You are on page 1of 16

• Home


• Akademik

• Prestasi

• Organisasi

• About

miftahulj0759's blog
mencari dan memberi yang terbaik
Search
Search
Categories

• Academic (3)

Archives

• June 2010

Links:

• Agripedia IPB
• alma bio44
• biologi 44 – eko
• Blog Mahasiswa IPB
• Blog Staff IPB
• Bogor Agricultural University
• bundo bio44
• cahyo bio44
• Career Development and Alumni Affairs
• giza bio44
• hana bio44
• IIRC
• ikra N bio44
• Kemahasiswaan IPB
• lida bio44
• Perpustakaan IPB
• rani bio44
• rina bio44
• vita bio44
• Webmail Mahasiswa IPB
• yakub bio44

kultur jaringan
June 20th, 2010 | Author: miftahulj0759

Lab. Praktikum Bio 2

Anggota/NRP : Miftahul Janah/G34070096 Asisten : Ucu Riyantini


Maulida

Eko Hadi/G34061760 MK : Kultur Jaringan Tanaman

PEMBUATAN LARUTAN BAKU MEDIUM MS (MURASHIGE DAN SKOOG)

PENDAHULUAN

Kultur jaringan merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman secara vegetatif. Kultur
jaringan merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian
tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam
media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah
tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri dan
bergenerasi menjadi tanaman lengkap. Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah
perbanyakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan
media buatan yang dilakukan di tempat steril (Gunawan 1987).

Medium yang digunakan dalam kultur in vitro tanaman dapat berupa medium padat atau
cair. Untuk memudahkan pembuatan medium kultur sebagian besar komponen disiapkan
dalam bentuk larutan beku. Bahan seperti sukrosa, agar, dan beberapa komponen tertentu
tidak dibuat larutan baku, tetapi langsung ditambahkan ke dalam campuran untuk
pembuatan medium. Medium padat umumnya digunakan untuk menghasilkan kalus
yang selanjutnya diinduksi membentuk tanamanyang lengkap (planlet), sedangkan
medium cair biasanya digunkan untuk kultur sel. Media tumbuh dapat mengandung lima
komponen utama yaitu senyawa anorganik (unsur makro dan unsur mikro), zat pengatur
tumbuh, sumber karbon, vitamin, dan suplemen organik. Terdapat 13 komposisi media
dalam kultur jaringan, antara lain: Murashige dan Skoog (MS), Woody Plant Medium
(WPM), Knop, Knudson-C, Anderson dan sebagainya. Media yang sering digunakan
secara luas adalah MS (Yuwono 2008).

TUJUAN

Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui teknik aseptik dalam bekerja di dalam
laboratorium kultur jaringan, mengetahui cara membuat larutan baku untuk pembuatan
media MS secara umum, dan terampil dalam mempersiapkan dan bekerja dalam Laminar
Air Flow Cabinet (LAFC).
ALAT DAN BAHAN

Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah botol kultur, gelas piala, skalpel,
bunsen, pinset, pipet, erlenmeyer, LAFC, batang pengaduk, autokaf, pH meter, labu ukur,
dan alat tulis. Bahan yang digunakan adalah media MS, aquades, tisu, alkohol 70% dan
95%, KOH/KCl, alumunium foil.

METODE

Pembuatan media MS. Larutan baku dibuat, labu ukur 1 liter diisi sepertiga dengan
aquades. Larutan baku satu persatu ditambahkan ke dalam labu ukur. Campuran diaduk
ditiap penambahan larutan baku. Sukrosa dan bahan-bahan lain yang diperlukan
ditimbang, kemudian diaduk sampai larut. Aquades ditambahkan sampai volume 1 liter.
Campuran dipindahkan ke dalam erlenmeyer besar. Sambil diaduk KOH/HCl 1N
diteteskan sampai pH mencapai 5,6-5,8 dengan bantuan kertas pH. Setelah itu, agar-agar
ditambahkan ke medium dan diaduk sampai merata, dipanaskan sampai mendidih sambil
diaduk. Medium dituangkan ke dalam botol kultur dan ditutup dengan plastik.
Selanjutnya, media diautoklaf dan disimpan dalam ruang kultur.

