You are on page 1of 32

SISTEM DIGESTIF II

Sirosis Hati

diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Digestif II

oleh:

 Nanda Andriana 220110090014

 Anisa Nevia Apriyani 220110090023

 Sinta Wijayanti 220110090024

 Erita Yunistisia 220110090039

 Vinda Dwi Oktoviyanda 220110090064

 Gina Mandasari 220110090071

 Khoirunnisa Ahmad 220110090075

 Elly R K 220110090078

 Hinin Wasilah 220110090081

 Sandra Putri 220110090090

 Tiktik Tasyrikah 220110090097

 Yolanda Viora S 220110090109


FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

JATINANGOR

2011

Kasus 6 (Sirosis Hati)


Tn. Franco 57 tahun, BB 75 Kg, TB 170 cm dibawa ke rumah sakit karena muntah
darah. Pada pemeriksaan didapatkan pada inspeksi kulit tampak ikterik, terdapat asites, dan
spider nevi dengan jelas, pada auskultasi tidak terdengar bising usus, hepar sulit diraba
karena asitesnya. Berdasar keterangan keluarga, pasien sering kali minum minuman
beralkohol, bahkan tidak jarang ditemukan dalam keadaan mabuk. Kebiasaan ini dilakukan
sejak usia muda, setelah lulus SMA. Dari hasil pemeriksaan yang saksama diperkirakan
sirosis hati dan saat disampaikan pada klien, tampaknya klien kurang percaya sehingga ia
bertanya berkali – kali pada dokter tentang keadaannya. Beberapa hari kemudian klien
menjadi pendiam, ia hanya bicara kalau ditanya, itu pun hanya 2 kata, ia juga tidak mau ada
orang yang membesuknya. Pada pemeriksaan selanjutnya nampak tanda – tanda keganasan
pada hepar, dokter tidak mau memberi tahu klien karena takut klien tertekan, padahal klien
harus melakukan chemoterapy.
1. ANATOMI DAN FISIOLOGI HATI
A. ANATOMI
Hati adalah organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2-1,8 kg atau lebih 25%
berat badan orang dewasa dan merupakan pusat metabolisme tubuh dengan fungsi
sangat kompleks yang terletak di bagian teratas dalam rongga abdomen di sebelah
kanan di bawah diafragma. Hati secara luas dilindungi iga-iga. Batas atas hati berada
sejajar dengan ruangan interkostal V kanan dan batas bawah menyerong ke atas dari
iga IX kanan ke iga VIII kiri.
Hati terbagi dalam dua belahan utama, kanan dan kiri. Permukaan atas berbentuk
cembung dan terletak di bawah diafragma. Permukaan bawah tidak rata dan
memperlihatkan lekukan, fisura tranversus. Permukaannya dilintasi oleh berbagai
pembuluh darah yang masuk-keluar hati. Fisura longitudinal memisahkan belahan
kanan dan kiri di permukaan bawah. Selanjutnya hati dibagi menjadi dalam empat
belahan (kanan, kiri, kaudata dan kuadrata). Setiap belahan atau lobus terdiri atas
lobulus. Lobulus ini berbentuk polyhedral (segibanyak) dan terdiri atas sel hati
berbentuk kubus, dan cabang-cabang pembuluh darah diikat bersama oleh jaringan
hati. Hati mempunyai dua jenis persediaan, yaitu yang datang melalui arteri hepatica
dan yang melalui vena porta.
Unit fungsional dasar hati adalah lobulus hati, yang berbentuk silindris dengan
panjang beberapa millimeter dan berdiameter 0,8 – 2 mm. Hati manusia berisi 50.000
– 100.000 lobulus. Lobulus tersusun atas sel-sel hati yang merupakan sel-sel besar
dengan satu atau dengan dua inti dan sitoplasma glanural yang halus.
Sel-sel hati diatur dalam lapisan-lapisan, satu sel yang tebal, disebut lamina hepatica.
Lamina ini tersusun tidak teratur untuk membentuk dinding dengan sel hati yang
menghubungkan lamina sekitarnya. Diantara lamina terdapat ruang berisi vena-vena
kecil dengan banyak anastomosis diantaranya dan duktus empedu kecil yang disebut
kanakuli. Kanakuli biliaris kecil yang mengalir ke duktus biliaris di dalam septum
fibrosa yang memisahkan lobulus hati yang berdekatan. Lobulus hati terbentuk
mengelilingi sebuah vena sentralis yang mengalir ke vena hepatica dan kemudian ke
vena cava. Lobulus sendiri dibentuk terutama dari lempeng sel hepar yang memancar
secara sentifugal dari vena sentralis seperti jeruji roda. Disekitar tepi lobulus terdapat
kanal portal, masing-masing berisi satu cabang vena porta (vena interlobular), satu
cabang arteri hepatica, dan satu duktus empedu kecil. Ketiga struktur ini bersatu dan
disebut triad portal.

