You are on page 1of 16

NILAI-NILAI PENDIDIKAN DAN KEPRIBADIAN GURU

DALAM AL-QUR’AN

Khoirul Anwar

UIN SUNAN KALIJAGA

YOGYAKARTA

2011
Kata pengantar

Segala puji dan puji bagi Allah SWT atas limpahan hidayah serta inayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan tulisan ini. Pancaran Nur Illahi semoga senantiasa menerangi bagi
orang-orang yang merindukan kebenaran sejati dan tabah dalam tholabul ‘ilmi.

Sholawat serta salam semoga selalu tercurah atas junjungan Nabi Muhammad SAW yang
telah membawa ajaran tauhid sehingga dapat menyelamatkan manusia dari jurang kedzoliman
menuju cahaya illahi, sehingga dapat menuntun arah perjalanan hidupnya.

Tulisan ini tak lain merupakan usaha penulis untuk mengumpulkan makalah-makalah
yang tercecer baik itu tulisan pribadi penulis maupun makalah/tulisan teman-teman yang pernah
diberikan ke penulis, meski sekedar untuk dibaca tanpa meminta masukan. Di mata penulis,
makalah-makalah yang diberikan oleh teman-teman tadi mempunyai arti penting untuk
diketahui, dipelajari oleh pembaca agar bisa didiskusikan lebih lanjut. Selain itu, hemat penulis
alahkah baiknya jika makalah tersebut ditulis ulang untuk menghindari hilangnya tulisan yang
berharga tersebut.

Khusus makalah ini, penulis menyoroti mengenai nilai-nilai pendidikan dan kepribadian
guru dalam al-quran. Sebetulnya tulisan ini bukan tulisan pribadi penulis melainkan makalah
tanpa nama, kebetulan sampulnya hilang. Tanpa mengurangi rasa hormat, penulis sampaikan
permintaan izin sekaligus rasa terimakasih kepada penulis asli makalah ini. Semoga makalah ini
bermanfaat.

Yogyakarta, 19 April 2011

Khoirul Anwar
BAB I

PENDAHULUAN

Pendidikan adalah suatu peristiwa penyampaian atau suatu proses transformasi. Al-
Qur’an menegaskan hal yang serupa ketika menyampaikan materinya kepada penerimanya yaitu
Nabi Muhammad SAW sebagaimana yang terdapat dalam surat al-Maidah, ayat 67:

             
            
 

Artinya: “ Hai rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. dan jika
tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-
Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang yang kafir.”

Dalam proses transformasi itu, disamping ada subjek atau yang menyampaikan materi,
ada pula objek atau yang menerima penyampaian materi ini. Hal ini mengandung makna
komunikasi. Komunikasi tersebut tentunya tidak dapat berlangsung dalam ruang hampa,
melainkan dalam suasana yang mengandung tujuan. Harus diusahakan pencapaiannya dengan
mengarahkan segala daya upaya pendidikan, seperti: bahasa, metode, alat evaluasi, dan
sebagainya. Pendidikan mencangkup tiga pengertian sekaligus, yakni tarbiyah, ta’lim dan ta’dib.
Maka pengertian pendidik terutama islam sebagai murabbi, mu’allim dan mua’addib sekaligus.

Ditinjau dari sudut pendang sosiologis dan antropologis, fungsi utama pendidikan untuk
menumbuhkan kreatifitas peserta didik, dan menanamkan nilai-nilai yang baik. Karena tujuan
akhir pendidikan adalah menumbuh kembangkan potensi kreatifias peserta didik agar menjadi
menusia yang baik menurut pandangan manusia dan Tuhan yang Maha Esa.

Nilai adalah suatu tipe kepercayaan yang berada dalam ruang lingkup system
kepercayaan yang dipergunakan seseorang dalam bertindak atau menghindari suatu tindakan,
atau mengenai sesuatu yang pantas atau tidak pantas dikerjakan. Artinya nilai merupakan sifat
yang melekat pada sesuatu (system kepercayaan) yang telah berhubungan dengan subjek yang
memberi arti ( yakni manusia yang meyakini).
Al-Qur’an sebagai sumber asasi manusia, ajaran islam tidak hanya berisi doktrin-doktrin
teologis tentang keimanan kepada Tuhan, tetapi juga mengandung isyarat-isyarat ilmiah tentang
pendidikan. Karenanya, membicarakan konsep dasar pendidikan, alangkah baiknya merujuk
pada informasi yang tertera dalam Al-Qur’an.

