You are on page 1of 49

BAB I

ADMINISTRASI DAN HUKUM ADMINISTRASI

A. Peristilahan

Penggunaan istilah Hukum Administrasi Negara (HAN) sedikit banyak dipengaruhi oleh
Keputusan/Kesepakatan pengasuh mata kuliah Fakultas Hukum pada pertemuan di Cibulan
tanggal 26-28 Maret 1973. Sebelum itu, dalam kurikulum minimal tahun 1972, istilah yang
digunakan dalam SK Menteri P dan K tanggal 30 Desember 1972 No. 0198/U/1972 adalah Hukum
Tata Pemerintahan. Meskipun istilah Hukum Tata Pemerintahan tercantum dalam SK tersebut
diatas, namun dalam kenyataan penggunaan istilah itu oleh beberapa fakultas hukum – terutama
fakultas hukum universitas negeri (yang kemudian diikuti juga oleh berbagai fakultas hukum
universitas swasta) tidak seragam. Istilah-istilah yang beranekaragam itu adalah: Hukum Tata
Pemerintahan, Hukum Tata Usaha Negara, Hukum Administrasi Negara.

Soewarno Handayaningrat dalam bukunya Administrasi Pemerintahan Dalam Pembangunan


Nasional antara lain menengahkan sebagai berikut:

Administrasi Negara merupakan bagian dari administrasi umum. Ilmu Administrasi Negara
merupakan cabang Ilmu Sosial dan (Ilmu Politik). Pada halaman 2 juga diketengahkan pendapat
Leonard D.White bahwa administrasi negara terdiri atas semua kegiatan Negara dengan maksud
untuk menunaikan dan melaksanakan kebijakan Negara. Pada halaman 3 diketengahkan pendapat
Dimock dan Koening tentang administrasi negara dalam arti luas dan arti sempit. Dalam arti luas,
administrasi negara adalah kegiatan negara dalam melaksanakan kekuasaan politiknya. Dalam arti
sempit, administrasi negara adalah kegiatan eksekutif dalam penyelenggaraan pemerintahan.

B. Pemerintahan

1. Definisi dan perumusan – perumusan

Pengertian pemerintahan dapat difahami melalui dua pengertian: disatu pihak dalam arti
“fungsi pemerintahan” (kegiatan memerintah), dilain pihak dalam arti “organisasi pemerintahan”
(kumpulan dari kesatuan–kesatuan pemerintahan). Apa sebenarnya kandungan dari “fungsi
pemerintahan” itu? Fungsi dari pemerintahan itu dapat ditentukan sedikit banyak dengan
menempatkannya dalam hubungan dengan fungsi perundang-undangan dan peradilan.
Pemerintahan dapat dirumuskan secara negatif sebagai segala macam kegiatan penguasa yang
tidak dapat disebutkan sebagai suatu kegiatan perundang-undangan atau peradilan. Ada ahli
hukum administrasi yang mengatakan bahwa pelaksanaan kekuasaan yang terdiri atas peraturan-
peraturan perundang-undangan yang lebih lanjut (peraturan-peraturan umum tentang
pemerintahan, peraturan-peraturan dari pihak penguasa yang lebih rendah), tidak dapat
dikategorikan dalam hukum administrasi.

Donner (A.M Donner, Nederlands Bestuursrecht, jilid umum, Alphen aan den Rijn,
Nederland, cetakan ulang kelima tahun 1987 hal. 15-17) mengutarakan empat macam bentuk dari
penguasa :

a). Pemelihara Ketertiban

Pemeliharaan ketertiban pada tingkat pertama ialah pengawasan supaya dapat terlaksana
secara teratur. Dapat terdiri dari penetapan peraturan bagi komunikasi timbal balik, yaitu
diserahkan pada masyarakat untuk mengadukan sendiri pelanggaran atas hukum tadi dan
membuatnya berlaku melalui suatu proses (seperti dalam hal lalu lintas). Suatu teknik lain
pemeliharaan ketertiban ialah terikatnya beberapa kegiatan atau keadaan pada suatu
perizinan, pengesahan, persetujuan atau suatu bentuk pemberian kuasa yang lain oleh karena
kegiatan-kegiatan itu pada dasarnya adalah terlarang kecuali jika dilaporkan dan memperoleh
izin.

b). Pengelola Keuangan


Melalui pajak, pungutan-pungutan lain, pendapatan sendiri umpamanya dari sumber
bantuan kekayaan alam dan kredit luar negeri, pihak penguasa menjadi yang terkaya dan
yang paling boleh dipercaya dalam negara. Dalam hal pemasukan uang pajak yang terutang,
pihak pemerintah (melalui Kantor Inspeksi Pajak = sekarang Dit.Jen Pajak) memainkan
peranan yang penting. Pendapatan pihak penguasa bertujuan untuk menutup kebutuhan-
kebutuhan sendiri, namun juga mempunyai fungsi dalam hal pengaturan kembali pendapatan
negara. Dengan demikian, penguasa memberi bantuan, menyediakan subsidi, memberi kredit
dan jaminan atau memberi harta milik yang diinvestasikan oleh kelompok-kelompok tertentu
atau masyarakat umum.

c). Tuan tanah

Sejak dahulu pihak penguasa merupakan tuan tanah. Banyak jalan dan sungai, pantai,
bendungan dan tentu saja bahan-bahan mineral, adalah milik penguasa. Penguasa juga
memiliki kesempatan-kesempatan juridis untuk merampas tanah ataupun menggunakan
tanah itu dengan tujuan membatasi kepentingan umum dan pungutan pajak.

d). Pengusaha

Beberapa kegiatan hanya dapat dilaksanakan oleh pihak penguasa mengingat sifatnya
atau karena diharuskan sesuai dengan undang-undang. Maka kita menyebutkan “jasa-jasa”
pihak penguasa: seperti pertahanan, pekerjaan umum, polisi, pemadam kebakaran, peredaran
mata uang, pendidikan, penyediaan air minum, energi dan saluran air, dll.

Disamping keempat jasa yang diarahkan keluar (ekstern) itu, masih ada yang diarahkan
fungsinya kedalam (intern) yakni pemerintahan sebagai badan organisasi intern. Pemerintahan
intern berbentuk segala macam aturan-aturan organisasi, keputusan-keputusan pengangkatan dan
pemberhentian, aturan-aturan dan keputusan-keputusan mengenai kedudukan hukum pegawai
negeri, keputusan-keputusan tentang bidang pengawasan para pegawai yang kedudukannya lebih
tinggi terhadap yang lebih rendah dan peraturan mengenai penyelesaian sengketa diantara para
pegawai negeri.

2. Sejarah Pemerintahan di Indonesia

Organisasi pemerintahan setelah penyerahan oleh Raffles adalah sebagai berikut: pemerintah
pusat membentuk sebuah sekretariat yang dinamakan “Algemene Secretarie” di Bogor. Pimpinan
urusan “oorlog en marine” diserahkan kepada sebuah departemen; urusan keuangan diserahkan
kepada “Generale Directive van Financien”. Susunan pemerintahan yang sederhana itu baru dapat
dikembangkan lebih luas pada masa Gubernur Jenderal Duymaer van Twist (1851-1856). Sesudah
tahun 1904 susunan departemen adalah sebagai berikut:

1. Pertanian

2. Perusahaan Negara (gouvernements bedrijven)

3. Kehakiman (pertama kali didirikan tahun 1870)

4. Keuangan

5. Pemerintahan (binnenlands bestuur)

6. Pengajaran dan keagamaan (onderwijs en eeredienst)

7. Perekonomian

8. Perhubungan dan Pengairan (verkeer en waterstaat)

9. Peperangan (oorlog)
10. Angkatan Laut (marine)

Pada tanggal 18 Agustus 1945 dibentuknya UUD Negara RI Tahun 1945, yang dapat
dipandang sebagai akte kelahiran dari Negara Republik Indonesia. Selain itu juga diangkat
Presiden dan Wakil Presiden. Pada tanggal 19 Agustus tahun 1945 oleh PPKI ditetapkan susunan
kementrian negara dan pada tanggal 2 September 1945 Presiden mengangkat menteri-menteri
Negara yang masing-masing mengepalai satu departemen, yaitu: Dalam negeri, Luar negeri,
Kehakiman, Keuangan, Kemakmuran, Kesehatan, Pengajaran dan Pendidikan, Sosial, Pertahanan,
Penerangan, Perhubungan dan Pekerjaan Umum.

Karena saat itu, sistem pemerintahan belum dapat dilaksanakn secara penuh. Maka Belanda
berusaha kembali untuk menguasai negara RI akhirnya melahirkan suatu Negara Serikat, yaitu
Republik Indonesia Serikat dengan konstitusinya disebut dengan Konstitusi RIS. Namun pada
tanggal 17 Agustus 1950 (kurang dari satu tahun masa RIS) bentuk negara kembali ke bentuk
negara kesatuan dan lahirlah Undang-Undang Dasar Sementara tahun 1950. tugas pemerintah di
bidang eksekutif adalah menyelenggarakan kesejahteraan Indonesia dan teristimewa berusaha
supaya UUD, Undang-undang, dan peraturan-peraturan lain dijalankan (Pasal 82). Untuk
membentuk anggota DPR dan Dewan Konstituante, dibawah UUDS tahun 1950 telah
diselenggarakan Pemilu yang pertama kali tanggal 1 April 1954 hingga tanggal 16 Juli 1956. Pada
tanggal 23 Maret 1956 Presiden mengambil sumpah para anggota DPR di Istana Negara Jakarta
dan pada tanggal 10 Nopember melantik anggota Konstituante di gedung Konstituante di
Bandung.

Ternyata hasil pemilu itu kemudian menimbulkan masalah dalam kehidupan ketatanegaraan
Indonesia. Kemelut kabinet terus berlangsung dan akhirnya Presiden Soekarno telah memutuskan
menunjuk dirinya sendiri sebagai Kepala Negara membentukk baru yang dilantik tanggal 9 April
1957 dipimpin oleh Ir. Djoeanda selaku PM, Mr. Hardi selaku WAPERDAM I, K.H. Idham
Khalid selaku WAPERDAM II, kabinet itu terkenal dengan nama Kabinet karya. Berhubung
kabinet karya disandarkan kepada UUDS 1950 yang dinyatakan tidak berlaku melalui Dekrit
Presiden 5 Juli 1959, pada tanggal 6 Juli 1959 kabinet Djoeanda mengembalikan mandat kepada
Presiden. Pada tanggal 9 Juli Presiden membentuk Kabinet baru, yaitu Kabinet Kerja. Kabinet
Kerja terdiri dari tiga kelompok Menteri, yaitu: Menteri Inti, Menteri Muda dan Menteri Ex
Officio (KASAD, KSAU, KSAL, KKN, Jaksa Agung, Wakil Ketua DPA dan Ketua Dewan
Nasional). Susunan Kabinet Kerja kemudian dilengkapi dengan Menko, Ketua DPR dan MPRS
menjadi Menko, sedangkan wakil ketuanya menjadi menteri.

Pelaksanaan pemerintahan dengan Demokrasi Terpimpin ternyata mengarah ke pemusatan


kekuasaan di tangan presiden. Keadaan ini dibonceng oleh PKI dan akhirnya meletus peristiwa
G.30 S.PKI tahun 1965. Peristiwa ini sekaligus menarik garis pemisah masa pemerintahan
sebelumnya dengan sebutan Orde Lama dan Orde Baru. Langkah-langkah pertama pemerintahan
Orde Baru diawali dengan Supersemar tahun 1966. langkah konstitusional ditempuh melalui
siding-sidang umum MPRS pada tahun 1966, siding istimewa tahun 1967 dan sidang umum V
tahun 1968.

Berdasarkan ketetapan MPRS No. XIII/MPRS/1966 dibentuk Kabinet Ampera dengan


Kep.Pres No. 163/1966. Program Kabinet Ampera terkenal dengan nama Dwidharma Catur Karya.
Pada tanggal 11 Oktober diadakan perubahan terhadap Kabinet Ampera. Dalam sidang istimewa,
MPRS melalui TAP No. XXXIII/MPRS/1967 kekuasaan Presiden Soekarno ditarik/dicabut dan
Jenderal Soeharto diangkat sebagai Pejabat Presiden. Dalam sidang umum MPRS V dengan TAP
No. XLIV/MPRS/1968 Jenderal Soeharto diangkat sebagai Presiden RI. Melalui TAP
No.XLI/MPRS/1968 telah ditetapkan pembentukan Kabinet Pembangunan. Struktur Kabinet
pembangunan terdiri atas 18 menteri yang memimpin departemen dan 5 menteri Negara.

Pada tanggal 29 Desember tahun 1986 telah disahkan dan diundangkan Undang-undang No.
5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Lahirnya UU ini telah memberikan
penghargaan tersendiri bagi hukum administrasi.

3. Pemerintahan dalam zaman modern


Ciri-ciri yang paling penting dari negara ialah pelaksanaan kekuasaan dalam arti
menciptakan suatu ketertiban tertentu dalam kenyataan. Sebagai kelanjutannya ditemukan “tugas-
tugas negara yang lebih klasik” dan “tugas-tugas negara yang lebih modern”.

 Tugas-tugas Klasik Negara adalah:

a. Melindungi bangsa dan wilayah terhadap serangan dari luar (pertahanan)

b. Melindungi bangsa dan wilayah terhadap kerusuhan dari dalam (pembentukan dan
pemeliharaan hukum; polisi)

c. Penagihan uang pajak dan pengelolaan dana tersebut untuk kepentingan pembiayaan
tugas-tugas negara

Kementerian-kementerian “lama” yang paling terkenal adalah: Departemen Luar Negeri dan
Pertahanan, Dalam Negeri dan Kehakiman, demikian pula Departemen Keuangan. Hukum
Adminaistrasi Modern seringkali merupakan suatu akibat dari kesukaran dan kebutuhan yang
berbagai macam yang kerapkali ada kaitan langsung dengan pertumbuhan penduduk.

 Tugas-tugas Modern Pemerintah adalah:

a. Jalan, sungai, perhubungan, angkutan, pos, telekomunikasi

b. Pendidikan, Pemeliharaan kesehatan

c. Lingkungan, planologi dan Perumahan rakyat

d. Perekonomian, pertanian dan perikanan,perdagangan, industri

e. Urusan tenaga kerja, Jaminan sosial

f. Kebudayaan, Pengembangan masyarakat

C. Definisi dan Deskripsi Hukum Administrasi

Deskripsi dari J.Oppenheim mengetengahkan perbedaan terhadap tinjauan Negara oleh


hukum tata negara dan oleh hukum administrasi. Hukum Tata Negara menyoroti negara dalam
keadaan bergerak. Pendapat selanjutnya dijabarkan oleh C.Van Vollenhoven dalam definisi hukum
tata negara dan definisi hukum administrasi. Hukum Tata Negara adalah keseluruhan peraturan
hukum yang membentuk alat-alat perlengkapan negara dan menentukan kewenangan alat-alat
perlengkapan negara tersebut. Hukum administrasi adalah keseluruhan ketentuan yang mengingat
alat-alat perlengkapan negara, baik tinggi maupun rendah, setelah alat-alat itu akan menggunakan
kewenangan-kewenangan ketatanegaraan.

Prajudi Atmosudirdjo dalam bukunya Hukum Administrasi Negara merumuskan definisi kerja
hukum administrasi Negara adalah hukum yang secara khas mengenai seluk beluk daripada
administrasi Negara, dan terdiri dari dua tingkatan. Hukum Administrasi Negara Heteronom,
bersumber pada UUD, TAP MPR, dan UU adalah hukum yang mengatur seluk beluk organisasi
dan fungsi administrasi Negara. Hukum Administrasi Negara Otonom, adalah hukum operasional
yang dicipta oleh Pemerintah dan Administrasi Negara sendiri.

D. Perkembangan Hukum Administrasi

Hukum administrasi telah berkembang dalam suasana manakala pihak pemerintah mulai
menata masyarakat dan dalam kaitan itu menggunakan sarana hukum, umpamanya dengan
menetapkan keputusan-keputusan larangan tertentu atau dengan menerbitkan sistem-sistem
perizinan. Perkembangan hukum administrasi umum boleh dikatakan baru saja tumbuh sejak
Perang Dunia Kedua
Dapat dikatakan bahwa perkembangan hukum (pemerintahan) administrasi umum yang
sedang giat dilaksanakan di banyak Negara, bergerak dalam tiga taraf secara berturut-turut.

1. Pada mulanya perkembangan hukum administrasi umum itu hanya merupakan suatu
perkembangan dalam ilmu pengetahuan sendiri.

2. Perkembangan kedua yang penting dimulai dengan diperkenalkannya peradilan administrasi


Negara.

3. Perkembangan yang ketiga timbul manakala pembuat UU memutuskan dengan tujuan


menyelaraskan tindakan-tindakan pemerintah untuk mengadakan “pembuatan UU umum”,

E. Lapangan Hukum Administrasi Khusus dan Hukum Administrasi Umum

Yang dimaksudkan dengan lapangan hukum administrasi khusus adalah peraturan-peraturan


hukum yang berhubungan dengan bidang tertentu dari kebijaksanaan penguasa. Sedangkan hukum
administrasi umum adalah peraturan-peraturan hukum yang tidak terikat pada suatu bidang
tertentu dari kebijaksanaan penguasa. Dari lapangan hukum administrasi khusus itulah kemudian
dicari elemen-elemen umum yaitu elemen yang terdapat dalam tiap lapangan khusus tersebut.
Elemen yang demikian itulah kemudian membentuk hukum administrasi umum.

1. Penelitian Lapangan Hukum Administrasi Khusus

W.F. Prins mengemukakan bahwa perkembangan hukum administrasi bermula dari lapangan-
lapangan khusus karena kebutuhan untuk mengatur lapangan-lapangan pekerjaan pemerintahan
dalam bidang khusus tertentu. Dalam mengadakan penelitian dan mengembangkan hukum
administrasi disarankan agar dikembangkan bidang-bidang hukum administrasi yang menunjang
Pembangunan Nasional sesuai dengan arah Pembangunan yang digariskan oleh Garis-Garis Besar
Haluan Negara. Dengan demikian dapat dikembangkan bidang-bidang hukum administrasi yang
menunjang pembangunan pertanian, perindustrian dan bidang-bidang lainnya.

2. Penelitian Lapangan Hukum Administrasi Umum

Untuk memperoleh gambaran dari keseluruhan aspek hukum administrasi umum itu kita
menggunakan cara pemikiran yang berikut. Hubungan antara pihak pemerintah dengan masyarakat
pada masing-masing bidang urusan pemerintah ditandai oleh dua saluran kegiatan : pihak
pemerintah mempengaruhi masyarakat umum dan masyarakat mempengaruhi kalangan
pemerintah. Pihak pemerintah mempunyai tugas-tugas tertentu terhadap masyarakat seperti
melindungi masyarakat terhadap ancaman luar negeri atau melaksanakan suatu kebijaksanaan
lingkungan.

Beberapa keputusan pemerintah tertentu mengakibatkan hasil-hasil pemilihan tertentu yang


kembali dapat berpengaruh pada timbulnya keputusan-keputusan pemerintah yang baru. Hukum
tata negara dan hukum administrasi memuat aturan-aturan yang menguasai jalannya lingkaran
politik dan pemerintahan.

F. Kedudukan Hukum Administrasi dalam Lapangan Hukum

Hukum administrasi materiil terletak diantara hukum privat dan hukum pidana. Hukum
pidana berisi norma-norma yang begitu penting bagi kehidupan masyarakat sehingga penegakan
norma-norma tersebut tidak diserahkan pada pihak partikelir tetapi harus dilakukan oleh penguasa.
Hukum privat berisi norma-norma yang penegakkannya dapat diserahkan kepada pihak partikelir.
Diantara kedua bidang hukum itu terletak hukum administrasi (hukum antara).

Hukum administrasi juga berhubungan dengan hukum internasional. Hubungan antara


hukum administrasi dengan hukum internasional tidak lepas dari hakekat hukum administrasi
sendiri, yakni hubungan antara penguasa dan rakyat. Pelaksanaan perjanjian-perjanjian
internasional oleh penguasa terhadap rakyat akan menyentuh lapangan hukum administrasi, karena
hukum administrasi merupakan “instrumenteel recht”. Dalam hal ini sistem hukum kita menganut
stelsel dualisme, artinya suatu perjanjian internasional hanya mengikat negara dan tidak mengikat
rakyat. Untuk dapat mengikat rakyat diperlukan suatu Undang-undang tersendiri.

