You are on page 1of 14

Pembengkakan Pada Cairan Sendi Lutut (Kista Baker)

Dipublikasikan pada 22 May 2010 oleh Wawan Lodro


Kata Kunci: Cairan Sendi Lutut, Kista Baker, Pembengkakan Pada Cairan Sendi Lutut

Kista Baker adalah pembengkakan yang disebabkan oleh cairan dari sendi lutut menonjol di bagian
belakang lutut. Bagian belakang lutut juga disebut sebagai daerah poplitea lutut. Kista Baker kadang-kadang disebut kista
poplitea. Ketika cairan berlebihan cairan membentuk kantung berisi cairan dari kista Baker. Pemberian nama ini untuk diilhami
dari ahli bedah Inggris William Morrant Baker (1839-1896). Dokter inilah yang pertama kali meneliti kista dibelakang lutut.

Gejalanya:

Gejala sangat mudah dikenali yakni terdapat Tonjolan halus di belakang sendi lutut atau di atas betis. Kista Baker biasanya tidak
menimbulkan rasa sakit sebelum pecah. Hal ini dapat menyebabkan sakit ringan atau tidak nyaman di belakang lutut, terutama
ketika berolahraga. Jika kista pecah, bisa menyebabkan pembengkakan yang menyakitkan. Gejala-gejala kista pecah serupa
dengan thrombophlebitis dari tungkai bawah.

Perawatannya:

Perawatan kista biasanya menyesuaikan dengan penyakit yang menjadi penyebabnya. Suntikan kortison ke dalam kista dapat
mengurangi ukuran kista dan peradangan yang terjadi. Jika kista besar dan menyebabkan rasa sakit dianjurkan untuk dibedah.

Introduksi

a. Definisi

Suatu tindakan pembedahan  yang berupa  pengangkatan kista yang baisanya terletak pada daerah poplitea

b. Ruang lingkup

Benjolan pada poplitea oleh karena distensi cairan pada bursa gastroknemius semimembranosus

c. Indikasi operasi

Kista baker

f. Pemeriksaan Penunjang

 USG poplitea
 CT scan
 MRI

Teknik Operasi

 Penderita posisi miring dengan lutut yang terdapat kista baker diletakkan di bawah.
 Desinfeksi lapangan pembedahan → dipersempit dengan linen steril.
 Incisi lazy S diperdalam lapis demi lapis melewati subkutis sampai dengan masa kista.
 Kista dibebaskan dari jaringan sekitarnya sampai dengan pangkal kista → dipotong dan dilakukan kauterisasi sisa
kantong kista.
 Luka operasi kemudian ditutup lapis demi lapis

g. Komplikasi operasi

 Perdarahan
 Komplikasi lanjut berupa residif kista

h. Perawatan Pascabedah

Pasca bedah penderita dapat langsung pulang

i. Follow-up

Tidak terdapat follow up khusus pada penderita pasca eksisi kista baker

17 Mei 2010

Osteomyelitis adalah merupakan infeksi tulang dan sumsum tulang yang disebabkan bakteri pyogen dimana
mikroorganisme berasal dari fokus di tempat lain dan beredar melalui sirkulasi darah.

Osteomyelitis hematogen akut

Merupakan infeksi tulang dan sumsum tulang akut yang disebabkan bakteri pyogen dimana mikroorganisme
berasal dari fokus di tempat lain dan beredar melalui sirkulasi darah. Sering ditemukan pada anak-anak dan sangat
jarang pada orang dewasa. Diagnosis yang dini sangat penting, oleh karena prognosis tergantung dari pengobatan yang
tepat dan segera.

