Professional Documents
Culture Documents
Sirosis Hati
oleh:
Elly R K 220110090078
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2011
Peritoneum Hati
Hati seluruhnya diliputi kapsula fibrosa namun ada sebagian yang tidak diliputi oleh
peritoneum viscerale, yaitu pada suatu daerah pada facies posterior yang melekat
langsung pada diafragma, disebut nuda hepatic (NA), syn “bare area”.
Peritoneum viscerale berasal dari mesohepaticum ventrale yang juga ikut membentuk
omentum minus dan ligamentum falciforme hepattis. Omentum minus terbentang dari
porta hepatic ke curvature minor ventriculi dan awal pars superior duodeni. Ujung
kanan omentum minus membungkus bersama vena porta hepatic, arteria hepatica
(propria) dan duktus choledochus. Ligamentum falciforme hepatic terdiri dari dua
lapisan peritoneum dari umbilicus menghubungkan hepar dengan diafragma dan
dinding depan abdomen.
Ligamentum ini mempunyai pinggir bebas yang mengandung ligamentum teres
hepatis (NA, syn. Round ligament of liver) yang merupakan sisa vena umbilicalis
yang telah menutup, dan meliputi beberapa vena kecil, vena paraumbilicales yang
mempunyai hubungan dengan system vena porta hepatis. Ligamentum falciforme
hepatis dan facies anterior hepar meneruskan diri ke arah atas ke facies superior dan
permukaan visceralis membentuk ligamentum coronarium hepatic (NA). ligamentum
coronarium sisi kiri ke ujung kiri membentuk ligamentum triangulare sinistrum yang
ujungnya berhubungan dengan diafragma sebagai fibrosa hepatic (NA, syn-“fibrous
appendix of the liver”).
Di sebelah kanan lapisan depan dan belakang ligamentum coronarium memisahkan
diri meninggalkan daerah yang kosong peritoneum (area noda hepatic/”bare area”)
untuk selanjutnya ke ujung kanan membentuk ligamentum triangulare dextrum.
B. FISIOLOGI
Hati memiliki fungsi sebagai berikut :
1. Menghasilkan Empedu
Empedu terdiri dari Garam empedu (Na+, K+, asam empedu), Pigmen empedu yaitu
bilirubin dan biliverdin, keduanya merupakan pemecahan dari hemoglobin. Pigmen
empedu menyebabkan empedu berwarna kuning keemasan. Empedu memainkan
peranan penting dan pencernaan dan absorbsi lemak, hal tersebut karena adanya asam
empedu. Asam empedu membantu mengekulsikan partikel-partikel lemak yang besar
dalam makanan ke dalam bentuk partikel-partikel lemak dan membantu transpor dan
absorpsi produk akhir lemakyang dicerna menuju dan melalui membran mukosa
interstinal.
Empedu diskresikan dalam dua tahap oleh hati :
a. Bagian awal disekresikan oleh sel-sel hepatosit hati mengandung sejumlah besar
asam empedu, kolesterol, kemudian disekresikan ke dalam kanakuli biliaris kecil
yang letaknya diantara sel-sel hati di dalam lempeng hepatica.
b. Kemudian empedu mengalir ke perifer menuju septa inter lobularis tempat
kanakuli mengkosongkan empedu ke dalam duktus biliaris terminal dan mencapai
duktus hepatikus dan duktus biliaris komunis, dari sini empedu langsung
dikosongkan ke dalam duodenum melalui duktus astikus ke dalam kantong kemih.
2. Metabolisme Tubuh
Karena dirangsang kerja suatu enzim, sel hati menghasilkan glikogen (yaitu zat
tepung hewani) dari konsentrasi glukosa yang diambil dari makanan hidrat karbon.
Zat ini disimpan sementara oleh sel hati dan diubah kembali menjadi glukosa oleh
kerja enzim bila diperlukan jaringan tubuh. Karena fungsi ini, hati membantu supaya
kadar gula yang normal dalam darah, yaitu 80 sampai 100 mg glukosa setiap 100 cc
darah, dapat dipertahankan. Akan tetapi, fungsi ini dikendalikan ekresi dari pankreas,
yaitu insulin. Hati juga bisa mngubah asam amino menjadi glukosa.
a. Metabolisme Karbohidrat
- Glikogenesis : pembentukan glukosa menjadi glikogen.
