You are on page 1of 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

A. Model Infiltrasi Green And Ampt

Pada awalnya model infiltrasi Green and Ampt dikembangkan untuk

mengetahui tingkah laku infiltrasi air dalam tanah pada permukaan yang

horizontal. Chen dan Young (2006) telah melakukan modifikasi terhadap

persamaan model infiltrasi Green and Ampt pada permukaan tanah yang memiliki

kemiringan tertentu, sehingga model infiltrasi Green and Ampt dapat diterapkan

pada lereng (slope).

Gambar 2.1 Profil Green and Ampt (Chow dkk., 1988)

6
7

Pada Gambar 2.1 menampilkan gambar sederhana dari model Green dan

Ampt, dimana zona pembasahan (zw) adalah sebuah wilayah yang memiliki kadar

air sebelum (Ti) dan porositas (K) pada kondisi jenuh. Zona pembasahan terus

merembes sampai pada kedalaman tertentu (L) dalam waktu t sejak infiltrasi

dimulai. Air menggenang sampai pada kedalaman yang dangkal ho di atas

permukaan tanah.

Modifikasi yang dilakukan Chen dan Young (2006) terhadap persamaan

Green and Ampt untuk persamaan perhitungan aliran air di bawah permukaan

tanah didapat:

(2.1)

(2.2)

dengan :

: Kumulatif infiltrasi pada waktu t (mm )

: Laju potensial infiltrasi pada waktu t (mm/jam )

: Koefisien permeabilitas (mm/jam )

: (mm/jam )

: Satuan waktu (jam )

: Sudut kemiringan lereng (º )

: Perbedaan kadar air sebelum dan ketika hujan (% )

: Tinggi tekanan air pori negatif pada zona pembasahan (mm )


8

Dalam kasus ini parameter dan dikombinasikan ke dalam satu

persamaan dan disebut dengan kelembaban-penghisap (moisture-suction

( )). Daya hidraulik dan kelembaban-penghisap merupakan turunan dari

parameter tanah yang dapat diperoleh dari uji laboratorium ataupun uji di

lapangan. Pada Tabel 2.1 akan ditunjukkan nilai dari parameter Green and Ampt

untuk beberapa jenis tanah (Klasifikasi USDA) (Chow dkk., 1988)

Table 2.1. Parameter Yang Diperlukan Dalam Model Infiltrasi Green and Ampt
(Rawls dkk., 1983 dalam Muntohar dan Liao, 2008)

Rentang
Rentang (mm)
Kadar Air Rentang *
Jenis Tanah Porositas yang
efektif (mm) (mm/jam) (mm/jam)
dipakai

Pasir 0,374 ~ 0,50 0,354 ~ 0,48 9,7 ~ 253,6 117,8 49,5 235,6*
Pasir-loam 0,363 ~ 0,506 0,329 ~ 0,473 13.5 ~ 279,4 29,9 61,3 59,8*
Loam-berpasir 0,351 ~ 0,555 0,283 ~ 0,541 26,7 ~ 454,7 10,9 110,1 21,8*
Loam 0,375 ~ 0,551 0,334 ~ 0,534 13,3 ~ 593,8 3,4 88,9 6,8*
Loam-berlanau 0,420 ~ 0,582 0,394 ~ 0,578 29,2 ~ 953,9 6,5 446,8 13*
Loam-berlempung
0,332 ~ 0,464 0,235 ~ 0,425 44,2 ~ 1,083 1,5 218,5 3*
berpasir
Lempung-loam 0,409 ~ 0,519 0,279 ~ 0,501 47,9 ~ 991 1 208,8 2*
Loam-berlempung
0,418 ~ 0,524 0,347 ~ 0,517 56,7 ~ 1,315 1 273 2*
berlanau
Lempung bepasir 0,370 ~ 0,490 0,207 ~ 0,435 40,8 ~ 1,402 0,6 239 1,2*
Lempung berlanau 0,425 ~ 0,533 0,334 ~ 0,512 61,3 ~ 1,394 0,5 292,2 1*
Lempung 0,427 ~ 0,523 0,269 ~ 0,501 63,9 ~ 1,565 0,3 316,3 0,6*
*Modifikasi Rawls dkk. (1983) oleh Rawls dkk. (1993)

Pada klasifikasi USDA, loam adalah istilah yang dipakai pada bidang

pertanian. Loam merupakan tanah dengan komposisi pasir, debu, dan lempung
9

dalam jumlah yang relatif seimbang (sekitar 40-40-20). Tanah semacam ini

dianggap ideal bagi bercocok tanam karena memiliki cukup hara dan humus

daripada tanah pasiran, serapan dan drainasi air tanah lebih bagus daripada tanah

debuan, dan lebih mudah diolah daripada tanah lempungan.

