Professional Documents
Culture Documents
MAKALAH
Oleh :
Puji Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. karena berkat rahmat-
Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “PENGEMBANGAN
EKONOMI DI INDONESIA DALAM RANGKA EKONOMI GLOBAL”.
Dalam menyusun makalah ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dan
bantuan berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan kali ini penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus dan mendalam kepada:
1. Dosen Mata kuliah Pengantar Ekonomi Pembangunan Bapak Suwarno yang
telah memberikan bimbingan ilmu kepada kami selama 1 semester ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
2. Inovasi ..................................................................................... 14
3. Pragmatisme ........................................................................... 16
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PENJELASAN
Berkaitan dengan penerapan otonomi daerah sejak tahun 2001, data dan
informasi kemiskinan yang ada sekarang perlu dicermati lebih lanjut, terutama
terhadap manfaatnya untuk perencanaan local (Hamonangan Ritonga, 2004).
Strategi untuk mengatasi krisis kemiskinan tidak dapat lagi dilihat dari satu
dimensi saja (pendekatan ekonomi), tetapi memerlukan diagnosa yang lengkap dan
menyeluruh (sistemik) terhadap semua aspek yang menyebabkan kemiskinan secara
lokal.
Data dan informasi kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran sangat diperlukan
untuk memastikan keberhasilan pelaksanaan serta pencapaian tujuan atau sasaran
dari kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan, baik di tingkat nasional,
tingkat kabupaten/kota, maupun di tingkat komunitas.
Masalah utama yang muncul sehubungan dengan data mikro sekarang ini
adalah, selain data tersebut belum tentu relevan untuk kondisi daerah atau komunitas,
data tersebut juga hanya dapat digunakan sebagai indikator dampak dan belum
mencakup indikator-indikator yang dapat menjelaskan akar penyebab kemiskinan di
suatu daerah atau komunitas.
2
peneliti tersebut tidak hanya dibatasi pada disiplin ilmu ekonomi, tetapi juga disiplin
ilmu sosiologi, ilmu antropologi, dan lainnya.
Sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu faktor kunci dalam
reformasi ekonomi, yakni bagaimana menciptakan SDM yang berkualitas dan
memiliki keterampilan serta berdaya saing tinggi dalam persaingan global yang
selama ini kita abaikan. Dalam kaitan tersebut setidaknya ada dua hal penting
menyangkut kondisi SDM Indonesia, yaitu:
Pertama adanya ketimpangan antara jumlah kesempatan kerja dan angkatan kerja.
Jumlah angkatan kerja nasional pada krisis ekonomi tahun pertama (1998) sekitar
92,73 juta orang, sementara jumlah kesempatan kerja yang ada hanya sekitar 87,67
juta orang dan ada sekitar 5,06 juta orang penganggur terbuka (open unemployment).
4
Angka ini meningkat terus selama krisis ekonomi yang kini berjumlah sekitar 8 juta
(Didin S. Damanhuri, 2003).
Kedua, tingkat pendidikan angkatan kerja yang ada masih relatif rendah.
Struktur pendidikan angkatan kerja Indonesia masih didominasi pendidikan dasar
yaitu sekitar 63,2 %. Kedua masalah tersebut menunjukkan bahwa ada kelangkaan
kesempatan kerja dan rendahnya kualitas angkatan kerja secara nasional di berbagai
sektor ekonomi.
Lesunya dunia usaha akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan sampai saat
ini mengakibatkan rendahnya kesempatan kerja terutama bagi lulusan perguruan
tinggi. Sementara di sisi lain jumlah angkatan kerja lulusan perguruan tinggi terus
meningkat. Sampai dengan tahun 2000 ada sekitar 2,3 juta angkatan kerja lulusan
perguruan tinggi. Kesempatan kerja yang terbatas bagi lulusan perguruan tinggi ini
menimbulkan dampak semakin banyak angka pengangguran sarjana di Indonesia.
Kenyataan ini belum menjadi kesadaran bagi bangsa Indonesia untuk kembali
memperbaiki kesalahan pada masa lalu. Rendahnya alokasi APBN untuk sektor
pendidikan -- tidak lebih dari 12% -- pada peme-rintahan di era reformasi. Ini
menunjukkan bahwa belum ada perhatian serius dari pemerintah pusat terhadap
5
perbaikan kualitas SDM. Padahal sudah saatnya pemerintah baik tingkat pusat
maupun daerah secara serius membangun SDM yang berkualitas. Sekarang bukan
saatnya lagi Indonesia membangun perekonomian dengan kekuatan asing. Tapi
sudah seharusnya bangsa Indonesia secara benar dan tepat memanfaatkan potensi
sumberdaya daya yang dimiliki (resources base) dengan kemampuan SDM yang
tinggi sebagai kekuatan dalam membangun perekonomian nasional.