Etiologi

Faktor predisposisi

1. Umur, terutama mengenai bayi dan anak-anak

2. Jenis kelamin; lebih sering pada laki-laki

3. Trauma; hematoma akibat trauma pada daerah metafisis

4. Lokasi; pada daerah metafisis, karena merupakan daerah aktif terjadinya pertumbuhan tulang

5. Nutrisi; lingkungan dan imunitas yang buruk serta adanya fokus infeksi sebelumnya

Osteomyelitis hematogen akut dapat disebabkan oleh :

1. Staphylococcus aureus β-hemolyticus

2. Haemophylus influenzae, pada anak dibawah umur 4 tahun

3. Organisme lain, seperti E. coli, Pseudomonas aeruginosa, proteus mirabilis dan lain-lain.

Patologi dan patogenesis

Penyebaran osteomyelitis terjadi melalui dua cara, yaitu :


1. Penyebaran umum

· Melalui sirkulasi darah berupa bakteriemi dan septikemi,

· Melalui embolus infeksi yang menyebabkan infeksi multifokal pada daerah lain.

2. Penyebaran local

 Subperiosteal abses akibat penerobosan abses melalui periosteum,


 Selulitis akibat abses subperiosteal menembus sampai dibawah kulit,
 Penyebaran ke dalam sendi sehingga terjadi arthritis septic.
 Penyebaran ke medulla tulang sekitarnya sehingga system sirkulasi dalam tulang terganggu. Hal ini menyebabkan
kematian tulang local dengan terbentuknya tulang mati (sekuester)

Teori terjadinya infeksi pada daerah metafisis yaitu :

1. Teori vascular (Trueta)

Pembuluh darah pada daerah metafisis berkelok-kelok, membentuk sinus-sinus dengan akibat aliran darah menjadi lebih
lambat. Aliran ini akan menyebabkan mudahnya bakteri untuk berkembang biak.

2. Teori fagositosis (Rang)

Daerah metafisis merupakan daerah pembentukan RES. Bila terjadi infeksi, bakteri akan difagosit oleh sel-sel fagosit matur
di tempat ini. Meskipun demikian, di daerah ini terdapat juga sel-sel fagosit immatur yang tidak dapat memfagosit bakteri,
sehingga beberapa bakteri tidak difagositer dan berkembang biak di daerah ini.

3. Teori trauma

Bila trauma artificial dilakukan pada binatang percobaan maka akan terjadi hematoma pada daerah lempeng epifisis. Dengan
penyuntkkan bakteri secara intravena, akan terjadi infeksi pada daerah hematoma tersebut..

Patologi yang terjadi pada osteomyelitis hematogen akut tergantung pada factor predisposisi. Infeksi terjadi melalui
sirkulasi dari focus di tempat lain dalam tubuh pada fase bakteriemi dan dapat menimbulkan septicemia. Embolus
infeksi kemudian masuk kedalam juksta epifisis pada daerah metafisis tulang panjang. Fase selanjutnya terjadi
hyperemia dan edema di daerah metafisis disertai pembentukkan pus. Terbentuknya pus dalam tulang dimana jaringan
tulang tidak dapat berekspansi akan menyebabkan tekanan dalam tulang bertambahsehingga akan mengakibatkan
terganggunya sirkulasi dan timbul trombosis pada sirkulasi tulang yang akhirnya menyebabkan nekrosis tulang.
Disamping proses yang itu, pembentukkan tulang baru yang ekstensif terjadi pada bagian dalam periosteum sepanjang
diafisis (terutama pada anak-anak) sehingga terbentuk suatu lingkungan tulang seperti peti mayat yang disebut
involucrum dengan jaringan sekuestrum didalamnya. Proses ini terlihat pada akhir minggu ke dua. Apabila pus
menembus tulang maka terjadi pengaliran pus dari involucrum melalui lubang yang disebut kloaka/sinus jaringan lunak
dan kulit.

Pada tahap selanjutnya, penyakit akan berkembang menjadi osteomyelitis kronis. Pada daerah tulang kanselosa, infeksi
dapat terlokalisir serta diliputi oleh jaringan fibrosa yang membentuk abses tulang kronis (abses Brodie).

Bedasarkan umur dan pola vaskularisasi pada daerah metafisis dan epifisis, trueta membagi proses patologi pada
osteomyelitis hematogen akut atas tiga jenis :

1. Bayi

Adanya pola vaskularisasi foetal menyebabkan penyebaran infeksi dari metafisis dan epifisis dengan masuk kedalam sendi,
sehingga seluruh tulang termasuk sendi dapat terkena.lempeng epifisis biasanya lebih resisten terhadap infeksi.