- Glikogenolisis : pembentukan glikogen menjadi glukosa.
- Glukoneogenesis : pembentukan glukosa bukan
dari karbohidrat, tetapi dari protein dan lemak.
b. Metabolisme Protein
Beberapa asama amino diubah menjadi glukosa. Asam amino yang sudah tidak
dibutuhkan menjadi urea dan asam urat yang dikeluarkan dari dalam sel hati ke
dalam darah dan disekresikan oleh ginjal.
c. Metabolime Lemak
Lemak diubah menjadi asama lemak dan gloserol selain itu asam lemak dibawa
menuju hati dalam darah porta dari usus dan diubah menjdi jenis partikel-partikel
yang dapat digunakan dalam proses metabolik.
3. Pembentukan Ureum
Hati menerima asam amino yang diabsorpsi darah. Di dalam hati terjadi deaminasi
oleh sel; artinya, nitrogen dipisahkan dari bagian asam amino, dan amonia diubah
menjadi ureum. Ureum dapat dikeluarkan dari darah oleh ginjal dan diekskresikan ke
dalam urine.
6. Detoksifikasi
Hati memecah hormon steroid dan berbagai obat, hasil pemecahannya diskresikan
oleh ginjal. Beberapa obat tidur dan alkohol dapat dimusnahkan sama sekali oleh hati;
tetapi peracunan dengan dosis besar obat bius dapat merusak sel hati. Demikian pula
halnya dengan beberapa bahan kimia yang digunakan dalam industri, seperti
tetraklorida, mengakibatkan kerusakan, maka diadakan pengawasan ketat atas
pengaruh preparat kimia dan obat bius yang dijual di pasaran, mengingat akibatnya
atas hati.
Sekresi Hati
Semua sel hepar secara kontinu membentuk sejumlah kecil sekresi yang dinamai empedu. Ini
disekresikan ke dalam kanalikus bilifer yang kecil, yang terletak diantara sel-sel hepar di
dalam lempengan dan kemudian empedu mengalir ke perifer menuju septa interlubuler di
tempat mana kanalikulus mengeluarkan isinya ke duktus biliaris terminanglis kemudian,
progressive terus ke duktus yang lebih besar dan akhirnya mencapai duktus hepatica dan
duktus koledokus, dari mana empedu dikosongkan langsung kearah duodenum atau dibagi
kearah kantung empedu.
2. KONSEP PENYAKIT
A. DEFINISI
Sirosis hati adalah penyakit kronis progresif yang di karakteristikkan oleh penyebaran
inflasi dan fibrosis pada hepar. (Engram, 1999). Sedangkan menurut Smetzler dan Bare 2002
sirosis hepatitis adalah penyakit hati kronis yang ditandai dengan adanya kerusakan arsitektur
hati yang disertai pembentukan jaringan ikat dan nodul sehingga merubah struktur dan fungsi
hati.
B. ETIOLOGI
1. Sirosis laennec. Sirosis yang terjadi akibat mengkonsumsi minuman beralkohol secara
kronis dan berlebihan. Sirosis portal laenec (alkoholik, nutrisional), dimana jaringan parut
secara khas mengelilingi daerah portal. Sirosis ini paling sering disebabkan oleh
alkoholisme kronis, sering ditemukan di Negara Barat.
2. Sirosis pascanekrotik. Sirosis yang terjadi akibat nekrosis massif pada sel hati oleh toksin.
Pada beberapa kasus sirosis ini diakibatkan oleh intoksikasi bahan kimia industry, racun,
arsenic, karbon tetraklorida atau obat-obatan seperti INH dan metildopa. Sirosis
pascanekrotik, terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat lanjut hepatitis virus
akut yang terjadi sebelumnya.
3. Sirosis biliaris. Sirosis ini terjadi akibat sumbatan saluran empedu (obstruksi biliaris)
pascahepatik yang menyebabkan statisnya empedu pada sel hati. Statisnya aliran empedu
menyebabkan penumpukan empedu di dalam masa hati dan pada akhirnya menyebabkan
kerusakan sel-sel hati. Pada sirosis bilier, pembentukan jaringan parut biasanya terjadi
dalam hati sekitar saluran empedu. Tipe ini biasanya terjadi akibat obstruksi bilier yang
kronis dan infeksi (kolangitis).
