Professional Documents
Culture Documents
konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan
sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha
menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan perbedaan
tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain
sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar
dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya
atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu
sendiri.
Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik
yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.
Definisi konflik
Ada beberapa pengertian konflik menurut beberapa ahli.
Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977), konflik merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh
berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan
pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan.
Menurut Gibson, et al (1997: 437), hubungan selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung
dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing – masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau
tujuan sendiri – sendiri dan tidak bekerja sama satu sama lain.
Menurut Robbin (1996), keberadaan konflik dalam organisasi dalam organisasi ditentukan oleh persepsi individu
atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya konflik di dalam organisasi maka secara umum konflik
tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada konflik
maka konflik tersebut telah menjadi kenyataan.
Dipandang sebagai perilaku, konflik merupakan bentuk minteraktif yang terjadi pada tingkatan individual,
interpersonal, kelompok atau pada tingkatan organisasi (Muchlas, 1999). Konflik ini terutama pada tingkatan
individual yang sangat dekat hubungannya dengan stres.
Menurut Minnery (1985), Konflik organisasi merupakan interaksi antara dua atau lebih pihak yang satu sama lain
berhubungan dan saling tergantung, namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan.
Konflik dalam organisasi sering terjadi tidak simetris terjadi hanya satu pihak yang sadar dan memberikan respon
terhadap konflik tersebut. Atau, satu pihak mempersepsikan adanya pihak lain yang telah atau akan menyerang
secara negatif (Robbins, 1993).
Konflik merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan individu lain, kelompok dengan kelompok lain
karena beberapa alasan. Dalam pandangan ini, pertikaian menunjukkan adanya perbedaan antara dua atau lebih
individu yang diekspresikan, diingat, dan dialami (Pace & Faules, 1994:249).
Konflik dapat dirasakan, diketahui, diekspresikan melalui perilaku-perilaku komunikasi (Folger & Poole: 1984).
Konflik senantisa berpusat pada beberapa penyebab utama, yakni tujuan yang ingin dicapai, alokasi sumber –
sumber yang dibagikan, keputusan yang diambil, maupun perilaku setiap pihak yang terlibat (Myers,1982:234-237;
Kreps, 1986:185; Stewart, 1993:341).
Interaksi yang disebut komunikasi antara individu yang satu dengan yang lainnya, tak dapat disangkal akan
menimbulkan konflik dalam level yang berbeda – beda (Devito, 1995:381)
Konflik Menurut Robbin
Robbin (1996: 431) mengatakan konflik dalam organisasi disebut sebagai The Conflict Paradoks, yaitu pandangan
bahwa di sisi konflik dianggap dapat meningkatkan kinerja kelompok, tetapi di sisi lain kebanyakan kelompok dan
organisasi berusaha untuk meminimalisasikan konflik. Pandangan ini dibagi menjadi tiga bagian, antara lain:
Pandangan tradisional (The Traditional View). Pandangan ini menyatakan bahwa konflik itu hal yang buruk,
sesuatu yang negatif, merugikan, dan harus dihindari. Konflik disinonimkan dengan istilah violence, destruction,
dan irrationality. Konflik ini merupakan suatu hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurang
kepercayaan, keterbukaan di antara orang – orang, dan kegagalaan manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan
dan aspirasi karyawan.
Pandangan hubungan manusia (The Human Relation View. Pandangan ini menyatakan bahwa konflik dianggap
sebagai suatu peristiwa yang wajar terjadi di dalam kelompok atau organisasi. Konflik dianggap sebagai sesuatu
yang tidak dapat dihindari karena di dalam kelompok atau organisasi pasti terjadi perbedaan pandangan atau
pendapat antar anggota. Oleh karena itu, konflik harus dijadikan sebagai suatu hal yang bermanfaat guna
mendorong peningkatan kinerja organisasi. Dengan kata lain, konflik harus dijadikan sebagai motivasi untuk
melakukan inovasi atau perubahan di dalam tubuh kelompok atau organisasi.
