You are on page 1of 27

BAB II

ASPEK KETERKAITAN LINGKUNGAN/ KONTEKSTUALITAS

2.1. Perencanaan Kota (Urban Planning)


Perencanaan kota merupakan proses penyusunan rencana tata ruang kota, yang
didalamnya terkandung arahan penataan ruang kota dan juga merupakan suatu kegiatan
dan upaya yang dilakukan secara sistematis di dalam ranah publik untuk membentuk masa
depan wilayah perkotaan. Perencanaan kota perlu menghadapi kemajemukan dan
perbedaan, perencana kota mesti menghindarkan keyakinan adanya kepentingan publik
seragam.
Diprediksi dapat menyerap ribuan tenaga Kerja nantinya. Pertumbuhan ekonomi di
wilayah Surabaya utara dan sekitarnya diyakini akan tumbuh pesat, seiring dengan
beroperasinya Jembatan Suramadu sebagai penghubung ke pulau madura. Sejumlah
investor asing maupun dalam negeri terus dijajagi untuk mengembangkan kawasan ini.
sekitar kaki jembatan Suramadu akan terus dikembangkan sebagai kawasan industri
bergengsi. Sehingga, diharapkan investasi di kawasan itu kian menjanjikan.

2.1.1. Dasar Pengembangan Kawasan Kaki Jembatan Suramadu (KKJS)


Menggabungkan areal perumahan, rekreasi, dan industri, pembangunan Jembatan
Suramadu dibarengi dengan penataan daerah sekitarnya. Skenario besar sudah disiapkan
pemprov. Sesuai rencana, kawasan "kaki-kaki" jembatan bakal dirombak secara besar-
besaran dengan konsep kota modern.
Pemprov telah menyerahkan draft rencana pengembangan kawasan kaki
Suramadu ke DPRD Jatim untuk dibahas lebih detail. Sesuai rencana, lahan di sekitar kaki
jembatan itu akan dibangun dengan konsep yang mengombinasikan perumahan, rekreasi,
dan industri.
Kaki Suramadu berada di sisi Surabaya dan Madura. Sisi Surabaya meliputi Tambak
Wedi, sedangkan Madura dipusatkan di kawasan Desa Sukolilo Barat Labang, Bangkalan. Dua
kawasan itu ditata agar tidak kumuh dan sesuai dengan pembangunan jembatan tersebut.
Sisi Surabaya akan diarahkan untuk daerah wisata. Di sana disiapkan 300 hektare
lahan untuk pengembangan fungsi rekreasi keluarga. Kawasan yang dikonsep sebagai areal
fairground itu diperuntukkan sebagai ruang pameran, shopping mall, taman bermain anak,
concert hall, dan convention hall.
Sementara itu, sisi Bangkalan akan dibangun sesuai konsep wisata yang bernuansa
budaya masyarakat setempat. Misalnya, dibangun lapangan karapan sapi, pusat kerajinan,
dan hasil bumi khas Madura. Namun, fokus utamanya adalah pengembangan perumahan
dan perindustrian.

Gambar 2.1. Peta Pembagian Wilayah Pengembangan


Sumber : RTRW Surabaya Tahun 2013

Berdasarkan Rencana Unit Pengembangan Wilayah Darat Kota Surabaya di dalam


Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Surabaya Tahun 2008 , Unit Pengembangan III
Tambak Wedi dengan luas wilayah 1.441,53 Ha terdiri dari Kecamatan Bulak seluas 677,52
Ha dan Kecamatan Kenjeran seluas 764,01 Ha yang terletak disisi bagian timur laut dari
wilayah Kota Surabaya yang berbatasan langsung dengan Selat Madura. UP III Tambak Wedi
memiliki Fungsi utama sebagai kawasan permukiman, perdagangan jasa, rekreasi dan
konservasi yang berpusat di daerah Tambak Wedi.
Sedang berdasarkan Rencana Zona Wilayah Laut Kota Surabaya, karena UP III
Tambak Wedi berbatasan langsung dengan pantai Selat Madura maka Unit Pengembangan
ini masuk ke dalam Zona 3 Tambak Wedi – Kenjeran yang terdiri atas wilayah laut yang
berada di sebelah timur laut di sekitar Tambak Wedi – Pantai Kenjeran. Zona ini sendiri
memiliki luas wilayah 4.375 Ha yang memiliki fungsi utama sebagai wisata bahari, areal
penangkapan dan budidaya perikanan, dan alur pelayaran kapal nelayan.
Perkembangan Kota Surabaya di sekitar pantai utara di Kawasan Kaki Jembatan
Suramadu sangat berpengaruh terhadap perkembangan ekonomi serta sosial masyarakat
daerah pesisir pantai utara Surabaya. Perkembangan ini direncanakan pada tahun 2005
sejauh 400ha, sekarang direncanakan hingga mencapai 600ha dari KKJS, tidak hanya
berkembang peruntukannya menjadi perumahan namun juga menjadi perdagangan, jasa,
dan pelayanan umum. Perubahan penggunaan yang semula didominasi tambak menjadi
kawasan terbangun, ternyata menambah problem di tempat lain, yang menonjol adalah
banjir yang terjadi di bagian wilayah sebelah Barat Pantai Timur Surabaya, semakin
berkurangnya kawasan konservasi dan meningkatnya pencemaran baik dari luar maupun
dari dalam wilayah perencanaan sendiri.
Oleh karena itu untuk kebutuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH), jalur hijau tepi pantai,
yang membentang sekitar 11 Km dari pantai Kenjeran sampai muara Sungai Wonokromo
sebagian besar ditumbuhi oleh mangrove dan diperkirakan mencapai luas sekitar 55 – 75 Ha.
Jalur hijau tepi sungai yang terdapat di sepanjang Kali Surabaya, Kali Kanal dan Kali Mas,
selain berupa tanaman rerumputan juga berupa tanaman hias dan tanaman peneduh.
Adapun luas wilayah perencanaan untuk daerah KKJS yang sebesar ±600Ha belum
direncanakan secara eksplisit, masih secara implisit. Untuk wilayah perencanaan yang
sebesar ±400ha di kaki Surabaya, memiliki batasan wilayah sebagai berikut:
Sebelah Utara : Selat Madura
Sebelah Timur : Selat Madura
Sebelah Selatan : Perempatan Kec. Kenjeran
Sebelah Barat : Sungai di Bulak banteng dan Bulak Banten Lor