4. Sirosis cardiac. Sirosis ini merupakan sirosis sekunder yang muncul akibat gagal jantung
dengan kongesti vena hepar yang kronis.
C. KLASIFIKASI
• Berdasarkan etiologi:
1. Sirosis portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut secara khas
mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis.
2. Sirosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat
lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
3. Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar saluran
empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis). Bagian
hati yang terlibat terdiri atas ruang portal dan periportal tempat kanalikulus biliaris dari
masing-masing lobulus hati bergabung untuk membentuk saluran empedu baru.
Dengan demikian akan terjadi pertumbuhan jaringan yang berlebihan terutama terdiri
atas saluran empedu yang baru dan tidak berhubungan yang dikelilingi oleh jaringan
parut.
1. Keluhan pasien sirosis hati tergantung pada fase penyakitnya. Gejala kegagalan hati
ditimbulkan oleh keaktifan proses hepatitis kronik yang masih berjalan bersamaan dengan
sirosis hati yang telah terjadi dalam proses penyakit hati yang berlanjut sulit dibedakan
hepatitis kronik aktif yang berat dengan permulaan sirosis yang terjadi (sirosis dini ).
2. Fase kompensasi sempurna pada fase ini tidak mengeluh sama sekali atu bisa juga keluhan
samar-samar tidak khas seperti pasien merasa tidak bugar/ fit merasa kurang kemampuan
kerja selera makan berkurang, perasaan perut gembung, mual, kadang mencret atau
konstipasi berat badan menurun, pengurangan masa otot terutama pengurangannya masa
daerah pektoralis mayor.
Pada sirosis hati dalam fase ini sudah dapat ditegakkan diagnosisnya dengan bantuan
pemeriksaan klinis, laboratorium, dan pemeriksaan penunjang lainnya. Terutama bila timbul
komplikasi kegagalan hati dan hipertensi portal dengan manifestasi seperti: eritema palmaris,
spider nevy, vena kolateral pada dinding perut, ikterus, edema pretibial dan asites. Ikterus
dengan eir kemih berwarna seperti air kemih yang pekat mungkin disebabkan oleh penyakit
yang berlanjut atau transformasi ke arah keganasan hati, dimana tumor akan menekan saluran
empedu atau terbentuknya trombus saluran empedu intra hepatik. Bisa juga pasien datang
dengan gangguan pembentukan darah seperti perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus
haid, haid berhenti. Kadang-kadang pasien sering mendapat flu akibat infeksi sekunder atau
keadaan aktivitas sirosis itu sendiri. Sebagian pasien datang dengan gejala hematemesis,
hematemesis dan melena, atau melena saja akibat perdarahan farises esofagus. Perdarahan
bisa masif dan menyebabkan pasien jatuh ke dalam renjatan. Pada kasus lain, sirosis datang
dengan gangguan kesadaran berupa ensefalopati, bisa akibat kegagalan hati pada sirosis hati
fase lanjut atau akibat perdarahan varises esofagus.
Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien
melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelainan penyakit lain. Gejala awal
sirosis (kompensata) meliputi: perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang,
perasaan perut kembung, mual, BB menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis
mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas.
Bila sudah lanjut (sirosis dekompensata), gejala yang lebih menonjol terutama bila timbul
komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi hilangnya rambut badan, gangguan
tidur, dan demam tidak begitu tinggi. Mungkin disertai adanya gangguan pembekuan
darah,perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan warna air kemih
seperti teh pekat, muntah darah dan atau melena, serta perubahan mental seperti lupa, sukar
konsentrasi, bingung, agitasi sampai koma.
Berikut gejala-gejala umum /manifestasi klinis umum beserta dengan penjelasan
patomekanismenya :
1. Hipertensi Portal
Hati yang normal mempunyai kemampuan untuk mengakomodasi perubahan
pada aliran darah portal tanpa harus meningkatkan tekanan portal. Hipertensi portal
terjadi oleh adanya kombinasi dari peningkatan aliran balik vena portal dan
peningkatan tahanan pada aliran darah portal. Meningkatnya tahanan pada area
sinusoidal vascular disebabkan oleh faktor tetap dan faktor dinamis. Dua per tiga dari
tahanan vaskuler intrahepatis disebabkan oleh perubahan menetap pada arsitektur hati.