Pandangan interaksionis (The Interactionist View). Pandangan ini cenderung mendorong suatu kelompok atau
organisasi terjadinya konflik. Hal ini disebabkan suatu organisasi yang kooperatif, tenang, damai, dan serasi
cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut pandangan ini, konflik
perlu dipertahankan pada tingkat minimum secara berkelanjutan sehingga tiap anggota di dalam kelompok
tersebut tetap semangat, kritis – diri, dan kreatif.
Teori-teori konflik
Ada tiga teori konflik yang menonjol dalam ilmu sosial. Pertama adalah teori konflik C. Gerrtz, yaitu tentang
primodialisme, kedua adalah teori konflik Karl. Marx, yaitu tentang pertentangan kelas, dan ketiga adalah teori
konflik James Scott, yaitu tentang Patron Klien.
Faktor penyebab konflik
Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan. Setiap manusia adalah individu yang unik.
Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan
pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik
sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya,
ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda.
Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.
Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda. Seseorang sedikit
banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang
berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar
belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau
kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi
untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan.
Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka
sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani menbang pohon-pohon karena dianggap sebagai
penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang
dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta
lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan
kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial di
masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan
budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara
kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh
menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati
sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.
Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat. Perubahan adalah sesuatu yang lazim
dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat
memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang
mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya
bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu
seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis
pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal
perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang
cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam
dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan
proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan
karena dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan masyarakat yang telah ada.
Jenis-jeniskonflik
Menurut Dahrendorf, konflik dibedakan menjadi 4 macam :
konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya antara peranan-peranan dalam keluarga atau
profesi (konflik peran (role))
konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar gank).
konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan massa).
konflik antar satuan nasional (kampanye, perang saudara)
konflik antar atau tidak antar agama
konflik antar politik.
Akibat konflik
Hasil dari sebuah konflik adalah sebagai berikut :
meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (ingroup) yang mengalami konflik dengan kelompok
lain.
keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai.
perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci, saling curiga dll.
kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia.
dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.
Para pakar teori telah mengklaim bahwa pihak-pihak yang berkonflik dapat memghasilkan respon terhadap konflik
menurut sebuah skema dua-dimensi; pengertian terhadap hasil tujuan kita dan pengertian terhadap hasil tujuan
pihak lainnya. Skema ini akan menghasilkan hipotesa sebagai berikut:
Pengertian yang tinggi untuk hasil kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk mencari jalan
keluar yang terbaik.
Pengertian yang tinggi untuk hasil kita sendiri hanya akan menghasilkan percobaan untuk
“memenangkan” konflik.
Pengertian yang tinggi untuk hasil pihak lain hanya akan menghasilkan percobaan yang memberikan
“kemenangan” konflik bagi pihak tersebut.
Tiada pengertian untuk kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk menghindari konflik.
Contoh konflik
Konflik Vietnam berubah menjadi perang.
Konflik Timur Tengah merupakan contoh konflik yang tidak terkontrol, sehingga timbul kekerasan. hal ini
dapat dilihat dalam konflik Israel dan Palestina.
Konflik Katolik-Protestan di Irlandia Utara memberikan contoh konflik bersejarah lainnya.
Banyak konflik yang terjadi karena perbedaan ras dan etnis. Ini termasuk konflik Bosnia-Kroasia (lihat Kosovo),
konflik di Rwanda, dan konflik di Kazakhstan.
Pemicu konflik
Hanya ada dua posisi seseorang dalam sebuah organisasi, yakni dipimpin dan memimpin. Baik organisasi berskala
mikro (contohnya Yayasan, LSM, Industri Kecil dan Menengah, dan organisasi kampus) maupun organisasi berskala
makro (contohnya perusahaan-perusahaan besar misalnya Astra, IBM, Wall-mart), tidak bisa terlepas begitu saja
dengan pola sistematik yang ada di organisasi. Begitu juga halnya dalam Islam.
