Professional Documents
Culture Documents
LOGAM EMAS
1/1/2011
KELOMPOK II
SUDIRMAN (G1C008008)
EMSAL YANUAR
(G1C008009)
BAIQ DEWI AYU
(G1C008001)
NUR LAELA (G1C008002)
SIFAT EMAS
Emas merupakan logam transisi ( trivalen dan univalen ) yang bersifat lunak dan
mudah ditempa, kekerasannya berkisar antara 2,5 – 3 ( skala Mohs ). Emas dapat dibentuk
jadi lembaran sedemikian tipis hingga tembus pandang. Sebanyak 120.000 lembar emas
dapat ditempa menjadi satu lapisan yang sedemikian tipisnya sehingga tebalnya tidak lebih
dari 1 cm. Dari 1 gram emas dapat diulur menjadi kawat sepanjang 2,5 km.
Dalam perdagangan emas, ukuran berat biasanya dipakai troy ouns, kemurnianemas
murni dalam karat ditunjukan angka 24 atau dalam kehalusan ditunjukkan angka 1.000.
Karena emas merupakan logam yang relatif lunak ( sectile ) menjadi satu halangan untuk
digunakan dalam industri. Untuk mengatasi kelemahan ini, emas biasanya dipadukan dengan
logam lain ( alloy ) seperti perak, tembaga, platinum, atau nikel. Emas putih adalah alloy
emas dengan platinum, iridium, nikel, atau zink. Alloy emas dengan tembaga berwarna
merah atau kuning. Alloy emas dengan besi berwarna hijau, dan alloy emas dengan
aluminum berwarna ungu. Bagian emas yang terdapat dalam campuran diukur dalam karat
atau persen. Karat adalah unit sama dengan 1 / 24 bagian dari emas murni dalam alloy.
Dengan demikian, emas 24 Karat( 24K ) adalah emas murni, sedangkan emas 18 Karat
adalah 18 bagian emas murni dan 6 bagian logam lainnya, jadi emas 18 karat → 18/24 berarti
emas 75 %.
Tingginya nilai potensial reduksi emas mengakibatkan logam ini selalu terdapat di
alam dalam keadaan bebas. Untuk keperluan ektraksi dari bijihnya, proses dengan
melibatkan senyawa sianida dapat diterapkan seperti halnya pada ekstraksi logam perak.
Emas membentuk berbagai senyawa kompleks, tetapi hanya sedikit senyawa
anorganik sederhana. Emas (I) oksida, Au2O, adalah salah satu senyawa yang stabil dengan
tingkat oksidasi +1, seperti halnya tembaga, tingkat oksidasi +1 ini hanya stabil dalam
senyawa padatan, karena semua larutan garam emas (I) mengalami disproporsionasi menjadi
logam emas dan ion emas (III) menurut persamaan reaksi :
3Au+(aq) → 2Au(s) + Au3+(aq)
Secara kimiawi emas tergolong inert sehingga disebut logam mulia. Emas tidak
bereaksi dengan oksigen dan tidak terkorosi di udara di bawah kondisi normal. Namun emas
terurai dalam larutan sianida dalam tekanan udara. Emas juga tidak bereaksi dengan asam
atau basa apapun. Akan tetapi emas bereaksi dengan halogen dan aqua regia.
Logam emas bereaksi dengan klorin, Cl2, atau bromin, Br2, untuk membentuk trihalida emas
(III) klorida, AuCl3, atau emas (III) bromida, AuBr3.
AuCl3 dapat larut dalam asam hidroksida pekat menghasilkan ion tetrakloroaurat
(III), [AuCl4]-, suatu ion yang merupakan salah satu komponen dalam “emas cair”, yaitu
suatu campuran spesies emas dalam larutan yang akan mengendapkan suatu film logam emas
jika dipanaskan.Di lain pihak, logam emas bereaksi dengan iodin, I2, untuk membentuk
monohalida, emas (I) iodida, AuI.
Emas dapat larut pada aqua regia, yaitu campuran tiga bagian volum asam klorida pekat dan
atau bagian volum asam nitrat pekat ( Jabir ibn-Hayyan, ca. 760-815 ) :
Au(s) + 4HCL (aq) + HNO3(aq) → HAuCl4(aq) + NO (g) + 2H2O(l)
Sejarah Emas
Emas ( Sanskrit jval, Yunani χρυσος = chrysos, Latin aurum, berarti fajar yang cerah,
Anglo-Saxon gold, China 金 [jīn], Jepang 金 [kin] ) telah diketahui sebagai sangat berharga
sejak zaman prasejarah.
Emas, merupakan salah satu logam tertua yang digunakan oleh manusia. Emas
dikenal antara lain di Mesopotamia dan Mesir. Referensi ke awal mula penemuan emas
didasari legendaris atau mitos. Oleh karena itu, beberapa penulis menyebutkan bahwa
penemu emas pertama kali adalah Cadmus, bangsa Phoenicia. Sedangkan yang lainnya
mengatakan bahwa Thoas, raja Taurian, yang pertama kali menemukan logam berharga
dalam legenda Pangaeus Mountains di Thrace. Legenda dan mitos serupa tentang awal
penemuan emas juga terdapat dalam sastra kuno dari Hindu ( the Vedas ) serta Cina dan
bangsa lainnya.
Emas dari estetika properti fisik dikombinasikan dengan properti sudah lama menjadi
logam yang berharga. Sepanjang sejarah, emas telah sering menjadi penyebab konflik :
misalnya ada awal tahun 1500-an Raja Ferdinand dari Spanyol menetapkan prioritas kepada
para conquistador – penakluk - hambanya yang akan berangkat mencari Dunia Baru, "Bawa
pulanglah emas," perintahnya kepada mereka, "kalau bisa, dapatkan semanusiawi mungkin,
tapi apapun risikonya, bawalah emas." Titah sang raja tersebut menjadi awal pemusnahan
peradaban Aztec dan Inca. Konflik karena perebutan emas juga terjadi pada awal ketika
Amerika berburu emas ke Georgia, California, dan Alaska.
Pada abad pertengahan, begitu kuat orang mendambakan emas, sehingga lahir ilmu
alkimia, dengan tujuan membuat emas. Manusia modern berhasil mencapai cita-cita itu
dengan mengekstrak emas dari air laut dan mengubah timbel atau merkurium menjadi emas
dalam mempercepat partikel. Namun emas yang murah tetaplah emas alamiah yang harus
ditambang.
1. Biji tipis dimana kandungannya sebesar 0.5 g/1000 kg atau 0.5 g/ton atau 0.5 ppm (
part per million, per satu juta bagian )
2. Biji rata-rata ( typical ) dengan mudah digali, nilai biji emas khas dalam galian
terowongan terbuka yakni kandungan 1-5 g/1000 kg (1 -5 ppm )
3. Biji bawah tanah/harrdrock dengan kandungan 3 g/1000 kg ( 3 ppm )
4. Biji nampak mata ( visible ) dengan kandungan minimal 30 g/1000 kg ( 30 ppm )
Emas di dunia mulai ditambang sejak tahun 2.000 sebelum masehi oleh bangsa-bangsa di
dataran Mesir ( bangsa Mesir, Sudan dan Arab Saudi ). Pada sekitar abad ke-19, pencarian
emas muncul kapanpun ketika ditemukan adanya deposit emas, termasuk di California,
Colorado, Otago, Australia, Black Hills, dan Klondike.
Sebelum Perang Dunia II, Indonesia adalah penghasil emas terbesar di Asia Tenggara.
Satu-satunya pengelola tambang emas di Indonesia pada awal tahun 1980-an adalah PT
Aneka Tambang, sebuah BUMN di bawah Departemen Pertambangan dan Energi.
Tiga penambang emas besar di Indonesia menurut data tahun 1987 adalah:
Merupakan suatu kegitan eksplorasi Untuk mendeteksi keberadaan vein ( urat ) emas
dapat dengan cara mengamati keberadaan batuan yang mengindikasikan adanya Vein, antara
lain :
Batuan Nat :yaitu batuan yang tersusun berbaris. Batuan ini sebelumnya tertanam
dalam tanah, akibat erosi yang mengikis tanah membuat batuannya terekspose.
Sebaran kerikil kuarsa:sama halnya batuan nat, bebatuan ini sebelumnya tertanam
dalam tanah, batuannya terekpose di permukaan akibat erosi yang mengikis tanah.
Batuan Storing:bagian batuan vein yang nampak dipermukaan. Batuan ini umumnya
memiliki ciri-ciri seperti terdapat kuarsa, pyrite, calcopyrite, terlihat urat / jalur, clay,
dll.
Selanjutnya, untuk memastikan potensi kelayakannya untuk ditambang dapat
dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Borring
2. Menggunakan Gold Detector.
3. Trenshing, yaitu membuat paritan ( menggunakan bechoe ) untuk melihat keberadaan
dan arah sebaran vein.
