Professional Documents
Culture Documents
A. Peristilahan
Penggunaan istilah Hukum Administrasi Negara (HAN) sedikit banyak dipengaruhi oleh
Keputusan/Kesepakatan pengasuh mata kuliah Fakultas Hukum pada pertemuan di Cibulan
tanggal 26-28 Maret 1973. Sebelum itu, dalam kurikulum minimal tahun 1972, istilah yang
digunakan dalam SK Menteri P dan K tanggal 30 Desember 1972 No. 0198/U/1972 adalah Hukum
Tata Pemerintahan. Meskipun istilah Hukum Tata Pemerintahan tercantum dalam SK tersebut
diatas, namun dalam kenyataan penggunaan istilah itu oleh beberapa fakultas hukum – terutama
fakultas hukum universitas negeri (yang kemudian diikuti juga oleh berbagai fakultas hukum
universitas swasta) tidak seragam. Istilah-istilah yang beranekaragam itu adalah: Hukum Tata
Pemerintahan, Hukum Tata Usaha Negara, Hukum Administrasi Negara.
Administrasi Negara merupakan bagian dari administrasi umum. Ilmu Administrasi Negara
merupakan cabang Ilmu Sosial dan (Ilmu Politik). Pada halaman 2 juga diketengahkan pendapat
Leonard D.White bahwa administrasi negara terdiri atas semua kegiatan Negara dengan maksud
untuk menunaikan dan melaksanakan kebijakan Negara. Pada halaman 3 diketengahkan pendapat
Dimock dan Koening tentang administrasi negara dalam arti luas dan arti sempit. Dalam arti luas,
administrasi negara adalah kegiatan negara dalam melaksanakan kekuasaan politiknya. Dalam arti
sempit, administrasi negara adalah kegiatan eksekutif dalam penyelenggaraan pemerintahan.
B. Pemerintahan
Pengertian pemerintahan dapat difahami melalui dua pengertian: disatu pihak dalam arti
“fungsi pemerintahan” (kegiatan memerintah), dilain pihak dalam arti “organisasi pemerintahan”
(kumpulan dari kesatuan–kesatuan pemerintahan). Apa sebenarnya kandungan dari “fungsi
pemerintahan” itu? Fungsi dari pemerintahan itu dapat ditentukan sedikit banyak dengan
menempatkannya dalam hubungan dengan fungsi perundang-undangan dan peradilan.
Pemerintahan dapat dirumuskan secara negatif sebagai segala macam kegiatan penguasa yang
tidak dapat disebutkan sebagai suatu kegiatan perundang-undangan atau peradilan. Ada ahli
hukum administrasi yang mengatakan bahwa pelaksanaan kekuasaan yang terdiri atas peraturan-
peraturan perundang-undangan yang lebih lanjut (peraturan-peraturan umum tentang
pemerintahan, peraturan-peraturan dari pihak penguasa yang lebih rendah), tidak dapat
dikategorikan dalam hukum administrasi.
Donner (A.M Donner, Nederlands Bestuursrecht, jilid umum, Alphen aan den Rijn,
Nederland, cetakan ulang kelima tahun 1987 hal. 15-17) mengutarakan empat macam bentuk dari
penguasa :
Pemeliharaan ketertiban pada tingkat pertama ialah pengawasan supaya dapat terlaksana
secara teratur. Dapat terdiri dari penetapan peraturan bagi komunikasi timbal balik, yaitu
diserahkan pada masyarakat untuk mengadukan sendiri pelanggaran atas hukum tadi dan
membuatnya berlaku melalui suatu proses (seperti dalam hal lalu lintas). Suatu teknik lain
pemeliharaan ketertiban ialah terikatnya beberapa kegiatan atau keadaan pada suatu
perizinan, pengesahan, persetujuan atau suatu bentuk pemberian kuasa yang lain oleh karena
kegiatan-kegiatan itu pada dasarnya adalah terlarang kecuali jika dilaporkan dan memperoleh
izin.
Sejak dahulu pihak penguasa merupakan tuan tanah. Banyak jalan dan sungai, pantai,
bendungan dan tentu saja bahan-bahan mineral, adalah milik penguasa. Penguasa juga
memiliki kesempatan-kesempatan juridis untuk merampas tanah ataupun menggunakan
tanah itu dengan tujuan membatasi kepentingan umum dan pungutan pajak.
d). Pengusaha
Beberapa kegiatan hanya dapat dilaksanakan oleh pihak penguasa mengingat sifatnya
atau karena diharuskan sesuai dengan undang-undang. Maka kita menyebutkan “jasa-jasa”
pihak penguasa: seperti pertahanan, pekerjaan umum, polisi, pemadam kebakaran, peredaran
mata uang, pendidikan, penyediaan air minum, energi dan saluran air, dll.
Disamping keempat jasa yang diarahkan keluar (ekstern) itu, masih ada yang diarahkan
fungsinya kedalam (intern) yakni pemerintahan sebagai badan organisasi intern. Pemerintahan
intern berbentuk segala macam aturan-aturan organisasi, keputusan-keputusan pengangkatan dan
pemberhentian, aturan-aturan dan keputusan-keputusan mengenai kedudukan hukum pegawai
negeri, keputusan-keputusan tentang bidang pengawasan para pegawai yang kedudukannya lebih
tinggi terhadap yang lebih rendah dan peraturan mengenai penyelesaian sengketa diantara para
pegawai negeri.
Organisasi pemerintahan setelah penyerahan oleh Raffles adalah sebagai berikut: pemerintah
pusat membentuk sebuah sekretariat yang dinamakan “Algemene Secretarie” di Bogor. Pimpinan
urusan “oorlog en marine” diserahkan kepada sebuah departemen; urusan keuangan diserahkan
kepada “Generale Directive van Financien”. Susunan pemerintahan yang sederhana itu baru dapat
dikembangkan lebih luas pada masa Gubernur Jenderal Duymaer van Twist (1851-1856). Sesudah
tahun 1904 susunan departemen adalah sebagai berikut:
1. Pertanian
4. Keuangan
7. Perekonomian
9. Peperangan (oorlog)
10. Angkatan Laut (marine)
Pada tanggal 18 Agustus 1945 dibentuknya UUD Negara RI Tahun 1945, yang dapat
dipandang sebagai akte kelahiran dari Negara Republik Indonesia. Selain itu juga diangkat
Presiden dan Wakil Presiden. Pada tanggal 19 Agustus tahun 1945 oleh PPKI ditetapkan susunan
kementrian negara dan pada tanggal 2 September 1945 Presiden mengangkat menteri-menteri
Negara yang masing-masing mengepalai satu departemen, yaitu: Dalam negeri, Luar negeri,
Kehakiman, Keuangan, Kemakmuran, Kesehatan, Pengajaran dan Pendidikan, Sosial, Pertahanan,
Penerangan, Perhubungan dan Pekerjaan Umum.
Karena saat itu, sistem pemerintahan belum dapat dilaksanakn secara penuh. Maka Belanda
berusaha kembali untuk menguasai negara RI akhirnya melahirkan suatu Negara Serikat, yaitu
Republik Indonesia Serikat dengan konstitusinya disebut dengan Konstitusi RIS. Namun pada
tanggal 17 Agustus 1950 (kurang dari satu tahun masa RIS) bentuk negara kembali ke bentuk
negara kesatuan dan lahirlah Undang-Undang Dasar Sementara tahun 1950. tugas pemerintah di
bidang eksekutif adalah menyelenggarakan kesejahteraan Indonesia dan teristimewa berusaha
supaya UUD, Undang-undang, dan peraturan-peraturan lain dijalankan (Pasal 82). Untuk
membentuk anggota DPR dan Dewan Konstituante, dibawah UUDS tahun 1950 telah
diselenggarakan Pemilu yang pertama kali tanggal 1 April 1954 hingga tanggal 16 Juli 1956. Pada
tanggal 23 Maret 1956 Presiden mengambil sumpah para anggota DPR di Istana Negara Jakarta
dan pada tanggal 10 Nopember melantik anggota Konstituante di gedung Konstituante di
Bandung.
Ternyata hasil pemilu itu kemudian menimbulkan masalah dalam kehidupan ketatanegaraan
Indonesia. Kemelut kabinet terus berlangsung dan akhirnya Presiden Soekarno telah memutuskan
menunjuk dirinya sendiri sebagai Kepala Negara membentukk baru yang dilantik tanggal 9 April
1957 dipimpin oleh Ir. Djoeanda selaku PM, Mr. Hardi selaku WAPERDAM I, K.H. Idham
Khalid selaku WAPERDAM II, kabinet itu terkenal dengan nama Kabinet karya. Berhubung
kabinet karya disandarkan kepada UUDS 1950 yang dinyatakan tidak berlaku melalui Dekrit
Presiden 5 Juli 1959, pada tanggal 6 Juli 1959 kabinet Djoeanda mengembalikan mandat kepada
Presiden. Pada tanggal 9 Juli Presiden membentuk Kabinet baru, yaitu Kabinet Kerja. Kabinet
Kerja terdiri dari tiga kelompok Menteri, yaitu: Menteri Inti, Menteri Muda dan Menteri Ex
Officio (KASAD, KSAU, KSAL, KKN, Jaksa Agung, Wakil Ketua DPA dan Ketua Dewan
Nasional). Susunan Kabinet Kerja kemudian dilengkapi dengan Menko, Ketua DPR dan MPRS
menjadi Menko, sedangkan wakil ketuanya menjadi menteri.
Pada tanggal 29 Desember tahun 1986 telah disahkan dan diundangkan Undang-undang No.
5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Lahirnya UU ini telah memberikan
penghargaan tersendiri bagi hukum administrasi.
b. Melindungi bangsa dan wilayah terhadap kerusuhan dari dalam (pembentukan dan
pemeliharaan hukum; polisi)
c. Penagihan uang pajak dan pengelolaan dana tersebut untuk kepentingan pembiayaan
tugas-tugas negara
Kementerian-kementerian “lama” yang paling terkenal adalah: Departemen Luar Negeri dan
Pertahanan, Dalam Negeri dan Kehakiman, demikian pula Departemen Keuangan. Hukum
Adminaistrasi Modern seringkali merupakan suatu akibat dari kesukaran dan kebutuhan yang
berbagai macam yang kerapkali ada kaitan langsung dengan pertumbuhan penduduk.
Prajudi Atmosudirdjo dalam bukunya Hukum Administrasi Negara merumuskan definisi kerja
hukum administrasi Negara adalah hukum yang secara khas mengenai seluk beluk daripada
administrasi Negara, dan terdiri dari dua tingkatan. Hukum Administrasi Negara Heteronom,
bersumber pada UUD, TAP MPR, dan UU adalah hukum yang mengatur seluk beluk organisasi
dan fungsi administrasi Negara. Hukum Administrasi Negara Otonom, adalah hukum operasional
yang dicipta oleh Pemerintah dan Administrasi Negara sendiri.
Hukum administrasi telah berkembang dalam suasana manakala pihak pemerintah mulai
menata masyarakat dan dalam kaitan itu menggunakan sarana hukum, umpamanya dengan
menetapkan keputusan-keputusan larangan tertentu atau dengan menerbitkan sistem-sistem
perizinan. Perkembangan hukum administrasi umum boleh dikatakan baru saja tumbuh sejak
Perang Dunia Kedua
Dapat dikatakan bahwa perkembangan hukum (pemerintahan) administrasi umum yang
sedang giat dilaksanakan di banyak Negara, bergerak dalam tiga taraf secara berturut-turut.
1. Pada mulanya perkembangan hukum administrasi umum itu hanya merupakan suatu
perkembangan dalam ilmu pengetahuan sendiri.
W.F. Prins mengemukakan bahwa perkembangan hukum administrasi bermula dari lapangan-
lapangan khusus karena kebutuhan untuk mengatur lapangan-lapangan pekerjaan pemerintahan
dalam bidang khusus tertentu. Dalam mengadakan penelitian dan mengembangkan hukum
administrasi disarankan agar dikembangkan bidang-bidang hukum administrasi yang menunjang
Pembangunan Nasional sesuai dengan arah Pembangunan yang digariskan oleh Garis-Garis Besar
Haluan Negara. Dengan demikian dapat dikembangkan bidang-bidang hukum administrasi yang
menunjang pembangunan pertanian, perindustrian dan bidang-bidang lainnya.
Untuk memperoleh gambaran dari keseluruhan aspek hukum administrasi umum itu kita
menggunakan cara pemikiran yang berikut. Hubungan antara pihak pemerintah dengan masyarakat
pada masing-masing bidang urusan pemerintah ditandai oleh dua saluran kegiatan : pihak
pemerintah mempengaruhi masyarakat umum dan masyarakat mempengaruhi kalangan
pemerintah. Pihak pemerintah mempunyai tugas-tugas tertentu terhadap masyarakat seperti
melindungi masyarakat terhadap ancaman luar negeri atau melaksanakan suatu kebijaksanaan
lingkungan.
Hukum administrasi materiil terletak diantara hukum privat dan hukum pidana. Hukum
pidana berisi norma-norma yang begitu penting bagi kehidupan masyarakat sehingga penegakan
norma-norma tersebut tidak diserahkan pada pihak partikelir tetapi harus dilakukan oleh penguasa.
Hukum privat berisi norma-norma yang penegakkannya dapat diserahkan kepada pihak partikelir.
Diantara kedua bidang hukum itu terletak hukum administrasi (hukum antara).
