You are on page 1of 9

1

PENDAHULUAN
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar terjadinya perpecahan, bahkan
pertumpahan darah antara sesama saudara atau kerabat dalam masalah memperebutkan
harta waris. Sehubungan dengan hal itu, jauh sebelumnya Allah telah mempersiapkan dan
menciptakan tentang aturan-aturan membagi harta waris secara adil dan baik. Hamba
Allah diwajibkan melaksanakan hukum-Nya dalam dalam semua aspek kehidupan. Barang
siapa membagi harta waris tidak sesuai dengan hukum Allah akan menempatkan mereka
di neraka selama-lamanya
 
Firman Allah swt.Artinya :
” Dan barang siapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-
Nya, niscaya Allah memasukkan ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya
dan baginya siksa yang menghinakan ” (Q.S. An Nisa: 14)
A. Ketentuan Mawaris
Mawaris ialah cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari cara-cara pembagian
harta waris. Mawaris disebut juga faraidh karena mempelajari bagian-bagian penerimaan
yang sudah ditentukan sehingga ahli waris tidak boleh mengambil harta waris melebihi
ketentuan. Adapun hukum mempelajarinya ialah fardhu kifayah.

1. Sebab-sebab seseorang menerima harta warisan menurut Islam ialah sebagai


berikut:
a. Adanya pertalian darah dengan yang meninggal(mayat) baik pertalian ke
bawah ataupun ke atas.
b. Hubungan pernikahan, yaitu suami atau isteri.
c. Adanya pertalian agama.Contoh jika seorang hidup sebatang kara, lalu
meninggal maka harta waris masuk baitul mal.
d. Karena memerdekakan budak.

2. Sebab-sebab seseorang tidak mendapat harta waris ialah sebagai berikut

a. Hamba(budak) ia tidak cakap memiliki sebagaimana firman Allah swt. berikut.

Artinya: ” Allah membuat perumpamaan dengan seorang hamba sahaya yang


dimiliki yang tidak dapat bertindak terhadap sesuatupun dan seorang yang Kami
beri rezki yang baik dari Kami, lalu dia menafkahkan sebagian dari rezki itu
secara sembunyi dan secara terang-terangan, adakah mereka itu sama? Segala
puji hanya bagi Allah, tetapi kebanyakan mereka tiada mengetahui” ( Q.S. An-
Nahl:75).
b. Pembunuh, orang yang membunuh tidak dapat mewarisi harta dari yang
dibunuh. Sabda Rasulullah SAW.
Artinya: ”Yang membunuh tidak dapat mewarisi sesuatu dari yang dibunuhnya”
(H.R. Nasai)
c. Murtad dan kafir, orang yang keluar dari Islam, yaitu antara pewaris atau yang
mati, murtad salah satunya.
3. Syarat berlakunya pewarisan ada tiga:
a. Adanya yang meninggal dunia, baik secara hakiki atau hukmi.
b. Adanya harta warisan.
c. Tidak penghalang untuk menerima harta warisan.
B. AHLI WARIS
2

Ahli Waris ialah orang yang berhak menerima warisan, ditinjau jenisnya dapat
dibagi dua, yaitu zawil furud dan ashobah.
Ahli ada dua jenis lelaki dan perempuan .
a. Ahli Waris lelaki terdiri dari.
1. Anak laki-laki
2. Cucu laki-laki sampai keatas dari garis anak laki-laki.
3. Ayah
4. Kakek sampai keatas garis ayah
5. Saudara laki-laki kandung
6. Saudara laki-laki seayah
7. Saudara laki-laki seibu
8. Anak laki-laki saudara kandung sampai kebawah.
9. Anak laki-laki saudara seayah sampai kebawah.
10. Paman kandung
11. Paman seayah
12. Anak paman kandung sampai kebawah.
13. Anak paman seayah sampai kebawah.
14. Suami
15. Laki-laki yang memerdekakan
b. Ahli Waris wanita terdiri dari
1. Anak perempuan
2. Cucu perempuan sampai kebawah dari anak laki-laki.
3. Ibu
4. Nenek sampai keatas dari garis ibu
5. Nenek sampai keatas dari garis ayah
6. Saudara perempuan kandung
7. Saudara perempuan seayah
8. Yang Saudara perempuan seibu.
9. Isteri
10. Wanita yang memerdekakan
Ditinjau dari sudut pembagian, Ahli waris terbagi dua yaitu : Ashhabul furudh dan
Ashobah.
1. Ashabul furudh yaitu orang yang mendapat bagian tertentu. Terdiri dari
Yang dapat bagian ½ harta.
a.  Anak perempuan kalau sendiri
b. Cucu perempuan kalau sendiri
c. Saudara perempuan kandung kalau sendiri
d. Saudara perempuan seayah kalau sendiri
e. Suami
Yang mendapat bagian ¼ harta
a.Suami dengan anak atau cucu
b.Isteri atau beberapa kalau tidak ada
anak atau cucu
Yang mendapat 1/8
Isteri atau beberapa isteri dengan anak
atau cucu.
Yang mendapat 2/3
a.dua anak perempuan atau lebih
b.dua cucu perempuan atau lebih
c.dua saudara perempuan kandung atau lebih
3

