You are on page 1of 20

1

I. PENDAHULUAN

Enzim adalah molekul protein yang dihasilkan oleh setiap sel hidup. Semua
reaksi kehidupan hanya bisa dimungkinkan oleh adanya enzim. Reaksi-reaksi
biokimia di dalam sel tidak mungkin terjadi secara tepat dan cepat seperti yang
dikehendaki pada keadaan alamiahnya tanpa adanya biokatalisator enzim yang
bekerja dengan efisiensi dan selektifitas tinggi. Enzim merupakan protein katalis.
Setelah disintesis dalam sel, enzim dapat berfungsi secara independen pada sel
dalam kondisi ideal yang dipertahankan.
Menurut International University of Biochemistry, enzim terbagi menjadi
enam golongan, yaitu oksireduktase, transferase, hidrolase, liase, isomerasi dan
ligase. Enzim bukan hanya terdiri dari protein (apoenzim) tetapi juga komponen
lain yang mengandung logam sebagai koenzim. Aktivitas enzim dipengaruhi oleh
berbagai factor seperti pH, suhu, pelarut, kekuatan ion dan adanya inhibitor atau
activator.
Teknologi enzim meliputi proses produksi, isolasi dan pemurnian enzim.
Enzim secara komersial umumnya didapat dari tanaman, hewan dan mikroba.
Kebanyakan enzim didapat dari mikroba (fungi dan bakteri). Strain mutan yang
telah diseleksi kemudian diproduksi secara maksimal. Rekayasa genetik telah
menjadi pionir dalam pengadaan organisme untuk sintesis enzim.
Lebih dari 2000 enzim telah diisolasi hingga kini namun sampai saat ini hanya
sejumlah enzim yang telah diproduksi secara besar-besaran. Kebanyakan enzim
yang diproduksi secara komersial adalah golongan enzim hidrolase seperti
amylase, selulase, pektinase, dan peptidase.
Enzim komersial digunakan oleh berbagai kelompok industri baik industri
pangan maupun industri non pangan. Para ahli enzim pangan menggunakan
berbagai enzim untuk memperbaiki sifat-sifat fisik dan kimia pangan dan
memunculkan atau memanfaatkan sumber pangan baru. Berikut ini adalah
sejumlah enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme beserta sumber dan
aplikasinya dalam industri pangan.
2

Tabel 1. Enzim dan sumber serta aplikasinya bagi pangan.


Enzim Sumber Aplikasi
Amilase Aspergillus niger Industri roti, bir, sirup, makanan
A. oryzae lainnya.
Bacillus subtilis
Rhizophus sp
Mucor rouxii
Selulase A. niger Industri konsentrat kopi
Trichoderma viridae
Dekstransukrase Leuconostoc Berbagai kegunaan destran dalam
mesenteroides industri pangan
Glucose oksidase A. niger Penghilangan glukosa dari telur
(industri telur)
Invertase Saccharomyces Madu tiruan cegah pengkristalan
cerevisiae permen
Lactase S. fragilis Industri susu (hidrolisis laktosa)
Lipase A. niger Pembentukan cita rasa pada keju
Mucor sp
Rhizopus sp
Pektinase A. niger Penjernihan anggur dan sari buah
Penicillium sp
Rhizopus sp
Protease A. oryzae Mencegah pengendapan protein
(Proteinase) dalam industri bir
B. subtilis Industri roti, pengepukan daging
Mucor sp
Rhizopus sp
Renin mikrobial Mucor nihei Penggumpalan susu (industri keju)
M pusillus
Sumber: Diktat Kuliah Bioteknologi Pangan Terapan (2006)

Enzim yang diperoleh dari mikroba didapatkan dengan melalui serangkaian


proses panjang. Menurut Sumanti, Debby., dkk (2006), prosedur pembuatan
enzim yang berasal dari mikroba terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut:
1. Seleksi
Seleksi dapat didefinisikan sebagai penggunaan prosedur dengan selektivitas
yang tinggi untuk mendeteksi dan mengisolasi mikroorganisme yang diinginkan
diantara sekian banyak populasi mikroorganisme. Seleksi dilakukan dalam dua
tahap yaitu seleksi primer dan seleksi sekunder.
Melalui seleksi primer, diperoleh beberapa mikroorganisme, tetapi mungkin
hanya sedikit sekali diantara mikroorganisme tersebut yang mempunyai nilai
komersial karena seleksi primer hanya menentukan mikroorganisme apa saja yang
3

