You are on page 1of 8

Pendahuluan.

Ajaran dana punia dijumpai dalam berbagai pustaka suci terutama bagian Smertinya, bahkan dalam
Upanishad (Chandogya Upanishad) telah tercantum, pengamalan ajaran tersebut, secara traditional
telah dilaksanakan oleh umatnya melalui kegiatan ritual keagamaan, praktek, dana punia selalu
dikaitkan. Tujuan Pembangunan Nasional Indonesia adalah untuk mewujudkan masyarakat adil dan
makmur, yang sejahtera lahir batin, yang searah dengan: tujuan agama Hindu yaitu Jagathita dan
moksa. Bahwa sebagai akibat dari derasnya pembangunan nasional didasarkan tumbuhnya
kemampuan umat yang lebih tinggi dan di lain pihak timbullah berbagai masalah yang perlu
mendapat perhatian kita melalui dana punia itu. Memotivasi umat Hindu untuk berdana punia
terutama bagi yang mampu, kemudian secara berkoordinasi diarahkan untuk membantu mereka
yang tidak mampu, adalah suatu hal yang sangat mulia untuk mewujudkan kesejahteraan sosial itu.
Pengamalan ajaran dana punia yang secara tradisional dilaksanakan lewat ritual keagamaan dari
kelembagaan adat, perlu diangkat ke permukaan, kemudian diarahkan kepada sasaran yang lebih
luas.
Pokok Permasalahan.
1. Bahwa sesungguhnya umat telah melaksanakan kegiatan dana punia akan tetapi masih
bersifat tradisional dan lokal, seperti upacara mepedanan, sarin canang, sarin tahun dan lain-
lainnya.
2. Pengertian umat masih terbatas kepada hal- hal yang ada kaitannya dengan kegiatan
keagamaan saja, pada hal masalah- masalah kemanusiaan juga merupakan tanggung jawab
umat beragama.
3. Dengan adanya kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan, sehingga terjadi pergaulan dan
bermacam- macam umat maka terjadilah pergeseran nilai sosial sehingga perlu adanya
metode yang canggih dalam menghadapi situasi perkembangan sosial.
4. Sampai saat ini umat Hindu belum memiliki satu sistem/ badan yang bersifat nasional dalam
penggalian dan pengelolaan dana sesuai dengan kebutuhan pembinaan umat.
Hasil- Hasil Pembahasan.
1. Pengertian dana punia.
Dana punia terdiri dan dua kata, yaitu dana yang artinya pemberian, punia, berarti selamat,
baik, bahagia, indah dan suci. Jadi dana punia adalah pemberian yang baik dan suci.
1. Landasan Filosofis : Tat Twam Asi.
2. Landasan sastra:
1. Weda Smrti (lontar).
2. Manawa dharma sastra Bab IV, sloka 33, 226.
3. Sarasamuçcaya sloka Nomor 175, 176, 192, 198, 217,
178, 207, 210, 211, 182, 183, 184, 222, 181, 202,
205, 206, 216, 187, 188, 191, 193,194, 212, 213,
223,261,262,263.
4. Sanghyang Kamahayanika, sloka 56, 57, 58.
5. Slokantara, sloka nomor 2, 4, 5.
6. Ramayana, sargah l, bait 5, sargah II bait 53, 54.
7. Niti sastra, sargah III bait 8, sargah XIII bait II.
8. Lontar Yadnya Prakerti.
3. Jenis Dana Punia.
Perincian dana punia yang dapat mendatangkan phala yang besar adalah:
1. Desa; yaitu tanah.
2. Agama; yaitu ajaran sastra, agama, dan ilmu pengetahuan.
3. Drewya : benda- benda duniawi/material.
Dalam Sanghyang Kamahayanika dijelaskan bentuk dana
punia yaitu:
a. Dana : harta benda.
b. Atidana: Pemikiran/Ide yang baik & luhur.
c. Mahatidana : jiwa raga.
4. Siapa saja berkewajiban melaksanakan dana punia
Sesuai dengan sastra agama yang berkewajiban melaksanakan dana punia adalah:
1. Para penguasa negara/pemerintah.
2. Para pemuka agama, pemuka- masyarakat.
3. Penyelenggaraan yadnya (sang yajamana).
4. Saudagar, banija, usahawan.
5. Orang-orang yang mampu (ekomoni).
6. Orang-orang cerdas dan cendikiawan
7. Sewaktu- waktu diwajibkan bagi setiap umat
8. Pegawai/Pekerja yang berpenghasilan tetap.
9. Pegawai/Pekerja yang berpenghasilan tinggi.
5. Yang berhak menerima dana punia:
1. Para guru rohani/nabe.
2. Dangacarya (sulinggih/pemangku).
3. Orang-orang miskin yang terlantar.
4. Orang-orang cacat.
5. Orang-orang yang terkena musibah.
6. Tempat suci/parahyangan.
7. Lembaga- lembaga sosial.
8. Rumah sakit.
9. Pasraman/pendidikan Agama.
6. Pelaksanaan dana punia:
Saat yang baik melaksanakan dana punia adalah
1. Uttarayana (Purnama Kadasa) Umat Hindu (diwajibkan melaksanakan dana
punia secara serentak.
2. Sewaktu- waktu tepatnya pada waktu Purnama dan Tilem baik Uttarayana,
swakala, daksinayana (matahari menuju utara, di katulistiwa, dan menuju
selatan).
3. Saat gerhana matahari dan gerhana bulan.
4. Dalam keadaan pancabaya.
7. Dasarnya dana punia.
Dalam Sarasamuçcaya sloka- ,261, 262, 263, demikian pula dalam Ramayana sargah
II bait 53, 34 disebutkan bahwa harta yang didapat (hasil guna kaya) hendaknya
dibagi tiga yaitu untuk kepentingan:
1. Dharma 30%
2. Kama 30 %
3. Dana harta (modal usaha) 40%.
Dalam kegiatan dana punia kepada setiap umat agar menyisihkan hartanya setengah
kilogram beras yang merupakan bagian dari kegiatan dharma.
8. Lamanya pelaksanaan dana punia:
1. Selama dalam status grehasta untuk setiap umat wajib melakukan dana punia.
2. Dalam rangka pembinaan untuk menumbuhkan kesadaran berdana punia di
kalangan anak- anak maka perlu kegiatan dana punia dilakukan sedini
mungkin.
9. Pengelolaan dana punia.
Untuk mencapai hasil guna yang sebesar- besarnya dipandang perlu untuk
membentuk suatu badan khusus yang merencanakan dan mengelola kegiatan dana
punia.
Kesimpulan.
Dari pokok hasil bahasan di atas dapat disimpulkan hal- hal sebagai berikut.
1. Dana punia merupakan kewajiban bagi umat Hindu yang harus dilaksanakan.
2. Bahwa ajaran dana punia mempunyai landasan Filosofis dan landasan sastra agama.
3. Jenis dana punia dapat berwujud, ilmu agama, ilmu pengetahuan, jiwa raga, maupun harta
benda.
4. Pelaksanaan dana punia hendaknya dilakukan sedini mungkin.
Saran- saran dan usul:
1. Agar diadakan kegiatan dana punia yang serentak dan menyeluruh bagi umat Hindu pada
hari Purnama Kadasa.
2. Hendaknya dibentuk wadah/badan dalam rangka pengelolaan dana punia tersebut dari
tingkat pusat sampai. tingkat desa.
3. Agar kegiatan dana ini dapat berjalan dengan lancar hendaknya didahului dengan kegiatan
penerangan dan memotivasi umat.
4. Salurkan dana punia anda pada tempat yang benar
[Suber: dari berbagai litelatur