4. Assaying.
PENAMBANGAN EMAS
Metode penambangan emas sangat dipengaruhi oleh karakteristik cebakan emas primer
atau sekunder yang dapat mempengaruhi cara pengelolaan lingkungan yang akan dilakukan
untuk meminimalisir dampak kegiatan penambangan tersebut. Cebakan emas primer dapat
ditambang secara tambang terbuka ( open pit ) maupun tambang bawah
tanah ( underground minning ). Sementara cebakan emas sekunder umumnya ditambang
secara tambang terbuka.
Cebakan Primer
1. Komponen mineral atau logam tidak tersebar merata pada badan urat.
2. Mineral bijih dapat berupa kristal-kristal yang kasar.
3. Kebanyakan urat mempunyai lebar yang sempit sehingga rentan dengan pengotoran (
dilution ).
4. Kebanyakan urat berasosiasi dengan sesar, pengisi rekahan, dan zona geser
(regangan), sehingga pada kondisi ini memungkinkan terjadinya efek dilution pada
batuan samping.
5. Perbedaan assay ( kadar ) antara urat dan batuan samping pada umumnya tajam,
berhubungan dengan kontak dengan batuan samping, impregnasi pada batuan
samping, serta pola urat yang menjari ( bercabang ).
6. Fluktuasi ketebalan urat sulit diprediksi, dan mempunyai rentang yang terbatas, serta
mempunyai kadar yang sangat erratic ( acak / tidak beraturan ) dan sulit diprediksi.
7. Kebanyakan urat relatif keras dan bersifat brittle.
Akses menuju badan bijih dibuat sesuai lokasi badan bijih yang menjadi target.
Terdapat 2 cara untuk menuju badan bijih berdasarkan lokasi dari cebakan, yaitu:
Seperti halnya lubang masuk ke tambang, akses menuju badan bijih dibuat secara
sederhana, dengan lokasi kerja yang hanya cukup untuk dipakai satu orang saja
dengan diameter sekitar 1 – 1,5 meter. Lubang masuk tersebut dibuat tanpa
penyangga atau hanya dengan penyangga sederhana untuk daerah yang diperkirakan
rawan runtuh.
Dari dalam tambang menuju ke luar tambang dilakukan secara manual. Jalur
pengangkutan menggunakan jalan masuk utama. Khusus untuk akses menggunakan
shaft, pengangkutan dibantu dengan sistem katrol.
Penambangan metode gophering yang baik dilakukan dengan ketentuan:
1. Jalan masuk menuju urat bijih emas harus dibuat lebih dari satu buah, dan dapat
dibuat datar/horizontal, miring/inclined maupun tegak lurus/vertikal sesuai dengan
kebutuhan.
2. Ukuran jalan masuk dapat disesuaikan dengan kebutuhan, disarankan diameter > 100
cm.
3. Lokasi jalan masuk berada pada daerah yang stabil ( kemiringan < 30o ) dan
diusahakan tidak membuat jalan masuk pada lereng yang curam.
4. Lubang bukaan harus dijaga dalam kondisi stabil/tidak runtuh, bila diperlukan dapat
dipasang suatu sistem penyanggaan yang harus dapat menjamin kestabilan lubang
bukaan ( untuk lubang masuk dengan kemiringan > 60odisarankan untuk selalu
memasang penyangga ).
5. Kayu penyangga yang digunakan disarankan kayu kelas 1 ( kayu jati, kihiang,
rasamala, dll ). Ukuran diameter/garistengah kayu penyangga yang digunakan
disarankan tidak kurang dari 7 cm. Jarak antar penyangga disarankan tidak lebih dari
0.75 x diameter bukaan ( tergantung kelas kayu penyangga yang digunakan dan
kekuatan batuan yang disangga ).
Emas urai merupakan mineral emas yang amat biasa editemukan di alam. Mineral
emas yang menempati urutan kedua dalam keberadaannya di alam adalah electrum. Minerl-
mineral pembawa emas lainnya sangat jarang dan langka. Mineral-mineral emas dapat dilihat
pada table dibawah ini.
Emas urai pada dasarnya adalah logam emas walaupun biasanya mengandung perak
yang bervariasi sampai sebesar 18% dan kadang-kadang mengandung sedikit tembaga atau
besi. Oleh karena itu warna emas urai bervariasi dari kuning emas, kuning muda sampai
keperak-perakan sampai berwarna merah orange. Berat jenis emas urai bervariasi dari 19,3
(emas murni) sampai 15,6 bergantung pada kandungan peraknya. Bila berat jenisnya 17,6
maka kandungan peraknya sebesr 9% dan bila beat jenisnya 16,9 kandungan peraknya 13,2
%.
Sementara itu, elektrum adalah variasi emas yang mengandung perak diatas 18%.
Dengan kandungan perak yang lebih tinggi lagi maka warna elektrum bevariasi dari kuning
pucat sampai warna perak kekuningan. Selanjutnya berat jenis elektrum bervariasi sekitar
15,5-12,5. Bila kandungan emas dan perak berbanding 1:1 berarti kandungan peraknya
sebesar 36%, dan bila perbandingannya 21/2:1 berarti kandungan peraknya 18%.
Mineral Induk
Emas berasosiasi dengan kebanyakan mineral yang biasa membentuk batuan. Bila ada
sulfida, yaitu mineral yang mengandung sulfur/belerang (S), emas biasanya berasosiasi
denagn sulfida. Pirit merupakan mineral induk yang paling biasa untuk em,as. Emas
ditemukan dalam pirit sebagai emas urai dan elektrum dalam berbagai bentuk dan ukuran
yang bergantung pada kadar emas dalam bijih dan karakteristik lainnya. Selain itu emas juga
ditemukan dalam arsenopirit dan kalkopirit. Mineral sulfida lainnya (lihat tabel 3) berpotensi
juga menjadi mineral induk bagi emas. Bila mineral sulfida tidak terdapat dalm batuan, maka
emas berasosiasi dengan oksida besi (magnetit dan oksida besi sekunder), silikat dan
karbonat, material berkarbon serta pasir dan krikil (endapan plaser)
Ukuran butiran mineral-mineral pembawa emas (misalnya emas urai atau elektrum)
berkisar dari butiran yang dapat dilihat tanpa lensa (bebnerapa nm) sampai partikel-partikel
berukuran fraksi (bagian) dari satu mikron (1 mikron= 0,001 mm= 0,0000001 cm). ukuran
butiran biasanya sebanding dengan kadar bijih, kadar emas yang rendah dalam batuan (bijih)
menunjukkan butran yang halus.
Asosiasi Mineral
Dari sudut pandang pengolahan/metalurgi ada tiga variasi distribusi emas dalam bijih.
Pertama, emas didiostribusikan dalam retakan-retakan atau diberi batas antara butiran-butiran
mineral yang sama (misalnya retyakan dalam butiran mineral pirit atau dibatasi antara dua
butiran mineral (pirit). Kedua, emas didistribusikan sepanjang batas diantara butiran-butiran
dua mineral yang berbeda ( misalnya dibatas butiran pirit dan arsenopirit atau dibatas antara
butiran mineral kalkopirit dan butiran mineral silikat). Dan yang ketiga emas terselubung
dalam mineral induk (misal, emas terbungkus ketat dalam mineral pirit).
Cebakan Sekunder
Cebakan emas sekunder atau yang lebih dikenal sebagai endapan emas aluvial merupakan
emas yang diendapkan bersama dengan material sedimen yang terbawa oleh arus sungai atau
gelombang laut adalah karakteristik yang umum ditambang oleh rakyat, karena kemudahan
penambangannya.
Secara umum penambangan emas aluvial dilakukan berdasarkan atas prinsip :
1. Butir emas sudah terlepas sehingga bijih hasil galian langsung mengalami proses
pengolahan.
2. Berdasarkan lokasi keterdapatan, pada umumnya kegiatan penambangan dilakukan
pada lingkungan kerja berair seperti sungai-sungai dan rawa-rawa, sehingga dengan
sendirinya akan memanfaatkan air yang ada di tempat sekitarnya.
Karakteristik dari endapan emas aluvial akan menentukan sistem dan peralatan dalam
melakukan kegiatan penambangan. Berdasarkan karakteristik endapan emas tersebut, metode
penambangan terbuka yang umum diterapkan dengan menggunakan peralatan berupa :
1. Pendulangan ( panning )
Pada tambang semprot digunakan alat semprot ( monitor ) dan pompa untuk
memberaikan batuan dan selanjutnya lumpur hasil semprotan dialirkan atau dipompa ke
instalasi konsentrasi ( sluicebox / kasbok ). Cara ini banyak dilakukan pada pertambangan
skala kecil termasuk tambang rakyat dimana tersedia sumber air yang cukup, umumnya
berlokasi di atau dekat sungai.