2.1.2. Karakteristik Kawasan Kaki Jembatan Suramadu


Kondisi Geografis
Faktor - faktor fisik dasar yang dibutuhkan untuk perencanaan kawasan antara lain adalah :
a. Topografi
Topografi merupakan kondisi tinggi-rendahnya muka bumi. Berdasarkan Peta Data
Pokok Kotamadya Dati II Surabaya tahun 1992, bahwa kawasan perencanaan sisi
Surabaya terletak pada ketinggian antara +1 sampai +4 meter dari Titik I BPP Tanjung
Perak dan +3,6075 meter terhadap ARP (Air Rendah Purnama), dengan kemiringan tanah
antara 0 – 2%. Tepatnya bagian dari pesisir pantai Utara Surabaya.
b. Geologi dan Jenis Tanah
Menurut Peta Data Pokok Kotamadya Dati II Surabaya tahun 1992, wilayah perencanaan
bagian Surabaya didominasi oleh jenis tanah alluvial hidromorf (endapan sungai atau
endapan pantai) dengan kedalaman efektif tanah lebih dari 90 cm dan bertekstur halus.
Kondisi permeabilitas tanah umumnya lambat dan produktivitas bervariasi, dari rendah
sampai sedang. Kondisi tanahnya merupakan tanah lempung/liat, dengan tingkat
plastisitas yang relative tinggi, hal ini berarti daya dukung terhadap bangunan relatif
rendah. Kawasan ini mempunyai ketebalan tanah permukaan 10 meter sampai 18 meter
yang terletak di atas dasar tanah liat. Sehingga untuk konstruksi bangunan tinggi
kedalaman harus mencapai 25 sampai 30 meter. Disamping itu air permukaan bersifat
asin.
c. Hidrologi
Kawasan perencanaan wilayah Surabaya dilewati oleh dua sungai dari arah selatan-utara
menuju dan bermuara di selat Madura, yaitu Saluran Tambak Wedi (Kali Tebu/Pogot)
dan Saluran Jeblokan (Kali Kedung Cowek/Kali Lom). Sedangkan genangan air terdapat di
daerah perempatan Jl. Kedinding Lor serta genangan akan terjadi kalau air laut sedang
pasang.
d. Daya Dukung Tanah
Kemampuan tanah adalah daya dukung tanah terhadap bangunan di atasnya. Beberapa
faktor yang berhubungan dengan kemampuan tanah adalah :
 Tekstur tanah, yaitu keadaan bahan padat anorganik atau kasar halusnya tanah yang
ditemukan berdasarkan perbandingan fraksi-fraksi debu, pasir, dan air. Surabaya
termasuk daerah dengan tekstur tanah halus.
 Kedalaman efektif tanah, yaitu tebalnya lapisan tanah dari permukaan sampai bahan
baku induk atau sampai suatu lapisan tanah dimana akar tanaman tidak dapat
menembusnya. Untuk wilayah perencanaan Surabaya kedalaman efektif tanah ± 90
cm.
 Lereng adalah sudut yang dibentuk oleh permukaan tanah dengan bidang horizontal.
Untuk wilayah perencanaan Surabaya mempunyai kemiringan (lereng) 0-2%.
 Erosi adalah peristiwa pengikisan permukaan tanah oleh aliran permukaan, sehingga
mengakibatkan butiran-butiran tanah tergerus. Untuk wilayah perencanaan
Surabaya tidak terdapat erosi laut.
 Drainase adalah keadaan menunjukkan lama dan seringnya tanah jenuh terhadap
kandungan air atau menunjukkan kecepatan meresapnya air dari permukaan tanah.
Untuk wilayah perencanaan Surabaya merupakan daerah tergenang khususnya pada
kawasan tambak (bagian utara).
e. Klimatologi
Kondisi iklim di wilayah perencanaan Surabaya, antara lain temperature terendah di
Surabaya pada bulan September yaitu 19 oC dan tertinggi pada bulan Januari yaitu
35,2oC. tekanan udara di Surabaya maksimum sebesar 1.013,6 mbs pada bulan Januari
dan minimum sebesar 1.007,3 mbs pada bulan Desember. Curah hujan tertinggi
mencapai 532 mm selama 15 hari hujan pada bulan Februari, sedang terendah adalah 5
mm selama 3 hari pada bulan September.