Cara mempersiapkan dan bekerja di dalam LAFC untuk tanaman padi. Meja dan
dinding LAFC diseka dengan tisu dan alkohol 70%. Botol kecil berisi alkohol 95%
ditutup dengan Al-foil, beberapa botol kultur, kotak stainless steel berisi pinset, pisau
skalpel, dan lain-lain serta media kultur dalam LAFC disiapkan. Lampu UV dinyalakan
minimal 15 menit dengan LAFC dalam keadaan tertutup rapat. Setelah lampu UV
dimatikan, lampu neon dan blower dinyalakan, pintu LAFC sudah dapat dibuka sebagian
atau seluruhnya. Sebelum tangan masuk kedalam LAFC, tangan sampai bagian siku
disemprot dengan alkohol 70%. Alat-alat seperti pinset, skalpel, gunting yang diperlukan
untuk pembuatan kultur diselupkan dalam alkohol 95% dan dibakar dengan api bunsen.
Setelah itu, alat diletakkan di atas tutup kotak stainless steel dan dibiarkan dingin. Alat
yang telah dingin dapat dipakai dan setelah digunakan langsung dicelup, dibakar, dan
didinginkan kembali.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Komponen yang diperlukan untuk kultur jaringan tanaman terdiri dari unsur makro, unsur
mikro, pengkelat besi, vitamin, sumber karbon dan zat pengatur tumbuh. Unsur makro
yang diperlukan antara lain nitrogen, phospor, kalium, magnesium dan sulfur. Unsur
mikro yang diperlukan yaitu besi, mangan, seng, boron, copper, molibdenum dan klor
(Dods dan Robert 1995). Pengkelat besi seperti NaEDTA sangat diperlukan dalam
pelarutan sumber besi (Fe). Selain itu EDTA memberikan pengaruh terhadap sistem
enzim dalam morfogenesis kultur. Vitamin memiliki fungsi sebagai katalis dalam sistem
enzim dan hanya dibutuhkan dalam jumlah sedikit. Jenis vitamin yang umum digunakan
adalah thiamin, niacin dan pyridoxin (Dods dan Robert 1995). Sumber karbon dalam
media diperoleh dari penambahan sukrosa atau D-glikosa dengan konsentrasi 20-30 g/l.
Myoinositol merupakan karbohidrat yang digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan
eksplan (Dods dan Robert 1995).
Zat pengatur tumbuh (ZPT) adalah senyawa organik bukan nutrisi yang dalam knsentrasi
rendah (<1 Mm) dapat mendorong, menghambat atau secara kualitatif mengubah
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. ZPT yang umum dikenal adalah auksin,
giberelin, sitokinin, asam absisat, etilen, dan retardan. Senyawa-senyawa poliamin
(putresin, spermidin, spermin), polifenolik, dan alcohol berantai panjang sering
digolongkan dalam ZPT.

Auksin yang digunakan untuk induksi kalus adalah 2.4 D. Senyawa 2.4 D diketahui
dapat menginduksi perbanyakan sel tetapi menekan differensiasi pada tanaman dikotil.
Selain itu, senyawa ini bersifat efektif untuk menginduksi embriogenesis somatik ataupun
menginduksi kalus pada tanaman serealia (monokotil). Kekurangan dari auksin ini adalah
kestabilan genetik. Penyimpana kalus yang lama dalam media yang mengandung auksin
tersebut dapat menyebabkan meningkatnya keragaman genetik.

SIMPULAN

Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah perbanyakan tanaman dengan
menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan media buatan yang dilakukan di
tempat steril. Percobaan dalam pembuatan media MS dapat dikatakan berhasil karena
media yang dihasilkan tidak kontaminasi dan dapat digunakan untuk percobaan induksi
kiltur embrio padi.

DAFTAR PUSTAKA

Dods JH and Robert LW. 1995. Experiment in Plant Tissue Culture. Amerika: CU Press.

Gunawan LW. 1987. Teknik Kultur Jaringan. Bogor: Laboratorium Kultur Jaringan
Tanaman PAU Bioteknologi IPB.

Yuwono T. 2008. Bioteknologi Pertanian. Yogyakarta: UGM Press.

KULTUR EMBRIO PADI

PENDAHULUAN

Beberapa faktor penting yang mempengaruhi induksi kalus dan regenerasi tanaman yaitu
pemilihan jenis eksplan, genotipe dan suplemen media yang digunakan, mencakup tipe
dan kuantitas zat pengatur tumbuh, dalam hal ini auksin dan sitokinin. Komposisi auksin
dan sitokinin dalam media kultur in vitro memainkan peranan penting dalam induksi dan
regenerasi kalus menjadi tunas. Interaksi antara sitokinin dan auksin merupakan hal yang
krusial dalam mengontrol proses pertumbuhan dan perkembangan dalam kultur in vitro.
Walaupun auksin berperan utama dalam pembelahan sel, namun pada beberapa tanaman,
sitokinin juga sangat dibutuhkan untuk proliferasi kalus (Gunawan 1992).

Penggunaan auksin seperti 2,4-D memainkan peranan yang sangat penting dalam
menginduksi dan memelihara kelangsungan pembelahan sel dan mengarahkan
perkembangan sel membentuk kalus yang embriogenik, namun demikian 2,4-D juga
dapat menyebabkan ketidak stabilan genetik dari materi kultur sehingga dapat
menyebabkan terjadinya keragaman somaklonal. Penggunaan 2,4-D dapat menginduksi
terbentuknya keragaman somaklonal dan keragaman tersebut dapat diturunkan pada
generasi berikutnya. Keberhasilan dalam menginduksi dan memperbanyak kalus
embriogenik harus pula diikuti oleh keberhasilan melakukan regenerasi kalus menjadi
planlet. Regenerasi tunas dari eksplan kalus merupakan proses yang kompleks, karena
dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya faktor genotipe, tipe eksplan dan
keseimbangan zat pengatur tumbuh, dalam hal ini auksin dan sitokinin serta kondisi
fisiologi kalus (Pierik 1987).