Peritoneum Hati
Hati seluruhnya diliputi kapsula fibrosa namun ada sebagian yang tidak diliputi oleh
peritoneum viscerale, yaitu pada suatu daerah pada facies posterior yang melekat
langsung pada diafragma, disebut nuda hepatic (NA), syn “bare area”.
Peritoneum viscerale berasal dari mesohepaticum ventrale yang juga ikut membentuk
omentum minus dan ligamentum falciforme hepattis. Omentum minus terbentang dari
porta hepatic ke curvature minor ventriculi dan awal pars superior duodeni. Ujung
kanan omentum minus membungkus bersama vena porta hepatic, arteria hepatica
(propria) dan duktus choledochus. Ligamentum falciforme hepatic terdiri dari dua
lapisan peritoneum dari umbilicus menghubungkan hepar dengan diafragma dan
dinding depan abdomen.
Ligamentum ini mempunyai pinggir bebas yang mengandung ligamentum teres
hepatis (NA, syn. Round ligament of liver) yang merupakan sisa vena umbilicalis
yang telah menutup, dan meliputi beberapa vena kecil, vena paraumbilicales yang
mempunyai hubungan dengan system vena porta hepatis. Ligamentum falciforme
hepatis dan facies anterior hepar meneruskan diri ke arah atas ke facies superior dan
permukaan visceralis membentuk ligamentum coronarium hepatic (NA). ligamentum
coronarium sisi kiri ke ujung kiri membentuk ligamentum triangulare sinistrum yang
ujungnya berhubungan dengan diafragma sebagai fibrosa hepatic (NA, syn-“fibrous
appendix of the liver”).
Di sebelah kanan lapisan depan dan belakang ligamentum coronarium memisahkan
diri meninggalkan daerah yang kosong peritoneum (area noda hepatic/”bare area”)
untuk selanjutnya ke ujung kanan membentuk ligamentum triangulare dextrum.

Hepar mempunyai dua facies (permukaan) yaitu ;


1. Facies diaphragmatika
2. Facies visceralis (inferior)

Facies diphragmatica hepatic


Permukaanya halus dan cembung sesuai dengan bentuk permukaan bawah dari kubah
diafragma, namun terpisah dari diafragma oleh adanya celah recessus subphrenicus.
Ke arah depan facies diafragmatica berhubungan dengan iga-iga, precessus
xipinoideus, dan dinding depan abdomen. Di sebelah kanan melalui diafragma
berhubungan dengan iga 7-11 (pada linea medioaxillaris). Pada facies superior
tedapat lekukan akibat hubungan dengan jantung, disebut impression cardiaca
hepatic. Facies superior menghadap ke vertebra thoracalis 10-11, dan pada sebagian
besar tidak mempunyai peritoneum (“bare area”).

Facies visceralis hepatic


Permukaan ini menghadap ke bawah sedikit ke posterior dan kiri. Pada facies
visceralis terdapat bentuk huruf-H, dengan dua kaki kanan dan kiri. Lekukan di sisi
kiri terdiri dari fissura ligamenti teretis (NA) di depan dan fissura ligamenti venosi
(NA) di belakang, yang masing-masing berisi ligamentum teres hepatis (sisa vena
umbilicalis) dan ligamentum venosum Arantii (sisa duktus venosus). Lekukan di sisi
kanan diisi oleh vesica fellea di depan dan vena cava inferior di belakang. Porta
hepatis di tengah melintang merupakan lekukan dalam di antara lobi caudatus dan
quadratus, arahnya transveralis, dengan panjang kurang lebih 5 cm, dan merupakan
tempat masuk-keluar alat : vena porta hepatis, arteria hepatica propria/dextra et
sinistra, plexus nervosus hepatis, ductus hepaticus, dan saluran limfe.
Lobus kaudatus hepar dibatasi oleh porta hepatis di depan, fissure ligamenti venosi di
kiri dan vena cava inferior di kanan. Pada lobus kaudatus hepar terdapat tonjolan yang
memisahkan porta hepatis dengan vena cava inferior, disebut processus caudatus.
Lobus quadaratus di belakang atas dibatasi oleh porta hepatic, di kanan oleh vesica
fellea dan di kiri oleh fissure ligamenti teretis hepatis.

B. FISIOLOGI
Hati memiliki fungsi sebagai berikut :
1. Menghasilkan Empedu
Empedu terdiri dari Garam empedu (Na+, K+, asam empedu), Pigmen empedu yaitu
bilirubin dan biliverdin, keduanya merupakan pemecahan dari hemoglobin. Pigmen
empedu menyebabkan empedu berwarna kuning keemasan. Empedu memainkan
peranan penting dan pencernaan dan absorbsi lemak, hal tersebut karena adanya asam
empedu. Asam empedu membantu mengekulsikan partikel-partikel lemak yang besar
dalam makanan ke dalam bentuk partikel-partikel lemak dan membantu transpor dan
absorpsi produk akhir lemakyang dicerna menuju dan melalui membran mukosa
interstinal.
Empedu diskresikan dalam dua tahap oleh hati :
a. Bagian awal disekresikan oleh sel-sel hepatosit hati mengandung sejumlah besar
asam empedu, kolesterol, kemudian disekresikan ke dalam kanakuli biliaris kecil
yang letaknya diantara sel-sel hati di dalam lempeng hepatica.
b. Kemudian empedu mengalir ke perifer menuju septa inter lobularis tempat
kanakuli mengkosongkan empedu ke dalam duktus biliaris terminal dan mencapai
duktus hepatikus dan duktus biliaris komunis, dari sini empedu langsung
dikosongkan ke dalam duodenum melalui duktus astikus ke dalam kantong kemih.

