You are on page 1of 25

Kelompok 2

Teori Psikososial

Disusun Oleh:
Belti Wulandari
Randy Gustandra
Yuni Oktaviani
Teori Psikososial
1. Biografi Tokoh
Tokoh dari teori ini adalah Erick H. Erickson yang lahir di Frankfurt, Jerman pada
tahun 1902. Ia menemukan panggilan hidup ketika berusia 25 tahun dan saat itu ia
menerima undangan untuk mengajar anak-anak pada sebuah sekolah baru di Wina
yang didirikan oleh Anna Freud dan Dorothy Burlingham. Pada usia 27 tahun,
Erickson menikah dan pindah ke Boston dan disini Ia menjadi analis anak
pertama. Setelah 3 tahun bekerja, Ia menerima kesempatan mengajar di Yale
School of Medicine dan pindah kesana. Disini ia banyak melakukan penyelidikan
mengenai perkembangan ego dan segi-segi sosialnya pada anak-anak terutama
pada lingkungan bermain. Pada tahun 1949, ketika ia mengundurkan diri dari
universitas California, Erickson kemudian bekerja di Austin Ringgs Center di
Stockbridge, Massa Chussets sampai tahun 1960. Pada periode inilah ia mendapat
gelar Proffesor Harvard University dalam “perkembangan manusia”. Sejak saat itu
Erickson berada di Harvard sampai meninggal dunia tahun 1994.
2. Konsep Dasar Teori
Erickson mengatakan bahwa kita berkembang
dalam tahap-tahap psikososial (psychososial stage)
yang berbeda dengan tahap-tahap psikoseksual
(psychosexsual stage) milik Freud. Erickson juga
menekankan perubahan perkembangan sepanjang
siklus kehidupan manusia. Sama halnya dengan
Freud, dasar teori Erickson dimulai dari aspek
ketidaksadaran dan prasadar yang terlihat dalam
cara anak-anak berkomunikasi melalui bahasa dan
dalam tingkah laku bermain. Pada situasi bermain
inilah Erickson mempelajari ego si anak.
Konsep Dasar Teori
Dalam teori psikososial, perkembangan ego lebih penting
dari fungsi-fungsi id dan perkembangan ego ini
dipengaruhi oleh lingkungan sosial. Besarnya pengaruh
lingkungan dalam perkembangan ego menyebabkan
teorinya disebut “teori psikososial”. Pada teori
Erickson, delapan tahap perkembangan terbentang
ketika kita melampaui siklus kehidupan. Masing-
masing tahap terdiri dari tugas perkembangan yang
khas, yang menghadapkan individu dengan suatu krisis
yang harus dihadapi. Krisis ini merupakan suatu titik
balik peningkatan kerentanan dan peningkatan potensi.
3. Tahap-tahap Perkembangan Psikososial

Tahap Oral

Berlangsung dari lahir- usia 12/18 bulan. Krisis ego pada tahap ini
adalah rasa percaya dan rasa tidak percaya (trust vs mistrust).
Dalam tahap ini, anak (bayi) berusaha keras untuk mendapatkan
pengasuhan, kehangatan, dan ekskresi yang menyenangkan. Jika
ibu berhasil memenuhi kebutuhan anaknya, sang anak akan
mengembangkan kemampuan untuk dapat mempercayai dan
mengembangkan asa. Anak yang memiliki ibu yang tidak tanggap,
akan mengalami kesulitan dalam membentu rasa percaya dengan
orang lain sepanjang hidupnya dan meyakinkan bahwa orang lain
hanya mengambil keuntungan darinya serta tidak mampu
dipercaya untuk memegang rahasia.
Contoh:
Seorang bayi akan memberikan stimulus
berupa sebuah tangisan, baik itu tangisan
lapar, dan sebagainya, dimana dari
stimulus ini, akan diketahui apakah si
pengasuh atau dalam hal ini ibunya
mampu dipercaya untuk langsung
memberikan respon yang diinginkan
seperti langsung menggendong, membelai,
atau membujuknya agar tidak menangis.
Tahap Anal