Model Green and Ampt diasumsikan untuk memenuhi kondisi-kondisi

sebagai berikut :

1. Tinggi tekanan air pori negatif pada zona pembasahan (\f ) adalah tetap.

2. Perbedaan kandungan air volumetrik ('T) adalah seragam antara sebelum dan

sesudah basah.

3. Koefisien permeabilitas (k) adalah tetap dan sama dengan koefisien

permeabilitas pada saat jenuh air (ks)

Parameter tanah pada model Green and Ampt diasumsikan memiliki kadar

air yang jenuh mulai dari permukaan sampai dengan kedalaman area zona

pembasahan selama masa infiltrasi, tetapi tanah yang basah masih menyisakan

kadar air. Kedalaman vertikal dari zona pembasahan dapat diestimasi dengan

persamaan berikut:

(2.3)

dengan :

: Komulatif infiltrasi pada saat waktu t (mm )

: Satuan waktu (jam )

: Kedalaman wilayah muka basah/zona pembasahan (mm )


10

: Sudut kemiringan lereng (º )

: Kadar air mula-mula (% )

: Kadar air ketika hujan (% )

Model infiltrasi Green and Ampt dapat diterapkan pada infiltrasi hujan

steady dan infiltrasi hujan unsteady. Selama masa hujan, angka potensial infiltrasi

dapat dihitung dari persamaan Green and Ampt sehingga menghasilkan tiga kasus

yang mungkin.

1. Intensitas hujan lebih besar dari laju potensial infiltrasi (kasus 1).

Permukaan dasar berada pada keadaan jenuh air pada interval waktu

(kasus 1). Karenanya infiltrasi hujan dapat dihitung menggunakan persamaan

sebagai berikut :

(2.4)

dengan :

: Komulatif infiltrasi pada saat jenuh pada saat waktu t (mm )

: Komulatif infiltrasi sesudah waktu t (mm )

: Laju potensial infiltrasi pada waktu t (mm/jam )

: Koefisien permeabilitas (mm/jam )

: (mm/jam )

: Satuan waktu (jam )


11

: Sudut kemiringan lereng (º )

: Perbedaan kadar air sebelum dan ketika hujan (% )

: Perbedaan waktu (jam )

: Tinggi tekanan air pori negatif pada zona pembasahan (mm )

2. Intensitas hujan lebih kecil dari laju potensial infiltrasi ketika awal mula

hujan terjadi, tetapi kemudian intensitas hujan mulai membesar daripada

angka potensial infiltrasi (kasus 2).

Jadi permukaan dasar berubah dari tidak jenuh air menjadi jenuh air

pada inteval waktu (kasus 2). Di luar waktu tersebut hujan lain yang

ditambahkan akan menjadi aliran permukaan. Jika kasus 2 terjadi infiltrasi

hujan dapat dihitung menggunakan persamaan :

(2.5)

dengan :

: Komulatif infiltrasi pada saat jenuh (mm )

: Komulatif infiltrasi sesudah waktu t (mm )

: Intensitas hujan pada saat t (mm/jam )

: Koefisien permeabilitas pada saat jenuh (mm/jam )

: (mm/jam )

: Satuan waktu (jam )

: Sudut kemiringan lereng (º )


12

: Perbedaan kadar air sebelum dan ketika hujan (% )

: Perbedaan waktu (jam )

: Tinggi tekanan air pori negatif pada zona pembasahan (mm )

Waktu yang dicapai pada saat jenuh ditentukan dengan cara

(2.6)

dengan :

Waktu yang dicapai saat jenuh (jam )

: Perbedaan waktu (jam )

3. Infiltrasi hujan lebih kecil dari pada laju potensial infiltrasi (kasus 3).

Hal ini berarti tidak ada kejenuhan pada interval waktu (kasus 3).