Hukum administrasi jadinya hanya merupakan salah satu dari keseluruhan ilmu-ilmu
pemerintahan, yaitu bagian yang membahas aturan-aturan yang tertulis dan yang tek tertulis dari
pemerintahan umum. dalam ilmu pemerintahan dapat ditemukan dua macam pendekatan:
pendekatan empiris dan pendekatan normatif. Pendekatan empiris bertujuan untuk menelaah
pengaruh yang nyata dari pemerintahan umum, sementara pendekatan normatif menelaah putusan-
putusan normatif.
a. Dorongan dari sudut politik dan pemerintahan. Hukum administrasi tergantung dari apa yang
dibayangkan oleh pihak politik sebagai tugas dari pemerintah. Tentu saja politik itu tidak
mengambil keputusan secara otonom (mandiri) dalam tugas-tugas pemerintah. Perubahan-
perubahan dalam tugas-tugas pemerintah tercermin dalam hukum administrasi terutama dalam
perubahan-perubahan pada bagian-bagian khusus dari hukum administrasi.
BAB II
SUMBER-SUMBER HUKUM ADMINISTRASI
Hukum dapat ditinjau dari berbagai aspek. Seseorang mampu menjelaskan hukum positif
yang berlaku dan secara bersamaan mampu menjelaskan dengan tegas sumber-sumber tempat
hukum positif itu dikaji. Ketika orang menulis suatu studi yang bersifat sejarah, maka sumber-
sumber hukum kebanyakan itu adalah sumber-sumber hukum lain seperti hasil-hasil tulisan ilmu
pengetahuan yang lama, notulen dari sidang rapat, dsb.
Dalam Tap MPR No. V/MPR/1973 tentang Peninjauan Produk-Produk yang Berupa
ketetapan-Ketetapan MPRS RI jo. Ketetapan MPR No.IX/MPR/1978 tentang perlunya
penyempurnaan yang termaktub dalam pasal 3 Tap MPR No. V/MPR/1973, Pancasila Dinyatakan
Sebagai Sumber Dari Segala Sumber Hukum”. Yang artinya bahwa Pancasila adalah pandangan
hidup, kesadaran dan cita-cita hukum serta cita-cita mengenai kemerdekaan individu,
kemerdekaan bangsa, prikemanusiaan, keadilan sosial, perdamaian nasional dan mondial, cita-cita
politik mengenai sifat, bentuk-bentuk dan tujuan negara, cita-cita moral mengenai kehidupan
kemasyarakatan dan keagamaan sebagai pengejawantahan dari Budi Nurani Manusia.
Dalam Tap MPRS No. XX/MPR/1966, bahwa Pancasila itu mewujudkan dirinya dalam:
a. Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945
(Yang dimaksud adalah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang dibacakan oleh Ir.
Soekarno.)
a) Pembubaran Konstituante
b) Berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950
(Adalah UUD 1945 yang terdiri dari Pembukaan / Preambule, batang Tubuh dan Penutup.)
(Berisi perintah kepada Letnan Jendral Soeharto, Mentri/Panglima AD, untuk dan atas
nama Presiden/Panglima Tertinggi ABRI.)
Sumber-sumber hukum dalam arti formal diperhitungkan terutama “bentuk tempat hukum itu
dibuat menjadi positif oleh instansi Pemerintahan yang berwenang”. Dalam arti, bentuk wadah
suatu badan pemerintahan tententu dapat meciptakan badan hukum. Sumber Hukum (formal) di
Indonesia, diatur dalam MPRS No.XX/MPR/1966, berarti UUD 1945, Tap MPR, UU & PP
sebagai Pengganti UU (Perpu), PP, Keppres, Inpres, Permen, serta Instruksi Mentri & Surat
Mentri.
UUD 1945
Tap MPR
UU / Perpu
PP
Keppres
Peraturan pelaksanaan Bawahan lainnya
PENJELASAN
1. UUD 1945
UUD 1945 ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 18
Agustus 1945. UUD ini berlaku hingga 27 Desember 1949, saat berlakunya Konstitusi
RIS. Setelah itu UUD 1945 hanya berlaku di negara bagian RI. Namun Konstitusi RIS
hanya berlaku selama 8 bulan, karena mayoritas rakyat daerah-daerah bagian tidak
menghendaki bentuk negara serikat. Untuk itu, akhirnya ditetapkanlah UU Federal
No.7 Tahun 1950.
Meski UUD 1945 hanya terdiri dari 37 Pasal, tetapi didalamnya telah diatur hal-hal
mendasar dalam berbagai bidang kehidupan. Oleh karena itu, ia semacam
“streefgrondwet”.
2. Tap MPR
Tap MPR ini merupakan putusan majelis yang yang mempunyai kekuatan hukum
mengikat ke luar dan ke dalam MPR. Dan memiliki arti penting di bidang hukum.
Bentuk Tap MPR ini pertama kali keluar pada 1960, yaitu Ketetapan MPRS RI
No.1/MPRS/1960 tentang Manifesto Politik RI sebagai GBHN. Berdasarkan Tap
MPRS No.XX/MPRS/1966 (lampiran) bentuk putusan (peraturan) MPR ini memuat:
Hal ini juga berarti, Ketetapan MPR di satu pihak dapat dilaksanakan dengan
Keputusan Presiden.
3. UU / Perpu
4. PP
Dalam Pasal 5 ayat (2) UUD 1945, ditentukan bahwa PP dibuat dan dikeluarkan oleh
Presiden untuk melaksankan UU. PP memuat aturan-aturan yang sifatnya umum. MA
dalam pemeriksaan tingkat kasasi berwenang untuk menyatakan tidak sah, dengan
alasan kerena PP tersebut bertentangan dengan PP yang lebih tinggi.
5. Keppres
Keppres dikeluarkan oleh Presiden, berbeda dengan PP, Keppres ini memuat keputusan
yang bersifat khusus (einmalig). Seperti diatur dalam Tap MPR No.XX/MPRS/1966.
dalam prakteknya, ada tiga macam Keppres, yaitu:
a. Keppres yang berisi pengangklatan seseorang menjadi Mentri atau menjadi Duta
Besar atau Guru Besar atau Dirjen suatu Departemen.
Adalah hkum yang tidak dibentuk oleh sebuah badan legislatif (unstatutory law),
yaitu hukum yang hidup sebagai konvensi di badan-badan hukum negara, hukum yang
timbul karena putusan hakim, dan hukum kebiasaan yang hidup di dalam masyarakat.
Singkatnya adalah “Hukum Adat” yang dipakai dalam ilmu pengetahuan hukum.
d. Hukum Internasional.
Keputusan ini dibuat baik untuk menyelenggarakan hubungan dalam lingkungan alat-
alat perlengkapan negara yang membuatnya dengan seorang partikelir.
8. Doktrin
Sumber-sumber hukum dalam artian sosiologis merupakan lapangan pekerjaan bagi seorang
sosiolog hukum. Namun penelaahan sumber-sumber hukum juga dapat relevan bagi seseorang
yang mempelajari hukum dalam sisi yang formal yang akhir-akhir ini sering dibandingkan dengan
sumber-sumber sosiologis hukum.
2. Hubungan-hubungan politik dalam corak penting dalam menentukan apakah suatu tugas
umum tertentu dilakukan oleh provinsi atau kota praja atau oleh pemerintah pusat atau
badan-badan swasta.
1) Sebagai sumber pengenal dari hukum yang berlaku pada suatu saat tertentu
2) Sebagai sumber tempat asal pembuat UU yang menggalinya dalam sistem suatu aturan
menurut UU.
Menurut para sejarawan hukum, hal yang paling penting adalah sumber pertama., yaitu
dokumen-dokumen resmi kuno, buku-buku ilmiah, majalah-majalah, dsb.
BAB III
SUSUNAN PEMERINTAH
A. Tinjauan Umum
Dalam membuat struktur dalam dan hubungan pemerintahan umum mutlak bahwa yang
digunakan adalah bahasa yang sama dan tingkat pengertian yang sama. Perlu didapatkan suatu
gambaran yang baik dalam berbagai macam kelembagaan pemerintah. Karena di banyak negara
orang melihat bahwa lembaga-lembaga pemerintah selalu berubah-ubah. Untuk badan-badan yang
terpenting dari Pemerintah Pusat, propinsi-propinsi dan kotapraja-kotapraja umumnya cukup stabil
(tidak berubah), akan tetapi untuk badan-badan pemerintahan, BUMN, dan sebagainya terlihat
dinamika/perubahan yang cukup besar. Misalnya BUMN yang diswastakan atau perusahaan
swasta yang dinasionalisasikan.
Dalam menciptakan tata tertib dalam banyaknya bentuk-bentuk organisasi itu dapat
dilakukan paling baik dengan pndekatan pada struktur formal dari organisasi pemerintahan seperti
yang diatur dalam peraturan perundang-undangan dengan cara pendekatan bersifat yuridis
pemerintahan. Pendekatan yang bersifat yuridis pemerintahan menyangkut hal bahwa kita bertolak
dari istilah-istila dan pertimbangan-pertimbangan yang bersifat yuridis. Ada 4 macam pembedaan
yang penting dalam hal ini, yaitu :
a. Pembedaan antara Wewenang yang sifatnya Hukum Publik dengan Wewenang Hukum
Perdata.
Wewenang hukum publik adalah wewenang untuk menimbulkan akibat-akibat hukum yang
sifatnya hukum publik, seperti mengeluarkan aturan-aturan, mengambil kaputusan-keputusan atau
menetapkan suatu rencana dengan akibat-akibat hukum. Badan-abadan yang memiliki hukum
publik dan dewan-dewan yang memiliki wewenang ini disebuta ” badan-badan pemerintahan
administratif dan yang mengeluarkan aturan-aturan.”
Wewenang hukum perdata dimiliki oleh orang-orang pribadi dan badan-badan hukum. Suatu
lembaga pemerintahan hanya dapat melakukan wewenang hukum perdata, jika merupakan badan
hukum sesuai dengan hukum perdata : negara, propinsi, kotapraja, badan-badan umum atau
lembaga yang memiliki wewenang hukum secara eksplisit/nyata.
Wewenang hukum publik hanya dapat dimiliki dan harus dimasukkan dalam golongan
penguasa. Badan yang bersangkutan dapat berbentuk suatu badan yang didirikan oleh UU, tetapi
dapat juga suatu badan pemerintahan dari yayasan/lembaga yang sifatnya hukum perdata yang
memiliki wewenang hukum publik. Akan tetapi ini tidak berlakuk bagi lembaga-lembaga yang
punya wewenang hukum perdata. Akan tetapi perlu dibuat suatu ukuran tambahan untuk
menyaring lembaga-lembaga mana dengan wewenang hukum perdata yang harus digolongkan
dalam pihak Pemerintah, karena memang badan-badan swasta punya wewenang itu, sehingga
lembaga-lembaga dengan hukum perdata termasuk dalam desentralisasi (fungsional).
b. Pembedaan antara Surat Keputusan Pembentukan Badan yang bersifat Hukum Publik dengan
yang bersifat Hukum Perdata.
Jika pembentukn suatu organisasi/badan hukum terjadi sesuai atau menurut UU atau
ditetapkan dalam suatu putusan organisasi yang bersifat hukum publik, maka badan hkum itu
memiliki wewenang yang tergolong organisasi pemrintah. Selain itu suatu organisasi
fungsional dapat didirikan dalam bentuk yayasan atau perseroan terbatas ini yang disebut
badan hukum atas dasar surat keputusan pendirian menurut hukum perdata.
Bentuk organisasi fungsional (badan hukum) yang tidak termasuk negara, kotapraja atau
propinsi yang pendiriannya berdasarkan surat keputusan organisasi hukum publik, harus
digolongkan dalam desentralisasi fungsional. Walau suatu kembaga yang demikian tidak
memiliki wewenang hukum publik dan hanya memiliki wewenang hukum perdata, masih saja
harus ditentukan bahwa lembaga itu bagian dari organisasi pemerintahan.
Wewenang yang sifatnya hukum publik justru yang bersifat hukum perdata dapat
dilaksanakan oleh para pegawai yang secara hirarkis masih pegawai rendahan yang memiliki
wewenang sesuai dengan undang-undang atau yang disebut dekonsentrasi.
Yang tidak tergolong dalam desentralisasi adalah pelaksanaan wewenang oleh para
pegawai (dekonsentrasi) dan penggunaan bentuk yayasan dan perseroan terbatas oleh pihak
pemerintah (jika perlu disebut juga sebagai desentralisasi fungsional yang sifatnya hukum
perdata). Dengan membuat pembedaan antara badan-badan hukum yang didirikan dengan atau
berdasarkan undang-undang dengan badan-badan hukum yang lain, maka tanggung jawab
pemerintah sudah ditandai dengan jelas. Berbeda dengan desentralisasi fungsional yang
bersifat hukum perdata, pertanggungjawaban itu juga diuraikan dengan jelas dalam satu atau
lebih perundang-undangan yang dapat diketahui oleh setiap orang.
Pengawasan dilaksanakan oleh badan-badan Pemerintah yang bertingkat lebih tinggi terhadap
badan-badan yang lebih rendah. Untuk pengawasan ada beberapa alasan, sbb:
3. Pengawasan Kualitas: kontrol atas kebolehan dan kualitas teknis pengambilan keputusan
dan tindakan-tindakan aparat pemerintah yang lebih rendah.
4. Alasan-alasan Keuangan: peningkatan kebijaksanaan yang tepat dan seimbang dari aparat
pemerintah yang lebih rendah.
5. Perlindungan hak dan kepentingan warga: dalam situasi tertentu mungkin diperlukan suatu
perlindungan khusus utnuk kepentingan dari seorang warga.
3. Pengawasan Positif.
8. Keuangan
9. Perencanaan
- Asas Pengawasan Terbatas (pengawasan yang dibatasi pada sasaran yang telah
dijadikan pedoman pada waktu kewenangan itu diberikan)
- Asas Kepercayaan
Banyak tugas pemerintah hanya dapat dilaksanakan secara memuaskan melalui jalan
kerjasama. Ada beberapa negara yang dapat ditemukan adanya kemungkinan kerjasama yang
sifatnya hukum pubik diantara para pejabat instansi berdasarkan UU. Undang-Undang ini terdiri
dari tiga macam kerjasama, yaitu:
Beberapa wewenang dari kotapraja yang ikut ambil bagian, diserahkan/dikuasakan pada
salah satu dari yang mengambil bagian, yaitu suatu kotapraja yang merupakan suatu
sentrum(pemusatan) yang besar.