d.dua saudara perempuan seayah atau lebih


.Yang mendapat 1/3
Ibu jika tidak ada anak, cucu dari grs anak laki-laki, dua saudara kandung/seayah
atau seibu.
Dua atau lebih anak ibu baik laki-laki atau perempuan
Yang mendapat 1/6
Ibu bersama anak lk, cucu lk atau dua atau lebih saudara perempuan kandung atau
perempuan seibu.
Nenek garis ibu jika tidak ada ibu dan terus keatas
Nenek garis ayah jika tidak ada ibu dan ayah terus keatas
Satu atau lebih cucu perempuan dari anak laki-laki bersama satu anak perempuan
kandung
Satu atau lebih saudara perempuan seayah bersama satu saudara perempuan
kandung.
Ayah bersama anak lk atau cucu lk
Kakek jika tidak ada ayah
Saudara seibu satu orang, baik laki-laki atau perempuan.
2. Ahli waris ashobah yaitu para ahli waris tidak mendapat bagian tertentu tetapi mereka
dapat menghabiskan bagian sisa ashhabul furud. Ashobah terbagi tiga jenis yaitu ashabah
binafsihi, ashobah bighairi dan ashobah menghabiskan bagian tertentu
Ashobah binafsihi adalah yang ashobah dengan sndirinya. Tertib ashobah binafsihi
sebagai berikut:
Anak laki-laki
Cucu laki-laki dari anak laki-laki terus kebawah
Ayah
Kakek dari garis ayah keatas
Saudara laki-laki kandung
Saudara laki-laki seayah
Anak laki-laki saudara laki-laki kandung sampai kebawah
Anak laki-laki saudara laki-laki seayah sampai kebawah
Paman kandung
Paman seayah
Anak laki-laki paman kandung sampai kebawah
Anak laki-laki paman seayah sampai kebawah
Laki-laki yang memerdekakan yang meninggal
Ashobah dengan dengan saudaranya
–>Anak perempuan bersama anak laki-laki atau cucu laki.
–>Cucu perempuan bersama cucu laki-laki
–>Saudara perempkuan kandung bersama saudara laki-laki kandung atau saudara laki
laki seayah.
–>Saudara perempuan seayah bersama saudara laki-laki seayah.
Menghabiskan bagian tertentu
–>Anak perempuan kandung satu orang bersama cucu perempuan satu atau lebih (2/3).
–>Saudara perempuan kandung bersama saudara perempuan seayah (2/3)
C. HARTA YANG HARUS DIKELUARKAN
Harta yang harus dikeluarkan sebelum dibagikan kepada ahli waris:
–>Biaya jenazah
–>Utang yang belum dibayar
–>Zakat yang belum dikeluarkan
–>Wasiat
4