Orang tidak bekerja alias pengangguran merupakan masalah bangsa yang tidak
pernah selesai. Ada tiga hambatan yang menjadi alasan kenapa orang tidak bekerja,
yaitu hambatan kultural, kurikulum sekolah, dan pasar kerja. Hambatan kultural yang
dimaksud adalah menyangkut budaya dan etos kerja. Sementara yang menjadi
masalah dari kurikulum sekolah adalah belum adanya standar baku kurikulum
pengajaran di sekolah yang mampu menciptakan dan mengembangkan kemandirian
SDM yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Sedangkan hambatan pasar kerja
lebih disebabkan oleh rendahnya kualitas SDM yang ada untuk memenuhi kebutuhan
pasar kerja.
6
negara di dunia. Sebagai contoh, PT Telkom dalam memperbanyak satuan
sambungan telepon, atau PT Jasa Marga dalam memperluas jaringan jalan tol telah
memanfaatkan sistem pembiayaan dengan pola BOT (build-operate-transfer)
bersama mitrausaha dari mancanegara.
Tenaga kerja. Perusahaan global akan mampu memanfaatkan tenaga kerja dari
seluruh dunia sesuai kelasnya, seperti penggunaan staf profesional diambil dari
tenaga kerja yang telah memiliki pengalaman internasional dan\atau buruh diperoleh
dari negara berkembang. Dengan globalisasi maka human movement akan semakin
mudah dan bebas.
7
Masalah daya saing dalam pasar dunia yang semakin terbuka merupakan isu
kunci dan tantangan yang tidak ringan. Tanpa dibekali kemampuan dan keunggulan
saing yang tinggi niscaya produk suatu negara, termasuk produk Indonesia, tidak
akan mampu menembus pasar internasional. Bahkan masuknya produk impor dapat
mengancam posisi pasar domestik. Dengan kata lain, dalam pasar yang bersaing,
keunggulan kompetitif (competitive advantage) merupakan faktor yang desisif dalam
meningkatkan kinerja perusahaan. Oleh karena itu, upaya meningkatkan daya saing
dan membangun keunggulan kompetitif bagi produk Indonesia tidak dapat ditunda-
tunda lagi dan sudah selayaknya menjadi perhatian berbagai kalangan, bukan saja
bagi para pelaku bisnis itu sendiri tetapi juga bagi aparat birokrasi, berbagai
organisasi dan anggota masyarakat yang merupakan lingkungan kerja dari bisnis
corporate.
8
Problem utama dalam pembangunan sumberdaya manusia adalah terjadinya
missalocation of human resources. Pada era sebelum reformasi, pasar tenaga kerja
mengikuti aliran ekonomi konglomeratif. Di mana tenaga kerja yang ada cenderung
memasuki dunia kerja yang bercorak konglomeratif yaitu mulai dari sektor industri
manufaktur sampai dengan perbankan. Dengan begitu, dunia pendidikan akhirnya
masuk dalam kemelut ekonomi politik, yakni terjadinya kesenjangan ekonomi yang
diakselerasi struktur pasar yang masih terdistorsi.
Kenyataan menunjukkan banyak lulusan terbaik pendidikan masuk ke sektor-sektor
ekonomi yang justru bukannya memecahkan masalah ekonomi, tapi malah
memperkuat proses konsentrasi ekonomi dan konglomerasi, yang mempertajam
kesenjangan ekonomi. Hal ini terjadi karena visi SDM terbatas pada struktur pasar
yang sudah ada dan belum sanggup menciptakan pasar sendiri, karena kondisi makro
ekonomi yang memang belum kondusif untuk itu. Di sinilah dapat disadari bahwa
visi pengembangan SDM melalui pendidikan terkait dengan kondisi ekonomi politik
yang diciptakan pemerintah.
Dengan demikian, pada era reformasi dewasa ini, alokasi SDM masih belum
mampu mengoreksi kecenderungan terciptanya konsentrasi ekonomi yang memang
telah tercipta sejak pemerintahan masa lalu. Sementara di sisi lain Indonesia
kekurangan berbagai keahlian untuk mengisi berbagai tuntutan globalisasi.
