You are on page 1of 7

Pengaruh Evaluasi-Diri Terhadap Kemampuan

Menulis Bahasa Inggris

OLEH :
NAMA : RIDHA ARDIAN
NIM : 0970020019
JUR : TEKNIK ELEKTRO

UNIVERSITAS ISKANDAR MUDA


MAKALAH B. INGGRIS
2011

Pengaruh Evaluasi-Diri Terhadap Kemampuan Menulis Bahasa Inggris

ABSTRAK
Dalam rangka meningkatkan daya saing bangsa, diperlukan upaya-upaya pemberdayaan
dan kinerja yang tinggi dalam kaitan dengan proses pembelajaran untuk semua bidang kajian,
termasuk pembelajaran Bahasa Inggris sebagai bahasa asing di Indonesia (English as a Foreign
Language/EFL). Salah satu upaya tersebut adalah penggunaan teknik-teknik asesmen yang dapat
memfasilitasi proses dan hasil belajar secara optimal. Hasil dari dua buah penelitian tentang
penggunaan teknik evaluasi-diri sebagai salah satu teknik asesmen otentik menunjukkan
pengaruh yang signifikan dalam mengoptimalkan proses dan hasil belajar menulis Bahasa
Inggris. Kedua penelitian adalah sebuah eksperimen untuk menjawab permasalahan penelitian,
“Apakah Asesmen Portofolio (dimana Evaluasi-Diri adalah intinya) berpengaruh terhadap
Kemampuan Menulis Bahasa Inggris Mahasiswa Unida,,,?”; dan sebuah upaya peningkatan
kualitas pembelajaran (Research for the Improvement of Instruction/ RII) untuk menjawab
permasalahan, “Apakah Optimalisasi Pemanfaatan Teknik Evaluasi-Diri dapat Meningkatkan
Kualitas Perkuliahan Mata Kuliah Bahasa Inggris Mahasiswa Unida,,,?”

Hasil-hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa penggunaan teknik Evaluasi-Diri


dalam pembelajaran:
(1) mampu meningkatkan kemampuan menulis bahasa Inggris dimana hasilnya lebih baik
dibandingkan dengan teknik penilaian konvensional,
(2) diperlukan pelatihan dan pembimbingan terlebih dahulu sebelum pebelajar dapat
melakukannya sendiri, dan
(3) mampu secara bertahap menjadikan pebelajar sebagai autonomous learners sehingga
efisiensi waktu maupun kualitas pembelajaran menjadi lebih baik. Berdasarkan hasil-hasil di
atas, sangat perlu dilakukan sosialisasi teknik Evaluasi-Diri sebagai salah satu teknik asesmen
otentik kepada pengajar dan guru, termasuk cara-cara melakukannya baik untuk para pemula
maupun untuk mereka yang telah bisa menggunakan teknik Evaluasi-Diri secara efektif dalam
proses belajarnya.
Kata-kata kunci: asesmen otentik, teknik evaluasi diri, pembelajaran menulis, Bahasa Inggris

1. Pendahuluan

Secara umum, pembelajaran Bahasa Inggris di Indonesia masih perlu terus ditingkatkan
kualitas dan efektivitasnya, mengingat di satu sisi kemampuan rata-rata berbahasa Inggris kita
belum memadai sedangkan di sisi lain, Bahasa Inggris adalah bahasa pergaulan dunia dan bahasa
ilmu pengetahuan, sehingga sudah selayaknya kita dapat berbahasa Inggris dengan lebih baik.