Suatu badan hukum menurut undang-undang hukum perdata dengan adanya lembaga-
lembaga yang bersifat hukum publik.
Susunan organisasi RI terdiri dari dua susunan utama, yaitu susunan organisasi negara
tingkat pusat dan tingkat daerah.
Badan-badan kenegaraan yang diatur dalam UUD 1945 yaitu MPR, Presiden, DPA, DPR,
BPK, dan MA. Sebagai konsekuensi sistem desentralisasi yang dianut oleh NKRI, tidak semua
urusab pemerintahan diselenggarakan sendiri oleh pemerintah pusat. Berbagai urusan
pemerintahan dapt diserahkan atau dilaksanakan atas bantuan satuan-satuan pemerintahan yang
lebih rendah dalam bentuk otonomi atau tugas pembantuan. Susunan pemerintahan tingkat pusat
diatur dalam UUD dan dalam bebagai peraturan perundang-undangan lainnya. Sedangkan urusan
pemerintahan yang yang diserahkan kepada daerah, menjadi urusan rumah tangga daerah. Dan
terhadap urusan pemerintahan yang diserahkan itu, daerah mempunyai kebebasan untuk mengatur
dan mengurus sendiri dengan pengawasan dari pemerintah pusat atau satuan pemerintahan yang
lebih tinngi tingkatannya dari daerah yang bersangkutan.
Susunan pemerintahan tingkat daerah diatur dalam UU dan terdiri dari berbagai tingkat
seperti Daerah Tk.1 dan Daerah TK.2.
D. Lembaga-Lembaga Negara
MPR merupakan lembaga tertinggi negara yang tugasnya menetapkan UU, menetapkan
GBHN, dan memilih serta mengangkat presiden dan wakil pesiden. Sedangkan kekuasaan
mengubah UUD dikelompokkan sebagai wewenang.Selain mengubah UUD, ketetapan MPR
tersebut mementukan juga wewenang lain yang diatur secara tegas dalam UUD.
Sistem ketatanegaraan RI memiiki 2 badan perwakilan tingkat pusat yaitu MPR dan DPR.
Tiap UU menghendaki persetujuan DPR. Presiden yang embentuk UUD dengan persetujuan DPR
akan tetapi persetujuan DPR bukanlah menunjukkan bahwa presiden mempunyai kekuasaan lebih
besar dari DPR dalam membentuk UU. DPR mempunyai hak inisiatif ntuk mengajukan
Rancangan UU. Tugas umum lain DPR adalah mengawasi jalannya pemerintahan.
Susunan DPA diatur dengan UUD sedangkan hak an kewajibannya adalah memberi jawaban
atas pertanyaan presiden dan berhak mengajukan usul kepada pemerintah. Menurut Tap MPR
No.III/MPR/1978 (Tap MPR No.VI/MPR/1973) menegaskan bahwa:
c. DPA berhak mengajukan usul dan wajib memberkn pertimbangan kepada pemerintah
akan tetapi sifatnya tidak mengikat secara hukum.
c. Memutuskan dalam tingkat pertama dan terakhir semua sengketa yang timbul
e. Memberikan pertimbangan dalam bidang hukum baik diminta atau tidak diminta kepada
lembaga tinggi negara lain.
(1). Presiden
Pembentukan Undang-Undang
Peraturan pemerintah
Keputusan Presiden
Presiden dibantu oleh satu orang wakil presiden. Wakil presiden bisa dianggap sebagai yang
membantu presiden. Wk.presiden bertanggngjawab kepada presiden tidak kepada MPR dimana
presidenlah yang menentukan bidang tugas wakil Presiden.
Lembaga Pemerintah Non Departemen adalah badan pemerintahan tingkat pusat yang
menjalankan wewenang, tugas dan tanggung jawab menyelenggarakan pemerintahan (eksekutif) di
bidang-bidang tertentu, seperti pertahanan, statistik, perencanaan dsb. Badan pemerintahan ini
berada dibawah dan bertanggungjawab langsung di bidang tertentu dan langsung kepada presiden
dengan kedudukan yang lebih rendah dari departemen. Badan pemerintahan ini sama sebagai
lembaga pemerintah non departemen, selain perbedaan dalam tugas dan fungsi terdapat juga
perbedaan-perbedaan lain seperti :
d. Keuangan
Pemerintah daerah terdiri dari kepala daerah dan DPRD. Kepala daerah merupakan
alat perlengkapan (unsur-unsur pemerintah daerah) yang berdiri sendiri disamping DPRD
dimana kepala daerah sebagai pemegang kekuasaan eksekutif daerah.
Kepala Daerah
DPRD
Keuangan Daerah
b. Pemerintahan Wilayah
c. Pemerintahan Desa
Pemerintahan desa yang asli diselenggarakan brdasarkan hukum adat akan tetapi saat ini
pemerintahan desa diatur menurut undang-undang, salah satunya adalah UU No.5 Thun 1979
dimana dalam UU ini menegaskan bahwa desa sebagai satuan pemerintahan terbawah yang
mempunyai hak mengatur dan mengurus rumah tangga seniri atau desa sebagai daerah
otonom disamping daerah otonom tingkat I dan II. Susunan pemerintahan daerah teriri dari
kepala desa dan Lembaga Musyawarah Desa (LMD).
BAB IV
Dalam praktek pemerintahan di Indonesia bentuk keputusan tata usaha negara diantaranya :
SK Pengangkatan pegawai, Akte Kelahiran, Surat Izin Mengemudi (SIM),dll. Dalam rangkaian
norma hukum, keputusan tata usaha negara merupakan norma tertutup. Sebagai contoh dapat
dikemukakan tentang izin mendirikan bangunan. Dengan adanya perda tentang bangunan,
seseorang tidak dibenarkan mendirikan bangunan tanpa adanya izin.
Apabila kita melihat dampak suatu keputusan terhadap orang, maka kita dapat melakukan
pembagian sebagai berikut :
Sistemnya adalah bahwa Undang-Undang melarang suatu tindakan tertentu atau tindakan-
tindakan tertentu yang saling berhubungan. Terdapat bentuk hukum dalam keputusan ini yaitu
dispensasi dan konsesi. Dispensasi berbicara tentang larangan dalam Undang-Undang yang
bersangkutan memang secara tegas dimaksudkan sebagai larangan dan kekecualian saja yang
dapat memberikan kebebasan. Konsesi berarti kepentingan umum justru menuntut kegiatan-
kegiatan dari si penerima konsesi.
Subsidi yang diberikan atau dikeluarkan oleh penguasa karena penguasa ingin melancarkan
kegiatan-kegiatan masyarakat tertentu. Contohnya di Belanda, orang-orang yang tidak dapat
memenuhi kebutuhan hidup mereka, mempunyai hak atas suatu pembayaran tunjangan
berdasarkan Algemene Bijstandswet (Undang-Undang Bantuan Umum) juga berbagai asuransi
sosial dan asuransi rakyat memberikan hak atas tunjangan dalam keadaan tertentu. Selanjutnya
Undang-Undang Tata Ruang Belanda dapat memberikan hak atas pemberian ganti rugi kepada
orang yang menderita kerugian.
e) Keputusan penyitaan
Suatu organ penguasa melalui jalan hukumpublik dapat menadakan penyitaan atas barang-
barang dari warga atau untuk digunakan demi kepentingan umum,dll.
Ada juga pembagian-pembagian lain karena saling berkaitan antara akibat hukum tertentu
dimana ada kewenangan untuk menarik kembali atau membuat peraturan, antara lain :
Atribusi adalah wewenang yang melekat pada suatu jabatan (pasal 1 angka 6 UU no. 5
Tahun 1986 menyebutnya: wewenang yang ada pada badan atau pejabat tata usaha negara yang
dilawankan dengan wewenang yang dilimpahkan). Delegasi dalam hal ada pemindahan atau
pengalihan suatu kewenangan yang ada. Apabila kewenangan itu kurang sempurna berarti bahwa
keputusan yang berdasarkan kewenangan itu kurang sempurna, berarti keputusan berdasarkan
kewenangan itu tidak sah menurut hukum. Pemikiran negara hukum menyebabkan bahwa
penguasa ingin meletakkan kewajiban kepada para warga maka kewenangan itu harus ditemukan
dalam suatu Undang-Undang formal. Sedangkan mandat, tidak ada sama sekali pengakuan
kewenangan atau pengalihan kewenangan. Disini menyangkut janji-janji kerja intern antara
penguasa dan pegawai.
C. Susunan Intern
Terdapat unsur-unsur yang sama dalam jenis-jenis keputusan, adalah sebagai berikut :
b) Nama dari yang di alamatkan dan nama dari suatu objek tertentu
f) Pertimbangan-pertimbangan hukum
g) Keputusan
Keputusan-keputusan disini masih ada yang secara lisan namun di kemudian hari dibuat
suatu keputusan yang tertulis dan harus berasal dari suatu organ administratif. Pengertian organ
administratif ada kaitannya dengan kekuasaan pemerintah jadi suatu keputusan secara definisi
berasal dari suatu organ pemerintahan.
Dalam hukum Belanda pada umumnya tidak terbuka banding yang langsung pada seorang
hakim (administratif). Hal inidikarenakan sebagian hukumnya mempunyai dasar-dasar historis.
Berdasakan ketentuan-ketentuan delegasi juga organ-organ penguasa seringkali berwenang untuk
membuat peraturan perundang-undangan dalam arti material dan harus terbuka untuk hukum
jabatan yang langsung. Akan tetapi kita harus menyadari, bahwa AROB tidak pernah hanya
melangkah berdasarkan bentuk luar dari suatu keputusan namun merupakan sebagai suatu
keputusan yang berdasarkan suatu keputusan yang bertujuan umum atau tindakan hukum menurut
hukum perdata. Kebanyakan keputusan itu sifatnya individual yang berarti bahwa ditujukan
kepada satu oarang atau suatu kelompok tertentu.
Berdasarkan ketentuan pasal 1 ayat 4 UU No. 5 Tahun 1986, bahwa sengketa Tata Usaha
Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau badan
hukum perdata dengan badan atau pejabat Tata Usah Negara , baik di pusat maupun di daerah,
sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara termasuk sengketa kepegawaian
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jadi KTUN adalah suatu penetapan
tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum
Tata Usaha Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat
konkrit, individual dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum
perdata. Dalam kaitannya dengan KTUN, di samping keputusan pelaksanaan juga ada keputusan
bebas. Di Belanda untuk keputusan terikat diatur dengan peraturan perundang-undangan hukum
tertulis, namun untuk keputusan bebas dapat diatur dengan hukum tak tertulis.
Hukum Tata Usaha Negara = Hukum Administrasi
Bagi pemerintah, dasar untuk melakukan perbuatan hukum publik adalah adanya
kewenangan yang berkaitan dengan suatu jabatan. Jabatan memperoleh wewenang melalui 3
sumber yakni : atribusi, delegasi dan mandat akan melahirkan kewenangan. Sedangkan, dasar
untuk melakukan perbuatan hukum privat adalah adanya kecakapan bertindak dari subyek hukum.
Dengan perbedaan tersebut, tanggung gugat sehubungan dengan suatu hukum perbuatan dalam
perbuatan hukum publik adalah pada para pejabat, sedangkan tanggung gugat sehubungan dengan
suatu perbuatan hukum privat yang dilakukan pemerintah adalah badan hukum.
a) De rechtsvastellende beschikkingen
Sebagai contoh yaitu akte kelahiran (KTUN deklaratif) dan sertifikat HGB (KTUN
konstutif).
Misalnya ketentuan UU lalu lintas jalan menyatakan bahwa untuk memperoleh SIM A
syarat usia minimum adalh 17 tahun (KTUN terikat) dan Gubernur melarang reklame
dalam bahasa asing demi ketertiban umum (KTUN bebas).
b. bahwa …..
Mengingat : 1. ……………
2. ……………
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
Pertama : …………
Kedua : …………
Ditetapkan di ……………..
ttd.
Nama Pejabat
BAB V
- UUD 1945,
- Ketetapan MPR.
- Peraturan pemerintah,
- Keputusan presiden
- Peraturan menteri,
- Instruksi menteri,
- Dan lain-lainnya.
Dari rumusan tersebut, dapat disimpulkan bahwa keputusan dari badan atau pejabat tata
usaha negara yang merupakan penaturan yang bersifat umum (besluit van algemene strekking)
termasuk peraturan perundang-undangan (algemen verbindende voorschriften). Bentuk keputusan
tata usaha negara (besluiten van algemene strekking) tidak merupakan bagian dari perbuatan
keputusan (dalam arti beschikkingsdaad van de administratie), tetapi termasuk perbuatan tata
usaha negara di bidang pembuatan peraturan (regelend daad van de administratie).
Pasal 2 huruf (b) dari Undang-Undang, Nomor 5, Tahun 1986 secara tegas menentukan
bahwa keputusan tata usaha negara yang merupakan pengautan yang bersifat umum (besluit van
algemene strekking) tidak termasuk keputusan tata usaha negara dalam arti beschikking,yang
berarti bahwa terhadap poerbuatan badan atau pejabat tata usaha negara yang mengeluarkan
keputusan yang merupakan pengautran yang bersifat umum tidak dapat digugat di hadapan hakim
Pengadilan Tata Usaha Negara. Pada umumnya, badan-badan tata usaha negara, seperti halnya
departemen,lembaga pemerintah non departemen, pemerintah daerah tingkat 1 dan tingkat II
menetapkan bentuk tertentu yang membedakan keputusan tata usaha ngara dalam yang merupakan
pengaturan yang bersifat umum disebut dengan judul keputusan seperti halnya keputusan menteri,
keputusan direktur jenderal, keputusan gubernur sementara keputusan tata usaha negara dalm arti
beschiking disebut dengan judul surat keputusan, seperti halnya keputusan menteri, surat
keputusan gubernur/KDH, surat keputusan bupati/KDH,dst. Keputusan yang dikeluraka oleh
badan atau pejabat tata usaha negara (dalm arti beschiking) harus sesuai dengan peraturan
perundangan undangan yang mendasari keputusan yang bersangkutan.