2. Metabolisme Tubuh
Karena dirangsang kerja suatu enzim, sel hati menghasilkan glikogen (yaitu zat
tepung hewani) dari konsentrasi glukosa yang diambil dari makanan hidrat karbon.
Zat ini disimpan sementara oleh sel hati dan diubah kembali menjadi glukosa oleh
kerja enzim bila diperlukan jaringan tubuh. Karena fungsi ini, hati membantu supaya
kadar gula yang normal dalam darah, yaitu 80 sampai 100 mg glukosa setiap 100 cc
darah, dapat dipertahankan. Akan tetapi, fungsi ini dikendalikan ekresi dari pankreas,
yaitu insulin. Hati juga bisa mngubah asam amino menjadi glukosa.
a. Metabolisme Karbohidrat
- Glikogenesis : pembentukan glukosa menjadi glikogen.
- Glikogenolisis : pembentukan glikogen menjadi glukosa.
- Glukoneogenesis : pembentukan glukosa bukan
dari karbohidrat, tetapi dari protein dan lemak.

b. Metabolisme Protein
Beberapa asama amino diubah menjadi glukosa. Asam amino yang sudah tidak
dibutuhkan menjadi urea dan asam urat yang dikeluarkan dari dalam sel hati ke
dalam darah dan disekresikan oleh ginjal.
c. Metabolime Lemak
Lemak diubah menjadi asama lemak dan gloserol selain itu asam lemak dibawa
menuju hati dalam darah porta dari usus dan diubah menjdi jenis partikel-partikel
yang dapat digunakan dalam proses metabolik.

3. Pembentukan Ureum
Hati menerima asam amino yang diabsorpsi darah. Di dalam hati terjadi deaminasi
oleh sel; artinya, nitrogen dipisahkan dari bagian asam amino, dan amonia diubah
menjadi ureum. Ureum dapat dikeluarkan dari darah oleh ginjal dan diekskresikan ke
dalam urine.

4. Kerja atas Lemak


Hati menyiapkan lemak untuk pemecahan terakhir menjadi hasil akhir asam karbonat
dan air. Garam empedu yang dihasilkan hati adalah penting untuk pencernaan dan
aborpsi lemak. Kekurangan garam empedu mengurangi absopsi lemak dan karena itu
dapat berjalan tanpa perubahan masuk feses seperti yang terjadi pada bebrapa
gangguan pencernaan pada anak-anak kecil, pada penyakit seliak, sariawan tropik,
dan gangguan tertentu pada pankreas.

5. Pertahanan Suhu Tubuh


Hati membantu mempertahankan suhu tubuh sebab luasnya organ itu dan banyaknya
kegiatan metabolik yang berlangsung mengakibatkan darah yang mengalir melalui
organ itu naik suhunya.

6. Detoksifikasi
Hati memecah hormon steroid dan berbagai obat, hasil pemecahannya diskresikan
oleh ginjal. Beberapa obat tidur dan alkohol dapat dimusnahkan sama sekali oleh hati;
tetapi peracunan dengan dosis besar obat bius dapat merusak sel hati. Demikian pula
halnya dengan beberapa bahan kimia yang digunakan dalam industri, seperti
tetraklorida, mengakibatkan kerusakan, maka diadakan pengawasan ketat atas
pengaruh preparat kimia dan obat bius yang dijual di pasaran, mengingat akibatnya
atas hati.

7. Membentuk dan Menghancurkan Sel-sel Darah Merah


Hati membentuk dan menghancurkan sel-sel darah merah selama 6 bulan masa
kehidupan fetus yang kemudian diambil alih oleh sumsum tulang belakang. Karena
hati merupakan suatu organ yang diperluas, sejumlah besar darah dapat disimpan
didalam pembuluh darah hati. Volume darah normal hati, meliputi yang didalam vena
hati dan yang didalam jaringan hati adalah 450mL, atau hamper 10% dari total
volume darah tubuh. Bila tekanan tinggi didalam atrium kanan menyebabkan tekanan
balik didalam hati, hati meluas dan oleh karena itu 0,5-1L cadangan darah kadang-
kadang disimpan didalam vena ahepatika dan sinus hepatica.
Jadi, sebenarnya hati adalah suatu organ yang besar, dapat meluas, dan organ venosa
yang mampu bekerja sebagai suatu tempat penampungan darah yang bermakna disaat
volume darah berlebihan dan mampu mensuplai darah ekstra disaat kekurangan
volume darah.

Sekresi Hati
Semua sel hepar secara kontinu membentuk sejumlah kecil sekresi yang dinamai empedu. Ini
disekresikan ke dalam kanalikus bilifer yang kecil, yang terletak diantara sel-sel hepar di
dalam lempengan dan kemudian empedu mengalir ke perifer menuju septa interlubuler di
tempat mana kanalikulus mengeluarkan isinya ke duktus biliaris terminanglis kemudian,
progressive terus ke duktus yang lebih besar dan akhirnya mencapai duktus hepatica dan
duktus koledokus, dari mana empedu dikosongkan langsung kearah duodenum atau dibagi
kearah kantung empedu.

2. KONSEP PENYAKIT

A. DEFINISI

Sirosis hati adalah penyakit kronis progresif yang di karakteristikkan oleh penyebaran
inflasi dan fibrosis pada hepar. (Engram, 1999). Sedangkan menurut Smetzler dan Bare 2002
sirosis hepatitis adalah penyakit hati kronis yang ditandai dengan adanya kerusakan arsitektur
hati yang disertai pembentukan jaringan ikat dan nodul sehingga merubah struktur dan fungsi
hati.

