You are on page 1of 5

PENGELOLAAN ZAKAT

adalah sebuah kewajiban yang pasti (qath’i) yang ditetapkan oleh Allah
SWT kepada kaum muslimin. Namun dalam pelaksanaannnya zakat bukanlah
kewajiban individu yang bergantung semata kepada hati nurani masing-masing.
Zakat adalah suatu kewajiban yang dilaksanakan di bawah pengawasan
pemerintah(Qaradhawi,1995:113).Dengan demikian, pelaksanaan zakat
sesungguhnya bergantung pada dua faktor. Pertama, faktor ekstern, yaitu
pengawasan pemerintah (dan juga masyarakat Islam). Kedua, faktor intern, yaitu
dorongan hati nurani setiap muslim yang bersumber dari keimanan mereka
terhadapIslam(Qaradhawi,1995:114).
Tulisan ini bertujuan : (1) menjelaskan peran pemerintah dalam pelaksanaan
zakat dalam perspektif Islam, dan (2) membandingkan pelaksanaan zakat dalam
pemerintahan Islam (Khilafah) dan pemerintahan saat ini dari aspek normatif.
2.ZakatdanPemerintahPeran pemerintah dalam pengelolaan zakat dapat
diringkas dalam 2 (dua) peran. Pertama, pemerintah berperan sebagai
pelaksana tunggal dalam pengelolaan zakat, baik dalam pemungutan maupun
pembagian zakat. Kedua, pemerintah berperan sebagai pemberi sanksi (‘uqubat)
terhadapmerekayangengganmelaksanakanzakat.2.1.PemerintahPengelolaZakat
Dalil-dalil al-Qur`an dan al-Sunnah menunjukkan bahwa pihak yang
mengelola zakat adalah pemerintah, yakni seorang Imam (Khalifah) atau orang-
orang yang mewakilinya (Zallum, 1983:148; Jalaluddin, 1991:73; Suharto,
2004:197;Azmi,2002:68).Dalil-dalil al-Qur`an tersebut adalah QS At-Taubah : 60
dan juga QS At-Taubah : 103. Firman Allah SWT :

PENGERTIAN ZAKAT

DARI SEGI BAHASA


Zakat dari segi bahasa bererti "BERSIH", "SUCI", "SUBUR", "BERKAT"
dan "BERKEMBANG".
Pengertian "BERSIH" dan "SUCI" dalam istilah zakat ialah membersihkan harta
dan membersihkan diri orang kaya daripada bersifat kedekut dan bakhil. Dalam
erti yang lain ialah membersihkan diri daripada sifat dengki dan dendam
terhadap orang kaya.

DARI SEGI SYARAK


Zakat dari segi syarak pula ialah mengeluarkan sebahagian harta tertentu
diberikan kepada asnaf-asnaf yang berhak menerimanya setelah memenuhi
syarat-syarat yang ditetapkan oleh syarak

HIKMAH DISYARIATKAN ZAKAT


Zakat adalah salah satu daripada rukun Islam yang kelima. Antara hikmah
dan tujuan ALLAH SWT mensyariatkan zakat ialah:
 
1. Mengagihakn sebahagian kecil kekayaan daripada golongan yang berada
kepada golongan yang kurang berada.
2. Membersihkan diri pembayar zakat.
3. membersihkan dan menyuburkan harta pembayar zakat.
4. Mewujudkan sifat bersyukur terhadap nikmat yang dikurniakan oleh
ALLAH SWT di kalangan golongan yang berada.
5. Mengurangkan perasaan irihati di kalangan yang kurang bernasib baik.
6. Mewujudkan perhubungan antara hamba dengan ALLAH SWT di samping
perhubungan antara manusia dengan manusia.
7. Memberi peluang kepada golongan hartawan untuk beribadat dalam
bentuk mengeluarkan zakat daripada harta mereka.
8. Mewujudkan kesatuan di kalangan masyarakat Islam dalam urusan
ekonomi dan kewangan.
9. Memberi masyarakat satu cara mengurus ekonomi dan kewangan yang
diredhai oleh ALLAH SWT.
10. Melahirkan rasa tenang dan tenteram dalam hati dan jiwa pembayar
zakat.

MANAJEMEN ZAKAT

Salah satu ciri atau sifat ilmu Islam memang demikian, selalu memberi
nuansa baru untuk dikaji dan ditelaah. Zakat adalah sebuah persoalan faridhah
sulthaniyah, yaitu suatu kewajiban yang terkait dengan kekuasaan. Karena itu,
pelaksanaannya dilakukan oleh amilin 'alaiha (petugas-petugas zakat, QS. 9;
60). Dan amilin, walaupun ada aturan tersendiri dalam masyarakat, surat
keputusan asalnya ada dalam Al-Qur'an dan merupakan bagian organik dari
Undang-undang Islam secara keseluruhan.