Beberapa syarat yang menjadikan endapan emas aluvial dapat ditambang menggunakan
metode tambang semprot antara lain :
Pemilihan Teknologi
Teknologi pengolahan emas bervariasi dari yang sederhana dengan modal kecil
sampai yang canggih dengan modal besar. Pemilihan teknologi pengolahan emas yang akan
dipakai ditentukan oleh lima factor utama, yaitu :
1. komposisi dan kondisi mineralogy dari bijih emas
2. pengaruh setiap komponen mineral terhadap berbagai teknologi pengolahan emas yang
tersedia.
3. jumlah bijih yang dapat disiapkan.
4. biaya investasi ( peralatan, bangunan, dll.)
5. biaya produksi ( bahan kimia, listrik, tenaga kerja, dll).
Tehnologi proses pengolahan emas skala komersial yang umum digunakan terdiri dari
tahap :
1. Comminution / Kominusi
Kominusi adalah proses reduksi ukuran dari ore agar mineral berharga yang
mengandung emas dengan tujuan untuk membebaskan ( meliberasi ) mineral emas
dari mineral-mineral lain yang terkandung dalam batuan induk.
Refractory ore processing
Crushing
Milling
2. Concentration / separation
Setelah ukuran bijih diperkecil, proses selanjutnya dilakukan proses konsentrasi
dengan memisahkan mineral emas dari mineral pengotornya. Pada endapan emas
aluvial, bijih hasil penggalian langsung memasuki tahap ini tanpa tahap kominusi
terlebih dahulu.
Gravity separation
Froth Flotation
3. Extraction
Liquation
Amalgamasi
Sianidasi
4. Refinning / Pemurnian
Refining, yaitu melakukan pengolahan logam kotor melalui proses kimia agar
diperoleh tingkat kemurnian tinggi.
Smelting
Size Reduction
Parting
Aqua Regia
Comminution / Kominusi
Kominusi adalah proses reduksi ukuran dari ore agar mineral berharga yang
mengandung emas dengan tujuan untuk membebaskan ( meliberasi ) mineral emas dari
mineral-mineral lain yang terkandung dalam batuan induk.
Proses kominusi ini terutama diperlukan pada pengolahan bijih emas primer, sedangkan
pada bijih emas sekunder bijih emas merupakan emas yang terbebaskan dari batuan induk
yang kemudian terendapkan. Derajat liberasi yang diperlukan dari masing-masing bijih
untuk mendapatkan perolehan emas yang tinggi pada proses ekstraksinya berbeda-beda
bergantung pada ukuran mineral emas dan kondisi keterikatannya pada batuan induk.
Proses kominusi ini dilakukan bertahap bergantung pada ukuran bijih yang akan diolah,
dengan menggunakan :
Refractory ore processing, bijih dipanaskan pada suhu 100 - 110 0C, biasanya
sekitar 10 jam sesuai dengan moisture. Proses ini sekaligus mereduksi sulfur pada
batuan oksidis.
Crushing merupakan suatu proses peremukan ore ( bijih ) dari hasil penambangan
melalui perlakuan mekanis, dari ukuran batuan tambang <40 cm menjadi <12,5 mm,
misalnya dengan menggunakan Roll Crusher, Jaw Crusher, Cone Crusher, Stamp
Mill, dll.
Pemekatan dapat dilakukan melalui dua teknik pemisahan, yaitu pemisahan secara fisis
dan pemisahan secara kimia :
Pemisahan gaya berat ( gravity separation ), adalah proses pemisahan mineral yang
didasarkan atas perbedaan massa jenis antara partikel bijih dan partikel pengotor.
Pada proses ini menjadi sangat penting untuk dilakukan dengan baik,
sebab dengan memilah ukuran bijih hasil kominusi akan menyeragamkan
besaran umpan ( feeding ) ke proses konsentrasi. Sedangkan bijih yang masih
belum seragam ( lebih besar ) hasil pemilahan dikembalikan ke proses
sebelumnya yaitu kominusi.
Froth Flotation / Pengapungan buih yaitu pemisahan bijih emas dari pengotor
dengan cara mengapungkan bijih ke permukaan melalui pengikatan dengan buih dengan
menggunakan bahan kimia tertentu dan udara. Selain pemisahan bijih emas, prosess ini
banyak dipakai untuk beberapa bijih seperti Cu, Pb, Zn, Ag, dan Ni.
Prinsip dasar pengikatan butiran bijih oleh gelembung udara berbuih melalui molekul
collector adalah :
Butiran zat yang mempunyai permukaan hidrofilik akan terikat air sehingga akan
tinggal pada dasar tank penampung.
Butiran zat yang mempunyai permukaan non-polar atau hidrofob akan ditolak air, jika
ukuran butirannya tidak besar, maka akan naik ke permukaan dan terikat gelembung
udara.
Kebanyakan mineral terdiri dari ion yang mempunyai permukaan hidrofil, sehinga
partikel tersebut dapat diikat air. Dengan penambahan zat collector, permukaan mineral yang
terikat molekul air akan terlepas dan akan berubah menjadi hidrofob. Dengan demikian ujung
molekul hidrofob dari collector akan terikat molekul hidrofob dari gelembung, sehingga
mineral ( bijih ) dapat diapungkan. Molekul collector mempunyai struktur yang mirip dengan
detergen.
Keuntungan lain dari proses pengapungan adalah pada umumnya cukup efektif pada
bijih dengan ukuran yang cukup kasar ( 28 mesh ) yang berarti bahwa biaya penggilingan
bijih dapat diminimalkan. Froth Flotation sering digunakan mengkonsentrasi emas bersama-
sama dengan logam lain seperti tembaga, timah, atau seng. Partikel emas dari batuan oxydis
biasanya tidak merespon dengan baik namun efektif terutama bila dikaitkan dengan emas
sulfida seperti pyrite.
Extraction / Ekstraksi
Extraksi emas dalam skala industri yang paling umum dilakukan yaitu :
Liquation Separation
Amalgamasi
Sianidasi
Titik cair emas pada suhu 1064.18 oC, sedangkan titik cair perak pada suhu 961.78oC.
Ini artinya perak akan mencair lebih dulu dari pada emas. Namun untuk benar-benar terpisah,
maka perak harus menunggu emas mencair 100%.
Kemudian bila dilihat dari berat jenisnya, maka berat jenis emas cair sebesar 17.31
gram per cm3 sedangkan berat jenis perak sebesar 9.32 gram per cm3. Hal ini berarti berat
jenis emas lebih besar dari pada berat jenis perak.
Dari hukum alam fisika, maka bila ada dua jenis zat cair yang berbeda dan memiliki
berat jenis yang berbeda pula, maka zat cair yang memiliki berat jenis lebih kecil dari zat
satunya, ia akan mengapung. Dengan demikian, cairan perak akan terapung diatas lapisan
cairan emas, seperti halnya cairan minyak mengambang diatas lapisan air. Dari sana, perak
dipisahkan dari emas, sampai tidak ada lagi perak yang terapung. Dengan metode akan
dihasilkan Au bullion dan Ag bullion.
II. Amalgamasi
Amalgamasi merupakan proses ekstraksi emas dengan cara mencampur bijih emas
dengan merkuri ( Hg ). Produk yang terbentuk adalah ikatan antara emas-perak dan merkuri
yang dikenal sebagai amalgam ( Au – Hg ). Merkuri akan membentuk amalgam dengan
semua logam kecuali besi dan platina.
Penggunaan raksa alloy atau amalgam pertama kali pada 1828, meskipun
penggunaan secara luas teknik baru ini dicegah karena sifat air raksa yang beracun. Sekitar
1895 eksperimen yang dilakukan oleh GV Black menunjukkan bahwa amalgam aman
digunakan, meskipun 100 tahun kemudian ilmuwan masih diperdebatkannya.
Amalgam masih merupakan proses ekstraksi emas yang paling sederhana dan
murah, namun demikian amalgamasi akan efektif pada emas yang terliberasi sepenuhnya
maupun sebagian pada ukuran partikel yang lebih besar dari 200 mesh ( 0.074 mm ) dan
dalam membentuk emas murni yang bebas ( free native gold ). Tiga bentuk utama dari
amalgam adalah AuHg2, Au2Hg and Au3Hg.
III. Sianidasi
Leaching Sianida adalah proses pelarutan selektif oleh sianida dimana hanya logam-
logam tertentu yang dapat larut, misalnya Au, Ag, Cu, Zn, Cd, Co dan lain-lain.