Pelaksanaan pemerintahan sehari hari menunjukan btapa badan atau pejabat negara acapkali
menempuh pelbagai langkah kebijaksanaan tertentu antara lain menciptakan apa yang kini sering
dinamakan peraturan kebijaksaan (beleidsregels, polici rule). Produk semacam peraturan
kebijaksanaan ini tidak terlepas dari kaitan penggunaan freies ermessen, yaitu badan atau pejabat
tata usaha negara yang bersangkutan merumuskan kebijaksanaannya itu dalam berbagai bentuk
“jurisdische regeis”, seperti halnya peraturan, pedoman, pengumuman surat edaran dan
mengumumkan kebijaksanaan itu. Suatu peraturan kebijaksanaan pada hakekatnya merupakan
produk dari perbuatan tata usaha negara yang bertujuan “naar buiten gebrachi schrifielijk beleid
(menampakan keluar suatu kebijakan tertulis)” namun tanpa disertai kewenangan pembuatan
peraturan dari badab atau pejabat tat usaha negra yang menciptakan peraturan kebijaksanaan
tersebut. Peraturan-peraturan kebijaksanaan dimaksud pada kenyataanya telah merupakan bagian
dari kegiatan pemrintahan(bestuuren)dewasa ini.
Pada negara hukum kemasyarakatan mdren rencana selaku figure hukum dari hubungan
hukum administrasi tidak dapat lagi dihilangkan dari pemikiran. Rencana rencana dijimpai pada
pelbagai bidang kegiatan pemrintahan misalnya pengaturan tata ruang, pengurusan kesehatan dan
pendidikan. Rencana merupakan keseluruhan tindakan yang saling berkaitan dari tata usah negara
yang mengupayakan terlaksnanya keadaan tertentu yang tertib (teratur)
• Peta Perencanaan
Disini terdapat peruntukan dari tanah dimaksud. Peta perncanaan itu dapat dipandang sebagai
suatu himpunan keputusan yang saling berlainan.
Pada dasarnya rencana rencana pembangunan yang dibuat oleh badan badan tata usah negara
didasarkan pada besarnya porsi belanja dan subsidi dalam anggaran pendapatan belanja
negara(APBN) bagi kegiatan tiap sector dari departemen /non departemen dan jawaban yang
bersangkutan. Besarnya anggaran pendap[atan dan belanja negara (APBN) dari tiap tahun
anggaran ditetapkan dengan undang undang.
Terdapat beberapa rencana pembangunan yang secara langsung menimbulkan akibat hukum
bagi seorang warga atau badab hukum perdata. Adakalanya suatu rencana peruntukkan
kepentingan umum dapat menyebabkan seseorang warga atau badan hukum perdata kehilangan
hak atas tanahnya sendiri manakala hak tanah itu dicabut guna kepentingan umum.
Dikemukakan bahwa setiap rencana kegiatan yang diperkirakan mempunyai dampak terhadap
lingkungan hidup wajib dibuatkan penyajian informasi lingkungan apabila kegiatan itu
merupakan:
Badan hukum atau pejabat tata usaha negara bertindak melalui dua macam peranan, yakni :
• Selaku pelaku hukum publik yang menjalankan kekuasaan public yang dijelmakan dalam
kualitas penguasa sepeti badan badan tata usaha negara dan pelbagai jabatan yang diserahi
wewenang penggunaan kekuasaan politik.
• Selaku pelaku hukum keperdataan yang melakukan pelbagai perbuatan hukum keperdataan
seperti halnya mengikat perjanjian jual beli, sewa menyewa, pemborosan dan sebagainya yang
dijelmakan dalam kualitas badan hukum.
Selaku pelaku hukum publik badan atau pejabat tata usaha negara memiliki hak dan
wewenang istimewa untuk menggunakan dan menjalankan kekuasaan public. Berdasarkan
penggunaan kekuasaan public dimaksud badan atau pejabat tata usaha negara dapat secara sepihak
menetapkan pelbagai peraturan dan keputuasn yang mengikat warga dan peletakkan hak dan
kewajiban tertentu dank arena itu menimbulkan akibat hukum bagi mereka itu.
UU No 5 Tahun 1986 menegaskan bahwa keputusan tata usaha negara yang merupakan
perbuatan hukum perdata tidak termasuk keputusan tata usaha negara dalam arti beschikingyang
dapat dibawakan ke hadapan hukum pengadilan tata usaha negara (pasal 2 butir b).
Pelaksanaan pemborongan untuk suatu proyek dan pembelian dalam jumlah barang tertentu
atau jasa dilakukan melalui :
a. Pelelangan Umum
b. Pelelangan Terbatas
c. Penujukan Langsung
d. Pengadaan Langsung.
BAB VI
BARANG-BARANG MILIK PEMERINTAH/NEGARA
Badan-badan yang bersifat publik, seperti halnya negara, propinsi, kotapraja, dan wilayah
pengairan berbadan hukum berdasarkan hukum publik. Dengan demikian merek memiliki hak
milik dan hak-hak lainnya secara sama dan dibawah asas pembatasan-pembatasan serta syarat-
syarat serupa, seperti halnya waraga dan badan-badan hukum publik dapat pula manjual,
menyewakan, menyewakan tanah, memanfaatkan tanah pekarangan, dan sebagainya.
Wewenang yang bersumber pada hak mnguasai diri negara tersebut digunakan untuk
mencapai kemakmuran rakyat yang sebesar-besarnya. Dalam arti kebangsaan, kesejahteraan, dan
kemerdekaan dalam masyarakatdan negara hukum indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan
makmur. Hak menguasai negara itu, pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah swatantra
dan masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan
nasional, menurut ketentuan-ketentuan peraturan pemerintah (pasal 2 ayat 4).
2. barang-barang bergerak
3. hewan-hewan
4. barang-barang persediaan
Seperti halnya dengan pemerintah pusat maka pemerintah daerah juga memiliki barang dan
kekayaan. Pasal 1 dari pusat keputusan menteri keuangan, sebagaimana dimaksud dalam instruksi
presiden, nomor 3 tahun 1971. pasal 63 ayat 1 dari undang-undang nomor 5 tahun 1974, tentang
pokok-pokok pemerintahan daerah memuat pengaturan dan penanganan terhadap barang milik
daerah yang digunakan untuk memenuhi dan melayani kepentingan umum.
B. Hak-Hak Pemerintah (Tata Usaha Negara) Untuk Mengambil Dan Mengguakan Milik
Pribadi Seseorang.
”Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan
bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari dari rakyat, demiian pula kepentingan
pembangunan maka presiden dalam keadaan yang memaksa setelah mendegar menteri agraria,
mentri kehakiman, dan menteri yang bersangkutan dapat mencbut hak-hak atas dan benda-benda
yang ada diatasnya.”
Dalam keadaan yang sangat mendesak yang memerlukan penguasaan tanah dan atau benda-
benda yang bersangkutan dengan segara, atas permintaan yang berkepentingan kepala inspeksi
agraria menyampaikan permintaan untuk melakukan pencabutan hak kepada menteri agraria, tanpa
disertai taksiran ganti rugi dari paniti penaksir dan jika pelu juga dengan tidak menunggu
diterimanya pertimbangan kepala daerah (pasal 6 ayat 1). Pada bagian penjelasan umum undang-
undang nomor 20 tahun 1961 dikemukakan contoh-contoh yang dimaksudkan dari keadaan yang
sangat mendesak itu yakni terjadi wabah atau bencana alam yang memerlukan penampungan para
korbannya dengan segera.
Pemerintah seperti halnya dengan subyek hukum lainnya juga menginvestasikan sejumlah
modal dalam bentuk usaha perniagaan. Pelbagai bentuk badan usaha milik negara lebih dikenal
dengan perusahaan negara. Sebelum tahun 1960, terdapat beberapa bentuk perusahaan negara
yang diatur dalam peraturan produk pemerintah hindia belanda. Seperti halnya jawatan
penggadaian, jawatan kereta api, perusahan garam dan soda negeri, perusahan percetakan negara,
perusahan listrik negara dan air minum negara. Terdapat pula bank indutri negara. Yang dibentuk
berdasarkan udang-undang darurat nomor lima tahun 1952. juga terdapat perisahan negara yang
bebentuk perseroan terbatas. Misalnya PT. Pertambangan timah belitung.
Pada tahun 1967, pemerintah mengeluarkan instruksi presiden, nomor 17 tahun 1967,
tentang pengarahan dan peyederhanaan perusahaan negara kedalam tiga bentuk pokok usaha
negara, yakni :
Dari tiga usaha negara dimaksudkan, trdapat pula beberapa perusahaan negara yange
mempunyai status khusus, sperti halnya PN. Pertamina yang didirikan berdasarkan peraturan
pemerintah nomor 27 tahun 1968 dan beberapa bank negara seperti bank indonesia berdasarkan
undang-undang nomor 13 tahun 1968.Diberlakukan pula peraturan pemerintah nomor 12 tahun
1969 tentang perusahaan perseroan. Peraturan pemerintah nomor 12 tahun 1969 ini mengatur
tentang penyetaraan modal negara dalam perseroan.
Kemudian diberlakukan pula peraturan pemerintah nomor 3 tahun 1983 tentang tata cara
pembinaan dan pengawasan perusahaan jawatan, perusahaan umum, dan perusahaan persero.
Peraturan pemerintah ini secara khusus mengatur pembinaan, pngelolaan, pengawasan, dan biri
tata usaha dari ketiga bentuk usaha negara. Ditegaskan, bahwa sifat-sifat badan usaha negara
adalah sebagai berikut:
perjan berusaha dibidang penyediaan jasa-jasa bagi msyarakat, termasuk pelayanan kepada
masyarakat.
Perum berusaha di bidang penyediaan pelayanan bagi kemanfaatan umum disamping
mendapatkan keuntungan.
Persero bertujuan untuk memupuk keuntungan dan berusaha dibidang-bidang yang dapat
mendorong berkembangnya sektor swasta dan atao koperasi diluar bidang usaha perjan dan
perum.
Ketentuan instruksi presiden RI nomor 3 tahun 1971 tentang inventaris baranga-barang milik
negara atau kkeyaan negara yang memerintahkan pada tiap depatemen atau lembaga negara atau
lembaga pemerintahan non departemen untuk melaksanakan invntaris fisik dan penyusunan daftar
inventarisasi milik negara atau kekayaan negara menunjukkan betapa semakin pentingnya peranan
pengurusan dan pengawasan termasuk terhadap barang-barang milik negara, termasu barang
publik.
Salah satu barang milik publik yang berdaya guna dan menyangkut hajat hidup para warga
negara masyarakat adalah jalan. Peranan jalan selaku prasarana perhubungan darat sungguh pentig
bagi upaya pembangunan. Hampir semua warga masyarakat merupakan pemakai jasa jalan.
Undang-undang nomor 13 tahu 1980 tentang jalan mengemukakan bahwa jalan mempunyai
peranan penting dalam bidang ekonomi, sosial, politik sosial budaya dan pertahanan keamanan,
serta digunakan untuk sebersar-besarnya kemakmuran rakyat. Jalan mempunyai peranan untk
medorong pengembangan semua satuan wilayah didalam usaha mencapai tingkat perkembangan
antar daerah yang semakin merata, dikemukakan pula bahwa jalan merupakan kesatuan sistem
jaringan jalan yang mengikat dan menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang
berada didalam pengaruh pelayanannya dalam satu hubungan hirarki.
BAB VII
KEDUDUKAN HUKUM PARA PETUGAS PUBLIK
(LEGAL POSITION OF PUBLIC SERVANTS)
Beberapa jabatan tertentu pada struktur pemerintahan RI merupakan jabatan politik. Undang-
Undang No. 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-pokok Kepegawaian tidak menggunakan istilah jabatan
politik. Menurut Sastra Djatmika (1964: 22) berpendapat bahwa istilah jabatan politik dimaksud “
sangat mungkin diartikan sama dengan para pejabat atau pegawai negara“. Pada pasal 11 UU No.8
Tahun 1974 menetapkan bahwa seorang pegawai negeri yang diangkat menjadi pejabat negara,
dibebaskan untuk sementara waktu dari jabatan organiknya selama menjadi pejabat negara tanpa
kehilangan statusnya sebagai pegawai negeri. Pada bagian penjelasan Pasal 11 tersebut
dikemukakan bahw ayang dimaksud pejabat negara ialah:
1. Presiden
2. Anggota MPR
3. Anggota BPK
4. Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda dan Hakim MA
5. Anggota DPA
6. Menteri
7. Kepala Perwakilan RI di luar negeri yang berkedudukan sebagai duta besar luar biasa dan
berkuasa penuh
8. Gubernur
9. Bupati / Walikotamadya
10. Pejabat lain yang ditetapkan dengan Peraturan Perundang-undangan
Apabila pegawai negeri yang bersangkutan berhenti sebagi pejabat Negara maka ia akan
kembali kepada departemen/lembaga yang bersangkutan. Dalam hall penggajian dan pemberian
pension bagi para pejabat Negara diatur secara tersendiri, misalnya penggajian dan pemberian
pension bago Presiden dan Wakil Presiden diatur dalm UU No.7 Tahun 1978 tentang hak
keuangan/ administrative Presiden dan Wakil Presiden.