G. Hukum Administrasi dan Ilmu Pemerintahan Lain

Hukum administrasi bukan satu-satunya ilmu pengetahuan mengenai pemerintahan umum.


yang termasuk ilmu pemerintahan ialah ilmu hukum, sosiologi, ilmu politik, yang objeknya adalah
pemerintahan Ilmu pemerintahan yang terpenting adalah: soal-soal keuangan negara, hukum
administrasi, sosiologi pemerintahan, dan ilmu politik pemerintahan.

Hukum administrasi jadinya hanya merupakan salah satu dari keseluruhan ilmu-ilmu
pemerintahan, yaitu bagian yang membahas aturan-aturan yang tertulis dan yang tek tertulis dari
pemerintahan umum. dalam ilmu pemerintahan dapat ditemukan dua macam pendekatan:
pendekatan empiris dan pendekatan normatif. Pendekatan empiris bertujuan untuk menelaah
pengaruh yang nyata dari pemerintahan umum, sementara pendekatan normatif menelaah putusan-
putusan normatif.

H. Perkembangan Pemerintahan Umum di Masa Depan

Hukum Administrasi itu terlibat dengan perkembangan-perkembangan yang cepat. Sebelum


membahas persoalan itu, perlu kiranya diingatkan bahwa hukum administrasi modern itu
bergantung dari dua macam dorongan :

a. Dorongan dari sudut politik dan pemerintahan. Hukum administrasi tergantung dari apa yang
dibayangkan oleh pihak politik sebagai tugas dari pemerintah. Tentu saja politik itu tidak
mengambil keputusan secara otonom (mandiri) dalam tugas-tugas pemerintah. Perubahan-
perubahan dalam tugas-tugas pemerintah tercermin dalam hukum administrasi terutama dalam
perubahan-perubahan pada bagian-bagian khusus dari hukum administrasi.

b. Perkembangan dalam bidang hukum administrasi otonom. Dengan tumbuhnya bagian-bagian


khusus dari hukum administrasi kebutuhan juga meningkat. pertumbuhan dan penyempurnaan
hukum administrasi adalah suatu proses otonom yang dapat dicapai dengan bantuan ilmu
pengetahuan, peradilan dan perundang-undangan umum.

BAB II
SUMBER-SUMBER HUKUM ADMINISTRASI

A. Pengertian Sumber Hukum

Hukum dapat ditinjau dari berbagai aspek. Seseorang mampu menjelaskan hukum positif
yang berlaku dan secara bersamaan mampu menjelaskan dengan tegas sumber-sumber tempat
hukum positif itu dikaji. Ketika orang menulis suatu studi yang bersifat sejarah, maka sumber-
sumber hukum kebanyakan itu adalah sumber-sumber hukum lain seperti hasil-hasil tulisan ilmu
pengetahuan yang lama, notulen dari sidang rapat, dsb.

B. Pancasila Sebagai Sumber Hukum

Dalam Tap MPR No. V/MPR/1973 tentang Peninjauan Produk-Produk yang Berupa
ketetapan-Ketetapan MPRS RI jo. Ketetapan MPR No.IX/MPR/1978 tentang perlunya
penyempurnaan yang termaktub dalam pasal 3 Tap MPR No. V/MPR/1973, Pancasila Dinyatakan
Sebagai Sumber Dari Segala Sumber Hukum”. Yang artinya bahwa Pancasila adalah pandangan
hidup, kesadaran dan cita-cita hukum serta cita-cita mengenai kemerdekaan individu,
kemerdekaan bangsa, prikemanusiaan, keadilan sosial, perdamaian nasional dan mondial, cita-cita
politik mengenai sifat, bentuk-bentuk dan tujuan negara, cita-cita moral mengenai kehidupan
kemasyarakatan dan keagamaan sebagai pengejawantahan dari Budi Nurani Manusia.

Dalam Tap MPRS No. XX/MPR/1966, bahwa Pancasila itu mewujudkan dirinya dalam:
a. Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945

(Yang dimaksud adalah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang dibacakan oleh Ir.
Soekarno.)

b. Dekrit 5 Juli 1959

(Suatu keputusan Presiden RI, yang isinya:

a) Pembubaran Konstituante

b) Berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950

c) Pembentukan MPRS dan DPAS)

c. Undang-Undang Dasar Proklamasi, dan

(Adalah UUD 1945 yang terdiri dari Pembukaan / Preambule, batang Tubuh dan Penutup.)

d. Serat Perintah 11 Maret 1966.

(Berisi perintah kepada Letnan Jendral Soeharto, Mentri/Panglima AD, untuk dan atas
nama Presiden/Panglima Tertinggi ABRI.)

C. Sumber hukum dalam Arti Formal

Sumber-sumber hukum dalam arti formal diperhitungkan terutama “bentuk tempat hukum itu
dibuat menjadi positif oleh instansi Pemerintahan yang berwenang”. Dalam arti, bentuk wadah
suatu badan pemerintahan tententu dapat meciptakan badan hukum. Sumber Hukum (formal) di
Indonesia, diatur dalam MPRS No.XX/MPR/1966, berarti UUD 1945, Tap MPR, UU & PP
sebagai Pengganti UU (Perpu), PP, Keppres, Inpres, Permen, serta Instruksi Mentri & Surat
Mentri.

Skema Sumber Hukum Administrasi (dalam arti formal)

(norma baerjenjang: gelede of getrapt normstelling)

UUD 1945

Tap MPR
UU / Perpu
PP
Keppres
Peraturan pelaksanaan Bawahan lainnya

Keputusan Tata Usaha Negara: norma penutup

PENJELASAN

1. UUD 1945

UUD 1945 ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 18
Agustus 1945. UUD ini berlaku hingga 27 Desember 1949, saat berlakunya Konstitusi
RIS. Setelah itu UUD 1945 hanya berlaku di negara bagian RI. Namun Konstitusi RIS
hanya berlaku selama 8 bulan, karena mayoritas rakyat daerah-daerah bagian tidak
menghendaki bentuk negara serikat. Untuk itu, akhirnya ditetapkanlah UU Federal
No.7 Tahun 1950.
Meski UUD 1945 hanya terdiri dari 37 Pasal, tetapi didalamnya telah diatur hal-hal
mendasar dalam berbagai bidang kehidupan. Oleh karena itu, ia semacam
“streefgrondwet”.

2. Tap MPR

Tap MPR ini merupakan putusan majelis yang yang mempunyai kekuatan hukum
mengikat ke luar dan ke dalam MPR. Dan memiliki arti penting di bidang hukum.
Bentuk Tap MPR ini pertama kali keluar pada 1960, yaitu Ketetapan MPRS RI
No.1/MPRS/1960 tentang Manifesto Politik RI sebagai GBHN. Berdasarkan Tap
MPRS No.XX/MPRS/1966 (lampiran) bentuk putusan (peraturan) MPR ini memuat:

a. Garis-garis besar dalam bidang legislatif yang dilaksanakan dengan UU.

b. Garis-garis besar dalam bidang eksekutif yang dilaksanakan dengan Keputusan


Presiden.

Hal ini juga berarti, Ketetapan MPR di satu pihak dapat dilaksanakan dengan
Keputusan Presiden.

3. UU / Perpu

Undang-undang adalah produk legislatif presiden (pemerintah) bersama DPR. Untuk


Perpu, harus mendapat persetujuan dari DPR dalam persidangan. Inisiatif mengajukan
usul Rancangan UU dapat berasal dari Presiden maupun DPR. Namun, dalam hal-hal
yang sifatnya memaksa, Presiden berhak menetapkan Peraturan Pemerintah sebagai
Pengganti Undang-Undang (Perpu) yang sama derajatnya dengan UU. Perbedaannya
hanyalah bahw Perpu hanya dibuat oleh Presiden saja, sedang DPR tidak dilibatkan.
Dan Perpu itu hanya dibuat jika negara dalam keadaan darurat saja. Namun, jika suatu
Perpu tidak mendapat persetujuan DPR, Perpu itu harus dicabut dan akibat hukum yang
timbul harus diatur.

4. PP

Dalam Pasal 5 ayat (2) UUD 1945, ditentukan bahwa PP dibuat dan dikeluarkan oleh
Presiden untuk melaksankan UU. PP memuat aturan-aturan yang sifatnya umum. MA
dalam pemeriksaan tingkat kasasi berwenang untuk menyatakan tidak sah, dengan
alasan kerena PP tersebut bertentangan dengan PP yang lebih tinggi.

5. Keppres

Keppres dikeluarkan oleh Presiden, berbeda dengan PP, Keppres ini memuat keputusan
yang bersifat khusus (einmalig). Seperti diatur dalam Tap MPR No.XX/MPRS/1966.
dalam prakteknya, ada tiga macam Keppres, yaitu:

a. Keppres yang berisi pengangklatan seseorang menjadi Mentri atau menjadi Duta
Besar atau Guru Besar atau Dirjen suatu Departemen.

b. Keppres yang berisi pemberian tunjangan kepada pejabat negara tertentu.

c. Keputusan Presiden yang mengatur hal-hal tertentu.

6. Peraturan Pelaksanaan Bawahan Lainnya

Peraturan Pelaksanaan Bawahan lainnya, seperti:

a. Peraturan Mentri dan Surat Keputusan Mentri


Adalah peraturan yang dikeluarkan oleh seorang Mentri, yang berisikan ketentuan-
ketentuan tentang bidang tugasnya. Selain itu masih ada Surat Keputusan Mentri
(keputusan Mentri yang sifatnya khusus mengenai masalah tertentu di bidang
tugasnya), Surat Keputusan Bersama (dibuat oleh beberapa Mentri), Instruksi Mentri
dan Surat Mentri.

b. Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah

Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang menganut sistem Desentralisasi, yang


terbagi-nagi dalam daerah-daerah otonom. Perda dapat memuat Ketentuan tentang
ancaman pidana kurungan selama-lamanya 6 bulan atau denda sebanyak-banyaknya
lima puluh ribu rupiah, dengan atau tidak dengan merampas barang tertentu untuk
negara. Perda ditangani oleh Kepala Daerah dan ditanda tangani serta oleh Ketua
Dewan Perwkilan Rakyat Daerah. Selain itu ada juga Keputusan Kepala Daerah yang
ditetapkan untuk melaksanakan Perda atau Urusan-urusan dalam rangka tugas
pembantuan.

c. Hukum Tidak Tertulis

Adalah hkum yang tidak dibentuk oleh sebuah badan legislatif (unstatutory law),
yaitu hukum yang hidup sebagai konvensi di badan-badan hukum negara, hukum yang
timbul karena putusan hakim, dan hukum kebiasaan yang hidup di dalam masyarakat.
Singkatnya adalah “Hukum Adat” yang dipakai dalam ilmu pengetahuan hukum.

d. Hukum Internasional.

Adalah keseluruhan kaedah-kaedah dan asas-asas yang mengatur hubungan atau


persoalan yang melintasi batas-batas negara, yaitu antar negara-negara, atau antar
negara denga subyek hukum bukan negara satu sama lain.

7. Keputusan Tata Usaha Negara (administratieve beschikking): norma penutup

Keputusan ini dibuat baik untuk menyelenggarakan hubungan dalam lingkungan alat-
alat perlengkapan negara yang membuatnya dengan seorang partikelir.

8. Doktrin

Adalah pendapat pendapat para pakar dalam bidangnya amsing-masing yang


berpengaruh. Pendapat ini sering digunakan sebagai sumber dalam pengambilan
keputusan, terutama oleh para hakim.

D. Sumber Hukum dalam Pengertian Sosiologis

Sumber-sumber hukum dalam artian sosiologis merupakan lapangan pekerjaan bagi seorang
sosiolog hukum. Namun penelaahan sumber-sumber hukum juga dapat relevan bagi seseorang
yang mempelajari hukum dalam sisi yang formal yang akhir-akhir ini sering dibandingkan dengan
sumber-sumber sosiologis hukum.

Macam-macam faktor sosiologis, yaitu:

1. Situasi sosial-ekonomis menetukan isi perundang-undangan dalam bidang-bidang harga,


hubungan tenaga kerja, penggajian, dll.

2. Hubungan-hubungan politik dalam corak penting dalam menentukan apakah suatu tugas
umum tertentu dilakukan oleh provinsi atau kota praja atau oleh pemerintah pusat atau
badan-badan swasta.

E. Sumber Hukum dalam Pengertian Sejarah


Dalam arti sejarah, istilah sumber memiliki dua makna:

1) Sebagai sumber pengenal dari hukum yang berlaku pada suatu saat tertentu

2) Sebagai sumber tempat asal pembuat UU yang menggalinya dalam sistem suatu aturan
menurut UU.

Menurut para sejarawan hukum, hal yang paling penting adalah sumber pertama., yaitu
dokumen-dokumen resmi kuno, buku-buku ilmiah, majalah-majalah, dsb.

BAB III

SUSUNAN PEMERINTAH

A. Tinjauan Umum

Dalam membuat struktur dalam dan hubungan pemerintahan umum mutlak bahwa yang
digunakan adalah bahasa yang sama dan tingkat pengertian yang sama. Perlu didapatkan suatu
gambaran yang baik dalam berbagai macam kelembagaan pemerintah. Karena di banyak negara
orang melihat bahwa lembaga-lembaga pemerintah selalu berubah-ubah. Untuk badan-badan yang
terpenting dari Pemerintah Pusat, propinsi-propinsi dan kotapraja-kotapraja umumnya cukup stabil
(tidak berubah), akan tetapi untuk badan-badan pemerintahan, BUMN, dan sebagainya terlihat
dinamika/perubahan yang cukup besar. Misalnya BUMN yang diswastakan atau perusahaan
swasta yang dinasionalisasikan.

Dalam menciptakan tata tertib dalam banyaknya bentuk-bentuk organisasi itu dapat
dilakukan paling baik dengan pndekatan pada struktur formal dari organisasi pemerintahan seperti
yang diatur dalam peraturan perundang-undangan dengan cara pendekatan bersifat yuridis
pemerintahan. Pendekatan yang bersifat yuridis pemerintahan menyangkut hal bahwa kita bertolak
dari istilah-istila dan pertimbangan-pertimbangan yang bersifat yuridis. Ada 4 macam pembedaan
yang penting dalam hal ini, yaitu :

a. Pembedaan antara Wewenang yang sifatnya Hukum Publik dengan Wewenang Hukum
Perdata.

Wewenang hukum publik adalah wewenang untuk menimbulkan akibat-akibat hukum yang
sifatnya hukum publik, seperti mengeluarkan aturan-aturan, mengambil kaputusan-keputusan atau
menetapkan suatu rencana dengan akibat-akibat hukum. Badan-abadan yang memiliki hukum
publik dan dewan-dewan yang memiliki wewenang ini disebuta ” badan-badan pemerintahan
administratif dan yang mengeluarkan aturan-aturan.”

Wewenang hukum perdata dimiliki oleh orang-orang pribadi dan badan-badan hukum. Suatu
lembaga pemerintahan hanya dapat melakukan wewenang hukum perdata, jika merupakan badan
hukum sesuai dengan hukum perdata : negara, propinsi, kotapraja, badan-badan umum atau
lembaga yang memiliki wewenang hukum secara eksplisit/nyata.

Wewenang hukum publik hanya dapat dimiliki dan harus dimasukkan dalam golongan
penguasa. Badan yang bersangkutan dapat berbentuk suatu badan yang didirikan oleh UU, tetapi
dapat juga suatu badan pemerintahan dari yayasan/lembaga yang sifatnya hukum perdata yang
memiliki wewenang hukum publik. Akan tetapi ini tidak berlakuk bagi lembaga-lembaga yang
punya wewenang hukum perdata. Akan tetapi perlu dibuat suatu ukuran tambahan untuk
menyaring lembaga-lembaga mana dengan wewenang hukum perdata yang harus digolongkan
dalam pihak Pemerintah, karena memang badan-badan swasta punya wewenang itu, sehingga
lembaga-lembaga dengan hukum perdata termasuk dalam desentralisasi (fungsional).

b. Pembedaan antara Surat Keputusan Pembentukan Badan yang bersifat Hukum Publik dengan
yang bersifat Hukum Perdata.
Jika pembentukn suatu organisasi/badan hukum terjadi sesuai atau menurut UU atau
ditetapkan dalam suatu putusan organisasi yang bersifat hukum publik, maka badan hkum itu
memiliki wewenang yang tergolong organisasi pemrintah. Selain itu suatu organisasi
fungsional dapat didirikan dalam bentuk yayasan atau perseroan terbatas ini yang disebut
badan hukum atas dasar surat keputusan pendirian menurut hukum perdata.

Bentuk organisasi fungsional (badan hukum) yang tidak termasuk negara, kotapraja atau
propinsi yang pendiriannya berdasarkan surat keputusan organisasi hukum publik, harus
digolongkan dalam desentralisasi fungsional. Walau suatu kembaga yang demikian tidak
memiliki wewenang hukum publik dan hanya memiliki wewenang hukum perdata, masih saja
harus ditentukan bahwa lembaga itu bagian dari organisasi pemerintahan.

c. Pembedaan antara para Pegawai dan Pejabat Negara.

Wewenang yang sifatnya hukum publik justru yang bersifat hukum perdata dapat
dilaksanakan oleh para pegawai yang secara hirarkis masih pegawai rendahan yang memiliki
wewenang sesuai dengan undang-undang atau yang disebut dekonsentrasi.

Yang digolongkan dalam desentralisasi di Belanda adalah :

• Provinsi dan Kota Praja

• Badan-badan yang mewakili wewenang hukum publik

• Badan-badan/Badan-badan hukum yang mewakili wewenang hukum perdata yang


ditetapkan dengan atau berdasarkan UU

• Lembaga pemerintahan yang menurut surat keputusan organisasi mereka memperoleh


otonomi tertentu terhadap mentri

Yang tidak tergolong dalam desentralisasi adalah pelaksanaan wewenang oleh para
pegawai (dekonsentrasi) dan penggunaan bentuk yayasan dan perseroan terbatas oleh pihak
pemerintah (jika perlu disebut juga sebagai desentralisasi fungsional yang sifatnya hukum
perdata). Dengan membuat pembedaan antara badan-badan hukum yang didirikan dengan atau
berdasarkan undang-undang dengan badan-badan hukum yang lain, maka tanggung jawab
pemerintah sudah ditandai dengan jelas. Berbeda dengan desentralisasi fungsional yang
bersifat hukum perdata, pertanggungjawaban itu juga diuraikan dengan jelas dalam satu atau
lebih perundang-undangan yang dapat diketahui oleh setiap orang.

B. Hubungan Antara Tingkat-Tingkat Dalam Pemerintahan

Mengenai hubungan diantara tingkat-tingkat dalam pemerintahan harus dibedakan diantara :

a. Hubungan Vertikal (Pengawasan, Kontrol)

Pengawasan dilaksanakan oleh badan-badan Pemerintah yang bertingkat lebih tinggi terhadap
badan-badan yang lebih rendah. Untuk pengawasan ada beberapa alasan, sbb:

1. Koordinasi: mencegah atau mencari penyelesaian konflik/perselisihan kepentingan,


misalnya diantara kotapraja-kotapraja.

2. Pengawasan Kebijaksanaan: disesuaikannya kebijaksanaan dari aparat pemerintah yang


lebih rendah terhadap yang lebih tinggi.

3. Pengawasan Kualitas: kontrol atas kebolehan dan kualitas teknis pengambilan keputusan
dan tindakan-tindakan aparat pemerintah yang lebih rendah.
4. Alasan-alasan Keuangan: peningkatan kebijaksanaan yang tepat dan seimbang dari aparat
pemerintah yang lebih rendah.

5. Perlindungan hak dan kepentingan warga: dalam situasi tertentu mungkin diperlukan suatu
perlindungan khusus utnuk kepentingan dari seorang warga.