2. Anak
Dengan terbentuknya lempeng epifisis serta osifikasi yang sempurna, resiko infeksi pada epifisis berkurang karena lempeng
epifisis merupakan barier terhadap infeksi. Selain itu, tidak ada hubungan vaskularisasi yang berarti antara metafisis dan
epifisis. Infeksi pada sendi hanya dapat terjadi bila ada infeksi intraartikular.

3. Dewasa

Osteomyelitis hematogen akut sangat jarang terjadi karena lempeng epifisis telah hilang. Walaupun infeksi dapat menyebar
ke epifisis, namun infeksi intraartikuler sangat terjadi. Abses subperiosteal juga sulit terjadi karena periosteum melekat erat
dengan korteks.

Gambaran Klinis

Gambaran klinis osteomielitis hematogen tergantung dari stadium patogenesis dari penyakit. Osteomielitis hematogen
akut berkembang secara progresif/cepat. Pada keadaan ini mungkin dapat ditemukan adanya infeksi bacterial pada kulit
dan saluran nafas bagian atas.Gejala dapat berupa nyeri yang konstan pada daerah infeksi, nyeri tekan dan terdapat
gangguam anggota gerak yang bersangkutan.

Gejala umum timbul akibat bakteremia dan septicemia, berupa :

· Panas tinggi,

· Nafsu makan berkurang.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan :

· Nyeri tekan

· Gangguan pergerakan sendi oleh karena pembengkakan sendi dan gangguan akan bertambah berat jika terjadi spasme local.
Gangguan sendi juga dapat disebabkan oleh efusi sendi atau infeksi sendi (arthritis septic)

Pada orang dewasa lokalisasi infeksi biasanya pada daerah vertebra torako-lumbal yang terjadi akibat torakosintesis
atau akibat prosedur urologis dan dapat ditemukan adanya riwayat kencing manis, malnutrisi, adiksi obat-obatan atau
pengobatan dengan imuno supresif.

Pemeriksaan Laboratorium :

1. Pemeriksaan Darah

· Sel darah putih meningkat sampai 30.000 disertai peningkatan LED.

· Pemeriksaan titer antibody anti stafilokokus.

· Pemeriksaan Kultur darah untuk menentukan jenis bakterinya (50% positif) dan diikuti dengan uji sensitivitas. Juga
harus diperiksa adanya penyakit anemia sel sabit yang merupakan jenis osteomielitis yang jarang.

2. Pemeriksaan feses

Pemeriksaan feses untuk kultur dilakukan apabila terdapat kecurigaan infeksi oleh bakteri salmonella.

3. Pemeriksaan biopsy

Dilakukan pada tempat yang dicurigai .

4. Pemeriksaan Ultrasound
Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan adanya efusi pada sendi.

5. Pemeriksaan radiologist

Pemeriksaan foto polos dalam 10 hari pertama, tidak ditemukan kelainan radiologist yang berarti dan mungkin hanya
ditemukan pembengkakan jaringan lunak. Gambaran destruksi tulang dapat terlihat setelah 10 hari berupa rarefraksi
tulang yang bersifat difus pada daerah metafisis dan pembentukan tulang baru dibawah periosteum yang terangkat.

Komplikasi :

1. Septikemia
2. Infeksi yang bersifat metastatik
3. Artritis supuratif
4. Gangguan pertumbuhan
5. Osteomielitis kronis

Diagnosa Banding :

1. Selulitis
2. Artritis supuratif akut
3. Demam reumatik
4. Krisis sel sabit
5. Penyakit gaucher
6. Tumor Ewing.

Pengobatan :

1. Istirahat dan pemberian analgesic


2. Pemberian cairan intravena dan kalau perlu transfuse darah
3. Istirahat local dengan bidai atau traksi
4. Pemberian Antibiotik secepatnya sesuai dengan penyebab utama yaitu Stafilokokus aureus, sambil menunggu hasil
biakan kuman. Antibiotic diberikan 3-6 minggu, Antibiotik tetap diberikan 2 minggu setelah LED normal.
5. Drainase Bedah, dilakukan apabila setelah 24 jam pengobatan local dan sistemik antibiotic gagal (tidak ada perbaikan
KU), drainase dilakukan selama beberapa hari dengan menggunakan cairan NaCl dan dengan antibiotic.