B. ETIOLOGI

1. Sirosis laennec. Sirosis yang terjadi akibat mengkonsumsi minuman beralkohol secara
kronis dan berlebihan. Sirosis portal laenec (alkoholik, nutrisional), dimana jaringan parut
secara khas mengelilingi daerah portal. Sirosis ini paling sering disebabkan oleh
alkoholisme kronis, sering ditemukan di Negara Barat.

2. Sirosis pascanekrotik. Sirosis yang terjadi akibat nekrosis massif pada sel hati oleh toksin.
Pada beberapa kasus sirosis ini diakibatkan oleh intoksikasi bahan kimia industry, racun,
arsenic, karbon tetraklorida atau obat-obatan seperti INH dan metildopa. Sirosis
pascanekrotik, terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat lanjut hepatitis virus
akut yang terjadi sebelumnya.

3. Sirosis biliaris. Sirosis ini terjadi akibat sumbatan saluran empedu (obstruksi biliaris)
pascahepatik yang menyebabkan statisnya empedu pada sel hati. Statisnya aliran empedu
menyebabkan penumpukan empedu di dalam masa hati dan pada akhirnya menyebabkan
kerusakan sel-sel hati. Pada sirosis bilier, pembentukan jaringan parut biasanya terjadi
dalam hati sekitar saluran empedu. Tipe ini biasanya terjadi akibat obstruksi bilier yang
kronis dan infeksi (kolangitis).

4. Sirosis cardiac. Sirosis ini merupakan sirosis sekunder yang muncul akibat gagal jantung
dengan kongesti vena hepar yang kronis.

C. KLASIFIKASI

• Berdasarkan morfologi Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu :


1. Mikronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa parenkim hati
mengandung nodul halus dan kecil merata tersebut seluruh lobul. Sirosis mikronodular
besar nodulnya sampai 3 mm, sedangkan sirosis makronodular ada yang berubah menjadi
makronodular sehingga dijumpai campuran mikro dan makronodular.
2. Makronodular
Sirosis makronodular ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan
bervariasi, mengandung nodul (> 3 mm) yang besarnya juga bervariasi ada nodul besar
didalamnya ada daerah luas dengan parenkim yang masih baik atau terjadi regenerasi
parenkim.
3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular)

• Secara Fungsional Sirosis terbagi atas :


1. Sirosis hati kompensata.
Sering disebut dengan Laten Sirosis hati. Pada stadium kompensata ini belum terlihat
gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan pada saat pemeriksaan
screening.
2. Sirosis hati Dekompensata .
Dikenal dengan Active Sirosis hati, dan stadium ini biasanya gejala-gejala sudah
jelas, misalnya ; ascites, edema dan ikterus.

• Berdasarkan etiologi:

1. Sirosis portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut secara khas
mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis.

2. Sirosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat
lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.

3. Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar saluran
empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis). Bagian
hati yang terlibat terdiri atas ruang portal dan periportal tempat kanalikulus biliaris dari
masing-masing lobulus hati bergabung untuk membentuk saluran empedu baru.
Dengan demikian akan terjadi pertumbuhan jaringan yang berlebihan terutama terdiri
atas saluran empedu yang baru dan tidak berhubungan yang dikelilingi oleh jaringan
parut.

• Klasifikasi sirosis hati menurut Child – Pugh :


Skor/parameter 1 2 3
Bilirubin(mg %) < 2,0 2-<3 > 3,0
Albumin(mg %) > 3,5 2,8 - < 3,5 < 2,8
Protrombin time > 70 40 - < 70 < 40
(Quick %)
Asites 0 Min. – sedang Banyak (+++)
(+) – (++)
Hepatic Tidak ada Stadium 1 & 2 Stdium 3 & 4
Ensephalopathy
D. MANIFESTASI KLINIS

1. Keluhan pasien sirosis hati tergantung pada fase penyakitnya. Gejala kegagalan hati
ditimbulkan oleh keaktifan proses hepatitis kronik yang masih berjalan bersamaan dengan
sirosis hati yang telah terjadi dalam proses penyakit hati yang berlanjut sulit dibedakan
hepatitis kronik aktif yang berat dengan permulaan sirosis yang terjadi (sirosis dini ).

2. Fase kompensasi sempurna pada fase ini tidak mengeluh sama sekali atu bisa juga keluhan
samar-samar tidak khas seperti pasien merasa tidak bugar/ fit merasa kurang kemampuan
kerja selera makan berkurang, perasaan perut gembung, mual, kadang mencret atau
konstipasi berat badan menurun, pengurangan masa otot terutama pengurangannya masa
daerah pektoralis mayor.

Pada sirosis hati dalam fase ini sudah dapat ditegakkan diagnosisnya dengan bantuan
pemeriksaan klinis, laboratorium, dan pemeriksaan penunjang lainnya. Terutama bila timbul
komplikasi kegagalan hati dan hipertensi portal dengan manifestasi seperti: eritema palmaris,
spider nevy, vena kolateral pada dinding perut, ikterus, edema pretibial dan asites. Ikterus
dengan eir kemih berwarna seperti air kemih yang pekat mungkin disebabkan oleh penyakit
yang berlanjut atau transformasi ke arah keganasan hati, dimana tumor akan menekan saluran
empedu atau terbentuknya trombus saluran empedu intra hepatik. Bisa juga pasien datang
dengan gangguan pembentukan darah seperti perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus
haid, haid berhenti. Kadang-kadang pasien sering mendapat flu akibat infeksi sekunder atau
keadaan aktivitas sirosis itu sendiri. Sebagian pasien datang dengan gejala hematemesis,
hematemesis dan melena, atau melena saja akibat perdarahan farises esofagus. Perdarahan
bisa masif dan menyebabkan pasien jatuh ke dalam renjatan. Pada kasus lain, sirosis datang
dengan gangguan kesadaran berupa ensefalopati, bisa akibat kegagalan hati pada sirosis hati
fase lanjut atau akibat perdarahan varises esofagus.

Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien
melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelainan penyakit lain. Gejala awal
sirosis (kompensata) meliputi: perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang,
perasaan perut kembung, mual, BB menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis
mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas.
Bila sudah lanjut (sirosis dekompensata), gejala yang lebih menonjol terutama bila timbul
komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi hilangnya rambut badan, gangguan
tidur, dan demam tidak begitu tinggi. Mungkin disertai adanya gangguan pembekuan
darah,perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan warna air kemih
seperti teh pekat, muntah darah dan atau melena, serta perubahan mental seperti lupa, sukar
konsentrasi, bingung, agitasi sampai koma.
Berikut gejala-gejala umum /manifestasi klinis umum beserta dengan penjelasan
patomekanismenya :

1. Hipertensi Portal
Hati yang normal mempunyai kemampuan untuk mengakomodasi perubahan
pada aliran darah portal tanpa harus meningkatkan tekanan portal. Hipertensi portal
terjadi oleh adanya kombinasi dari peningkatan aliran balik vena portal dan
peningkatan tahanan pada aliran darah portal. Meningkatnya tahanan pada area
sinusoidal vascular disebabkan oleh faktor tetap dan faktor dinamis. Dua per tiga dari
tahanan vaskuler intrahepatis disebabkan oleh perubahan menetap pada arsitektur hati.
Perubahan tersebut seperti terbentuknya nodul dan produksi kolagen yang diaktivasi
oleh sel stellata. Kolagen pada akhirnya berdeposit dalam daerah perisinusoidal.
Faktor dinamis yang mempengaruhi tahanan vaskular portal adalah adanya
kontraksi dari sel stellata yang berada disisi sel endothellial. Nitric oxide diproduksi
oleh endotel untuk mengatur vasodilatasi dan vasokonstriksi. Pada sirosis terjadi
penurunan produksi lokal dari nitric oxide sehingga menyebabkan kontraksi sel stellata
sehingga terjadi vasokonstriksi dari sinusoid hepar. Hepatic venous pressure
gradient (HVPG) merupakan selisih tekanan antara vena portal dan tekanan pada vena
cava inferior. HVPG normal berada pada 3-6 mm Hg. Pada tekanan diatas 8 mmHg
dapat menyebabkan terjadinya asites. Dan HVPG diatas 12 mmHg dapat menyebabkan
munculnya varises pada organ terdekat. Tingginya tekanan darah portal merupakan
salah satu predisposisi terjadinya peningkatan resiko pada perdarahan varises
utamanya pada esophagus.

2. Faktor Resiko Edema dan Asites


Seperti telah dijelaskan sebelumnya, hati mempunyai peranan besar dalam
memproduksi protein plasma yang beredar di dalam pembuluh darah, keberadaan
protein plasma terutama albumin untuk menjaga tekanan onkotik yaitu dengan mejaga
volume plasma dan mempertahankan tekanan koloid osmotic dari plasma. Akibat
menurunnya tekanan onkotik maka cairan dari vaskuler mengalami ekstravasasi dan
mengakibatkan deposit cairan yang menumpuk di perifer dan keadaan ini disebut
edema.

E. KOMPLIKASI

Komplikasi yang sering timbul pada penderita sirosis hati diantaranya adalah:

1. Perdarahan Gastrointestinal

Setiap penderita Sirosis Hepatis dekompensata terjadi hipertensi portal, dan timbul
varises esophagus. Varises esophagus yang terjadi pada suatu waktu mudah pecah, sehingga
timbul perdarahan yang massif. Sifat perdarahan yang ditimbulkan adalah muntah darah atau
hematemesis biasanya mendadak dan massif tanpa didahului rasa nyeri di epigastrium. Darah
yang keluar berwarna kehitam-hitaman dan tidak akan membeku, karena sudah tercampur
dengan asam lambung. Setelah hematemesis selalu disusul dengan melena (Sujono Hadi).
Mungkin juga perdarahan pada penderita Sirosis Hepatis tidak hanya disebabkan oleh
pecahnya varises esophagus saja. FAINER dan HALSTED pada tahun 1965 melaporkan dari
76 penderita Sirosis Hepatis dengan perdarahan ditemukan 62% disebabkan oleh pecahnya
varises esofagii, 18% karena ulkus peptikum dan 5% karena erosi lambung.

2. Koma hepatikum

Komplikasi yang terbanyak dari penderita Sirosis Hepatis adalah koma hepatikum.
Timbulnya koma hepatikum dapat sebagai akibat dari faal hati sendiri yang sudah sangat
rusak, sehingga hati tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali. Ini disebut sebagai koma
hepatikum primer. Dapat pula koma hepatikum timbul sebagai akibat perdarahan,
parasentese, gangguan elektrolit, obat-obatan dan lain-lain, dan disebut koma hepatikum
sekunder.