Ekstraksi emas dengan menggunakan leaching sianida ditemukan pertama kali oleh
J. S. Mac Arthur di Glasgow, Scotland tahun 1887, dan sekarang telah dipakai sebagian besar
produksi emas dunia. Walau sesungguhnya banyak lixiviants ( leaching agen ) lainnya yang
dapat digunakan, antara lain :
Proses Sianidasi terdiri dari dua tahap penting, yaitu proses pelarutan / pelindian (
leaching ) dan proses pemisahan emas ( recovery ) dari larutan kaya. Pelarut yang biasa
digunakan dalam proses cyanidasi adalah Sodium Cyanide ( NaCN ),Potassium
Cyanide ( KCN ) , Calcium Cyanide [ Ca(CN)2 ], atau Ammonium Cyanide ( NH4CN ).
Pelarut yang paling sering digunakan adalah NaCN, karena mampu melarutkan emas lebih
baik dari pelarut lainnya.
Ada banyak teori tentang pelarutan emas mulai dari Teori Oksigen Elsner, Teori
Hidrogen Janin, Teori Hidrogen Peroksida Bodlanders, Teori korosi Boonstra, sampai Teori
Pembuktian Kinetika dari Habashi. Teori yang paling banyak dipakai adalah Teori Oksigen
Elsner dan Pembuktian Kinetika Habashi.
Teori Oksigen Elsner, reaksi pelarutan Au dan Ag dengan sianida adalah sebagai berikut :
Teori Pembuktian Kinetika ( Habashi. 1970 ), reaksi pelarutan Au dan Ag adalah sebagai
berikut :
VAT leaching ( pelindian rendaman ) : pelindian emas yang dilakukan dengan cara
merendam bijih emas ( diameter bijih < 5 cm ) yang sudah dicampur dengan batu
kapur dengan larutan sianida pada bak kedap. Air lindianyang dihasilkan kemudian
dikumpulkan untuk dilakukan proses berikutnya. Proses pelindian berlangsung antara
3 – 7 hari dan setelah itu tangki dikosongkan untuk pengolahan bijih yang baru.
Efektifitas ekstraksi emas berkisar 40 – 70 %
Agitated tank leaching ( pelindian adukan ) : pelindian emas yang dilakukan dengan
cara mengaduk bijih emas yang sudah dicampur dengan batu kapur dengan larutan
sianida pada suatu tangki dan diaerasi dengan gelembung udara. Lamanya
pengadukan biasanya selama 24 jam untuk menghasilkan pelindian yang optimal. Air
lindian yang dihasilkan kemudian dikumpulkan untuk kemudian dilakukan proses
berikutnya. Efektifitas ekstraksi emas dapat mencapai lebih dari 90 %.
Tank leaching ( tong pengolahan emas ) dapat menggunakan beberapa model,
selain model tangki silinder dilengkapi propeler sebagai agitator ( pengaduk ), dapat
pula menggunakan tong kerucut dengan menggunakan tenaga angin dari kompresor
sebagai aerator sekaligus agitator.
Tong pengolahan emas model kerucut dapat terbuat dari plat besi dengan rangka besi
sebagai penyangga sehingga posisi tong menjulang tinggi.
Atau membuat sumur yang dengan konstruksi bata daan semen atau dilapisi terpal
plastik agar kedap air.
GOLD RECOVERY
Yaitu proses pemisahan emas ( gold recovery ) dari larutan kaya / PLS ( Pregnant
Liquid Solution ).
Penggunaan serbuk seng ( Zinc dust ) merupakan salah satu cara yang efektif untuk
larutan yang mengandung konsentrasi emas yang sangat halus mulai dari beberapa micron
hingga 50 micron. Serbuk seng -200 mesh yang ditambahkan ke dalam zinc box berisi
larutan kaya, akan mengendapkan logam emas dan perak dalam bentuk ikatan seng emas
yang berwarna hitam. Selain serbuk seng ( zinc dust ), varian / bentuk seng lainnya yang
dapat digunakan yaitu zinc noodle atau zinc foil.
Prinsip pengendapan ini mendasarkan deret Clenel, yang disusun berdasarkan
perbedaan urutan aktivitas elektro kimia dari logam-logam dalam larutan cyanide, yaitu : Li,
K, Ba, Ca, Na, Mg, Al, Zn, Cr, Fe, Cd, Co, Ni, Sn, Pb, Sb, Bi, Cu, Hg, Ag, Pt, Au
Setiap logam yang berada disebelah kiri dari ikatan kompleks sianidanya dapat
mengendapkan logam yang digantikannya. Jadi sebenarnya tidak hanya Zn yang dapat
mendesak Au dan Ag, tetapi Cu maupun Al dapat juga dipakai, tetapi karena harganya lebih
mahal maka lebih baik menggunakan Zn.
Proses pengambilan emas-perak dari larutan kaya dengan menggunakan serbuk Zn ini
disebut “Proses Merill Crowe”.
Carbon-In-Pulp ( CIP )
Carbon-In-Leach ( CIL )
Carbon-ln-Column ( CIC )
Karbon aktif dapat digunakan pada larutan kaya yang sudah jernih melalui kolom (
Carbon ln Column-CIC ) maupun pada tangki pelindian, baik itu dengan cara
menggantungkan karbon yang terletak pada kantong permeable ( Carbon In Leach-CIL )
maupun dengan mencampurkan karbon aktif langsung pada bubur campuran bijih (Carbon In
Pulp-CIP ).
a. Roasting, membakar karbon yang mengandung emas sehingga yang akan tertinggal
berupa abu dan logam emas.Cara ini paling sederhana namun bila terdapat
kandungan merkuri dalam karbon tersebut akan menghasilkan asap merkuri yang beracun
yang akan membayakan penambang dan lingkungan.
Setelah dicuci dengan air bersih, lalu dengan cara merendam karbon ( carbon
stripping ) tersebut pada larutan yang mengandung NaOH 3% dan NaCN 3% dan
dipanaskan sampai mendekati temperatur didih air ( 80 – 90 oC ) pada tangki baja (
stainless steel ) selama paling tidak 2 hari untuk melepaskan Au-Ag dari karbon.
Reaksi pelepasan Au-Ag :
Larutan hasil proses ini kemudian diolah dengan proses merill crowe di atas
atau dengan cara electrowinning. Sedangkan karbon yang masih kasar ( diameter > 1
mm ) dapat digunakan kembali untuk proses penyerapan sampai 5 kali. Lebih dari itu
karbon perlu diaktifkan kembali ( reaktivasi karbon ) dengan cara dicuci dengan asam
klorat ( HCl ) panas (85 oC) dan dilanjutkan dengan pemanggangan pada temperatur
650 o s/d 750 oC.
3. Electrowinning
Electrowinning adalah cara terbaru dan paling efesien digunakan dalam ekstraksi
emas dan perak yang terdapat di air kaya / PLS ( Pregnant Liquid Solution )dengan prinsip
elektrolisa ( reaksi redoks ) dalam sebuah kompartemen. Proses ini melibatkan penggunaan
larutan alkali sianida sebagai elektrolit dalam suatu sel sebagai anoda dan katoda antara lain
dapat menggunakan :
Reaksi sel yang terjadi adalah :
REFINING / Pemurnian
Refining, yaitu melakukan pengolahan logam kotor melalui proses kimia agar
diperoleh tingkat kemurnian tinggi dengan tahapan sebagai berikut :
1. SMELTING ( peleburan ) adalah proses reduksi bijih ( abu hasil roasting atau cake hasil
electrowinning ) pada suhu tinggi ( 1.200 oC ) hingga mendapatkan material lelehan.
Dengan menambahkan Flux formula, salah satunya Borax - Sodium Borate ( Na2B4O7.
10H2O ) sebagai bahan kimia tambahan untuk proses smelting. Fungsi borax dalam proses
smelting yaitu mengikat kotoran penggangu selain logam ( slag / terak ). Sehingga ketika
mencair, matte ( logam lelehan ) akan berada di bawah sedangkan bagian atas disebut slag /
terak yang ditangkap oleh silika berupa semacam kaca yang mudah untuk dipecahkan.
Produk reduksi selama proses pelelehan disebut Dore bullion (Au-Ag alloy).
2. SIZE REDUCTION ( Pengecilan ukuran ) yaitu mereduksi dore bullion (Au-Ag alloy)
yang masih berukuran besar menjadi butiran-butiran kecil, sebelum diproses ke tahap parting.
Idealnya besaran butiran sekitar diameter 2-3 mm dengan kadar emas 25%atau kurang. Bila
perlu dilakukan Quartering, yaitu menurunkan kadar emas dengan penambahan yang tepat
dari tembaga atau perak agar tercapai kadar emas 25%.
