3-8%, sementara
pada kembar monozigot sebesar 30%.

2)Kondisi medis tertentu


Beberapa anak mempunyai riwayat kondisi medis yang berhubungan dengan autisme
seperti
Catatan; kondisi medis diatas bukanlah sebagai penyebab autisme, beberapa pasien
dengan kondisi medis diatas kadang juga tidak memiliki gejala autisme.

3) Kombinasi antara faktor lingkungan dan genetika

3. Simptom
1) Gangguan sosial

• Kesulitan dalam mengenal pelbagai perilaku nonverbal seperti kontak mata, ekspresi
wajah, bahasa tubuh dan gerak isyarat dalam hubungan sosial.
• Gagal dalam mengembangkan hubungan sosial dan menjalin hubungan dengan orang
lain ke tingkat yang lebih mendalam (akrab)
• Tidak spontan dalam menikmati, ketertarikan atau perilaku lawan bermain, orang lain
atau objek lain.
• Kurang mampu bersosialisasi dan tidak mampu menunjukkan hubungan timbal balik
emosi

Gangguan sosial merupakan salah satu permasalahan utama pada autisme dan ASDs.
Gangguan ASDs bukanlah semata kesulitan dalam berinteraksi sosial seperti rasa malu
berlebihan. Permasalahan ini merupakan hal serius sepanjang hidupnya, problem sosial
sering menjadi kombinasi dengan beberapa gangguan lainnya seperti kemampuan
berkomunikasi dan perilaku apatis ketidaktertarikan dengan kehidupan sekelilingnya.

Pada umumnya bayi akan tertarik dengan lingkungan sekitarnya dan merespon positif
dengan tersenyum kepada orang lain, menggigit jari (fase oral) atau mengerti lambaian
tertentu kepadanya. Pada bayi autisme kesulitan dan membutuhkan waktu cukup lama
untuk berinteraksi dengan orang lain.

Anak autis tidak melakukan interaksi seperti yang dilakukan anak lain, mereka tidak
mempunyai ketertarikan dengan orang lain, meskipun beberapa diantaranya tetap
berteman dan bermain bersama. Mereka menghindari kontak mata bahkan cenderung
untuk menyendiri. Anak autisme juga kesulitan untuk belajar aturan-aturan permainan
yang dibuat oleh kelompok bermainnya, sehingga kadang teman-teman memilih untuk
tidak mengajaknya bermain bersama.

Anak autisme juga mempunyai problem mengenai ekspresi, anak autis akan kesulitan
untuk mengerti perasaan orang lain dan kesulitan untuk memahami perasaan yang
diucapkan oleh orang lain. Mereka juga sangat sensitif untuk disentuh atau bahkan tidak
menyukai orang lain bercanda dengannya. Anak autisme juga tidak merasa nyaman dan
menjauhi orang lain yang membuatnya merasa malu.

Penderita autisme dewasa kesulitan dalam beradaptasi dengan pekerjaannya dan


permasalahan intelektual akan berkaitan dengan kemunculan kecemasan dan depresi
yang akan memperburuk kondisinya. Sikap polos penderita autis dewasa kadang juga
dapat dimanfaatkan oleh orang lain untuk mengambil keuntungan

2) Gangguan komunikasi

• Tidak mampu sama sekali atau terlambat dalam perkembangan berbahasa (kecuali
adanya hambatan lain yang harus menggunakan bahasa isyarat atau mimik)
• Kesulitan dalam berbicara atau kesulitan untuk mengerti pembicaraan orang lain
• Suka mengulang suatu kata atau idiom tertentu
• Tidak variatif, tidak spontan dan kesulitan untuk mengerti atau bermain pura-pura

Dalam berbicara individu dengan ASDs kurang mampu dalam mengkombinasikan


beberapa kata dalam satu kalimat, sehingga mereka cenderung hanya menggunakan satu
kata atau beberapa kata saja. Beberapa diantaranya juga acap mengulang kata-kata sama
berulang-ulang atau mengulang kembali pertanyaan yang diajukan sebagai jawaban.
Kondisi ini disebut dengan echolalia.

Anak dengan ASDs sulit mengerti perintah isyarat, bahasa tubuh, atau suara tertentu.
Misalnya saja, sulit mengerti arti lambaian tangan atau ekspresi wajah. Beberapa kasus
anak autisme kadang tidak cocok dalam mengekspresikan emosi dengan perkataan,
misalnya saja ia mengatakan bahwa dirinya dalam kesedihan akan tetapi ia tersenyum.