Beberapa bentuk pengawasan (kontrol):

1. Pengawasan Represif, yaitu pengawasan yang dilakukan kemudian.

2. Pengawasan Preventif, yaitu pengawasan yang dilakukan sebelumnya.

3. Pengawasan Positif.

4. Kewajiban untuk memberi tahu.

5. Konsultasi dan Perundingan

6. Hak Banding Administratif

7. Dinas-Dinas Pemerintah yang didekonsentrasi

8. Keuangan

9. Perencanaan

10. Pengangkatan untuk Kepentingan Pemerintah Pusat

Aturan-aturan tentang pengawasan dalam Undang-Undang Tertulis, misalnya yang


terwujud dalam tuntutan bahwa suatu persetujuan hanya dapat ditolak dengan alasan-alasan
tertentu dalam yurisprudensi di negeri Belanda ditemukan asas-asas pemerintahan yang
baik yang tertulis. Asas-asas yang penting, sbb:

- Asas Legalitas (pelaksanaan pengawasan harus berdasarkan kewenangan menurut UU)

- Asas Pengawasan Terbatas (pengawasan yang dibatasi pada sasaran yang telah
dijadikan pedoman pada waktu kewenangan itu diberikan)

- Asas Motivasi (pengawasan harus dapat mendukung keputusan yang diambil


berdasarkan pengawasan dan keputusan yang harus dimotivasi kepada masyarakat luas)

- Beberapa asas tentang prosedur seperti asas kecermatan

- Asas Kepercayaan

b. Hubungan Horizontal (Kerjasama)

Banyak tugas pemerintah hanya dapat dilaksanakan secara memuaskan melalui jalan
kerjasama. Ada beberapa negara yang dapat ditemukan adanya kemungkinan kerjasama yang
sifatnya hukum pubik diantara para pejabat instansi berdasarkan UU. Undang-Undang ini terdiri
dari tiga macam kerjasama, yaitu:

1. Fungsi yang dipusatkan

Beberapa wewenang dari kotapraja yang ikut ambil bagian, diserahkan/dikuasakan pada
salah satu dari yang mengambil bagian, yaitu suatu kotapraja yang merupakan suatu
sentrum(pemusatan) yang besar.

2. Badan/Lembaga untuk Bersama


Lembaga ini hanya memiliki wewenang untuk melaksanakan wewenang yang sifatnya
hukum publik.

3. Badan Hukum Untuk Bersama

Suatu badan hukum menurut undang-undang hukum perdata dengan adanya lembaga-
lembaga yang bersifat hukum publik.

C. Susunan Pemerintah Negara Indonesia (Umum)

Susunan organisasi RI terdiri dari dua susunan utama, yaitu susunan organisasi negara
tingkat pusat dan tingkat daerah.

Badan-badan kenegaraan yang diatur dalam UUD 1945 yaitu MPR, Presiden, DPA, DPR,
BPK, dan MA. Sebagai konsekuensi sistem desentralisasi yang dianut oleh NKRI, tidak semua
urusab pemerintahan diselenggarakan sendiri oleh pemerintah pusat. Berbagai urusan
pemerintahan dapt diserahkan atau dilaksanakan atas bantuan satuan-satuan pemerintahan yang
lebih rendah dalam bentuk otonomi atau tugas pembantuan. Susunan pemerintahan tingkat pusat
diatur dalam UUD dan dalam bebagai peraturan perundang-undangan lainnya. Sedangkan urusan
pemerintahan yang yang diserahkan kepada daerah, menjadi urusan rumah tangga daerah. Dan
terhadap urusan pemerintahan yang diserahkan itu, daerah mempunyai kebebasan untuk mengatur
dan mengurus sendiri dengan pengawasan dari pemerintah pusat atau satuan pemerintahan yang
lebih tinngi tingkatannya dari daerah yang bersangkutan.

Susunan pemerintahan tingkat daerah diatur dalam UU dan terdiri dari berbagai tingkat
seperti Daerah Tk.1 dan Daerah TK.2.

D. Lembaga-Lembaga Negara

(1). Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)

MPR merupakan lembaga tertinggi negara yang tugasnya menetapkan UU, menetapkan
GBHN, dan memilih serta mengangkat presiden dan wakil pesiden. Sedangkan kekuasaan
mengubah UUD dikelompokkan sebagai wewenang.Selain mengubah UUD, ketetapan MPR
tersebut mementukan juga wewenang lain yang diatur secara tegas dalam UUD.

(2). Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

Sistem ketatanegaraan RI memiiki 2 badan perwakilan tingkat pusat yaitu MPR dan DPR.
Tiap UU menghendaki persetujuan DPR. Presiden yang embentuk UUD dengan persetujuan DPR
akan tetapi persetujuan DPR bukanlah menunjukkan bahwa presiden mempunyai kekuasaan lebih
besar dari DPR dalam membentuk UU. DPR mempunyai hak inisiatif ntuk mengajukan
Rancangan UU. Tugas umum lain DPR adalah mengawasi jalannya pemerintahan.

(3). Dewan Perwakilan Agung (DPA)

Susunan DPA diatur dengan UUD sedangkan hak an kewajibannya adalah memberi jawaban
atas pertanyaan presiden dan berhak mengajukan usul kepada pemerintah. Menurut Tap MPR
No.III/MPR/1978 (Tap MPR No.VI/MPR/1973) menegaskan bahwa:

a. DPA adalah sebuah badan penasehat pemerintah

b. DPA berkewajiban memberi jawaban atas pertanyaan presiden.

c. DPA berhak mengajukan usul dan wajib memberkn pertimbangan kepada pemerintah
akan tetapi sifatnya tidak mengikat secara hukum.

(4). Mahkamah Agung (MA)


Mahkamah Agung adalah lembaga negara yang menjalankan kekuasaan kehakiman teritinggi
di negara RI serta penadilan negara tertinggi dari semua badan peradilan di Indonesia.

Wewenang Mahkamah Agung adalah :

a. Memeriksa dan memutuskan:

b. Menguji secaramateril peraturan perundang-undangan yang tingkatannya lebih rendah


dari Undang-Undang.

c. Memutuskan dalam tingkat pertama dan terakhir semua sengketa yang timbul

d. Memberikan nasehat hukum kepada presiden dalam rangka pemberian grasi.

e. Memberikan pertimbangan dalam bidang hukum baik diminta atau tidak diminta kepada
lembaga tinggi negara lain.

f. Melaksanakan pengawasan tertinggi terhadap peradilan, meminta keterangan mengenai


hal-hal teknis peradilan, memberi petunjuk, peringatan pada semua lingkungan peradilan.

(5). Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

BPKadalah lembaga negara yang diadakan untuk memeriksa tanggungjawab tentang


keuangan negara dan dalam menjalankan tugasnya, BPK harus terjamin lepas dari pengaruh dan
campur tangan pemerintah termasuk dari seua unsur-unsur kekuasaan negara lain.

E. Penyelenggaraan Pemerintah Pusat

(1). Presiden

Presiden ialah penyelenggara pemerintah tertinggi dibawah majelis. Dalam menjalankan


pemerintahan negara, kekuasaan dan tanggungjawab adalah di tangan presiden. Sebagai pemegang
kekuasaan pemerintahan (eksekutif) tertinggi,presiden menjalankan kekuasaan:

a. Kekuasaan Dalam Bidang Pemerintahan (Eksekutif)

Presiden beserta seluruh unsur administrasi negara lainnya, menyelenggarakan


pemerintahan sehari-hari. Penyelenggaraan pemerintahan sehari-hari mencakup semua
lapangan administrasi negara, baik yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan,
ketentuan tak tertulis maupun berdasarkan kebebasabbertindak untuk mencapai tujuan
pembentukan pemerintahan seperti diamanatkan oleh pembukaan UUD.

b. Kekuasaan presiden di bidang perundang-undangan

Kekuasaan ini terdiri dari berbagai bentuk :

 Pembentukan Undang-Undang

 Pembentukan peraturan pemerintah (sebagai) pengganti UU.

 Peraturan pemerintah

 Keputusan Presiden

c. Kekuasaan di bidang kehakiman

Presiden memberikan grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi.


(2). Wakil Presiden

Presiden dibantu oleh satu orang wakil presiden. Wakil presiden bisa dianggap sebagai yang
membantu presiden. Wk.presiden bertanggngjawab kepada presiden tidak kepada MPR dimana
presidenlah yang menentukan bidang tugas wakil Presiden.

(3). Menteri dan Departemen

Menteri adalah pembantu presiden dan memimpin departemen pemerintahan. Susunan


organisasi Departemen terdiri Menteri sebagai pimpinan Departemen

(4). Lembaga Pemerintah Non Departemen

Lembaga Pemerintah Non Departemen adalah badan pemerintahan tingkat pusat yang
menjalankan wewenang, tugas dan tanggung jawab menyelenggarakan pemerintahan (eksekutif) di
bidang-bidang tertentu, seperti pertahanan, statistik, perencanaan dsb. Badan pemerintahan ini
berada dibawah dan bertanggungjawab langsung di bidang tertentu dan langsung kepada presiden
dengan kedudukan yang lebih rendah dari departemen. Badan pemerintahan ini sama sebagai
lembaga pemerintah non departemen, selain perbedaan dalam tugas dan fungsi terdapat juga
perbedaan-perbedaan lain seperti :

a. Perbedaan penamaan kelembagaan

b. Perbedaan penyebutan pimpinan

c. Perbedaan kewenangan dalam pengangkatan ejabat dalam lingkungan lembaga

d. Keuangan

e. Susunan organisasi secara vertikal

Lembaga Pemerintah Non Departemen, antara lain :

Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan nasional (BAKORSURTANAL), Lembaga


Administrasi Negara (LAN), Lembaga Sandi Negara, Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional (BAPPENAS), Lembaga Penerbangan dan antariksa Nasional (LAPAN), Arsip
Nasional Republik Indonesia (Arsip Nasional), Dewan Pertahanan Keamanan Nasional
(Dewan Hankamnas), Badan Urusan Logistik (Bulog), Badan Pembinaan Pendidikan
Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP7), Badan Administrasi
Kepegawaian Negara (BAKN), Badan Pengkajian dan Penerapan Tekhnologi (BPP
Tekhnologi), Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM),
Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN), Badan Koordinasi Intelijen Negara (BAKIN),
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan Pertanahan Nasional (BPN), Badan
Pusat Statistik (BPS)

F. Penyelenggaraan Pemerintah Tingkat Daerah

a. Daerah Otonom Tingkat I dan Tingkat II

Negara Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. Dewasa ini, sistem


ketatanegaraan RI adalah Desentralisasi, tidak hanya dihadapkan pada kenyataan wilayah RI
yang luas dan beragam dan keinginan untuk memelihara kesatuan susunan ketatanegaraan RI
tetapi didorong pula pertimbangan untuk membentuk pemeritahan di daerah yang didasarkan
pada permusyawaratan dn perwakilan serta sistem pemerintahan. Maka penyelenggaraan
pemerintahan yang sentralistik sangat dibatasi.

(1). Desentralisasi dan Dekonsentrasi


Desentralisasi mengandung makna bahwa wewenang untuk mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan tidak semata-mata dilakukan oleh pemerintah pusat, akan tetapi
penyerahan urusan pemerintahan dari pemerintah atau daerah tingkat atasnya kepada
daerah menjadi urusan rumah tangganya.

Dekonsentrasi merupakan pelimpahan wewenang dari pemerintah atau kepala


wilayah atau kepala instansi vertikal tinkat atasnya kepada pejabat-pejabatnya di daerah.

(2). Pemerintah Daerah

Pemerintah daerah terdiri dari kepala daerah dan DPRD. Kepala daerah merupakan
alat perlengkapan (unsur-unsur pemerintah daerah) yang berdiri sendiri disamping DPRD
dimana kepala daerah sebagai pemegang kekuasaan eksekutif daerah.

 Kepala Daerah

 DPRD

 Alat Perlengkapan Daerah lainnya

 Keuangan Daerah

 Pengawasan (umum, preventif dan represif)

 Kerjasama Antar daerah

b. Pemerintahan Wilayah

Pemerintah wilayah adalah perwujudan asas dekonsentrasi yang merupakan salinan


berjenjang dari pusat hingga ke daerah. Ada 2 macam pemerintahan wilayah yaitu pertama
yang menjlankan fungsi-fungsi pemerintahan umum adalah provinsi, kabupaten/kotamadya
dan kecamatan. Yeng kdua menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan adalah kantor
perwakilan departemen atau kantor perwakilan diretorat jenderal

c. Pemerintahan Desa

Pemerintahan desa yang asli diselenggarakan brdasarkan hukum adat akan tetapi saat ini
pemerintahan desa diatur menurut undang-undang, salah satunya adalah UU No.5 Thun 1979
dimana dalam UU ini menegaskan bahwa desa sebagai satuan pemerintahan terbawah yang
mempunyai hak mengatur dan mengurus rumah tangga seniri atau desa sebagai daerah
otonom disamping daerah otonom tingkat I dan II. Susunan pemerintahan daerah teriri dari
kepala desa dan Lembaga Musyawarah Desa (LMD).

BAB IV

KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA (BESCHIKKING)

A. Ciri- Ciri Keputusan Tata Usaha Negara/Keputusan Administratif

Keputusan administratif dalam praktiknya tampak dalam bentuk keputusan-keputusan yang


sangat berbeda namun memiliki ciri-ciri yang sama. Keputusan ini diperlukan untuk dapat
mengenal dalam praktek keputusan-keputusan/tindakan-tindakan tertentu sebagai keputusan
administratif karena hukum positif mengikatkan akibat-akibat hukum tertentu pada keputusan-
keputusan tersebut, contohnya suatu penyelesaian hukum melalui hakim tertentu.

Dalam praktek pemerintahan di Indonesia bentuk keputusan tata usaha negara diantaranya :
SK Pengangkatan pegawai, Akte Kelahiran, Surat Izin Mengemudi (SIM),dll. Dalam rangkaian
norma hukum, keputusan tata usaha negara merupakan norma tertutup. Sebagai contoh dapat
dikemukakan tentang izin mendirikan bangunan. Dengan adanya perda tentang bangunan,
seseorang tidak dibenarkan mendirikan bangunan tanpa adanya izin.

Apabila kita melihat dampak suatu keputusan terhadap orang, maka kita dapat melakukan
pembagian sebagai berikut :

a) Keputusan dalam rangka ketentuan larangan atau perintah.

Sistemnya adalah bahwa Undang-Undang melarang suatu tindakan tertentu atau tindakan-
tindakan tertentu yang saling berhubungan. Terdapat bentuk hukum dalam keputusan ini yaitu
dispensasi dan konsesi. Dispensasi berbicara tentang larangan dalam Undang-Undang yang
bersangkutan memang secara tegas dimaksudkan sebagai larangan dan kekecualian saja yang
dapat memberikan kebebasan. Konsesi berarti kepentingan umum justru menuntut kegiatan-
kegiatan dari si penerima konsesi.

b) Keputusan yang menyediakan sejumlah uang.

Subsidi yang diberikan atau dikeluarkan oleh penguasa karena penguasa ingin melancarkan
kegiatan-kegiatan masyarakat tertentu. Contohnya di Belanda, orang-orang yang tidak dapat
memenuhi kebutuhan hidup mereka, mempunyai hak atas suatu pembayaran tunjangan
berdasarkan Algemene Bijstandswet (Undang-Undang Bantuan Umum) juga berbagai asuransi
sosial dan asuransi rakyat memberikan hak atas tunjangan dalam keadaan tertentu. Selanjutnya
Undang-Undang Tata Ruang Belanda dapat memberikan hak atas pemberian ganti rugi kepada
orang yang menderita kerugian.

c) Keputusan yang membebankan suatu kewajiban keuangan.

Sebagai contoh yang paling penting adalah penetapan pajak.

d) Keputusan yang memberikan suatu kedudukan.

Diartikan sebagai keputusan-keputusan yang menyebabkan dapat diperlakukannya beberapa


peraturan yang saling berkaitan bagi seseorang tertentu atau suatu denda tertentu. Misalnya,
pengangkatan seorang pegawai negeri dalam arti dari Undang-Undang Kepegawaian.

e) Keputusan penyitaan

Suatu organ penguasa melalui jalan hukumpublik dapat menadakan penyitaan atas barang-
barang dari warga atau untuk digunakan demi kepentingan umum,dll.

Ada juga pembagian-pembagian lain karena saling berkaitan antara akibat hukum tertentu
dimana ada kewenangan untuk menarik kembali atau membuat peraturan, antara lain :

a) Keputusan yang bebas dan yang terikat.

b) Keputusan yang memberi keuntungan dan yang memberi beban.

c) Keputusan yang seketika akan berakhir dan yang berjalan lama.

d) Keputusan yang bersifat perorangan dan yang bersifat kebendaan.

B. Kompetensi : Atribusi, Delegasi, Mandat

Atribusi adalah wewenang yang melekat pada suatu jabatan (pasal 1 angka 6 UU no. 5
Tahun 1986 menyebutnya: wewenang yang ada pada badan atau pejabat tata usaha negara yang
dilawankan dengan wewenang yang dilimpahkan). Delegasi dalam hal ada pemindahan atau
pengalihan suatu kewenangan yang ada. Apabila kewenangan itu kurang sempurna berarti bahwa
keputusan yang berdasarkan kewenangan itu kurang sempurna, berarti keputusan berdasarkan
kewenangan itu tidak sah menurut hukum. Pemikiran negara hukum menyebabkan bahwa
penguasa ingin meletakkan kewajiban kepada para warga maka kewenangan itu harus ditemukan
dalam suatu Undang-Undang formal. Sedangkan mandat, tidak ada sama sekali pengakuan
kewenangan atau pengalihan kewenangan. Disini menyangkut janji-janji kerja intern antara
penguasa dan pegawai.

C. Susunan Intern

Terdapat unsur-unsur yang sama dalam jenis-jenis keputusan, adalah sebagai berikut :

a) Nama dari organ yang berwenang

b) Nama dari yang di alamatkan dan nama dari suatu objek tertentu

c) Kesempatan yang menimbulkan suatu keputusan

d) Suatu ikhtisar dari peraturan perundang-undangan yang cocok

e) Penetapan fakta-fakta yang relevan

f) Pertimbangan-pertimbangan hukum

g) Keputusan

h) Motivasi dalam arti yang sempit

i) Pemberitahuan-pemberitahuan lebih lanjut

j) Penandatanganan oleh organ yang berwenang

D. Keputusan menurut Wet AROB (Belanda)

Keputusan-keputusan disini masih ada yang secara lisan namun di kemudian hari dibuat
suatu keputusan yang tertulis dan harus berasal dari suatu organ administratif. Pengertian organ
administratif ada kaitannya dengan kekuasaan pemerintah jadi suatu keputusan secara definisi
berasal dari suatu organ pemerintahan.

Dalam hukum Belanda pada umumnya tidak terbuka banding yang langsung pada seorang
hakim (administratif). Hal inidikarenakan sebagian hukumnya mempunyai dasar-dasar historis.
Berdasakan ketentuan-ketentuan delegasi juga organ-organ penguasa seringkali berwenang untuk
membuat peraturan perundang-undangan dalam arti material dan harus terbuka untuk hukum
jabatan yang langsung. Akan tetapi kita harus menyadari, bahwa AROB tidak pernah hanya
melangkah berdasarkan bentuk luar dari suatu keputusan namun merupakan sebagai suatu
keputusan yang berdasarkan suatu keputusan yang bertujuan umum atau tindakan hukum menurut
hukum perdata. Kebanyakan keputusan itu sifatnya individual yang berarti bahwa ditujukan
kepada satu oarang atau suatu kelompok tertentu.