2.1.3. Tinjauan Nasional, Regional, dan Lokal


Gerbangkertosusila, adalah akronim dari Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya,
Sidoarjo, Lamongan. Kawasan ini dimaksudkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Jawa Timur sebagai kawasan perkembangan ekonomi dengan pusatnya di Surabaya.
Kawasan ini serupa dengan istilah Jabodetabek dengan pusat di Jakarta. Dengan
perkembangan yang sangat pesat, yang meliputi jumlah penduduk dan ekonomi, dari
wilayah urban megapolitan Gerbangkertosusila, maka kemungkinan adanya pengembangan
wilayah sendiri menjadi Daerah Khusus Metro Sutabaya, setingkat dengan propinsi terpisah
dari wilayah Propinsi Jawa Timur, yang dipimpin oleh seorang gubernur.
Pemisahan ini untuk mengurangi beban Jawa Timur sebagai propinsi paling besar
jumlah penduduknya. Dengan adanya Jembatan Suramadu yang menghubungkan Surabaya
dengan Bangkalan (Madura), maka makin jelas arah dari wilayah megapolitan
Gerbangkertosusila sebagai wilayah propinsi tersendiri.
Tinjauan Pusat Kegiatan Nasional (PKN)
Pusat Kegiatan Nasional (PKN) adalah kota yang mempunyai potensi sebagai pintu
gerbang ke kawasan-kawasan internasional dan mempunyai potensi untuk mendorong
daerah sekitarnya serta sebagai pusat jasa, pusat pengolahan, simpul transportasi yang
melayani beberapa propinsi dan nasional, dengan criteria penentuan: kota yang mempunyai
potensi sebagai pintu gerbang ke kawasan internasional dan mempunyai potensi untuk
mendorong daerah sekitarnya, pusat jasa-jasa pelayanan keuangan/bank yang cakupan
pelayanannya berskala nasional/beberapa propinsi, pusat pengolahan/pengumpul barang
secara nasional/beberapa propinsi, simpul transportasi secara nasional/beberapa propinsi,
jasa pemerintahan untuk Nasional/beberapa propinsi, jasa publik yang lain untuk
Nasional/beberapa propinsi.
Kawasan Gerbang Kertosusilo merupakan kawasan yang berperan penting dalam
kegiatan ekonomi skala nasional maupun internasional di masa kini dan masa mendatang.
Kota Surabaya merupakan salah satu dari tujuh kabupaten/ kota yang disebut sebagai
Gerbang Kertosusilo. Area ini merupakan salah satu Kawasan Andalan sebagaimana
ditetapkan dalam PP 47/1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.
Pada sekitar wilayah Kedung Cowek dan Tambak Wedi merupakan kawasan yang
direncanakan dengan ciri:
 Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama
kegiatan ekspor-impor atau pintu gerbang menuju kawasan internasional.
 Kawasan perkotaan yang berfungsi sebagai pusat kegiatan prdagangan
jasa/kawasan komersial skala nasional atau melayani beberapa propinsi; dan/atau
kawasan perkotaan yang berfungsi sebagai simpul utama transportasi skala nasional
atau melayani beberapa propinsi.
Kebijakan pengembangan kawasan lindung yang terdapat di UP. Tambak Wedi:
1. Pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan pencegahan
dampak negatif kegiatan menusia yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup.
2. Mengembalikan dan meningkatkan fungsi kawasan lindung yang telah menurun akibat
pengembangan kegiatan budidaya, dalam rangka mewujudkan dan memelihara
keseimbangan ekosistem wilayah.
3. Sempadan pantai memiliki daratan sepanjang tepian laut dengan jarak paling sedikit 100
meter dari titik pasang surut air laut tertinggi ke arah darat atau daratan sepanjang
tepian laut yang bentuk dan kondisi fisik pantainya curam atau terjal dengan jarak
proporsional terhadap bentuk dan kondisi fisik pantai.
4. Adanya zonasi untuk taman wisata alam dan taman wisata alam laut di kawasan
perencanaan, dimana dalam perencanaan UP. Tambak Wedi terdapat dalam zona 3
dengan kebijakan: pemanfaatan ruang untuk wisata alam tanpa mengubah bentang
alam, pendirian bangunan dibatasi hanya untuk menunjang kegiatan pariwisata.
5. Sedangkan pada infrastruktur kegiatan yang mendukung kebijakan nasional adalah
adanya akses jembatan Suramadu dan rencana pembangunan jalan lingkar timur luar
yang memiliki keterkaitan antar wilayah.
Tinjauan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW)
Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) adalah kota sebagai pusat jasa, pusat pengolahan dan
simpul transportasi yang melayani beberapa kabupaten, dengan kriteria penentuan: pusat
jasa pelayanan keuangan/bank yang melayani beberapa kabupaten, pusat
pengolahan/pengumpul barang yang melayani kabupaten, simpul transportasi untuk
beberapa kabupaten, pusat pelayanan jasa pemerintahan untuk beberapa kabupaten, pusat
pelayanan jasa yang lain untuk beberapa kabupaten.
Kota Surabaya merupakan kota metropolitan yang terus berkembang dengan tingkat
konurbasi regional yang terus berkait dengan kota di sekitarnya. Sehubungan dengan
dibangunnya Jembatan Suramadu yang akan dihubungkan dengan jaringan jalan Tol
Nasional, maka pertumbuhan wilayah di Surabaya khususnya di kaki Suramadu diyakini akan
berkembang pesat sebagai akibat adanya multiplier effect dari pembangunan berbagai
sarana prasarana yang menyertai pembangunan Jembatan Suramadu.
Kota Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) meliputi Sampang, Tuban, Jombang, Kediri,
Tulungagung, Madiun, Pasuruan, Sedayu, Gempol, Malang, Probolinggo, Situbondo, dan
Banyuwangi.
Pembangunan Jembatan Suramadu dapat menjadi daya tarik wisata penduduk, baik
dari provinsi Jawa Timur maupun daerah-daerah dikawasan timur Indonesia untuk
menyaksikan dan berkunjung. Hal ini akan membawa dampak yang besar untuk kawasan
timur Indonesia. Agar potensi tersebut dapat memberi manfaat luas dan merata perlu
dilakukan penataan, pengkajian, dan perencanaan yang menjangkau masa depan, guna
meraih manfaat yang optimum.
Potensi yang terdapat pada area di sekitar Jembatan Suramadu baik dari sisi
Surabaya maupun di sisi Madura secara garis besar adalah:
 Keberadaan kaki Jembatan Suramadu sebagai kawasan wisata dan pusat
aktivitas perekonomian dapat menjadi stimulan pertumbuhan ekonomi regional,
khususnya untuk Pulau Madura, yang saat ini pertumbuhan ekonominya cenderung
tertinggal.
 Lingkup pelayanan obyek wisata dan fasilitas umum di kawasan kaki Jembatan
Suramadu tidak hanya untuk Kota Surabaya atau Kabupaten Bangkalan saja akan tetapi
pada skala regional maupun ligkup propinsi. Kondisi tersebut akan memberikan pluang
kepada masyarakat untuk mengembangkan potensi ekonominya.
 Pada area kaki Jembatan Suramadu masih banyak terdapat ruang terbuka
yang dapat dimanfaatkan dengan pertimbangan keseimbangan ekologis (baik dalam
lingkup konservasi atau penataan lingkungan kota).
Tinjauan Pusat Kegiatan Lokal (PKL)
Pusat Kegiatan Lokal (PKL) adalah kota sebagai pusat jasa, pusat pengolahan dan
simpul transportasi yang mempunyai pelayanan satu kabupaten atau beberapa kecamatan,
dengan kriteria penentuan: pusat jasa keuangan/ bank yang melayani satu kabupaten atau
beberapa kecamatan, pusat pengolahan/pengumpul barang untuk beberapa kecamatan,
jasa pemerintahan untuk beberapa kecamatan, bersifat khusus dalam arti mendorong
perkembangan sektor strategis.
Kota Pusat Kegiatan Lokal (PKL) meliputi Priorejo, Porong, Krian, Krigen, Sedayu,
Tanggul Angin, Gedep, Manyar, Diwele, Kamal, Waru, Singosari, Batu, Bulu Lawang, Lawang,
Bangil, Leces, Pandaan, Lumajang, Jatiroto, Bojonegoro, Babat, Blitar, Trenggalek,
Bondowoso, Panarukan, Jember, Tamanan, Besuki, Puger, Ponorogo, Magetan, Ngawi,
Nanjuk, Pacitan, Muncar, Genteng, Blega, Ambuten, Glenmore, Pamekasan, Sumenep, Kali
Anget.
UP. Tambak Wedi merupakan kawasan yang terus berkembang dengan adanya
dukungan aksesibilitas yang mulai direalisasikan sebagai upaya pemerataan pembangunan.
Wilayah UP. Tambak Wedi terbagi atas 2 wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Bulak dan
Kecamatan Kenjeran.
Kecamata Bulak memiliki potensi dasar sebagai pengembangan pariwisata bahari
dan dengan didukung oleh pengembangan atraksi hiburan yang terletak di Kelurahan
Sukolilo. Terus berjalannya perkembangan Kota Surabaya hampir seluruh kawasan
permukiman telah berkembang menjadi permukiman yang relatif padat. Seiring dengan
perkembangan Kota Surabaya, eksistensi kawasan permukiman “nelayan” tidak lagi identik
dengan permukiman penduduk asli Surabaya. Bersamaan dengan perkembangan penduduk
pendatang banyak yang bermukim di kawasan permukiman informal di wilayah Kelurahan
Sukolilo dan Kelurahan Kenjeran.
Pengembangan yang sekarang sedang berjalan untuk wilayah UP.III, area untuk
wisata bahari diletakkan pada kaki suramadu sebelah kanan terus hingga mencapai wilayah
kenjeran.
2.1.4 Pengelompokkan Pengembangan Kawasan Kaki Jembatan Suramadu Sisi Surabaya
Berdasarkan studi arahan dan RTBL KKJS, garis besar pengelompokkan
Gambar 2.2. Peta Pembagian Wilayah Wisata
Pengembangan Kawasan Jembatan Suramadu sisi Surabaya adalah seperti dibawah ini :
Sumber: RTRW Surabaya Tahun 2013
1. Kawasan Niaga dan Jasa.
2. Kawasan Hunian
3. Kawasan Wisata dan Olahraga
4. Kawasan Ruang Terbuka
Kawasan di sekitar kaki Suramadu (fairground) yang merupakan kawasan potensial
didesain sebagai mixed use area. Didalamnya akan dikembangkan fasilitas yang akan ikut
mendukung percepatan pengembangan kawasan kaki suramadu pada khususnya dan
Surabaya Timur pada umumnya. Di antara yang direncanakan adalah ruang pameran,
shopping mall, concert hall, dan hiburan.
Pada area ini rencananya sebagai pusat CBD di Surabaya. Kelengkapan pendukung
berupa terminal, stasiun kereta, shelter angkutan umum, pompa bensin serta jalan
lingkungan akan melengkapi keseluruhan kawasan ini.