Perubahan tersebut seperti terbentuknya nodul dan produksi kolagen yang diaktivasi
oleh sel stellata. Kolagen pada akhirnya berdeposit dalam daerah perisinusoidal.
Faktor dinamis yang mempengaruhi tahanan vaskular portal adalah adanya
kontraksi dari sel stellata yang berada disisi sel endothellial. Nitric oxide diproduksi
oleh endotel untuk mengatur vasodilatasi dan vasokonstriksi. Pada sirosis terjadi
penurunan produksi lokal dari nitric oxide sehingga menyebabkan kontraksi sel stellata
sehingga terjadi vasokonstriksi dari sinusoid hepar. Hepatic venous pressure
gradient (HVPG) merupakan selisih tekanan antara vena portal dan tekanan pada vena
cava inferior. HVPG normal berada pada 3-6 mm Hg. Pada tekanan diatas 8 mmHg
dapat menyebabkan terjadinya asites. Dan HVPG diatas 12 mmHg dapat menyebabkan
munculnya varises pada organ terdekat. Tingginya tekanan darah portal merupakan
salah satu predisposisi terjadinya peningkatan resiko pada perdarahan varises
utamanya pada esophagus.
E. KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering timbul pada penderita sirosis hati diantaranya adalah:
1. Perdarahan Gastrointestinal
Setiap penderita Sirosis Hepatis dekompensata terjadi hipertensi portal, dan timbul
varises esophagus. Varises esophagus yang terjadi pada suatu waktu mudah pecah, sehingga
timbul perdarahan yang massif. Sifat perdarahan yang ditimbulkan adalah muntah darah atau
hematemesis biasanya mendadak dan massif tanpa didahului rasa nyeri di epigastrium. Darah
yang keluar berwarna kehitam-hitaman dan tidak akan membeku, karena sudah tercampur
dengan asam lambung. Setelah hematemesis selalu disusul dengan melena (Sujono Hadi).
Mungkin juga perdarahan pada penderita Sirosis Hepatis tidak hanya disebabkan oleh
pecahnya varises esophagus saja. FAINER dan HALSTED pada tahun 1965 melaporkan dari
76 penderita Sirosis Hepatis dengan perdarahan ditemukan 62% disebabkan oleh pecahnya
varises esofagii, 18% karena ulkus peptikum dan 5% karena erosi lambung.
2. Koma hepatikum
Komplikasi yang terbanyak dari penderita Sirosis Hepatis adalah koma hepatikum.
Timbulnya koma hepatikum dapat sebagai akibat dari faal hati sendiri yang sudah sangat
rusak, sehingga hati tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali. Ini disebut sebagai koma
hepatikum primer. Dapat pula koma hepatikum timbul sebagai akibat perdarahan,
parasentese, gangguan elektrolit, obat-obatan dan lain-lain, dan disebut koma hepatikum
sekunder.
Pada penyakit hati yang kronis timbullah gangguan metabolisme protein, dan berkurangnya
pembentukan asam glukoronat dan sulfat. Demikian pula proses detoksifikasi berkurang.
Pada keadaan normal, amoniak akan diserap ke dalam sirkulasi portal masuk ke dalam hati,
kemudian oleh sel hati diubah menjadi urea. Pada penderita dengan kerusakan sel hati yang
berat, banyak amoniak yang bebas beredar dalam darah. Oleh karena sel hati tidak dapat
mengubah amoniak menjadi urea lagi, akhirnya amoniak menuju ke otak dan bersifat
toksik/iritatif pada otak.
3. Ulkus peptikum
Menurut TUMEN timbulnya ulkus peptikum pada penderita Sirosis Hepatis lebih
besar bila dibandingkan dengan penderita normal. Beberapa kemungkinan disebutkan
diantaranya ialah timbulnya hiperemi pada mukosa gaster dan duodenum, resistensi yang
menurun pada mukosa, dan kemungkinan lain ialah timbulnya defisiensi makanan.
4. Karsinoma hepatoselular
SHERLOCK (1968) melaporkan dari 1073 penderita karsinoma hati menemukan 61,3
% penderita disertai dengan Sirosis Hepatis. Kemungkinan timbulnya karsinoma pada Sirosis
Hepatis terutama pada bentuk postnekrotik ialah karena adanya hiperplasi noduler yang akan
berubah menjadi adenomata multiple kemudian berubah menjadi karsinoma yang multiple.