Proses ini dilakukan berdasarkan proses perlakuan kimia untuk bahan fase padat yang
umumnya sangat dipengaruhi oleh luas permukaan dari bahan padat tersebut. Semakin luas
permukaannya, maka perlakuan kimia akan semakin baik. Dimana luas permukaan dari suatu
bahan padat berhubungan erat dengan ukuran dari bahan tersebut, artinya semakin kecil
ukuran dari bahan padat, maka permukaannya akan semakin luas.
3. PARTING, yaitu proses untuk memisahkan emas dengan perak dan logam dasar dari dore
bullion ( Au-Ag alloy ) dengan larutan asam nitrat ( HNO3 ). Dipasaran kita dapat temukan
asam nitrat kadar 68%.
Hasil setelah perebusan terakhir, endapan yang ada sudah halus dan berwarna coklat
seperti bubuk kopi. Endapan ini merupakan bullion emas ( High Au Bullion ) dengankadar
emas mencapai 98%, untuk hasil lebih baik dapat diproses dengan Aqua Regiaagar dapat
diperoleh kadar hingga 99.6%.
Sedangkan air hasil bilasan yang ditampung diember dilanjutkan pada proses
hydrometalurgi untuk diambil peraknya.
4. MELTING. Untuk mendapatkan logam emas, endapan bullion emas ( High Au Bullion )
selanjutnya dilebur dengan penambahan borax ( Na2B4O7•10H2O ). Tujuan pemakaian borax
di sini adalah selain untuk mengikat kotoran yang masih ada, juga untuk menahan bullion
agar tidak beterbangan saat terkena hembusan dari blander nantinya.
Setelah bullion dilebur akan tampak menggumpal seperti gumpalan di dasar kowi.
Biarkan dingin dahulu beberapa detik hingga membeku sebelum dicongkel.
Bila menginginkan emas berwarna kuning mengkilat, caranya : dimasak dalam panci
yang dipanaskan hingga dua kali proses pemasakan dengan larutan yang terdiri dari :
Salpeter / sendawa, dapat menggunakan kalium nitrat ( KNO3 ) atau kalsium nitrat (
Ca(NO3)2 ) sebanyak 2 %
Tawas sebanyak 1 %,
NaCl sebanyak 1 %,
Air
Sebelum dilakukan proses pengolahan emas dalam sekala ekonomi tentu diperlukan
langkah praproduksi melalui kajian yang mendalam dari berbagai aspek. Salah satu kajian
yang perlu dilakukan yaitu menguji kandungan mineral dari bijih / batuan yang akan diolah.
Ekstraksi emas secara ekonomi dapat diperoleh dari nilai biji emas sekecil 0,5
gr/1.000 kg ( 0,5 ppm ) rata-rata dengan mudah digali, nilai biji emas khas dalam galian
terowongan terbuka yakni 1,5 gr/1.000 kg ( 1 – 5 ppm ), nilai biji emas dalam tanah atau
galian batu paling tidak 3 gr/1.000 kg ( 3 ppm ). Namun untuk dapat melihat emas dengan
mata telanjang biasanya dibutuhkan nilai biji emas 30 gr/1.000 kg ( 30 ppm ), oleh karenanya
emas tidak akan terlihat dalam kebanyakan galian emas.
Saat ini, tersedia banyak pilihan yang canggih untuk menganalisa sampel batuan dan
mineral. Tergantung pada hasil yang diperlukan, teknik seperti polarized cahaya dan elektron
mikroskopi; difraksi x-ray, dan analisis kimia menggunakan berbagai metode spectrometric.
Di bawah ini dijelaskan metode assaying yang sederhana dan murah, namun memiliki
sensifitas yang cukup memadai, yaitu menggunakan Aqua Regia.
1. Batuan sample dihaluskan hingga #200 mesh, dibutuhkan sample dari pit untuk grade
control sebanyak 50 gr sedangkan sample dari process plant yang berupa konsentrat
sebanyak 20 gr.
2. Dengan menggunakan gelas ukur, buat Aqua Regia yaitu campuran 3 bagian HCL (
atau 4 bagian Muriatic Acid ) ditambah 1 bagian HNO3, sebanyak 4 s/d 5 kali volume
batuan sample. ( 4 s/d 5 ml Aqua Regia per gram material ).
3. Siapkan aquadest dalam labu erlenmeyer.
4. Tuang dengan hati-hati Agua Regia ke dalam labu erlenmeyer yang berisi aquadest .
Komposisi aquadest dengan Aqua Regia adalah 1 : 1, tujuannya agar Aqua Regia
tidak terlalu bau namun masih cukup reaktif.
5. Panaskan Aqua Regia dengan suhu antara 85 s/d 90 0C.
6. Masukkan sedikit demi sedikit batuan yang telah dihaluskan tadi ke dalam Aqua
Regia sambil amati reaksi yang muncul dan biarkan minimal 30 menit. Reaksi
pelarutan emas dengan aqua regia :
Au + 3HNO3 + 4HCl = HAuCl4 + 3NO2 + 3H2O
7. Setelah didinginkan, saring untuk memisahkan larutan Aqua Regia dengan endapan.
8. Untuk menguji ada tidaknya kandungan emas, diteteskan Premixed? ( dapat dibuat
sendiri dengan menggunakan 5% Stannous Chloride / Tin Chloride ( SnCl2 ) yang
dilarutkan dengan 95% HCL ) pada endapan hasil penyaringan, bila berwarna ungu (
disebut Purple of Cassius ) berarti ada emasnya.Stannous Chloride ( SnCl2 )
merupakan reagen untuk mengetes emas yang sangat sensitif, dan mampu mendeteksi
hingga 10 ppb.
9. Untuk menetralkan residu HNO, tambahkan Urea [ CO(NH2)2 ] ke dalam Aqua Regia
yang telah disaring, reaksinya :
6 HNO3 + 5CO(NH2 ) 2 = 8N2 + 5CO2 + 13H2O
Caranya masukkan Urea sedikit demi sedikit sampai reaksi gelembung putihnya
habis. Dari reaksi ini akan membuat asam nitrat menjadi netral dan kondisi pH
berubah dari 0,1 menjadi pH 1,0.
10. Masukkan Natrium Bisulphite dan amati reaksinya. Secara teori, setiap satu gram
emas membutuhkan 1,89 gram Natrium Bisulphite. Namun, harus ditambahkan lebih
banyak, sekitar 1,5 kali lagi.
2HAuCl 4 + 2NaHSO3 = 2Au + 4HCl + Na2 SO4 + SO2
Tunggu sekitar 30 menit, bila ada Presipitat ( endapan lumpur ) warna hitam
kecoklatan, buang larutannya hingga tersisa Presipitat saja dengan cara disaring lalu
dibilas dengan destilled water. Reagen alternatif untuk mengganti Natrium Bisulphite
adalah Sodium Metabisulfide ( SMB ), Oxalic Acid, belerang, dan Sulphur Dioxide
atau Copperas ( Ferrous Sulphate ).
11. Selanjutnya tuang larutan amonia ( 30 ml Aqua Amonia dilarutkan dalam 100 ml air )
perlahan-lahan ke Presipitat sampai pH 8. Anda akan mendapatkan endapan yang
disebut Gold Fulminating. Hati-hati dengan fulminan, jangan sampai kering karena
Highly Explosive, Bahaya!
12. Cuci Presipitat untuk menghilangkan kelebihan amonia. Cuci beberapa kali sampai
pH mencapai dekat 7.
13. Presipitat hasil bilasan tinggal dilebur untuk membentuk bullion emas.
Dewasa ini, penyerapan dengan menggunakan karbon aktif banyak digunakan dalam
proses sianidasi pada skala industri pertambangan besar maupun pertambangan rakyat di
Indonesia, khususnya pengolahan emas dengan Metode CARBON IN PULP.Pengolahan
emas dengan Metode CARBON IN PULP ( CIP ) pertama kali diperkenalkan pada tahun
1951, namun baru populer pada tahun 1973 setelah metode ini dipakai oleh Homestake
Minning Co.'s plant di Lead, Dakota Selatan, USA. Kemudian menyebar luas ke negara-
negara Andino ( negara-negara yang terletak di kawasan pegunungan Alpen ) seperti Peru,
Chili, Equador, Columbia, Venezuela dan menyebrang ke beberapa negara Afrika.Di Asia,
penggunaan metode ini secara kecil dimulai di Filipina awal tahun 1980an yang kemudian
diadopsi di Indonesia ( Sulawesi Utara ) sekitar akhir 1999.
Mengolah emas dengan metode CIP didasarkan kenyataaan bahwa emas dapat
membentuk senyawa kompleks dengan sianida. Proses tahap awalnya, emas yang masih
berupa ore ( bijih ) ditambang pada suatu lokasi penambangan. Ore tersebut selanjutnya
dihancurkan hingga halus kemudian dicampur dengan air ( disebut pulp ). Pulp lalu
dimasukan ke dalam tangki agitator, dan ditambahkan sianida ke dalamnya. Sianida inilah
yang akan membentuk senyawa kompleks emas-sianida yang nantinya akan diserap
oleh karbon aktif.