Para amilin pertama-tama berfungsi sebagai pengemban amanah Allah


SWT, kemudian ia mewakili Rasulullah SAW sebagai iqamatud dien wa siyasah
fid dunya para umara setelah rasulullah, yaitu menegakkan agama dan mengatur
kehidupan di dunia. Zakat tentu saja merupakan salah satu tiang dari tiang-tiang
agama. Jadi kedua, amilin mengemban amanat untuk mengorganisasikan
(mengelola) zakat ini. Dalam hal ini , mereka bertindak sebagai niyabur Rasul
(wakil Rasulullah SAW) dalam iqamatud dien. Dan ketiga, amilin adalah wakil
dari tatanan tersebut. Dari sisi ini, kita dapat melihat betapa pentingnya posisi
amilin.

Apa yang perlu dilengkapi atau dimiliki oleh para amilin? Surat at-Taubah
ayat 103 secara mendasar menyebutkan hal apa saja yang perlu diperhatikan
para amilin zakat. Allah berfirman, "Ambillah dari harta mereka shadaqah
(zakat)." Dari kata-kata ini dapat ditarik kesimpulan adanya al-mubadarah
(inisiatif), manajemen, yang berarti amil tidak sekedar menunggu saja datangnya
zakat tersebut. Tetapi amilin harus memperlihatkan sikap "Khudz" (ambil) yang
dituangkan dalam bentuk sistem perencanaan, strategi dan pengelolaan yang
baik. Walaupun otoritas sepenuhnya belum dimiliki (karena otoritas
sesungguhnya ada di tangan daulah). Namun inisiatif harus dilakukan.

Dalam rangka inisiatif juga, para amilin membantu para muzakki untuk
dapat dengan benar menunaikan zakatnya. Karenanya, para ulama membagi
amwal (harta) itu ke dalam dua jenis, yaitu yang tampak atau ditampakkan
(zhahir) dan yang tidak tampak (bathin). Harta yang zhahir, misalnya binatang
ternak dan tijarah (perdagangan). Binatang ternak dapat dihitung dan tijarah
dapat di tampakkan dengan Ilmu akuntansi. Para amilin berkewajiban membantu
penghitungan ini. Jadi, tidak hanya percaya saja. Bahkan, kalau perlu mereka
membantu membuat teknik penghitungannya (akuntansinya).

Dalam kaitan bunyi ayat "tuthahirhum" (agar dapat membersihkan harta


mereka), para amilin membantu muzakki untuk membersihkan harta mereka dari
penyakit ruhiyah. Hal ini bisa dilakukan dengan taujih (pengarahan).
"Watuzakkihim biha" di sini bermakna pengembangan (tanmiyah) berupa
pengembangan harta atau kepribadian muzakki sendiri. Misalkan diusahakan
bagaimana zakat ini dapat menyebabkan pengembangan harta (tanmiyatul
maal). Para ulama sepakat bahwa proteksi zakat itu pada hakikatnya adalah
pengentasan kemiskinan. Untuk sementara, boleh saja digunakan untuk saluran-
saluran konsumtif. Namun tidak boleh terus menerus. Oleh karena itu, meskipun
berlangsung penggunaan konsumtif, upaya-upaya yang mengarah pada
penggunaan usaha-usaha produktif serta pengembangan pemberdayaan perlu
direncanakan secara baik.

Mengupayakan inventarisasi mustahiq merupakan langkah lain yang perlu


diperhatikan para amilin. Sebab, terdapat suatu kenyataan adanya fuqara yang
tidak menampakkan kesulitannya atau meminta-minta karena sifat 'iffah
(menjaga diri)-nya. Sebagaimana digambarkan dalam ayat 273 surat Al-
Baqarah: "(Berinfaqlah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan
Allah. Mereka tidak dapat berusaha di muka bumi. Orang yang tidak tahu
menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu
kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang
secara mendesak. "Dan harta apa saja yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan
Allah) maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.'