Osteomyelitis Hematogen Subacute

Gejala Osteomyelitis hematogen subacute lebih ringan oleh karena organisme yang menyebabkan kurang
purulen dan penderita lebih resisten

Etiologi

Osteomyelitis hematogen subacute biasanya disebabkan oleh staphylococcus aureus dan umumnya berlokasi dibagian
distal femur dan proksimal tibia.

Patologi

Biasanya terdapat cavitas dengan batas tegas pada tulang kanselosa dan mengandung cairan semipurulen. Kavitas
dilingkari oleh jaringan granulasi yang terdiri dari sel-sel inflamasi acute dan kronik dan biasanya terdapat penebalan
trabekula

Gambaran Klinis

 Atrofi otot
 Nyeri local
 Sedikit pembengkakan
 Dan dapat pula penderita menjadi pincang
 Terdapat rasa nyeri pada daerah sekitar sendi selama beberapa minggu atau mungkin berbulan-bulan.
 Suhu tubuh penderita biasanya normal

Diagnosis

Foto roentgen biasanya ditemukan kavitas berdiameter 1-2 cm, terutama pada daerah metafisis dari tibia dan femur atau
kadang-kadang pada daerah diafisis tulang panjang.

Pemeriksaan labratorium

 Leukosit normal
 LED meningkat

Pengobatan

Pengobatan yang diberikan berupa pemberian antibiotic yang adekuat selam 6 minggu, apabila diagnosis ragu-ragu,
maka dapat dilakukan biopsy dan kuretase.

Osteomyelitis Sklerosing/Garre

Adalah suatu osteomyelitis subacute dan terdapat kavitas yang dikelilingi jaringan sclerotic pada daerah
metafisis, dan diaphisis tulang panjang. Penderita biasanya remaja dan orang dewasa, terdapat rasa nyeri dan sedikit
pembengkakan pada tulang

Pemeriksaan radiologist

Terlihat adanya kavitas yang dilingkari jaringan sklerotis dan tidak ditemukan kavitas yang sentral, hanya berupa suatu
cavitas yang difus.

Pengobatan

· Eksisi

· Kuretase

Osteomyelitis Pasca Trauma

Osteomyelitis akibat fraktur terbuka merupakan osteomylitis yang paling sering ditemukan pada orang
dewasa. Pada suatu fraktur terbuka dapat ditemukan kerusakan jaringan, kerusakan pembuluh darah, edema, hematoma
dan hubungan antara fraktur dan dunia luar. Sehingga pada fraktur terbuka umumnya menjadi infeksi,

Etiologi

Staphylokokus aureus, E. Colli, pseudomonas dan kadang-kadang oleh bakteri anaerobic, seperti clostridium,
streptococcus anaerob atau bakteriodes.

Gambaran Klinis

· Demam

· Nyeri

· Pembengkakan pada daerah fraktur


· Dan sekresi pus pada luka

Laboratorium

Pada fraktur terbuka perlu dilakukan pemeriksaan biakan kuman guna menentukan kuman penyebabnya, pada
pemeriksaan darah ditemukan leukositosis dan peningkatan LED.

Pengobatan

Prinsip penanganan pada kelainan ini sama dengan osteomyelitis lainnya, pada fraktur terbuka sebaiknya dilakukan
pencegahan infeksi melalui pembersihan dan debridement luka. Luka dibiarkan terbuka dan diberikan antibiotic
adekuat.

Osteomyelitis Pasca Operasi

Osteomyelitis jenis ini terjadi setelah suatu operasi tulang (terutama pada operasi yang menggunakan
implant), dimana invasi bakteri disebabkan oleh lingkungan bedah. Gejala infeksi dapat timbul segera setelah operasi
atau beberapa bulan kemudian

Osteomyelitis pasca operasi yang paling ditakuti adalah osteomyelitis setelah suatu operasi artoplasty. Pada
keadaan ini pencegahan lebih penting dari pada pegobatan.