Karbon aktif yang dipergunakan dapat berasal dari arang batok kelapa, maupun arang
kayu atau batu bara. Yang paling banyak dipakai adalah karbon aktif granular dari arang
batok kelapa. Untuk kualitas baik, setiap kg karbon aktif memiliki daya adsorbsi emas hingga
8 – 16 g, namun kualitas karbon aktif yang tersedia dipasaran rata-rata hanya mampu
mengadsorpsi berkisar 2 – 5 g emas untuk setiap kg-nya.
Proses pelindian dengan sianida atau proses carbon in pulp ( CIP ) dapat dipengaruhi oleh
beberapa hal, yaitu :
1. Sianidasi.
Konsentrasi sianida jika terlalu rendah reaksinya tidak optimum sehingga emasnya
tidak terlarut menjadi emas-sianida. Jika terlalu tinggi akan bereaksi terhadap logam
lain sehingga emas tidak banyak terserap oleh karbon aktif. Selain itu gunakan jenis
sianida yang baik.
Sianida dapat bereaksi dengan unsur selain emas,seperti tembaga, besi, perak, dan
merkuri. Ketika sianida bereakasi dengan zat tersebut, maka akan mengurangi sianida
yang tersedia untuk melarutkan emas. Sehingga terkadang diperlukan sianida yang
lebih banyak untuk melarutkan. Bijih tembaga dengan mineral seperti malachite dan
azurite menyebabkan masalah besar karena mineral tersebut bereaksi dengan cepat
dengan sianida.
Oleh karenanya, perlu dijaga kebutuhan ideal free cyanide. Free cyanide bukanlah
cyanide consumtion ( jumlah sianida yang dipakai ) tetapi sianida yang masih bebas (
belum terikat dengan mineral lain ) dan belum berubah menjadi Sodium Thiocyanate (
NaSCN ). Untuk itu perlu diketahui berapa free cyanide ( CNF ), total cyanide (
CNT ), dan Sodium Thiocyanate-nya ( NaSCN ).
Metode paling umum dipakai adalah dengan menggunakan titrasi AgNO3 di mana
reaksi yang terjadi adalah :
Untuk penjelasan lebih lanjut mengenai penggunaan metode titrasi free cyanide (
CNF ), total cyanide ( CNT ), dan Sodium Thiocyanate-nya ( NaSCN ) silahkan
klik di sini.
2. Alkalinity ( pH tinggi )
Jika pH terlalu tinggi akan menyebabkan proses sianidasi berlangsung lambat, hal ini
dikarenakan sianida menjadi terlalu stabil dalam pulp. Selain itu dengan terlalu rendah
atau terlalu tinggi akan menyebabkan logam-logam lain akan larut dalam sianida yang
membentuk senyawa kompleks sehingga turut terserap oleh karbon aktif.
Telah terbukti bahwa tingkat pembubaran emas dalam larutan sianidaberbanding lurus
dengan jumlah oksigen hadir. Air normal memiliki oksigen terlarut 8-9 ppm yang ada
di dalamnya. Jika oksigen ini digunakan oleh reaksi lainnya, mungkin diperlukan
untuk aerate solusi, merangsang oksigen ke dalamnya, untuk mempercepat reaksi.
Oksigen dari udara adalah agen pengoksidasi untuk memisahkan emas dalam suatu
larutan sianida. Oksigen memainkan peran penting dalam proses leaching. Pada
umumnya semakin tinggi oksigen maka reaksi juga semakin cepat.
Aliran reaksi yang terjadi tersebut tergantung dari aliran oksigen pada katoda. Difusi
oksigen dari sampel ke elektroda berbanding lurus terhadap konsentrasi oksigen
terlarut. Penentuan oksigen terlarut ( DO ) dengan cara titrasi berdasarkan metoda
WINKLER lebih analitis apabila dibandingkan dengan cara alat DO meter. Hal yang
perlu diperhatikan dalam titrasi iodometri ialah penentuan titik akhir titrasinya,
standarisasi larutan Thiosulfate dan pembuatan larutan standar Kalium Bichromate
yang tepat. Dengan mengikuti prosedur penimbangan kaliumbikromat dan
standarisasi tiosulfat secara analitis, akan diperoleh hasil penentuan oksigen terlarut
yang lebih akurat. Sedangkan penentuan oksigen terlarut dengan cara DO meter,
harus diperhatikan suhu dan salinitas sampel yang akan diperiksa. Peranan suhu dan
salinitas ini sangat vital terhadap akurasi penentuan oksigen terlarut dengan cara DO
meter. Disamping itu, sebagaimana lazimnya alat yang digital, peranan kalibrasi alat
sangat menentukan akurasinya hasil penentuan.
3. Karbon aktif.
Di bawah ini adalah spesifikasi yang perlu diperhatikan dalam memilih karbon aktif
untuk adsorbsi emas :
1. Hardness/attrition resistant
2. Activity
3. Total gold capasity adsorption
4. Shape and size distribution
5. Ash content
6. Bulk Density
7. Moisture
8. Surface area
9. %-Carbon Tetrachloride ( CTC / CCl4 )
10. %-w/wt Benzene adsorption
Karbon aktif yang berkualitas baik sangat menentukan hasil produksi emasyang
diperoleh. Karbon aktif yang baik memiliki : struktur pori-pori yang alami, tingkat
ketahanan yang tinggi ( higher resistence ) terhadap gesekan, tingkat kekerasan yang
tinggi ( higher hardness ) dan bentuk yang seragam serta memiliki CTC yang cukip
tinggi. Sebab jika menggunakan karbon aktif yang memiliki CTC rendah, emas yang
terabsopsi dalam karbon aktif akan mudah terlepas lagi saat proses pencucian karbon /
botoyong. CTC yang disarankan sebaiknya 50%-60%. Untuk menghasilkan karbon
CTC tinggi harus menggunakan kiln yang berputar dan datar serta kontrol temperatur
yang akurat. Karbon yang belum melalui proses kiln biasanya hanya memiliki CTC
10 - 20 %. Hendaknya teliti dalam memilih karbon aktif karena secara kasat mata kita
tidak dapat membedakan mana karbon aktif yang memiliki CTC rendah dan mana
yang CTC nya tinggi, untuk itu disarankan untuk menggunakan karbon aktif yang
diketahui jelas asal usul pabriknya dan sistem jaminan kualitasnya untuk menghindari
karbon aktif yang memiliki CTC rendah. Biasanya dalam metode CIP
menggunakan karbon aktif granular dengan ukuran 6x12 atau 6x16 mesh,
sedangkan ukuran 6x16 atau 12x30 mesh digunakan dalam metode CIC. Konsentrasi
penggunaan karbon dalam metode CIP adalah 10-25 gram per liter pulp ( 0.5 sampai
1,2% karbon dari volume ).
4. Ore / rep.
Konsentrasi emas dalam ore sangat menentukan hasil produksi. Ore hasil tambang
sangat bervariasi, ada yang berupa pasir, batu keras ( kuarsa ), batu lunak ( domato ),
lempung ( clay ), dan lumpur.
Secara umum, agar partikel emas dapat cepat larut, slurry untuk keperluan produksi
dibutuhkan ore dari hasil milling 80 - 90% -200 mesh ( -74 micron ) dengan kepadatan 40 -
50%-solid. Partikel emas 45 micron akan larut dalam 10 - 13 jam, sementara partikel
emas 150 micron mungkin memakan waktu 20 - 44 jam untuk larut dalam solusi yang sama.
Untuk mendapatkan hasil optimum, pengolahan emas pada batuan oxydis ( oxide ores )
biasanya cukup efektif dengan penggilingan pada 65 mesh dan leaching dengan 0,05% NaCN
selama 4 - 24 jam dengan kepadatan 50% solids. Sedangkan batuan sulfidis ( sulfida ores )
memerlukan penghalusan hingga 325 mesh dan leaching dengan 0,1% NaCN selama 10 - 72
jam dengan kepadatan 40% solids. ( Weiss 1985 ).
Tangki agitator dan propeller harus seimbang agar pergerakan ore dan karbon
aktif tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat. Karena kalau terlalu cepat senyawa
kompleks emas-sianida tidak optimum terserap oleh karbon aktif dan bila terlalu
lambat, ore akan mengendap yang menyebabkan sianida dan karbon akan
terperangkap ke dalam ore.
Tangki agitator bentuk kerucut dapat menjadi pilihan yang ideal untuk
mengatasi masalah di atas. Namun kelemahan model ini memiliki kapasitas yang
relatif terbatas ( maksimal kapasitas yang disarankan 10 ton ), karena bentuk tabung
yang tinggi dan ramping.