Pada umumnya pejabat public berstatus pegawai negeri namun tidak semua pejabat public
berstatus pegawai negeri, seperti haknya pemegang jabatan dari suatu jabatan Negara. Sebaliknya
tidaklah setiap pegawai negeri merupakan pemegang jabatan public. UU No. 8 Tahun 1974
tentang pokok-pokok Kepegawaian merumuskan bahwa pegawai negeri adalah mereka yang
setelah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalamperaturan perundang-undangan yang
berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas Negara lainnya yang ditetapkan
berdasarkan sesuatu peraturan perundang-undangan dan dugaji menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku (Pasal 1 huruf a). dalam Pasal 2 UU No. 8 Tahun 1974 bahwa pegawai
negeri terdiri dari:
1. Wajib, setia, dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintah
(Pasal 4)
2. Wajib menaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku dan melaksanakan
tugas kedinasan yang dipercayakan denganpenuh pengabdian, kesadaran dan tanggung
jawab (Pasal 5)
3. Wajib menyimpan rahasia jabatan dan hanya dapat mengemukakan rahasia jabatan kepada
dan atas perintah pejabat yang berwajib atas kuasa Undang-Undang (Pasal 6)
a. Melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan atau martabat negara, pemerintah
atau pegawai negeri sipil
b. Menyalahgunakan wewenangnya
c. Tanpa izin pemerintah menjadi pegawai atau bekerja untuk negara asing
d. Menyalahgunakan barang-barang, uang atau surat-surat berharga milik negara
e. Memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, ataupun meminjamkan barang-
barang, dokumen, atau surat-surat berharga milik negara secara tidak sah
f. Melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahn atau orang lain dialam
maupun di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan,
atau pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung merugikan negara
g. Melakukan tindakan yang bersifat negatif dengan maksud membalas dendam terhadap
bawahannya atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya
h. Menerima hadiah atau sesuatu pemberian berupa apa saja dari siapapun juga yang
diketahui atau patut dapat diduga bahwa pemberian itu bersangkutan dengan jabatan atau
pekerjaan pegawai negeri sipil yang bersangkutan
i. Memasuki tempat-tempat yang dapat mencerminkan kehormatan atau martabat pegawai
negeri sipil kecuali untuk kepentingan jabatan
j. Bertindak sewenag-wenang terhadap bawahannya
k. Melakukan suatu tindakan atau sengaja tidak melakukan suatu tindakan yang dapat
berakibat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayaninya sehingga
mengakibatkan kerugian bagi pihak yang dilayani
l. Mengahalangi jalanya tugas kedinasan
m. Membocorkan dan atau memanfaatkan rahasia negara yang diketahui karena kedudukan
jabatan untuk kepentingan pribadi, golongan, atu pihak lain
n. Bertindak selaku perantara bagi sesuatu pengusaha atau golongan untuk mendapatkan
pekerjaan atau peranan dari kantor/ instansi pemerintahan
o. Memiliki saham/ modal dalamperusahaan yang kegiatan usahanya berada dala ruang
lingkup kekuasaannya
p. Memiliki saham suatu perusahaan yang kegiatan usahanya tidak berada dalam ruang
lingkup kekuasaannya yang jumlah dan sifat pemilikan itu sedemikian rupa sehingga
melalui pemilikan saham tersebut dapat langsung atau tidak langsung menentukan
penyelenggaraanatau jalannya perusahaan
q. Melakukan kegiatan uasaha dagang, baik resmi maupun sambilan, menjadi direksi,
pimpinan atau komisaris perusahaan swata bagi yang berpangkat Pembina golongan ruang
IV/a ke atas atau yang memangku jabatan eselon I
r. Melakukan pungutan tidak sah dalam bentuk apapun juga dalam melaksanakan tugasnya
untuk kepentingan pribadi, golongan atau pihak lain.
Undang-Undang No. 8 Tahun 1974 menetapkan hak bagi pegawai negeri sipil, sebagai berikut:
1. Hak atas gaji yang layak sesuai dengan pekerjaan dan tanggungjawabnya (Pasal 7)
3. Hak memperoleh perawatan dikala ditimpa oleh sesuatu kecelakaan dalam dan karena
menjalankan tugas kewajibannya (Pasal 9 ayat 1)
4. Hak memperoleh tunjangan dikala menderita cacat jasmani atu cacat rohani dalam dank
arena menjalankan tugas kewajibannya yang mengakibatkan pegawai negeri yang
bersangkutan tidak dapat bekerja lagi dalam jabatan apapun juga (Pasal 9 ayat 2)
5. Hak memperoleh uang duka bagi keluarga dari pegawai negeri yang tewas yang tewas
(Pasal 9 ayat 3)
Pada Pasal 3 dalam Peraturan Pemerintah No. 3 tahun 1980 bahwa pangkat-pangkat yang
dapat diberikan untuk pengangkatan pertama adalah:
a. Juru Muda golongan ruang I/a bagi mereka yang sekurang-kurangnya memiliki surat tanda
tamat belajar Sekolah Dasar
b. Juru Muda tingkat I golongan ruang I/b bagi mereka yang sekurang-kurangnya memiliki
surat tanda tamat belajar Sekolah Menengah Umum Tingkat Pertama atau surat tanda tamat
belajar Sekolah Menengah Kejuruan Tingakt Pertama 3 Tahun
c. Juru Golongan ruang I/c bagi mereka yang sekurang-kurangnya memiliki surat tanda tamat
belajr Sekolah Menengah Kejuaruan Tingkat Pertama 4 Tahun
d. Pengatur Muda golongan ruang II/a bagi mereka yang sekurang-kurungnya memiliki Surat
Tanda Tamat Belajar (STTB) Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas, STTB Sekolah
Menengah Kejuaruan Tingkat atas Non Guru 3 tahun, Ijazah Diploma I, STTB Sekolah
Kejuruan Tingkat atas Non Guru 4 Tahun, STTB Sekolah Menengah Kejuruan Tingkat
atas Guru 3 Tahun, atau Akta I.
e. Pengatur Muda Tingkat golongan ruang II/b bagi mereka yang sekurang-kurangnya
memiliki ijazah Sarjana Muda, ijazah Diploma II, ijazah Sekolah Guru Pendidikan Luar
Biasa, ijazah Diploma III, ijazah akademi, ijazah Bakaloreat, Akta II, atau ijazah Diploma
III Politeknik
f. Pengatur Golongan ruang II/c bagi mereka yang sekurang-kurangnya memiliki Akta III
g. Penata Muda Golongan ruang III/a bagi mereka yang sekurang-kurangnya memiliki ijazah
sarjana, ijazah dokter, ijazah Apoteker, ijazah Pasca Sarjana, ijazah Spesialis I atau Akta
IV.
h. Penata Muda Tingkat I golongan ruang III/b bagi mereka yang sekurang-kurangnya
memiliki ijazah Doktor, ijazah Spesialis II, Akta V atau memperoleh gelar doktor dengan
mempertahankan disertasi pada suatu perguruan tinggi negeri yang berwenang.
Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil ditetapkan pada tanggal 1 April dan 1 Oktober tiap
tahun. Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 1980 mengenal berbagai macam kenaikan pangkat
pegawai negeri sipil adalah:
Pada Pasal 23 ayat 1 dari UU No.8 tahun 1974 menetapkan bahwa Pegawai Negeri Sipil
dapat diberhentikan dengan hormat karena:
a. Permintaan sendiri
b. Telah mencapai usia pensiun
c. Adanya penyederhanaan organisasi pemerintah
d. Tidak cakap jasmani dan rohani sehingga tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai
pegawai negeri sipil
Pegawai negeri sipil yang meninggal dunia dengan sendirinya dianggap diberhentikan
dengan hormat (Pasal 23 ayat 2). Pasal 23 ayat 3, UU No. 8 tahun 1974 juga menetapkan bahwa
pegawai negeri sipil dapat diberhentikan tidak dengan hormat karena:
a. melangar sumpah atau janji pegawai negeri sipil, sumpah atau janji jabatan negeri atau
peraturan disiplin pegawai negeri sipil
b. dihukum penjara berdasarkan keputusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan
hukum yang tetap karena dengan sengaja melakukan sesuatu tindak pidana kejahatan yang
diancam dengan hukuman penjara setingi-tingginya 4 (empat) tahun atau diancam dengan
hukuman yang lebihberat
C. Hakim (Judges)
Secara umum dapat disimpulkan bahwa hakim adalah hakim pengadilan di lingkungan
peradilan yang melaksanakan tugas kekuasaan kehakiman. Pasal 24 UUD 1945 mengemukakan
bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah mahkamah Agus dan lain0lain badan
kehakiman menurut Undang-Undang Dasar 1945 ditegaskan bahwa Kekuasaan Kehakiman ialah
Kekuasaan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah. UU No. 8 Tahun
1974 tentang pokok-pokok kepegawaian menetapkan bahwa Ketua, Wakil Ketua, ketua muda dan
hakim Mahkamah Agung adalah pejabat Negara dan karena itu tidak termasuk pegawai negeri.
Selain itu juga dalam UU No. 8 Tahun 1974 menetapkan bahwa hakim pada pengadilan negeri dan
pengadilan tinggi dan lain-lain adalah termasuk pegawai negeri sipil pusat (Pasal 2 ayat 2 dan
bagian penjelasannya).
Pada Pasal 13 ayat 1 UU No 2 TAhun 1986 ditetapkan bahwa pembinaan dan pengawasan
umum terhadap hakim sebagi pegawai negeri dilakukan oleh Menteri Kehakiman. Pembinaan dan
pengawasan dimaksud tidak boleh mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa perkara. Pasal
14 ayat 1 UU No. 2 Tahun 1986 menetapkan bahwa untuk dapat diangkat menjadi hakim
pengadilan Negeri, seorang calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
d. Bukan bekas anggota organisasi terlarang partai komunis indonesia, termasuk organisasi
masanya atau bukan seorang yang terlibat langsung dalam “gerakan kontra revolusi g.30.s/pki”
atau organisasi terlarang lainnya
e. Pegawai Negeri
f. Sarjana Hukum
Sedangkan untuk menjadi Hakim Pengadilan Tinggi maka seorang calon harus memenuhi
syarat-syarat, sebagai berikut:
BAB VIII
SANKSI-SANKSI
Bestuursdwang dapat diuraikan sebagai tindakan-tindakan yang nayta dari penguasa guna
mengakhiri suatu keadaan yang dilarang oleh suatu kaidah hokum administrasi atau melakukan
apa yang seharusnya ditinggalkan oleh para warga karena bertentangan dengan undang-undang.
Sanksi-sanksi lainnya lebih berperan secara tidak langsung. Pengenaan denda administratif
menyerupai penggunaan duatu sanksi pidana. Bagi pengenaan denda administratif dan uang paksa,
mutlak harus atas dasar peraturan perundang-undangan yang tegas. Penarikan kembali suatu
keputusan (ketetapan) yang menguntungkan tidak terlalu perlu didasarkan pada suatu peraturan
perundang-undangan. Pelaksanaan suatu sanksi pemerintah berlaku sebagai suatu keputusan yang
memberi beban.
Perbedaan antara sanksi adninistrasi dan sanksi pidana dapat dilihat dari tujuan pengenaan
sanksi itu sendiri. Sanksi administrasi ditujukan untuk perbuatan pelanggarannya, sedangkan
sanksi pidana ditujukan kepada si pelanggar dengan memberi hukuman berupa nestapa. Sanksi
administrasi dimaksudkan agar perbuatan pelanggaran itu dihentikan.
Bagi para pegawai pengusut berlaku ketentuan bahwa mereka di samping itu memiliki
kewenangan berdasar Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (misalnya menyita barang-
barang). Menghalangi seorang pegawai pengawas atau tidak memberikan bantuan senantiasa
merupakan perbuatan pidana sendiri.
• Peringatan itu tidak dapat di adakan secara tanpa ikatan. Badan pemerintah harus telah
mempunyai niat yang tetap, yang jika perlu melaksanakan suatu bestuursdwang.
• Perintah tertulis/peringatan tertulis harus memuat perintah yang jelas. Harus ditetapkan apa
yang seharusnya dilakukan oleh warga yang mendapat surat pemberitahuan guna
mencegah pemerintah mengambil tindakan-tindakan nyata.
• Perintah harus ditujukan pada yang berkepentingan yang menurut kenyataan memang juga
mampu mengakhiri pelanggaran itu.
• Eksplisit atau implisit harus nyata bahwa biaya-biaya dalam hal tata usaha Negara harus
bertindak, akan dibebankan pada pelanggar.
Terdapat dua hal yang terhadapnya suatu keputusan (ketetapan) yang menguntungkan dapat
ditarik kembali sebagai sanksi:
Sanksi lain yang untuk dikaji adalah sanksi administrasi yang dikenal dan (diberlakukan)
dalam hokum perpajakan. Undang-undang Nomor 6, Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan memberi penamaan terhadap sanksi dimaksud dengan penyebutan
sederhana, yakni sanksi administrasi. Sanksi administrasi dikenakan kepada wajib pajak yang
terhutang setelah kepadanya dikeluarkan suatu Surat Ketetapan Pajak.
Ditetapkan pula bahwa sanksi administrasi berupa bunga, denda administrasi, dan kenaikan
tidak dapat di kreditkan dari jumlah pajak yang terhutang. Sanksi administrasi berupa kenaikan
sebesar 100% dari jumlah kekurangan pajak juga dimuat dalam Surat Ketetapan Pajak Tambahan
yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
D. Sanksi Pidana
Salah satu upaya pemaksaan hukum itu adalah melalui pemberlakuan sanksi pidana terhadap
pihak pelanggar mengingat sanksi pidana membawa serta akibat hokum yang berpaut dengan
kemerdekaan pribadi.