Tahap ini berlangsung antara usia 12/18 bulan- 3 tahun. Krisis


ego pada tahap ini disebut sebagai otonomi dan rasa malu dan
ragu (Autonomy vs Shame and Doubt). Dalam tahap ini, anak
akan belajar bahwa dirinya memiliki kontrol atas tubuhnya.
Anak akan sering menggunakan kata-kata “aku” dan
“punyaku”, walaupun lebih banyak benruk otonomi mereka
diekspresikan dalam satu kata “tidak”. Resolusi yang sukses
dalam tahap ini akan menghasilkan anak yang yang dapat
mengetahui perbedaan antara benar dan salah. Kontrol yang
terlalu berlebih dari orang tua yang sering memberikan
hukuman akan membuat anak mengembangkan perasaan “saya
selalu salah, saya selalu tidak baik, dsb” dalam dirinya.
Contoh:
Seorang gadis kecil yang ngompol
dicelana jadi sadar diri, dan khawatir
apabila orang lain melihatnya dalam
kondisi tersebut. Dan sebagai orang tua,
seharusnya menuntun anaknya,
mengajarkan anaknya untuk
mengontrol keinginan atau impuls-
impulsnya, namun tidak dengan
perlakuan yang kasar.
Tahap Falik

Tahap ini berlangsung antara usia 3-6 tahun. Erickson


menyebut tahap ini sebagai inisiatif dan rasa bersalah
(initiative vs Guilt). Anak yang berhasil melewati tahap
iniakan tahu bahwa ia merupakan individu independent
dan mandiri, namun hanya sekedar itu. Pada periode ini
anak akan belajar bagaimana merencanakan dan
malaksanakan tindakannya. Anak yang tidak berhasil
melewati tahap iniakan membuat dirinya takut untuk
mengejar mimpi-mimpi dan kemungkinan-kemungkinan
yang ia bayangkan. Sang anak tidak akan dapat mengambil
inisiatif atau membuat keputusan, dengan rasa percaya diri
rendah, dan tidak mau mengembangkan harapan-
harapannya ketika dewasa.
Contoh:
Seorang anak telah diberi tanggung jawab
atas dirinya dan diharapkan mampu
membuat inisiatif dalam membuat
rencana, menetapkan tujuan, dan
memiliki semangat untuk mencapainya.
Selain itu, anak juga belajar bagaiman
bersosialisasi dengan teman sebayanya.
Tahap Laten

Tahap ini berlangsung antara usia 6- masa pubertas. Krisis


pada periode ini adalah produktif dan inferioritas
(Industry vs Inferiority). Anak-anak belajar untuk
memperoleh kesenangan dan kepuasan dari
menyelesaikan tugas, khususnya tugas akademis. Tahap
ini merupakan tahap yang menetukan bagi perkembangan
ego. Anak yang berhasil melalui tahap ini akan dapat
memecahkan masalah dan bangga akan prestasi yang
diperoleh (kompeten). Namun disisi lain, anak yang tidak
mampu melewati masa ini dengan baik, akan merasa
rendah diri (inferior), seolah-olah tidak mampu
menemukan solusi positif dan tidak mampu mencapai apa
yang seperti teman-teman sebayanya capai.
Contoh:
Si A dan B sama-sama memperoleh sebuah tugas
yang harus mereka selesaikan. Si A memperoleh
kepuasan dan kesenangan dalam mengerjakan
tugas tersebut sementara B tidak. Si A akhirnya
berhasil mendapatkan prestasi yang diperolehnya
dari tugas tersebut sehingga ia disebut kompeten
dalam hal itu. Sedangkan si B tidak mampu
menyelesaikan tugas dengan baik, sehingga ia
akan merasa inferior atau rendah diri.
Tahap Genital

Tahap ini berlangsung antara usia pubertas sampai dewasa awal.


Krisis ego yang terjadi adalah identitas dan kebingungan
peran (Identity vs Role Confusion). Pada tahap ini, remaja
bereksperimen dengan berbagai macam peran yang berbeda
sambil mencoba mengintegrasikannya dengan identitas yang
ia dapatkan dari tahapan-tahapan sebelumnya. Penyelesaian
yang sukses pada tahap ini akan menghasilkan anak yang
memiliki perasaan akan diri yang jelas dan multifaset atau
seseorang yang berhasil menyatukan banyak peran menjadi
identitas tunggalnya. Erickson menyebutkan bahwa keadaan
memalukan dari masa remaja dapat menyebabkan adanya
kebingungan identitas, ketidakpastian mengenai kemampuan
asosiasi dan tujuan masa depan individu.
Contoh:
Seorang anak secara sekaligus berperan
sebagai anak dari orangtuanya, seorang
pelajar, teman, dan mungkin juga sebagai
seorang saudara. Pada waktu yang
bersamaan ini, remaja khususnya
mencoba untuk mencari tahu siapa diri
mereka dan apa yang mereka inginkan,
sementara masyarakat mulai memberikan
mereka lebih banyak kebebasan dalam
hal persahabatan dan karir.
Tahap Dewasa Muda

Tahap ini berlangsung antara usia 20 sampai 30 an tahun.