dapat menghasilkan suatu produk dan belum memperhatikan kemampuannya


untuk bereproduksi.
Seleksi sekunder merupakan tahap seleksi lebih lanjut dimana
mikroorganisme hasil seleksi primer yang tidak mempunyai potensi untuk
digunakan dalam proses industri atau dengan kata lain disingkarkan. Seleksi
sekunder dapat dilakukan pada agar cawan dalam labu erlenmeyer atau dalam
fermentor berukuran kecil yang berisi substrat cair. Seleksi sekunder meliputi
seleksi dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Melalui pendekatan kualitatif
dapat diperoleh informasi mengenai spektrum mikroorganisme yang sensitif
terhadap produk yang dihasilkan oleh suatu mikroorganisme. Melalui pendekatan
kuantitatif dapat diperoleh informasi mengenai konsentrasi produk yang dapat
dihasilkan oleh suatu mikroorganisme bersangkutan apabila ditumbuhkan pada
berbagai substrat.

2. Isolasi
Isolasi suatu strain murni pada prinsipnya dapat dilakukan secara bertingkat.
Tingkat pertama bisa dilakukan secara manual yaitu dengan cara
mengencerkannya. Tingkat kedua adalah dengan isolasi dengan media yang
bersifat selektif bagi mikroorganisme tertentu yang mungkin masih satu golongan.
Tingkat ketiga dari koloni yang seolah-olah sudah murni mungkin masih perlu
diencerkan kembali atau diisolasi ulang agar tingkat kemurniannya dapat lebih
meyakinkan. Untuk selanjutnya diperlukan berbagai metode karakterisasi sebagai
pembuktian bahwa galur isolat yang diperoleh benar-benar galur murni. Cara
bertingkat tersebut adalah cara konvensional yang sampai kini masih banyak
dilakukan.
Cara isolasi yang modern adalah menggunakan alat canggih yaitu dengan alat
mikromanipulator. Alat ini terdiri dari alat manipulator yang dapat dilihat dari
suatu mikroskop. Cara lain yang sering dilakukan adalah menggunakan kultur
khusus artinya media khusus yang bersifat memberi kemudahan bagi tumbuhnya
jenis mikroorganisme tertentu yang dikehendaki saja dan dapat menghalangi
tumbuhnya mikroorganisme jenis lain yang tidak dikehendaki. Tetapi cara ini
masih memungkinkan tumbuhnya jenis yang lain dengan sifat hampir bersamaan,
4

jadi akan lebih baik bila dilanjutkan dengan pengenceran sehingga hasilnya akan
lebih meyakinkan terutama dalam hal kemurniannya. Cara ini disebut pula
sebagai cara kultur ”enrichment culture”.

3. Pemurnian enzim
Pemurnian enzim terdiri dari beberapa tahap, diantaranya adalah; pemisahan
enzim dari substrat (bisa dengan cara disentrifugasi) kemudian tahap ekstraksi
enzim. Setelah enzim dipisahkan dari substrat dan mikroba, maka selanjutnya
dilakukan beberapa tahapan sesuai dengan produk akhir yang akan dihasilkan.
Jika produk akhir yang ingin dihasilkan adalah produk kering maka proses
yang dilakukan adalah pengeringan. Jika produk yang ingin dihasilkan adalah
produk cair maka proses yang dilakukan adalah evaporasi, filtrasi ataupun
osmosis. Apabila produk yang ingin dihasilkan adalah produk terfraksionasi maka
proses yang dilakukan adalah kromatografi, elektroforesis ataupun pengendapan
bertahap. Apabila produk yang ingin dihasilkan adalah produk kering standar
maka proses yang dilakukan adalah pengendapan aseton, spray dryer, atau freeze
dryer. Proses terakhir dari produksi enzim adalah proses penyimpanan.
Penggunaan enzim secara luas ternyata menimbulkan sebuah masalah
yaitu bagaimana cara me-recover enzim untuk digunakan kembali. Enzim
umumnya sangat mahal untuk diproduksi dan diekstrak. Maka, jawaban dari
permasalahan tersebut adalah dengan penggunaan teknologi immobilisasi enzim
dan sel.