D. Hajib dan mahjub


–>Nenek dari garis ibu gugur haknya karena adanya ibu.
–>Nenek dari garis ayah gugur haknya karena adanya ayah dan ibu
–>Saudara seibu gugur haknya baik laki-laki ataupun perempuan oleh:
–>anak kandung laki/perempuan
–>cucu baik laki-laki/perempuan dari garis laki-laki
–>bapak
–>kakek
–>Saudara seayah baik laki-laki/perempuan gugur haknya oleh :
–>ayah
–>anak laki-laki kandung
–>cucu laki-laki dari garis laki-laki
–>Saudara laki-laki kandung
–>Saudara laki-laki/perempuan kandung gugur haknya oleh:
–>anak laki-laki
–>cucu laki-laki dari garis anak laki-laki
–>ayah
–>Jika semua ahli waris itu laki-laki yang dapat bagian ialah.
–>suami
–>ayah
–>anak laki-laki
–>Jika semua ahli waris itu semuanya perempuan dan ada semua, maka yang dapat
warisan ialah:
–>Isteri
–>Anak perempuan
–>Cucu perempuan
–>Ibu
–>Saudara perempuan kandung
–>Urutan pembagian antara saudara laki-laki kandung/ saudara laki-laki seayah
sampai kebawah dan urutan paman kandung / paman seayah sampai kebawah.
–>Saudara laki-laki kandung menggugurkan saudara seayah( L/P )
–>Saudara laki-laki seayah menggugurkan anak lk saudara kandung
–>Anak laki-laki saudara kandung menggugurkan anak lk saudara seayah
–>Anak laki-laki saudara seayah menggugurkan cucu lk saudara kandung.
–>Cucu laki-laki saudara kandung menggugurkan cucu lk saudara seayah dts
–>Cucu laki-laki saudara seayah menggugurkan Paman kandung
–>Paman kandung menggugurkan paman seayah
–>Paman seayah menggugurkan anak laki-laki paman kandung
–>Anak laki-laki paman kandung menggugurkan anak lk paman seayah
–>Anak laki-laki paman seayah menggugurkan cucu lk paman kandung
–>Cucu laki-laki paman kandung menggugurkan cucu lk paman seayah.
demikian seterusnya.
E. Warisan dalam UU No 7 Tahun 1989
Hukum waris dalam Islam ialah berasal dari wahyu Allah dan diperjelas oleh
rasulNya. Hukum waris ini diciptakan untuk dilaksanakan secara wajib oleh seluruh umat
Islam. Semenjak hukum itu diciptakan tidak pernah mengalami perubahan, karena
perbuatan mengubah hukum Allah ialah dosa. Semenjak dsahulu sampai sekarang umat
Islam senantiasa memegang teguh hukum waris yang diciptakan Allah yang bersumber
pada kitab suci Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah.
5

Dalam Undang undang no 7 Tahun 1989, hukum waris itu dicamtumkan secara
sistematis dalam 5 bab yang tersebar atas 37 fasal dengan perincian sebagai berikut:
Bab. I terdiri atas 1 pasal , ketentuan umum.
Bab. II terdiri atas 5 pasal, berisi tentang ahli waris
Bab. III. Terdiri atas 16 pasal, berisi tentang besarnya bagian ahli waris
Bab. IV terdiri atas 2 pasal, berisi tentang aul dan rad.
Bab. V terdiri atas 13 pasal, berisi masalah wasiat
Demikianlah selayang pandang tentang Undang-Undang no 7 tahun 1989,
Prinsipnya sama dengan hukum yang bersumber dengan Al-Qur’an dan Hadits.
F. Cara menghitung dan membagikan warisan.
1. soal
A.meninggal dunia harta waris Rp 66.000.000.00. Ahli waris terdiri dari kakek,bapak,
dan 2anak laki-laki. Berapa bagian masing-masing?
Jawab.
Bapak dapat bagian 1/6 Rp 66.000.000.00 = Rp 11.000.000.00
2 anak laki-laki adalah asobah Rp 66.000.000.00- Rp 11.000.000.00= Rp 55.000.000.00
seorang anak laki-laki adalah Rp 55.000.000.00 = Rp 27.500.000.00
2
Kakek terhalang oleh ayah
6