Pertanyaannya sekarang adalah bahwa keterlibatan Indonesia pada liberalisasi
perdagangan model AFTA, APEC dan WTO dalam rangka untuk apa? Bukankah
harapannya dengan keterlibatan dalam globalisasi seperti AFTA, APEC dan WTO
masalah kemiskinan dan pengangguran akan terpecahkan.
Bangsa Indonesia sebagai negara yang kaya akan SDA, memiliki posisi
wilayah yang strategis (geo strategis), yakni sebagai negara kepulauan dengan luas
laut 2/3 dari luas total wilayah; namun tidak mampu mengembalikan manfaat sumber
kekayaan yang dimiliki kepada rakyat. Hal ini karena strategi pembangunan yang
diciptakan tidak membangkitkan local genuin. Yang terjadi adalah sumber kekayaan
alam Indonesia semakin mendalam dikuasai oleh asing. Sebab meskipun andaikata
bangsa ini juga telah mampu menciptakan SDM yang kualifaid terhadap semua level
IPTEK, namun apabila kebijakan ekonomi yang diciptakan tidak berbasis pada
sumberdaya yang dimiliki (resources base), maka ketergantungan ke luar akan tetap
berlanjut dan semakin dalam.
Oleh karena itu harus ada shifting paradimn, agar proses pembangunan mampu
mendorong terbentuknya berbagai keahlian yang bisa mengolah SDA dan bisa
semakin memandirikan struktur ekonomi bangsa. Supaya visi tersebut pun terjadi di
berbagai daerah, maka harus ada koreksi total kebijakan pembangunan di tingkat
makro dengan berbasiskan kepada pluralitas daerah. Dengan demikian harapannya
akan tercipta SDM yang mampu memperjuangkan kebutuhan dan penguatan
masyarakat lokal. Karena untuk apa SDM diciptakan kalau hanya akan menjadi
10
perpanjangan sistem kapitalisme global dengan mengorbankan kepentingan lokal dan
nasional.
Abad ke-21 adalah abad milik Asia. Pada tahun 2050 separuh lebih produk
nasional bruto dunia bakal dikuasai Asia. China, menggusur Amerika Serikat, akan
menjadi pemain terkuat dunia, diikuti India di posisi ketiga. Lalu, apa peran dan di
mana posisi Indonesia waktu itu?
Pendapatan WalMart, jaringan perusahaan ritel AS, pada tahun 2001 sudah
melampaui produk domestik bruto (PDB) Indonesia sebagai negara. Penerimaan
perusahaan minyak Royal Dutch Shell melampaui PDB Venezuela, salah satu
anggota Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) yang berpengaruh.
Pendapatan perusahaan mobil nomor satu dunia dari AS, General Motor, kira-
kira sama dengan kombinasi PDB tiga negara: Selandia Baru, Irlandia, dan Hongaria.
Perusahaan transnasional (TNCs) terbesar dunia, General Electric, menguasai aset
647,483 miliar dollar AS atau hampir tiga kali lipat PDB Indonesia.
Begitu besar kekuatan uang dan pengaruh yang dimiliki korporasi-korporasi ini
sehingga mampu mengendalikan pengambilan keputusan di tingkat pemerintahan
dan menentukan arah pergerakan perdagangan dan perekonomian global.
Pada awal dekade 1990-an terdapat 37.000 TNCs dengan sekitar 170.000
perusahaan afiliasi yang tersebar di seluruh dunia. Tahun 2004 jumlah TNCs
meningkat menjadi sekitar 70.000 dengan total afiliasi 690.000. Sekitar 75 persen
11
TNCs ini berbasis di Amerika Utara, Eropa Barat, serta Jepang, dan 99 dari 100
TNCs terbesar juga dari negara maju.
Sementara dalam daftar 50 TNCs finansial terbesar dunia, ada tiga wakil dari
China, yakni Industrial & Commercial Bank of China (urutan 23), Bank of China
(34), dan China Construction Bank (39).
1. Lompatan besar
Volume ekspor China mencapai 325 miliar dollar AS tahun 2002 dan tahun
lalu 764 miliar dollar AS. Manufaktur menyumbang 39 persen PDB China. Output
manufaktur China tahun 2003 adalah ketiga terbesar setelah AS dan Jepang. Di
sektor jasa, China yang terbesar kesembilan setelah AS, Jepang, Jerman, Inggris,
Perancis, Italia, Kanada, dan Spanyol.