Kemampuan menulis Bahasa Inggris adalah salahsatu kemampuan berbahasa yang


dianggap paling kompleks karena melibatkan berbagai kemampuan kognitif dan linguistik.
Karena paling kompleks, belajar menulis juga dianggap paling sulit. Pengalaman mengajar
menunjukkan bahwa mahasiswa seringkali gagal dalam mata kuliah tersebut, dan bahkan harus
mengulang beberapa kali. Begitu pula di pihak dosen, sering ditemukan keluhan sulitnya
mengajar keterampilan menulis, terutama dilihat dari kemampuan mahasiswa dan waktu yang
diperlukan sangat banyak.
Secara konvensional, pembelajaran menulis tersebut dilakukan dengan pendekatan proses
dimana mahasiswa mengembangkan karangan secara bertahap mulai dari penggalian ide hingga
merevisi karangan. Proses itu sendiri tidak terlalu jelas tahapannya, namun secara umum
meliputi kegiatan penggalian ide, penyusunan draf, dan perbaikan/revisi. Pengamatan perhadap
pembelajaran menulis tersebut menunjukkan bahwa tidak ada pemantauan yang pasti terhadap
proses menulis, dalam arti, proses yang dilakukan dengan susah payah tersebut hanya diakui
melalui penilaian terhadap produknya, yaitu draf terakhir atau hasil karangan. Padahal,
optimalisasi proses belajar sangat penting untuk:
(1) mendapat hasil yang diinginkan,
(2) membentuk mahasiswa sebagai the owner of learning,
(3) menjadikan mahasiswa risk takers,
(4) dengan demikian menjadikan mereka autonomous learners.

Dengan demikian, pembelajaran yang terjadi adalah pembelajaran yang bermakna, yaitu
yang benar-benar membangun life skills. Dengan alasan itu, sangat penting dilakukan
pemantauan proses belajar secara terprogram.

Tujuan penulisan makalah ini adalah mendeskripsikan hasil dua buah penelitian tentang
pembelajaran Bahasa Inggris di tingkat perguruan tinggi, dan mengajukan usulan kebijakan
terkait dengan hasil-hasil penelitian. penelitian mengambil topik yang sama, yaitu penggunaan
teknik asesmen Evaluasi-Diri dalam rangka meningkatkan kemampuan menulis Bahasa Inggris.

2. Kajian Teori

2.1 Kebermaknaan Belajar

Definisi pada kamus mengatakan bahwa kebermaknaan berarti kualitas sesuatu yang
memiliki nilai dan signifikansi yang tinggi (Bachman dan Palmer, 1996). Komisi pendidikan
untuk abad ke-21 yang dibentuk oleh UNESCO (Delors, 1996) melaporkan, bahwa agar
pendidikan dapat secara relevan membantu untuk hidup pada era globablisasi, harus bertumpu
pada empat pilar pendidikan, yaitu learning to know, learning to do, learning to be, dan learning
to live together. Belakangan muncul yang kelima, yaitu learning to live sustainable, yaitu belajar
untuk menjamin kelangsungan hidup manusai dan alam lingkungannya. Jadi, pendidikan yang
bermakna adalah pendidikan yang membelajarkan pebelajar untuk memahami dan
mengaplikasikan konsep-konsep pengetahuan dan menjadikannya sesuatu yang berguna bagi
dirinya dan lingkungannya. Dengan demikian, pengetahuan dalam belajar yang bermakna harus
bersifat dinamis, dalam arti, pengetahuan dipelajari untuk digunakan mengatasi persoalan-
persoalan masyarakat sesuatu dengan tuntutan era globalisasi ini. Dalam proses tersebut,
pengetahuan juga berkembang seiring dengan interaksi internal-eksternal dari pebelajar tersebut.
Jika hal ini terwujud, maka tidak akan ada lagi kekhawatiran Mochtar Buchori (2001) yang
mengatakan bahwa pendidikan jangan sampai tidak memiliki makna bagi pebelajar, sebab jika
itu terjadi, pendidikan hanya akan menjadi beban hidup.
Dalam kaitannya dengan pembelajaran bahasa, utamanya dalam pembelajaran bahasa
asing/kedua, Bachman dan Palmer (1996) mengatakan bahwa kebermaknaan tugas-tugas
pembelajaran bahasa (meaningfulness of language learning tasks) dicirikan oleh pelibatan lima
unsur, yaitu pengetahuan tentang topik tugas, kemampuan bahasa, pelibatan atribut personal
seperti tingkat minat, skemata afektif yaitu interseksi antara tingkat kesulitan tugas dan
kemampuan yang dimiliki, dan strategi pemecahan masalah. Untuk optimalisasi pelibatan kelima
unsur tersebut, diperlukan suatu evaluasi diri. Salvia dan Ysseldike (1996) menekankan bahwa
refleksi dan evaluasi diri merupakan cara untuk menumbuhkan rasa kepemilikan (ownership),
yaitu timbul suatu pemahaman bahwa apa yang dilakukan dan dihasilkan peserta didik tersebut
memang merupakan hal yang berguna bagi diri dan kehidupannya.