E. Keputusan Tata Usaha Negara menurut Undang-Undang No. 5 Tahun 1986

Berdasarkan ketentuan pasal 1 ayat 4 UU No. 5 Tahun 1986, bahwa sengketa Tata Usaha
Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau badan
hukum perdata dengan badan atau pejabat Tata Usah Negara , baik di pusat maupun di daerah,
sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara termasuk sengketa kepegawaian
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jadi KTUN adalah suatu penetapan
tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum
Tata Usaha Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat
konkrit, individual dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum
perdata. Dalam kaitannya dengan KTUN, di samping keputusan pelaksanaan juga ada keputusan
bebas. Di Belanda untuk keputusan terikat diatur dengan peraturan perundang-undangan hukum
tertulis, namun untuk keputusan bebas dapat diatur dengan hukum tak tertulis.
Hukum Tata Usaha Negara = Hukum Administrasi

Hukum Administrasi = Hukum publik

Tindakan Hukum TUN = Tindakan Hukum Publik

Bagi pemerintah, dasar untuk melakukan perbuatan hukum publik adalah adanya
kewenangan yang berkaitan dengan suatu jabatan. Jabatan memperoleh wewenang melalui 3
sumber yakni : atribusi, delegasi dan mandat akan melahirkan kewenangan. Sedangkan, dasar
untuk melakukan perbuatan hukum privat adalah adanya kecakapan bertindak dari subyek hukum.
Dengan perbedaan tersebut, tanggung gugat sehubungan dengan suatu hukum perbuatan dalam
perbuatan hukum publik adalah pada para pejabat, sedangkan tanggung gugat sehubungan dengan
suatu perbuatan hukum privat yang dilakukan pemerintah adalah badan hukum.

F. Macam-Macam Keputusan Tata Negara

Keputusan menurut pendapat Van der Wel, membedakan diantaranya :

a) De rechtsvastellende beschikkingen

b) De constitutieve beschikkingen, terdiri atas

 Belastende Beschikkingen (keputusan yg memberi beban)

 Begunstigende Beschikkingen (keputusan yg menguntungkan); Stasus Verleningen


(penetapan status)

c) De Afwijzende Beschikkingen (keputusan penolakan)

E. Utrecht membedakan ketetapan atas :

a) Ketetapan positif dan negatif

b) Ketetapan deklaratur dan ketetapan konstitutif

c) Ketetapan kilat dan ketetapan yang tetap

d) Dispensasi, izin, lisensi dan konsesi

Dalam buku P. de Haan cs. “Bestuursrecht in de Sociale Rechstaat” terdapat pengelompokan


“beschikking” atas :

a) KTUN perorangan dan KTUN kebendaan.

Sebagai contoh adalah SK pengangkatan seseorang dalam jabatan negara (KTUN


perorangan), sedangkan sertifikat hak atas tanah (KTUN kebendaan).

b) KTUN deklaratif dan KTUN konstitutif.

Sebagai contoh yaitu akte kelahiran (KTUN deklaratif) dan sertifikat HGB (KTUN
konstutif).

c) KTUN terikat dan KTUN bebas.

Misalnya ketentuan UU lalu lintas jalan menyatakan bahwa untuk memperoleh SIM A
syarat usia minimum adalh 17 tahun (KTUN terikat) dan Gubernur melarang reklame
dalam bahasa asing demi ketertiban umum (KTUN bebas).

d) KTUN menguntungkan dan KTUN yg memberi beban.


…………………..gambar……………………

e) KTUN kilat dan KTUN langgeng.

Sebagai contoh adalah Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

Kerangka Keputusan (beschiking)

Nama Jabatan (misal : WALIKOTAMADYA KDH ……....)

Menimbang : a. bahwa …..

b. bahwa …..

Mengingat : 1. ……………

2. ……………

MEMUTUSKAN

Menetapkan :

Pertama : …………

Kedua : …………

Ditetapkan di ……………..

ttd.

Nama Pejabat

BAB V

SARANA TATA USAHA NEGARA II

(SARANA-SARANA HUKUM LAINNYA)

A. Peraturan Perundangan-undangan (Algemeen Verbindende Voorschriften) Dan


Keputusan keputusan Tata Usaha Negara yang memuat Pengaturan bersifat Umum
(Besluiten Van Algemen Strekking)

Ketetapan Majelis Pemusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) RI Nomor XX/MPRS/1966


tentang memorandum DPR GR mengenai sumber tata tertib hukum republik Indonesia dan tata
urutan peraturan peraturan perundangan RI menggunakan istilah peraturan perundang-undangan
selaku penamaan bagi semua produk hukum tertulis yang dibuat dan diberlakukan oleh Negara
berdasarkan tata urutan peraturan perundangan menurut UUD 1945.

Tap MPRS RI. Nomor XX/MPRS/1966 mengemukakan pelbagai bentuk peraturan


perundangan-undangan menurut Undang-Undang Dasar 1945,sebagai berikut:

- UUD 1945,

- Ketetapan MPR.

- Undang-undang + peraturan pemerintah pengganti undang-undang,

- Peraturan pemerintah,
- Keputusan presiden

- Peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya,seperti:

- Peraturan menteri,

- Instruksi menteri,

- Dan lain-lainnya.

Sebagaimana ternyata,tidak semua peraturan perundang-undangan dibuat badan kekuasaan


legislatif, pemerintah pusat, dan badan-badan pembuat peraturan pada pemerintahan daerah di
tingakt I dan II. Penjelasan Pasal 1 angka 2, Undang-Undang, Nomor 5, Tahun 1986 merumuskan
bahwa peraturan perundang-undangan adalah “semua peraturan yang bersifat mengikat secara
umum yang dikeluarkan oleh badan perwakilan rakyat bersama pemerintah baik di tingkat pusat
maupun di tingkat daerah, serta semua keputusan adan atau pejabat tata usaha Negara, baik di
tingkat pusat maupun di tingkat daerah, yang juga mengikat secara umum”.

Dari rumusan tersebut, dapat disimpulkan bahwa keputusan dari badan atau pejabat tata
usaha negara yang merupakan penaturan yang bersifat umum (besluit van algemene strekking)
termasuk peraturan perundang-undangan (algemen verbindende voorschriften). Bentuk keputusan
tata usaha negara (besluiten van algemene strekking) tidak merupakan bagian dari perbuatan
keputusan (dalam arti beschikkingsdaad van de administratie), tetapi termasuk perbuatan tata
usaha negara di bidang pembuatan peraturan (regelend daad van de administratie).

Pasal 2 huruf (b) dari Undang-Undang, Nomor 5, Tahun 1986 secara tegas menentukan
bahwa keputusan tata usaha negara yang merupakan pengautan yang bersifat umum (besluit van
algemene strekking) tidak termasuk keputusan tata usaha negara dalam arti beschikking,yang
berarti bahwa terhadap poerbuatan badan atau pejabat tata usaha negara yang mengeluarkan
keputusan yang merupakan pengautran yang bersifat umum tidak dapat digugat di hadapan hakim
Pengadilan Tata Usaha Negara. Pada umumnya, badan-badan tata usaha negara, seperti halnya
departemen,lembaga pemerintah non departemen, pemerintah daerah tingkat 1 dan tingkat II
menetapkan bentuk tertentu yang membedakan keputusan tata usaha ngara dalam yang merupakan
pengaturan yang bersifat umum disebut dengan judul keputusan seperti halnya keputusan menteri,
keputusan direktur jenderal, keputusan gubernur sementara keputusan tata usaha negara dalm arti
beschiking disebut dengan judul surat keputusan, seperti halnya keputusan menteri, surat
keputusan gubernur/KDH, surat keputusan bupati/KDH,dst. Keputusan yang dikeluraka oleh
badan atau pejabat tata usaha negara (dalm arti beschiking) harus sesuai dengan peraturan
perundangan undangan yang mendasari keputusan yang bersangkutan.

B. Peraturan _peraturan Kebijaksanaan (BeleidsregelsPolicy Ruler)

Pelaksanaan pemerintahan sehari hari menunjukan btapa badan atau pejabat negara acapkali
menempuh pelbagai langkah kebijaksanaan tertentu antara lain menciptakan apa yang kini sering
dinamakan peraturan kebijaksaan (beleidsregels, polici rule). Produk semacam peraturan
kebijaksanaan ini tidak terlepas dari kaitan penggunaan freies ermessen, yaitu badan atau pejabat
tata usaha negara yang bersangkutan merumuskan kebijaksanaannya itu dalam berbagai bentuk
“jurisdische regeis”, seperti halnya peraturan, pedoman, pengumuman surat edaran dan
mengumumkan kebijaksanaan itu. Suatu peraturan kebijaksanaan pada hakekatnya merupakan
produk dari perbuatan tata usaha negara yang bertujuan “naar buiten gebrachi schrifielijk beleid
(menampakan keluar suatu kebijakan tertulis)” namun tanpa disertai kewenangan pembuatan
peraturan dari badab atau pejabat tat usaha negra yang menciptakan peraturan kebijaksanaan
tersebut. Peraturan-peraturan kebijaksanaan dimaksud pada kenyataanya telah merupakan bagian
dari kegiatan pemrintahan(bestuuren)dewasa ini.

Peraturan peraturan kebijaksanaan bukan praturan perundang undangan. Badan yang


mengeluarkan peraturan peraturan kebijaksanaan adalah in casu tidak memilki kewenangan
pembuatan peraturan(wetgevende bevoegdheid). Pesturan peraturan kebijaksanaan jiga tidak
mengikat hokum secar langsung namun mempunyai revelansi hikum. Peraturan peraturan
kebijaksanaan memberi peluang bagaimana suatu badab suatu usah negara menjalankan
kewenangan pemrintahan (beschikingbevoegdheid). Hal tersebut dengan sendirinya harus
dikatiakan ndengan kewenangan pemrintahan atas dasr penggunaan discretionaire karena jika
tidak demikian kan tidakada tempat bagi peraturan peraturan kebijaksanaan.

C. Rencana (Het Plan)

Pada negara hukum kemasyarakatan mdren rencana selaku figure hukum dari hubungan
hukum administrasi tidak dapat lagi dihilangkan dari pemikiran. Rencana rencana dijimpai pada
pelbagai bidang kegiatan pemrintahan misalnya pengaturan tata ruang, pengurusan kesehatan dan
pendidikan. Rencana merupakan keseluruhan tindakan yang saling berkaitan dari tata usah negara
yang mengupayakan terlaksnanya keadaan tertentu yang tertib (teratur)

Suatu rencana perumusan terdiri dari bagian berikut ini:

• Peta Perencanaan

Disini terdapat peruntukan dari tanah dimaksud. Peta perncanaan itu dapat dipandang sebagai
suatu himpunan keputusan yang saling berlainan.

• Peta Berkenaan Dengan Penggunaan (Pemanfaatan)

Peraturan berkenaan penggunaan (pemanfaatan) ini dapat dipanadang sebagai peraturan


perundang undangan. Bagi wilayah dari rencana itu dapat diberlakukan secara berulang kali.

Pada dasarnya rencana rencana pembangunan yang dibuat oleh badan badan tata usah negara
didasarkan pada besarnya porsi belanja dan subsidi dalam anggaran pendapatan belanja
negara(APBN) bagi kegiatan tiap sector dari departemen /non departemen dan jawaban yang
bersangkutan. Besarnya anggaran pendap[atan dan belanja negara (APBN) dari tiap tahun
anggaran ditetapkan dengan undang undang.

Terdapat beberapa rencana pembangunan yang secara langsung menimbulkan akibat hukum
bagi seorang warga atau badab hukum perdata. Adakalanya suatu rencana peruntukkan
kepentingan umum dapat menyebabkan seseorang warga atau badan hukum perdata kehilangan
hak atas tanahnya sendiri manakala hak tanah itu dicabut guna kepentingan umum.

Dikemukakan bahwa setiap rencana kegiatan yang diperkirakan mempunyai dampak terhadap
lingkungan hidup wajib dibuatkan penyajian informasi lingkungan apabila kegiatan itu
merupakan:

a. Pengubahan bentuk lahan dan bentang alam


b. Eksploitasi simber daya alam baik yang sudah diperbaharui maupaun yang tidak
diperbaharui
c. Proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pemborosan, kerusakan dan
kemerosotan pemanfaatan sumber daya alam
d. Proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan social dan budaya.

D. Penggunaan Sarana sarana hukum keperdataan (Gebruik Van privaatrecht/civil


instruments)

Badan hukum atau pejabat tata usaha negara bertindak melalui dua macam peranan, yakni :

• Selaku pelaku hukum publik yang menjalankan kekuasaan public yang dijelmakan dalam
kualitas penguasa sepeti badan badan tata usaha negara dan pelbagai jabatan yang diserahi
wewenang penggunaan kekuasaan politik.

• Selaku pelaku hukum keperdataan yang melakukan pelbagai perbuatan hukum keperdataan
seperti halnya mengikat perjanjian jual beli, sewa menyewa, pemborosan dan sebagainya yang
dijelmakan dalam kualitas badan hukum.
Selaku pelaku hukum publik badan atau pejabat tata usaha negara memiliki hak dan
wewenang istimewa untuk menggunakan dan menjalankan kekuasaan public. Berdasarkan
penggunaan kekuasaan public dimaksud badan atau pejabat tata usaha negara dapat secara sepihak
menetapkan pelbagai peraturan dan keputuasn yang mengikat warga dan peletakkan hak dan
kewajiban tertentu dank arena itu menimbulkan akibat hukum bagi mereka itu.

UU No 5 Tahun 1986 menegaskan bahwa keputusan tata usaha negara yang merupakan
perbuatan hukum perdata tidak termasuk keputusan tata usaha negara dalam arti beschikingyang
dapat dibawakan ke hadapan hukum pengadilan tata usaha negara (pasal 2 butir b).

Pelaksanaan pemborongan untuk suatu proyek dan pembelian dalam jumlah barang tertentu
atau jasa dilakukan melalui :

a. Pelelangan Umum
b. Pelelangan Terbatas
c. Penujukan Langsung
d. Pengadaan Langsung.

BAB VI
BARANG-BARANG MILIK PEMERINTAH/NEGARA

A. Milik Pribadi Pemerintah (Negara) dan Milik Publik

Badan-badan yang bersifat publik, seperti halnya negara, propinsi, kotapraja, dan wilayah
pengairan berbadan hukum berdasarkan hukum publik. Dengan demikian merek memiliki hak
milik dan hak-hak lainnya secara sama dan dibawah asas pembatasan-pembatasan serta syarat-
syarat serupa, seperti halnya waraga dan badan-badan hukum publik dapat pula manjual,
menyewakan, menyewakan tanah, memanfaatkan tanah pekarangan, dan sebagainya.

Di Belanda, pembuat undang-undang telah meletakkan kejelasan bagi sekelompok barang-


barang umum, yakni jalan-jalan untuk selanjutnya kejelasan hanya terdapat pada patokan beberapa
putusan hoge raad selaku hakim perdata.

Wewenang yang bersumber pada hak mnguasai diri negara tersebut digunakan untuk
mencapai kemakmuran rakyat yang sebesar-besarnya. Dalam arti kebangsaan, kesejahteraan, dan
kemerdekaan dalam masyarakatdan negara hukum indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan
makmur. Hak menguasai negara itu, pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah swatantra
dan masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan
nasional, menurut ketentuan-ketentuan peraturan pemerintah (pasal 2 ayat 4).

Surat Keputusan Menteri Keuangan, nomor: kep-225/MK/V/4/1971 bertanggal 13 april


1971, dimaksudkan menetapkan penggolongan barang-barang milik negara/ kekayaan negara,
sebagai berikut ini:

1. barang-barang tidak bergerak

2. barang-barang bergerak

3. hewan-hewan

4. barang-barang persediaan

Surat Keputusan Menteri keUangan, nomor: Kep-225/MK/V/4/1971 dimaksudkan


melengkapi pelbagai lampiran yang memuat petunjuk-petunjuk pengisian daftar inventaris barang.

Seperti halnya dengan pemerintah pusat maka pemerintah daerah juga memiliki barang dan
kekayaan. Pasal 1 dari pusat keputusan menteri keuangan, sebagaimana dimaksud dalam instruksi
presiden, nomor 3 tahun 1971. pasal 63 ayat 1 dari undang-undang nomor 5 tahun 1974, tentang
pokok-pokok pemerintahan daerah memuat pengaturan dan penanganan terhadap barang milik
daerah yang digunakan untuk memenuhi dan melayani kepentingan umum.

B. Hak-Hak Pemerintah (Tata Usaha Negara) Untuk Mengambil Dan Mengguakan Milik
Pribadi Seseorang.

Berdasarkan ketentuan-undang-undang, nomor 20 tahun 1961 tenang pencabuta hak-hak atas


tanah dan benda-benda yang ada diatasnya, maka yang dapat mencabut hak-hak atas tanah dan
benda-benda yang ada diatasnya hanya presidan RI pada pasal 1 dari undang-undang nomor 20
tahun 1961 ditetapkan bahwa;

”Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan
bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari dari rakyat, demiian pula kepentingan
pembangunan maka presiden dalam keadaan yang memaksa setelah mendegar menteri agraria,
mentri kehakiman, dan menteri yang bersangkutan dapat mencbut hak-hak atas dan benda-benda
yang ada diatasnya.”

Dalam keadaan yang sangat mendesak yang memerlukan penguasaan tanah dan atau benda-
benda yang bersangkutan dengan segara, atas permintaan yang berkepentingan kepala inspeksi
agraria menyampaikan permintaan untuk melakukan pencabutan hak kepada menteri agraria, tanpa
disertai taksiran ganti rugi dari paniti penaksir dan jika pelu juga dengan tidak menunggu
diterimanya pertimbangan kepala daerah (pasal 6 ayat 1). Pada bagian penjelasan umum undang-
undang nomor 20 tahun 1961 dikemukakan contoh-contoh yang dimaksudkan dari keadaan yang
sangat mendesak itu yakni terjadi wabah atau bencana alam yang memerlukan penampungan para
korbannya dengan segera.

C. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

Pemerintah seperti halnya dengan subyek hukum lainnya juga menginvestasikan sejumlah
modal dalam bentuk usaha perniagaan. Pelbagai bentuk badan usaha milik negara lebih dikenal
dengan perusahaan negara. Sebelum tahun 1960, terdapat beberapa bentuk perusahaan negara
yang diatur dalam peraturan produk pemerintah hindia belanda. Seperti halnya jawatan
penggadaian, jawatan kereta api, perusahan garam dan soda negeri, perusahan percetakan negara,
perusahan listrik negara dan air minum negara. Terdapat pula bank indutri negara. Yang dibentuk
berdasarkan udang-undang darurat nomor lima tahun 1952. juga terdapat perisahan negara yang
bebentuk perseroan terbatas. Misalnya PT. Pertambangan timah belitung.

Pada tahun 1967, pemerintah mengeluarkan instruksi presiden, nomor 17 tahun 1967,
tentang pengarahan dan peyederhanaan perusahaan negara kedalam tiga bentuk pokok usaha
negara, yakni :

1. perusahaan (negara) jawatan (departemen agency), disingkat perjan

2. perusahaan (negara) umum (public corporation), disingkat perum

3. perusahaan (negara) persero (public/state company), disingkat persero.

Dari tiga usaha negara dimaksudkan, trdapat pula beberapa perusahaan negara yange
mempunyai status khusus, sperti halnya PN. Pertamina yang didirikan berdasarkan peraturan
pemerintah nomor 27 tahun 1968 dan beberapa bank negara seperti bank indonesia berdasarkan
undang-undang nomor 13 tahun 1968.Diberlakukan pula peraturan pemerintah nomor 12 tahun
1969 tentang perusahaan perseroan. Peraturan pemerintah nomor 12 tahun 1969 ini mengatur
tentang penyetaraan modal negara dalam perseroan.

Kemudian diberlakukan pula peraturan pemerintah nomor 3 tahun 1983 tentang tata cara
pembinaan dan pengawasan perusahaan jawatan, perusahaan umum, dan perusahaan persero.
Peraturan pemerintah ini secara khusus mengatur pembinaan, pngelolaan, pengawasan, dan biri
tata usaha dari ketiga bentuk usaha negara. Ditegaskan, bahwa sifat-sifat badan usaha negara
adalah sebagai berikut:
 perjan berusaha dibidang penyediaan jasa-jasa bagi msyarakat, termasuk pelayanan kepada
masyarakat.
 Perum berusaha di bidang penyediaan pelayanan bagi kemanfaatan umum disamping
mendapatkan keuntungan.
 Persero bertujuan untuk memupuk keuntungan dan berusaha dibidang-bidang yang dapat
mendorong berkembangnya sektor swasta dan atao koperasi diluar bidang usaha perjan dan
perum.