Amilin perlu pengenalan lebih jauh terhadap fuqara atau masakin. Jika
ada orang yang berhak dan ternyata dia tidak kebagian zakat, maka hal ini
menjadi tanggung jawab amilin karena kurang perhatian. Fuqara yang 'iffah,
tidak mungkin mendaftarkan diri kepada amilin untuk dimasukkan sebagai
mustahiq. Pengalaman dibeberapa tempat, ketika perencanaan atau manajemen
zakat (fitrah) tidak ditangani secara baik akan berdampak negatif. Keterbatasan
waktu pembagian menyebabkan amilin akhirnya bekerja secara tergesa-gesa,
karena adanya "dead line" pembagian zakat fitrah. Apabila ini terjadi, dapat
berakibat kurang selektif dalam pemilihan mustahiq. Yang penting habis terbagi
saja. Amilin yang demikian tidak dapat menunaikan tugas sebagaimana
mestinya.

Inventarisasi mustahiqin perlu dilakukan sedini mungkin. Bahkan, jika


mungkin peta mustahiqin itu sudah dimiliki sejak lama sebelumnya. Hal ini jelas
membantu keefektifan pembagian zakat. Efektivitas pembagian zakat dengan
demikian sangat ditentukan oleh kemampuan amilin. Tentu tidak diharapkan
zakat hanya sebagai suatu rutinitas tanpa disertai perubahan-perubahan dalam
tubuh masyarakat. Evaluasi pelaksanaan zakat perlu dilakukan tahun demi
tahun, sehingga pelaksanaan tahun ini bisa lebih baik dari pelaksanaan tahun
lalu. Kalau terjadi penurunan, maka amilin tidak berfikir maju dan zakat akan sulit
menjadi sebuah pemecahaan bagi masalah-masalah ekonomi dalam

MANAJEMEN WAKAP

Pengelolaan dan manajemen wakaf di Indonesia masih memprihatinkan


karena belum ada perhatian dari pemerintah bahkan hampir melupakan masalah
wakaf sehingga cukup banyak harta wakaf terlantar dalam pengelolaannya.
"Salah satu penyebabnya adalah umat Islam umumnya hanya mewakafkan
tanah dan bangunan sekolah. Dalam hal ini wakaf kurang memikirkan biaya
operasional sekolah, dan nazhirnya kurang profesiona," kata Prof. Uswatun
Hasanah pada acara pengukuhannya sebagai Guru Besar Tetap dalam Ilmu
Hukum Islam pada Fak. Hukum Universtias Indonesia, hari ini.
Dia menambahkan tidak berperannya wakaf dalam memberdayakan ekonomi
umat karena tidak dikelola secara produktif. Untuk mengatasi masalah ini,
tuturnya, wakaf harus dikelola dengan manajemen modern.
Uswatun menuturkan meski wakaf kurang mendapatkan perhatian dari
pemerintah dan para ilmuwan, belakangan ini cukup banyak pihak dan lembaga
yang mengkaji wakaf, termasuk beberapa perguruan tinggi memasukkan wakaf
dalam kurikulum. "Bahkan tidak sedikit lembaga keuangan yang menjadikan
wakaf sebagai salah satu produk. Hal itu menunjukkan bahwa wakaf merupakan
salah satu lembaga ekonomi Islam yang sangat potensial untuk dikembangkan,"
ujarperempuankelahiranYogyakarta,19November1955ini.Menurut dia, agar
wakaf dapat menghasilkan dana yang bermanfaat bagi kesejahteraan sosial,
bendawakafharusdikelolasecaraproduktifolehnazhir(pengelola)yangprofesional.D
alam pidatonya yang berjudul Wakaf Produktif untuk Kesejahteraan Sosial dalam
Perspektif Hukum Islam di Indonesia ini, Uswatun mengatakan yang menjadi
masalah uang itu tidak dapat langsung diberikan kepada mauquf‘alaih. Nazhir
harus mengelola dan mengembangkannya terlebih dahulu. "Yang harus
disampaikan kepada mauquf‘alaih adalah hasil investasi dana wakaf, sedangkan
uang wakafnya sendiri tidak boleh berkurang sedikit pun," ujarnya di hadapan
SenatGuruBesarUI.Oleh karena itu, katanya, nazhir selain memenuhi syarat-
syarat yang disebutkan dalam Pasal 10 ayat (1) Undang-undang tentang Wakaf,
harus ditambah syarat-syarat lain yang menunjang tugas dan tanggungjawabnya
dalammelakukaninvestasiuangyangdiwakafkan.
Wakaf adalah bagian hukum Islam yang mendapat pengaturan secara khusus
dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Dengan demikian wakaf
merupakan salah satu lembaga hukum Islam yang telah menjadi hukum positif di
Indonesia.Menurut dia, selain menjadi medium ibadah, wakaf juga memiliki
fungsi sosial, yaitu aset yang sangat bernilai dalam pemerataan kesejahteraan
dan penanggulangan kemiskinan.

You might also like