TUJUAN

Percobaan ini bertujuan untuk induksi kalus pada kultur embrio padi secara aseptik
dengan media MS + 2.4-D 2 ppm.

ALAT DAN BAHAN

Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah Bunsen, pisau scalpel, pinset, LAFC,
botol kultur. Bahan yang dipergunakan adalah embrio padi, alkohol 70% dan 95%,
Tween 80%, kertas wrap, plastik, karet, tisu, kertas alumunium foil, dan medium padat
MS + 2.4-D 2 ppm.

METODE

Tangan diseka dengan alkohol 70% diluar LAFC. Meja dan dinding LAFC diseka dengan
tisu dan alkohol 70%. Alat-alat seperti pinset, skalpel, gunting yang diperlukan dalam
kultur embrio padi dicelupkan dalam alkohol 95% dan dibakar dengan api bunsen.
Setelah itu alat diletakkan di atas tutup kotak stainless steel dan dibiarkan dingin. anggota
tubuh yang masuk dalam LAFC disemprot dengan alkohol 70%. Embrio padi
sebelumnya dibersihkan dengan air dan ditiriskan kemudian disterilisasi dalam alkohol
70% selama 30 detik. Embrio dipindahkan ke dalam bayclin 10% selama 5 menit dan
bayclin 15% selama 5 menit. Masing-masing larutan ditambahkan 2 tetes Tween 80%
dan dibilas dengan aquades lalu ditiriskan. Embrio padi dimasukkan dalam medium padat
MS + 2.4-D 2 ppm dan ditutup dengan plastik lalu diikat dengan karet. Alat-alat yang
telah dipakai direndam alkohol 95%, dibakar, dan didinginkan diatas tutup stainless steel.
Setelah itu, botol medium berisi embrio padi yang diletakkan di tengah media diberi
keterangan pada label.

HASIL

kontaminasi kalus embrio padi

PEMBAHASAN
Pertumbuhan kalus yang baik dicirikan dari penampakan kalus yang berwarna
bening/keputihan dan mempunyai struktur yang remah. Struktur kalus yang kompak dan
terjadi perubahan warna kekuningan atau kehijauan, mengindikasikan terjadinya
diferensiasi sel. Pertumbuhan kalus merupakan akibat respon terhadap zat tumbuh yang
diberikan dan hormon yang terdapat dalam eksplan. Inisiasi kalus dimulai dengan
pertumbuhan sel parenkim yang terletak pada bagian epidermis atau di bawah permukaan
eksplan. Pertumbuhan kalus pada embrio padi ditandai dengan munculnya tonjolan–
tonjolan kecil yang menyebabkan eksplan membengkak pada jaringan di sekitar luka ke
bagian tengah eksplan, kemudian jaringan membesar dan mengembang serta bertambah
banyak. Penambahan larutan Tween 80% pada percobaan ini berguna untuk menurunkan
tegangan permukaan (Santoso & Nursandi 2003).

Pada hasil dapat terlihat bahwa pada minggu pertama sampai keempat kalus terbentuk
dengan baik akan tetapi pada minggu kelima, eksplan mengalami kontaminasi. Pada
minggu kelima terlihat adanya sedikit hifa berwarna putih dipermukaan media di ujung
eksplan dan bundaran hitam di permukaan. Menurut Gunawan (1992), salah satu faktor
pembatas dalam keberhasilan kultur jaringan adalah kontaminasi yang dapat terjadi pada
setiap saat dalam masa kultur. Kontaminasi dapat berasal dari eksplan, organisme kecil
yang masuk ke media, botol kultur, alat tanam yang kurang steril, lingkungan kerja,
ruang kultur yang kotor dan kecerobohan dalam pelaksanaan. Keanekaragaman sumber
kontaminasi menyebabkan prosedur aseptik yang harus diperhatikan melalui sterilisasi
lingkungan kerja, sterilisasi alat-alat dan media sterilisasi bahan tanaman.

Kontaminasi bakteri pada kultur jaringan umumnya bersifat internal. Menurut Santoso
dan Nursandi (2003) bakteri internal yang terdapat dalam eksplan, responnya muncul
setelah beberapa hari bahkan sampai satu bulan sehingga sangat mengecewakan, karena
pada umumnya sudah terjadi induksi kalus. Salah satu metode untuk menangani
kontaminasi yang sangat tinggi adalah dengan penggunaan bahan kimia yang mempunyai
kemampuan untuk menghambat dan membunuh bakteri (Pierik 1987).

SIMPULAN

Pecobaan induksi kalus berhasil pada minggu kedua dan terjadi kontaminasi bakteri dan
cendawan pada minggu kedua sehingga dapat disimpulkan bahwa percobaan ini belum
berhasil menginduksi kalus yang steril.

DAFTAR PUSTAKA

Gunawan LW. 1992. Teknik Kultur Jaringan. Bogor: Laboratorium Kultur Jaringan
Tanaman PAU Bioteknologi IPB.

Pierik RLM. 1987. In Vitro Culture of Higher Plants. Netherland: Martinus Njhoff
Publisher.