Pada penyakit hati yang kronis timbullah gangguan metabolisme protein, dan berkurangnya
pembentukan asam glukoronat dan sulfat. Demikian pula proses detoksifikasi berkurang.
Pada keadaan normal, amoniak akan diserap ke dalam sirkulasi portal masuk ke dalam hati,
kemudian oleh sel hati diubah menjadi urea. Pada penderita dengan kerusakan sel hati yang
berat, banyak amoniak yang bebas beredar dalam darah. Oleh karena sel hati tidak dapat
mengubah amoniak menjadi urea lagi, akhirnya amoniak menuju ke otak dan bersifat
toksik/iritatif pada otak.

3. Ulkus peptikum

Menurut TUMEN timbulnya ulkus peptikum pada penderita Sirosis Hepatis lebih
besar bila dibandingkan dengan penderita normal. Beberapa kemungkinan disebutkan
diantaranya ialah timbulnya hiperemi pada mukosa gaster dan duodenum, resistensi yang
menurun pada mukosa, dan kemungkinan lain ialah timbulnya defisiensi makanan.

4. Karsinoma hepatoselular

SHERLOCK (1968) melaporkan dari 1073 penderita karsinoma hati menemukan 61,3
% penderita disertai dengan Sirosis Hepatis. Kemungkinan timbulnya karsinoma pada Sirosis
Hepatis terutama pada bentuk postnekrotik ialah karena adanya hiperplasi noduler yang akan
berubah menjadi adenomata multiple kemudian berubah menjadi karsinoma yang multiple.

5. Infeksi

Setiap penurunan kondisi badan akan mudah kena infeksi, termasuk juga penderita
sirosis, kondisi badannya menurun. Menurut SCHIFF, SPELLBERG infeksi yang sering
timbul pada penderita sirosis, diantaranya adalah : peritonitis, bronchopneumonia,
pneumonia, tbc paru-paru, glomeluronefritis kronik, pielonefritis, sistitis, perikarditis,
endokarditis, erysipelas maupun septikemi.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan laboraturium pada sirosis hati meliputi hal-hal berikut.


1. Kadar Hb yang rendah (anemia), jumlah sel darah putih menurun (leukopenia),
dan trombositopenia.
2. Kenaikan SGOT, SGPT dan gamma GT akibat kebocoran dari sel-sel yang
rusak. Namun, tidak meningkat pada sirosis inaktif.
3. Kadar albumin rendah. Terjadi bila kemampuan sel hati menurun.
4. Kadar kolinesterase (CHE) yang menurun kalau terjadi kerusakan sel hati.
5. Masa protrombin yang memanjang menandakan penurunan fungsi hati.
6. Pada sirosis fase lanjut, glukosa darah yang tinggi menandakan ketidakmampuan
sel hati membentuk glikogen.
7. Pemeriksaan marker serologi petanda virus untuk menentukan penyebab sirosis
hati seperti HBsAg, HBeAg, HBV-DNA, HCV-RNA, dan sebagainya.
8. Pemeriksaan alfa feto protein (AFP). Bila ininya terus meninggi atau >500-1.000
berarti telah terjadi transformasi ke arah keganasan yaitu terjadinya kanker hati
primer (hepatoma).

G. PENATALAKSANAAN

Etiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Terapi ditujukan untuk


mengurangi progresi penyakit , menghindari bahan bahan yang biasa menambah kerusakan
hati, pencegahan dan penanganan komplikasi. Bilamana tidak ada koma hepatic, berikan diet
yang mengandung protein 1gram/kgBB dan kalori sebanyak 2000-3000 kkal/ hari.

Tatalaksana pasien sirosis hati yang masih kompensata ditujukan untuk mengurangi
progresi kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk menghilangkan etiologi diantaranya
alcohol dan bahan bahan lain yang toksik dan dapat mencederai hati dihentikan
penggunaannnya. Pemberian asetaminofen, kolkisisn, dan obat herbal bisa menghambat
kolagenik.

Pada Hepatitis autoimun bisa diberikan steroid atau immunosupresif. Pada


hemokromatosis flebotomi setiap minggu sampai konsentrasi bias menjadi normal dan
diulang sesuai kebutuhan.

Pada penyakit hati nonalkoholik , menurunkan berat badan akan mencegah terjadinya
sirosis.

Pada hepatitis B, Interferon alfa dan lamivudin (analog nukleosida) merupakan terapi
utama. Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100mg secara oral setiap hari selama
satu tahun. Namun pemberian lmivudin setelah 9-12 bulan menimbulkan mutasi YMDD
sehingga terjadi resistensi obat interferon alfa diberikan secara subcutan 3MIU , tiga kali
seminggu selama 4-6 bulan.
Pada hepatitis C kronis, kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan terapi
standar. Interferon diberikan secara suntikan subcutan dengan dosis 5 MIU tiga kali
seminggu dan dikombinasi ribavirin 800-1000 mg/hari selama 6 bulan.

Pada pengobatan fibrosis hati : pengobatan antifibrotik pada saat ini lebih mengarah
kepada peradangan dan tidak terhadap fibrosis. Di masa mendataang, menempatkan sel
stellata sebagai target pengobatan dan mediator fibrogenik akan merupakan terapi uatama.
Pengobatan untuk mengurangi aktifasi dari sel stelata bias merupakan salah satu pilihan.
Interferon mempunyai aktifiats antifibrotik yang dihubungkan dengan pengurangan aktivasi
sel stelata. Kolkisin memliki efek antiperadangan dan mencegah pembentukan kolagen ,
namun belum terbukti dalam penenlitian sebagai antifibrosis dan sirosis . Metotreksat dan
vitamin A juga dicobakan sebagai antifibrosis.