Pengobatan

Pada operasi tanpa implant : pengobatannya sama dengan ostemyelitis post trauma dengan kerusakan jaringan yang
sedikit.

Pada fraktur yang difiksasi internal : Antibiotik IV dengan dosis besar, bila ada abses harus didrainase dan luka
dibiarkan terbuka sampai bersih, jika gagal eksisi bagiang yang infeksi dan nekrosis, dan diirigasi dengan antibiotic
secara intermitten dan suction drainasse mungkin dapat mengontrol infeksi dan mencegah terjadinya osteomyelitis
kronis.

Osteomyelitis Kronis

Osteomyelitis kronis umumnya merupakan lanjutan dari osteomyelitis akut yang tidak terdiagnosis, atau
tidak diobati dengan baik. Osteomyelitis kronis dapat juga terjadi setelah fraktur terbuka atau setelah operasi pada
tulang

Etiologi

Bakteri penyebab osteomyelitis kronis terutama oleh staphylokokus aureus atau E. Colli, proteus, pseudomonas.
Staphylokokus epidermidis merupakan penyebab utama osteomyelitis kronis pada operasi-operasi orthopedic yang
menggunakan implant.

Patologi dan Patogeneses

Infeksi tulang dapat menyebabkan terjadinya sekuestrum yang menghambat terjadinya resolusi dan penyembuhan
spontan yang normal pada tulang. Sekustrum ini merupakan benda asing bagi tulang dan mencegah terjadinya
penutupan kloaka (pada tulang) dan sinus (pada kulita) sekuetrum diselimuti oleh involucrum yang tidak dapat keluar
atau dibersihkan dari medulla tulang kecuali dengan tindakan operasi. Proses selanjutnya terjadi destruksi dan sclerosis
tulang yang dapat ditunjukanan melalui foto roentgen.

Gambaran klinis

 Keluarnya cairan dari luka atau sinus setelah operasi, yang bersifat menahun.
 Demam
 Nyeri local yang hilang timbul didaerah anggota gerak tertentu
 Pada Pemeriksaan Fisik : adanya sinus, fistel, atau sikatrik bekas operasi dengan nyeri tekan, mungkin dapat ditemukan
sekuestrum yang menonjol keluar melalui kulit.
 Biasanya terdapat riwayat fraktur terbuka atau osteomyelitis pada penderita

Laboratorium

 Peningkatan LED
 Leukositosis
 Peningkatan titer antibody anti staphylococcus
 Pemeriksaan kultur dan uji sensitifitas diperlukan untuk menentukan organisme penyebabnya

Pemeriksaan radiologist

 Foto polos : ditemukan tanda-tanda porosis dan sclerosis tulang, penebalan periost, elevasi periosteum dan mungkin
adanya sekuetrum
 Radiology scanning : membantu menegakkan diagnosis osteomyelitis kronis.
 CT Scan dan MRI : bermanfaat untuk membuat rencana pengobatan serta untuk melihat sejauh mana kerusakan tulang
yang terjadi.

Pengobatan

1. Pemberian antibiotic : untuk mencegah terjadinya penyebaran infeksi pada tulang sehat lainnya, mengontrol eksaserbasi akut

2. Tindakan opertif : dilakukan bila fase eksaserbasi akut telah reda, setelah pemberian antibotik yang adekuat, operasi yang
dilakukan bertujuan untuk mengeluarkan seluruh jaringan nekrotik, baik jaringan lunak maupun jaringan tulang
(sekuestrum) sampai jaringan sehat sekitarnya. Selanjutnya dilakukan drainasse kemudian irigasi secara kontinu selama
beberapa hari. Adakalanya diperlukan penanaman rantai antibiotic didalam bagian tulang yang infeksi. Sebagai dekompresi
pada tulang dan memudahkan antibiotik mencapai sasaran dan mencegah penyebaran osteomyelitis lebih lanjut.