D. Perusahaan Barang Milik Publik

Pada prinsipnya tiap departemen, lembaga negara, lembaga pmerintahan non-departemen


diserahi wewenang dan tanggung jawb guna mengurus barang-barang publikyang terdpat didalam
penguasaan departmen dan lembaga yang bersangkutan. BUMN & BUMD berwenang dan
bertanggung jawab mengurus barang-barang publik yang menjadi bagian dari kegiatan
perniagaannya selaku perusahaan negara atau peusahaan daerah. Karenanya pemda pun diserahi
wewenang dan wewenang untuk mengurs barang-barang publik yang berada dilingkungan
kekeuasan otonominya.

Ketentuan instruksi presiden RI nomor 3 tahun 1971 tentang inventaris baranga-barang milik
negara atau kkeyaan negara yang memerintahkan pada tiap depatemen atau lembaga negara atau
lembaga pemerintahan non departemen untuk melaksanakan invntaris fisik dan penyusunan daftar
inventarisasi milik negara atau kekayaan negara menunjukkan betapa semakin pentingnya peranan
pengurusan dan pengawasan termasuk terhadap barang-barang milik negara, termasu barang
publik.

Salah satu barang milik publik yang berdaya guna dan menyangkut hajat hidup para warga
negara masyarakat adalah jalan. Peranan jalan selaku prasarana perhubungan darat sungguh pentig
bagi upaya pembangunan. Hampir semua warga masyarakat merupakan pemakai jasa jalan.
Undang-undang nomor 13 tahu 1980 tentang jalan mengemukakan bahwa jalan mempunyai
peranan penting dalam bidang ekonomi, sosial, politik sosial budaya dan pertahanan keamanan,
serta digunakan untuk sebersar-besarnya kemakmuran rakyat. Jalan mempunyai peranan untk
medorong pengembangan semua satuan wilayah didalam usaha mencapai tingkat perkembangan
antar daerah yang semakin merata, dikemukakan pula bahwa jalan merupakan kesatuan sistem
jaringan jalan yang mengikat dan menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang
berada didalam pengaruh pelayanannya dalam satu hubungan hirarki.

BAB VII
KEDUDUKAN HUKUM PARA PETUGAS PUBLIK
(LEGAL POSITION OF PUBLIC SERVANTS)

B. Para Pejabat Politik (Political Office Holders)

Beberapa jabatan tertentu pada struktur pemerintahan RI merupakan jabatan politik. Undang-
Undang No. 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-pokok Kepegawaian tidak menggunakan istilah jabatan
politik. Menurut Sastra Djatmika (1964: 22) berpendapat bahwa istilah jabatan politik dimaksud “
sangat mungkin diartikan sama dengan para pejabat atau pegawai negara“. Pada pasal 11 UU No.8
Tahun 1974 menetapkan bahwa seorang pegawai negeri yang diangkat menjadi pejabat negara,
dibebaskan untuk sementara waktu dari jabatan organiknya selama menjadi pejabat negara tanpa
kehilangan statusnya sebagai pegawai negeri. Pada bagian penjelasan Pasal 11 tersebut
dikemukakan bahw ayang dimaksud pejabat negara ialah:

1. Presiden
2. Anggota MPR
3. Anggota BPK
4. Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda dan Hakim MA
5. Anggota DPA
6. Menteri
7. Kepala Perwakilan RI di luar negeri yang berkedudukan sebagai duta besar luar biasa dan
berkuasa penuh
8. Gubernur
9. Bupati / Walikotamadya
10. Pejabat lain yang ditetapkan dengan Peraturan Perundang-undangan

Apabila pegawai negeri yang bersangkutan berhenti sebagi pejabat Negara maka ia akan
kembali kepada departemen/lembaga yang bersangkutan. Dalam hall penggajian dan pemberian
pension bagi para pejabat Negara diatur secara tersendiri, misalnya penggajian dan pemberian
pension bago Presiden dan Wakil Presiden diatur dalm UU No.7 Tahun 1978 tentang hak
keuangan/ administrative Presiden dan Wakil Presiden.

C. Para Pegawai Negeri (Civil Servants)

Pada umumnya pejabat public berstatus pegawai negeri namun tidak semua pejabat public
berstatus pegawai negeri, seperti haknya pemegang jabatan dari suatu jabatan Negara. Sebaliknya
tidaklah setiap pegawai negeri merupakan pemegang jabatan public. UU No. 8 Tahun 1974
tentang pokok-pokok Kepegawaian merumuskan bahwa pegawai negeri adalah mereka yang
setelah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalamperaturan perundang-undangan yang
berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas Negara lainnya yang ditetapkan
berdasarkan sesuatu peraturan perundang-undangan dan dugaji menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku (Pasal 1 huruf a). dalam Pasal 2 UU No. 8 Tahun 1974 bahwa pegawai
negeri terdiri dari:

1. Pegawai negeri sipil

2. Anggota Angkatan Bersenjata RI

Pegawai Negeri sipil terdiri pula dari:

1. Pegawai Negeri Sipil Pusat


2. Pegawai Negeri Sipil Daerah
3. Pegawai Negeri Sipil lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Kewajiban Pegawai Negeri ditetapkan, berikut ini:

1. Wajib, setia, dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintah
(Pasal 4)
2. Wajib menaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku dan melaksanakan
tugas kedinasan yang dipercayakan denganpenuh pengabdian, kesadaran dan tanggung
jawab (Pasal 5)
3. Wajib menyimpan rahasia jabatan dan hanya dapat mengemukakan rahasia jabatan kepada
dan atas perintah pejabat yang berwajib atas kuasa Undang-Undang (Pasal 6)

Bagi para Pegawai Negeri Sipil diberlakukan larangan, sebagai berikut:

a. Melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan atau martabat negara, pemerintah
atau pegawai negeri sipil
b. Menyalahgunakan wewenangnya
c. Tanpa izin pemerintah menjadi pegawai atau bekerja untuk negara asing
d. Menyalahgunakan barang-barang, uang atau surat-surat berharga milik negara
e. Memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, ataupun meminjamkan barang-
barang, dokumen, atau surat-surat berharga milik negara secara tidak sah
f. Melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahn atau orang lain dialam
maupun di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan,
atau pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung merugikan negara
g. Melakukan tindakan yang bersifat negatif dengan maksud membalas dendam terhadap
bawahannya atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya
h. Menerima hadiah atau sesuatu pemberian berupa apa saja dari siapapun juga yang
diketahui atau patut dapat diduga bahwa pemberian itu bersangkutan dengan jabatan atau
pekerjaan pegawai negeri sipil yang bersangkutan
i. Memasuki tempat-tempat yang dapat mencerminkan kehormatan atau martabat pegawai
negeri sipil kecuali untuk kepentingan jabatan
j. Bertindak sewenag-wenang terhadap bawahannya
k. Melakukan suatu tindakan atau sengaja tidak melakukan suatu tindakan yang dapat
berakibat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayaninya sehingga
mengakibatkan kerugian bagi pihak yang dilayani
l. Mengahalangi jalanya tugas kedinasan
m. Membocorkan dan atau memanfaatkan rahasia negara yang diketahui karena kedudukan
jabatan untuk kepentingan pribadi, golongan, atu pihak lain
n. Bertindak selaku perantara bagi sesuatu pengusaha atau golongan untuk mendapatkan
pekerjaan atau peranan dari kantor/ instansi pemerintahan
o. Memiliki saham/ modal dalamperusahaan yang kegiatan usahanya berada dala ruang
lingkup kekuasaannya
p. Memiliki saham suatu perusahaan yang kegiatan usahanya tidak berada dalam ruang
lingkup kekuasaannya yang jumlah dan sifat pemilikan itu sedemikian rupa sehingga
melalui pemilikan saham tersebut dapat langsung atau tidak langsung menentukan
penyelenggaraanatau jalannya perusahaan
q. Melakukan kegiatan uasaha dagang, baik resmi maupun sambilan, menjadi direksi,
pimpinan atau komisaris perusahaan swata bagi yang berpangkat Pembina golongan ruang
IV/a ke atas atau yang memangku jabatan eselon I
r. Melakukan pungutan tidak sah dalam bentuk apapun juga dalam melaksanakan tugasnya
untuk kepentingan pribadi, golongan atau pihak lain.

Undang-Undang No. 8 Tahun 1974 menetapkan hak bagi pegawai negeri sipil, sebagai berikut:

1. Hak atas gaji yang layak sesuai dengan pekerjaan dan tanggungjawabnya (Pasal 7)

2. Hak atas cuti (Pasal 8)

3. Hak memperoleh perawatan dikala ditimpa oleh sesuatu kecelakaan dalam dan karena
menjalankan tugas kewajibannya (Pasal 9 ayat 1)

4. Hak memperoleh tunjangan dikala menderita cacat jasmani atu cacat rohani dalam dank
arena menjalankan tugas kewajibannya yang mengakibatkan pegawai negeri yang
bersangkutan tidak dapat bekerja lagi dalam jabatan apapun juga (Pasal 9 ayat 2)

5. Hak memperoleh uang duka bagi keluarga dari pegawai negeri yang tewas yang tewas
(Pasal 9 ayat 3)

6. Hak atas pensiun (Pasal 10)

Pada Pasal 3 dalam Peraturan Pemerintah No. 3 tahun 1980 bahwa pangkat-pangkat yang
dapat diberikan untuk pengangkatan pertama adalah:

a. Juru Muda golongan ruang I/a bagi mereka yang sekurang-kurangnya memiliki surat tanda
tamat belajar Sekolah Dasar
b. Juru Muda tingkat I golongan ruang I/b bagi mereka yang sekurang-kurangnya memiliki
surat tanda tamat belajar Sekolah Menengah Umum Tingkat Pertama atau surat tanda tamat
belajar Sekolah Menengah Kejuruan Tingakt Pertama 3 Tahun
c. Juru Golongan ruang I/c bagi mereka yang sekurang-kurangnya memiliki surat tanda tamat
belajr Sekolah Menengah Kejuaruan Tingkat Pertama 4 Tahun
d. Pengatur Muda golongan ruang II/a bagi mereka yang sekurang-kurungnya memiliki Surat
Tanda Tamat Belajar (STTB) Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas, STTB Sekolah
Menengah Kejuaruan Tingkat atas Non Guru 3 tahun, Ijazah Diploma I, STTB Sekolah
Kejuruan Tingkat atas Non Guru 4 Tahun, STTB Sekolah Menengah Kejuruan Tingkat
atas Guru 3 Tahun, atau Akta I.
e. Pengatur Muda Tingkat golongan ruang II/b bagi mereka yang sekurang-kurangnya
memiliki ijazah Sarjana Muda, ijazah Diploma II, ijazah Sekolah Guru Pendidikan Luar
Biasa, ijazah Diploma III, ijazah akademi, ijazah Bakaloreat, Akta II, atau ijazah Diploma
III Politeknik
f. Pengatur Golongan ruang II/c bagi mereka yang sekurang-kurangnya memiliki Akta III
g. Penata Muda Golongan ruang III/a bagi mereka yang sekurang-kurangnya memiliki ijazah
sarjana, ijazah dokter, ijazah Apoteker, ijazah Pasca Sarjana, ijazah Spesialis I atau Akta
IV.
h. Penata Muda Tingkat I golongan ruang III/b bagi mereka yang sekurang-kurangnya
memiliki ijazah Doktor, ijazah Spesialis II, Akta V atau memperoleh gelar doktor dengan
mempertahankan disertasi pada suatu perguruan tinggi negeri yang berwenang.

Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil ditetapkan pada tanggal 1 April dan 1 Oktober tiap
tahun. Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 1980 mengenal berbagai macam kenaikan pangkat
pegawai negeri sipil adalah:

1. Kenaikan pangkat reguler


2. Kenaikan pangkat pilihan
3. Kenaikan pangkat istimewa
4. Kenaikan pangkat pengabdian
5. Kenaikan pangkat anumerta
6. Kenaikan pangkat dalam tugas belajar
7. Kenaikanpangkat selama menjadi pejabat negara
8. Kenaikan pangkat selama dalam penugasan
9. Kenaikan pangkat selama menjalankan wajib militer
10. Kenaikan pangkat sebagai penyesuaian ijazah
11. Kenaikan pangkat lainnya

Pada Pasal 23 ayat 1 dari UU No.8 tahun 1974 menetapkan bahwa Pegawai Negeri Sipil
dapat diberhentikan dengan hormat karena:

a. Permintaan sendiri
b. Telah mencapai usia pensiun
c. Adanya penyederhanaan organisasi pemerintah
d. Tidak cakap jasmani dan rohani sehingga tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai
pegawai negeri sipil

Pegawai negeri sipil yang meninggal dunia dengan sendirinya dianggap diberhentikan
dengan hormat (Pasal 23 ayat 2). Pasal 23 ayat 3, UU No. 8 tahun 1974 juga menetapkan bahwa
pegawai negeri sipil dapat diberhentikan tidak dengan hormat karena:

a. melangar sumpah atau janji pegawai negeri sipil, sumpah atau janji jabatan negeri atau
peraturan disiplin pegawai negeri sipil
b. dihukum penjara berdasarkan keputusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan
hukum yang tetap karena dengan sengaja melakukan sesuatu tindak pidana kejahatan yang
diancam dengan hukuman penjara setingi-tingginya 4 (empat) tahun atau diancam dengan
hukuman yang lebihberat

juga, pegawai negeri sipil diberhentikan tidak dengan hormat, karena:

a. dihukum penjara atau hukuman


b. ternyata melakukan penyelewengan terhadap Ideologi Negara Pancasila, Undang-Undang
dasar 1945, atau terlibat kegiatan yang menentang negara dan atau pemerntah (Pasal 23
ayat 4)

Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1979 mengenai pelbagai macam Pemberhentian


Pegawai Negeri Sipil, berikut ini:

1. Pemberhentian atas permitaan sendiri


2. Pemberhentian karena mencapai batas usia pensiun
3. Pemberhentian karena adanya penyederhanaan organisasi
4. Pemberhentian karena melakukan pelanggaran atau tindak pidana/penyelewengan (Pasal
8,9, dan 10)
5. Pemberhentian karena tidak cakap jasmani atau rohani
6. Pemberhentiaan karena meninggalkan tugas
7. Pemberhentian karena meninggal dunia atau hilang (Pasal 13)
8. Pemberhentian karena hal-hal lain (Pasal l5)

C. Hakim (Judges)

Secara umum dapat disimpulkan bahwa hakim adalah hakim pengadilan di lingkungan
peradilan yang melaksanakan tugas kekuasaan kehakiman. Pasal 24 UUD 1945 mengemukakan
bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah mahkamah Agus dan lain0lain badan
kehakiman menurut Undang-Undang Dasar 1945 ditegaskan bahwa Kekuasaan Kehakiman ialah
Kekuasaan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah. UU No. 8 Tahun
1974 tentang pokok-pokok kepegawaian menetapkan bahwa Ketua, Wakil Ketua, ketua muda dan
hakim Mahkamah Agung adalah pejabat Negara dan karena itu tidak termasuk pegawai negeri.
Selain itu juga dalam UU No. 8 Tahun 1974 menetapkan bahwa hakim pada pengadilan negeri dan
pengadilan tinggi dan lain-lain adalah termasuk pegawai negeri sipil pusat (Pasal 2 ayat 2 dan
bagian penjelasannya).

Pada Pasal 13 ayat 1 UU No 2 TAhun 1986 ditetapkan bahwa pembinaan dan pengawasan
umum terhadap hakim sebagi pegawai negeri dilakukan oleh Menteri Kehakiman. Pembinaan dan
pengawasan dimaksud tidak boleh mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa perkara. Pasal
14 ayat 1 UU No. 2 Tahun 1986 menetapkan bahwa untuk dapat diangkat menjadi hakim
pengadilan Negeri, seorang calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. Warga Negara Indonesia

b. Bertaqwa kepada Tuhan YME

c. Setia kepada Pancasila dan UUD 1945

d. Bukan bekas anggota organisasi terlarang partai komunis indonesia, termasuk organisasi
masanya atau bukan seorang yang terlibat langsung dalam “gerakan kontra revolusi g.30.s/pki”
atau organisasi terlarang lainnya

e. Pegawai Negeri

f. Sarjana Hukum

g. Berumur serendah-rendahnya 25 tahun

h. Berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela

Sedangkan untuk menjadi Hakim Pengadilan Tinggi maka seorang calon harus memenuhi
syarat-syarat, sebagai berikut:

a. syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat 1 huruf a,b,c,d,e,f dan h


b. berumur serendah-rendahnya 40 tahun
c. berpengalaman sekurang-kurangnya 5 tahun sebagai ketua atau wakil ketua Pengadilan
Negeri atau 15 tahun sebagi hakim Pengadilan Negeri (Pasal 15 ayat 1).

BAB VIII
SANKSI-SANKSI

A. Sanksi-Sanksi Pada Umumnya


Sanksi-sanksi merupakan bagian penutup yang penting di dalam hokum, juga dalam hukum
administrasi. Pada umumnya tidak ada gunamya memasukkan kewajiban atau larangan-larangan
bagi para warga di dalam peraturan perundang-undangan tata usaha Negara, manakala aturan-
aturan tingkah laku itu tidak dapat dipaksakan oleh tata usaha Negara. Peran penting pada
pemberian sanksi di dalam hukum administrasi memenuhi hukum pidana. Bagi pembuat peraturan
penting untuk tidak hanya melarang tindakan-tindakan yang tanpa disertai izin, tetapi juga
terhadap tindakan-tindakan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang dapat
dikaitkan pada suatu izin, termasuk sanksi-sanksi hukum administrasi yang khas, antara lain :

1. Bestuursdwang (paksaan penerintah)

2. Penarikan kembali keputusan (ketetapan) yang menguntungkan (izin, pembayaran,


subsidi)

3. Pengenaan denda administratif

4. Pengenaan uang paksa oleh pemerintah (dwangsom)

Bestuursdwang dapat diuraikan sebagai tindakan-tindakan yang nayta dari penguasa guna
mengakhiri suatu keadaan yang dilarang oleh suatu kaidah hokum administrasi atau melakukan
apa yang seharusnya ditinggalkan oleh para warga karena bertentangan dengan undang-undang.
Sanksi-sanksi lainnya lebih berperan secara tidak langsung. Pengenaan denda administratif
menyerupai penggunaan duatu sanksi pidana. Bagi pengenaan denda administratif dan uang paksa,
mutlak harus atas dasar peraturan perundang-undangan yang tegas. Penarikan kembali suatu
keputusan (ketetapan) yang menguntungkan tidak terlalu perlu didasarkan pada suatu peraturan
perundang-undangan. Pelaksanaan suatu sanksi pemerintah berlaku sebagai suatu keputusan yang
memberi beban.

Perbedaan antara sanksi adninistrasi dan sanksi pidana dapat dilihat dari tujuan pengenaan
sanksi itu sendiri. Sanksi administrasi ditujukan untuk perbuatan pelanggarannya, sedangkan
sanksi pidana ditujukan kepada si pelanggar dengan memberi hukuman berupa nestapa. Sanksi
administrasi dimaksudkan agar perbuatan pelanggaran itu dihentikan.

1. Pengawasan dan Pengusutan

Pengawasan di dalam praktek merupakan syarat dimungkinkannya pengenaan sanksi.


Sekaligus menurut pengalaman dari pengawasan itu sendiri telah mendukung penegakan hukum.
Para warga melihat penguasa dengan sungguh-sungguh menegakkan peraturan perundang-
undangan.

Kebanyakan peraturan perundang-undangan negeri Belanda memuat bagi para pegawai


pengawas/pegawai pengusut satu atau lebih kewenangan, sebagaimana berikut ini :

- Kewenangan memasuki setiap tempat, kecuali rumah-rumah kediaman

- Kewenangan memasuki rumah-rumah kediaman dalam keadaan-keadaan luar biasa dengan


suatu kuasa khusus

- Kewenangan menghentikan kendaraan dan memeriksa muatannya

- Kewenangan memeriksa barang-barang dagangan dan mengambil contoh-contoh

- Kewenangan memeriksa buku-buku dan surat-surat arsip

- Kewenangan untuk meminta keterangan dan bantuan

Bagi para pegawai pengusut berlaku ketentuan bahwa mereka di samping itu memiliki
kewenangan berdasar Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (misalnya menyita barang-
barang). Menghalangi seorang pegawai pengawas atau tidak memberikan bantuan senantiasa
merupakan perbuatan pidana sendiri.