Oleh:Wayan Catrayasa-Batam
Reff:Menggala Upacara
Apakah Pengertian dari Dana Punia itu ?
Dana Punia terdiri dari dua kata yaitu Dana = Pemberian, sedangkan Punia artinya selamat, baik,
bahagia, indah, dan suci.
Jadi Dana Punia artinya pemberian yang baik dan suci.

Apakah yang menjadi landasan Dana Punia ?


Sedikitnya ada dua landasan dari Dan Punia itu antara lain :

1. Landasan Filosofis : Tat Twam Asi


2. Landasan Sastra :
1. Weda Smerti
2. Manawadharmasastra Bab IV, sloka 33, 226
3. Sarasamuscaya sloka no. 175, 176, 192, 198, 217, 178,
207, 211, 182, 183, 184, 222, 181, 202, 205, 206, 216,
187, 188, 191, 193, 194, 212, 213, 223, 261, 262,
263.
4. Sanghyang Kamahayanika, sloka 56,57,58.
5. Slokantara, Sloka nomor 2,4,5.
6. Ramayana, sargah I, bait 5, sargahII bait 53, 54.
7. Nitisastra, sargah III bait 8, sargah XIII bait 11.
8. Lontar Yadnya Praketi.

Berapa jeniskah kita mengenal Dana Punia ?


Perincian dana punia yang dapat mendatangkan pahala yang besar adalah :

1. Desa : harta benda


2. Agama : ajaran sastra, agama, dan ilmu pengetahuan
3. Drewya : benda benda duniawi/material.
Dalam Sanghyang Kamahayanika dijelaskan bentuk dana punia yaitu:

1. Dana : harta benda


2. Atidana : anak gadis yang cantik
3. Mahatidana : jiwa raga

Siapakah yang berkewajiban melaksanakan dana punia ?

* Para pengusaha negara / pemerintah


* Para pemuka agama
* Penyelenggara yadnya
* Saudagar, usahawan
* Orang orang yang mampu
* Sewaktu waktu diwajibkan bagi semua umat
* Bagi umat yang berpenghasilan tetap
* Bagi umat yang berpenghasilan tinggi.

Siapakah yang berhak menerima Dana Punia ?

* Para Guru Rohani / Nabe


* Dangacarya /Sulinggih
* Orang miskin yang terlantar
* Orang cacat
* Orang yang terkena musibah
* Tempat suci / Parahyangan
* Lembaga lembaga sosial
* Rumah sakit
* Pasraman / Pendidikan

Bagaimana Pelaksanaan Dana Punia ?


Saat yang baik melaksanakan dana punia adalah :

* Uttarayana (purnama kedasa ) Umat Hindu diwajibkan melaksanakan dana punia secara serentak
* Sewaktu waktu tepatnya pada purnama dan tilem baik Uttarayana, swakala, daksinayana
(matahari menuju utara, di katulistiwa, dan menuju selatan).
* Saat gerhana matahari dan bulan
* Dalam keadaan pancabaya.

Apakah dasarnya dana Punia ?


Dalam Sarasamuscaya sloka 261, 262, 263 dan Ramayana sarga II bait 53, 34 disebutkan bahwa
harta yang didapat (hasil guna kaya) hendaknya dibagi tiga yaitu untuk kepentingan:

* Dharma 30%
* Kama 30%
* Dana harta ( Modal Usaha 40% )

Sampai kapankah Dana Punia itu dilaksanakan ?

* Selama dalam status grehaste untuk setiap umat wajib melakukan dana punia.
* Dalam rangka pembinaan untuk menumbuhkan kesadaran berdana punia di kalangan anak anak
maka perlu kegiatan dana punia
dilakukan sedini mungkin
Dana Punia, Prioritas Beragama Zaman Kali

Tapah para, kerta yuge.


Tretayam jnyana mucyate.
Dvapare yadnyavaivahur.
Daana mekam kalau yuge.
(Manawa Dharmasastra. I.86).

Maksudnya:
Pada zaman Kerta puncak beragama dengan Tapa. Pada zaman Treta dengan Jnyana. Upacara
Yadnya pada zaman Dwapara. Sedangkan pada zaman Kali dengan Daana Punia.

MANAWA Dharmasastra I.86 yang dikutip di atas menyatakan, bahwa Tapa adalah prioritas
beragama pada zaman Kerta. Jnyana pada zaman Treta, upacara yadnya pada zaman Dwapara
dan Daana Punia pada zaman Kali. Ingat Daana tidak sama artinya dengan Dhana. Daana
artinya memberikan dengan tulus ikhlas. Sedangkan Dhana artinya harta benda termasuk
uang. Pemberian itu hendaknya didasarkan pada punia.