Banyak ayat-ayat Al-Quran yang berhubungan dengan nilai-nilai pendidikan dan kepribadian
guru dalam Al-Qur’an, hal inilah yang akan penulis paparkan dalam bahasan berikut ini, yakni:

a. Nilai-nilai pendidikan Al-Qur’an diturunkan secara bertahap


b. Nilai-nilai pendidikan dalam nasikh-mansukh Al-Qur’an
c. Nilai-nilai pendidikan dalam muhkamat dan mutasyabihat Al-Qur’an
d. Nilai-nilai pendidikan fawatihus-suwar, khawatimus-suwar. Dan aqsam Al-Qur’an
e. Nilai-nilai pendidikan dalam munasabah Al-Qur’an
f. Nilai-nilai pendidikan dalam kisah Al-Qur’an
g. Nilai-nilai pendidikan dalam amtsal Al-Qur’an
h. Kepribadian guru dalam Al-Qur’an

BAB II

PEMBAHASAN

A. Nilai-Nilai Pendidikan Al-Quran Diturunkan Secara Bertahap


Proses belajar mengajar itu berdasrkan dua asas, yaitu; 1) perhatian terhadap tingkat
pemikiran siswa, dan 2) pengembangan potensi akal, jiwa dan jasmaninya dengan apa yang
dapat membawanya ke arah kebaikan dan kebenaran. Dua potensi ilmiah yang akan dibina
dikembangkan sehingga menjadi potensi yang baik.
Dalam hikmah turunnya Al-Qur’an secara bertahap itu kita melihat adanya suatu metode
yang berfaedah dalam mengaplikasikan kedua asa tersebut seperti yang kami sebutkan tadi,
sebab turunnya Al-Qur’an itu telah meningkatkan pendidikan umat islam secara bertahap dan
bersifat alami untuk memperbaiki jiwa manusia, meluruskan perilakunya, membentuk
kepribadian dan menyempurnakan eksistensinya sehingga jiwa itu tumbuh dengan tegak di
atas pilar-pilar yang kokoh dan mendatangkan buah yang baik bagi kebaikan umat manusia
seluruhnya dengan izin Allah SWT.
Pentahapan turunnya Al-Qur’an itu merupakan bantuan yang paling baik bagi jiwa
manusia dalam upaya menghafal Al-Qur’an, memahami, mempelajari, memikirkan makna-
maknanya dan mengamalkan apa yang dikandungnya, karena segala sesuatu yang kita
lakukan harus berjenjang.
Diantara oleh-oleh turunya Al-Qur’an yang pertama kali didapatkan perintah untuk
membaca dan belajar dengan alat tulis; “bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang telah
menciptakan; Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah; bacalah, dan Tuhanmu
Yang Maha Pemurah; yang mengajarkan manusia dengan perantaraan kalam.” (Al-Alaq: 1-5).
Demikian pula dalam turunnya ayat-ayat tentang riba dan warisan dalam system harta
kekayaan atau turunnya ayat-ayat tentang peperangan untuk membedakan secara tegas antara
Islam dengan kemusyrikan. Di antara itu semua terdapat tahapan-tahapan pendidikan
mempunyai berbagai cara dan sesuai dengan tingkat perkembangan masyarakat Islam yang
sedang dan senantiasa berkambang, dari lemah menjadi kuat dan tangguh.
Guru yang tidak memberikan kepada siswanya proses materi ilmiah yang sesuai, dan
hanya menambah beban kepada mereka di luar kesangggupannya untuk menghafal dan
memahami, atau berbicara kepada mereka dengan sesuatu yang tidak dapat mereka jangkau,
atau tidak memperhatikan keadaan mereka dalam menghadapi keganjilan perilaku atau
kebiasaan buruk mereka sehingga dia berlaku kasar dan keras, serta menangani urusan
tersebut dengan tergesa-gesa dan gugup, tidak bertahap dan bijaksana. Maka guru yang
berlaku demikian ini adalah guru atau pendidik yang gagal. Dia telah mengubah proses
belajar mengajar menjadi kesatuan-kesatuan yang mengerikan dan menjadikan ruang belajar
sebagai ruang yang tidak disenangi.
Begitu pula dengan halnya buku pelajaran. Buku yang tidak tersusun judul-judulnya dan
pasal-pasalnya tidak bertahap penyajiannya dari yang mudah kepada yang lebih sukar, juga
bagian-bagiannya tidak disusun secara baik dan serasi, dan gaya bahasanya pun tidak jelas
dalam menyampaikan apa yang dimaksud. Maka buku yang demikian ini tidak akan dibaca
dan dimanfaatkan oleh siswa.
Petunjuk ilahi tentang hikmah turunnya Al-Qur’an secara bertahap merupakan contoh
yang sangat baik dalam menyusun kurikulum pelajaran, memilih metode yang baik dan
menyusun buku pelajaran, serta menyesuaikan dengan usia anak didik atau tingkat satuan
pendidikan.
Banyak sebenarnya selain hal di atas faedah Al-Qur’an diturunkan secara bertahap bagi
pendidikan dan bidang lain. Maka dari itu Al-Qur’an kita pelajari, pahami dan praktikan
dalam kehidupan. Al-Qur’an pada hakikatnya mempunyai empat elemen yaitu: ucapan,
berbahasa arab, diturunkan kepada Nabi Muhammad, dinukilkan (disampaikan) secara
mutawatir.
B. Nilai-Nilai Pendidikan Dalam Nasikh-Mansukh Al-Quran
Nasikh adalah pembatalan hokum yang ditetapkan terdahulu oleh hokum yang ditetapkan
kemudian, sedangkan mansukh adalah ketentuan hokum yang datang kemudian, guna
membatalkan atau mencabut atau menyatakan masa pemberlakuan hokum yang terdahulu,
sehingga ketentuan hokum yang berlaku adalah ketetapan terakhir. Ayat tentang nasikh
mansukh dalam Al-Qur’an seperti perubahan kiblat salat, dari Baitul Maqdis menjadi kiblat,
Masjidul haram:
          