II. IMMOBILISASI ENZIM


5

II.1. Pengertian dan Prosedur Pembuatan Immobilisasi Enzim


Immobilisasi enzim adalah suatu enzim yang secara fisik maupun kimia tidak
bebas bergerak sehingga dapat dikendalikan atau diatur kapan enzim harus kontak
dengan substrat. Aplikasi enzim menjadi lebih luas lagi dengan penemuan dan
pengembangan teknologi Immobilisasi enzim yang terbukti daya tahan enzim dan
efisiensi penggunaannya. Immobilisasi enzim didapat dengan dua cara, yaitu; cara
fisik dan cara kimia.
1. Cara Fisik
Immobilisasi cara fisik adalah Immobilisasi enzim yang tidak melibatkan
pembentukan ikatan kovalen. Immobilisasi cara fisik sifatnya reversible yaitu
enzim dapat kembali ke keadaan aslinya.
Contoh :
- Enzim diabsorbsi dalam suatu matriks (disebut juga ad)

Gambar 1: Absorbsi Di Atas Permukaan Tak Larut


Sumber: Murray (1997)

- Enzim diperangkap dalam suatu gel (disebut juga le = lattice entrapped).


Immobilisasi sel (mikroorganisme, tanaman/hewan).

Gambar 2: Enzim yang Diperangkap Dalam Suatu Gel


Sumber: Murray (1997)

Pada immobilisasi cara fisika, Enzim dapat dimasukkan dalam suatu


kapsul mikro atau dimasukkan ke dalam kapsul semi permeabel.

2. Cara Kimia
6

Immobilisasi cara kimia adalah Immobilisasi yang melibatkan paling sedikit


satu ikatan kovalen antara residu, melibatkan dua atau lebih enzim yang sejenis.
Immobilisasi cara kimia sifatnya irreversible (tidak dapat kembali ke bentuk
aslinya).
Contoh:
- ikatan kovalen (disebut juga Co)
- ikatan silang/cross linked (disebut juga Cr)
Matriks yang dapat digunakan untuk immobilisasi dengan sistem ikatan adalah:
1. Polisakarida tidak larut (selulosa dan dekstran)
2. Protein (gelatin dan albumin)
3. Polimer sintesis resion ion exchange
4. Bahan organik (gelas berpori, silika)

Gambar 3: Ikatan Kovalen Pada Kolagen


Sumber: Murray (1997)

Gambar 4: Ikatan Cross Linking


Sumber: Murray (1997)

Reaktor untuk enzim/sel immobilisasi


1. Reaktor dengan pengadukan
- sistem batch
- sistem kontinyu
7

Gambar 5: Reaktor Sistem Batch


Sumber: Sumarsih (2008)

Gambar 6. Reaktor Sistem Kontinu


Sumber: Sumarsih (2008)

2. Fluidized Bed
Dalam sistem reaktor ini, enzim/sel immobil mengalir dari bawah ke atas
dengan kecepatan aliran yang cukup tinggi untuk partikel dapat bergerak bebas.
Sistem ini bersifat semi kontinyu sebab substrat dapat dikembalikan lagi ke dalam
reaktor beberapa kali untuk mendapatkan produk yang diinginkan.

3. Kolom
Kolom ”Plug-Flow” merupakan reaktor yang digunakan untuk substrat yang
viskositasnya rendah dan kelarutannya tinggi untuk mencegah penyumbatan.

2.2. Immobilisasi sel


8

Immobilisasi sel umumnya lebih praktis dibandingkan dengan immobilisasi


enzim, karena tidak diperlukan tahap-tahap ekstraksi, isolasi dan pemurnian
enzim dimana biayanya sangat mahal. Immobilisasi sel mikroba dibedakan atas 3
macam:
1. Sel mati : untuk reaksi konversi sederhana (1 tahap)
2. Sel hidup : untuk reaksi konversi yang melibatkan biokatalis
heterogen (multi enzim)/memerlukan ATP atau biokoenzim seperti NADP
atau koenzim A.
3. Sel dalam fase pertumbuhan : keadaan dimana terdapat aktivitas enzim
untuk pertumbuhan.
9