Yurisprudensi Hakim-AROB mengharuskan beberapa sayarat bagi peringatan tertulis/perintah


tertulis, sebagaimana berikut ini :

• Peringatan itu tidak dapat di adakan secara tanpa ikatan. Badan pemerintah harus telah
mempunyai niat yang tetap, yang jika perlu melaksanakan suatu bestuursdwang.

• Perintah tertulis/peringatan tertulis harus memuat perintah yang jelas. Harus ditetapkan apa
yang seharusnya dilakukan oleh warga yang mendapat surat pemberitahuan guna
mencegah pemerintah mengambil tindakan-tindakan nyata.

• Surat perintah harus memuat ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan man yang


dilanggar.

• Harus ditentukan suatu jangka waktu perintah harus dilaksanakan.

• Perintah harus ditujukan pada yang berkepentingan yang menurut kenyataan memang juga
mampu mengakhiri pelanggaran itu.

• Eksplisit atau implisit harus nyata bahwa biaya-biaya dalam hal tata usaha Negara harus
bertindak, akan dibebankan pada pelanggar.

B. Penerapan Kembali Keputusan-Keputusan (Ketetapan-Ketetapan Selaku Sanksi)

Terdapat dua hal yang terhadapnya suatu keputusan (ketetapan) yang menguntungkan dapat
ditarik kembali sebagai sanksi:

a. Yang berkepentingan tidak mematuhi pembatasan-pembatasan, syarat-syarat atau


ketentuan peraturan perundang-undangan yang dikaitkan pada izin, subsidi, atau
pembayaran.

b. Yang berkepentingan pada waktu mengajukan permohonan untuk mendapat izin,


subsidi, atau pembayaran telah memberikan data yang sedemikian tidak benar atau tidak
lengkap, hingga apabila data itu diberikan secara benar atau lengkap maka keputusan
akan berlainan.

Penarikan kembali suatu keputusan (ketetapan) pada kenyataannya juga merupakan


perbuatan keputusan/perbuatan ketetapan. Penarikan kembali atas suatu keputusan tidak lain,
adalah suatu keputusan (ketetapan) baru yang menarik kembali (dan masyarakat tidak
berlakunya lagi) keputusan yang terdahulu. Sebagai suatu keputusan (ketetapan), maka keputusan
tersebut niscaya menimbulkan akibat hukum yang baru bagi seorang warga atau badan hukum
perdata yang dikenakan keputusan (ketetapan) itu. Dalam hal seorang warga atau badan hukum
perdata marasa dirugikan oleh akibat hukum yang timbul dari keputusan (ketetapan) penarikan
kembali itu, maka ia berhak mengajukan banding administrasi atau menggunakan upaya hukum
yang tersedia di dalam Undang-Undang Nomor 5, Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha
Negara, yakni dengan cara membawakan permasalahannya ke hadapan hakim (tata usaha Negara).

C. Sanksi Administrasi Lainnya

Sanksi lain yang untuk dikaji adalah sanksi administrasi yang dikenal dan (diberlakukan)
dalam hokum perpajakan. Undang-undang Nomor 6, Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan memberi penamaan terhadap sanksi dimaksud dengan penyebutan
sederhana, yakni sanksi administrasi. Sanksi administrasi dikenakan kepada wajib pajak yang
terhutang setelah kepadanya dikeluarkan suatu Surat Ketetapan Pajak.
Ditetapkan pula bahwa sanksi administrasi berupa bunga, denda administrasi, dan kenaikan
tidak dapat di kreditkan dari jumlah pajak yang terhutang. Sanksi administrasi berupa kenaikan
sebesar 100% dari jumlah kekurangan pajak juga dimuat dalam Surat Ketetapan Pajak Tambahan
yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

D. Sanksi Pidana

Salah satu upaya pemaksaan hukum itu adalah melalui pemberlakuan sanksi pidana terhadap
pihak pelanggar mengingat sanksi pidana membawa serta akibat hokum yang berpaut dengan
kemerdekaan pribadi.

Suatu sanksi pidana tidak dapat dikenakan kepada pihak pelanggar dengan cara penggunaan
bedtuursdwang. Penegakan sanksi pidana dilaksanakan menurut “due process of law” yang telah
ditentukan di dalam kaidah hukum acara pidana dan pengenaan sanksi itu hanya dapat dinyatakan
dalam suatu putusan hakim pidana. Tak dapat disangkal bahwa pemberlakuan sanksi pidana turut
berperan pada efektivitas penegakan dan pentaatan kaidah-kaidah hokum administrasi, termasuk
pada pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan.

E. Sanksi-Sanksi Kumulasi

Suatu kaidah peraturan perundang-undangan di bidang hukum administrasi sering tidak


hanya memuat satu macam sanksi tetapi terdapat beberapa macam sanksi yang diberlakukan
secara kumulasi. Adakalanya suatu ketentuan peraturan perundang-undangan tidak hanya
mengancam pelanggarnya dengan sanksi tapi juga pada saat yang sama mengancamnya dengan
sanksi administrasi. Undang-Undang No. 51 Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah
Tanpa Izin yang Berhak atau Kuasanya (yang kemudian berdasar Undang-Undang Nomor 1,
Tahun 1961 disahkan menjadi undang-undang) tidak hanya mengancam seorng pemakai tanah
tanpa izin dengan saqnksi pidana berupa pidana berupa kurungan selama-lamanya 3 bulan dan
atau denda sebanyak-banyaknya Rp.5000,-.

Tapi pada saat yang sama memuat pula sanksi administrasi, yang memberi kewenangan
kepada penguasa daerah untuk melaksanakan pengosongan tanah dengan disertai beban biaya dari
pemakai tanah yang bersangkutan. Bagaimanapun juga pengenaan sanksi-sanksi yang kumulasi
niscaya akan menimbulkan pula akibat hukum yang jamak bagi warga yang dikenakan sanksi-
sanksi itu.

BAB IX
KAIDAH-KAIDAH DAN ASAS-ASAS PEMBUATAN
KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA (KTUN)

Aturan-aturan yang mengikat badan-badan pemerintahan dalam memberikan KTUN. Aturan-


aturan itu dapat menyangkut acara atau isi. Disini pembuat undang-undang memberikan kepada
administrasi satu ruang kebijaksanaan bebas, yang dilihat dari sudut rangka perundangan dapat
diisi menurut lebih dari satu cara. Ini kita sebut wewenang menetapkan bebas.

Baik ruang kebijaksanaan sebagai akibat wewenang bebas, maupun yang timbul dari ruang
penilaian yang di berikan kepada pemerintah, harus di hormati oleh hakim. Para warga yang
berkepentingan dan juga hakim, pada dasarnya harus menghormati pilihan itu.

Asas-asas umum pemerintahan yang baik dapat di pandang sebagai aturan-aturan hukum
tidak tertulis terutama untuk pengambilan KTUN dalam hal-hal pemerintahan memiliki ruang
kebijaksanaan tidak ada pertentangan asasi antara ABBB (algemene beginselenn van behoorlijik
bestuur) tidak tertulis dan hokum tertulis. Namun ABBB dirumuskan sebagai asas-asas. Arti
kongkretnya untuk tiap keadaan tersendiri tidak selalu dapat dilihat dengan mudah sebelumnya.
A. Pengaturan dan praktek Pembuatan Keputusan Tata Usaha Negara di Indonesia

Tidak ada ketentuan umum yang mengatur tentang tata cara pembuatan keputusan tata usaha
Negara. Tiap bidang mempunyai prosedur tersendiri, dan persyaratan tersendiri. Dalam bidang
perijinan saja masing-masing perijinan mempunyai tata cara dan persyaratan tersendiri. Dengan
demikian perlu study tersendiri untuk masing-masing bidang hukum administrasi khusus untuk
dapat mamahami prosedur dan segala persyaratan yang di butuhkan. Suatu prosedur yang baik
hendaknya memenuhi 3 landasan utama hukum administrasi yaitu landasan Negara hukum,
landasan demokrasi, landasan instrumental yaitu daya guna (efisiensi, doelmatigheid) dan hasil
guna (efektif, doeltrffenheid).

B. Asas-Asas Pemerintahan Yang Baik (AUPB) di Belanda

1. Tinjauan atas Asas-Asas

Lambat laun telah diterima pendapat bahwa ABBB harus di pandang sebagai norma-norma
hukum tidak tertulis yang senantiasa harus di taati oleh pemerintah. Meskipun arti yang tepat dari
ABBB bagi tiap keadaan tersendiri tidak selalu dapat di jabarkan dengan teliti. Dapat pula
dikatakan bahwa ABBB adalah asas-asas hukum tidak tertulis dari mana untuk keadaan-keadaan
tertentu dapat di tarik aturan-aturan hukum yang dapat di terapkan. Dalam praktek hukum di
Neaderland ABBB berikut ini telah mendapat tempat yang jelas :

a. Asas Persamaan

Asas persamaan memaksa pemerintah untuk menjalankan kebijaksanaan. Bila


pemerintahan di hadapkan pada tugas baru, yang dalam rangka itu harus di ambil banyak
sekali KTUN. Maka pemerintah memerlukan aturan-aturan atau pedoman-pedoman. Bila ia
sendiri menyusun aturan-aturan (pedoman-pedoman) itu untuk memberi arah pada
pelaksanaan (pada dasarnya) wewenang bebasnya, maka itu disebut aturan- aturan
kebijaksanaan. Jadi, tujuan aturan-aturan kebijaksanaan ialah menunjukan perwujudan asas
perlakuan yang sama atau asas persamaan.

Dalam peradilan kita lihat bahwa relatif jarang suatu pendalilan asas persamaan diterima.
Ini terutama disebabkan oleh karena dua atau lebih keadaan kongkret tidak pernah
sepenuhnya sama satu sama lain. Jika suatu badan pemerintah tidak memperhatikan hal ini
atau bila penjelasan tidak meyakinkan, maka biasanya hakim tidak akan membatalkan karena
bertentangan dengan asas persamaan, tetapi karena bertentangan dengan asas pemberian
alasan. Jadi pemikirannya ialah, bahwa tidak cukup alasan mengapa tidak di anggap sama.
Tetapi asas persamaan pada dasarnya tidak memaksa badan pemerintah untuk mengulangi
suatu KTUN yang salah atau mengulangi suatu kekeliruan.

b. Asas Kepercayaan

Asas kepercayaan juga termasuk kedalam asas –asas hukum yang paling mendasar dalam
hukum public dan hukum perdata. Asas ini terutama penting sebagai dasar bagi arti yuridis
dari janji-janji, keterangan-keterangan, aturan-aturan kebijaksanaan dan bentuk-bentuk
rencana (yang tidak diatur dengan perundang-undangan). Bila suatu badan pemerintah atau
seorang pejabat yang berwenang bertindak atas nama pemerintahan itu memberikan janji
kepada seorang warga, asas kepercayaan menuntut supaya badan pemerintahan itu (antara
lain pada pelaksanaan suatu wewenang memberikan ketetapan) terikat pada janjinya.

Asas kepercayaan juga masyarakat bahwa pemerintah harus pula memperhatikan aturan-
aturan kebijaksanaan sendiri, setidak-tidaknya tidak menyimpanginya untuk kerugian yang
berkepentingan. Penyimpangan yang merugikan yang berkepentingan hanya mungkin, bila
tujuan suatu peraturan kebijaksanaan membenarkannya atau di dalam peraturan itu telah
diadakan pengecualian yang jelas.

Asas kepercayaan tidak menghalangi pemerintah mengubah kebijaksanaan, tetapi asas ini
menghalangi perubahan kebijaksanaan di berlakikan surut. Asas ini dapat pula membawa
serta bahwa pada perubahan kebijaksanaan yang merugikan harus diadakan masa peralihan
yang pantas.

c. Asas Kepastian Hukum

Asas kepastian hikim mempunyai dua aspek yang satu lebih bersifat hukum materiil yang
lain bersifat formil. Aspek hukum material berhubungan erat dengan asas kepercayaan.
Harus di ingat bahwa :

 Asas kepastian hukum tidak menghalangi penarikan kembali atau perubahan suatu
ketetapan, bila sudah sekian waktu di paksa oleh perubahan keadaan atau pendapat.

 Penarikan kembali atau perubahan juga mungkin bila ketetapan yang menguntungkan di
dasarkan pada kekeliruan, asal saja kekeliruan itu dapat di ketahui oleh yang
berkepentingan.

 Demikian pula penarikan kembali atau perubahan mungkin, bila yang berkepentingan
dengan memberikan keterangan yang tidak benar atau tidak lengkap, telah ikut
menyebabkan terjadinya ketetapan yang keliru.

 Penarikan kembali atau perubahan mungkin bila syarat-syarat atau ketentuan-ketentuan


yang di kaitakn pada suatu ketetapan yang menguntungkan tidak di tati. Dalam hal ini
dikatakan ada penarikan kembali sebagai sanksi.

Sisi formal dari asas kepastian hukum membawa serta bahwa ketetapan-ketetapan yang
memberatkan dan ketentuan-ketentuan yang terkait pada ketetapan-ketetapan yang
menguntugkan (antara lain izin) haris di susun dengan kata-kata yang jelas. Asas kepastian
hukum memberi hak kepada yang berkepentingan untuk mengetahui dengan tepat apa yang
di kehendaki dari padanya.

d. Asas Kecermatan

Asas Kecermatan mengandung arti bahwa suatu keputusan harus di persiapkan dan di
ambil dengan cermat. Badan pemerintahan dalam memepersiapkan dan mengambil ketetapan
dapat dengan berbagai cara melanggar asas ini.

Asas kecermatan mensyaratkan agar badan pemerintahan sebelum mengambil ketetapan


meneliti semua fakta yang relevan dan memasukan pila semua kepentingan yang relevan ke
dalam pertimbangannya.

e. Asas Pemberian Alasan

Asas Pemberian alasan berarti bahwa suatu keputusan harus dapat di dukung oleh alasan-
alasan yang di jadikan dasarna. Dapat di bedakan tiga sub varian :

(1). Syarat bahwa suatu ketetapan harus di beri alasan.

Dari Pemerintahan di harapkan suatu penyusunan yang rasional. Jadi pemerintahan


senantiasa haris dapat memberi alasan mengapa ia telah mengambil suatu ketetapan
tertentu. Yang berkepentingan berhak mengetahui alasan-alasan itu. Kepitisan yang
diambil berdasarkan surat keberatan atau banding senantiasa harus segera diiringi
oleh pemberian alasan.

(2). Ketetapan harus memiliki dasar fakta yang teguh.

Bagian dari asas pemberian alasan ini mengandung arti bahwa kelompok fakta yang
menjadi titik tolak dari ketetapan harus benar. Bila ternyata bahwa fakta-fakta pokok
berbeda dari apa yang di kemukakan atau diterima oleh badan pemerintahan maka
dasar fakta yang teguh dari alasan-alasan tidak ada. Perlu di catat, bahwa dalam hal
ini biasanya juga terdapat cacat dalam kecermatan.

(3). Pemberian alasan harus cukup dapat mendukung.

Alasan–alasan yang di kemukan harus cukup meyakinkan. Pemberian alasan tidak


saja harus masuk akal, tetapi secara keseluruhan harus sesuai dan memiliki kekuatanb
yang meyakinkan.karena banyak pemberian alasan yang mungkin kurang baik.

f. Asas Larangan Detournment de Pouvoir (penyalahgunaan wewenang)

sebagai asas umum pemerintahan yang layak di pandang pula aturan bahwa suatu
wewenang tidak boleh di gunakan untukk tujuan lain selain untuk tujuan ia di berikan. Pada
umumnya penyalahgunaan suatu wewenang juga akan bertentangan dengan suatu peratiran
perundang-undangan. Dewasa ini para hakim lebih condong pada kesimpulan terakhir.

2. Asas-Asas Pemerintahan Yang Formal Dan Material

Asas Kecermatan dan asas pemberian alasan di pandang sebagai asas-asas pemerintah yang
baik yang lebih formal, sebab kedua asas itu tidak segera mengatakan sesuatu tentang isi dari
keputusan yang akan diambil tetapi lebih tentang persiapannya. Asas pemberian alasan
menetapkan syarat-syarat pinggiran, tetapi tidak menetukan isinya. Juga asas kepastian hukum
menyagkut sisi formal.

Asas persaman, asas kepercayaan, asas kepastian hukum dapat di pandang sebagai asas-asas
material pemerinatah yang layak.

Tetapi jika penolakan suatu izin di batalkan karena pelanggaran terhadap asas persamaan
maka pada dasarnya konklusinya ialah bahwa yang berkepentingan haris mendapat izin. Tetapi
sebagai penisbian perlu di ingat disini bahwa pemerintahan jika harus memikirkan apa yang harus
atau boleh di lakukan setelah ada pembatalan, tidak semestinya hanya memperhatikan dasar
pembatalan yang di sebut oleh hakim. Juga pertimbangan-pertimbangn hukum lainnya dari hakim
dapat memuat petunjuk-petunjuk tentang tindakan-tindakan apa yang selanjutnya harus diambil.
Demikianlah biarpun ada pembatalan di sebabkan adanya cact pemberian alasan, tetapi dari lain
pertimbangan dapat diambil kesimpulan bagaiman seharusnya keputusan itu.

3. Indonesia

Kepustakaan berbahasa Indonesia belum banyak membahas asas ini. Prof. Kuntjoro
purbopranoto mengetengahkan 13 asas yaitu :

1) Asas kepastian hukum

2) Asas keseimbangan

3) Asas kesamaan

4) Asas bertindak cermat

5) Asas motivasi untuk setiap keputusan pangreh

6) Asas jangan mencampuradukan kewenangan

7) Asas permainan yang layak

8) Asas keadilan atau kewajaran

9) Asas menanggapi penghargaan yang wajar


10) Asas meniadakan akibat-akibat suatu keputusan yang batal

11) Asas perlindungan atas pandangan hidup

12) Asas kebijaksanan

13) Asas penyelenggaraan kepentingan umum

4. Pengumuman Dokumen-Dokumen

Dengan keterbukaan pemerintah para warga memperoleh lebih banyak pengertian tentang
rencana-rencan kebijaksanan dan tentang kenyataan-kenyataan yang mendasari kebijaksanaan
yang di jalankan. Sebagai fungsi-fungsi penting dari keterbukaan di dalam kepustakaan masih di
sebut :

1. fungsi partisipasi, keterbukaan sebagai alat bagi warga untuk ikut serta dalam proses
pemerintahan secara mandiri
2. fungsi pertanggung jawaban umum dan pengawasan, keterbukaan pada satu sisi sebagai
alat bagi penguasa untuk memberi pertanggung jawaban di muka umum pada sisi lain
sebagi alat bagi warga untuk mengawasi penguasa
3. fungsi kepastian hukum, keputusan-keputusan penguasa tertentu yang menyagkut
kedudukan hukum para warga demi kepentingan kepastian hukum harus dapat di ketahui
jadi harus terbuka
4. fungsi hak dasar, keterbukaan dapat memajukan penggunaan hak-hak dasar seperti hak
pilih, kebebasan mengeluarkan pendapat dan hak untuk berkumpul

Kewajiban keterbukaan umum bagi penguasa dirinci lebih lanjut dalam wet openbaarheid
van bestuur dan besluit openbaarheid van bestuur. Sebelum itu, bagi penguasa hanya ada
kewajiban untuk mengumumkan, bila disyaratkan oleh suatu peraturan khusus.

WOB berpangkal tolak bahwa informasi dari dokumen-dokumen penguasa pada dasrarnya
harus dapat di ketahui oleh setiap orang. Openbarheidswet nederland membedakan dua jenis wajib
informasi :

1. Wajib informasi akif dari penguasa yakni kewajiban penguasa untuk memberi informasi
atas inisiatif sendiri
2. Wajib informasi pasif, yakni kewajiban penguasa untuk memberikan informasi atas
permintaan warga.