         
        
  
Artinya:” Dan dari mana saja kamu (keluar), Maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil
Haram. dan dimana saja kamu (sekalian) berada, Maka palingkanlah wajahmu ke arahnya,
agar tidak ada hujjah bagi manusia atas kamu, kecuali orang-orang yang zalim diantara
mereka. Maka janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku (saja). dan agar
Ku-sempurnakan nikmat-Ku atasmu, dan supaya kamu mendapat petunjuk.”(QS. Al-Baqoroh:
150)
Misalnya lgi (QS. 2: 234) tentang iddah istri yang ditinggal mati oleh suaminya, yakni 4
bulan 10 hari menasikhkan QS. 2: 240, tentang wasiat kepada istri bahwa ia tidak boleh keluar
rumah selama satu tahun.
Maka dengan adanya nasikh-mansukh ayat Al-Qur’an ini mempunyai hikmah antara lain:
1. Memelihara kepentingan hamba
2. Perkembangan tasyri’ menuju tingkat sempurna sesuai dengan tingkat perkembangan
dakwah dan perkembangan kondisi umat manusia.
3. Cobaan dan ujian bagi orang mukallaf untuk mengikutinya atau tidak
4. Menghendaki kebaikan dan kemudahan bagi umat. Sebab jika nasikh itu beralih ke hal
yang lebih berat, maka di dalamnya terdapat tambahan pahala, dan jika beralih ke hal
ang lebih ringan maka ia mengandung kemudahan dan keringanan.
C. Nilai-Nilai Pendidikan Dalam Muhkamat Dan Mutasyabihat Al-Quran
Ayat yang diturunkan Allah ada yang muhkamat dan mutasyabihat. Ayat muhkamat
adalah ayat yang terang dan tegas maksudnya, dapat dipahami tanpa membutuhkan ta’wil
(penjelasan mendalam). Sedangkan ayat mutasyabihat adalah ayat yang tidak jelas
kandungannya, atau ayat yang ditinjau dari segi bahasa mengandung banyak makna, sehingga
diperlukan ta’wil/pengkajia lebih mendalam arti yang sesuai. Contoh ayat mutasyabihat:
    