Rencana Jalan Tol


Rencana Jalan Arteri Primer

Gambar 2.3. Peta Rencana Penggunaan Lahan


Sumber: RTRW Surabaya Tahun 2013
Penjelasan Keterangan:
1. Kawasan Perdagangan dan Jasa 2. Kawasan Fasilitas Umum
 Bussines Centre (Twin Tower) (7Ha)  Theme Park (6.3 Ha)
 Hotel (Twin Tower dan menengah) (3.6  Cottage (2.2 Ha)
Ha)  Amphiteater (Theater terbuka) (2.6 Ha)
 Office dan Kantor Otorita (3.5 Ha)  Museum Bahari (3.2 Ha)
 Area Grosir (Grocerry) (2.6 Ha)  Dunia Laut (2.4 Ha)
 Convention Hall (4.3 a)  Driving Range (2.3 Ha)
 Shoping Mall (3.7 Ha)  Sport Area (4.2 Ha)
 Hypermarket (4.5 Ha)  Pasar Seni (3.5 Ha)
 Fair Ground (15 Ha)
 City Walk (7.5 Ha)
4. Kawasan Perumahan
 Trade Bloks (11.5 Ha)
 Pemukiman nelayan (9 Ha)
 Sea Food Centre (1.3 Ha)
 Relokasi rumah susun (16.9 Ha)
 Pertokoan (7.5Ha)
 Redevelopment permukiman nelayan
 Kawasan Industri Kecil (4.2 Ha)
(12.5)
 Apartemen (5.3 Ha)
3. Kawasan Ruang Terbuka Hijau
 Town House (2.8 Ha)
 Hutan Mangrove (9.6 Ha)
 Danau dan Boezem (8.5 Ha)
 Taman, Parkir, makam, dan Jalan (2.6 Ha)
 Terminal, Shelter, dan Stasiun KA (4.4 Ha)
 Clean Water Fasility (4.7 Ha)

SWP Gerbangkertasusila Plus diarahkan pengembangannya mempunyai fungsi


wilayah sebagai pengembangan kegiatan pertanian tanaman pangan, perkebunan,
hortikultura, kehutanan, perikanan, peternakan, pertambangan, perdagangan, jasa,
pendidikan, kesehatan, pariwisata, transportasi, industri, dan sumberdaya energi dengan
fungsi pusat SWP sebagai pusat pelayanan wilayah, pemerintahan, perdagangan, jasa,
industri, pendidikan, kesehatan, transportasi, dan prasarana wisata.

Gambar 2.4. Rencana Pembangunan KKJS


Sumber: RTRW Surabaya Tahun 2013
Secara umum, hampir seluruh koridor yang menjadi sirkulasi utama baik Jalan Tol
maupun arteri primer didominasi oleh kegiatan dan atau jasa komersial. Percampuran
kegiatan tidak mencerminkan keterhubungan antar kegiatan fungsional yang ideal, sehingga
perlu pengendalian perkembangan kegiatan agar tidak menarik perkembangan koridor yang
berpotensi berdampak negatif terhadap pola perkembangan ruang di Kota Surabaya.
Intensitas persebaran koridor perdagangan dan jasa di Pengembangan Kawasan Kaki
Suramadu dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 2.5. Koridor Jalan di Sekitar KKJS


Sumber: RTRW 2013

2.1.5. Kawasan Pengembangan Kawasan Kaki Jembatan Suramadu


Pengembangan Kawasan Kaki Jembatan Suramadu (KKJS) memiliki potensi sebagai
generator pembangkit, namun apabila tidak dikendalikan maka diprediksi akan membawa
pengaruh perubahan terhadap pengembangan wilayah di kawasan Kawasan Kaki Jembatan
Suramadu dan sekitarnya baik pada sisi Surabaya maupun Bangkalan. Fenomena perubahan
tersebut dapat terlihat antara lain dengan menurunnya fungsi bangunan dan kualitas
lingkungan. Disinilah pentingnya suatu perencanaan melalui suatu konsep penataan
bangunan yang terpadu dengan mempertimbangkan berbagai aspek yang terkait antara lain
pertimbangan ekologi, ekonomi, sosial budaya dan regional, supaya dapat menghasilkan
suatu wajah kawasan yang terkendali dan dapat menunjukkan jatidirinya
Kecamatan Kenjeran dan Bulak merupakan kecamatan di wilayah Surabaya Utara
yang termasuk dalam Kawasan Kaki Jembatan Suramadu (KKJS). Kecamatan Kenjeran
memiliki kepadatan penduduk yang relatif sangat tinggi dibandingkan dengan Kecamatan
Bulak (Lihat Tabel 1). Kecamatan Bulak memiliki banyak potensi sosial ekonomi, seperti THP
Kenjeran, Kenjeran Baru, Sentra Kerajinan, Sentra penjualan hasil laut, dan potensi wisata
lain yang belum dimanfaatkan dengan baik. Dalam konteks pengembangan wilayah, potensi
sosial, ekonomi yang ada di Kecamatan Kenjeran dan Bulak harus dimanfaatkan sebagai
esensi pengembangan wilayah.
Tabel 3.1 Profil Kecamatan Kenjeran dan Bulak
No Uraian Kenjeran Bulak

1 Luas Wilayah (Km2) 7,72 5,62

2 Penduduk (jiwa) 122.612 15.377

3 Jumlah Kelurahan 4 5

4 Kepadatan Penduduk 15.882 2.745


rata rata (Jiwa/Km)
Sumber: diolah dari Data Kecamatan Dalam Angka

Pola ruang UP. Tambak Wedi secara keseluruhan terdiri dari perumahan,
perdagangan dan jasa, kawasan militer, ruang terbuka hijau, fasilitas umum dan
perkantoran. Secara struktural pola ruang yang terbentuk di UP. Tambak Wedi membentuk
pola yang terdiri dari kawasan permukiman informal/permukiman “lama”, perdagangan jasa
komersial serta kawasan perkantoran dan permukiman militer miliki TNI AL. Namun nantinya
akan dilakukan pengembangan seperti pada gambar, adanya Kawasan Niaga dan Jasa,
Kawasan Hunian, Kawasan Wisata dan Olahraga, dan Kawasan Ruang Terbuka.