Suatu permintaan warga untuk memperoleh informasi harus di luluskan. Dasar-dasar


pengecualian ini berlaku juga bagi wajib informasi aktif penguasa yaitu :

a. dapat membahayakan kesatuan mahkota atau,


b. dapat merugikan keamanan negara juga tidak di lakukan bila mengenai
c. data usaha dan proses pabrik sejauh ini oleh manusia-manusia alami atau badan-
badan hukum di beriatahukan kepada penguasa secara rahasia. Pun tidak di lakukan
bila dan sejauh kepentingannya tidak dapat melebihi kepentingan-kepentingan
berikut,
d. hubungan neaderland dengan negar-negar lain
e. kepentingan ekonomis dan finansial negara dan badan-badan hukum piblik lain,
f. pengusutan dan penuntutan tindak-tindak pidana,
g. inspeksi, kontrol, dan pengawasan oleh satu atau atas nama badan-badan penguasa
h. hak tiap orang agar suasana hidup pribadi di hormati dan perlindungan hasil-hasilk
pemeriksaan kedokteran dan psikologis yang menyangkut keadaan-keadaan
tersendiri
i. menghindari terjadinya keuntungan atau kerugian yang tidak seimbang bagi
manusia-manusia alami atau badan-badan hukum atau pihak ketiga yang terkait
pada masalah bersangkutan.
Selain dasar-dasar pengecualian umum permohonan untuk memperoleh informasi
demikian di luluskan terkecuali menyangkut :

a. data yang masih sedang di kerjakan atau yang tidak lengakap sehingga dengan
demikian dapat memberi gambaran yang keliru

b. pendapat-pendapat pribadi dari anggota-anggota pemerintahan, para pengurus atau


pejabat- pejabat mengenai kebijaksanaan.

BAB X
TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM

A. Hakim dan Pemerintah

Pada dasawarsa terakhir kita melihat di Nederland penggeseran tekanan dari pemerintah ke
hakim. Setiap hakim dapat mengalami perubahan-perubahan, yang penting adalah bahwa hakim
juga boleh mengambil jalan formal untuk menguji ketentuan-ketentuan perjanjian, sedangkan
hakim tidak boleh menguji UU yang formal terhadap UU dasar. Menguji perundang-undangan
yang lebih rendah terhadap yang lebih tinggi dengan kekecualian larangan UU dasar untuk
menguji UU formal terhadap UU dasar, maka dalam hal itu orang melihat betapa pentingnya
tempat yang diduduki hakim itu dalam kmetatanegaraan. Apabila orang juga mengingat bahwa
pembuat undang-undang tidak selalu mampu untuk menangani perkembangan-perkembangan
social barumaka dapat dibayangkan bahwa dalam literature istilah pengganti pembuat undang-
undang mulai tampil ke muka. Hal itu dPt ditambah dengan istilah hakim sebagai pengganti
pemerintah. Namun istilah pengganti pembuat undang-undang sebagai penunjukan seorang hakim
tidak menggambarkan perkara itu secara tepat. Pertama-tama, seorang hakim tidak pernah dapat
mengambil keputusan-keputusan sendiri. Kedua, seorang hakim hanya dapat mengambil
keputusan-keputusan dalam perkarar-perkara yang konkrit. Ketiga, hakim itu terbatas untuk
pengujian menurut hukum.

B. Syarat-syarat untuk Suatu Peradilan yang Baik (Tinjauan atas Grodwet Belanda)

Suatu negara menginginkan peradilan yang berkualitas baik, yang diterima oleh lapisan-
lapisan masyarakat yang luas, harus didasarkan UU dasar dan perundang-undangan yang dijadikan
dasar itu sejumlah jaminan. Ciri khas yang paling pokok dari kedudukan para hakim adalah
ketidaktergasntungan (kebebasan) mereka. Hakim memutuskan sendiri, memberi interpretasi
sendiri atas kewenangannya sendiri, dan dia tidak terikat pada hukum. Untuk menjamin
ketidaktergantungan dan ketidak-sepihakan telah diciptakan ketentuan-ketentuan barikut:

“anggota-anggota dari kekuasaan kehakiman yang ditugaskan pada peradilan dan Jaksa
Agung pada Mahkamah Agung diangkat untuk seumur hidup dengan penetapan raja.”

Untuk suatu peradilan yang baik selanjutnya dibutuhkan:

- hakim-hakim yang berkualitas baik. Seleksi dan penggajian adalah penting sekali

- kemungkinan bagi si warga untuk selalu mempunyai jalan (minta bantuan) ke seorang
hakim

- pemutusan dalam persengketaan itu dalam waktu yang wajar

- penetapansuatu hukum acara yang baik, yang mana dasar-dasar tata cara yang elementer
(seperti didengar dan mendengarkan) telah ditentukan

- kemungkinan-kemungkinan naik banding dan atau kasasi untuk memperbaiki kesalahan-


kesalahan yang mungkin ada dari hakim-hakim rendahan
jaminan-jaminan bahwa keputusan-keputusan para hakim juga sungguh-sungguh dilaksanakan.

C. Undang-undang Dasar 1945 dan Kekuasaan Kehakiman

Undang-undang Dasar 1945 mengatur 3 hal yang bersifat pokok yaitu jaminan terhadap
adanya hal-hal dan kewajiban-kewajiban asasi warganya, susunan ketatanegaraan yang bersifat
mendasar serta pembagian dan pembatasab tugas-tugas ketatanegaraan yang juga bersifat
mendasar. Dalam UUD 1945 terdapat pula ketentuan-ketentuan tentang kekuasaan kehakiman
yang diatur dalam Bab IX, Pasal 24 dan pasal 25 UUD 1945. Dalam kedua pasal UUD itu, kita
dapat menemukan adanya tiga kaidah hukum:

a. Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh Badan-badan Kehakiman yang berpuncak pada


sebuah Mahkamah Agung

b. Susunan dan Kekuasaan Badan-badan Kehakiman itu akan diatur lebih lanjut

c. Syarat-syarat untuk menjadi hakim dan pemberhentiannya juga akan diatur lebih lanjut

Dalam penjelasan pasal 24 dan pasal 25 UUD 1945 dikemukakan bahwa “kekuasaan
kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah.
Berhubungan dengan itu, harus diadakan jaminan dalam UU tentang kedudukan para hakim.

D. Kekuasaan Kehakiman (di Indonesia)

Undang-undang yang mengatur secara umum tentang kekuasaan kehakiman Indonesia ialah
UU No.14 Tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman. Undang-undang
ini dalam diktum pertamanya mencabut Undang-undang No.19 Tahun 1962 tentang Ketentuan-
ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman yang berisi ketentuan yang bertentangan dengan UUD
1945.

Ada tiga alasan yang tercantum dalam pasal 19 yang memungkinkan Presiden turun tangan
atau campur tangan dalam soal-soal pengadilan, yaitu:

a. Demi kepentingan Revolusi

b. Demi kehormatan Negara dan Bangsa

c. Demi kepentingan masyarakat mendesak

Undang-undang No.14 Tahun 1970 terdiri dari 8 Bab, yang terbagi dalam 42 pasal. Adapun
pengaturan dalam bab-bab meliputi:

a. Ketentuan umum

b. Badan-badan Peradilan dan asas-asasnya

c. Hubungan pengadilan dan lembaga negara lainnya

d. Hakim dan kewajibannya

e. Kedudukan pejabat peradilan (pengadilan)

f. Pelaksanaan putusan pengadilan

g. Bantuan hukum

h. Penutup

E. Badan-Badan Peradilan
Sebagai pelaksanaan pasal 24 dan pasal 25 UUD 1945, dalam UU No.14 Tahun 1970 diatur
adanya 4 lingkungan peradilan yang meliputi:

a. Peradilan Umum

b. Peradilan Agama

c. Peradilan Militer, dan

d. Peradilan Tata Usaha Negara

Sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 10 ayat (1) diatas telah dikeluarkan
berturut-turut:

a. Undang-undang No.14, tahun 1985 tentang Mahkamah Agung

b. Undang-undang No.2 tahun 1986 tentang Peradilan Umum

c. Undang-undang No.5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara

d. Undang-undang No.7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama

PENJELASAN:

1. Mahkamah Agung (MA)

Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara Tertinggi terdiri dari Pimpinan, Hakim
Anggota, Panitera (griffier), dan sekretaris Jenderal Mahkamah Agung.

2. Peradilan Umum

Dalam undang-Undang No.2 tahun 1986 yang dimaksud dengan kekuasaan kehakiman di
lingkungan peradilan umum adalah pengadilan negeri sebagai pengadilan tingkat pertama dan
pengadilan tinggi sebagai pengadilan tingkat dua atau pengadilan banding. Peradilan ujmum itu
berpuncak pada Mahkamah Agung sebagai pengadilan Negara Tertinggi.

Dalam undang-undang dikenal adanya dua macam pembinaan, yaitu; pembinaan teknis
peradilan yang dilakukan oleh Mahkamah Agung dan Pembinaan Organisasi, administaasi dan
keuangan pengadilan yang dilakukan oleh Menteri Kehakiman. Pengadilan Negeri dibentuk
dengan keputusan Presiden, sedangkan Pengadilan Tinggi dibentuk dengan Undang-undang.

Baik hakim Pengadilan Negeri maupun hakim Pengadilan Tinggi diangkat oleh Presiden
dalam kedudukannya sebagai Kepala Negara atas usul Menteri Kehakiman berdasarkan
persetujuan Ketua Mahkamah Agung sesuai dengan persyaratan yang ditentukan.

3. Peradilan Agama

Undang-undang baru yang mengatur Peradilan Agama adalah UU No.7 tahun 1989 tentang
Peradilan Agama yang menjadi dasar hukum adanya pengadilan ini.

4. Peradilan Militer

Peradilan Militer ini mengadili pelanggaran terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,
Kitab Undang-undang Hukum Pidana Mliter dan Kitab Undang-undang Hukum Disiplin Tentara.
Peraturan tentang Peradilan Militer terdiri dari:

a. Undang-Undang No. 7 tahun 1946

b. Undang-Undang No. 7 tahun 1947


c. Undang-Undang No. 19 tahun 1948

d. Undang-Undang No.14 tahun 1964

e. Undang-Undang No.14 tahun 1970

f. Undang-Undang No. 2 tahun 1988

5. Peradilan Tata Usaha Negara

Peradilan Tata Usaha Negara diatur dengan Undang-Undang No.54 tahun 1986 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara. Yang menjadi pertimbangan adanya Peradilan Tata Usaha Negara
ini adalah:

a. Negara RI sebagai negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 bertujuan
mewujudkan tata kehidupan negara dan bangsa yang sejahtera, aman, tentram, serta tertib,
yang menjamin persamaan kedudukan warga masyarakat dalam hukum, dan yang
menjamin terpeliharanya hubungan yang serasi, seimbang, serta selaras antara aparatur di
bidang tata usaha negara dengan para warga masyarakat

b. Adanya kemungkinan timbulnya benturan kepentingan, perselisihan atau sengketa antara


badan atau pejabat Tata Usaha Negara dengan warga masyarakat yang dapat merugikan
atau menghambat jalannya pembangunan nasional.

Kekuasaan kehakiman di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara dilakukan oleh Pengadilan
Tata Usaha Negara dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.

F. Ombudsman

Sejak 1 januari 1982 Negeri Belanda mengenal Obbudsman Naasional. Pendiriannya,


kewenang-wenangannya dan cara kerjanya adalah berdasarkan UU Ombudsman National 1981.
setiap orang mempunyai hak untuk meminta kepada Omudsman secara tertulis untuk memerikasa
cazra suatu organ administrasi telah bertindak dalam suatu keadaan tertentu terhadap seseorang
atau suatu badan hukm. Ombudsman juga berwenang untuk atau atas prakarsa sendiri mengadakan
suatu pemeriksaan. Dalam rangka pemeriksaan itu Ombudsman memiliki kewenangan tertentu.
Sampai sekarang wewenang Ombudsman adalah terbatas pada tindakan menteri-menteri, sejauh
itu berkaitan dengan pelaksanaan tugas-tugas yang diwajibkan menurut Peraturan perundang-
undangan yang berkaitan dengan Polisi, Para Konisaris dari Ratu di Provinsi dan para Walikota.

G. Perbuatan Melanggar Hukum oleh Penguasa (Onrechtmatige Overheidsdaad)

1. Di Belanda

Dalam bidang tindakan penguasa yang melanggar hukum di negeri Belanda dalam tahhun-
tahun terakhir telah terjadi banyak perkembangan. Secara kasar kita dapat membuat pembagian
dalam kategori-kategori yang berikut:

a. Hakim perdata menganggap bahwa telah terjadi suatu tindakan yang melanggar hukum
karena dia menganggap pengumuman suatu keputusan adalah melanggar hukum

b. Hakim perdatamenganggap bahwa telah terjadi suatu tindakan melanggar hukum karena
seorang pejabat telah membatalkan suatu keputusan

c. Hakim perdata menganggap bahwa telah terjadi suatu tindakan melanggar hukum karena
dia menganggap pengumuman suatu undang-undang dalam arti materil adalah melanggar
hukum

d. Hakim perdata menganggap bahwa telah terjadi suatu tindakan melanggar hukum karena
dia menganggap suatu tindakan nyata dari penguasa adalah melanggar hukum.
2. Perbuatan Melanggar Hukum oleh Penguasa di Indonesia

Tentang perbuatan melanggar hukum oleh penguasa akan dibahas dua aspek utama yhakni:
dasar kompetensi absolut peradilan umum dan criteria perbuatan melanggar hukum oleh penguasa

3. Dasar Kompetensi Absolut Peradilan Umum

Pada zaman Hindia Belanda, pengadilan perdata di Hindia Belanda dengan berpegang pada
azas konkordansi. Pada masa setelah proklamasi kemerdekaan, peradilan perdata tetap menyatakan
dirinya kompeten menangani gugatan terhadap pemerintah. Dari putusan-putusan pengadilan yang
pernah ada ternyata ada beberapa dasar yang dijadikan dasar hukum oleh peradilan perdata untuk
menyatakan kompetensinya. Ada tiga hal yang diketengahkan secara tidak konsisten, yakni:
pertama, masih menunjuk pasal 2 RO sebagai dasar hukum, kedua, dinyatakan sebagai dasar ialah
karena belum adanya peradilan tata usaha negara, ketiga, menyatakan sebagai dasar ialah
yurisprudensi.

H. Kriteria Perbuatan Melanggar Hukum oleh Penguasa menurut Mahkamah Agung

Menelaah putusan-putusan Mahkamah Agung yang menyangkut criteria perbuatan


melanggar hukum oleh penguasa, dfitemukan dua putusan, yang pertama putusan Mahkamah
Agung dalam perkara Kasum dan yang kedua dalam perkara Josopandojo. Di samping itu terdapat
dua langkah usaha Mahkamah Agung untuk menegaskan rumusan kriteria perbuatan melanggar
hukumoleh penguasa, yang pertama melalui Surat Edaran Mahkamah Agung dan yang kedua
melalui kegiatan lokakarya tentang Pembangunan Hukum melalui Peradilan.

1. Undang-undang dan Peraturan Formal yang Berlaku

Kriteria pertama “rechtmatigheid”tindakan penguasa menurut Mahkamah Agung adalah


undang-undang dan peraturan-peraturan formal yang berlaku.

2. Kepatutan yang harus diperhatikan oleh Penguasa

Kriteria kedua adalah kepatutan yang harus diperhatikan oleh penguasa

3. Perbuatan Kebijaksanaan Penguasa

Yang ketiga Mahkamah Agung menegaskan bahwa perbuatan kebijaksanaan penguasa tidak
termasuk kompetensi pengadilan untuk menilainya.

BAB XI
PERADILAN TATA USAHA NEGARA

A. Karakteristik dan Prinsip-Prinsip Peradilan Tata Usaha Negara

Ciri khas hukum acara peradilan tata usaha Negara terletak pada asas-asas hukum yang
melandasinya, yaitu :

a. Asas Praduga Rechmatig ( vermoeden van rechtmatigheid= praesumptio iustae causa ).


Asas ini mengandung makna bahwa setiap tindakan penguasa selalu harus dianggap
rechmatig sampai ada pembatalannya.

b. Asas Pembuktian Bebas. Hakim yang menetapkan beban pembuktian.

c. Asas Keaktifan Hakim ( dominus litis ). Yaitu untuk mengimbangi kedudukan para
pihak karena tergugat adalah pejabat tata usaha negara sedangkan penggugat adalah
orang atau badan hukum perdata.
d. Asas Putusan Pengadilan mempunyai kekuatan mengikat “erga omnes“. Sedangkan
TUN adalah sengketa hukum publik. Dengan demikian putusan pengadilan TUN berlaku
bagi siapa saja-tidak hanya bagi para pihak yang bersengketa.

Peradilan Tata Usaha Negara pada dasarnya menegakkan hukum publik, yakni hukum
administrasi sebagaimana ditegakkan dalam Undang-Undang PTUN Pasal 47 bahwa sengketa
yang termasuk lingkup kewenangan PTUN adalah sengketa tata usaha negara.

Peradilan Tata Usaha Negara melalui UU No 5 Tahun 1986 tidak hanya melindungi hak
individu tetapi juga melindungi hak masyarakat. pasal-pasal yang langsung menyangkut
perlindungan hak-hak masyarakat adalah Pasal 49, pasal 55, dan pasal 67.

B. Organisasi Peradilan Tata Usaha Negara ( PTUN )

Dalam kaitannya dengan organisasi, ada baiknya kita tinjau struktur PTUN itu sendiri secara
sepintas. berdasarkan ketentuan Pasal 8 UU No 5 Tahun 1986, pengadilan tata usaha negara terdiri
atas PTUN sebagai pengadilan tingkat pertama, dan PT TUN ( Pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara ). struktur yang demikian mirip dengan struktur peradilan umum berdasarkan ketentuan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 ( vide Pasal 6 ). Meskipun dengan struktur yang sama,
namun alur perkara dalam lingkungan peradilann umum berbeda dengan lingkungan Peradilan
Tata Usaha Negara. perbedaan itu disebabkan karena dalam jalur Peradilan Tata Usaha Negara
terdapat saluran upaya administratif ( vide pasal 48 UU No 5 Tahun 1986 ).

Pengadilan tata usaha negara dibentuk dengan keputusan Presiden ( Pasal 9 UU No 5 Tahun
1986 ), Sedangkan pengadilan tinggi tata usaha negara dibentuk dengan undang-undang.

Pada waktu pertama kali diterapkan UU No 5 Tahun 1986 melalui PP No 7 Tahun 1991 yang
menyatakan bahwa PTUN mulai diterapkan tanggal 14 Januari 1991, telah dibentuk 5 pengadilan
TUN melalui Kepres No 52 Tahun 1990 dan 3 pengadilan tinggi TUN melalui UU No 10 tahun
1990. Lima pengadilan TUN tersebut adalah : PTUN Jakarta, Medan, Palembang, Surabaya, dan
Ujung Pandang. Sejalan dengan ketentuan pasal 10 ayat 2 UU No 14 tahun 1970, kekuasaan
kehakiman di lingkungan peradilan tata usaha negara berpuncak pada Mahkamah Agung sebagai
pengadilan negara tertinggi. Dengan demikian keempat lingkungan peradilan kita berpuncak pada
Mahkamah Agung ( sistem piramide ).

Mahkamah Agung

Peradilan Umum Peradilan Agama Peradilan Militer Peradilan Tata Usaha Negara

C. Upaya Administratif

Terhadap KTUN ( KTUN ) mengenal adanya upaya administratif disyaratkan untuk


menggunakan saluran peradilan tata usaha negara. Tentang hal ini, pasal 48 UU No 5 Tahun 1986
menyatakan :

1. Dalam hal suatu badan atau pejabat tata usaha negara diberi wewenang oleh atau
berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk menyelesaikan secara administratif
sengketa tata usaha negara tertentu, maka sengketa tata usaha negara tersebut harus
diselesaikan melalui upaya administratif yang tersedia.

2. Pengadilan baru wewenang memeriksa, memutuskan, dan menyelesaikan sengketa tata


usaha negara sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, jika seluruh upaya administratif yang
bersangkutan telah digunakan.