Artinya:” (yaitu) Tuhan yang Maha Pemurah. yang bersemayam di atas 'Arsy”. (QS.
Thaahaaa: 5)
Hikmah dan nilai pendidikan dibalik ayat muhkamat dan mutasyabihat, antara lain:
a. Adanya ayat mutasyabihat menjadi batu ujian keimanan sesorang, sejauh manakah ia
dapat mengimani atau mengikuti hawa nafsu mereka dalam memaknainya.
b. Adanya ayat muhkamat sebagai penjelas dan petunjuk manusia dikarenakan ayat-
ayatnya yang jelas dan tegas.
c. Ayat mutasyabihat bisa menjadi sugesti bagi setiap insan muslim untuk selalu
mempelajari isi kandunan Al-Qur’an dengan sungguh-sungguh dan teliti.
d. Adanya muhkamat dan mutasyabihat mengindikasikan bahwa Allah Maha Tahu dan
kuasa serta ketentuanNya tidak terjangkau oleh akal pikiran manusia yang amat
terbatas. Selain itu, hal ini menjadi tanda kelemahan, ketidakmampuan dan
keterbatasan manusia.
D. Nilai-Nilai Pendidikan Fawatihus-Suwar, Khawatimus-Suwar. Dan Aqsam Al-Quran
Fawatihus suwar atinya pembukaan surat-surat, kwatimus suwar artinya penutup surat-surat,
sedangkan aqsam al-quran adalah sumpah Allah dalam Al-Qur’an atau wahyu Allah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dalam bentuk kalimat sumpah.
Ada beberapa hikmah dan rahasia yang terdapat dalam fawatih al-suwar, antara lain:
a. Allah SWT mengawali dengan lafal ‘al hamdu” yang berarti menyanjung-Nya karena
perbuatanNya yang baik. Kita menghadapkan segala puji kepada Allah karena Dias
umber segala kebaikan yang patut dipuji.
b. Allah mengawali suratNya dengan tasbih berarti menetapkan sifat-sifat yang terpuji
bagi Allah dan mensucikanNya dari sifat-sifat negative. Kalimat tasbih merupakan
monopoli Allah dan sekaligus menunjukkan betapa ajaibnya Al-Qur’an itu.
c. Allah SWT mengawali dengan nida’, hikmah dan rahasiaNya adalah untuk memberi
perhatian dan peringatan kepada Nabi, umatnya maupun untuk menjadi pedoman
dalam kehidupan ini.
Adapun nilai pendidikan dari kwatimus suwar secara umum adalah memberikan nilai
pendidikan bagi kita bahwa Allah sudah mengajarkan manusia bagaimana membuat karya
ilmiah yang baik, sesuai dengan kaidah penulisan dan sistematis. Fawati al-suwar sebagai
pendahuluan, ayat berikutnya sebagai isi atau merupakan tema yang dibahas dan khawatim
al-suwar merupakan penutup yang berisi kesimpulan atau penegasan kembali berita dan
merupakan penutup yang berisi kesimpuan atau penegasan kembali berita dan merupakan
kesan akhir yang dibaca dari surat yang bersangkutan, sehingga penutup surat memuat
kandungan yang sarat makna.
E. Nilai-Nilai Pendidikan Dalam Munasabah Al-Quran
Munasabah adalah segi-segi hubungan atau persesuaian Al-Qur’an antara bagian demi bagian
dalam berbagai bentuk. Ditinjau dari sifat, munasabah dibagi dua macam, yaitu: (1)
persesuaian yang nyata (zhahir irtibat), (2) persesuaianya tidak nyata (khafiyul irtibath).
Adapun munasabah ditinjau dari segi materinya, terbagi kepada dua macam, yaitu: (1)
munasabah antar ayat, seperti surat Al-Baqarah ayat 2,3 dan seterusnya, (2) munasabah antar
surat, munasabah antar surat ini mencangkup: pertama, hubungan antara penutup surat
dengan pembuka surat. Misalnya: penutup surat Al-Maidah memiliki relevansi dengan
permulaan surat Al-An’am. Kedua, hubungan antara dua surat dalam soal materi, misalnya
munasabah antara isi kandungan surat al-fatihah sama dengan isi kandungan surat al-baqorah,
kedua surat tersebut sama-sama menjelaskan tentang akidah, ibadah, muamalah, kisah, janji
dan ancaman, bedanya dalam surat al-fatihah penjelasnnya secara global, sedangkan dalam
surat al-baqarah dijelaskan secara rinci.
Nilai pendidikan yang terkandung dalam munasab Al-Qur’an, antara lain:
a. Al-Qur’an memuat bagian-bagian yang memiliki persesuaian dan hubungan serasi,
sehingga tergambar Al-Qur’an itu merupakan satu kesatuan yang utuh dan
menyeluruh. Untuk itu, hendaknya materi pelajaran yang akan disampaikan oleh
pendidik harus bersifat integratilistik. Seorang pendidik harus mampu mengaitkan
materi pendidikan agama islam dengan materi pengetahuan umum, melalu penjelasan
yang rasional, luas dan mendalam.
b. Pengetahuan yang pertama diajarkan pada anak didik adalah pengenalan terhadap sang
pencipta yaitu Allah SWT, kemudian pengetahuan masalah ‘ubudiyah, mu’amalah,
kemudian masalah munakahah dan lain sebagainya.
c. Seorang pendidik harus mencontoh penyusunan Al-Qur’an dalam menyampaikan
materi, yaitu berkaitan dan berkesinambungan antara satu materi dengan materi yang
lain.
d. Antara surat atau ayat dengan surat saling berkaitan, oleh karena itu seorang guru
perlu mengadakan apersepsi sebelum memulai pokok bahasa baru, sebagai
penghubung antara pokok pembahasan yang lau dengan pokok bahasan yang akan
diajarkan.
F. Nilai-Nilai Pendidikan Dalam Kisah Al-Qur’an
Kisah dalam Al-Qur’an sangat banyak, ada yang berpendapat 1600 ayat yang membicarkan
kisah para rasul dan umat masa lalu. Penyampaian dalam bentuk kisah sangat efektif
digunkan untuk emberikan pelajaran terhadap manusia karena sifat manusia memang senang
dengan cerita-cerita. Adapun tujuan khusus dari kisah-kisah Al-Qur’an sebagai berikut:
1. Menetapkan adanya wahyu dan kerasulan firman Allah (surat Yusuf: 3):
        