Santoso U dan Nursandi F. 2003. Kultur Jaringan Tanaman. Malang: Universitas


Muhammadiyah Malang.
STERILISASI EKSPLAN

PENDAHULUAN

Sterilisasi merupakan pembebasan tiap benda atau substansi dari semua kehidupan
mikroorganisme dalam bentuk apapun. Bahan tanaman dari lapang mengandung debu,
kotoran-kotoran dan berbagai kontaminan hidup pada permukaannya. Kontaminan hidup
dapat berupa cendawan, bakteri, serangga dan telurnya serta spora (Gunawan 1992).
Bakteri tidak saja berada pada bahan tanam bagian permukaan, tetapi pada bagian dalam
bahan tanaman. Bila berada di permukaan bahan tanam respon kontaminasinya sangat
cepat, dalam tempo dua kali 24 jam sudah bisa tampak kontaminasinya. Kontaminasi
yang bersifat internal responnya muncul setelah beberapa hari bahkan sampai 1 bulan
sehingga sangat mengecewakan karena umumnya sudah terbentuk induksi kalus (Santoso
dan Nursandi 2003).

Prinsip dalam sterilisasi bahan tanam bahwa sel tanaman dan kontaminan adalah sama-
sama benda hidup. Kontaminasi harus dihilangkan tanpa mematikan sel tanaman. Bahan–
bahan sterilisasi pada umumnya bersifat toksik terhadap jaringan tanaman. Pada beberapa
jenis tanaman, ditemukan juga kontaminan yang berasal dari dalam jaringan tanaman,
terutama bakteri. Kontaminan internal ini sangat sulit diatasi, karena sterilisasi
permukaan tidak menyelesaikan masalah. Pada bahan tanaman yang mengandung
kontaminan internal, harus diberi perlakuan antibiotik atau fungisida sistemik (Gunawan,
1992).

TUJUAN

Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui cara sterilisasi eksplan dan melihat
pertumbuhan kalus pada tanaman tembakau dan jarak pagar di media MS tanpa ZPT.

ALAT DAN BAHAN

Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah bunsen, pisau skalpel, pinset, LAFC,
botol kultur. Bahan yang digunakan adalah tisu, detergen, aquades, alkohol 70% dan
95%, dithane, agrept, kertas wrap, plastik, karet, daun tembakau, daun muda jarak pagar,
media MS tanpa ZPT, dan ruas batang jarak pagar.

METODE

Daun diambil, dicuci dengan air mengalir, detergen, dan dibilas dengan air. Agrept dan
Dithane dibuat dalam 500 ml dan dibagi untuk 5 botol, daun direndam dilarutan tersebut
dibilas dengan air hingga bersih. Proses di LAFC, daun direndam dalam alkohol 60 detik,
bayclin 15% selama 15 menit, dibilas dengan aquades steril, direndam dalam bayclin
10% selama 10 menit, dan dibilas kembali dengan aquades. Eksplan dipotong 1×1 cm
dan dimasukkan dalam media dengan cara aseptik (seperti tangan disemprot dengan
alkohol 70% dan alat-alat yang telah dipakai di rendam alkohol 95% kemudian dibakar
dan diletakkan pada tempatnya). Bagian bawah daun ditempelkan di permukaan media.
HASIL

Kontaminasi cendawan

Daun tembakau

PEMBAHASAN

Dalam percobaan sterilisasi eksplan digunakan agrept dan dithane. Agrept dalam
percobaan ini berfungsi sebagai bakterisida. Agrept dapat membunuh bakteri yang
terdapat di permukaan media. Dithane berfungsi sebagai fungisida yang dapat membunuh
cendawan pada media yang digunakan. Baycline yang digunakan berfungsi sebagai
desinfektan untuk membunuh bakteri. Alkohol 70% dan 95% berfungsi sebagai
desinfektan dan digunakan sebelum melakukan dan sesudah bekerja di LAFC.

Tanaman yang digunakan dalam percobaan ini adalah sterilisasi adalah daun tembakau.
Pada minggu kedua terlihat hifa putih yang tumbuh di dekat eksplan. Hal ini
menyebabkan kontaminasi pada eksplan. Salah satu faktor pembatas dalam keberhasilan
kultur jaringan adalah kontaminasi yang dapat terjadi pada setiap saat dalam masa kultur.
Kontaminasi dapat berasal dari eksplan, organisme kecil yang masuk ke media, botol
kultur , alat tanam yang kurang steril, lingkungan kerja, ruang kultur yang kotor dan
kecerobohan dalam pelaksanaan. Keanekaragaman sumber kontaminasi menyebabkan
prosedur aseptik yang harus diperhatikan melalui sterilisasi lingkungan kerja, sterilisasi
alat-alat dan media sterilisasi bahan tanaman (Gunawan 1992).