Seorang ulama adalah pemimpin muslim lainnya dalam koridor Islam sebagai organisasinya. Organisasi adalah
sebuah sistem yang berfungsi sebagai wadah interaksi antar manusia untuk mencapai tujuan tertentu. Seorang
pemimpin merupakan tonggak ujung yang akan mengarahkan agar tujuan organisasi tercapai. Pemimpin
mempunyai power yang tidak dimiliki oleh orang yang dipimpin. Power tidak dapat tumbuh begitu saja. Power
merupakan kekuatan untuk mengelola dan mengatur organisasi. Beberapa ahli berpendapat bahwa kemampuan
seseorang dalam memimpin adalah sebuah kemampuan alami secara genetik, yang tidak bisa diajarkan. Akan
tetapi tidak semua orang berpandangan sama. Kemampuan seseorang untuk menjadi pemimpin dapat dipelajari
baik di lingkungan pendidikan maupun terjun langsung di lapangan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa pemimpin memegang peranan penting dalam sebuah organisasi. Sebagai contoh,
dalam kasus pemilu negara kita tahun 2009, banyak partai baru bermunculan. Image orang terhadap partai baru,
salah satunya tercermin dari siapa pemimpinnya. Orang awam akan langsung bertanya, ”Siapa sih pemimpin
partainya?”. Karena dari situlah dapat ditebak seperti apa gambaran organisasi tersebut. Segala atribut yang
menempel di pemimpin, seperti umur, jabatan dan bahkan suku bangsa dapat digeneralisir menjadi atribut
organisasi yang dipimpinnya. Terlepas dari semua hal itu, sebenarnya ada hal yang lebih pokok dari atribut-atribut
tersebut. Karena pada hakekatnya, secara tidak langsung seorang pemimpin organisasi akan membawa visi
pribadinya menjadi bagian dari visi organisasi. Alangkah naifnya jika ternyata seorang pemimpin baru yang
ditunjuk, mempunyai visi pribadi yang kurang sinergi dengan visi organisasi dan secara perlahan-lahan mengotori
visi organisasi.
Hal ini bukan hal yang baru di dalam sebuah organisasi. Sudah banyak contohnya di kehidupan politik bangsa ini.
Konflik internal di beberapa partai politik merupakan dampak dari permasalahan itu. Kepemimpinan dalam sebuah
organisasi sangat erat kaitannya dengan visi organisasi. Seorang pemimpin akan menggunakan ilmu pengetahuan
yang dimiliki untuk mencapai visi organisasi. Akan tetapi ada hal lain yang bisa digunakan dalam menjalankan
kepemimpinan, yakni pengalaman. Pemimpin besar bagi umat muslim yang patut dijadikan panutan dalam semua
aspek kehidupan adalah Baginda Rasulullah SAW.
Proses seseorang dalam menjalankan kepemimpinanya di organisasi tidak akan berjalan dengan linier. Rumus
matematik saja sejatinya belum cukup untuk memodelkan pola kepemimpinan dan daur hidup organisasi. Banyak
permasalahan-permasalahan internal yang oleh sebagian besar organisasi tidak dapat diungkapkan sebagai
permasalahan organisasi.
Beberapa ahli organisasi dan konsultan menyebutnya sebagai organisasi yang sakit. Keengganan pemimpin untuk
mengakui dan mengungkap permasalahan internal organisasi bisa menjadi efek bola salju. Memang tidak dapat
dipungkiri bahwa semua organisasi mempunyai permasalahan internal. Dan proses penyelesaiaan secara benar
bukan satu-satunya indikator berhasil tidaknya organisasi dalam mencapai visi dan tujuannya. Yang lebih utama
adalah hasil atau output. Indikator tersebut merupakan indikator yang paling valid dari indikator-indikator lain
untuk mengukur tercapainya visi dan tujuan organisasi. Misalnya ketika terjadi permasalahan internal di sebuah
lembaga pendidikan. Solusi-solusi akan datang silih berganti dan tumpang-tindih untuk mencoba menengahi dan
menyelesaikannya.