III. IMMOBILISASI ENZIM DALAM PERMUKAAN SEL


KHAMIR

III.1. Immobilisasi Pada Permukaan Sel


Menurut Ueda, et.al., immobilisasi enzim metode konvensional yaitu dengan
cara ikatan kovalen memiliki beberapa kelebihan, enzim yang diimmobilisasi
melalui ikatan yang kuat dan pemisahan enzim dari substrat cukup mudah. Hanya
saja perubahan struktur pada protein immobilisasi atau perubahan karakteristiknya
sering terjadi dan banyak kesulitan yang dihadapi dalam penentuan kondisi reaksi
immobilisasi secara konvensional. Immobilisasi melalui melalui ikatan ionik tidak
dapat mengatasi kekurangan tersebut walau enzim mudah untuk dipisahkan.
Metode rekayasa genetic dikombinasikan dengan metode immobilisasi dengan
menggunakan permukaan sel sebagai pembawa immobilisasi enzim dapat menjadi
solusi dalam masalah yang dihadapi pada metode immobilisasi konvensional.
Immobilisasi enzim pada permukaan sel menjaga dari kejenuhan proses
pemurnian enzim yang biasa dilakukan pada immobilisasi enzim.
Protein yang berada dalam permukaan sel Saccharomyces cerevisiae
memberikan banyak kegunaan daripada sel mikroba yang lainnya.. Alasannya
adalah; pertama khamir tersebut sudah digunakan secara luas dalam industri
protein dan bahan kimia, enzim yang dibungkus dalam sel khamir dapat
digunakan sebagai biokatalis sel karena permukaan protein yang diimobilisasi
diikat secara kovalen pada glukan dalam dinding sel serta tahan terhadap
ekstraksi. Kedua, S. cerevisiae umumnya termasuk ke dalam bahan yang aman
digunakan untuk dikonsumsi (GRAS), khamir ini dapat digunakan dalam industri
pangan dan obat-obatan.

III.2. Prinsip dari Immobilisasi Enzim Secara Genetic Pada


Permukaan Sel Khamir
Untuk mengimmobilisasi protein dalam permukaan sel dari S. cerevisiae
digunakan informasi molekuler dari dinding sel asli-protein yang tertempel yaitu
α-agglutinin. α-Agglutinin adalah mannoprotein yang termasuk dalam adesi
10

seksual tipe pasangan α- pada sel S. cerevisiae dengan tipe pasangan a- pada sel
S. cerevisiae.
α-Agglutinin memiliki gycosylphospatidylinositol (GPI) yang menjadi sinyal
pengait yang termasuk dalam protein dinding sel yang menempel. Sinyal yang
menempel ini telah dikombinasi oleh sinyal dari sekresi enzim dengan
menggunakan teknik rekayasa genetic. Gambar 7 menunjukkan struktur umum
dari gen pada permukaan sel immobilisasi enzim. 3’-setengah dari α-Agglutinin
mengandung GPI yang menempelkan sinyal pengikat pada C- terminal akhir
seperti protein permukaan sel lainnya.

Gambar 7. Struktur Umum Dari Gen Pada Permukaan Sel Immobilisasi Enzim
Sumber: Ueda, Mitsuyoshi., et al ( )

III.3. Immobilisasi Genetis Dari Enzim Amilolitik Pada Permukaan


Sel Khamir
Walaupun material yang dibutuhkan telah tersedia melimpah tetapi S.
cerevisiae tidak dapat digunakan pada pati. Sejumlah cara telah dicoba untuk
pembentukan sistem penggunaan sel pada pati diantaranya dengan penambahan
enzim amilolitik dalam kultur broth dan pengenalan gen yang hetergogen,
mengkode enzim amilolitik kedalam sel khamir untuk produksi enzim secara
sekresi.
11

Salah satu strateginya adalah memakai glukoamilase (EC. 3.2.1.3) yang


berasal dari Rhizophus oryzae yang merupakan enzim amilolotik tipe ekso yang
memotong ikatan α-1,4- dan α-1,6- secara efektif ataupun α-amilase (EC 3.2.1.1)
yang berasal dari Bacillus stereothermophilus yang berupakan enzim amilolitik
tipe endo yang memotong ikatan α-1,4-. Strain immobilisasi enzim glukoamilase
atau α-amilase yang terbentuk dapat digunakan untuk sakarifikasi pati yang ada
pada dinding selnya dan mengasimilasi penguraian glukosa untuk pembiakan dan
peragian.