Sementara India peringkat ke-20 eksportir merchandise goods (1,1 persen) dan
peringkat ke-22 untuk jasa komersial (1,5 persen). Produk nasional bruto (GNP)
China tahun 2050 diperkirakan 175 persen dari GNP AS, sementara GNP India
sudah akan menyamai AS dan menjadikannya perekonomian terbesar ketiga dunia,
mengalahkan Uni Eropa dan Jepang.
Ketika China membuka diri pada dunia dua dekade lalu, orang hanya
membayangkan potensi China sebagai pasar raksasa dengan lebih dari semiliar
konsumen sehingga sangat menarik bagi perusahaan ritel dan manufaktur dunia.
Belakangan, China bukan hanya menarik dan berkembang sebagai pasar, tetapi juga
sebagai basis produksi berbagai produk manufaktur untuk memasok pasar global.
China awal abad ke-21 ini seperti Inggris abad ke-19 lalu.
12
China tidak berhenti hanya sampai di sini. Jika pada awal 1990-an hanya
dipandang sebagai lokasi menarik untuk basis produksi produk padat karya
sederhana, dewasa ini China membuktikan juga kompetitif dalam berbagai industri
berteknologi maju. Masuknya China dalam keanggotaan Organisasi Perdagangan
Dunia (WTO) semakin melapangkan jalan bagi negeri Tirai Bambu ini untuk
menjadi kekuatan yang semakin sulit ditandingi di pasar global.
Di sektor padat karya, seperti tekstil dan pakaian jadi, diakhirinya rezim kuota
di negara-negara maju membuat ekspor China membanjiri pasar dunia dan membuat
banyak industri tekstil dan pakaian jadi di sejumlah negara berkembang pesaing
harus tutup. Pangsa ekspor pakaian dari China diperkirakan akan melonjak dari
sekitar 17 persen dari total ekspor dunia saat ini menjadi 45 persen pada paruh kedua
dekade ini.
Pangsa China di pasar elektronik AS meningkat dari 9,5 persen (tahun 1992)
menjadi 21,8 persen (1999). Sementara pada saat yang sama, pangsa Singapura turun
dari 21,8 persen menjadi 13,4 persen. Kontribusi China terhadap produksi personal
computer dunia naik dari 4 persen (1996) menjadi 21 persen (2000), sementara
kontribusi ASEAN secara keseluruhan pada kurun waktu yang sama menciut dari 17
persen menjadi 6 persen.
Pangsa China terhadap total produksi hard disk dunia juga naik dari 1 persen
(1996) menjadi 6 persen (2000), sementara pangsa ASEAN turun dari 83 persen
menjadi 77 persen. Pangsa China untuk produksi keyboard naik dari 18 persen
(1996) menjadi 38 persen (2000), sementara pangsa ASEAN tergerus dari 57 persen
menjadi 42 persen.
Semua gambaran itu jelas memperlihatkan China terus naik kelas, membuat
lompatan besar dari waktu ke waktu, dan pada saat yang sama terus memperluas
diversifikasi produk dan pasarnya. Gerakan sapu bersih China di berbagai macam
industri—mulai dari yang berintensitas teknologi sangat sederhana hingga intensitas
teknologi dan nilai tambah sangat tinggi—ini semakin mempertegas posisi China
sebagai the world’s factory memasuki abad ke-21.
13
Sementara pada saat yang sama, negara-negara tetangganya justru mengalami
hollowing out di industri manufaktur berteknologi tinggi dengan cepat. Di industri
berintensitas teknologi rendah yang cenderung padat karya, China menekan negara-
negara seperti Vietnam dan Indonesia yang basis industrinya masih sempit, yakni
teknologi yang tidak terlalu complicated dan bernilai tambah rendah.
2. Inovasi
Bagaimana China bisa melakukan itu semua? Ada beberapa faktor. Pertama,
perusahaan-perusahaan teknologi asing, menurut Deloitte Research, sekarang ini
berebut masuk untuk investasi di China, antara lain agar bisa memanfaatkan akses ke
pasar China yang sangat besar dan bertumbuh dengan cepat. Kedua, perusahaan-
perusahaan lokal yang menarik modal dari investor China di luar negeri (terutama
Taiwan) juga semakin terampil memproduksi barang-barang berteknologi tinggi.