Ada 2 macam upaya administratif, yaitu ” banding administratif ” dan prosedur ” keberatan
”. Dalam hal penyelesaiannya dilakukan oleh instansi yang sama, yaitu badan atau pejabat tata
usaha negara yang mengeluarkan KTUN, maka prosedur yang ditempuh disebut ” keberatan ”.
Dalam hal ini penyelesaiannya dilakukan oleh instansi atasan atau instansi lain, maka prosedur ini
disebut ” banding administratif ”.
D. Kompetensi Absolut Peradilan Tata Usaha Negara

KTUN merupakan dasar lahirnya sengketa tata usaha negara. Dalam pasal 1 angka 3
merumuskan KTUN adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata
usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan
akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.

Tindakan hukum tata usaha negara tidaklah sama maknanya dengan tindakan pejabat atau
tindakan badan tata usaha negara. Tidak setiap tindakan pejabat adalah tindakan hukum tata usaha
negara.

E. Tenggang Waktu Menggugat

Berdasarkan ketentuan pasal 55, tenggang waktu mengajukan gugatan adalah :

 Bagi yang dituju dengan sebuah KTUN ( pihak II ) : 90hari sejak saat KTUN itu
diterima;

 Bagi pihak II yang berkepentingan : 90 hari sejak saat KTUN itu diumumkan.

F. Hak Gugat

Berdasarkan ketentuan pasal 53 ayat 1 yang dapat bertindak sebagai penggugat adalah :

- Orang atau badan hukum perdata

- Yang berkepentingannya dirugikan oleh suatu KTUN

Dengan demikian harus ada hubungan kausal antara KTUN dengan kerugian/kepentingan.

G. Petitum

Berdasarkan ketentuan pasal 53 ayat 1, petitum pokok adalah KTUN tersebut dinyatakan
tidak sah atau batal. Sebagai petitum tambahan adalah ganti rugi dan rehabilitasi.

Tuntutan ganti rugi dibatasi jumlahnya. Berdasarkan ketentuan PP no 43 tahun 1991 ganti
rugi berkisar antara Rp. 250.000,00-Rp.5.000.000,00

Rehabilitasi hanya berlaku untuk sengketa kepegawaian, yaitu pemulihan hak sebagai
pegawai negeri. Dalam hal rehabilitasi dapat dibebani suatu kewajiban kompensasi sebesar antara
Rp.100.000,00-Rp.2.000.000,00.

H. Alasan Menggugat ( Beroepsgronden )

Berdasarkan ketentuan pasal 53 ayat 2, dasar pengujian oleh pengadilan terhadap keputusan
tata usaha negara yang digugat, adalah :

a. KTUN yang digugat itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang


berlaku. Penjelasan undang-undang ini mengetengahkan 3 hal dalam pengertian
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yakni :

(1). Bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-undangan


yang bersifat prosedural/formal;

(2). Bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-undangan


yang bersifat material/substansial;

(3). Dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang tidak berwenang.
b. Badan atau pejabat tata usaha negara pada waktu mengeluarkan keputusan sebagaimana
dimaksud dalam ayat ( 1 ) telah menggunakan wewenangnya untuk tujuan lain dari
maksud diberikannya wewenang tersebut.

c. Badan atau pejabat tata usaha negara pada waktu mengeluarkan atau tidak mengeluarkan
keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat ( 1 ) setelah mempertimbangkan semua
kepentingan yang tersangkut dengan keputusan itu seharusnya tidak sampai pada
pengambilan atau tidak pengambilan keputusan tersebut.

I. Alat Bukti

Pasal 100 UU No 5 Tahun 1986 menyebutkan alat-alat bukti :

 Keterangan ahli

 Keterangan saksi

 Pengakuan para pihak

 Pengetahuan hakim

Ketentuan tersebut dikaitkan dengan pasal 107 :...untuk sahnya pembuktian diperlukan
sekurang-kurangnya dua alat bukti berdasarkan keyakinan hakim.

Keabsahan ( rechtmatigheid ) suatu KTUN diukur dengan peraturan perundang-undangan


dan /atau hukum tidak tertulis berupa asas-asas umum pemerintahan yang baik. aspek-aspek yang
diukur adalah :

- Wewenang

- Prosedur

- Substansi

J. Hukum Acara

Istilah hukum acara untuk PTUN hendaknya HUKUM ACARA PERADILAN TATA
USAHA NEGARA dan bukan HUKUM ACARA TUN. Penyebutan hukum Acara PTUN untuk
menunjukkan sifat contentieux, karena dalam hukum acara TUN ada aspek contentieux dan ada
aspek non contentieux berupa prosedur pemerintahan, misalnya prosedur perizinan.

Hukum Acara PTUN dibedakan atas :

a. Hukum Acara Materiil yang meliputi :

- Kompetensi absolut dan relatif

- Hak gugat

- Tenggang waktu menggugat

- Alasan menggugat

- Alat bukti

b. Hukum Acara Formal ( hukum acara dalam arti sempit ) berupa langkah-langkah atau
tahapan yang terbagi atas :
- Acara biasa ( pasal 68 dst ), dengan ciri : diawali dengan pemeriksaan persiapan dan
majelis hakim 3 orang.

- Acara cepat/versnelde behandeling ( pasal 98,99 ), dengan ciri : tidak ada


pemeriksaan persiapan, hakim tunggal, dan waktu dipercepat, kepentinagn mendesak,
menyelesaikan pokok sengketa, dan bentuk akhir putusan ( vonis ).

- Acara singkat/kortgeding, dengan ciri : perlawanan ( pasal 62 ayat 4 ) , penundaan


pelaksanaan tun ( pasal 67 ayat 2,3,4 ) tidak untuk menyesaikan pokok sengketa, dan
bentuk akhir penetapan.

Dalam acara biasa, Tahapan Penanganan Sengketa adalah :

I. Prosedur “ dismisal “ ( pasal 62 ) : pemeriksaan administratif untuk menetapkan apakah


suatu gugatan dapat diterima atau tidak dapat diterima.

II. Pemeriksaan persiapan ( pasal 63 ) : tahap ini dimaksudkan untuk melengkapi gugatan
yang kurang jelas.

III. Pemeriksaan di sidang pengadilan ( pasal 68 dst )

* Acara Formal

1. Acara Biasa

Secara garis besar proses tertib beracara menurut acara biasa dapat dibagi atas tindakan
sebelum pemeriksaan di sidang pengadilan dan pada pemeriksaan di muka sidang pengadilan
dengan berbagai ragam pentahapan yang harus dilalui.

2. Tindakan Sebelum Pemeriksaan di Sidang Pengadilan

Tindakan ini dilakukan sebelum pemeriksaan di sidang pengadilan yang dinyatakn terbuka
untuk umum. Untuk itu dilakukan beberapa pentahapan dalam proses yang dilakukan oleh petugas
pengadilan baik ketua, maupun majelis hakim dan panitera.

Tindakan-tindakan dalam pentahapan itu bersifat justisial, maupun administratif.

K. Pengajuan Gugatan ( Pasal 53 sampai dengan Pasal 56 )

Pasal 1 angka 5 menentukan, bahwa gugatan adalah : ”...permohonan yang berisi tuntutan
terhadap badan atau pejabat tata usaha negara dan diajukan ke pengadilan untuk mendapatkan
putusan ” ( garis bawah penulis ).

Yang berhak mengajukan gugatan hanyalah orang, dan atau badan hukum perdata, atau
subyek hukum perdata semata-mata, karena itu penggugat berhak menentukan sipa yang akan
digugat. sedangkan badan atau pejabat administrasi negara atau subyek hukum publik dilarang
mengajukan gugatan ( pasal 1 angka 4,5 angka 6 jo Penjelasan pasal 53 ayat 1 ).

Surat-surat harus ditandatangani ( atau cap jempol ) oleh penggugat atau kuasanya. Bilamana
surat gugat itu ditandatangani oleh kuasanya maka harus disertai dengan surat kuasa yang sah.

Dengan demikian maka surat-surat dapat ditandatangani atau cap jempol oleh :

1. ( para ) penggugat sendiri;

2. ( para ) kuasa penggugat, yaitu subyek hukum yang diberi kuasa khusus oleh para
penggugat untuk membuat dan menandatangani surat-gugat.
3. gugatan diajukan karena para penggugat merasa kepentingannya dirugikan disebabkan
tindakan-tindakan administrasi yang dituangkan dalam meputusan atau tidak
mengeluarkan keputusan itu.

L. Biaya Perkara

Pada umumnya diperlukan biaya untuk berpekara yang harus dibayar ( pasal 59 ). Walaupun
demikian adakalanya dibebaskan dari biaya perkara atau berperkara sevara prodeo ( pasal 60 dan
pasal 61 ). Penggugat dalam mengajukan surat-gugatannya diwajibkan untuk membayar uang
muka biaya perkara yang besarnya ditaksir oleh penitera.

Uang muka biaya perkara ialah biaya yang dibayar terlebih dahulu sebagai uang panjar oleh
pihak penggugat terhadap perkiraan biaya berperkara yang diperlukan dalam proses sengketa.
Sebagai contoh yang termasuk ke dalam biaya perkara antara lain, seperti baiya-biaya
kepaniteraan, materai, saksi, alih bahas, dab biaya pemeriksaan di tempat lain dari ruang sidang
( pasal 111 ).

Penggugat tidak diwajibkan membayar biaya perkara, maupun imbalan jasa kepada para
kuasanya yang memberikan bantuan hukum. Umumnya bantuan hukum di sini dititikberatkan
sebagai litigasi, dan disarankan sebaiknya dilakukan terus oleh para kuasanya untuk semua
tingkatan peradilan tata usaha negara ( untuk menghindari pergantian kuasa dan berulangkali
menceritakan judex facti yang serupa kepada kuasa baru oleh klien ).

M. Pencatatan Perkara dalam Daftar ( pasal 59 ayat 2 )

Perkara dicatat dalam daftar oleh panitera setelah penggugat membayar uang muka biaya
perkara ( pasal 59 ayat 2 ), sebagai bukti bahwa gugatan sudah terdaftar dan uang muka sudah
dibayar, dapat diketahui dari tanda bukti penerimaan uang yang mencantumkan juga nomor
register perkara. Sesuai SE Mahkamah Agung no 2 tahun 1991 tanggal 9 juli 1991 uang muka
perkara ditaksir oleh panitera sekurang-kurangnya Rp. 50.000,-

N. Pemeriksaan Pendahuluan ( pasal 62 dan pasal 63 )

Sebelum hari persidangan ditentukan dan sengketa diperiksa di persidangan untuk


diputuskan, ternyata terdapat kewenangan pengadilan untuk melakukan semacam ” pemeriksaan
pendahuluan ” itu dikemukakan, karena Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tidak
menyebutnya.

Pemeriksaan termaksud dapat berupa rapat permusyawaratan dan pemeriksaan persiapan.

(1). Rapat Permusyawaratan ( prosedur dismisal )

Gugatan yang diajukan sebelum diperiksa dipersidangkan dapat dinyatakan tidak


diterima atau tidak mempunyai dasar. Hal itu disebabkan :

 Pokok gugatan ( fakta yang dijadikan dasar gugatan ) itu nyata-nyata tidak termask
wewenang pengadilan;

 Syarat-syarat gugatan ( pasal 56 tidak dipenuhi oleh penggugat, sekalipun telah


diberitahukan dan diperinagtkan;

 Gugatan tersebut tidak didasarkan kepada alasan-alasan yang layak;

 Apa yang dituntut dalam gugatan sebenarnya sudah terpenuhi oleh keputusan
adnministrasi negara yang digugat;

 Gugatan diajukan sebelum waktunya atau telah kadaluarsa.


(2). Pemeriksaan Persiapan

Sebelum pemeriksaan pokok sengketa dimulai, hakim wajib mengadakan persiapan


untuk melengkapi gugatan yang kurang jelas ( pasal 63 ). Dalam hal ini hakim bertindak :

 memberi nasihat kepada penggugat untuk memperbaiki gugatan dan melengkapi dengan
data yang diperlukan dalam jangka waktu 30 hari;

 dapat diminta penjelasan kepada badan atau pejabat tata usaha negara yang
bersangkutan.

Pemeriksaan persiapan ini merupakan pengkhususan dalam proses pemeriksaan


sengketa administrasi dan di dalam kesempatan ini hakim dapat meminta penjelasan kepada
badan atau pejabat administrasi negara yang bersangkutan, demi lengkapnya data yang
diperlukan untuk gugatan.

Penyederhanaan itu dimungkinkan karena pada hakikatnya kedua hal di atas itu
termasuk dalam ” pemeriksaan pemdahuluan ” dan menunjuk kepada karakteristik hukum
Acara Peradilan Tata Usaha Negara, yang dalam hal ini demi kesempurnaan gugatan yang
akal diperiksa dan diputuskan di persidangan.

1.5 Penetapan Hari Sidang (Pasal 59 ayat 3 Pasal 64)

Penetapan hari sidang selalu berhubungan dengan panggilan, waktu dan jarak antara tempat para
pihak yang bersengketa dengan tempat persidangan. Hari persidangan ditetapkan selambat-
lambatnya 30 (tiga puluh) hari seelah gugatan dicatat dalam daftar perkara.

1.6 Panggilan Para Pihak Yang Berperkara (Pasal 59 ayat 3, 4 Pasal 64 ayat 2, Pasal 65 dan Pasal
66)

Pemanggilan kepada para pihak yang berperkara dilakukan setelah selesai pentahapan tindakan
sebelum pemeriksaan di sidang pengadilan. Hal ini berarti setelah gugatan dianggap cukup
lengkap dan sempurna serta telah ditentukan majelis hakim, yang memeriksa dan memutus
sengketa tata usaha negara itu.

Jangka waktu pemanggilan dan hari persidangan tidak boleh kurang dari 6 (enam) hari, kecuali
bila sengketa itu diperiksa berdasarkan acara cepat.

11.6.1.2 Pemeriksaan di Sidang Pengadilan

Setelah ”pemeriksaan pendahuluan” selesai, maka ditetapkanlah hari, jam, dan tempat
persidangan. Kemudian kedua belah pihak atau para kuasanya dipanggil untuk mulai bersidang
yang harus diperlakukan sama dan didengar. Untuk keperluan pemeriksaan, hakim ketua sidang
membuka sidang dan menyatakannya terbuka untuk umum (Pasal 70 ayat 1). Sifat terbuka sidang
untuk umum itu merupakan syarat mutllak karena kalau tudak putusan hakim diancam batal
menurut hukum, kecuali bila ditentukan lain (Pasal 17 ayat 1 dan 2 undang-undang nomor 14
tahun 1970). Sangatlah penting tertib acara dalam pemeriksaan berikut berita acaranya. Oleh
karena itu dalam sengketa tata usaha negara, tertib acara pemeriksaan dan berita acaranya di
pengadilan tata usaha negara (setelah berfungsi) pun merupakan salah satu hal yang penting dalam
proses beracara.

2.1 Intervensi

Intervensi adalah ikut sertanya pihak lain ke dalam sengketa. Ini dapat dilakukan oleh seseorang
atau badan hukum perdata, baik pada waktu pemeriksaan di sidang pengadilan maupun dalam
pelaksanaan putusan. Intervensi dalam taraf pemeriksaan di sidang pengadilan, dapat terjadi
karena prakarsa administrasi itu masuk pihak ketiga, maka ia akan memanggilnya dengan resmi
sebagaimana mestinya. Sedangkan atas prakarsa sendiri, ialah bilamana pihak ketiga dengan jalan
memasukkan permohonan sendiri untuk maksud mempertahankan hak dan kepentingannya jangan
sampai dirugikan oleh putusan atas sengketa itu.

Ketentuan intervensi menurut pasal 83 sangatlah dipengaruhi oleh ketentuan hukum acara perdata.
Dalam hukum acara perdata, intervensi perlu diatur karena sifat putusan pengadilan perdata hanya
berlaku bagi para pihak yang berperkara.

2.2 Pemeriksaan Berkas

Semenjak oerkara itu dicatat di kepaniteraan pengadilan tata usaha negara, sampai proses sengketa
itu selesai dilaksanakan, dimungkinkan bagi para pihak untuk melakukan pemeriksaan dan
mempelajari berkas-berkas sengketa termaksud serta membuat kutipan-kutipan seperlunya.
Bilamana ada berkas yang dibawa keluar, haruslah terlebih dahulu mendapat izin dari ketua
pengadilan. Panitera bertanggung jawab sepenuhnya atas berkas-berkas perkara, termasuk titipan
baik barang maupun uang dari pihak ketiga.

2.3 Putusan Pengadilan

Suatu putusan pengadilan diambil untuk memutuskan suatu perkara, yang diserahkan kepadanya
dalam rangka yang dinamakan jurisdictio contentiosa. Sebelum putusan itu dijatuhkan, terlebih
dahulu majelis hakim bermusyawarah dalam ruangan tertutup untuk mempertimbangkan putusan
perkara itu.

Dalam perkara perdata, ternyata hakim berwenang mengubah putusan-sela, karena terdapat
kesalahan di dalamnya, sebagaimana telah diputuskan oleh Mahkamah Agung. Menurut sifatnya,
amar atau diktum putusan itu dibedakab dalam 2 macam, yaitu :

1. Putusan condemnatoir, yaitu yang amrnya berbunyi : ”Menghukum dan seterusnya..”


2. Putusan yang konstitutif, yaitu yang amarnya menimbulkan suatu keadaan hukum baru,
atau meniadakan keadaan hukum baru.

Adapun amar putusan itu seperti gugatan ditolak, gugatan dikabulkan, gugatan tidak
diterima dan gugatan gugur.

11.6.2 Acara Luar Biasa

Pemeriksaan perkara di pengadilan tata usaha negara (tingkat pertama) dapat dilakukan dengan
acara biasa dan bukan acara biasa. Apabila kedua acara itu dibandingkan ternyata masing-masing
memiliki proses tersendiri yang berbeda terutama dilihat dari faktor waktu. Oleh karena itu kita
dapat menyebut acara luar biasa untuk bukan acara biasa.

11.12 Banding

Arti banding yaitu merupakan pemeriksaan dalam instansi (tingkat) kedua oleh sebuah pengadilan
atasan yang mengulangi seluruh pemeriksaan, baik yang mengenai fakta-faktanya, maupun
penerapan hukum atau undang-undang. Permohonan pemeriksaan banding itu dapat dicabut oleh
pemohon selama hal itu belum diputus. Jika permohonan itu dicabut, maka ia tidak boleh
mengajukan lagi walaupun jangka waktu untuk mengajukan banding belum lampau.

11.13 Kasasi

Terhadap putusan tingkat terakhir pengadilan dapat dimohonkan pemeriksaan kasasi kepada
Mahkamah Agung, tidak terkecuali untuk pengadilan tata usaha negara. Pemeriksaan kasasi untuk
perkara yang diputus oleh Pengadilan di Lingkungan Pengadilan Agama atau yang diputus oleh
Pengadilan di Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara dilakukan menurut ketentuan undang-
undang.
11.14 Peninjauan Kembali

Peninjauan kembali putusan merupakan alat hukum yang istimewa dan pada galibnya baru
dilakukan setelah alat-alat hukum lainnya telah dipergunakan tanpa hasil. Syarat-syaratnya
ditetapkan dalam hukum acara pada umumnya, peninjauan kembali putusan hanya dapat dilakukan
apabila terdapat nova, yaitu fakta-fakta atau keadaan-keadaan baru, yang pada waktu dilakukan
peradilan yang dahulu, tidak tampak atau memperoleh perhatian.

11.15 Pelaksanaan Putusan Pengadilan

Hanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang dapat dilaksanakan,
terlebih dahulu salinan putusan tadi dikirimkan dengan surat tercatat oleh panitera pengadilan
setempat atas perintah ketua pengadilan tata usaha negara yang mengadilinya selambat-lambatnya
14 hari terhitung sejak putusan tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap.

11.16 Peranan Pejabat/Badan TUN dalam Sengketa TUN

Sebagai salah satu pihak yang bersengketa, pejabat TUN hanya mungkin berkedudukan sebagai
tergugat, dan tidak mungkin sebagai penggugat. Dalam hal pejabat/badan TUN mempunyai
kepentingan terkait dengan suatu sengketa TUN dia bisa bertindak sebagai intervenient yang
mempertahankan/membela kepentingannya. Sebagai intervenient mestinya tidak harus bergabung
dengan salah satu pihak yang bersengketa, tetapi sebagai pihak yang mandiri dengan
kepentingannya sendiri.

You might also like