ZAWIL FURUDH, FURUDHUL MUQADDARAH DAN ASHABAH


BAB I
PENDAHULUAN
Sistem waris merupakan salah satu sebab atau alasan adanya pemindahan kepemilikan, yaitu
berpindahnya harta benda dan hak-hak material dari pihak yang mewarisakan, setelah yang
bersangkutan wafat kepada penerima warisan dengan jalan pergantian yang didasarkan pada
hukum syara’.
Didalam  aturan kewarisan, ahli waris sepertalian darah dibagi menjadi tiga  golongan, yaitu:
dzawil furudh, ashobah dan dzawil arham. Disini kami akan membahas tentang dzawil
furudh, furudhul muqaddaroh, dan  ashobah. Untuk memberikan warisan kepada ahli waris.
BAB II
PEMBAHASAN
DZAWIL FURUDH, FURUDHUL MUQADDARAH DAN ASHABAH
1. 1. Dzawil furud
1. Pengertian Dzawil furud
Furudlu menurut istilah fiqih mawarits, ialah saham yang sudah ditentukan jumlahnya untuk
warits pada harta peninggalan, baik dengan nash maupun dengan ijma’.[1]
Secara bebas, arti lugowi zawi al-furud adalah orang-orang yang mempunyai saham (bagian)
pasti. Secara istilahi zawi al-furud adalah ahli waris yang sahamnya telah ditentukan secara
terperinci (seperdua, sepertiga, seperempat, seperenamatau seperdelapan dari warisan ).[2]
1. Ahli waris
Menurut jumhur ‘ulama, ahli warits yang tergolong adalah:
1. Suami, mendapat  ½ jika tidak ada anak (keturunan), dan ¼ jika ada keturunan.
2. Istri, mendapat ¼ jika tidak ada anak (keturunan), dan 1/8 jika ada keturunan.
3. Anak perempuan, mendapat ½ jika hanya satu orang dan mendapat 2/3 jika dua orang
atau lebih, menjadi asobah sekiranya ada anak aki-laki bagian laki-laki dua kali
bagian perempuan.
4. Anak perempuan dari anak laki-laki, ½ kalau ia seorang saja, 2/3 kalau ada dua orang
atau lebih, 1/6 kalau ada anak kandung perempuan, ta’shib kalau ada cucu laki-laki
bagian laki-laki dua kali baguian perempuan, dan tertutup oleh dua orang anak
perempuan atau oleh anak laki-laki.
5. Ibu, 1/6 kalau ada anak, 1/3 kalau tidak ada anak atau dua orang saudara, 1/3 sisa
ketika ahli warisnya terdiri dari suami-ibu-bapak atau isteri-ibu-bapak.
6. Ayah, 1/6 jika bersama anak laki-laki, 1/6 sisa jika bersama anak perempuan,
‘ashabah ketika tidak ada anak.
7. Saudara perempuan kandung, ½ kalau ia seorang saja, 2/3 jika dua orang atau lebih,
ta’shib jika bersama saudara laki-laki kandung, ‘ashabah kalau bersama anak
perempuan, tertutup jika ada ayah atau anak laki-laki seayah, bagiannya laki-laki dua
kali bagian perempuan.
8. Saudara perempuan seayah, ½ jika seorang saja, 2/3 jika dua orang atau lebih, ta’shib
jika bersama saudara laki-laki seayah, bagiannya laki-laki dua kali bagian perempuan,
‘ashabah jika bersama anak perempuan atau cucu perempuan, 1/6 jika bersama
saudara perempuan sekandung, terhalang oleh ayah atau cucu laki-laki atau saudara
laki-laki kandung atau saudara perempuan kandung yang menjadi ‘ashabah.
9. Saudara perempuan atau laki-laki seibu, 1/6 kalu seorang (laki-laki/ perempuan), 1/3
kalu dua orang atau lebih (laki-laki/ perempuan), terhalang oleh anak laki-laki/
perempuan, cucu laki-laki, ayah atau nenek laki-laki.
10.  Kakek, dibagi sama dengan saudara kalau yang dibagi lebih banyak dari 1/3. kalau
kurang dari 1/3 maka bagian kakek 1/3 (kalau tidak ada waris lain dzawil furudh), terhalang
jika ada ayah.
7