Gambar 2.6. Rencana Pembangunan di sekitar KKJS


Sumber: RTRW Surabaya Tahun 2013

Kawasan Wisata
Obyek wisata di Kota Surabaya memiliki beberapa klasifikasi, antara lain wisata
hiburan, wisata konservasi, dan wisata bahari. Di bagian timur Kota Surabaya terdapat obyek
wisata Pantai Kenjeran memiliki luas 2,3 Ha yang dikelola oleh pemerintah Kota Surabaya,
terletak di kawasan pantai timur Kota Surabaya, tepatnya di Kelurahan Kenjeran, Kecamatan
Kenjeran wilayah Surabaya Utara.

Gambar 2.7. Peta Rencana Kawasan Wisata bahari, konservasi, dan hiburan
Sumber: RTRW Surabaya Tahun 2013

Rencana pengembangan kawasan Wisata Bahari berada pada zona III yaitu perairan
laut yang berada di sekitar Jembatan Suramadu dan Pantai Kenjeran. Kawasan wisata
penelitian bahari untuk mendukung upaya pelestarian sumber daya hayati dan rehabilitasi
wilayah pesisir / laut diarahkan pada Zona Pengembangan IV yaitu di Kawasan Perairan laut
Pantai Timur Kota.
Optimalisasi Pantai Kenjeran serta ekowisata hutan mangrove di Surabaya timur.
Dengan adanya pengembangan terstruktur Pantai Kenjeran bisa jauh lebih bagus, atraktif
dan memikat dari apa yang terlihat saat ini. Peningkatan mutu dan kualitas sebagai objek
dan daya tarik wisata di satu sisi, serta integrasi dengan wisata hutan mangrove di kawasan
timur Surabaya, akan berdaya sinergis yang memajukan keduanya.

Rambu-Rambu Penataan Ruang Wilayah Kota Surabaya & Madura

Beroperasinya Jembatan Surabaya-Madura (Suramadu) membawa dampak bagi


struktur tata ruang pembangunan Jawa Timur. Kini Pulau Madura tidak lagi terpisah, namun
sudah menjadi bagian strategis pembangunan Surabaya Metropolitan. Oleh karena itu,
konsep pengembangan kota metropolitan Gerbangkertosusilo (Peraturan Pemerintah-No.26
Tahun 2008) yang menempatkan kota Bangkalan sebagai salah satu pusat kegiatannya, perlu
dikaji ulang dengan mempertimbangkan potensi kota-kota lain di Pulau Madura.
Sementara itu, penataan Ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah yang
aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan (Undang-Undang No.26 Tahun 2007). Dalam
kerangka pengembangan Gerbangkertasusila, jembatan Suramadu berperan dalam
melancarkan arus barang dan jasa, memicu pertumbuhan ekonomi Surabaya dan Madura,
mengurangi kesenjangan ekonomi, dan mendekatkan interaksi budaya Jawa dengan Madura
(Djoko Kirmanto, 2009). Untuk menjamin tercapainya tujuan tersebut diperlukan rambu
rambu pembangunan yang dituangkan kedalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Tabel 3.2. Rencana Fungsi Wilayah Suramadu & Pulau Madura
No Perkotaan/wilayah Rencana fungsi wilayah
Kawasan Pertanian tanaman pangan, perkebunan, hortikultura,
SWP Gerbangkertosusila Plus kehutanan, perikanan, peternakan, pertambangan, perdagangan,
jasa, pendidikan,
kesehatan, pariwisata, transportasi, industry

1 Pusat Pelayanan, perdagangan, jasa, industri, pemerintahan,


Kota Surabaya pendidikan, kesehatan, transportasi, prasarana wisata

2 Bangkalan (Bagian SWP Industri, pertanian, perikanan, peternakan, perdagangan, jasa, dan
Gerbangkertosusilo Plus) pariwisata, kesehatan

Sumber : Bappeda Prop. Jatim 2008

2.1.6. Analisis Utilitas Kawasan


Pengembangan dan pembangunan sistem utilitas kota dilakukan secara terpadu,
merata, dan terstruktur berdasarkan pada rencana pengembangan wilayah dan lokasi pusat
pertumbuhan yang ditekankan pada upaya peningkatan pelayanan, penambahan kapasitas
dan jangkauan pelayanan.
Pengembangan dan pembangunan sistem utilitas kota dilakukan secara terpadu
melalui koordinasi dan kerjasama antara Pemerintah Kota dan pihak-pihak lain yang terkait
dengan pengembangan dan sistem utilitas kota.
Pengembangan dan pembangunan jaringan air bersih dilakukan untuk mendukung
kegiatan pembangunan dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat terutama pada
wilayah pengembangan dan pusat-pusat pertumbuhan baru.

Gambar 2.8. Arahan Rencana Fasilitas Umum Kawasan KKJS


Sumber: RTRW 2013 Surabaya
Upaya mengatasi masalah banjir di Surabaya
Dinas Bina Marga dan Pematusan Kota sebenarnya telah melakukan upaya – upaya
untuk mengurangi banjir di Surabaya. Hal ini terlihat dalam penyusunan Surabaya Drainase
Master Plan (SDMP). SDMP menerapkan konsep pengoperasian rumah pompa dan sejumlah
boezem penampungan air buangan dari saluran pipa primer sebelum akhirnya air itu
dibuang ke laut.
Dari berbagai data, ditemukan ternyata SDMP juga belum dapat diterapkan secara
maksimal karena baru ada 33 pompa dari total 66 pompa menurut Dinas Bina Marga. Di
antaranya ditempatkan lima pompa berskala penyedot 1,5 m 3 per detik dan dua pompa
pegas berskala 0,5 m3 per detik di boezem Morokrembangan. Juga penempatan dua pompa
1,5 m3 per detik diletakkan di boezem Wonorejo. Satu pompa 0,25 m 3 per detik ditempatkan
di Kali Rungkut dan tiga pompa 2,5 m 3 per detik ditempatkan di Kebun Agung. Selain itu,
Pemerintah Kota juga melakukan normalisasi sejumlah saluran primer, seperti Kalidami dan
Kalibokor. Saringan sampah (mechanical screen) bernilai miliaran rupiah juga diusulkan pada
SDMP.
Soulusi pemecahan :
 Menerapkan Perencanaan Tata Ruang Komprehensif yang Berbasis Ekologis untuk
Revitalisasi Surabaya yang memperhatikan Tata Air (Master Plan Drainase) yang
menyeluruh.
 Menerapkan Integrated Water Resource Management (IWRM) dan Low Impact
Development (LID) pada Daerah Aliran Sungai yang mempengaruhi Surabaya yang akan
mendukung keberhasilan SDMP 2018.
 Menerapkan sistem Polder di Kawasan Utara dan Timur Surabaya untuk mengurangi
dampak banjir dan mengefisienkan penanganan banjir