Tetapi pada umumnya, hal ini tidak dipersoalkan dalam proses produksi.
Menurut Vaughan ( 1988 ), proses kelarutan emas menjadi senyawa kompleks emas-
sianida dapat terganggu oleh beberapa hal yang berhubungan dengan adanya mineral-mineral
pengotor ( gangue ) dan sejumlah masalah yang sering muncul sbb :
Sianida ( asam sianida, asam prussiat ), memiliki kegunaan yang tak sedikit,
diantaranya di bidang pertanian, fotografi dan industri logam. Namun, dampaknya terhadap
kesehatan sangat mengerikan. Bila terpapar zat ini, manusia dapat meninggal dalam waktu
kurang dari setengah jam.
Dewasa ini sianida menjadi perhatian masyarakat karena terjadinya banyak kasus
keracunan oleh bahan kimia ini. Tak kenal maka tak sayang, sudah sepatutnya kita mengenali
racun sianida ini lebih jauh. Bukan untuk menyayangi racun tersebut tentunya, namun agar
kita lebih waspada.
Asam sianida murni tidak berwarna, mudah menguap sedikit di atas suhu kamar (
260C ), sangat toksik dan berbau khas. Bau ini akan tercium bila konsentrasi lebih besar atau
sama dengan 1 ppm, dan tidak berbau lagi bila tertutup bau gaslainnya atau saraf sensoris
orang telah rusak/lumpuh.Berat molekulnya ringan, sukar terionisir, dan mudah berdifusi.
Oleh karena itu gas sianida mudah terhisap melalui saluran pernafasan ( paru paru ), saluran
pencernaan, dan kulit
1. HCN ( Hydrogen Sianida ) terdapat pada : Gas gas penerangan, sisa sisa pembakaran.
2. Hydrocyanic Acid ( Prussic Acid ) berbentuk cairan, dapat tercampur dengan air dalam
segala proporsi, dapat diuraikan dengan cepat, larutan netral atau alkali dengan menghasilkan
ammomiak.
Gas gas ini juga dapat dibentuk dari proses destilasi KCN atau Kalium Fero Cyanida dengan
asam sulfat.
3. Di alam, Asam sianida terdapat pada tumbuh tumbuhan yang mengandung amygdalin.
Misalnya, singkong, ubi, biji buah apel, peer, aprikot. Cyanida dengan air dan emulsin akan
terhidrolisir menjadi hidrogen, glukosa dan benzaldehide. Biji biji tersebut mengandung
cyagenetik glycosid yang akan melepaskan cyanida pada waktu dicerna.
Kegunaan
Dalam bentuk garamnya seperti KCN, NaCN, AgCN, digunakan untuk keperluan
fotografi, penyempuhan logam dan pewarnaan. Pada penyepuhan logam, Asam sianida
digunakan dalam proses pembersihan, pengerasan dan penyempuhan logam logam untuk
mendapatkan emas murni dari biji biji logamnya.
Derivat-derivat sianida
Pathophysiology
Akibatnya, terjadi gangguan peredaran dan penggunaan oksigen dalam sel sel
tubuh,sehingga kadar O2 dalam darah ( HbO ) tinggi. Manifestasinya; pertama tama ditandai
dengan meningkatnya pernafasan tubuh akibat terpengaruhnya chemoreceptor di carotic body
dan pusat pusat pernafasan. Pada akhirnya dapat terjadi paralysa dari semua sel sel tersebut
dengan akibat kelumpuhan total dari pernafasan. mengakibatkan anoxia, walaupun kadar
O2 dalam darah ( HbO ) tinggi.
Bentuk Bentuk Keracunan
Prinsip manifestasi dari keracunan adalah sebagai berikut : pernafasan cepat, tekanan darah
turun, convulsi dan coma
A. Keracunan akut
Ingesti / Inhalasi : bila konsentrasi gas minimal 10 x M.L.D. Maka, segera timbul penurunan
kesadaran, convulusi dan akan meninggal dalam 15 menit. Bila mendekati M.L.D. akan
segera timbul gejala gejala : dizziness, pusing pusing, pernafasan cepat, rasa ngantuk, tensi
turun, pols cepat, tidak sadar dan akan mati dalam keadaan kejang kejang dalam waktu 1 jam,
kecuali bentuk garam Na Nitroprusid dalam waktu 12 jam
Acrylonitril, Inhalasi : mual mual, muntah muntah, diare, kelemahan, pusing pusing dan
jaundice. Kontak Kulit : Blistering ( lepuh lepuh ) pada kulit dan ini bukanmerupakan gejala
umum.
Ca-sianida. Ingesti : Flustering ( merah merah ) pada kulit dan membrana mucosa,
pusing pusing, dizziness dan tensi turun.
B. Kronis
Inhalasi : dizziness, kelemahan, kongesti paru-paru, berat badan turun, mental retardation.
Laboratorium
Ditemukan adanya konsentrasi tinggi sianida pada jaringan tubuh. Misalnya, darah, hati,
ginjal. Sedang pada air seni konsentrasinya rendah. Pada umumnya konsentrasi sianida dalam
isi lambung / hati lebih tinggi pada keracunan per oral bila dibandingkan dengan per
inhalasinya. Sebenarnya pada keracunan yang fatal tidak menunjukkan ciri ciri khas, hanya
bau amandel dapat terbau pada waktu dilakukan autopsi. Pada keracunan Na dan K-sianida,
dapat menimbulkan congesti dan korosi pada mucosa trac digestifus.
Pretreatment Sianidasi
Untuk memperkuat proses oksidasi dapat menggunakan oxidizing agents, antara lain
potassium fenicyanide, permanganate, sodium peroxide ( Na2O2 )), and ozone ( O3),
Calsium Oxide ( CaO2 ) . Namun oxidator yang sering digunakan adalahHydrogen
Peroksida ( H2O2 ), selain pertimbangan mudah penggunaannya, bahan ini mudah didapat
dan relatif murah dibanding oxidator lainnya.
Selain itu, kehadiran sulphides reaktif seperti marcasite, pyrrhotite, realgar atau
chalcocite dalam proses sianidasi sering membentuk film pelindung pada permukaan emas
sehingga menghambat proses pelarutan emas. Namun demikian, efek ini dapat dihilangkan
atau diminimalkan dengan cara preareation intensif dan menambahkanLead Nitrat [Pb
(NO3)2] sebagai promotor di dalam pulp.
Ion NO3- adalah anion yang sangat efektif dan kuat dalam mengoksidasi mineral
batuan. Namun bila menggunakan Acid Nitric ( HNO3 ) tentulah membutuhkan penanganan
yang lebih kompleks karena dalam proses sianida membutuhkan pH yang tinggi untuk
mencegah timbulnya gas HCN. Untuk mendapatkan ion NO3- yang netral digunakan Lead
Nitrat [Pb (NO3)2] sebagai promotor. Garam timbal ini akan terurai dalam air menjadi kation
Pb+ dan anion NO3-.
Lead Nitrat [Pb (NO3)2] mencegah terlarutnya sulfida ( S-2 ) dari PbS atau HgS
dalam prosses sianidasi, sehingga menjaga permukaan emas bersih. Penggunaan Lead Nitrat
dapat meningkatkan kecepatan leaching, mungkin melalui pengembangan sel galvanik lokal
antara emas dan timah, khususnya dalam pengolahan sebagian bijih sulfidis yang
mengandung pirit dan sedikit pyrrhotite dan chalcopyrite.
Kebutuhan Lead Nitrat (PbNO3)2 sebagai promotor sebanyak sebanyak 0,01% s/d
0,03% untuk jenis batuan oxydis dan 0,05% s/d 0,08% untuk jenis batuan sulfidis. Proses
penambahan [Pb (NO3)2] dapat dilakukan di awal maupun bersamaan dengan proses
sianidasi. Selain Lead Nitrate, promotor yang sering digunakan adalah Lead
Acetate dan Mercury Acetate.Proses Pretreatment dengan mengunakan oksigen dan lead
nitrat idealnya berlangsung selama 2 jam.
PENGGUNAAN BAHAN GALIAN EMAS
Manfaat emas:
1. Emas juga ternyata mempunyai manfaat fungsional sebagai alat investasi. Emas adalah
jenis investasi yang nilainya saat stabil, likuid, dan aman secara riil serta dapat dikelola
sendiri. Dengan demikian emas sangat layak menjadisalah satu bagian dari portofolio
investasi. Investasi emas cukup diminati karena memang nilai emas cenderung
mengalami kenaikan. Investasi emas memiliki karakteristik berbeda dengan investasi
pasar modal. Investasi di emas jangan seperti investasi saham yang cenderung untuk
jangka pendek. Investasi emas cocok untuk investasi jangka panjang, karena untuk jangka
panjang tren harga emas terus naik. Bagi investor yang memiliki karakteristik mengejar
marjin jangka pendek kurang cocok main di komoditas emas. Namun untuk jangka
panjang, investasi emas sangat menarik karena harga cenderung bertahan namun trennya
terus naik.