Namun, yang perlu diperhatikan justru sejauh mana hasil atau output lembaga pendidikan tersebut dalam hal
kualitas. Karena bisa saja yang terjadi dengan adanya permasalahan internal atau konflik itu, dapat menjadikan
pelajaran yang berharga bagi pengelola lembaga pendidikan dan memicu produktivitas. Hal ini sesuai dengan
penjelasan di atas bahwa siklus organisasi sejatinya tidak ada yang linier, akan tetapi penuh dengan kondisi
probabilistik.
Konflik organisasi secara umum ada dua macam. Pertama konflik eksternal, yakni bekaitan dengan hubungan
organisasi dan lingkunganya. Kedua adalah konflik internal, yakni permasalahan-permasalahan yang terjadi di
dalam organisasi. Beberapa ahli organisasi berpendapat bahwa konflik internal meliputi konflik yang terjadi di
dalam diri individu, konflik antar individu yang dipimpin, konflik antara individu yang dipimpin dan organisasi,
konflik antara pemimpin dan yang dipimpin, serta konflik antara pemimpin dengan organisasi (Winardi, 2007).
Porsi terbesar yang dapat memicu potensi rapuhnya organisasi adalah konflik yang melibatkan pimpinan di
dalamnya. Ini adalah sesuatu yang lumrah mengingat pemimpin adalah tonggak ujung organisasi. Pemimpin yang
mempunyai tanggung jawab menjaga keluwesan organisasi dalam menghadapi konflik. Pandangan ahli organisasi
pada zaman dulu menganggap bahwa konflik adalah ancaman yang mengandung resiko.
Namun seiring dengan perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan, manajemen konflik menjadi wacana baru.
Salah satu contoh riil berkaitan dengan konflik internal adalah konflik antar golongan yang menimpa umat muslim
akhir-akhir ini. Terlepas dari semua perbedaan pendapat dan perdebatan dalam menghadapi masalah itu, seolah-
olah justru visi islam yang diturunkan Allah SWT sebagai Rahmatallil’alamin terbiaskan. Sehingga alangkah baiknya
jika merujuk kembali ke Al Qur’an surat Asy Syura ayat 38 yang menyebutkan bahwa permasalahan antar manusia
diselesaikan dengan permusyawaratan. Meski tidak semua hal dapat diselesaikan dengan cara musyarwarah. Allah
SWT juga berfirman untuk mendamaikan semua pihak yang bertikai jika terjadi konflik (Al Hujurat ayat 9). Langkah
serupa juga selayaknya diterapkan di semua organisasi agar jalan tengah konflik dapat dicapai.
Konflik merupakan dampak dari kepentingan, baik kepentingan individu yang dipimpin maupun pemimpin.
Disadari atau tidak, ketika bergabung dalam sebuah organisasi, setiap individu mempunyai kepentingan tertentu
yang ingin dicapai pada saat bergabung dengan organisasi. Disamping bahwa ada kepentingan organisasi, yakni
visi, yang harus sejalan dan selaras dengan pemikiran individu yang bergabung dengan organisasi.
Kepentingan merupakan salah satu faktor dominan yang menjadi akar pemicu konflik. Misalnya dalam sebuah
organisasi kampus, setiap individu yang bergabung mempunyai angan-angan tertentu yang ingin diraihnya. Dan
ketika angan-angan dan harapan tersebut perlahan-lahan hilang, maka individu yang bersangkutan akan surut
semangatnya di organisasi itu. Konflik juga bersinggungan dengan peran. Peran yang dijalani setiap individu (baik
pemimpin maupun yang dipimpin) bisa saja bertentangan dengan keinginan pribadi yang bersangkutan.