11.  Nenek, 1/6 untuk seorang atau lebih jika sederajat, terhalang jika ada ibu.
1. 2. Furudh Muqoddaroh
Didalam Al-Qur’an, kata furudh muqoddarah yaitu pembagian ahli waris yang telah
ditentukan jumlahnya, merujuk pada 6 jenis pembagian, yaitu:
1. Ahli waris yang mendapatkan bagian setengah adalah,
1. Anak perempuan tungal
2. Cucu perempuan dari anak laki-laki
3. - Saudara perempuan kandung
- Saudara perempuan seayah tunggal bila saudara perempuan sekandung tidak ada.
1. Suami. Ia mendapat seperdua apabila iseri yang meninggal itu tidak mempuanya I
anak atau cucu dari anak laki-laki.
Ahli waris yang mendapat satu perempat
1. Suami, bila isteri yang meninggal dunia tidak mempunyai anak (laki-laki/
Perempuan) atau cucu dari anak laki-laki.
2. Isteri jika suami tidak mempunyai anak
Ahli waris yang mendapat bagian seperlapan
1. Isteri, ketika suami mempumyai anak atau jika tidak ada anak tetapi
mempunyai cucu.
Ahli waris yang mendapat bagian dua pertiga
1. Dua orang anak perempuan atau lebih jika tidak ada anak laki-laki
2. Dua orang cucu perempuan atau lebih darui anak laki-laki jika tidak ada anak
perempuan.
3. Dua orang saudara kandung atau lebih
4. Dua orang saudara perempuan seayah atau lebih
Ahli waris yang mendapat bagian sepertiga
1. Ibu, jika anaknya tidak mempunyai anak atau cucu dari anak laki-laki atau ia
tidak mempunyai saudara sekandung, seayah atau seibu.
2. Dua orang saudara atau lebih (laki-laki/ perempuan) seibu.
Ahli waris yang mendapat bagian seperenam
1. Ibu, jika yang meninggal mempunyai anak atau cucu dari anak laki-laki atau
saudara sekandung, seayah atau seibu.
2. Bapak, bila yang meninggal itu terdapat anak atau cucu dari anak laki-laki.
3. Nenek, jika tidak ada ibu.
4. Cucu perempuan dari anak laki-laki seorang atau lebih, jika yang meninggal
mempunyai anak perempuan tunggal.
5. Kakek, jika mempunyai anak atau cucu.
6. Seorang saudara seibu
7. Saudara perempuan seayah, jika yang meninggal mempunyai saudara
perempuan sekandung.
3. Ashobah
1. Pengertian
Ashobah adalah laki-laki dari kerabat si mayait, dimana dalam nisbatnya ke si mayait,
tidak ada perempuan. Menurut al-Jauhari dalam bukunya, ash-shabhah, disebutkan bahwa
ashobahnya laki-laki adalah bapaknya, anaknya, dan kerabatnya sebapak. Dinamakan
ashobah karena mereka mengelilinginya. Dalam istilah ulama fiqih ashobah berarti ahli
waris yang tidak mempunyai baagian tertentu, baik besar maupun kecil, yang telah
disepakati oleh para ulaama (seperti ash-habul furudh) atau yang belum disepakati oleh
mereka (seperti dzawi al-arham).
8