2. Emas banyak digunakan sebagai standard keuangan di banyak negara dan juga sebagai
perhiasan , cadangan devisa. Dan sampai saat ini emas merupakan alat pembayran yang
paling utama di dunia.
3. Emas/ gold artinya kuning disebut sebagai standar nilai tukar internasional, alat
pembayaran/ mata uang global ke 4 setelah US$, Euro, Yen, alat penyimpan kekayaan
suatu negara/bank karena nilainya stabil digunakan lebih dari 6000 tahun dan barang
dagangan (mega komoditas), ?four in one? . memiliki kadar bervariasi antara 14 - 24
karat (58.33 - 99,98%). Nama latinnya AURUM artinya "Glowing dawn". (simbol atom
Au 79) hal ini disebabkan karena Emas tidak akan karatan meskipun satuan kualitasnya
disebut dengan karat.
4. Emas digunakan dalam industry modern seperti pergigian dan elektronik. Emas
digunakan kerana daya ketahanan yang baik terhadap pengakisan dan konduktor elektrik
yang sangat bagus.
5. Emas tulen adalah terlalu lembut untuk kegunaan biasa, oleh itu logam ini ditambahkan
kekerasannya dengan mengaloikannya bersama perak (argentum), tembaga (kuprum) dan
logam-logam lain. Emas dan pelbagai jenis aloi emas biasanya digunakan dalam
pembuatan barangan kemas, duit syiling dan sebagai pertukaran perdagangan dalam
banyak negara. Selain itu, emas boleh mengalirkan elektrik dengan amat baik dan tahan
hakisan. Ini menjadikan emas muncul sebagai logam industri penting pada akhir abad ke
20.
Kegunaan lain:
Memandangkan emas merupakan pemantul pancaran inframerah dan cahaya tampak yang
baik, logam ini digunakan sebagai lapisan pelindung pada satelit buatan manusia.
REFERENSI
1. MARSDEN J, HOUSE I. The chemistry of gold extraction [M]. London, UK: Ellis
Horwood Ltd, 1992: 230−264.
2. HISKEY J B. Current status of U.S. gold and silver heap leaching operations [C]//
HISKEY J B. Au & Ag Heap and Dump Leaching Practice. Colorado, US: AIME,
1983: 1−7.
3. GASPARRINI C. The mineralogy of silver and its significance in metal extraction [J].
CIM Bulletin, 1984, 77(86): 99−110.
4. CRUELLS M, ROCA A, PATI? F, SALINAS E, RIVERA I. Cyanidation kinetics of
argentian jarosite in alkaline media [J]. Hydrometallurgy, 2000, 55(2): 153−165.
5. LUNA R M, LAPIDUS G T. Cyanidation kinetics of silver sulfide [J].
Hydrometallurgy, 2000, 56(2): 171−188.
6. CRUZ R, LUNA-S?CHEZ R M, LAPIDUS G T, GONZ?EZ I, MONROY M. An
experimental strategy to determine galvanic interactions affecting the reactivity of
sulfide mineral concentrates [J].Hydrometallurgy, 2005, 78(2): 198−208.
7. LOROESCH J, KNORRE H, GRIFFITHS A. Developments in gold leaching using
hydrogen peroxide [J]. Mining Engineering, 1989, 41(9): 963−965.
8. DUTRIZAC J E. The leaching of silver sulfides in ferric ion media [J].
Hydrometallurgy, 1994, 35(3): 275−292.
9. NUGENT A, BRACKENBURY K, KINNER J. AuPLUS systems for the treatment
of gold ores using hydrogen peroxide and calcium peroxide [C]// World Gold’91.
Queensland: AIMMEM, 1991: 173−176.
10. DESCHENES G, ROUSSEAUB M, TARDIFC J, PRUD'HOMMEA P J H. Effect of
the composition of some sulphide minerals on cyanidation and use of lead nitrate and
oxygen to alleviate their impact [J]. Hydrometallurgy, 1998, 50(2): 201−205.
11. XIE F, DREISINGER D. Leaching of silver sulfide with ferricyanide-cyanide
solution [J]. Hydrometallurgy, 2007, 88(1/4): 98−108.
12. LEVICH V G. Physicochemical hydrodynamics [M]. Englewood Cliffs, New Jersey:
Prentice Hall, 1962: 688−689.
13. JEFFREY M I, RITCHIE I M. The leaching and electrochemistry of gold in high
purity cyanide solutions [J]. Journal of Electrochemical Society, 2001, 148(4):
D29−D36.
14. WADSWORTH M E. Surface processes in silver and gold cyanidation [J].
International Journal of Minerals Processing, 2000, 58(1/4): 351−368.
15. GUZMAN L, SEGARRA M, CHIMENOS J M, CABOT P L, ESPIELL F.
Electrochemistry of conventional gold cyanidation [J]. Electrochimica Acta, 1999,
44(16): 2625−2632.
16. “Cyanide in Mining: Some Observations on the Chemistry, Toxicity, and Analysis of
Mining Related Waters.” Robert Moran, Ph.D. Invited Paper, Presented at the Central
Asia Ecology- 99 Meeting, Lake Issyk Kul, Kyrgyzstan. Sponsored by Soros
Foundation. June 1999. Available on the web
at http://www.mpi.org.au/features/esm_background.html (note the underscore) or
contact Robert Moran at remoran@aol.com.
17. “Cyanide Spill at Baia Mare Romania.” United Nations Environment Program
(UNEP) and Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (OCHA)
Assessment Mission. March 2000.
Available on the web at http://www.unep.ch/roe/baiamare.htm.
18. “Cyanide Uncertainties: Observations on the Chemistry, Toxicity, and Analysis of
Cyanide in Mining Related Waters.” Robert Moran, Ph.D. Mineral Policy Center
Issue Paper No. 1. Available on the web
athttp://www.mineralpolicy.org/publications/issuepapers.php3?nav=4.
19. Ahsan 1989. "Detoxification of Cyanide in Heap Leach Piles Using Hydrogen
Peroxide", Ahsan, M Q, et al., In World Gold, proceedings of the First Joint
SME/Australian Institute of Mining and Metallurgy Meeting, R. Bhappu and R.
Ibardin (editors), 1989.
20. Altringer 1991. Altringer, P B, Lien, R H., Gardner, K R, Biological and Chemical
Selenium Removal From Precious Metals Solutions, proceedings of the Symposium
on Environmental Management for the 1990s, Denver, Colorado, February 25-28,
1991.
21. BOM 1978. US Department of the Interior, Bureau of Mines, Processing Gold Ores
Using Heap Leach-Carbon Adsorption Methods, Information Circular No. 8770,
Washington, DC, 1978.
22. BOM 1984. US Department of the Interior, Bureau of Mines, Gold and Silver
Leaching Practices in the United States, Information Circular No. 8969, Washington,
DC, 1984.
23. BOM 1986. US Department of the Interior, Bureau of Mines, Precious Metals
Recovery for Low-Grade Resources, proceedings of the Bureau of Mines Open
Industry Briefing Session at the National Western Mining Conference, Denver,
Colorado, February 12, 1986. Information Circular No. 9059. Washington, DC.
24. BOM 1978. US Department of the Interior, Bureau of Mines,Processing gold ores
using heap leachsarbon adsorption methods / by H. J. Heinen, D. G. Peterson, and R.
E. Lindstrom. [Washington] : U.S. Dept. of the Interior. Bureau of Mines, 1978.
25. J. S. At,. Inst. Min. Metal/., vol. 88, no. 8. Aug. 1988. pp. 257-264. Process options
for the retreatment of gold- bearing material from sand dumps by P.J. VANSTADENt
and P.A. LAXEN
26. THE ASSAYING AND REFINING OF GOLD A Guide for the Gold Jewellery
Producer by Peter Raw, Publication Date: April 1997 Reprinted 2001 Published by
the World Gold Council, Industrial Division, Times Place, 45 Pall Mall, London
SW1Y 5JG
Telephone: +44 (0)20 7930 5171. Fax: +44 (0)20 7839 6561 Produced by Peter Raw
Editor: Dr Christopher W Corti Originated and Printed by: Trait Design
27. PEDOMAN TEKNIS PENCEGAHAN PENCEMARAN DAN/ATAU
KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP AKIBAT PERTAMBANGAN EMAS
RAKYAT, Lampiran Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 23
Tahun 2008 Tanggal : 31 Desember 2008
28. Kimia Anorganik - Unsur Au, Available on the web at http://bagus-
rahmat.blogspot.com/2008/06/kimia-anorganik-unsur-au.html