III.4. Prosedur Immobilisasi Enzim Glukoamilase (salah satu enzim


amilolotik) Pada Permukaan Sel Khamir
Immobilisasi enzim glukoamilase pada permukaan sel khamir menggunakan
plasmid. Plasmid yang digunakan diberi nama dengan plasmid pGA11. Plasmid
pGA11 telah dibentuk sebagai plasmid multi kopi untuk menandai pembelahan
gen glukoamilase/ α-Agglutinin mengandung serangkaian sinyal sekresi dari
glukoamilase dibawah kontrol GADPH promoter. Plasmid pGA 11 dibentuk
seperti pada gambar 8; daerah Xho1 telah digenerasikan pada bagian akhir daerah
pengkodean glukoamilase yang ada pada plasmid pYGA2270 melalui daerah
mutagenesis yang bersangkutan dengan bagian primer yaitu 5’-
GCATTCGCCGCTGGCTCGAGAAATTTAAATGC-’3 dan 5’-
CTGTGACTGGTGACGCGTCAACCAAGTC-3’ sebagai mutasi dan seleksi
primer berturut-turut.
Fragmen DNA yang mengandung daerah pengkodean glukoamilase, diisolasi
dari plasmid mutagen melalui EcoRI – XhnI digestion. Fragmen DNA dari gen α-
Agglutinin mengandung 3’-setengah dari daerah pengkodean yang mengkode 320
asam amino dari α-Agglutinin dan 446 bp dari 3’-daerah sisi yang telah disiapkan
oleh PCR (primer, 5’-GTACCTCGAGCGCCAAAAGCTCTTTTATC-3’ dan 5’-
GCGGTACCTTTGATTATGTTCTTCTTTCTAT-3’) dengan genomik DNA dari
S. cerevisiae MT8-1 sebagai cetakannya diikuti digestion oleh XhoI dan KpnI . Ini
adalah dua fragmen yang disubstitusi dari bagian EcoRI – Kpn 1 antara GADPH
promoter dan GADPH terminator dari khamir vektor pYE22m.
12

Gambar 8. Pembentukan Plasmid pGA11


Sumber: Ueda, Mitsuyoshi., et al ( )

III.5. Deteksi Aktifitas Glukoamilase


Plasmid yang terbentuk, diadaptasi dalam strain S. cerevisae MT8-1 sebagai
sel induk. Khamir ditanamkan kembali dalam medium YPD (1% ekstrak khamir,
2% pepton, 2% glukosa). Setelah itu, sel ditanamkan secara aerob pada suhu 30 0C
dalam medium Burkholder’s termodifikasi (mengandung 0,002% adenine sulfat,
0,002% L-Histidin HCl, 0,003% L-Leucine, 0,002% urasil, dan 1% asam
casamino) di mana 2% glukosa yang ditambahkan merupakan sumber karbon.
Medium kultur dan sel pelet diisolasi melalui sentrifugasi untuk mengukur
aktivitas glukoamilase dalam kedua fraksi.
Perkembangan sel dalam kultur broth diukur pada absorbansi 600nm. Untuk
pengukuran aktivitas glukoamilase, substrat dipersiapkan dengan menambahkan
pati terlarut pada buffer sodium asetat 20mM mendidih pada konsentrasi 0,5%.
Setelah itu, 0,9mL larutan dijaga pada 300C selama 5 menit. Tambahkan 0,1 mL
larutan enzim dan campuran kemudian diinkubasi pada suhu yang sama selama 15
menit. Reaksi dihentikan dengan cara mendidih campuran selama 10 menit dan
konsentrasi glukosa ditentukan menggunakan F-kit untuk glukosa (Boehringer
Mannheim, Mannheim, Jerman). Satu unit glukoamilase didefinisikan sebagai
13