Komplikasi

1. Kontraktur sendi

2. Penyakit ameloid

3. Fraktur patologis

4. Perubahan menjadi ganas pada jaringan epidermis

5. Kerusakan epiphisis sehingga terjadi gangguan pertumbuhan.

INFEKSI TUBERKULOSA

Tuberkolosis Tulang dan Sendi

Faktor predisposisi tuberculosis adalah :

- Nutrisi dan sanitasi yang jelek

- Ras ; banyak ditemukan pada orang Asia, Meksiko, Indian dan Negro

- Trauma pada tulang dapat merupakan lokus minoris


- Umur ; terutama ditemukan setelah umur satu tahun, paling sering pada umur 2-10 tahun.

- Penyakit sebelumnya, seperti morbili dan varisela dapat memprovokasi kuman.

- Masa kehamilan dan pubertas dapat mengaktifkan tuberculosis.

Patologi :

1. Primer kompleks

Lesi primer biasanya pada paru-paru, faring atau usus dan kemudian pada saluran limfe menyebar ke limfonodus regional
dan disebut sebagai kompleks primer

2. Penyebaran Sekunder

Bila daya tahan tubuh penderita menurun, maka terjadi penyebaran melalui sirkulasi darah menghasilkan tuberculosis milier
dan meningitis. Keadaan ini dapat terjadi setelah beberapa bulan atau beberapa tahun kemudian dan bakteri dideposit pada
jaringan ekstra-pulmoner.

3. Lesi tersier

Tulang dan sendi merupakan tempat lesi tersier dan sebanyak 5 % dari tuberculosis paru akan menyebar dan berakhir
sebagai tuberculosis sendi dan tulang. Pada saat ini kasus-kasus tuberculosis paru masih tinggi dan kasus tuberculosis tulang
dan sendi juga diperkirakan masih tinggi.

Osteomyelitis Tuberkulosa.

Osteomyelitis tuberkulosa selalu merupakan penyebaran sekunder dari kelainan tuberkulosa dari tempat lain
terutama dari paru-paru.Seperti pada osteomyelitis hematogen akut, penyebaran infeksi juga terjadi secara hematogen
dan biasanya mengenai anak-anak.Perbedaannya, osteomyelitis hematogen akut umumnya terdapat pada daerah
metafisis sementara osteomyelitis tuberkulosa terutama mengenai daerah tulang belakang.

Spondilitis Tuberkulosa (Penyakit Pott)

Tuberkulosis tulang belakang atau dikenal juga dengan spondilitis tuberkulosa merupakan peradangan
granulomatosa yang bersifat kronik destruktif oleh mikobakterium tuberkulosa. Tuberkulosis tulang belakang selalu
merupakan infeksi sekunder dari focus di tempat lain dalam tubuh. Percivall Pott ( 1793) adalah penulis pertama
tentang penyakit ini dan menyatakan terdapat hubungan antara penyakit ini dengan deformitas tulang belakang yang
terjadi, sehingga penyakit ini disebut juga penyakit Pott.

Insidens

Spondilitis tuberkulosa mrupakan 50% dari seluruh tuberkulosis tulang dan sendi yang terjadi. Spondilitis
tuberkulosa terutama ditemukan pada kelompok umur 2-10 tahun engan perbandingan yang sama antara wanita dan
pria.

Etiologi

Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari tuberculosis di tempat lain dari tubuh.90-95 %
disebabkan oleh M.tuberculosis typik, 5-10 % oleh M.tuberkulosis atypik. Lokalisasi spondilitis tuberkulosa terutama
pada daerah vertebra torakal bawah dan lumbal atas, sehingga diduga adanya infeksi sekunder dari suatu tuberkulosa
traktus urinarius, yang penyebabnya melalui vena paravertebralis.

Patofisiologi
Penyakit ini pada umumnya mengenai lebih dari satu vertebra. Infeksi berawal dari bagian sentral bagian
depan atau daerah epifisial corpus vertebra. Kemudian terjadi hiperemi dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis
dan perlunakan corpus. Selanjutnya terjadi kerusakan pada kortek epifisis, discus intervertebralis dan vertebra
sekitarnya. Kerusakan pada bagian depan corpus ini akan menyebabkan kifosis.