Punia artinya pengabdian. Daana atau pemberian dengan dasar punia itu tidaklah semata-
mata dalam wujud uang. Dapat saja dalam bentuk tenaga, keahlian, dalam wujud waktu,
dorongan moral, juga dalam bentuk menahan indria atau hawa nafsu. Seperti tidak serakah,
tidak mudah tersinggung, hidup tidak pamer kekayaan, dll.

Dalam Sarasamuscaya 180 menyatakan lebih utama melakukan Abhaya Daana daripada Sarwa
Daana. Abhaya Daana artinya pemberian untuk melenyapkan rasa takut. Sedangkan Sarwa
Daana adalah pemberian dalam bentuk harta benda. Jadinya kalau bisa, kita saling
memberikan bimbingan sesama umat sehingga hidup ini menjadi saling beryadnya (Cakra
Yadnya). Orang takut itu karena kebodohannya.

Kalau ia berilmu baik Guna Vidya atau ilmu yang dapat dijadikan dasar mencari nafkah
maupun Tattwa Adyatmika atau ilmu kerohanian maka rasa takut itu pun akan mudah diatasi.
Bhagwad Gita XVIII.5 menyatakan hendaknya jangan pernah berhenti melakukan Daana,
Yadnya dan Tapa. Karena Daana, Yadnya dan Tapa itulah yang akan menyucikan orang yang
bijaksana.

Daana dalam hal ini dapat diwujudkan dalam wujud investasi. Investasi itu diplot dalam wujud
program dengan landasan Konsep Cakra yadnya sebagaimana disebutkan dalam Bhagawad
Gita III.16. Investasi itu untuk menghasilkan suatu produk barang atau jasa yang dibutuhkan
oleh masyarakat. Investasi itu dapat menampung tenaga kerja, memupuk modal, pajak untuk
negara dan memelihara lingkungan alam dan lingkungan sosial budaya.

Karena investasi itu mengelola uang dan berbagai sumber daya maka akan terjadi banyak
godaan. Dalam hal inilah kita harus tingkatkan Tapa untuk tidak mudah tergoda untuk
menyeleweng dari rencana pengembangan investasi tersebut. Hal ini akan sangat sesuai
dengan konsep Mantra AtharvaVeda.III.24.5 yang menyatakan bahwa carilah uang dengan
seratus tangan Daana. Puniakanlah dengan seribu tangan. Hal ini tentunya dilakukan melalui
investasi yang benar. Dalam Slokantara pada Sloka 2 menyatakan bahwa juah lebih utama
memiliki seorang Suputra daripada seratus kali berupacara yadnya. Kalau kita berhasil
mengembangkan Daana Punia, arahkan penggunaannya untuk mengembangkan pendidikan
untuk melahirkan SDM yang berkualitas (suputra). Menolong mereka yang patut mendapat
pertolongan (sang Patra), jangan dihabiskan untuk upacara agama yang lebih menonjolkan
hura-hura.

Untuk membangun SDM yang suputra itu berikan kesempatan lembaga umat yang tradisional
maupun yang modern untuk melaksanakannya dengan program yang matang. SDM yang
berkualitas atau suputra itu hanya akan dapat diwujudkan melalui pendidikan formal di
sekolah maupun pendidikan di luar sekolah. Upacara yadnya zaman Kali ini hendaknya
dijadikan media untuk mengembangkan spiritualitas umat. Spiritual umat yang kuat ini
sebagai sumber pendorong untuk memperhatikan nasib orang lain.

Memperhatikan nasib orang lain dengan memberi Daana Punia sesuai dengan keadaannya
orang tersebut. Yang penting dengan Daana Punia itu orang tersebut meningkat menjadi SDM
yang lebih baik. Kalau ia seorang yang masih dalam tahapan hidup Brahmacari serta memiliki
kadar kecerdasan yang baik patut didorong dengan Daana Punia dalam bentuk biaya
pendidikan. Hal itu pun diberikan kalau orangtuanya tergolong ekonomi lemah.