Seperti halnya manusia hidup di dunia juga mempunyai kepentingan. Setiap muslim wajib mencari kebahagian di
dunia maupun di akhirat. Seorang muslim yang hanya mengejar dunia, maka belum tentu kehidupan akhirat akan
bahagia. Namun, jika mengejar akhirat sebagai tujuan akhir, maka insya Allah, kehidupan dunia akan tercukupi.
Jika dianalogikan dalam kehidupan berorganisasi, kepentingan individu di dalam organisasi diumpamakan sebagai
kepentingan mengejar kehidupan dunia. Sedangkan kepentingan memperoleh kehidupan akhirat yang baik,
diibaratkan seperti pencapaian visi organisasi. Apabila kepentingan untuk meraih pencapaian visi organisasi
diutamakan dan tetap dijunjung tinggi, maka kepentingan individu juga akan ikut terlaksana. Manusia sebagai
entitas individu memang tidak bisa lepas dari atribut-atribut yang menempel di setiap individu. Manusia
mempunyai cipta, rasa dan karsa dalam menjalankan berbagai aktivitas apapun.
Demikian juga ketika manusia berinteraksi dalam sebuah organisasi. Kepentingan-kepentingan individu tidak bisa
dipungkiri akan terbawa pada saat setiap individu berinteraksi. Emosi dan hati manusia ketika berinteraksi dalam
sebuah organisasi akan selalu menghiasi. Namun perlu disadari juga bahwa hati manusia mudah berubah,
sebagaimana Allah yang membolak-balikkan hati manusia. Sehingga alangkah indahnya jika setiap individu bisa
menata hatinya dengan memanaje qalbunya, sebagaimana Aa’Gym sering mengulas dalam setiap wejangannya.
Karena pada hakekatnya interaksi manusia dalam organisasi tidak akan pernah bisa lepas dari hakekat manusia
yang mempunyai emosi dan hati.
faktor-faktor yang mempengaruhi Konflik
Dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Dalam faktor intern
dapat disebutkan beberapa hal :
1. Kemantapan organisasi
Organisasi yang telah mantap lebih mampu menyesuaikan diri sehingga tidak mudah terlibat konflik dan mampu
menyelesaikannya. Analoginya dalah seseorang yang matang mempunyai pandangan hidup luas, mengenal dan
menghargai perbedaan nilai dan lain-lain.
2. Sistem nilai
Sistem nilai suatu organisasi ialah sekumpulan batasan yang meliputi landasan maksud dan cara berinteraksi suatu
organisasi, apakah sesuatu itu baik, buruk, salah atau benar.
3. Tujuan
Tujuan suatu organisasi dapat menjadi dasar tingkah laku organisasi itu serta para anggotanya.
4. Sistem lain dalam organisasi
Seperti sistem komunikasi, sistem kepemimpinan, sistem pengambilan keputusan, sistem imbalan dan lain-lain.
Dlam hal sistem komunikasi misalnya ternyata persepsi dan penyampaian pesan bukanlah soal yang mudah.
Untuk menangani konflik dengan efektif, kita harus mengetahui kemampuan diri sendiri dan juga pihak-pihak yang
mempunyai konflik. Ada beberapa cara untuk menangani konflik antara lain :
1. Introspeksi diri
Bagaiman kita biasanya menghadapi konflik ? Gaya pa yang biasanya digunakan? Apa saja yang menjadi dasar dan
persepsi kita. Hal ini penting untuk dilakukan sehingga kita dapat mengukur kekuatan kita.
4. Mengetahui pilihan penyelesaian atau penanganan konflik yang ada dan memilih yang tepat.
Spiegel (1994) menjelaskan ada lima tindakan yang dapat kita lakukan dalam penanganan konflik :
a.Berkompetisi
Tindakan ini dilakukan jika kita mencoba memaksakan kepentingan sendiri di atas kepentingan pihak lain. Pilihan
tindakan ini bisa sukses dilakukan jika situasi saat itu membutuhkan keputusan yang cepat, kepentingan salah satu
pihak lebih utama dan pilihan kita sangat vital. Hanya perlu diperhatikan situasi menang – kalah (win-win solution)
akan terjadi disini. Pihak yang kalah akan merasa dirugikan dan dapat menjadi konflik yang berkepanjangan.