Suatu sanksi pidana tidak dapat dikenakan kepada pihak pelanggar dengan cara penggunaan
bedtuursdwang. Penegakan sanksi pidana dilaksanakan menurut “due process of law” yang telah
ditentukan di dalam kaidah hukum acara pidana dan pengenaan sanksi itu hanya dapat dinyatakan
dalam suatu putusan hakim pidana. Tak dapat disangkal bahwa pemberlakuan sanksi pidana turut
berperan pada efektivitas penegakan dan pentaatan kaidah-kaidah hokum administrasi, termasuk
pada pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan.
E. Sanksi-Sanksi Kumulasi
Tapi pada saat yang sama memuat pula sanksi administrasi, yang memberi kewenangan
kepada penguasa daerah untuk melaksanakan pengosongan tanah dengan disertai beban biaya dari
pemakai tanah yang bersangkutan. Bagaimanapun juga pengenaan sanksi-sanksi yang kumulasi
niscaya akan menimbulkan pula akibat hukum yang jamak bagi warga yang dikenakan sanksi-
sanksi itu.
BAB IX
KAIDAH-KAIDAH DAN ASAS-ASAS PEMBUATAN
KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA (KTUN)
Baik ruang kebijaksanaan sebagai akibat wewenang bebas, maupun yang timbul dari ruang
penilaian yang di berikan kepada pemerintah, harus di hormati oleh hakim. Para warga yang
berkepentingan dan juga hakim, pada dasarnya harus menghormati pilihan itu.
Asas-asas umum pemerintahan yang baik dapat di pandang sebagai aturan-aturan hukum
tidak tertulis terutama untuk pengambilan KTUN dalam hal-hal pemerintahan memiliki ruang
kebijaksanaan tidak ada pertentangan asasi antara ABBB (algemene beginselenn van behoorlijik
bestuur) tidak tertulis dan hokum tertulis. Namun ABBB dirumuskan sebagai asas-asas. Arti
kongkretnya untuk tiap keadaan tersendiri tidak selalu dapat dilihat dengan mudah sebelumnya.
A. Pengaturan dan praktek Pembuatan Keputusan Tata Usaha Negara di Indonesia
Tidak ada ketentuan umum yang mengatur tentang tata cara pembuatan keputusan tata usaha
Negara. Tiap bidang mempunyai prosedur tersendiri, dan persyaratan tersendiri. Dalam bidang
perijinan saja masing-masing perijinan mempunyai tata cara dan persyaratan tersendiri. Dengan
demikian perlu study tersendiri untuk masing-masing bidang hukum administrasi khusus untuk
dapat mamahami prosedur dan segala persyaratan yang di butuhkan. Suatu prosedur yang baik
hendaknya memenuhi 3 landasan utama hukum administrasi yaitu landasan Negara hukum,
landasan demokrasi, landasan instrumental yaitu daya guna (efisiensi, doelmatigheid) dan hasil
guna (efektif, doeltrffenheid).
Lambat laun telah diterima pendapat bahwa ABBB harus di pandang sebagai norma-norma
hukum tidak tertulis yang senantiasa harus di taati oleh pemerintah. Meskipun arti yang tepat dari
ABBB bagi tiap keadaan tersendiri tidak selalu dapat di jabarkan dengan teliti. Dapat pula
dikatakan bahwa ABBB adalah asas-asas hukum tidak tertulis dari mana untuk keadaan-keadaan
tertentu dapat di tarik aturan-aturan hukum yang dapat di terapkan. Dalam praktek hukum di
Neaderland ABBB berikut ini telah mendapat tempat yang jelas :
a. Asas Persamaan
Dalam peradilan kita lihat bahwa relatif jarang suatu pendalilan asas persamaan diterima.
Ini terutama disebabkan oleh karena dua atau lebih keadaan kongkret tidak pernah
sepenuhnya sama satu sama lain. Jika suatu badan pemerintah tidak memperhatikan hal ini
atau bila penjelasan tidak meyakinkan, maka biasanya hakim tidak akan membatalkan karena
bertentangan dengan asas persamaan, tetapi karena bertentangan dengan asas pemberian
alasan. Jadi pemikirannya ialah, bahwa tidak cukup alasan mengapa tidak di anggap sama.
Tetapi asas persamaan pada dasarnya tidak memaksa badan pemerintah untuk mengulangi
suatu KTUN yang salah atau mengulangi suatu kekeliruan.
b. Asas Kepercayaan
Asas kepercayaan juga termasuk kedalam asas –asas hukum yang paling mendasar dalam
hukum public dan hukum perdata. Asas ini terutama penting sebagai dasar bagi arti yuridis
dari janji-janji, keterangan-keterangan, aturan-aturan kebijaksanaan dan bentuk-bentuk
rencana (yang tidak diatur dengan perundang-undangan). Bila suatu badan pemerintah atau
seorang pejabat yang berwenang bertindak atas nama pemerintahan itu memberikan janji
kepada seorang warga, asas kepercayaan menuntut supaya badan pemerintahan itu (antara
lain pada pelaksanaan suatu wewenang memberikan ketetapan) terikat pada janjinya.
Asas kepercayaan juga masyarakat bahwa pemerintah harus pula memperhatikan aturan-
aturan kebijaksanaan sendiri, setidak-tidaknya tidak menyimpanginya untuk kerugian yang
berkepentingan. Penyimpangan yang merugikan yang berkepentingan hanya mungkin, bila
tujuan suatu peraturan kebijaksanaan membenarkannya atau di dalam peraturan itu telah
diadakan pengecualian yang jelas.
Asas kepercayaan tidak menghalangi pemerintah mengubah kebijaksanaan, tetapi asas ini
menghalangi perubahan kebijaksanaan di berlakikan surut. Asas ini dapat pula membawa
serta bahwa pada perubahan kebijaksanaan yang merugikan harus diadakan masa peralihan
yang pantas.
Asas kepastian hikim mempunyai dua aspek yang satu lebih bersifat hukum materiil yang
lain bersifat formil. Aspek hukum material berhubungan erat dengan asas kepercayaan.
Harus di ingat bahwa :
Asas kepastian hukum tidak menghalangi penarikan kembali atau perubahan suatu
ketetapan, bila sudah sekian waktu di paksa oleh perubahan keadaan atau pendapat.
Penarikan kembali atau perubahan juga mungkin bila ketetapan yang menguntungkan di
dasarkan pada kekeliruan, asal saja kekeliruan itu dapat di ketahui oleh yang
berkepentingan.
Demikian pula penarikan kembali atau perubahan mungkin, bila yang berkepentingan
dengan memberikan keterangan yang tidak benar atau tidak lengkap, telah ikut
menyebabkan terjadinya ketetapan yang keliru.
Sisi formal dari asas kepastian hukum membawa serta bahwa ketetapan-ketetapan yang
memberatkan dan ketentuan-ketentuan yang terkait pada ketetapan-ketetapan yang
menguntugkan (antara lain izin) haris di susun dengan kata-kata yang jelas. Asas kepastian
hukum memberi hak kepada yang berkepentingan untuk mengetahui dengan tepat apa yang
di kehendaki dari padanya.
d. Asas Kecermatan
Asas Kecermatan mengandung arti bahwa suatu keputusan harus di persiapkan dan di
ambil dengan cermat. Badan pemerintahan dalam memepersiapkan dan mengambil ketetapan
dapat dengan berbagai cara melanggar asas ini.
Asas Pemberian alasan berarti bahwa suatu keputusan harus dapat di dukung oleh alasan-
alasan yang di jadikan dasarna. Dapat di bedakan tiga sub varian :
Bagian dari asas pemberian alasan ini mengandung arti bahwa kelompok fakta yang
menjadi titik tolak dari ketetapan harus benar. Bila ternyata bahwa fakta-fakta pokok
berbeda dari apa yang di kemukakan atau diterima oleh badan pemerintahan maka
dasar fakta yang teguh dari alasan-alasan tidak ada. Perlu di catat, bahwa dalam hal
ini biasanya juga terdapat cacat dalam kecermatan.
sebagai asas umum pemerintahan yang layak di pandang pula aturan bahwa suatu
wewenang tidak boleh di gunakan untukk tujuan lain selain untuk tujuan ia di berikan. Pada
umumnya penyalahgunaan suatu wewenang juga akan bertentangan dengan suatu peratiran
perundang-undangan. Dewasa ini para hakim lebih condong pada kesimpulan terakhir.
Asas Kecermatan dan asas pemberian alasan di pandang sebagai asas-asas pemerintah yang
baik yang lebih formal, sebab kedua asas itu tidak segera mengatakan sesuatu tentang isi dari
keputusan yang akan diambil tetapi lebih tentang persiapannya. Asas pemberian alasan
menetapkan syarat-syarat pinggiran, tetapi tidak menetukan isinya. Juga asas kepastian hukum
menyagkut sisi formal.
Asas persaman, asas kepercayaan, asas kepastian hukum dapat di pandang sebagai asas-asas
material pemerinatah yang layak.
Tetapi jika penolakan suatu izin di batalkan karena pelanggaran terhadap asas persamaan
maka pada dasarnya konklusinya ialah bahwa yang berkepentingan haris mendapat izin. Tetapi
sebagai penisbian perlu di ingat disini bahwa pemerintahan jika harus memikirkan apa yang harus
atau boleh di lakukan setelah ada pembatalan, tidak semestinya hanya memperhatikan dasar
pembatalan yang di sebut oleh hakim. Juga pertimbangan-pertimbangn hukum lainnya dari hakim
dapat memuat petunjuk-petunjuk tentang tindakan-tindakan apa yang selanjutnya harus diambil.
Demikianlah biarpun ada pembatalan di sebabkan adanya cact pemberian alasan, tetapi dari lain
pertimbangan dapat diambil kesimpulan bagaiman seharusnya keputusan itu.
3. Indonesia
Kepustakaan berbahasa Indonesia belum banyak membahas asas ini. Prof. Kuntjoro
purbopranoto mengetengahkan 13 asas yaitu :
2) Asas keseimbangan
3) Asas kesamaan
4. Pengumuman Dokumen-Dokumen
Dengan keterbukaan pemerintah para warga memperoleh lebih banyak pengertian tentang
rencana-rencan kebijaksanan dan tentang kenyataan-kenyataan yang mendasari kebijaksanaan
yang di jalankan. Sebagai fungsi-fungsi penting dari keterbukaan di dalam kepustakaan masih di
sebut :
1. fungsi partisipasi, keterbukaan sebagai alat bagi warga untuk ikut serta dalam proses
pemerintahan secara mandiri
2. fungsi pertanggung jawaban umum dan pengawasan, keterbukaan pada satu sisi sebagai
alat bagi penguasa untuk memberi pertanggung jawaban di muka umum pada sisi lain
sebagi alat bagi warga untuk mengawasi penguasa
3. fungsi kepastian hukum, keputusan-keputusan penguasa tertentu yang menyagkut
kedudukan hukum para warga demi kepentingan kepastian hukum harus dapat di ketahui
jadi harus terbuka
4. fungsi hak dasar, keterbukaan dapat memajukan penggunaan hak-hak dasar seperti hak
pilih, kebebasan mengeluarkan pendapat dan hak untuk berkumpul
Kewajiban keterbukaan umum bagi penguasa dirinci lebih lanjut dalam wet openbaarheid
van bestuur dan besluit openbaarheid van bestuur. Sebelum itu, bagi penguasa hanya ada
kewajiban untuk mengumumkan, bila disyaratkan oleh suatu peraturan khusus.
WOB berpangkal tolak bahwa informasi dari dokumen-dokumen penguasa pada dasrarnya
harus dapat di ketahui oleh setiap orang. Openbarheidswet nederland membedakan dua jenis wajib
informasi :
1. Wajib informasi akif dari penguasa yakni kewajiban penguasa untuk memberi informasi
atas inisiatif sendiri
2. Wajib informasi pasif, yakni kewajiban penguasa untuk memberikan informasi atas
permintaan warga.
a. data yang masih sedang di kerjakan atau yang tidak lengakap sehingga dengan
demikian dapat memberi gambaran yang keliru
BAB X
TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM
Pada dasawarsa terakhir kita melihat di Nederland penggeseran tekanan dari pemerintah ke
hakim. Setiap hakim dapat mengalami perubahan-perubahan, yang penting adalah bahwa hakim
juga boleh mengambil jalan formal untuk menguji ketentuan-ketentuan perjanjian, sedangkan
hakim tidak boleh menguji UU yang formal terhadap UU dasar. Menguji perundang-undangan
yang lebih rendah terhadap yang lebih tinggi dengan kekecualian larangan UU dasar untuk
menguji UU formal terhadap UU dasar, maka dalam hal itu orang melihat betapa pentingnya
tempat yang diduduki hakim itu dalam kmetatanegaraan. Apabila orang juga mengingat bahwa
pembuat undang-undang tidak selalu mampu untuk menangani perkembangan-perkembangan
social barumaka dapat dibayangkan bahwa dalam literature istilah pengganti pembuat undang-
undang mulai tampil ke muka. Hal itu dPt ditambah dengan istilah hakim sebagai pengganti
pemerintah. Namun istilah pengganti pembuat undang-undang sebagai penunjukan seorang hakim
tidak menggambarkan perkara itu secara tepat. Pertama-tama, seorang hakim tidak pernah dapat
mengambil keputusan-keputusan sendiri. Kedua, seorang hakim hanya dapat mengambil
keputusan-keputusan dalam perkarar-perkara yang konkrit. Ketiga, hakim itu terbatas untuk
pengujian menurut hukum.