Kalau ada orang yang berbakat dalam bidang bisnis namun lemah permodalannya patut ia
diberikan saran bagaimana cara mendapatkan modal serta mengembangkan bisnisnya dengan
cara-cara bisnis yang benar. Jika ia seorang yang punya kelainan mental patut dibantu untuk
membenahi mereka yang terkena gangguan mental tersebut. Konsep Daana Punia dalam arti
luas dapat disosialisasikan dalam kegiatan upacara yadnya. Dengan demikian upacara yadnya
itu menjadi wadah ajaran Susila dan Tattwanya Agama Hindu.

* I Ketut Gobyah

Balipost 31 Juli 2002

Dana Punia, Prioritas Beragama di Zaman Kali


Oleh : Drs. I Ketut Wiana, M.Ag
Tapah pararn kerta yuge
tretayam jnyanamucyate
dwapare yajnyawaewahur
danamekam kalau yuge
(Manawa Dharmasastra, I.85)
Maksudnya: Bertapa prioritas beragama zaman Kerta, prioritas beragama zaman Treta Yuga dalam
jnyana, zaman Dwapara Yuga dengan upacara yadnya, sedangkan prioritas beragama zaman Kali
Yuga adalah Dana Punia.
Dimensi – Balipost Minggu, 10 Januari 2010.
Dana Punia, Prioritas Beragama di Zaman Kali
Oleh : Drs. I Ketut Wiana, M.Ag
Tapah pararn kerta yuge
tretayam jnyanamucyate
dwapare yajnyawaewahur
danamekam kalau yuge
(Manawa Dharmasastra, I.85)
Maksudnya: Bertapa prioritas beragama zaman Kerta, prioritas beragama zaman Treta Yuga dalam
jnyana, zaman Dwapara Yuga dengan upacara yadnya, sedangkan prioritas beragama zaman Kali
Yuga adalah Dana Punia.
ADA lima hal yang wajib dijadikan dasar pertimbangan untuk mengamalkan agama (dharma) agar
sukses (Dharmasiddhiyartha). Hal itu dinyatakan dalam Manawa Dharmasastra VII.10. Lima dasar
pertimbangan itu adalah iksha, sakti, desa kala dan tattwa. Iksha adalah pandangan hidup
masyarakat setempat, sakti adalah kemampuan, desa adalah aturan rohani setempat, kala (waktu)
dan tattwa (hakikat kebenaran Weda).

Kala sebagai salah satu hal yang wajib dipertimbangkan dalam mengamalkan agama Hindu agar
sukses. Waktu dalam ajaran Hindu memiliki dimensi amat luas. Ada waktu dilihat dari konsep Tri
Guna. Karena itu ada waktu satvika kala, rajasika kala dan tamasika kala. Ada waktu berdasarkan
konsep Yuga — Kerta Yuga, Treta Yuga, Dwapara Yuga dan Kali Yuga. Keadaan zaman ditiap-tiap
yuga itu berbeda-beda. Karena itu, cara beragama-pun berbeda-beda pada setiap zaman.

Menurut Manawa Dharmasastra 1.85 sebagaimana dikutip diawal tulisan ini, prioritas beragama-
pun menjadi berbeda-beda pada setiap zaman. Pada zaman Kerta Yuga, kehidupan beragama
diprioritaskan dengan cara bertapa. Pada Treta Yuga dengan memfokuskan pada jnyana. Pada
zaman Dwapara Yuga dengan upacara yadnya dan pada zaman Kala Yuga beragama dengan
prioritas melakukan dana punia.

Melakukan dana punia diarahkan untuk membangun SDM yang berkualitas. Pustaka Slokantara
Sloka 2 menyatakan lebih utama nilainya mendidik seorang putra menjadi suputra daripada seratus
kali upacara yadnya. Inilah idealisme ajaran Hindu yang semestinya dijadikan acuan pada zaman
Kali Yuga dewasa ini.

Pada kenyataannya, umat Hindu di Bali khususnya dan di Indonesia umumnya masih
mengutamakan upacara yadnya sebagai prioritas beragama. Hal ini akan menimbulkan akibat yang
kurang baik dalam kehidupan beragama. Dinamika umat dalam berbagai bidang kehidupan amat
meningkat pesat. Kegiatan hidup yang semakin meningkat itu membutuhkan waktu, biaya, tenaga
dan sarana lainnya. Amat berbeda dengan kehidupan pada zaman agraris tulen dimana umat
umumnya lebih banyak di sawah ladang dan kebun untuk mencari nafkah.
Pada zaman industri ini, mobilitas umat makin tinggi dan kegiatan hidup makin beraneka ragam.
Karena itu, amatlah tepat arahan Manawa Dharmasastra I.85. itu — beragama yang lebih
mempriotaskan kegiatan ber-dana punia. Ini bukan berarti upacara yadnya sebagai kegiatan
beragama Hindu ditinggalkan.