Pengolahan Limbah di Kawasan Surabaya Utara


Kawasan Kaki Jembatan Suramadu ini diharapkan dapat menjadi satu kawasan yang
menarik serta mempunyai nilai investasi yang tinggi. Hal ini dapat dicapai jika KKJS
mengelola limbah, sehingga meski di KKJS terjadi kegiatan yang beraneka rupa dengan
intensitas yang tinggi, lingkungan KKJS tetap terjaga.

BAGAN ALIR
PENGELOLAAN TINJA DAN LIMBAH CAIR
DI KOTA SURABAYA

SUMBER LIMBAH PEMBUANGAN AKHIR PENGELOLA

Badan Air Gol. D/


Tinja, Septik Tank Instalasi Pengolahan
Saluran Dinas Kebersihan
Rumah Tangga Limbah Tinja (IPLT)
Pematusan Kota

Air
Buangan
Limbah Domestik/ Air Sumur Resapan Saluran
Tangki Septik Dinas Banjir
Kotor dari rumah Pematusan Kota
(on site/komunal

Dark Water Grey Water Air Hujan


(Water (Kamar Mandi dan
Closet) Dapur)
- IPAL on site Badan Air Gol. D Dinas
Limbah Industri
- IPAL Komunal atau < Baku Mutu Lingkungan Hidup

Septic Tank

Gambar 2.9. Pengelolaan


limbah di kota Surabaya
Sumber : RTRW Wetland 2013 Surabaya
 Pengolahan Limbah Cair
Limbah cair yang dihasilkan di KKJS
berupa limbah domestic dari Danau aktivitas manusia seperti MCK (Mandi,
Buatan

Hutan
Bakau
Gambar 2.10.. Bagan Alir Pengolahan Air Buangan pada KKJS
Sumber: Business Plan KKJS 2005
Cuci, dan Kakus). Limbah ini akan diolah pada septic tank, wetland dan danau. Sebagai
tempat pengolahan limbah, wetland dapat dijadikan kawasan wisata. Di bawah ini akan
digambarkan tentang pengolahan air buangan agar tetap terjadi keseimbangan alam seperti
yang diharapkan semula.

Danau sebagai pengolahan lanjutan limbah cair juga berpotensi untuk dijadikan
kawasan wisata. Pengunjung tidak perlu khawatir dengan bau yang seringkali ditimbulkan
pada pengolahan limbah, karena pada pengolahan di wetland, baud an lalat tidak akan
timbul; hal ini disebabkan air limbah tidak dapat kontak langsung dengan udara dan
manusia. Air limbah yang diolah di wetland dialirkan di bawah permukaan tanah melalui
konstruksi pipa yang ditanam di permukaan tanah. Sehingga air yang mengalir di danau
sudah bersih dan dapat dimanfaatkan sebagai kawasan wisata.

 Pengolahan Limbah Padat


Gambar 2.11. Wetland
Sumber: Business Plan KKJS 2005
Waste Managemen Centre dapat berfungsi juga sebagai Learning Education Centre
(Pusat Pendidikan) khususnya untuk pengolahan sampah. Pada tempat ini pengunjung diajak
berkeliling sekaligus belajar cara memilah sampah kering sesuai dengan jenisnya. Sebagai
contoh sampah plastik yang selama ini dikenal sebagai sampah plastik saja ternyata dapat
dipilah menurut material pembentuknya seperti PE, HDPE, PVS, dsb. Pengunjung juga dapat
berkunjung di recycle centre yang mengolah sampah plastik menjadi benda-benda yang
diperlukan seperti kantong plastik belanja, tali raffia, ember dan jepit jemuran.
Sebagai pengolahan akhir pengolahan sampah padat adalah pembuatan batako dari
abu incinerator. Hasil akhir dari incinerator adalah abu. Abu tersebut dimanfaatkan sebagai
batako pada mini workshop.

Gambar 2.12. Incinerator

 Pengolahan Limbah Gas


Limbah gas yang dihasilkan dari incinerator tidak dibuang ke lingkungan tetapi
dimanfaatkan sebagai energi panas untuk penerang ruangan di Waste Management
Centre. Dengan demikian pengolahan limbah cair, padat, dan gas jika dilakukan dengan
benar bukan saja akan mendatangkan keuntungan, namun juga menjaga lingkungan
tetap bersih dan menambah pengetahuan bagi pengunjung yang datang. Terlebih dapat
menjadi percontohan pengelolaan limbah secara terpadu.

2.1.7. Sistem Transportasi

Gambar 2.13. Irrigated Cyclone Scrubber


Gambar 2.14. Rencana Pengembangan Jalan Tol
Sumber: RTRW Surabaya 2013

Gambar 2.15. Peta Struktur Jaringan Jalan Skenario II


Sumber: RTRW Surabaya 2013
Jaringan jalan di wilayah studi direncanakan sesuai dengan fungsi dari jaringan jalan
yang ada dan sebagai penunjang aksesbilitas perkembangan kota kedepannya. Fungsi yang
dimaksud adalah :
 Sebagai jalur utama yaitu jalan tol dalam kawasan studi, ditunjukkan dengan warna
merah.
 Jaringan jalan pengumpul dari jalan lokal yaitu jalan arteri primer, ditunjukkan dengan
warna ungu
 Jaringan jalan lokal yaitu jalan arteri sekunder, yang merupakan jalan penghubung antar
bangunan pada masing-masing cluster ditunjukan dengan warna orange

Gambar 2.16. Node jalan yang direncanakan sebagai jalan lingkar

Pengembangan jaringan jalan tersebut nantinya dimaksudkan untuk memisahkan


arus pergerakkan kendaraan antara kendaraan yang menerus dengan kendaraan yang
melakukan pergerakan intra cluster dan/atau antar cluster yang berdekatan. Pemisahan ini
harus didukung dengan adanya pembatasan akses jalan arteri primer ke jalan tol. Jalan-jalan
arteri sekunder dihubungkan ke jalan tol melalui jalan arteri primer. Pada gambar jaringaan
jalan, ditunjukkan bahwa akses ke jalan tol dibatasi hanya dari jalan arteri utama. Jaringan
jalan yang ada di wilayah studi merupakan jalan dua arah. Hal ini dimaksudkan untuk
memperkecil travel time.
Akses Jembatan Suramadu

Gambar 2.17. Akses Jalan Menuju Jembatan Suramadu

Jangka pendek (kurun waktu 2003 – 2006)


 Rekomendasi/Usulan
 Penunjang Suramadu
melalui jalan tol Surabaya – Gempol dan Surabaya - Gresik berlanjut ke Jl.
Sisingamaraja - Jl. Danakarya - Jl. Sidotopo dan Jl. Kenjeran (kendala pada jalan
Sidotopo yaitu adanya bottle neck). Selain itu juga bisa melalui jalan arteri / Jl.
Gresik, melalui Jl. Tanjuk Perak Barat - berlanjut ke Jl.Sisingamangaraja - Jl.
Danakarya - Jl. Sidotopo dan Jl. Kenjeran.