Tindakan ini bisa dilakukan dalam hubungan atasan–bawahan, dimana atasan menempatkan kepentingannya
(kepentingan organisasi) di atas kepentingan bawahan.
b.Menghindarikonflik
Tindakan ini dilakukan jika salah satu pihak menghindari dari situsasi tersebut secara fisik ataupun psikologis. Sifat
tindakan ini hanyalah menunda konflik yang terjadi. Situasi menag kalah terjadi lagi disini. Menghindari konflik bisa
dilakukan jika masing-masing pihak mencoba untuk mendinginkan suasana, mebekukan konflik untuk sementara.
Dampak kurang baik bisa terjadi jika pada saat yang kurang tepat konflik meletus kembali, ditambah lagi jika salah
satu pihak menjadi stres karena merasa masih memiliki hutang menyelesaikan persoalan tersebut.
c.Akomodasi
Yaitu jika kita mengalah dan mengorbankan beberapa kepentingan sendiri agar pihak lain mendapat keuntungan
dari situasi konflik itu. Disebut juga sebagai self sacrifying behaviour. Hal ini dilakukan jika kita merasa bahwa
kepentingan pihak lain lebih utama atau kita ingin tetap menjaga hubungan baik dengan pihak tersebut.
Pertimbangan antara kepentingan pribadi dan hubungan baik menjadi hal
yang utama di sini.
d.Kompromi
indakan ini dapat dilakukan jika ke dua belah pihak merasa bahwa kedua hal tersebut sama –sama penting dan
hubungan baik menjadi yang uatama. Masing-masing pihak akan mengorbankan sebagian kepentingannya untuk
mendapatkan situasi menang-menang (win-win solution)
e.Berkolaborasi
Menciptakan situasi menang-menag dengan saling bekerja sama. Pilihan tindakan ada pada diri kita sendiri dengan
konsekuensi dari masing-masing tindakan. Jika terjadi konflik pada lingkungan kerja, kepentingan dan hubungan
antar pribadi menjadai hal yang harus kita pertimbangkan.
Kesimpulan
Kemampuan menangani konflik tentang terutama yang menduduki jabatan pimpinan. Yang terpenting adalah
mengembangkan pengetahuan yang cukup dan sikap yang positif terhadap konflik, karena peran konflik yang tidak
selalu negatif terhadap organisasi.
Dengan pengembalian yang cukup senang, pimpinan dapat cepat mengenal, mengidentifikasi dan mengukur
besarnya konflik serta akibatnya dengan sikap positif dan kemampuan kepemimpianannya, seorang pimpinan akan
dapat mengendalikan konflik yang akan selalu ada, dan bila mungkin menggunakannya untuk keterbukaan
organisasi dan anggota organisasi yang dipimpinnya. Tentu manfaatnya pun dapat dirasakan oleh dirinya sendiri.
DEFINISI KONFLIK
Situasi yang terjadi ketika ada perbedaan pendapat atau perbedaan cara pandang diantara beberapa orang,
kelompok atau organisasi. Sikap saling mempertahankan diri sekurang-kurangnya diantara dua kelompok, yang
memiliki tujuan dan pandangan berbeda, dalam upaya mencapai satu tujuan sehingga mereka berada dalam
posisi oposisi, bukan kerjasama.
Konflik bisa jadi merupakan sumber energi dan kreativitas yang positif apabila dikelola dengan baik. Misalnya,
konflik dapat menggerakan suatu perubahan :
Membantu setiap orang untuk saling memahami tentang perbedaan pekerjaan dan tanggung jawab mereka.
Memberikan saluran baru untuk komunikasi.
Menumbuhkan semangat baru pada staf.