5. Infeksi
Setiap penurunan kondisi badan akan mudah kena infeksi, termasuk juga penderita
sirosis, kondisi badannya menurun. Menurut SCHIFF, SPELLBERG infeksi yang sering
timbul pada penderita sirosis, diantaranya adalah : peritonitis, bronchopneumonia,
pneumonia, tbc paru-paru, glomeluronefritis kronik, pielonefritis, sistitis, perikarditis,
endokarditis, erysipelas maupun septikemi.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
G. PENATALAKSANAAN
Tatalaksana pasien sirosis hati yang masih kompensata ditujukan untuk mengurangi
progresi kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk menghilangkan etiologi diantaranya
alcohol dan bahan bahan lain yang toksik dan dapat mencederai hati dihentikan
penggunaannnya. Pemberian asetaminofen, kolkisisn, dan obat herbal bisa menghambat
kolagenik.
Pada penyakit hati nonalkoholik , menurunkan berat badan akan mencegah terjadinya
sirosis.
Pada hepatitis B, Interferon alfa dan lamivudin (analog nukleosida) merupakan terapi
utama. Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100mg secara oral setiap hari selama
satu tahun. Namun pemberian lmivudin setelah 9-12 bulan menimbulkan mutasi YMDD
sehingga terjadi resistensi obat interferon alfa diberikan secara subcutan 3MIU , tiga kali
seminggu selama 4-6 bulan.
Pada hepatitis C kronis, kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan terapi
standar. Interferon diberikan secara suntikan subcutan dengan dosis 5 MIU tiga kali
seminggu dan dikombinasi ribavirin 800-1000 mg/hari selama 6 bulan.
Pada pengobatan fibrosis hati : pengobatan antifibrotik pada saat ini lebih mengarah
kepada peradangan dan tidak terhadap fibrosis. Di masa mendataang, menempatkan sel
stellata sebagai target pengobatan dan mediator fibrogenik akan merupakan terapi uatama.
Pengobatan untuk mengurangi aktifasi dari sel stelata bias merupakan salah satu pilihan.
Interferon mempunyai aktifiats antifibrotik yang dihubungkan dengan pengurangan aktivasi
sel stelata. Kolkisin memliki efek antiperadangan dan mencegah pembentukan kolagen ,
namun belum terbukti dalam penenlitian sebagai antifibrosis dan sirosis . Metotreksat dan
vitamin A juga dicobakan sebagai antifibrosis.
Asites : Tirah baring dan diawali dengan diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5, 2
gram atau 90 mmol perhari. Diet rendah garam dikombinasikan dengan obat antidiuretik.
Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari. Respons
diuretic bias dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg perhari, tanpa adanya edema
kai. Atau 1 kg perhari bila ada edema kai. Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat,
bias dikombinasi dengan furosemid dengan dosis 20-40 mg perhari. Pemberian furosemid
bias ditambah dosisnya bila tidak ada respons, maksimal dosisnya 160mg /hari. Paresentetis
dilakukan bila asites sangat besar. Engeluaran asites bias hingga 4-6 liter dan dilindungi
dengan pemberian albumin.
Varises Esofagus : sebelum berdarah dan sesudah berdarah bias diberikan obat penyekat beta
(propsnolol). Waktu perdarahan akut, bias diberikan preparat somatostatin dan oktreotid,
diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi.
Peritonitis bacterial spontan ; diberikan antibiotika seperti sefotaksim intravena,
amoksilin, atau aminoglikosida.
Transplantasi hati ; terapi definitif pada pasien siosis dekompensata namun, sebelum
dilakukan transplantasi ada beberapa criteria yang harus dipenuhi oleh klien dulu.
PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
• Identitas
Nama : Tn Franco
Usia : 57 tahun
Berat Badan : 75 kg
b. Pada keluarga
-
• Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi :
Kulit tampak ikterus
Ascites
Spider nevi yang jelas
Muntah darah
b. Auskultasi :
Bising usus (-)
c. Palpasi :
Hepar sulit diraba karena ascites
d. Perkusi : -
e. TTV : -
• Pemeriksaan Penunjang
- (di konsep F)
2. Analisa Data
Gangguan aliran
darah dan limfe
Sirkulasi kolaeral
Dilatasi vena
umbilicus
Spider nevi
Gangguan integritas
kulit
Penurunan osmotic
koloid
Asites
Menekan diafragma
Asites
Kelebihan volume
cairan
3. Rencana Asuhan Keperawatan
3. Menilai
3. Catat asupan efektivitas
dan haluaran terapi dan
cairan kecukupan
asupan cairan
4. Memanta
u perubahan
pada
4. Ukur dan pembentukan
catat lingkar perut asites dan
setiap hari penumpukan
cairan
5. Meningka
tkan
5. Jelaskan
pemahaman
rasional
dan kerja
pembatasan
sama pasien
natrium dan
dalam
cairan
menjalani dan
melaksanakan
pembatasan
cairan
6. Untuk
penarikan
cairan yang
6. Lakukan
berlebih
tindakan
dalam tuh
parasintesis cairan
dengan
pemasukan
albumin sebanyak
6-8 gr/dl dan
sesuai indikasi.
2. Gangguan integritas kulit b.d Memperbaiki integritas 1. Observasi dan 1. Memberik
ikterus dan status imunologi kulit dan meminimalkan catat derajat an dasar untuk
yang terganggu akibat iritasi kulit ikterus pada kulit deteksi
penurunan fungsi hati dan skelera perubahan dan
evaluasi
intervensi
2. Lakukan 2. Mencegah
perawatan yang kekeringan
sering pada kulit, kulit dan
mandi tanpa meminimalka
menggunakan n pruritus
sabun dan
melakukan
masase dengan
losion pelembut
(emolen)
3. Mencegah
3. Jaga agar
ekskoriasi
kuku pasien selalu
akibat
pendek
garukan
3. Mekanisme koping tidak Umum: 1. Observasi 1. Pengkajian
efektif perubahan perilaku terus-menerus
Mempertahankan tingkat
dan mental terhadap
mental/orientasi
(contoh: letargi, perilaku dan
kenyataan.
bingung, pendiam, status mental
cenderung tidur, penting untuk
bicara lambat/tidak mencegah
Khusus:
jelas). koma hepatik.
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
2. Bicarakan kepada 2. Memberikan
klien menunjukkan
orang data dasar
perilaku/perubahan pola
terdekat/keluarga sebagai
pikir untuk
tentang perilaku perbandingan
mencegah/meminimalkan
umum dan mental dengan perilaku
perubahan mental.
klien. dan status
mental saat ini.
3. Menurunkan
3. Pertahankan rangsangan
kenyamanan, berlebihan/kele
lingkungan tenang, bihan sensori,
dan periode meningkatkan
istirahat tanpa relaksasi, dan
gangguan. dapat
meningkatkan
koping.
4. Pengenalan
4. Berikan perawatan memberikan
yang kontinyu, kepercayaan,
(bila mungkin) membantu
tetapkan perawat mengurangi
yang sama pada ansietas, dan
periode tertentu. memberikan
lebih banyak
data akurat
mengenai
perubahan
klien.
2. Auskultasi bunyi
2. Identifikasi
napas, catat
paru.
hasilnya.
3. Perubahan
3. Observasi tingkat
mental dapat
kesadaran.
menunjukkan
hipoksemia
dan gagal
pernapasan,
yang sering
disertai koma
hepatik.
4. Pertahankan 4. Memudahkan
kepala tempat pernapasan
tidur tinggi, posisi dengan
miring. menurunkan
tekanan pada
diafragma dan
meminimalka
n aspirasi
sekret.
7. Adanya
7. Awasi hasil ukur
perubahan
kapasitas vital,
status
nadi, foto dada.
pernapasan,
menunjukkan
komplikasi
paru.
Kolaborasi :
8. Berikan O2 sesuai
8. Untuk
indikasi.
mengobati/me
ncegah
hipoksia.
9. Menurunkan
9. Bantu klien
insiden
dengan alat-alat
atelaktasis,
pernapasan,
meningkatkan
contoh spirometri.
mobilitas
sekret.
DAFTAR PUSTAKA
Suratun, dkk. 2010. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Gastrointestinal. Jakarta :
Trans Info Media.
Aru Sudoyo.2006. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Pusat Penerbitan IPD FKUI: Jakarta.
Sudoyo, Aru, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Penerbit FKUI : Jakarta.
http://asuhankeperawatan.blogspot.com/2010/02/asuhan-keperawatan-sirosis-hepatis.html
(diakses 31 Maret 2011)