Pengobatan SIROSIS DEKOMPENSATA

Asites : Tirah baring dan diawali dengan diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5, 2
gram atau 90 mmol perhari. Diet rendah garam dikombinasikan dengan obat antidiuretik.
Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari. Respons
diuretic bias dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg perhari, tanpa adanya edema
kai. Atau 1 kg perhari bila ada edema kai. Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat,
bias dikombinasi dengan furosemid dengan dosis 20-40 mg perhari. Pemberian furosemid
bias ditambah dosisnya bila tidak ada respons, maksimal dosisnya 160mg /hari. Paresentetis
dilakukan bila asites sangat besar. Engeluaran asites bias hingga 4-6 liter dan dilindungi
dengan pemberian albumin.

Ensefalopati Hepatik : laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan ammonia. Neomisin


bias digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil ammonia, diet protein dikurangi
sampai 0,5 gr/ kg berat badan perhari. Terutama diberikan yang kaya asam amino rantai
cabang.

Varises Esofagus : sebelum berdarah dan sesudah berdarah bias diberikan obat penyekat beta
(propsnolol). Waktu perdarahan akut, bias diberikan preparat somatostatin dan oktreotid,
diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi.
Peritonitis bacterial spontan ; diberikan antibiotika seperti sefotaksim intravena,
amoksilin, atau aminoglikosida.

Sindrom hepatornal ; mengatasi perubahan sirkulasi darah di hati , mengatur


keseimbangan garam dan air.

Transplantasi hati ; terapi definitif pada pasien siosis dekompensata namun, sebelum
dilakukan transplantasi ada beberapa criteria yang harus dipenuhi oleh klien dulu.

PROSES KEPERAWATAN

1. Pengkajian

• Identitas
Nama : Tn Franco

Usia : 57 tahun

Jenis Kelamin : Pria

Berat Badan : 75 kg

Tinggi Badan : 170 cm


• Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama : Muntah darah
b. Riwayat kesehatan saat ini
P (palliative) : Alkohol
Q (Quality) :-
R (Region) :-
S (Severity) :-
T (Time) :-
c. Riwayat kesehatan masa lalu :-
d. Riwayat penyakit keluarga :-
e. Pengkajian pola aktivitas : Kebiasaan mimun minuman beralkohol
sejak usia muda setelah lulus SLTA
f. Pengkajian sosial-ekonomi : Pergaulan klien yang kurang baik
sehingga membawa klien menjadi peminum minumam beralkohol
g. Dampak terhadap bio-psikososial klien
a. Pada klien
Klien kurang percaya dengan keadaannya sehingga klien menjadi
pendiam, tidak mau ada yang membesuk, dan tidak mau ada yang
membesuknya.

b. Pada keluarga
-

• Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi :
 Kulit tampak ikterus
 Ascites
 Spider nevi yang jelas
 Muntah darah
b. Auskultasi :
 Bising usus (-)
c. Palpasi :
 Hepar sulit diraba karena ascites
d. Perkusi : -
e. TTV : -
• Pemeriksaan Penunjang
- (di konsep F)

2. Analisa Data

No. Data yang Etiologi Masalah


menyimpang

1. DS: - Sirosis hati Gangguan intergritas


kulit

DO: Spider nevi Disfungsi hati

Gangguan aliran
darah dan limfe

Pembuluh darah vena


tersumbat

Sirkulasi kolaeral

Dilatasi vena
umbilicus

Spider nevi
Gangguan integritas
kulit

2. DS: - Sirosis hati Mekanisme koping


tidak efektif
DO: Saat
disampaikan pada
Kurang pengetahuan
klien mengenai
mengenai prognosis
penyakitnya,
penyakit
tampaknya klien
kurang percaya
sehingga ia bertanya
Terus bertanya
berkali – kali pada
dokter tentang
keadaannya.
Anxietas
Beberapa hari
kemudian klien
menjadi pendiam, ia
Mekanisme koping
hanya bicara kalau
tidak efektif
ditanya, itu pun
hanya 2 kata, ia juga
tidak mau ada orang
yang membesuknya.

3. DS: - Disfungsi hati Resti gangguan pola


napas
DO: Adanya asites
(pembesaran
Penurunan sintesis
abdomen dapat
protein
menekan ekspansi
paru)

Penurunan osmotic
koloid
Asites

Menekan diafragma

Resti gangguan pola


napas

4. DS: - Disfungsi hati Kelebihan volume


cairan
DO: Pada inspeksi
terdapat asites, pada
Penurunan sintesis
auskultasi tidak
protein
terdengar bising
usus, hepar sulit
diraba (karena
Penurunan osmotic
asitesnya)
koloid

Asites

Kelebihan volume
cairan
3. Rencana Asuhan Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


1. Kelebihan volume cairan b.d Pemulihan kepada 1. Batasi asupan 1. Meminim
asites dan pembentukan edema volume cairan yang natrium dan alkan
Ditandai dengan adanya normal cairan jika pembentukan
perpindahan cairan pada diinstruksikan asites dan
daerah abdomen klien saat edema
pemeriksaan fisik.
2. Berikan
diuretik, 2. Meningka
suplemen kalium tkan ekskresi
dan protein cairan lewat
seperti yang ginjal dan
dipreskripsikan mempertahan
kan
keseimbangan
ginjal serta
elektrolit yang
normal