Kemudian eksudat (yang terdiri atas serum, leukosit, caseosa, tulang yang fibrosis serta basil tuberkulosa)
menyebar ke depan, di bawah ligamentum longitudinal anterior. Eksudat ini dapat menembus ligamentum dan
berekspansi.

Gambaran Klinis

n Riwayat sakit lama (tulang belakang )

n Cold abces, paresthesia, weakness, gangguan vegetatif

Pemeriksaan Fisik

· Look : deformitas berupa gibbus

adanya abses ( cold abcess )

· Feel : Teraba tnjolan di tulang belakang

Adanya fluktuasi abses

Gangguan sensoris

· Move : Terbatasnya gerak tulang

Berkurangnya kekuatan otot

Pemeriksaan Penunjang

 LED meningkat
 Mantoux test (+)
 Biopsi jarum
 PCR

Radiologis

o Adanya destruksi corpus vertebra


o Angulasi ke posterior (gibbus)
o Paravertebral abses
o Penyempitan disus intervertebralis

Penatalaksanaan

Tujuan :

- Eradikasi

- Perbaiki deformitas

- Cegah komplikasi
Konservatif

 Bed rest
 Perbaiki KU
 Pemasangan brace
 Obat TB : Rifampicin : Dosis oral10mg/KgBB per hari

Pirazinamid : maximal dose 1500 mg

INH : Dosis oral 5 mg/KgBB per hari.

Etambutol : Dosis oral 15-25 mg/KgBB per hari

Standar pengobatan terbagi dua kategori, yaitu :

1. Kategori I

Untuk penderita baru BTA (+) dan BTA (-)/Rontgen (+), diberikan dalam dua tahap, yakni :

· Tahap I : Diberikan Rifampicin 450 mg, Etambutol 750 mg, INH 300 mg dan Pirazinamid 1500 mg. Obat
diberikan setiap hari selama dua bulan pertama (60 kali)

· Tahap II : Diberikan Rifampicin 450 mg, INH 600 mg. Obat diberikan tiga kali seminggu (intermiten) selama
empat bulan (54 kali)

2. Kategori II

Untuk penderita baru BTA (+) yang sudah pernah minum obat selama lebih dari sebulan, termasuk penderita dengan
BTA (+) yang kambuh/gagal, yang diberikan dalam dua tahap, yaitu :

· Tahap I : Diberikan Streptomycin 750 mg (injeksi), INH 300 mg, Rifampisin 450 mg, Pirazinamid 1500 mg dan
Etambutol 750 mg. Obat diberikan setiap hari, Streptomycin injeksi hanya dua bulan pertama, dan obat
lainnya selama tiga bulan (90 kali)

· Tahap II : Diberikan INH 600 mg, Rifampisin 450 mg dan Etambutol 1250 mg. Obat diberikan tiga kali
seminggu (intermiten) selama lima bulan (66 kali)

Kriteria penghentian penggunaan obat dilakukan apabila :

1. Keadaan Umum penderita bertambah baik.

2. LED menurun

3. Gejala klinis berupa nyeri dan spasme berkurang

4. Gambaran radiologis ditemukan adanya union pada vertebrae yang terserang.

Syarat Konservatif :

n Tidak ada abses

n Tidak adadefisit neurologis

n Tidak ada kifosis


Operatif

Ø Anterior dan posterior fusi

Ø Dilanjutkan pemakaian brace → 6 bln

Diagnosa Banding

Tumor metastase : pada tumor metastase terdapat discus intact

Komplikasi

PARAPLEGI ( Pott’s paraplegia )

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya (Smeltzer S.C & Bare
B.G, 2001) atau setiap retak atau patah pada tulang yang utuh (Reeves C.J, Roux G & Lockhart R, 2001).