Untuk kasus 3, seluruh air hujan terinfiltrasi ke dalam tanah. Tetapi

permukaan tanah tidak mengalami jenuh air. Permukaan hanya mengalami

kejenuhan jika angka potensial infiltrasi menjadi lebih kecil dari pada

intensitas hujan.

(2.7)

dengan :

: Komulatif infiltrasi tidak dalam keadaan jenuh (mm )

: Komulatif infiltrasisebelumnya (mm)

: Intensita hujan (mm/jam)

: Perbedaan waktu (jam )


13

Laju potensial infiltrasi (f(t)) dari komulatif infiltasi (F(t)) selama hujan

berlangsung dapat dihitung menggunakan Persamaan 2.1. Laju potensial infiltrasi

tersebut digunakan untuk menentukan ketiga kasus yang mungkin terjadi selama

hujan berlangsung. Tiga kasus yang mungkin terjadi selama hujan berlangsung

diperlihatkan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Infiltrasi Air Hujan Dan Intensitas Hujan Pada Model Infiltrasi
Green and Ampt (Muntohar dan Liao, 2008)

B. Model Stabilitas Lereng

Saat terjadi hujan, air hujan akan terinfiltrasi ke dalam permukaan tanah

secara terus-menerus pada daerah yang tidak jenuh air di bagian atas. Proses ini

menghasilkan zona pembasahan di daerah dengan kedalaman tertentu di sekitar


14

permukaan tanah dan mungkin menyebabkan kegagalan lereng selama periode

hujan. Kegagalan lereng dianggap terjadi dalam bentuk longsoran atau gelinciran

berbentuk pararel terhadap permukaan lereng. Karena itu analisis selanjutnya akan

menggunakan model lereng tak terhingga (infinite slope model) yang ditunjukkan

oleh Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Model Lereng Tak Terhingga (Infinite Slope Model)


(Muntohar dan Liao, 2008)

Pada analisis lereng menggunakan model lereng tak terhingga (infinite

slope model) diharapkan dapat mengetahui nilai faktor keamanan (safety factor).

Dimana faktor keamanan merupakan nilai perbandingan antara gaya yang

menahan dan gaya yang menggerakkan. Sebuah lereng dapat dikatakan stabil jika
15

QLODL IDNWRU NHDPDQDQ !  GDQ WLGDN VWDELO MLND IDNWRU NHDPDQDQ ”  3DGD

perencanaan faktor keamanan yang digunakan dalah 1,5.

Berdasarkan tingkah laku dari tanah yang tidak jenuh air, faktor keamanan

(safety factor) terhadap kelongsoran lereng akan diperkirakan menggunakan

kriteria dari Mohr-Coulumb failure (Fredlund dkk., 1978).

(2.8)

dengan :

: Faktor keamanan

: Kohesi tanah efektif (kPa )

: Tegangan normal (kPa )

: Tekanan udara normal (kPa )

: Sudut gesek internal antar butiran pada kondisi jenuh (º )

: Tekanan air pori (kPa )

: Sudut gesek internal antar butiran pada kondisi kering (º )

: Berat volume tanah total (kN/m3 )

: Kedalaman muka basah (mm )

: Sudut kemiringan lereng (º )

Seperti yang ditunjukkan dalam Persamaan 2.8, matrik tekanan menurun

berdasarkan peningkatan kadar air dan menjadi 0 ketika tanah jenuh air. Nilai dari

berhubungan dengan matrik tekanan; hampir sama dengan sudut gesek

internal antar butiran dari tanah dengan tekanan rendah (Fredlund dkk., 1978).
16

Dalam kasus ini, diasumsikan memiliki kesamaan dengan , adalah

tekanan atmosfer dan . Tegangan normal,

, sehingga Persamaan 2.8 akan menjadi:

(2.9)

dengan :

: Faktor keamanan

: Sudut gesek internal antar butiran pada kondisi jenuh (º )

: Sudut kemiringan lereng (º )

: Kohesi tanah efektif (kPa )

: Tinggi tekanan air pori negatif pada muka basah (mm )

: Berat volume tanah total (kN/m3 )

: Kedalaman muka basah (mm )

C. Metode Secant

Operasi perhitungan matematika tidak lepas dari sebuah metode numerik

untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang diformulasikan secara

matematis dengan operasi hitungan. Metode numerik memberikan cara-cara untuk

menyelesaikan bentuk persamaan tersebut secara perkiraan hingga didapat hasil

yang mendekati penyelesaian secara benar (eksak) (Triatmodjo, 1992).