sejumlah enzim yang digunakan untuk menguraikan 1μmol glukosa/menit dari


pati. Hasil yang didapatkan adalah, sel yang mengandung plasmid pGA11 hanya
memiliki sel yang diasosiasi aktivitas glukoamilase tanpa sekresi dari enzim aktif.
Dinding sel S. cerevisae mengandung glukan dan mannoprotein. Glukan
tersusun oleh β-1,3- dan β-1,6-glukanase. Lokalisasi dari protein glukoamilase
dan asosiasinya dengan dinding sel telah dilakukan. Sel dipanen dengan cara
sentrifugasi sebanyak 3000g dan dicuci dalam cairan buffer dingin. Sel, buffer
dan manik-manik kaca dicampur dengan perbandingan 1:2:1 dalam tabung kaca
dan diagitasi dengan kuat menggunakan mixer benchtop vortex selama 5 menit
pada 00C. Fraksi dinding sel direcoveri dengan alat sentrifugasi dengan cara
menghomogenasi sebanyak 1000g selama 5 menit dan dicuci dengan buffer yang
sama.
Glukoamilase yang diekstrak dari fraksi tersebut, melalui dua tahap produksi.
Pertama, protein yang berikatan secara non kovalen dan ikatan protein melalui
jembatan disulfida akan diekstrak dari dinding sel dengan sodium dodecyl sulfat
(SDS) panas. Langkah-langkahnya yaitu SDS diberikan kepada dinding sel yang
sebelumnya telah diurai dengan laminarinase (β-1,3-glukanase). Untuk
mengkualifikasi jumlah SDS terekstrak dan glukanase (protein glukoamilase
terekstrak), intensitas sinyal dari tiap fraksi pada filter diukur menggunakan
antiglukoamilase IgG dan protein peroksidase horseradish A. Enzim hampir
semua terekstrak oleh glukanase.
Aktifitas amilolitik telah dideteksi dengan haloformasi pada plat agar. Sel
yang mengandung plasmid pGA11 atau pYE22m sebagai kontrol, diinokulasi
pada medium Burkholder’s termodifikasi mengandung 2% glukosa dan 1% pati
terlarut. Setelah inkubasi selama 3 hari pada suhu 300C, plat ditandai dengan uap
iodine. Sel yang mengandung plasmid pGA11 telah menghidrolisis pati dan telah
memproduksi lingkaran terang yang sempurna di sekitar koloni, di mana tidak
terbentuk lingkaran terang di sekitar sel yang mengandung plasmid pYE22m. Hal
ini mengindikasi bahwa pembentuk sel telah mendapat sifat aktivitas amilolitik
sebagai pertanda pembelahan gen glukoamilase pada permukaan sel.
14

Untuk mengetahui sifat-sifat enzim, stabilitas panas, suhu optimal dan pH


optimal dari glukoamilase yang tertempel pada permukaan sel yaitu dengan
dibandingkan dengan sel yang bebas dari sekresi glukoamilase.
Fraksi dinding sel dari sel yang mengandung plasmid pGA11 disuspensikan
pada 20mM buffer sodium asetat. Sel yang dijadikan sebagai sumber non
glukoamilase diperoleh dari supernatan kultur broth yang ditanamkan dalam
medium Brurkholder’s termodifikasi yang mengandung 2% glukosa sebagai
sumber karbon pada suhu 300C selama 24 jam. Larutan bebas glukoamilase
dipersiapkan dengan dialisasi kultur supernatan dalam 20mM buffer sodium asetat
pada 40C. Aktifitas glukoamilase dalam suspensi dinding sel dan supernatan yang
didialisis telah diukur. Sifat dari glukoamilase tertempel diuji apakah sama untuk
sifat dari free glukoamilase, dari jawaban itu fungsi enzimatis glukoamilase
tertempel dapat dibandingkan dengan yang bebas enzim.
Enzim glukoamilase hanyalah salah satu contoh dari enzim yang telah
diimmobilisasi dengan metode genetik. Enzim-enzim lain yang telah
diimmobilisasi dengan cara ini diantaranya adalah enzim α Amilase, CMCase dan
β Glukosidase. Ketiga enzim tersebut juga diimmobilisasi pada permukaan sel
khamir S. cerevisiae. Prosedur pembuatan immobilisasi enzim pada permukaan
sel tidak hanya dapat menggunakan tetapi juga dapat menggunakan mikroba
lainnya, sesuai dengan enzim yang akan diproduksi.
15

IV. PENGGUNAAN IMMOBILISASI ENZIM DALAM INDUSTRI


PANGAN

Enzim merupakan komponen yang sangat penting dalam industri pangan


karena enzim dapat merombak suatu struktur molekul pangan menjadi molekul
lain yang diinginkan tanpa harus ikut berreaksi. Immobilisasi enzim merupakan
solusi yang tepat dalam penggunaan enzim pada industri pangan secara hemat dan
mudah. Berikut ini adalah contoh-contoh penggunaan immobilisasi enzim dalam
industri pangan.