       
Artinya: “Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan
Al Quran Ini kepadamu, dan Sesungguhnya kamu sebelum (Kami mewahyukan) nya
adalah termasuk orang-orang yang belum Mengetahui.”

2. Menerangkan bahwa agama Allah sejak masa Nabi Adam sampai Nabi Muhammad
SAW semuanya memiliki Tuhan yaitu Allah swt (surat Al-Anbiya’: 56)
         
   
Artinya:”Ibrahim berkata: "Sebenarnya Tuhan kamu ialah Tuhan langit dan bumi
yang Telah menciptakannya: dan Aku termasuk orang-orang yang dapat memberikan
bukti atas yang demikian itu".

3. Menegaskan bahwa cara yang ditempuh oleh nabi-nabi dalam berdakwah itu satu dan
sambatuan kaum mereka terhadap dakwahnya itu serupa.
4. Menetapkan kedudukan kaum muslim, menghibur mereka dari kesedihan, musibah
yang menimpa, meneguhkan hati Muhammad SAW dan umat yang mengikuti (QS.
Hud: 120)
          
       
Artinya: “ Dan semua kisah dari rasul-rasul kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-
kisah yang dengannya kami teguhkan hatimu; dan dalam surat Ini Telah datang
kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang
beriman.”

5. Mengoreksi pendapat ahli kitab yang suka menyembunyikan keterangan dan petunjuk
kitab suci.

Nili-nilai pendidikan dalam kisah-kisah Al-Qur’an, diantaranya:


1. Kisah cerita sangat disenangi oleh semua kalangan, sehingga penyampaiannya pesan
lewat kisah mudah diterima
2. Dengan kisah yang menarik tidak menimbulkan kejenuan bagi pendengar/pembaca.
3. Penyajian kisah dalam alquran dalam gaya bahasa yang tinggi menggugah daya
analisa pembaca.
4. Kisah yang menarik akan dapat membawa pembaca/pendengar untuk mengikuti
peristiwa demi peristiwa, kemudian merenungkannya, selanjutnya makna-makna itu
akan membentuk kesan-kesan dalam hati pembaca atau pendengar.
5. Kisah-kisah dalam Al-Qur’an menampilkan karakter tokoh yang utuh sehingga
pendenga/pembaca dapat menhayati/merasakan seakan-akan menjadi tokoh dalam
kisah tersebut.
6. Kisah Al-Quran mendidik perasaan keimanan seseorang dengan cara membangkitkan
perasaan, mengarahkan seluruh perasaan sehingga tertumpu pada suatu kesimpulan
cerita dan melibatkan pembaca atau pendengar ke dalam kisah itu secara emosional.
7. Kisah merupakan bentuk penyamapaian pesan penting terhadap seorang tanpa harus
menimbulkan kesan instruksi yang bermuatan keseriusan akan tetapi tujuan yang
diinginkan dapat tercapai.
G. Nilai-Nilai Pendidikan Dalam Amtsal Al-Quran
Amtsal Al-Qur’an berarti contoh sesuatu/perorangan/keadaan, gambaran-gambarannya,
perumpamaan-perumpamaannya atau penyerupaan yang Allah buat dalam kitab suci-Nya.
Contoh amtsal dalam Al-Qur’an (QS. Al-baqarah: 17-20):
         