2.2 Evaluasi Diri


Evaluasi diri adalah pelibatan pebelajar dalam menentukan standar/atau criteria untuk
menilai karyanya sendiri, sehingga dapat menentukan sejauh mana karyanya tersebut telah
mencapai standar atau kriteria yang ditetapkan (Boud 1991 dalam Brew 1999). Definisi ini
menunjukkan dua elemen yang ada pada setiap proses asesmen, yaitu penentuan standar terkait
dengan criteria tertentu, dan penilaian terhadap karya berdasarkan standard atau criteria tersebut.

Brew lebih lanjut mengatakan, bahwa kemampuan untuk secara kritis menilai karya
sendiri dapat menjadi salah satu tujuan di pendidikan tinggi. Hal ini dapat dipahami mengingat di
perguruan tinggi mahasiswa dituntut untuk memiliki kemampuan yang tinggi dan kesadaran
tentang eksistensi dirinya. Jadi, evaluasi diri adalah suatu cara untuk melihat kedalam diri
sendiri. Melalui evaluasi diri pebelajar dapat melihat kelebihan maupun kekurangannya, untuk
selanjutnya kekurangan ini menjadi tujuan perbaikan (improvement goal). Dengan demikian,
pebelajar lebih bertanggung jawab terhadap proses dan pencapaian tujuan belajarnya.

Rolheiser dan Ross (2005) mengajukan suatu model teoretik untuk menunjukkan
kontribusi evaluasi diri terhadap pencapaian tujuan. Model tersebut menekankan bahwa, ketika
mengevaluasi sendiri performansinya, peserta didik terdorong untuk menetapkan tujuan yang
lebih tinggi (goals). Untuk itu, peserta didik harus melakukan usaha yang lebih keras (effort).
Kombinasi dari goals dan effort ini menentukan prestasi (achievement); selanjutnya prestasi ini
berakibat pada penilaian terhadap diri (self-judgment) melalui kontemplasi seperti pertanyaan,
‘Apakah tujuanku telah tercapai’? Akibatnya timbul reaksi (self-reaction) seperti ‘Apa yang aku
rasakan dari prestasi ini?’

Goals, effort, achievement, self-judgment, dan self-reaction dapat terpadu untuk


membentuk kepercayaan diri (self-confidence) yang positif. Kedua penulis menekankan bahwa
sesungguhnya, evaluasi diri adalah kombinasi dari komponen self-judgment dan self-reaction
dalam model di atas. Model tersebut digambarkan dalam bagan berikut.
Kedua penulis meyakini bahwa evaluasi diri dapat meningkatkan hasil belajar, karena
kegiatan evaluasi diri:

a) dapat memusatkan perhatian pebelajar pada tujuan pembelajaran,

b) memberikan informasi pada guru mengenai hal-hal yang masih kurang atau belum
tercapai dalam pembelajaran.

c) dapat lebih meningkatkan perhatian pebelajar pada asesmen, dan

d) meningkatkan motivasi pebelajar.

Dalam khasanah asesmen otentik, evaluasi diri dapat dilakukan secara tersendiri, dapat pula
menjadi salahsatu elemen utama asesmen portofolio. Asesmen portofolio sebagai suatu asesmen
yang bersifat berkelanjutan baik pada proses maupun hasil belajar. Melalui evaluasi diri, guru
dapat memantau perkembangan kemampuan pebelajar seiring dengan berkembangnya
kemampuan metakognisinya akibat dari latihan evaluasi diri. Karena itu, evaluasi diri disebut
sebagai kunci asesmen portofolio (O’Malley & Valdez Pierce, 1996).

2.3 Menulis Bahasa Inggris


Kegiatan menulis, khususnya menulis Bahasa Inggris, adalah suatu proses kognitif dan
kreatif yang terjadi secara berulang-ulang tetapi tidak linier. Proses menulis adalah suatu
kegiatan kognitif. Sebagai suatu proses kognitif, menulis adalah suatu alat yang digunakan untuk
menuangkan buah pikiran. Secara kognitif, di dalam pikiran terdapat suatu skema yang
mengandung potensi makna. Potensi ini berkembang karena adanya stimulus dari luar dan akan
terjadi suatu transaksi antara potensi itu dengan pengaruh luar tersebut. Jadi untuk berkembang
dengaan optimal, diperlukan faktor mediasi (Confrey, 1995), yaitu suatu intervensi lingkungan
yang membangkitkan potensi yang ada dan menjadikannya suatu kemampuan.