Fraktur adalah masalah yang akhir-akhir ini sangat banyak menyita perhatian masyarakat, pada arus mudik dan arus balik hari
raya idulfitri tahun ini banyak terjadi kecelakaan lalu lintas yang sangat banyak yang sebagian korbannya mengalami fraktur.
Banyak pula kejadian alam yang tidak terduga yang banyak menyebabkan fraktur. Sering kali untuk penanganan fraktur ini tidak
tepat mungkin dikarenakan kurangnya informasi yang tersedia contohnya ada seorang yang mengalami fraktur, tetapi karena
kurangnya informasi untuk menanganinya Ia pergi ke dukun pijat, mungkin karena gejalanya mirip dengan orang yang terkilir.

Daftar isi

[sembunyikan]

 1 Prevalensi
 2 Jenis fraktur
 3 Manifestasi klinis
 4 Pemeriksaan
 5 Penatalaksanaan

[sunting] Prevalensi

Fraktur lebih sering terjadi pada orang laki-laki daripada perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan
dengan olahraga, pekerjaan atau kecelakaan. Sedangkan pada Usila prevalensi cenderung lebih banyak terjadi pada wanita
berhubungan dengan adanya osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon.

[sunting] Jenis fraktur

1. Complete fraktur (fraktur komplet), patah pada seluruh garis tengah tulang,luas dan melintang. Biasanya disertai
dengan perpindahan posisi tulang.
2. Closed frakture (simple fracture), tidak menyebabkan robeknya kulit, integritas kulit masih utuh.
3. Open fracture (compound frakture / komplikata/ kompleks), merupakan fraktur dengan luka pada kulit (integritas kulit
rusak dan ujung tulang menonjol sampai menembus kulit) atau membran mukosa sampai ke patahan tulang. Fraktur
terbuka digradasi menjadi:
o Grade I: luka bersih dengan panjang kurang dari 1 cm.
o Grade II: luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif.
o Grade III: sangat terkontaminasi, dan mengalami kerusakan jaringan lunak ekstensif.
4. Greenstick, fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainnya membengkok.
5. Transversal, fraktur sepanjang garis tengah tulang.
6. Oblik, fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang.
7. Spiral, fraktur memuntir seputar batang tulang.
8. Komunitif, fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen.
9. Depresi, fraktur dengan frakmen patahan terdorong ke dalam (sering terjadi pada tulang tengkorak dan wajah).
10. Kompresi, fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang).
11. Patologik, fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang, paget, metastasis tulang, tumor).
12. Avulsi, tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendo pada prlekatannya.
13. Epifisial, fraktur melalui epifisis.
14. Impaksi, fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang lainnya.

[sunting] Manifestasi klinis

Nyeri terus menerus, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitus, pembengkakan lokal dan perubahan
warna.

[sunting] Pemeriksaan

Tanda dan gejala kemudian setelah bagian yang retak di imobilisasi, perawat perlu mnilai pain ( rasa sakit ), paloor
( kepucatan/perubahan warna), paralisis ( kelumpuhan/ketidakmampuan untuk bergerak ), parasthesia ( kesemutan ), dan
pulselessnes ( tidak ada denyut )

Rotgen sinar X Pemeriksaan CBC jika terdapat perdarahan untuk menilai banyaknya darah yang hilang.

[sunting] Penatalaksanaan

Segera setelah cidera perlu untuk me- imobilisasi bagian yang cidera apabila klien akan dipindhkan perlu disangga bagian bawah
dan atas tubuh yang mengalami cidera tersebut untuk mencegah terjadinya rotasi atau angulasi.

Prinsip penanganan fraktur meliputi : Reduksi Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan
rotasi anatomis Reduksi tertutup, mengembalikan fragmen tulang ke posisinya ( ujung ujungnya saling berhubungan ) dengan
manipulasi dan traksi manual. Alat yang digunakan biasanya traksi, bidai dan alat yang lainnya. Reduksi terbuka, dengan
pendekatan bedah. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kaawat, sekrup, plat, paku. Iimobilisasi Imobilisasi dapat dilakukan
dengan metode eksterna dan interna Mempertahankan dan mengembalikan fungsi Status neurovaskuler selalu dipantau meliputi
peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan. Perkiraan waktu imobilisasi yang dibutuhkan untuk penyatuan fraktur Lamanya
( minggu )

You might also like