            
         
         
         
           
         
Artinya:
17. Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, Maka setelah api itu
menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan
mereka dalam kegelapan, tidak dapat Melihat.
18. Mereka tuli, bisu dan buta, Maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar),
19. Atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita,
guruh dan kilat; mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya, Karena (mendengar
suara) petir,sebab takut akan mati. dan Allah meliputi orang-orang yang kafir.
20. Hampir-hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka. setiap kali kilat itu menyinari
mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka
berhenti. Jikalau Allah menghendaki, niscaya dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan
mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.
Amtsal sebagai sebuah pendekatan penyajian Al-Qur’an banyak mengandung nilai-nilai
pendidikan. Berikut ini merupakan nilai-nilai pendidikan dalam amtsal Al-Qur’an yang dapat
penulis refleksikan dari analisis tetantang beberapa amtsal dalam Al-Qur’an, yakni:
1. Amtsal Al-Qur’an mendidik manusia untuk berfikir, amtsal sangat sesuai dengan
konsep pendidikan Qur’an yang menuntun peserta didiknya untuk menemukan
kebenaran melalui usaha peserta didik sendiri, meyakini kebenaran yang disajikan
al-quran melalui argumentasi-argumentasi logika yang dipaparkannya dan pada
akhirnya akan mengantarkan kepada tuuan pendidikan dalam segala aspeknya. Dari
sini amtsal dapat melahirkan pola piker yang kritis dan rasional.
2. Amtsal Al-Quran mengarahkan kepada pembelajaran kontekstual. Salah satu
keunikan amtsal Al-Qur’an adalah kemampuan mengungkapkan hal-hal yang
abstrak melalui perumpamaan-perumpamaan yang bersifat konkrit. Hal ini
dimaksudkan untuk menjelaskan dan menegaskan makna pesan yang terkandung di
dalamnya. Dengan perumpamaan seperti itu maka pendengar atau pembaca al-
quran akan merasakan seakan-akan pesan yang disampaikan al-quran itu terlihat
secara langsung.
3. Amtsal Al-Qur’an membangun aspek afektif. Tiga ranah yang penting dalam
pendidikan yakni aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Aspek afektif-lah yang
paling rumit proses pembinaannya, karena spek ini membangun rasa iman, dan rasa
keagamaan. Di dalam Al-Qur’an dapat ditemukan berbagai macam metode yang
dapat menyentuh persaan, mendidik jiwa dan membangkitkan semangat, metode-
metode tersebut ialah: (1). Metode hiwar, (2). Metode kisah, (3) metode amtsal,
(4). Metode keteladanan, (5). Metode ibrah, mau’izhah, (6). Metode targib wa
tahrib.

Ada beberapa kelebihan metode amtsal, yaitu:

a. Mempermudah memahami konsep yang abstrak.


b. Perumpamaan dapat merangsang kesan terhadap makna yang tersirat dalam
perumpamaan tersebut.
c. Merupakan pendidikan agar bila menggunkan perumpamaan haruslah logis dan
mudah dipahami.
d. Amtsal Al-Quran memberikan motivasi kepada pendengarnya untuk berbuat
amal baik dan menjauhi kejahatan.