Tidak statis di industri padat karya yang mengandalkan upah buruh murah,
China kini mulai lebih selektif menggiring investasi ke industri yang menghasilkan
high end products dan padat modal. Ini antara lain untuk mengurangi ketergantungan
pada tenaga kerja murah yang mulai berkurang ketersediaannya.
14
berbagai kegiatan penelitian dan pengembangan (R&D), sejalan dengan ambisinya
menjadi The Fastest Growing Innovation Centre of the World, dengan tahapan,
strategi, dan implementasi yang sangat jelas untuk sampai ke sana.
Hampir di setiap ibu kota provinsi ada R&D centre-nya. Positioning strategy
ini mengindikasikan China mulai masuk babak kedua dalam pembangunan
ekonominya.
Ketiga, negara ini relatif memiliki infrastruktur yang sangat bagus untuk
mengangkut komponen dan barang dari luar dan juga di seluruh penjuru negeri.
China, dengan 1,3 miliar penduduk, memiliki 88.775 kilometer jalan arteri dan
100.000 kilometer jalan tol, atau rasio panjang jalan per sejuta penduduk 1.384
kilometer.
Hasilnya, tahun 2004 China berhasil menarik investasi langsung asing 60,6
miliar dollar AS dan 500 perusahaan terbesar dunia hampir seluruhnya melakukan
investasi di sana. Bagaimana kompetitifnya China bisa dilihat di tabel. Di sini
kelihatan China sudah memperhitungkan segala aspek untuk bisa bersaing dan
merebut abad ke-21 dalam genggamannya.
Hal serupa terjadi pada India yang mengalami pertumbuhan pesat sejak
program liberalisasi dengan membongkar ”License raj" pada era Menteri Keuangan
Manmohan Singh tahun 1991. India kini sudah masuk tahap kedua strategi
pembangunan ekonomi dengan menggunakan teknologi informasi (IT) sebagai basis
pembangunan ekonominya.
15
Hampir seluruh pemain bisnis IT dunia sudah membuka usahanya di India,
terutama di Bangalore. Tahun 2006, pendapatan dari IT India mencapai 36 miliar
dollar AS. Malaysia, Thailand, dan Filipina juga beranjak ke produk-produk yang
memiliki tingkat teknologi lebih kompleks dan bernilai tambah tinggi. Singapura dan
Korsel mengarah ke teknologi informasi dan perancangan produk.
3. Pragmatisme
China, India, dan Malaysia juga memulai dengan sweatshop, tetapi kemudian
mampu meng-upgrade industrinya dengan cepat. Hal ini yang tidak terjadi di
Indonesia. Kebijakan Indonesia menghadapi globalisasi sendiri selama ini lebih
didasarkan pada sikap pragmatisme.
Direktur Eksekutif Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Hadi
Soesastro (Globalization: Challenge for Indonesia) mengatakan, kebijakan
pemerintah menghadapi globalisasi tidak didasarkan pada pertimbangan ideologis,
tetapi lebih pada penilaian obyektif apa yang bisa dicapai negara-negara Asia Timur
lain.
16
Namun, dalam banyak kasus, paket kebijakan yang ditempuh pemerintah untuk
mendorong sektor swasta waktu itu cenderung reaktif dan tak koheren serta
diskriminatif karena sering kali tidak menyertakan kelompok atau sektor tertentu dari
program deregulasi. Jadi, tidak mendorong terjadinya persaingan yang sehat.
Ini tercermin dari sikap taken for granted dan cenderung berpikir pendek.
Padahal, tantangan akan semakin berat dan kompleks sejalan dengan semakin
dalamnya integrasi internasional. Belum jelas bagaimana perekonomian dan bangsa
ini menghadapi kompetisi lebih besar yang tidak bisa lagi dibendung.
Jika China yang the world’s factory dan India yang kini menjadi surga
outsourcing IT dunia berebut menjadi pusat inovasi dunia, manufacture hub, atau
mimpi-mimpi lain, Indonesia sampai saat ini belum berani mencanangkan menjadi
apa pun atau mengambil peran apa pun di masa depan. Jika Indonesia sendiri tak
mampu memberdayakan dan menolong dirinya serta membiarkan diri tergilas arus
globalisasi, selamanya bangsa ini hanya akan menjadi tukang jahit dan buruh.