B. Syarat-syarat untuk Suatu Peradilan yang Baik (Tinjauan atas Grodwet Belanda)
Suatu negara menginginkan peradilan yang berkualitas baik, yang diterima oleh lapisan-
lapisan masyarakat yang luas, harus didasarkan UU dasar dan perundang-undangan yang dijadikan
dasar itu sejumlah jaminan. Ciri khas yang paling pokok dari kedudukan para hakim adalah
ketidaktergasntungan (kebebasan) mereka. Hakim memutuskan sendiri, memberi interpretasi
sendiri atas kewenangannya sendiri, dan dia tidak terikat pada hukum. Untuk menjamin
ketidaktergantungan dan ketidak-sepihakan telah diciptakan ketentuan-ketentuan barikut:
“anggota-anggota dari kekuasaan kehakiman yang ditugaskan pada peradilan dan Jaksa
Agung pada Mahkamah Agung diangkat untuk seumur hidup dengan penetapan raja.”
- hakim-hakim yang berkualitas baik. Seleksi dan penggajian adalah penting sekali
- kemungkinan bagi si warga untuk selalu mempunyai jalan (minta bantuan) ke seorang
hakim
- penetapansuatu hukum acara yang baik, yang mana dasar-dasar tata cara yang elementer
(seperti didengar dan mendengarkan) telah ditentukan
Undang-undang Dasar 1945 mengatur 3 hal yang bersifat pokok yaitu jaminan terhadap
adanya hal-hal dan kewajiban-kewajiban asasi warganya, susunan ketatanegaraan yang bersifat
mendasar serta pembagian dan pembatasab tugas-tugas ketatanegaraan yang juga bersifat
mendasar. Dalam UUD 1945 terdapat pula ketentuan-ketentuan tentang kekuasaan kehakiman
yang diatur dalam Bab IX, Pasal 24 dan pasal 25 UUD 1945. Dalam kedua pasal UUD itu, kita
dapat menemukan adanya tiga kaidah hukum:
b. Susunan dan Kekuasaan Badan-badan Kehakiman itu akan diatur lebih lanjut
c. Syarat-syarat untuk menjadi hakim dan pemberhentiannya juga akan diatur lebih lanjut
Dalam penjelasan pasal 24 dan pasal 25 UUD 1945 dikemukakan bahwa “kekuasaan
kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah.
Berhubungan dengan itu, harus diadakan jaminan dalam UU tentang kedudukan para hakim.
Undang-undang yang mengatur secara umum tentang kekuasaan kehakiman Indonesia ialah
UU No.14 Tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman. Undang-undang
ini dalam diktum pertamanya mencabut Undang-undang No.19 Tahun 1962 tentang Ketentuan-
ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman yang berisi ketentuan yang bertentangan dengan UUD
1945.
Ada tiga alasan yang tercantum dalam pasal 19 yang memungkinkan Presiden turun tangan
atau campur tangan dalam soal-soal pengadilan, yaitu:
Undang-undang No.14 Tahun 1970 terdiri dari 8 Bab, yang terbagi dalam 42 pasal. Adapun
pengaturan dalam bab-bab meliputi:
a. Ketentuan umum
g. Bantuan hukum
h. Penutup
E. Badan-Badan Peradilan
Sebagai pelaksanaan pasal 24 dan pasal 25 UUD 1945, dalam UU No.14 Tahun 1970 diatur
adanya 4 lingkungan peradilan yang meliputi:
a. Peradilan Umum
b. Peradilan Agama
Sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 10 ayat (1) diatas telah dikeluarkan
berturut-turut:
PENJELASAN:
Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara Tertinggi terdiri dari Pimpinan, Hakim
Anggota, Panitera (griffier), dan sekretaris Jenderal Mahkamah Agung.
2. Peradilan Umum
Dalam undang-Undang No.2 tahun 1986 yang dimaksud dengan kekuasaan kehakiman di
lingkungan peradilan umum adalah pengadilan negeri sebagai pengadilan tingkat pertama dan
pengadilan tinggi sebagai pengadilan tingkat dua atau pengadilan banding. Peradilan ujmum itu
berpuncak pada Mahkamah Agung sebagai pengadilan Negara Tertinggi.
Dalam undang-undang dikenal adanya dua macam pembinaan, yaitu; pembinaan teknis
peradilan yang dilakukan oleh Mahkamah Agung dan Pembinaan Organisasi, administaasi dan
keuangan pengadilan yang dilakukan oleh Menteri Kehakiman. Pengadilan Negeri dibentuk
dengan keputusan Presiden, sedangkan Pengadilan Tinggi dibentuk dengan Undang-undang.
Baik hakim Pengadilan Negeri maupun hakim Pengadilan Tinggi diangkat oleh Presiden
dalam kedudukannya sebagai Kepala Negara atas usul Menteri Kehakiman berdasarkan
persetujuan Ketua Mahkamah Agung sesuai dengan persyaratan yang ditentukan.
3. Peradilan Agama
Undang-undang baru yang mengatur Peradilan Agama adalah UU No.7 tahun 1989 tentang
Peradilan Agama yang menjadi dasar hukum adanya pengadilan ini.
4. Peradilan Militer
Peradilan Militer ini mengadili pelanggaran terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,
Kitab Undang-undang Hukum Pidana Mliter dan Kitab Undang-undang Hukum Disiplin Tentara.
Peraturan tentang Peradilan Militer terdiri dari:
Peradilan Tata Usaha Negara diatur dengan Undang-Undang No.54 tahun 1986 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara. Yang menjadi pertimbangan adanya Peradilan Tata Usaha Negara
ini adalah:
a. Negara RI sebagai negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 bertujuan
mewujudkan tata kehidupan negara dan bangsa yang sejahtera, aman, tentram, serta tertib,
yang menjamin persamaan kedudukan warga masyarakat dalam hukum, dan yang
menjamin terpeliharanya hubungan yang serasi, seimbang, serta selaras antara aparatur di
bidang tata usaha negara dengan para warga masyarakat
Kekuasaan kehakiman di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara dilakukan oleh Pengadilan
Tata Usaha Negara dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.
F. Ombudsman
1. Di Belanda
Dalam bidang tindakan penguasa yang melanggar hukum di negeri Belanda dalam tahhun-
tahun terakhir telah terjadi banyak perkembangan. Secara kasar kita dapat membuat pembagian
dalam kategori-kategori yang berikut:
a. Hakim perdata menganggap bahwa telah terjadi suatu tindakan yang melanggar hukum
karena dia menganggap pengumuman suatu keputusan adalah melanggar hukum
b. Hakim perdatamenganggap bahwa telah terjadi suatu tindakan melanggar hukum karena
seorang pejabat telah membatalkan suatu keputusan
c. Hakim perdata menganggap bahwa telah terjadi suatu tindakan melanggar hukum karena
dia menganggap pengumuman suatu undang-undang dalam arti materil adalah melanggar
hukum
d. Hakim perdata menganggap bahwa telah terjadi suatu tindakan melanggar hukum karena
dia menganggap suatu tindakan nyata dari penguasa adalah melanggar hukum.
2. Perbuatan Melanggar Hukum oleh Penguasa di Indonesia
Tentang perbuatan melanggar hukum oleh penguasa akan dibahas dua aspek utama yhakni:
dasar kompetensi absolut peradilan umum dan criteria perbuatan melanggar hukum oleh penguasa
Pada zaman Hindia Belanda, pengadilan perdata di Hindia Belanda dengan berpegang pada
azas konkordansi. Pada masa setelah proklamasi kemerdekaan, peradilan perdata tetap menyatakan
dirinya kompeten menangani gugatan terhadap pemerintah. Dari putusan-putusan pengadilan yang
pernah ada ternyata ada beberapa dasar yang dijadikan dasar hukum oleh peradilan perdata untuk
menyatakan kompetensinya. Ada tiga hal yang diketengahkan secara tidak konsisten, yakni:
pertama, masih menunjuk pasal 2 RO sebagai dasar hukum, kedua, dinyatakan sebagai dasar ialah
karena belum adanya peradilan tata usaha negara, ketiga, menyatakan sebagai dasar ialah
yurisprudensi.
Yang ketiga Mahkamah Agung menegaskan bahwa perbuatan kebijaksanaan penguasa tidak
termasuk kompetensi pengadilan untuk menilainya.
BAB XI
PERADILAN TATA USAHA NEGARA
Ciri khas hukum acara peradilan tata usaha Negara terletak pada asas-asas hukum yang
melandasinya, yaitu :
c. Asas Keaktifan Hakim ( dominus litis ). Yaitu untuk mengimbangi kedudukan para
pihak karena tergugat adalah pejabat tata usaha negara sedangkan penggugat adalah
orang atau badan hukum perdata.
d. Asas Putusan Pengadilan mempunyai kekuatan mengikat “erga omnes“. Sedangkan
TUN adalah sengketa hukum publik. Dengan demikian putusan pengadilan TUN berlaku
bagi siapa saja-tidak hanya bagi para pihak yang bersengketa.
Peradilan Tata Usaha Negara pada dasarnya menegakkan hukum publik, yakni hukum
administrasi sebagaimana ditegakkan dalam Undang-Undang PTUN Pasal 47 bahwa sengketa
yang termasuk lingkup kewenangan PTUN adalah sengketa tata usaha negara.
Peradilan Tata Usaha Negara melalui UU No 5 Tahun 1986 tidak hanya melindungi hak
individu tetapi juga melindungi hak masyarakat. pasal-pasal yang langsung menyangkut
perlindungan hak-hak masyarakat adalah Pasal 49, pasal 55, dan pasal 67.
Dalam kaitannya dengan organisasi, ada baiknya kita tinjau struktur PTUN itu sendiri secara
sepintas. berdasarkan ketentuan Pasal 8 UU No 5 Tahun 1986, pengadilan tata usaha negara terdiri
atas PTUN sebagai pengadilan tingkat pertama, dan PT TUN ( Pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara ). struktur yang demikian mirip dengan struktur peradilan umum berdasarkan ketentuan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 ( vide Pasal 6 ). Meskipun dengan struktur yang sama,
namun alur perkara dalam lingkungan peradilann umum berbeda dengan lingkungan Peradilan
Tata Usaha Negara. perbedaan itu disebabkan karena dalam jalur Peradilan Tata Usaha Negara
terdapat saluran upaya administratif ( vide pasal 48 UU No 5 Tahun 1986 ).
Pengadilan tata usaha negara dibentuk dengan keputusan Presiden ( Pasal 9 UU No 5 Tahun
1986 ), Sedangkan pengadilan tinggi tata usaha negara dibentuk dengan undang-undang.
Pada waktu pertama kali diterapkan UU No 5 Tahun 1986 melalui PP No 7 Tahun 1991 yang
menyatakan bahwa PTUN mulai diterapkan tanggal 14 Januari 1991, telah dibentuk 5 pengadilan
TUN melalui Kepres No 52 Tahun 1990 dan 3 pengadilan tinggi TUN melalui UU No 10 tahun
1990. Lima pengadilan TUN tersebut adalah : PTUN Jakarta, Medan, Palembang, Surabaya, dan
Ujung Pandang. Sejalan dengan ketentuan pasal 10 ayat 2 UU No 14 tahun 1970, kekuasaan
kehakiman di lingkungan peradilan tata usaha negara berpuncak pada Mahkamah Agung sebagai
pengadilan negara tertinggi. Dengan demikian keempat lingkungan peradilan kita berpuncak pada
Mahkamah Agung ( sistem piramide ).
Mahkamah Agung
Peradilan Umum Peradilan Agama Peradilan Militer Peradilan Tata Usaha Negara
C. Upaya Administratif
1. Dalam hal suatu badan atau pejabat tata usaha negara diberi wewenang oleh atau
berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk menyelesaikan secara administratif
sengketa tata usaha negara tertentu, maka sengketa tata usaha negara tersebut harus
diselesaikan melalui upaya administratif yang tersedia.
Ada 2 macam upaya administratif, yaitu ” banding administratif ” dan prosedur ” keberatan
”. Dalam hal penyelesaiannya dilakukan oleh instansi yang sama, yaitu badan atau pejabat tata
usaha negara yang mengeluarkan KTUN, maka prosedur yang ditempuh disebut ” keberatan ”.
Dalam hal ini penyelesaiannya dilakukan oleh instansi atasan atau instansi lain, maka prosedur ini
disebut ” banding administratif ”.
D. Kompetensi Absolut Peradilan Tata Usaha Negara
KTUN merupakan dasar lahirnya sengketa tata usaha negara. Dalam pasal 1 angka 3
merumuskan KTUN adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata
usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan
akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.
Tindakan hukum tata usaha negara tidaklah sama maknanya dengan tindakan pejabat atau
tindakan badan tata usaha negara. Tidak setiap tindakan pejabat adalah tindakan hukum tata usaha
negara.
Bagi yang dituju dengan sebuah KTUN ( pihak II ) : 90hari sejak saat KTUN itu
diterima;
Bagi pihak II yang berkepentingan : 90 hari sejak saat KTUN itu diumumkan.
F. Hak Gugat
Berdasarkan ketentuan pasal 53 ayat 1 yang dapat bertindak sebagai penggugat adalah :
Dengan demikian harus ada hubungan kausal antara KTUN dengan kerugian/kepentingan.
G. Petitum
Berdasarkan ketentuan pasal 53 ayat 1, petitum pokok adalah KTUN tersebut dinyatakan
tidak sah atau batal. Sebagai petitum tambahan adalah ganti rugi dan rehabilitasi.
Tuntutan ganti rugi dibatasi jumlahnya. Berdasarkan ketentuan PP no 43 tahun 1991 ganti
rugi berkisar antara Rp. 250.000,00-Rp.5.000.000,00
Rehabilitasi hanya berlaku untuk sengketa kepegawaian, yaitu pemulihan hak sebagai
pegawai negeri. Dalam hal rehabilitasi dapat dibebani suatu kewajiban kompensasi sebesar antara
Rp.100.000,00-Rp.2.000.000,00.