Kontaminasi bakteri pada kultur jaringan umumnya bersifat internal. Menurut Santoso
dan Nursandi (2003) bakteri internal yang terdapat dalam eksplan, responnya muncul
setelah beberapa hari bahkan sampai satu bulan sehingga sangat mengecewakan, karena
pada umumnya sudah terjadi induksi kalus. Salah satu metode untuk menangani
kontaminasi yang sangat tinggi adalah dengan penggunaan bahan kimia yang mempunyai
kemampuan untuk menghambat dan membunuh bakteri (Pierik 1987). Media kultur
merupakan media yang ideal untuk pertumbuhan tanaman, namun ideal pula untuk
pertumbuhan bakteri dan cendawan, oleh karena itu media kultur dan alat-alat yang akan
digunakan disterilisasi terlebih dahulu. Penanaman eksplan harus dilakukan di tempat
yang steril yaitu laminar air flow cabinet, dengan prosedur-proseder aseptik yang telah
ditentukan (Beyl 2000).

Faktor lain yang dapat menyebabkan kontaminan adalah udara sehingga udara dalam
ruang kultur perlu dijaga agar tetap bersih. Diperlukan adanya aliran udara yang
bertekanan dari dalam ke luar ruangan agar terjadi pertukaran udara yang bebas dari
kontaminasi. Kelembaban relatif lingkungan kultur dapat diatur. Kelembaban ruang
kultur yang tinggi akan menyebabkan terjadinya pertumbuhan mikroba yang akan
mengkontaminasi kultur dan alat-alat laboratorium.

SIMPULAN
Percobaan kali ini dapat dikatakan belum berhasil karena pada minggu kedua eksplan
mengalami kontaminasi oleh cendawan. Kontaminasi dapat berasal dari eksplan,
organisme kecil yang masuk ke media, botol kultur , alat tanam yang kurang steril,
lingkungan kerja, ruang kultur yang kotor dan kecerobohan dalam pelaksanaan.

DAFTAR PUSTAKA

Beyl B. 2000. Getting Started with Tissue Culture – Media Preparation, Sterile
Technique and laboratory Equipment. London: CRC Press.

Gunawan LW. 1992. Teknik Kultur Jaringan. Bogor: Laboratorium Kultur Jaringan
Tanaman PAU Bioteknologi IPB.

Pierik RLM 1987. In Vitro Culture of Higher Plants. Netherland: Martinus Njhoff
publisher.

Santoso U dan Nursandi F. 2003. Kultur Jaringan Tanaman. Malang: Universitas


Muhammadiyah Malang.

SUBKULTUR

PENDAHULUAN

Sub kultur merupakan pemindahan kultur dari media lama ke media yang baru untuk
memperoleh pertumbuhan baru yang didinginkan. Perlakuan sub kultur dapat disebabkan
beberapa alasan seperti:

• pertumbuhan kultur yang cepat dan sudah memenuhi botol


• kultur perlu diperbanyak untuk tujuan perbanyakan
• terjadi proses browning terutama pada awal inisiasi
• media kultur mengering (agar-agar berkurang) atau nutrient mulai habis/media
sudah habis
• kultur telah menunjukkan gejala defisiensi.

Sub kultur merupakan tahap kegiatan yang relatif mudah. Kita tidak perlu melakukan
sterlisasi karena dilakukan pada tanaman yang sudah steril dalam botol. Jadi tidak perlu
fungisida, bakterisida, cairan pemutih dan bahan-bahan sterlisasi yang lain. Yang perlu
disiapkan adalah alat-alat standar seperti pisau, pinset dan petri dish yang steril dan media
tumbuh baru (botolan).

TUJUAN

Percobaan ini bertujuan untuk multiplikasi tunas tanaman nenas Bangka dan anggrek
pada media MS + BAP 0.5 ppm + IAA 0.1 ppm.

ALAT DAN BAHAN


Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah bunsen, pisau skalpel, pinset, LAFC,
botol kultur, dan alat tulis. Bahan yang dgunakan adalah medium MS+BAP 0,5 mg/L,
tisu, alkohol 70% dan 95%, kertas wrap, karet, plastik.

METODE

Alat dan bahan disterilisasi, anggota tubuh yang masuk dalam LAFC disemprot dengan
alkohol 70%. Tunas nenas diambil sebanyak 2-3 tunas dalam cawan petri dengan pisau.
Tunas dimasukkan dalam medium MS+BAP 0,5 mg/L dan ditutup. Alat-alat yang telah
dipakai direndam alkohol 95%, dibakar, dan didinginkan diatas tutup stainless steel.
Setelah itu, botol medium berisi eksplan diberi keterangan pada label.

HASIL

Tunas tumbuh di sela-sela daun

Multiplikasi tunas tanaman nenas bangka

PEMBAHASAN

Satu hal yang perlu diperhatikan dalam memilih saat sub kultur adalah jangan sampai
telat menentukan saat subkultur yang paling tepat. Jika sub kultur telat dilakukan atau
usia eksplan sudah tua dalam botol maka hasilnya tidak begitu bagus. Multiplikasi ini
bertujuan untuk perbanyakan pucuk/tunas/klon tanaman dan meningkatkan terjadinya
percabangan aksial dan pembentukan pucuk secara adventif. Maksud dari multiplikasi
adalah memindahkan tunas-tunas dari dalam wadah kultur secara aseptik yang tumbuh
dari hasil induksi dan ditanam kembali dalam botol kultur lain yang berisi media serta
hormon yang mampu merangsang pertunasan.