Anak autsme sulit diajak bercanda atau berpura-pura, kadang ia tidak merespon
samasekali dengan permainan, misalnya balita autis tidak merespon permainan “ciluk
ba“. Anak normal berbalik arah memeluk ibunya ketika diajak bermain “ciluk ba”.

3. Kecenderungan untuk mengulang perilaku tertentu, tidak tertarik, atau perilaku


terbatas pada aktivitas.

• Mencakup satu atau beberapa perilaku tertentu berupa ketertarikan luar biasa
(abnormal) pada sesuatu yang sangat menarik perhatiannya.
• Tidak fleksibel, tidak mampu melakukan hal-hal rutinitas
• Mempunyai perilaku stereotip tertentu, atau tingkah laku (gaya) tertentu dan mengulang
• Tidak bosan dan secara tetap terikat atau larut dengan objek tertentu.
Anak dengan gangguan ASDs akan menghabiskan waktu begitu lama bila sedang
bermain atau larut dengan mainannya. Bila mainan itu dapat bergerak dengan sendirinya
maka ia tidak akan melepaskan pandangannya dengan tidak berkedip dan bila mainan itu
berhenti tatapannya tidak berubah barulah agak lama kemudian ia akan mencobanya lagi.

Individu dengan gangguan ASDs mampu melakukan hal-hal yang rutin ia lakukan sehari-
harinya. Perubahan pola keteraturan dapat membuatnya bingung dan frustrasi, misalnya
saja ia akan melalui jalan yang sama setiap harinya, bila jalan tersebut ditutup, hal itu
akan membuatnya frustrasi.

Beberapa ASDs kadang sering melakukan hal yang sama secara terus-menerus meskipun
sebenarnya perbuatan tidak perlu dan tidak berguna baginya. Misalnya saja ia melihat
semua jendela rumah yang terbuka ketika melewati jalan, menonton film yang pernah ia
tonton sebelumnyalebih dari dua kali.

4. Test
Saat ini belum ada alat secara medis untuk mendeteksi ASDs. Tenaga profesional
menggunakan gejala-gajala yang ada dari perilaku yang tampak. Secara umum gejala-
gejala tersebut mulai terdeteksi sejak usia bayi beberapa bulan yang berlanjut pada
kemunculan pada usia 3 tahun

Langkah diagnosis untuk gangguan ASDs dilakukan dengan melihat masa perkembangan
awal dan survei dokter selama dilakukan kunjungan. Langkah tersebut biasanya
dilakukan dokter dengan cara men-check list pelbagai pertanyaan untuk
mengindentifikasi beberapa gangguan perkembangan pada usia 9 bulan, 18 bulan dan 24-
30 bulan (dapat diisi oleh orangtua) bila ditangani terlebih awal maka dokter akan
memberikan beberapa test kemampuan yang disesuaikan dengan usia perkembangan
diatas.

ASDs merupakan gangguan yang kompleks, untuk melakukan screening secara tepat
biasanya dilakukan evaluasi yang komperehensif, seperti test secara fisik, neurobiology,
atau bahkan test genetik.
Beberapa test diagnostik yang dapat digunakan untuk mendiagnosa gangguan autisme;
1) Autism Diagnosis Interview–Revised (ADI–R)
2) Autism Diagnostic Observation Schedule-Generic (ADOS–G)
3) Childhood Autism Rating Scale (CARS)
4) The Gilliam Autism Rating Scale (GARS)
5) Autism Spectrum Screening Questionnaire (ASSQ)

5. Penatalaksanaan
Tidak ada standar khusus untuk treatmen pada anak autis, tenaga professional
menggunakan beberapa standar yang berbeda-beda dalam menangani pasien
gangguan autisme. Karenanya orangtua yang memiliki anak autisme dapat
memilih tenaga profesional berpengalaman dari pelbagai informasi yang ada dan
dianggap dapat membantu anak-anak autisme secara lebih baik. Lakukanlah
diskusi dengan tenaga profesional dalam mengambil beberapa tindakan yang
diperlukan.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan orangtua;