17
D. Dampak Globalisasi Ekonomi Dan Pengaruh Globalisasi Negatif & Positif
Bagi Indonesia
Pengertian globalisasi diambil dari kata global yang artinya universal. menurut
wikipedia pengertian globalisasi tidak atau belum mempunya definisi tetap dan
mapan, globalisasi hanya merujuk pada definisi kerja (working definition), artinya
pengertian globalisasi bisa jadi sanagt luas cakupanya tergantung bagaimana
pengguna menempatkan. Ada sebagain yang berpendapat bahwa globalisasi
merupakan proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan
membawa seluruh bangsa dan negara berada dalam ikatan yang semakin kuat untuk
mewujudkan sebuah tatanan kehidupan baru atau kita bisa mengatikan kesatuan ko-
eksistensi yang nantinya akan mengahpus batas-batas geografis, ekonomi dan budaya
masyarakat. Penertian ini didukung oleh pihak yang mendukung terjadinya sebuah
evolusi sosial ekonomi dan budaya.
Penjelasan sederhana dari pernyataan diatas, jika tenaga kerja hanya dianggap
sebagai faktor produksi maka karyawan tidak lebih dari mesin atau robot. Upah
tenaga kerja akan ditekan serendah mungkin agar memberikan hasil maksimal dalam
18
mengeruk keuntungan, faktor humanisme akan dikesampingkan dan tentu sasaran
paling empuk untuk mensuplay tenaga kerja murah adalah negara berkembang atau
negara miskin yang "terjebak" dengan iming-iming investasi dan perkembangan
ekonomi semu. Pemilik modal akan meminta berbagai macam fasilitas seperti
pengurangan pajak, pasokan tenaga kerja murah dan tentu juga ketersediaan sumber
daya alam dan demi investasi negara berkembang akan mengamini semua
permintaan kapitalis akibatnya persis seperti yang terjadi di papua dengan freeport.
setiap hari freeport menghasilkan 225 ribu ton bijih emas, bahkan reuters pernah
melansir 4 bos besar freeport menerima tidak kurang Rp. 126,3 M / bulan atau 1,5 T /
tahun, bandingkan dengan APBD yang cuma ditargetkan 5,28 T. Apa yang diperoleh
papua dari kapitalisasi freeport? kemiskinan, Kerusakan hutan dan AIDS, maka
wajar jika kemudian globalisasi sebagai bentuk paling mutakhir dari kapitalisme
dianggap mengakibatkan dampak negatif yang luar biasa.
19
BAB III
KESIMPULAN
Kata globalisasi dalam dekade terakhir ini tidak saja menjadi konsep ilmu
pengetahuan sosial dan ekonomi, tetapi juga telah menjadi jargon politik, ideologi
pemerintahan (rezim), dan hiasan bibir masyarakat awam di seluruh dunia.
Teknologi informasi dan media elektronik dinilai sebagai simbol pelopor yang
mengintegrasikan seluruh sistem dunia, baik dalam aspek sosial, budaya, ekonomi
dan keuangan (Saepudin, 2010).
globalisasi adalah sebuah keharusan dan tidak bisa terelakan karena memang
menjadi bagian dari proses perubahan sosial maka globalisasi akan berdampak
20
positif bagi pemilik modal atau yang memiliki kompetensi untuk bersaing.
Globalisasi akan memberikan ruang dan pasar serta peluang usaha semakin luas
dengan konsep bordeless maka kesempatan mengembangkan usaha akan semakin
terbuka lebar, dengan catatan ini hanya berlaku bagi mereka yang memiliki
kompetensi, bagaimana dengan rakyat Indonesia yang sebagian besar tidak memiliki
kompetensi? pada saat globalisasi berlaku penuh dengan hukum pasar yang banyak
berperan sedangkan peran pemerintah semakinberkurang maka jangan harap
berbagai macam subsidi dan bantuan - bantuan akan bisa dinikamati, gak akan ada
lagi kata mutiara cinta untuk rakyat, contoh kongkrit adalah pengahapusan subsidi
BBM yang dilakukan agar asing bisa ikut bermain dalam bisnis BBM adalah bentuk
nyata dari proses globalisasi, jangan heran jika suatu saat air juga diprivatisasi.
21
DAFTAR PUSTAKA
Gusbud. 2010. Dampak Globalisasi Ekonomi Dan Pengaruh Globalisasi Negatif &
Positif. http://www.gusbud.web.id/2010/01/dampak-globalisasi-ekonomi-dan-
pengaruh.html/.
22