Pada percobaan ini, kelompok kami hanya mendapatkan multiplikasi tunas untuk
tanaman nenas Bangka. Multiplikasi tunas telah berhasil dilakukan. Tunas baru terlihat
tumbuh pada minggu kedua. Tunas muda tersebut terdapat di sela-sela daun. Tunas
semakin bertambah banyak sampai minggu selanjutnya dan tidak terlihat adanya
kontaminasi.

Multiplikasi dapat dirangsang dengan melakukan modifikasi media tanam baik jenis
maupun bentuknya (padat atau cair) dan modifikasi hormon (jenis dan konsentrasinya).
Umumnya, multiplikasi dilakukan apabila ingin mendapatkan eksplan dalam jumlah
besar. Multiplikasi dapat dilakukan dengan mengeluarkan eksplan dari botol lalu
dimasukkan dalam cawan petri. Eksplan dipotong-potong dengan skalpel dan pinset yang
steril. Potongan tadi kemudian dimasukkan dalam media multiplikasi yaitu MS0+(0.5-2
mg/L BAP).

SIMPULAN
Multiplikasi tunas dapat digunakan untuk perbanyakan pucuk/tunas/klon tanaman dan
meningkatkan terjadinya percabangan aksial dan pembentukan pucuk secara adventif.
Percobaan multiplikasi tunas pada tanaman nenas Bangka berhasil dilakukan karena
tunas baru tumbuh di sela-sela daun pada minggu kedua dan bertambah banyak pada
minggu selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Gunawan LW. 1992. Teknik Kultur Jaringan. Bogor: Laboratorium Kultur Jaringan
Tanaman PAU Bioteknologi IPB.

KULTUR STEK BATANG: STEK BUKU TUNGGAL TANAMAN KRISAN


DENGAN IAA DAN NAA

PENDAHULUAN

Perbanyakan krisan secara vegetatif biasa dilakukan melalui stek pucuk, anakan dan
kultur jaringan. Perbanyakan krisan secara kultur jaringan dapat menghemat waktu dan
dapat diperoleh jumlah bibit krisan banyak. Menurut Trigiano dan Gray (2000) terdapat 4
tahap dalam kultur jaringan tanaman yaitu tahap inisiasi, proliferasi tunas, pengakaran
dan aklimatisasi. Tahap inisiasi mencakup persiapan eksplan, sterilisasi eksplan hingga
mendapatkan eksplan yang bebas dari kontaminasi. Tahap proliferasi tunas adalah tahap
pertumbuhan dan perkembangan tunas sehingga dihasilkan tunas yang sehat, steril dan
siap dipindahkan ke media pengakaran. Pada tahap pengakaran, eksplan yang telah
bertunas ditanam dalam media dengan zat pengatur tumbuh untuk menghasilkan akar.
Setelah tanaman berakar, tanaman dipindahkan ke lapang yang sebelumnya diadaptasikan
dahulu pada tahap aklimatisasi.

Zat pengatur tumbuh dibutuhkan dalam konsentrasi yang rendah. Fungsi dari zat pengatur
tumbuh adalah untuk merangsang inisiasi, perkembangan tunas dan akar pada eksplan
baik dalam media padat atau cair (Beyl 2000). Zat pengatur tumbuh mempengaruhi
pertumbuhan dan morfogenesis dalam kultur sel, jaringan dan organ (Gunawan 1992).
Auksin merupakan salah satu zat pengatur tumbuh yang berfungsi untuk pemanjangan sel
dan pembesaran jaringan, dominasi apikal, pembentukan akar dan somatik embriogenesis
(Beyl 2000). Auksin digunakan untuk pertumbuhan kalus, suspensi sel dan organ. Jenis
auksin yang umum digunakan adalah IAA, NAA, dan IBA. Pemilihan jenis auksin dan
konsentrasinya tergantung dari tipe pertumbuhan yang dikehendaki, level auksin
endogen, kemampuan mensintesa auksin dan golongan zat tumbuh lain yang
ditambahkan (Gunawan 1992).

TUJUAN

Percobaan ini bertujuan untuk membedakan efek zat pengatur tumbuh auksin antara IAA
dan NAA pada tanaman krisan.
ALAT DAN BAHAN

Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah bunsen, pisau skalpel, pinset, LAFC,
botol kultur, dan alat tulis. Bahan yang dgunakan adalah media stek batang krisan,
MS+IAA/NAA 0,1 mg/L, alkohol 70% dan 95%, tisu, kertas wrap, plastik, karet.

METODE

Alat dan bahan disterilisasi, anggota tubuh yang masuk dalam LAFC disemprot dengan
alkohol 70%. Buku tanaman krisan distek (dipotong menggunakan pisau) dengan bagian
bawah lebih panjang. Stek batang ditancapkan kedalam media MS+IAA/NAA 0,1 mg/L.
Alat-alat yang telah dipakai direndam alkohol 95%, dibakar, dan didinginkan ditas tutup
stainless steel. Setelah itu, botol medium berisi eksplan diberi keterangan pada label dan
diamati selama beberapa minggu.