17

Penyelesaian numerik dilakukan dengan perkiraan yang berurutan (iterasi), maka

tiap hasil akan lebih teliti dari perkiraan sebelumnya. Dengan berbagai iterasi

yang dianggap cukup, akan didapat hasil perkiraan yang mendekati hasil yang

benar (eksak) dengan toleransi yang diijinkan.

Salah satu metode numerik yang sering dipakai dalam penyelesaian

matematik adalah metode Newton-Rapson. Pada metode Newton-Rapson

diperlukan turunan pertama (diferensial) dari sebuah persamaan. Permasalahan

yang ada ketika menggunakan metode Newton-Rapson adalah terkadang sulit

untuk mendapatkan turunan pertama dari sebuah persamaan matematika.

Karenanya alternaif lainnya adalah metode Secant. Penjelasan mengenai metode

Secant dapat dilihat pada Gambar 2.4. Pada metode Secant taksiran awal

diramalkan oleh extrapolasi garis singgung dan fungsi terhadap sumbu x.

Gambar 2.4 Metode Secant (Triatmodjo, 1992)

Nampak pada Gambar 2.4, garis singgung di titik xi didekati oleh bentuk berikut:
18

(2.10)

Jika disubstitusikan Persamaan 2.10 ke dalam pendekatan turunan pada

persamaan Newton-Rapson pada Persamaan 2.11, maka diperoleh persamaan

metode Secant yaitu pada Persamaan 2.12.

(2.11)

(2.12)

Pada metode ini pendekatan memerlukan dua nilai awal dari x, yang digunakan

untuk memperkirakan kemiringan dari fungsi.

Sebagai contoh perhitungan metode Secant pada penyelesaian sebuah

persamaan matematika ditunjukkan pada Tabel 2.2, dimana x1 dianggap sebagai

nilai awal dan x2 dianggap sebagai nilai akhir dari sebuah persamaan matematika

f(x). Pada persamaan f(x) tersebut, dicari nilai x3 dimana f(x §.

Tabel 2.2 Hasil Hitungan dengan Metode Secant


(Triatmodjo, 1992)
Jumlah
x1 x2 x3 f(x1) f(x1) f(x3)
Iterasi
1 1,0 2,0 1,57142 -4,0 3,0 -1,36449
2 2,0 1,57142 1,70540 -3,0 1,36449 -0,24784
3 1,57142 1,70540 1,37513 -1,36449 -0,24784 0,02920
4 1,70540 1,73513 1,73199 -0,24784 0,02920 -0,000575
5 1,73513 1,73199
19

Metode Secant digunakan untuk menyelesaikan perhitungan komulatif

infiltrasi (F(t)) pada Persamaan 2.4, dimana intensitas hujan (I(t)) lebih besar

daripada laju potensial infiltrasi (f(t)). Untuk dapat digunakan metode Secant pada

perhitungan komulatif infiltasi (F(t)), maka Persamaan 2.4 dimodifikasi sehingga

menjadi Persamaan 2.13.

(2.13)

Pada penyelesaian secara numerik dari suatu persamaan matematika hanya

memberikan nilai perkiraan yang mendekati nilai eksak (benar) dari penyelesaian

analitis. Berarti dalam penyelesaian numerik tersebut terdapat kesalahan terhadap

nilai eksak (Triatmodjo, 1992). Pada bagian ini, bentuk kesalahan diberikan dalam

bentuk kesalahan absolut dan kesalahan relatif. Untuk menentukan besaran

kesalahan absolut dapat ditentukan dengan Persamaan 2.14 berikut ini.

(2.14)

dengan :

: Kesalahan terhadap nilai eksak

: Nilai eksak

: Nilai perkiraan
20

Besarnya tingkat kesalahan dapat dinyatakan dalam bentuk kesalahan

relatif, yaitu dengan membandingkan kesalahan yang terjadi dengan nilai eksak.

Tetapi nilai eksak pada penyelesaian sebuah persamaan matematika biasanya

tidak diketahui. Untuk menentukan besaran kesalahan relatif dapat ditentukan

dengan menggunakan Persamaan 2.15.

(2.15)

dengan :

: Kesalahan realatif terhadap perkiran terbaik

: Kesalahan terhadap nilai perkiraan terbaik

: Nilai perkiraan terbaik

You might also like