Menulis juga suatu proses kreatif. Kreativitas dikaitkan dengan fungsi dasar manusia, yaitu
berpikir, merasa, menginderakan, dan intuisi (Semiawan, 1997). Kreativitas merupakan ekspresi
tertinggi dari sintesa atas semua fungsi dasar manusia tersebut. Kreativitas dalam proses menulis
tercermin dari topik yang dipilih, cara mengembangkan alur (plot) tulisan, serta pemilihan
kosakata dan pola-pola kalimat yang menunjukkan gaya (style) seorang penulis. Hasil transaksi
tersebut merupakan sesuatu yang baru dan unik. Karena peran unsur kreativitas ini, setiap karya
tulis tidak pernah ada yang persis sama satu sama lain. Keunikan suatu karya tulis mencerminkan
kreativitas penulisnya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tulisan adalah refleksi dari
pikiran kreatif, dan karena ia merupakan hasil transaksi maka ia sekaligus juga mengembangkan
pikiran (menambah skema yang telah ada sebelumnya).

Berdasarkan kajian teori di atas, kemampuan menulis merupakan suatu kemampuan yang
dihasilkan dari suatu proses menulis yang melibatkan faktor kognitif dan kreativitas dimana
potensi yang dimiliki dan pengaruh faktor lingkungan bertransaksi untuk membentuk
kemampuan menulis yang mencakup lima dimensi kemampuan yaitu kemampuan menemukan
ide (isi) tulisan, susunan/organisasi ide, struktur kalimat, kosakata dan gaya (style), dan mekanik.

4. Simpulan

4.1 Simpulan
Berdasarkan uraian hasil dua penelitian tentang evaluasi diri dalam pembelajaran Bahasa
Inggris di atas, dan pembahasan atas hasil-hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa:

1. Evaluasi diri sebagai salahsatu jenis asesmen otentik terbukti dapat meningkatkan kualitas
pembelajaran Bahasa Inggris, khususnya perkuliahan menulis.

2. Dengan penerapan teknik evaluasi diri secara optimal dalam pembelajaran menulis, dapat
ditingkatkan hasil belajar menulis siswa, efisiensi waktu pembelajaran di kelas karena
mahasiswa dapat bekerja di luar kelas dengan pedoman ceklis evaluasi diri, dan dapat mendidik
mahasiswa untuk merasakan ownership atas kinerja dan karyanya, dan belajar mengambil resiko
atas belajarnya (risk-taking) melalui kegiatan pembelajaran mandiri berbantuan ceklis evaluasi
diri. Semua ini dapat melahirkan autonomous learners, yang merupakan tujuan akhir dari suatu
proses pembelajaran.

3. Dalam implementasinya pada pembelajaran, kegiatan evaluasi diri ternyata tidak instant-
effective. Hal ini disebabkan oleh paling tidak tiga hal. Pertama, faktor budaya pendidikan kita
yang hingga kini masih bersifat top-down, dimana siswa sangat tergantung pada gurunya.
Orientasi tradisional ini lebih lagi terlihat pada kegiatan penilaian dimana siswa merasa tidak
berhak menilai dirinya. Bagi mereka, satu-satunya agen penilai adalah guru. Kedua, faktor
psikologis, dimana siswa merasa tidak mampu melakukan penilaian dan jika hal tersebut
ditugaskan padanya akan menimbulkan rasa cemas. Ketiga, dari kedua faktor di atas,
menimbulkan masalah pengelolaan pembelajaran (pedagogik), yaitu kesulitan dalam mengajar
siswa melakukan evaluasi diri karena mereka dihalangi oleh dua faktor di atas.

4. Mengingat pentingnya evaluasi diri dalam pembelajaran, dan besarnya tantangan dalam
memulai mengimplementasikannya, diperlukan suatu mekanisme bertahap dalam fase-fase.

You might also like