Berdasarkan ketentuan pasal 53 ayat 2, dasar pengujian oleh pengadilan terhadap keputusan
tata usaha negara yang digugat, adalah :
(3). Dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang tidak berwenang.
b. Badan atau pejabat tata usaha negara pada waktu mengeluarkan keputusan sebagaimana
dimaksud dalam ayat ( 1 ) telah menggunakan wewenangnya untuk tujuan lain dari
maksud diberikannya wewenang tersebut.
c. Badan atau pejabat tata usaha negara pada waktu mengeluarkan atau tidak mengeluarkan
keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat ( 1 ) setelah mempertimbangkan semua
kepentingan yang tersangkut dengan keputusan itu seharusnya tidak sampai pada
pengambilan atau tidak pengambilan keputusan tersebut.
I. Alat Bukti
Keterangan ahli
Keterangan saksi
Pengetahuan hakim
Ketentuan tersebut dikaitkan dengan pasal 107 :...untuk sahnya pembuktian diperlukan
sekurang-kurangnya dua alat bukti berdasarkan keyakinan hakim.
- Wewenang
- Prosedur
- Substansi
J. Hukum Acara
Istilah hukum acara untuk PTUN hendaknya HUKUM ACARA PERADILAN TATA
USAHA NEGARA dan bukan HUKUM ACARA TUN. Penyebutan hukum Acara PTUN untuk
menunjukkan sifat contentieux, karena dalam hukum acara TUN ada aspek contentieux dan ada
aspek non contentieux berupa prosedur pemerintahan, misalnya prosedur perizinan.
- Hak gugat
- Alasan menggugat
- Alat bukti
b. Hukum Acara Formal ( hukum acara dalam arti sempit ) berupa langkah-langkah atau
tahapan yang terbagi atas :
- Acara biasa ( pasal 68 dst ), dengan ciri : diawali dengan pemeriksaan persiapan dan
majelis hakim 3 orang.
II. Pemeriksaan persiapan ( pasal 63 ) : tahap ini dimaksudkan untuk melengkapi gugatan
yang kurang jelas.
* Acara Formal
1. Acara Biasa
Secara garis besar proses tertib beracara menurut acara biasa dapat dibagi atas tindakan
sebelum pemeriksaan di sidang pengadilan dan pada pemeriksaan di muka sidang pengadilan
dengan berbagai ragam pentahapan yang harus dilalui.
Tindakan ini dilakukan sebelum pemeriksaan di sidang pengadilan yang dinyatakn terbuka
untuk umum. Untuk itu dilakukan beberapa pentahapan dalam proses yang dilakukan oleh petugas
pengadilan baik ketua, maupun majelis hakim dan panitera.
Pasal 1 angka 5 menentukan, bahwa gugatan adalah : ”...permohonan yang berisi tuntutan
terhadap badan atau pejabat tata usaha negara dan diajukan ke pengadilan untuk mendapatkan
putusan ” ( garis bawah penulis ).
Yang berhak mengajukan gugatan hanyalah orang, dan atau badan hukum perdata, atau
subyek hukum perdata semata-mata, karena itu penggugat berhak menentukan sipa yang akan
digugat. sedangkan badan atau pejabat administrasi negara atau subyek hukum publik dilarang
mengajukan gugatan ( pasal 1 angka 4,5 angka 6 jo Penjelasan pasal 53 ayat 1 ).
Surat-surat harus ditandatangani ( atau cap jempol ) oleh penggugat atau kuasanya. Bilamana
surat gugat itu ditandatangani oleh kuasanya maka harus disertai dengan surat kuasa yang sah.
Dengan demikian maka surat-surat dapat ditandatangani atau cap jempol oleh :
2. ( para ) kuasa penggugat, yaitu subyek hukum yang diberi kuasa khusus oleh para
penggugat untuk membuat dan menandatangani surat-gugat.
3. gugatan diajukan karena para penggugat merasa kepentingannya dirugikan disebabkan
tindakan-tindakan administrasi yang dituangkan dalam meputusan atau tidak
mengeluarkan keputusan itu.
L. Biaya Perkara
Pada umumnya diperlukan biaya untuk berpekara yang harus dibayar ( pasal 59 ). Walaupun
demikian adakalanya dibebaskan dari biaya perkara atau berperkara sevara prodeo ( pasal 60 dan
pasal 61 ). Penggugat dalam mengajukan surat-gugatannya diwajibkan untuk membayar uang
muka biaya perkara yang besarnya ditaksir oleh penitera.
Uang muka biaya perkara ialah biaya yang dibayar terlebih dahulu sebagai uang panjar oleh
pihak penggugat terhadap perkiraan biaya berperkara yang diperlukan dalam proses sengketa.
Sebagai contoh yang termasuk ke dalam biaya perkara antara lain, seperti baiya-biaya
kepaniteraan, materai, saksi, alih bahas, dab biaya pemeriksaan di tempat lain dari ruang sidang
( pasal 111 ).
Penggugat tidak diwajibkan membayar biaya perkara, maupun imbalan jasa kepada para
kuasanya yang memberikan bantuan hukum. Umumnya bantuan hukum di sini dititikberatkan
sebagai litigasi, dan disarankan sebaiknya dilakukan terus oleh para kuasanya untuk semua
tingkatan peradilan tata usaha negara ( untuk menghindari pergantian kuasa dan berulangkali
menceritakan judex facti yang serupa kepada kuasa baru oleh klien ).
Perkara dicatat dalam daftar oleh panitera setelah penggugat membayar uang muka biaya
perkara ( pasal 59 ayat 2 ), sebagai bukti bahwa gugatan sudah terdaftar dan uang muka sudah
dibayar, dapat diketahui dari tanda bukti penerimaan uang yang mencantumkan juga nomor
register perkara. Sesuai SE Mahkamah Agung no 2 tahun 1991 tanggal 9 juli 1991 uang muka
perkara ditaksir oleh panitera sekurang-kurangnya Rp. 50.000,-
Pokok gugatan ( fakta yang dijadikan dasar gugatan ) itu nyata-nyata tidak termask
wewenang pengadilan;
Apa yang dituntut dalam gugatan sebenarnya sudah terpenuhi oleh keputusan
adnministrasi negara yang digugat;
memberi nasihat kepada penggugat untuk memperbaiki gugatan dan melengkapi dengan
data yang diperlukan dalam jangka waktu 30 hari;
dapat diminta penjelasan kepada badan atau pejabat tata usaha negara yang
bersangkutan.
Penyederhanaan itu dimungkinkan karena pada hakikatnya kedua hal di atas itu
termasuk dalam ” pemeriksaan pemdahuluan ” dan menunjuk kepada karakteristik hukum
Acara Peradilan Tata Usaha Negara, yang dalam hal ini demi kesempurnaan gugatan yang
akal diperiksa dan diputuskan di persidangan.
Penetapan hari sidang selalu berhubungan dengan panggilan, waktu dan jarak antara tempat para
pihak yang bersengketa dengan tempat persidangan. Hari persidangan ditetapkan selambat-
lambatnya 30 (tiga puluh) hari seelah gugatan dicatat dalam daftar perkara.
1.6 Panggilan Para Pihak Yang Berperkara (Pasal 59 ayat 3, 4 Pasal 64 ayat 2, Pasal 65 dan Pasal
66)
Pemanggilan kepada para pihak yang berperkara dilakukan setelah selesai pentahapan tindakan
sebelum pemeriksaan di sidang pengadilan. Hal ini berarti setelah gugatan dianggap cukup
lengkap dan sempurna serta telah ditentukan majelis hakim, yang memeriksa dan memutus
sengketa tata usaha negara itu.
Jangka waktu pemanggilan dan hari persidangan tidak boleh kurang dari 6 (enam) hari, kecuali
bila sengketa itu diperiksa berdasarkan acara cepat.
Setelah ”pemeriksaan pendahuluan” selesai, maka ditetapkanlah hari, jam, dan tempat
persidangan. Kemudian kedua belah pihak atau para kuasanya dipanggil untuk mulai bersidang
yang harus diperlakukan sama dan didengar. Untuk keperluan pemeriksaan, hakim ketua sidang
membuka sidang dan menyatakannya terbuka untuk umum (Pasal 70 ayat 1). Sifat terbuka sidang
untuk umum itu merupakan syarat mutllak karena kalau tudak putusan hakim diancam batal
menurut hukum, kecuali bila ditentukan lain (Pasal 17 ayat 1 dan 2 undang-undang nomor 14
tahun 1970). Sangatlah penting tertib acara dalam pemeriksaan berikut berita acaranya. Oleh
karena itu dalam sengketa tata usaha negara, tertib acara pemeriksaan dan berita acaranya di
pengadilan tata usaha negara (setelah berfungsi) pun merupakan salah satu hal yang penting dalam
proses beracara.
2.1 Intervensi
Intervensi adalah ikut sertanya pihak lain ke dalam sengketa. Ini dapat dilakukan oleh seseorang
atau badan hukum perdata, baik pada waktu pemeriksaan di sidang pengadilan maupun dalam
pelaksanaan putusan. Intervensi dalam taraf pemeriksaan di sidang pengadilan, dapat terjadi
karena prakarsa administrasi itu masuk pihak ketiga, maka ia akan memanggilnya dengan resmi
sebagaimana mestinya. Sedangkan atas prakarsa sendiri, ialah bilamana pihak ketiga dengan jalan
memasukkan permohonan sendiri untuk maksud mempertahankan hak dan kepentingannya jangan
sampai dirugikan oleh putusan atas sengketa itu.
Ketentuan intervensi menurut pasal 83 sangatlah dipengaruhi oleh ketentuan hukum acara perdata.
Dalam hukum acara perdata, intervensi perlu diatur karena sifat putusan pengadilan perdata hanya
berlaku bagi para pihak yang berperkara.
Semenjak oerkara itu dicatat di kepaniteraan pengadilan tata usaha negara, sampai proses sengketa
itu selesai dilaksanakan, dimungkinkan bagi para pihak untuk melakukan pemeriksaan dan
mempelajari berkas-berkas sengketa termaksud serta membuat kutipan-kutipan seperlunya.
Bilamana ada berkas yang dibawa keluar, haruslah terlebih dahulu mendapat izin dari ketua
pengadilan. Panitera bertanggung jawab sepenuhnya atas berkas-berkas perkara, termasuk titipan
baik barang maupun uang dari pihak ketiga.
Suatu putusan pengadilan diambil untuk memutuskan suatu perkara, yang diserahkan kepadanya
dalam rangka yang dinamakan jurisdictio contentiosa. Sebelum putusan itu dijatuhkan, terlebih
dahulu majelis hakim bermusyawarah dalam ruangan tertutup untuk mempertimbangkan putusan
perkara itu.
Dalam perkara perdata, ternyata hakim berwenang mengubah putusan-sela, karena terdapat
kesalahan di dalamnya, sebagaimana telah diputuskan oleh Mahkamah Agung. Menurut sifatnya,
amar atau diktum putusan itu dibedakab dalam 2 macam, yaitu :
Adapun amar putusan itu seperti gugatan ditolak, gugatan dikabulkan, gugatan tidak
diterima dan gugatan gugur.
Pemeriksaan perkara di pengadilan tata usaha negara (tingkat pertama) dapat dilakukan dengan
acara biasa dan bukan acara biasa. Apabila kedua acara itu dibandingkan ternyata masing-masing
memiliki proses tersendiri yang berbeda terutama dilihat dari faktor waktu. Oleh karena itu kita
dapat menyebut acara luar biasa untuk bukan acara biasa.
11.12 Banding
Arti banding yaitu merupakan pemeriksaan dalam instansi (tingkat) kedua oleh sebuah pengadilan
atasan yang mengulangi seluruh pemeriksaan, baik yang mengenai fakta-faktanya, maupun
penerapan hukum atau undang-undang. Permohonan pemeriksaan banding itu dapat dicabut oleh
pemohon selama hal itu belum diputus. Jika permohonan itu dicabut, maka ia tidak boleh
mengajukan lagi walaupun jangka waktu untuk mengajukan banding belum lampau.
11.13 Kasasi
Terhadap putusan tingkat terakhir pengadilan dapat dimohonkan pemeriksaan kasasi kepada
Mahkamah Agung, tidak terkecuali untuk pengadilan tata usaha negara. Pemeriksaan kasasi untuk
perkara yang diputus oleh Pengadilan di Lingkungan Pengadilan Agama atau yang diputus oleh
Pengadilan di Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara dilakukan menurut ketentuan undang-
undang.
11.14 Peninjauan Kembali
Peninjauan kembali putusan merupakan alat hukum yang istimewa dan pada galibnya baru
dilakukan setelah alat-alat hukum lainnya telah dipergunakan tanpa hasil. Syarat-syaratnya
ditetapkan dalam hukum acara pada umumnya, peninjauan kembali putusan hanya dapat dilakukan
apabila terdapat nova, yaitu fakta-fakta atau keadaan-keadaan baru, yang pada waktu dilakukan
peradilan yang dahulu, tidak tampak atau memperoleh perhatian.
Hanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang dapat dilaksanakan,
terlebih dahulu salinan putusan tadi dikirimkan dengan surat tercatat oleh panitera pengadilan
setempat atas perintah ketua pengadilan tata usaha negara yang mengadilinya selambat-lambatnya
14 hari terhitung sejak putusan tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap.
Sebagai salah satu pihak yang bersengketa, pejabat TUN hanya mungkin berkedudukan sebagai
tergugat, dan tidak mungkin sebagai penggugat. Dalam hal pejabat/badan TUN mempunyai
kepentingan terkait dengan suatu sengketa TUN dia bisa bertindak sebagai intervenient yang
mempertahankan/membela kepentingannya. Sebagai intervenient mestinya tidak harus bergabung
dengan salah satu pihak yang bersengketa, tetapi sebagai pihak yang mandiri dengan
kepentingannya sendiri.