Memberikan kesempatan untuk menyalurkan emosi.
Menghasilkan distribusi sumber tenaga yang lebih merata dalam organisasi.
Apabila konflik mengarah pada kondisi destruktif, maka hal ini dapat berdampak pada penurunan efektivitas kerja
dalam organisasi baik secara perorangan maupun kelompok, berupa penolakan, resistensi terhadap perubahan,
apatis, acuh tak acuh, bahkan mungkin muncul luapan emosi destruktif, berupa demonstrasi.
PENYEBAB KONFLIK
Konflik dapat berkembang karena berbagai sebab sebagai berikut:
Batasan pekerjaan yang tidak jelas
Hambatan komunikasi
Tekanan waktu
Standar, peraturan dan kebijakan yang tidak masuk akal
Pertikaian antar pribadi
Perbedaan status
Harapan yang tidak terwujud
PENGELOLAAN KONFLIK
Konflik dapat dicegah atau dikelola dengan:
Disiplin: Mempertahankan disiplin dapat digunakan untuk mengelola dan mencegah konflik. Manajer perawat
harus mengetahui dan memahami peraturan-peraturan yang ada dalam organisasi. Jika belum jelas, mereka harus
mencari bantuan untuk memahaminya.
Pertimbangan Pengalaman dalam Tahapan Kehidupan: Konflik dapat dikelola dengan mendukung perawat untuk
mencapai tujuan sesuai dengan pengalaman dan tahapan hidupnya. Misalnya; Perawat junior yang berprestasi
dapat dipromosikan untuk mengikuti pendidikan kejenjang yang lebih tinggi, sedangkan bagi perawat senior yang
berprestasi dapat dipromosikan untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi.
Komunikasi: Suatu Komunikasi yang baik akan menciptakan lingkungan yang terapetik dan kondusif. Suatu upaya
yang dapat dilakukan manajer untuk menghindari konflik adalah dengan menerapkan komunikasi yang efektif
dalam kegitan sehari-hari yang akhirnya dapat dijadikan sebagai satu cara hidup.
Mendengarkan secara aktif: Mendengarkan secara aktif merupakan hal penting untuk mengelola konflik. Untuk
memastikan bahwa penerimaan para manajer perawat telah memiliki pemahaman yang benar, mereka dapat
merumuskan kembali permasalahan para pegawai sebagai tanda bahwa mereka telah mendengarkan.
TEKNIK ATAU KEAHLIAN UNTUK MENGELOLA KONFLIK
STRATEGI :
Menghindar
Menghindari konflik dapat dilakukan jika isu atau masalah yang memicu konflik tidak terlalu penting atau jika
potensi konfrontasinya tidak seimbang dengan akibat yang akan ditimbulkannya. Penghindaran merupakan
strategi yang memungkinkan pihak-pihak yang berkonfrontasi untuk menenangkan diri. Manajer perawat yang
terlibat didalam konflik dapat menepiskan isu dengan mengatakan “Biarlah kedua pihak mengambil waktu untuk
memikirkan hal ini dan menentukan tanggal untuk melakukan diskusi”
Mengakomodasi
Memberi kesempatan pada orang lain untuk mengatur strategi pemecahan masalah, khususnya apabila isu
tersebut penting bagi orang lain. Hal ini memungkinkan timbulnya kerjasama dengan memberi kesempatan pada
mereka untuk membuat keputusan. Perawat yang menjadi bagian dalam konflik dapat mengakomodasikan pihak
lain dengan menempatkan kebutuhan pihak lain di tempat yang pertama.
Kompetisi
Gunakan metode ini jika anda percaya bahwa anda memiliki lebih banyak informasi dan keahlian yang lebih
dibanding yang lainnya atau ketika anda tidak ingin mengkompromikan nilai-nilai anda. Metode ini mungkin bisa
memicu konflik tetapi bisa jadi merupakan metode yang penting untuk alasan-alasan keamanan.