 Arteri Primer (Utara-Selatan)


melalui jalan lingkar tengah barat maupun timur (Middle Eastern Ring Road dan
Middle Western Ring Road). Jalan lingkar tengah timur diharapkan nyambung
dengan arteri primer dan ring road Sidoarjo, sedangkan Jalan lingkar tengah barat
akan nyambung dengan jalan arteri primer Mojokerto. Agar jalan tersebut saling
nyambunag maka di bawah jalan tol Waru – juanda dapat diberi jalan pendamping
untuk menyambungkan jalan arteri primer Mojokerto – arteri primer Sidoarjo dan
ring road Sidoarjo.
Jangka Menengah (kurun waktu 2006 – 2009)

 Rekomendasi/Usulan
 Penunjang Suramadu
melalui jalan MERR (jalan lingkar tengah timur) - berlanjut ke Jl. Kenjeran.
 Arteri Primer (Utara-Selatan)
melalui jalan lingkar luar barat (Western Ring Road), bila jalan ini terealisai
diharapkan akan nyambung dengan jalan arteri primer Mojokerto - Surabaya.
 Arteri Primer (Timur-Barat)
dari Jl. Benowo berlanjut ke Jl. Tandes - Jl. Banyu Urip - Jl. Pandegiling - Jl. Kertajaya
(berakhir di ITS).
Jangka panjang (kurun waktu 2009 – 2013)
 Rekomendasi/Usulan
 Penunjang Suramadu
melalui Lingkar Timur / Outer Ring Road.
 Arteri Primer (Utara-Selatan)
melalui jalan lingkar luar timur (Estern Ring Road), bila terealisasi diharapkan akan
nyambung dengan jalan tol Waru – Juanda dan arteri primer Sidoarjo.

 Arteri Primer (Timur-Barat)


dari Jl. Mayjend Sungkono - J l. HR. Mohammmad - Jl. Adityawarman - Jl. Panjang
Jiwo - Jl. Kedung Baruk dan Jl. Wonorejo Rungkut.
2.1.8. Penataan Permukiman Pesisir di Kaki Jembatan Suramadu
Di balik kebanggaan bangsa terhadap Jembatan Suramadu dan segala aspek
keuntungannya, ternyata masih menyisakan cerita pahit bagi permukiman nelayan di
sekitarnya, terutama di wilayah pinggiran Kota Surabaya. Kawasan pesisir pantai di sekitar
Jembatan Suramadu juga tak luput dari pembangunan kota metropolitan ini, seperti
permukiman mewah di sekitar Jembatan Suramadu, tepatnya di Kelurahan Tambak Wedi
Kecamatan Kenjeran yang akan dikembangkan menjadi Waterfront Central Bussines Distric
(Waterfront CBD). Masyarakat di sana rawan terhadap pergeseran (relokasi) akibat rencana
pengembangan Waterfront CBD tersebut.

Rencana perubahan peruntukan kawasan yang didisain dalam tata ruang kota
dilakukan untuk mendukung tumbuhnya industrialisasi dan perdagangan pasca
pembangunan Jembatan Suramadu. Namun, hal ini akan menyebabkan ruang hidup warga

Gambar 2.18. Rencana pembangunan kawasan modern di KKJS


pesisir semakin menyempit dan mungkin akan mengalami pergeseran melalui
kebijakan relokasi. Selain itu, perubahan desain peruntukan kawasan yang lebih modern,
mengancam kaum nelayan kehilangan sumber penghidupan dari perairan laut. Akibatnya,
kemiskinan bagi mereka adalah Sebuah keniscayaan
Seperti kita ketahui, kawasan pesisir adalah lokasi strategis yang dimiliki oleh
masyarakat, sehingga berpotensi meningkatkan kualitas masyarakat dan lingkungannya jika
dikelola dengan baik. Pada sisi lain, pengembangan Kawasan Kaki Jembatan Suramadu (KKJS)
bisa jadi boomerang jika tidak mampu bersaing dengan lingkungan sekitarnya dan kemudian
tercipta kesenjangan.
Untuk meminimalisir konflik di tingkat komunitas maka pola penataan kawasan
Kelurahan Tambak Wedi Kecamatan Kenjeran, khususnya pada Kawasan Kaki Jembatan
Suramadu (KKJS) hendaknya melibatkan masyarakat sekitar. Dengan melibatkan masyarakat,
diharapkan akan timbul rasa memiliki (sense of belonging) untuk tetap memelihara
lingkungannya pasca penataan.
Gambar 2.19. Kawasan Perumahan Nelayan di KKJS

Arahan Penataan Permukiman Tambak Wedi


Arahan penataan permukiman nelayan Tambak Wedi dibagi dalam dua aspek, fisik dan non
fisik. Variabel fisik sebagai arahan penataan permukiman nelayan, dapat digambarkan
sebagai berikut;

· Pertama, Lokasi geografis yang meliputi;


Aksesibilitas memadai keluar dan ke dalam permukiman; aksesibilitas nelayan terhadap
shoreline melalui jalur khusus; dan ketersediaan dermaga yang dekat dengan permukiman.

· Kedua, lingkungan alam yang meliputi;


Penetapan garis sempadan pantai minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi; penetapan
daratan pantai dengan fungsi permukiman dan pengolahan selebar 400m – 2km dari GSP;
dan pemikiran terhadap isu pemanasan global dan antisipatif terhadap kenaikan muka air
laut.

· Ketiga, Lingkungan permukiman. Hal ini meliputi;


Orientasi dua arah bagi permukiman nelayan tangguh dan pengolah ikan, yaitu waterfront
dan inside-out tersusun dalam komposisi ruang yang berulang (continuity of space);
penggunaan central place dalam cluster sebagai ruang pengolahan dengan barier tertentu;
dan mempertahankan struktur ruang social yang telah tercipta sebelumnya dalam
permukiman eksisting.