Didalam kitab ar-Rahbiyyah, ashobah adalah setiap orang yang mendaapatkan semua
harta waris, yang terdiri dari kerabat daan orang yang memerdekakan budak, atau yang
mendapatkan sisa setelah pembagian bagian tetap.[3]
2. Pembagian Ashobah
Para fuqoha telah menyebutkan tiga macam kedudukan ashobah, yaitu:
1)      Ashobah binafsihi ialah tiap-tiap kerabat yang leleki yang tidak diselangi seorang
wanita.[4] Jumlah mereka adalah: Anak laki-laki, cucu laki-laki dari anak laki-laki dan
generasi dibawahnya, bapak dan kakek serta generasi diatasnya, saudara kandung, saudara
sebapak, anak laki-laki saudara kandung, anak laki-laki saudara sebapak dan generasi
dibawahnya, paman kandung, paman sebapak, anak laki-laki paman kandung, anak laki-laki
paman sebapak.
2)      Ashobah bighairihi ialah tiap waniya yang mempunyai furudh tapi dalam mawarits
menerima ushubah memerlukan orang lain dan dia bersekutu dengannya untuk menerima
ushubah itu.[5] Mereka adalah:
1. Satu anak perempuan atau lebih, yang ada bersama anak laki-laki,
2. Satu cucu perempuan dari anak laki-laki atau lebih, yang ada bersama cucu laki-laki
dari anak laki-laki.
3. Satu orang perempuan kandung atau lebih yang ada bersama saudara kandung
4. Satu orang saudara perempuan sebapak atau lebih yang ada bersama saudara laki-laki
sebapak.
3)      Ashobah ma’a ghairi ialah tiap wanita yang memerlukan orang lain dalam menerima
ushubuah. Sedangkan  orang lain itu tidak bersekutu menerima ushubah tersebut.[6] mereka
adalah:
1. Seorang saudara perempuan kadung atau lebih, yang ada bersama anak
perempuanatau cucu perempuan dari anak laki-laki.
2. Seorang saudara perempuan sebapak atau lebih, yang ada bersama anak perempuan
atau cucu perempuan dari anak laki-laki.

BAB III
PENUTUP
Furudlu menurut istilah fiqih mawarits, ialah saham yang sudah ditentukan
jumlahnya untuk warits pada harta peninggalan, baik dengan nash maupun dengan ijma’.
Ahli waris diantaranya ialah Suami, Istri, Anak perempuan, Anak perempuan dari
anak laki-laki,Ibu, Saudara perempuan kandung, Saudara perempuan seayah, Saudara
perempuan atau laki-laki seibu, Kakek, Nenek,
Furudh Muqoddaroh
Didalam Al-Qur’an, kata furudh muqoddarah yaitu pembagian ahli waris yang telah
ditentukan jumlahnya, merujuk pada 6 jenis pembagian, yaitu: bagian setengah, satu
perempat, bagian seperlapan, bagian dua pertiga, bagian sepertiga, bagian seperenam
Ashobah
Ashobah adalah setiap orang yang mendapatkan semua harta waris, yang terdiri dari
kerabat dan orang yang memerdekakan budak atau yang mendapatkan sisa setelah pembagian
bagian tetap.
Pembagian Ashobah
Para fuqoha telah menyebutkan tiga macam kedudukan ashobah, yaitu:

- Ashobah binafsihi ialah tiap-tiap kerabat yang leleki yang tidak diselangi seorang
wanita.
9

- Ashobah bighairihi ialah tiap waniya yang mempunyai furudh tapi dalam
mawarits menerima ushubah memerlukan orang lain dan dia bersekutu
dengannya untuk menerima ushubah itu.
- Ashobah ma’a ghairi ialah tiap wanita yang memerlukan orang lain dalam
menerima ushubah.

DAFTAR PUSTAKA
Abubakar, Al-Yasa. 1998. Ahli Waris Sepertalian Darah: Kajian Perbandingan terhadap
Penalaran Hazairin dan Penalaran Fiqh Mazhab. Jakarta: INIS.
Ash-Siddiqy, Hasbi. 1967. Fiqhul Mawaris Hukum Warisan dalam Syari’at Islam. Jakarta:
Bulan Bintang.
_________. 1973. Fiqhul Mawaris (Hukum-hukum Warisan dalam Syari’at Islam). Jakarta:
Bulan Bintang.
Komite Fakultas Syari’ah Universitas Al-Azhaar Mesir. 2001. Hukum Waris . Jakarta:
Senayan Abadi Publishing.
Kuzari, Achmaad. 1996. Sistem Ashobah Dasar Pemindahan Hak Milik atas Harta
Tinggalan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

[1] Prof. T.M. Hasbi Ash-Shidieqy. Fiqih Mawaris (Hukum-hukum Warisan dalam Syari’at
Islam). Hlm. 74.
[2] Alyasa Abu Bakar. Ahliwaris Sepertalian Darah. Hal140-
[4] Hasbi Ash-Siddieqy. Fighul Mawarits. Bulan bintang . Jakarta: 1973. Hal: 167

You might also like