HASIL

tunas aksilar tumbuh cepat tunas aksilar tumbuh lambat

Media IAA dan dengan daun Media NAA dan tanpa daun

pada minggu ke-2 pada minggu ke-2

PEMBAHASAN

Stek buku tunggal tanaman krisan dengan media MS+IAA dan MS+NAA berhasil
tumbuh membentuk tunas atau tajuk, hal ini sesuai dengan tujuan penggunaan IAA dan
NAA yaitu untuk multiplikasi tunas atau tajuk. Pada eksplan krisan yang ditumbuhkan
pada media NAA terdapat pertumbuhan yang berbeda dengan IAA. Pada media ini
eksplan krisan berhasil tumbuh, akan tetapi tunas yang dihasilkan lebih lama
dibandingkan dengan media IAA. Tetapi tujuan penggunaan NAA untuk induksi
perakaran tidak tercapai karena tidak tidak ditemukan tumbuhnya akar pada eksplan.
Eksplan krisan yang dikulturkan berhasil tumbuh tunas lateral yang membentuk
percabangan sesuai dengan tujuan penggunaan IAA dan NAA yang menginduksi
pertumbuhan tunas atau tajuk. Lamanya pertumbuhan tunas baru pada media NAA juga
dapat disebabkan perlakuan pemotongan daun pada salah satu cabang. Pemotongan daun
pada eksplan dapat mengurangi kadar auksin endogen yang terdapat dalam tanaman
tersebut sehingga memperlambat pembentukan tunas pada media MS+NAA yang salah
satu daunnya dipotong.

Auksin (IAA) dalam budidaya jaringan berperan dalam mempengaruhi perkembangan


dan pembesaran sel, sehingga tekanan dinding sel terhadap protoplasma berkurang. Hal
ini mengakibatkan protoplas dapat mengabsorbsi air di sekitar sel, sehingga sel menjadi
panjang terutama sel-sel di bagian maristem. Di sisi lain NAA juga dapat mendorong
terbentuknya sejumlah sel yang cukup banyak tetapi tidak membelah, kumpulan dari sel
ini yang disebut kalus. Kalus terbentuk karena terjadinya penumpukan sel-sel yang
mengembang akibat dari masuknya air, unsur hara dan ZPT ke dalam sel, semua bahan
tersebut tidak dapat disebarkan ke seluruh tubuh tanaman seperti akar, batang, dan daun,
sehingga berkumpul di satu titik.

Pada percobaan ini IAA diberikan kembali pada media karena IAA endogen belum cukup
untuk menginduksi eksplan membentuk tunas disebabkan terajadinya penguraian pada
proses sterilisasi dengan menggunakan suhu tinggi (autoclave) dan terkena cahaya lampu
pada rak tumbuh. Penggunaan auksin dalam budidaya jaringan umumnya memberikan
respon terhadap pemanjangan sel, pembentukan kalus, dan akar adventif, sedangkan pada
konsentrasi tinggi

mendorong pembentukan kalus saja.

SIMPULAN

Auksin IAA dan NAA yang diberikan pada medium dapat merangsang tumbuhnya tunas
aksilar yang terdapat pada ketiak daun. Pertumbuhan tunas aksilar pada IAA lebih cepat
dari NAA. Tanaman yang salah satu cabang dipotong daunnya juga mempengaruhi
kecepatan pertumbuhan tunas aksilar.

DAFTAR PUSTAKA

Beyl B. 2000. Getting Started with Tissue Culture – Media Preparation, Sterile
Technique and laboratory Equipment. London: CRC Press.

Gunawan LW. 1992. Teknik Kultur Jaringan. Bogor: Laboratorium Kultur Jaringan
Tanaman PAU Bioteknologi IPB.

Trigiano RN and Gray DJ. 2000. Introduction to Plant Tissue Culture. London: CRC
Press.

KULTUR STEK BATANG: STEK BUKU TUNGGAL TANAMAN KRISAN


DENGAN KINETIN DAN BAP

PENDAHULUAN

Dalam kultur jaringan sangat diperlukan zat pengatur tumbuh untuk merangsang
pertumbuhan dan morfogenesis dalam kultur sel, jaringan dan organ (Gunawan 1992).
Zat pengatur tumbuh yang digunakan adalah sitokinin dan auksin. Sitokinin yang biasa
digunakan adalah 6-Benzil Amino Purin (BAP) dan kinetin. Sitokinin adalah zat pengatur
tumbuh yang berfungsi dalam mendorong pembentukan sel, merangsang inisiasi dan
pertumbuhan tunas. Sitokinin dalam konsentrasi yang tinggi dapat menginduksi
pembentukan tunas, namun menghambat pertumbuhan akar (Beyl 2000). Disamping
merangsang pembentukann tunas adventif, sitokinin juga merangsang multiplikasi tunas
aksilar dan melawan dominasi apikal. Interaksi dan perimbangan antara auksin dan
sitokinin yang diberikan dalam medium dan yang diproduksi secara endogen oleh
tanaman, menentukan arah perkembangan suatu kultur yang ditanam (Gunawan 1992).