· Keempat, prasarana dan sarana. Aspek ini meliputi;


Penyediaan air minum di permukiman dan ruang pengolahan; penyediaan jalan sebagai
sarana transportasi sekaligus pencegah perambatan kebakaran dan jalur evakuasi melalui
jarak yang sudah ditetapkan. Mempertahankan system IPAL yang ada dan mengembangkan
sistem UASP pada kawasan pesisir yaitu; pemberdayaan masyarakat dalam pengolahan
sampah organik dan penguatan sistem koperasi sebagai sarana ekonomi pendukung
kehidupan nelayan.
Gambar 2.20. Pemukiman nelayan Tambak Wedi di Kaki Jembatan Suramadu

Rekomendasi penataan permukiman pesisir Tambak Wedi


Dalam Penanganan penataan permukiman pesisir di Kelurahan Tambak Wedi, Kecamatan
Kenjeran, Kota Surabaya, direkomendasi beberapa upaya sebagai berikut:

· Pertama, Memperhatikan fungsi dan kebutuhan kawasan.


Dalam pengembangan kawasan harus memperhatikan fungsi kawasan itu sendiri.
Permukiman pesisir Tambak Wedi memiliki aktivitas utama nelayan selain aktivitas lainnya.
Oleh karena itu pengembangan permukiman harus mendukung perkembangan aktivitas ini.
Pola nearby relocation yang akan diterapkan seharusnya tetap memberikan akses yang
memadai bagi aktivitas nelayan.

· Kedua, memperhatikan peran kawasan terhadap perkembangan kawasan Suramadu.


Jembatan Suramadu telah terbangun, selanjutnya akan dikembangkan Waterfront CBD yang
dapat mendongkrak aktivitas ekonomi Kota Surabaya dan regional Jawa Timur secara lebih
luas. Oleh karena itu, kawasan permukiman pesisir Tambak Wedi harus ditingkatkan
kualitasnya agar dapat berfungsi maksimal dan dapat mendukung kegiatan wisata
Suramadu. Ketersediaan dermaga kapal nelayan, tempat pelelangan ikan, pasar, dan layanan
lainnya perlu diperhatikan agar permukiman nelayan dapat berkembang.

· Ketiga, pengelolaan lahan.


Prinsip nearby relocation dan land sharing yang akan diterapkan di dalam penataan
permukiman pesisir yang akan dikembangkan sebagai kawasan waterfront CBD Suramadu,
permukiman pesisir di Tambak Wedi terpaksa harus dipindahkan dengan syarat tetap
memiliki akses ke laut. Mengingat sebagian masyarakat berprofesi sebagai nelayan. Menurut
wawancara yang dilakukan terhadap sampel warga Tambak Wedi, diperoleh kesimpulan
bahwa pada dasarnya penduduk tidak keberatan dipindahkan selama masih dapat
menjalankan aktivitas seperti semula. Dalam proses relokasi yang dekat dengan lokasi awal,
masyarakat juga perlu diberikan kebebasan untuk menentukan komunitas mereka sendiri
yang didasarkan atas tatanan sosial, ikatan keluarga dan jenis pekerjaan. Land sharing
merupakan alternative penyelesaian pembagian lahan diantara masyarakat melalui
kesepakatan masing-masing pihak dengan diketahui oleh pihak yang berwenang atas
pencatatan lahan, yakni BPN (Badan Pertanahan Nasional)

Gambar 2.21. Peta udara penataan kawasan permukiman di kaki jembatan suramadu

· Keempat, pengelolaan Prasarana dan Sarana.


Arahan pembangunan prasarana dan sarana yang dilakukan di permukiman pesisir Tambak
Wedi, harus memperhatikan kebutuhan masyarakat setempat yang sebagian besar
penduduknya merupakan nelayan. Dalam proses pembangunan infrastruktur harus
melibatkan sepenuhnya masyarakat sebagai pengguna dan agar masyarakat mempunyai
rasa memiliki lingkungannya. Kondisi prasarana dan sarana harus didesain sedemikian rupa
sehingga dapat berfungsi dengan baik di lokasi yang dekat dengan laut. Prasarana yang mesti
disediakan dalam permukiman pesisir Tambak Wedi meliputi : jalan akses, akses menuju
laut, saluran drainase, saluran limbah, pengelolaan sampah, air bersih, sarana pengolahan
dan pengeringan produk tangkapanlaut, pasar atau tempat pelelangan ikan, dan lain-lain.
Dalam pengelolaan prasarana dan sarana diperlukan dukungan pemerintah daerah dalam
hal ini Pemerintah Kota Surabaya dan juga masyarakat sendiri sebagai pengguna. Peran
kedua belah pihak ini diperlukan agar kondisi prasarana dan sarana yang sudah tersedia
dapat terpelihara secara maksimal.

· Kelima, pembiayaan perumahan.


Pemerintah Kota Surabaya juga mengenal lembaga keuangan yang dapat membiayai
pembangunan perumahan seperti bank pemerintah maupun swasta, koperasi, dan lain-lain.
Dalam kasus relokasi permukiman Tambak Wedi, masyarakat mempunyai hak atas lahan
yang saat ini mereka tempati, sehingga penggantian lahan di lokasi lain menjadi hal mutlak,
karena masyarakat memang menghendaki demikian. Pembiayaan terhadap penggantian
lahan dapat dilakukan oleh pemerintah kota, sedang pembangunan perumahan dapat
dilakukan oleh swasta sebagai kompensasi diijinkannya berinvestasi di kawasan tersebut.

· Keenam, kelembagaan dalam Pengembangan Perumahan.


Kelompok-kelompok masyarakat di Kelurahan Tambak Wedi perlu diberdayakan agar dapat
terlibat secara aktif dalam proses perencanaan pembangunan permukiman Tambak Wedi.
Untuk itu, perlu adanya arahan pendampingan agar mereka mampu merencanakan dan
memelihara lingkungan permukimannya dengan dukungan pemerintah kota. Kemitraan
dengan kelompok kelompok di luar Tambak Wedi perlu pula dijalin dan ditingkatkan, agar
terjadi saling tukar informasi dan perkembangan di daerah lainnya. Peran perguruan tinggi
ITS (Institut Teknologi Surabaya) dalam hal ini sangat diharapkan untuk menjembatani
antara masyarakat, dengan Pemerintah Kota Surabaya, Pengelola Kawasan Suramadu,
investor dan lembaga lainnya yang terkait. Pemerintah Kota Surabaya diharapkan dapat
menetapkan peraturan dan regulasi yang berpihak kepada masyarakat Tambak Wedi serta
mampu mengakomodasi kepentingan investasi bagi perkembangan perekonomian Kota
Surabaya. Diharapkan dengan arahan penataan permukiman pesisir di bawah kaki Jembatan
Suramadu, dapat memberikan manfaat bagi masyarakat pesisir di kaki untuk meningkatkan
kehidupan yang lebih baik pasca pembangunan Jembatan Suramadu.

You might also like