a. Lihatlah reputasi tenaga profesional tersebut yang berpengalaman
b. Keputusan yang diambil haruslah berdasarkan pada petujuk-petunjuk yang
tersusun secara rinci yang merupakan hasil diskusi antara orangtua dan tenaga
professional yang terlibat didalamnya.
c. Hal-hal yang dilakukan dalam pemberian treatment haruslah mempunyai alasan
yang jelas, maksud dan manfaat dari tindakan yang diperlukan
d. Tidak ada standar obat medis yang direkomendasikan secara khusus dalam
treatmen yang diberikan, bahkan tidak ada obat yang dapat menyembuhkan
gangguan autisme, oleh karenanya treatmen yang diberikan dapat berbeda-beda
tiap individu dengan gangguan autisme atau ASDs lainnya.
e. Orangtua haruslah berperan dalam pemberian treatmen dengan pengetahuan
yang cukup mengenai gangguan ini dan dapat melihat perubaha-perubahan yang
terjadi pada anak selama pemberian treatmen apakah sesuai dengan karakter anak
atau tidak.
f. Lihat perubahan perkembangan anak selama pemberian treatmen, biasanya
anak autisme mengalami perubahan-perubahan yang berarti selama treatmen yang
dilakukan
Treatmen pada anak dengan gangguan autisme dapat berupa memberikan
pelatihan khusus dan manajemen perilaku, treatmen dilakukan dalam jangka yang
panjang dan dialkukan secara intensif. Dokter juga akan memberikan obat-obatan
yang dapat mendukug treatmen tersebut.

Treatmen pada anak dengan gangguan autisme dapat berupa memberikan


pelatihan khusus dan manajemen perilaku, treatmen dilakukan dalam jangka yang
panjang dan dialkukan secara intensif. Dokter juga akan memberikan obat-obatan
yang dapat mendukug treatmen tersebut.

Obat-obatan

Medikasi sebenarnya tidak diperlukan bagi penderita autisme, kecuali bila disertai
dengan adanya gangguan syaraf lainnya. Medikasi diberikan untuk membantu
autis mengontrol beberapa perilaku seperti hiperaktif, impulsif, konsentrasi atau
kecemasan. Hal yang perlu diingat bahwa pemberian obat-obatan tersebut kadang
tidak cocok dengan tiap individu dan pemberian obat dalam waktu yang relatif
lama juga memberikan pengaruh yang tidak baik bagi anak-anak autis.

Obat antipsikotik; pemberian jenis obat-obatan ini untuk mengurangi dari


beberapa perilaku seperti hiperaktif, perilaku menyendiri, pengulang perilaku atau
perilaku agresif. Jenis obat ini dapat berupa risperidone (Risperdal), olanzapine
(Zyprexa), dan quetiapine (Seroquel)

Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs); adalah jenis obat antidepressants


yang sering digunakan untuk penderita depresi, obsessive-compulsive disorder,
atau gangguan kecemasan. Jenis obat ini dapat mengurang perilaku seperti
agresif, pengulangan perilaku, marah, dsb. Jenis obat ini berupa fluoxetine
(Prozac), fluvoxamine (Luvox), sertraline (Zoloft), dan paroxetine (Paxil).
Antidepressant lainnya; Clomipramine (Anafranil), Mirtazapine (Remeron),
amitriptyline (Elavil) dan bupropion (Wellbutrin).

Obat stimulant; Jenis obat ini dapat meningkatkan kemampuan konsentrasi dan
mengurangi perilaku impulsif dan hiperaktif. Jenis obat ini berupa
methylphenidate (Ritalin) dan amphetamines (Adderall, Dexedrine).

Jenis obat lainnya; Alpha-2 adrenergic agonists (clonidine) diberikan untuk


mengurangi perilaku hiperaktif.
Pemberian obat-obatan tersebut haruslah melalui pengawasan dokter secara ketat,
pemberian jangka panjang akan memberikan efek yang tidak baik bagi anak autis.

Hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian obat-obatan;


- Menimbulkan rasa mengantuk (sedasi)
- Ketergantungan pada obat
- Beberapa jenis obat dapat bereaksi dengan makanan, perlu kontrol dan
konsultasi dokter mengenai penggunaan obat-obatan tersebut
- Obat-obatan tersebut harus diberikan oleh tenaga medis profesional yang
berpengalaman dalam menangani anak-anak autis.

Beberapa jenis suplemen, vitamin, mineral; vitamin B, magnesium, minyak ikan,


dan vitamin C dilaporkan dapat memberikan pengaruh positif bagi anak autis dan
ASDs lainnya.

You might also like