H. Kepribadian Guru Dalam Al-Quran


Kepribadian merupakan keseluruhan sifat yang dimiliki seseorang, baik sifatnya maupun
wataknya. Oleh karena itu, seseorang yang memeliki kepribadian adalah orang yang memiliki
sifat dan watak yang baik, sedangkan pendidik menurut Sutari Imam Barnadib adalah tiap
orang yang dengan sengaja mempengaruhi orang lain untuk mencapai kedewasaan.
Selanjutnya ia menyebut pendidik adalah orang tua dan orang dewasa lain yang bertanggung
jawab tentang kedewasaan anak. Menurut Nashih Ulwan, kepribadian pendidik berarti sifat-
sifa asasi yang harus dimilikioleh pendidik.
Ada beberapa criteria kepribadian yang harus dimiliki leh seorang pendidik dalam proses
belajar mengajar yang sesuai dengan ajaran al-quran, sebagai upaya pendidik yang tidak
terbats dalam bidang ilmu tetapi juga moralnya, sebab dalam proses belajar mengajar, seorng
pendidik tidak hanya transfer of knowledge tetapi juga perlu adanya transfer of value.
Pendidik dalam islam adalah sebagai murabbi, mu’allim, dan mu’addib sekaligus.
Murabbi mengisyaratkan bahwa guru agama harus orang yang memiliki sifat-sifat rabbani
yaitu nama yang diberikan bagi orang-orang yag bijaksana, terpelajar dalam bidang
pengetahuan tentang ar-rabb. Di samping itu juga memilki sikap tanggung jawab, penuh
kasih sayang terhadap peserta didik.
Pengertian mu’allim mengandung konsekuensi bahwa mereka harus ‘alimu (ilmuwan)
yakni menguasai ilmu teoritik, memiliki kreatifitas, komitmen tinggi dalam mengembangkan
ilmu, serta sikap hidup yang selalu menjunjung tinggi nilai-nilai ilmiah di dalam kehidupan
sehari-hari. Sedangkan konsep ta’dib mencangkup pengertian integrasi antara ilmu dan amal
sekaligus.
Al-Quran secara khusus tidak membahas masalah kepribadian guru atau pendidik, tetapi
secara implicit banyak ayat al-quran yang membicarakan tentang pendidikan sekaligus
masalah kepribadian pendidik, antara lain:
1. Pendidik haruslah seorang yang beriman sehingga guru dapat menanamkan keimanan
kepada pendidik dan tidak syirik (QS. Lukman: 13):
           
   
Artinya:” Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia
memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan
Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang
besar".

2. Seorang guru hendaknya memeliki sifat rabbani artinya sebagai guru hendaknya
mempunyai ilmu yang banyak dan takwa kepada Allah SWT (QS. Ali-Imran: 79):
         
         
       

Artinya:” Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al
kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia Berkata kepada manusia: "Hendaklah kamu
menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah." akan tetapi (Dia
berkata): "Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, Karena kamu selalu
mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.

3. Guru hendaknya menjalankan tugas dengan ikhlas, sehingga seluruh aktivitasnya


dalam mengajar diraihkan untuk meraih keridhaan Allah, serta mewujudkan ketulusan
yang betul-betul dari kedalaman jiw, sehingga melahirkan perilaku terpuji di hadapan
anak didiknnya.
4. Guru hendaknya bersifat sabar dalam menghadapi anak didik yang sangat kompleks,
baik dari segi kemampua maupun perilakunya (QS. Al-‘Ashr: 2):
5. Seorang guru hendaknya memberikan keteladan kepada anak didiknya dalam rangka
membentuk perilaku anak didik yang sesuai dengan perilaku Rasulullah SAW (QS.
Al-Ahzab: 21)
           
     
Artinya:” Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”

6. Guru diharapkan bersikap konsekuen terhadap apa yang disampaikan kepada anak
didiknya untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka tidak merasa
kebingungan, perkataan guru harus sesuai dengan perbuataannya (QS. As-Shaff: 2-3)
         
        
Artinya:
2. Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang
tidak kamu kerjakan?
3. Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak
kamu kerjakan.

7. Guru hendaknya bersikap adil terhadap seluruh anak didiknya. Artinya tidak berpihak
atau mengutamkan pihak tertentu. Guru adil dalam memeberikan perhatian tanpa
membeda-bedakan satu dengan yang lain agar tidak menimbulkan kecemburuan.

Dari uraian di ata dapat ditarik kesimpulam bahwa kepribadian guru mutlak diperlukan
dalam proses pembelajaran, guru adalah orang yang menjadi panutan oleh siswanya.

You might also like