Upacara yadnya tetap berlangsung tetapi bukan merupakan prioritas. Justeru upacara yadnya tetap
dilakukan dengan lebih menekankan aspek spiritualnya, bukan pada wujud ritualnya yang
menekankan fisik material.

Apalagi bagi umat Hindu di Bali tingkatan bentuk upacara yadnya yang pada dasarnya dibagi
menjadi tiga bagian utama yaitu upacara nista, madia dan utama. Nista, madia dan utama itu
umumnya didasarkan pada wujud fisiknya upacara. Kalau besar dan banyak sarana yang digunakan
disebut utama, kalau sedikit disebut madia, dan seterusnya. Yang kecil, menengah dan besar itu
masing-masing dapat lagi dibagi menjadi tiga bagian. Dengan demikian, dari yang terkecil sampai
terbesar dapat dibagi jadi sembilan.

Dalam melakukan berbagai kegiatan hidup, umat seyogianya menjadikan ajaran agama sebagai
pegangan dalam menjaga keluhuran moral dan ketahanan mental. Dalam melakukan berbagai
kegiatan hidup, sesungguhnya agama memegang peranan penting agar semuanya selalu berada pada
jalan dharma. Substansi upacara yadnya adalah untuk membangun rasa dekat dengan Tuhan melalui
bhakti, dekat dengan sesama manusia melalui punia atau pengabdian, dan merasa dekat dengan
alam dengan jalan asih.
Mengapa disebut upacara yadnya? Kata “upacara” dalam bahasa Sansekerta berarti “dekat” dan
yadnya berarti pengorbanan dengan ikhlas dalam wujud pengabdian. Karena itu, dalam kegiatan
upacara yadnya ada “upacara” yang berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya pelayanan. Kita
akan merasa dekat dengan Tuhan dengan sarana upakara sebagai sarana bhakti.

Penggunaan flora dan fauna sebagai sarana upacara menurut Menawa Dharmasastra V.40 sebagai
media pemujaan agar flora dan fauna itu mejadi lebih lestari pada penjelmaan selanjutnya. Ini
artinya, penggunaan flora dan fauna itu sebagai media untuk memotivasi umat untuk secara nyata
(sekala) melestarikan keberadaan tumbuh-tumbuhan dan hewan tersebut. Jadi, upacara yadnya
bukan sebagai media pembantaian flora dan fauna.

Pada zaman Kali ini, keberadaan flora dan fauna sudah semakin terancam eksistensinya Karena itu
amatlah tepat kalau bentuk fisik upacara itu diambil dalam wujud yang lebih sederhana (nista),
sehinga pemakaian flora dan fauna itu tidak sampai mengganggu eksistensi sumber daya alam
tersebut. Justru upacara yadnya itulah seyogianya dijadikan suatu momentum untuk melakukan
upaya pelestarian flora dan fauna.

Dalam Sarasamuscaya 135 ada dinyatakan, untuk melakukan bhuta hita atau upaya
mensejahterakan semua makhluk (sarwa prani) ciptaan Tuhan ini. Kesejahteraan alam (bhuta hita)
itulah sebagai dasar untuk mewujudkan empat tujuan hidup mencapai dharma, artha, kama dan
moksha.

Ke depan, upacara yadnya hendaknya dimaknai lebih nyata dengan melakukan asih, punia dan
bhakti. Asih pada alam lingkungan dengan terus menerus berusaha meningkatkan pelestarian
keberadaan flora dan fauna, punia dengan melakukan pengabdian pada sesama manusia sesuai
dengan swadharma masing-masing. Asih dan punia dilakukan sebagai wujud bhakti pada Tuhan
(Ida Sang Hyang Widhi Wasa).

You might also like