1. Produksi HFS (HFS) menggunakan glukose isomerasi terimmobilisasi


Immobilisasi enzim dibuat dengan metode penyilangan ikatan seluruh material
sel dari Streptomyces murinus dengan glutaraldehid yang dilanjutkan dengan
ekstrusi. Alat yang digunakan adalah bioreaktor fixed-bed berukuran 1,5m x 5m
yang dioperasikan pada suhu 60-650C untuk memproduksi 42% fruktosa
isomerase. Lebih dari setengah isosirup dikonversi menjadi 55% fruktosa yang
menggunakan teknologi fraksinasi. Selanjutnya, akan dikembangkan menjadi
enzim stabil pada panas yang dapat secara langsung diproduksi pada 55% isosirup
fruktosa isosirup dengan isomerisasi pada suhu 950C.

2. Produksi sirup whey terhidrolisis menggunakan β-Galaktosidase.


Proses komersial terbaru adalah proses hidrolisis valio yang telah dimulai di
Finlandia pada 1980 oleh Valio Ltd. Sebagai biokatalis, Valio IML terdiri dari
jamur β-Galaktosidase (Aspergillus oryzae) yang diserap dan diikat silang pada
bahan resin food grade. Produk utama yang dibuat oleh Valio adalah
demineralisasi sirup whey yang mengandung 60% padatan dengan 72% hidrolisis
laktosa. Sirup whey terhidrolisis tanpa demineralisasi dan dengan 50%
demineralisasi juga diproduksi. Bioreaktor yang mengandung β-Galaktosidase
diimmolbilisasi secara kovalen pada silika berpori yang dikembangkan pada gelas
Corning dan digunakan secara komersial di Inggris dan Prancis.
16

3. Produksi asam amino spesifik.


Asam L-aspartat telah diproduksi dari ammonium fumarat secara komersial di
Jepang menggunakan liase ammonia L-aspartat terimmobilisasi (aspasrtase) yang
dipreparasi oleh penjeratan sel Eschericia coli pada k-karagenan. Pada tahun
1988, hampir dari 1000 metrik ton L-aspartat telah diproduksi. Produksi L-
aspartat dari ammonium fumarat menggunakan dua biokatalisator dengan
preparasi immobilisasi sel yang berbeda telah sukses dikomersialkan pada tahun
1983 di Jepang oleh Tanabe Seiyaku. Bioreaktor pertama mengandung sel E. Coli
diberi pH yang dapat mengaktivasi alanin rasemase dan aktivitas fumarase dan
dijaerat dalam karagenan dan bioreaktor kedua mengandung pH yang sesuai dan
glutaraldehid yang di ikat silang dengan Pseudomonas dacunhai yang juga dijerat
dengan karagenan. Dengan demikian, pada bioreaktor pertama terdapat aktivitas
aspartat saat bioreaktor kedua terdapat aktivitas L-aspartat β dekarboksilase.
Bioproses tersebut mewakili industrial pertama yang menggunakan rangkaian
bioreaktor.
17

V. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini adalah:


1. Enzim adalah molekul protein yang dihasilkan oleh setiap sel hidup.
2. Immobilisasi enzim dan sel digunakan untuk mengatasi enzim yang sangat
mahal dan sulit untuk diproduksi.
3. Metode rekayasa genetic dikombinasikan dengan metode immobilisasi
dengan menggunakan permukaan sel sebagai pembawa immobilisasi
enzim dapat menjadi solusi dalam masalah yang dihadapi pada metode
immobilisasi konvensional.
4. Sel khamir digunakan karena mudah diproduksi dan aman untuk makanan.
18

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Cell and Enzim Immobilize. www.aseanbiotechnology . diakses


tanggal 11 Maret 2008

Sumanti, Debby., Tita Rialita. 2006. Bahan Ajar Teknologi Fermentasi. UNPAD.
Jatinangor

Sumarsih, S. 2007. PTP 2007. www.wordpress.com . diakses tanggal 11 Maret


2008

Ueda, Mitsuyoshi., Toshiyuki Murai, Atsuo Tanaka. . Handbook of


Enzimology. Kyoto University. Jepang
19
20

You might also like