3. Menilai
3. Catat asupan efektivitas
dan haluaran terapi dan
cairan kecukupan
asupan cairan

4. Memanta
u perubahan
pada
4. Ukur dan pembentukan
catat lingkar perut asites dan
setiap hari penumpukan
cairan
5. Meningka
tkan
5. Jelaskan
pemahaman
rasional
dan kerja
pembatasan
sama pasien
natrium dan
dalam
cairan
menjalani dan
melaksanakan
pembatasan
cairan

6. Untuk
penarikan
cairan yang
6. Lakukan
berlebih
tindakan
dalam tuh
parasintesis cairan
dengan
pemasukan
albumin sebanyak
6-8 gr/dl dan
sesuai indikasi.
2. Gangguan integritas kulit b.d Memperbaiki integritas 1. Observasi dan 1. Memberik
ikterus dan status imunologi kulit dan meminimalkan catat derajat an dasar untuk
yang terganggu akibat iritasi kulit ikterus pada kulit deteksi
penurunan fungsi hati dan skelera perubahan dan
evaluasi
intervensi
2. Lakukan 2. Mencegah
perawatan yang kekeringan
sering pada kulit, kulit dan
mandi tanpa meminimalka
menggunakan n pruritus
sabun dan
melakukan
masase dengan
losion pelembut
(emolen)

3. Mencegah
3. Jaga agar
ekskoriasi
kuku pasien selalu
akibat
pendek
garukan
3. Mekanisme koping tidak Umum: 1. Observasi 1. Pengkajian
efektif perubahan perilaku terus-menerus
Mempertahankan tingkat
dan mental terhadap
mental/orientasi
(contoh: letargi, perilaku dan
kenyataan.
bingung, pendiam, status mental
cenderung tidur, penting untuk
bicara lambat/tidak mencegah
Khusus:
jelas). koma hepatik.
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
2. Bicarakan kepada 2. Memberikan
klien menunjukkan
orang data dasar
perilaku/perubahan pola
terdekat/keluarga sebagai
pikir untuk
tentang perilaku perbandingan
mencegah/meminimalkan
umum dan mental dengan perilaku
perubahan mental.
klien. dan status
mental saat ini.

3. Menurunkan
3. Pertahankan rangsangan
kenyamanan, berlebihan/kele
lingkungan tenang, bihan sensori,
dan periode meningkatkan
istirahat tanpa relaksasi, dan
gangguan. dapat
meningkatkan
koping.

4. Pengenalan
4. Berikan perawatan memberikan
yang kontinyu, kepercayaan,
(bila mungkin) membantu
tetapkan perawat mengurangi
yang sama pada ansietas, dan
periode tertentu. memberikan
lebih banyak
data akurat
mengenai
perubahan
klien.

4. Resiko tinggi pola napas tidak Pola pernapasan Mandiri :


efektif berhubungan dengan efektif, dengan
1. Awasi frekuensi, 1. Pernapasan
akumulasi cairan dalam kriteria :
kedalaman, dan dangkal
rongga pritoneal
- Bebas dipsnea dan upaya pernapasan. cepat/dipsnea
sianosis dan kapasitas mungkin ada
vital dalam rentang sehubungan
normal. dengan
- Frekuensi napas hipoksia
normal. dan/atau
- Bunyi napas normal. akumulasi
cairan dalam
abdomen.

2. Auskultasi bunyi
2. Identifikasi
napas, catat
paru.
hasilnya.

3. Perubahan
3. Observasi tingkat
mental dapat
kesadaran.
menunjukkan
hipoksemia
dan gagal
pernapasan,
yang sering
disertai koma
hepatik.

4. Pertahankan 4. Memudahkan
kepala tempat pernapasan
tidur tinggi, posisi dengan
miring. menurunkan
tekanan pada
diafragma dan
meminimalka
n aspirasi
sekret.

5. Atur posisi tidur


5. Membantu
(tidur semifowler
ekspansi paru
dan kepala
dan
dimiringkan).
memobilisasi
sekret.

6. Awasi suhu. Catat 6. Menunjukkan


adanya menggigil, timbulnya
meningkatnya infeksi, contoh
batuk, perubahan pneumonia.
warna/karakter
sputum.

7. Adanya
7. Awasi hasil ukur
perubahan
kapasitas vital,
status
nadi, foto dada.
pernapasan,
menunjukkan
komplikasi
paru.
Kolaborasi :

8. Berikan O2 sesuai
8. Untuk
indikasi.
mengobati/me
ncegah
hipoksia.

9. Menurunkan
9. Bantu klien
insiden
dengan alat-alat
atelaktasis,
pernapasan,
meningkatkan
contoh spirometri.
mobilitas
sekret.
DAFTAR PUSTAKA

Suratun, dkk. 2010. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Gastrointestinal. Jakarta :
Trans Info Media.

Suddarth, brunner, dkk. 2002. Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta : Penerbit Buku


Kedokteran EGC.

Maryani, Sutadi. 2003. Sirosis hepatic. USU: Medan.

Aru Sudoyo.2006. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Pusat Penerbitan IPD FKUI: Jakarta.

Sudoyo, Aru, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Penerbit FKUI : Jakarta.

Doenges, Merilynn E, Dkk. Edisi 3. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC : Jakarta.

http://asuhankeperawatan.blogspot.com/2010/02/asuhan-keperawatan-sirosis-hepatis.html
(diakses 31 Maret 2011)

You might also like