Sitokinin dalam hal ini Kinetin dapat berperan dalam mendorong morfogensis sel. Proses
perpanjangan sel (fase G1 dalam pertumbuhan sel) berlangsung baik karena terpenuhi
kebutuhan nutrisinya . Adanya kinetin yang ditambah pada media tumbuh mengakibatkan
fase transkripsi dan translasi RNA berlangsung lebih giat, yang selanjutnya akan
bertambah giat memasuki fase pembesaran sel (G2) ke fase pembelahan sel. BAP dalam
kultur jaringan umumnya berperan dalam perbentukan tunas baik itu tunas aksilar,
maupun adventif.

TUJUAN

Percobaan ini bertujuan untuk membedakan efek zat pengatur tumbuh sitokinin antara
kinetin dan BAP pada tanaman krisan.

ALAT DAN BAHAN

Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah bunsen, pisau skalpel, pinset, LAFC,
botol kultur, dan alat tulis. Bahan yang dgunakan adalah media stek batang krisan,
MS+IAA/NAA 0,1 mg/L, alkohol 70% dan 95%, tisu, kertas wrap, plastik, karet.

METODE

Alat dan bahan disterilisasi, anggota tubuh yang masuk dalam LAFC disemprot dengan
alkohol 70%. Buku tanaman krisan distek (dipotong menggunakan pisau) dengan bagian
bawah lebih panjang. Stek batang ditancapkan kedalam media MS + kinetin 0,1 mg/L
atau BAP 0,1 mg/L. Alat-alat yang telah dipakai direndam alkohol 95%, dibakar, dan
didinginkan di atas tutup stainless steel. Stelah itu, botol medium berisi eksplan diberi
keterangan pada label dan diamati selama beberapa minggu.

HASIL

tunas aksilar kontaminasi

Media MS+BAP 0,1 mg/L MS +kinetin 0,1 mg/L

Minggu ke-3 Minggu ke-2

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pengamatan selama 3 minggu, diketahui kultur stek batang krisan
dengan media MS+BAP dapat tumbuh tunas aksilar pada minggu ketiga. Tunas baru
tersebut terlihat baik dan tidak terkontaminasi oleh cendawan dan bakteri. Pada stek
batang dengan medium MS+kinetin terjadi kontaminasi oleh cendawan pada minggu
kedua. Hal ini ditandai adanya hifa-hifa putih di permukaan medium. Pada percobaan ini,
stek batang yang digunakan tidak memotong bagian daun pada

Salah satu faktor pembatas dalam keberhasilan kultur jaringan adalah kontaminasi yang
dapat terjadi pada setiap saat dalam masa kultur. Kontaminasi yang terjadi pada media
MS+kinetin dapat berasal dari eksplan, organisme kecil yang masuk ke media, botol
kultur , alat tanam yang kurang steril, lingkungan kerja, ruang kultur yang kotor dan
kecerobohan dalam pelaksanaan. Keanekaragaman sumber kontaminasi menyebabkan
prosedur aseptik yang harus diperhatikan melalui sterilisasi lingkungan kerja, sterilisasi
alat-alat dan media sterilisasi bahan tanaman (Gunawan 1992).

Sitokinin sendiri biasanya digunakan untuk merangsang pembelahan sel, terutama bila
ditambahkan bersama dengan auksin. Penggunaan BAP dalam konsentrasi tinggi dapat
merangsang kemampuan tumbuhan dalam pembentukan tunas. Konsentrasi BAP yang
diberiakan dan adanya sitikonin endogen dalam eksplan akan mempengaruhi pembelahan
sel pada sel-sel meristem yang juga akan mempengaruhi pertumbuhan dari eksplan.
Perlakuan pemberian BAP dan kinetin tidak mempengaruhi presentase kontaminasi yang
terjadi karena umumnya kontaminasi terjadi karena cendawan, bakteri, proses pelaksaan
dan lingkungan. Pada kultur jaringan tanaman dimana eksplan merupakan tunas pucuk
atau stek maka sitokinin dapat mendorong proliferasi tunas. Dari ketiak stek yang
umumnya keluar satu tunas maka dengan penambahan sitokinin dengan konsentrasi
tertentu dapat merangsang terjadinya proliferasi.

SIMPULAN

Percobaan stek batang tanaman krisan pada media MS+BAP berhasil mengalami
pertumbuhan tunas pada ketiak daun pada minggu ketiga, sedangkan stek batang krisan
pada media MS+kinetin mengalami kontaminasi cendawan pada minggu kedua.
Kontaminasi ditandai dengan adanya hifa pada permukaan media di bagian tengah.

DAFTAR PUSTAKA

Beyl B. 2000. Getting Started with Tissue Culture – Media Preparation, Sterile
Technique and laboratory Equipment. London: CRC Press.

Gunawan LW. 1992. Teknik Kultur Jaringan. Bogor: Laboratorium Kultur Jaringan
Tanaman PAU Bioteknologi IPB.

Posted in Academic

Comments are closed.

Log in
Copyright © 2011 miftahulj0759's blog. All Rights Reserved.
Blogging by WordPress - Theme Created by green wordpress templates in partnership
with used macs

You might also like