Krisis ego yang berlaku adalah keintiman dan
kesendirian (Intimacy vs Isolation). Pada tahap ini orang
dewasa muda mempelajari cara berinteraksi dengan
orang lain secara mendalam. Mereka memperbolehkan
orang lain mengenal diri mereka dengan cara yang amat
dekat (intim). Tujuan dari tahap ini adalah mencari
hubungan dengan sesama yang memiliki kesamaan,
khususnya untuk membentuk hubungan asmara dengan
pasangan. Ketidakmampuan untuk membentuk ikatan
sosial yang kuat akan menciptakan rasa kesepian dan
membentuk hubungan yang dangkal.
Contoh:
Lisa terlihat populer dibanding teman-temannya. Banyak
pula yang iri terhadapnya karena ia seringkali
mendapatkan kencan dan dikelilingi oleh banyak orang.
Namun, diluar hal itu, Lisa merasa kesepian didalam.
Kelihatannya ia tidak bisa untuk cukup dekat dengan
orang lain. Sementara itu, Jill hidup dalam keadaan yang
lebih tenang. Walaupun ia tidak begitu populer, namun ia
memiliki beberapa teman yang sering disapanya setiap
kali berjumpa. Ia juga hanya memiliki dua teman dekat
yang hubungannya demikian dalam dan menyenangkan.
Mungkin banyak yang berpikiran bahwa Jill lebih
terisolasi dibanding Lisa, walaupun sebenarnya Jill lah
yang mampu mengatasi krisis ego dibanding Lisa.
Tahap Dewasa

Erickson menyebut tahap ini sebagai generativitas dan


stagnasi (Generativity vs Stagnation). Individu mulai
menyerahkan dirinya pada orang lain seperti mengasuh
dan membesarkan anak, atau kegiatan sosial. Idenya
adalah memberikan sesuatu pada dunia sebagai balasan
dari apa yang telah dunia berikan untuknya, juga
melakukan sesuatu yang dapat memastikan kelangsungan
generasi penerus di masa depan. Ketidakmampuan untuk
memiliki pandangan generatif akan menciptakan perasaan
bahwa hidup ini tidak berharga dan membosankan. Orang
seperti ini mungkin berhasil dalam tujuan duniawi, namun
hidupnya tidak terasa berarti.
Contoh:
Seorang artis dan selebriti ada yang menyumbangkan
waktu dan uang mereka untuk amal atau menjadi
juru bicara organisasi yang menurut mereka penting.
Atau seringkali kita menjumpai beberapa orang tua
yang memberikan pengorbanan dalam hal finansial
mereka untuk melanjutkan kuliah anaknya,
mengikuti kursus musik atau kegiatan lainnya.
Seseorang yang mampu melewati krisis ego
generativitas dan stagnasi ini, akan merasa hidupnya
lebih berharga dibanding oranglain.
Tahap Usia Senja

Krisis ego yang terjadi pada tahap ini adalah integritas


ego dan keputusasaan (Ego Integrity vs Despair). Pada
tahap usia lanjut, individu memperoleh kebijaksanaan
dari pengalaman-pengalaman hidupnya, dan mereka
juga dapat mengingat kembali masa lalu dan melihat
makna, ketentraman, dan integritas. Refleksi ke masa
lalu ini begitu menyenangkan, dan pencarian pada saat
ini adalah untuk mengintegrasikan tujuan hidup yang
tlah dikejar selama bertahun-tahun. Kegagalan dalam
tahap ini akan menyebabkan munculnya rasa putus
asa.
Contoh:
Seseorang yang telah menggunakan waktu
dahulunya dengan baik dan dengan banyak
pencapaian kedepan, akan merasa tentram dan
memiliki integritas ketika melihat pengalaman-
pengalaman hidupnya itu. Sementara seseorang
yang tidak mampu melewati masa dahulunya
dengan baik, akan memiliki perasaan kecewa dan
putus asa, seperti yang timbul dalam perkataan,
“saya belum menyelesaikan apa yang saya
inginkan dalam hidup ini, dan sekarang semuanya
telah terlambat.
Krisis Ego Tahapan Freud Keterampilan Ego Usia
yang diperoleh
Rasa percaya vs Oral Harapan Bayi
rasa tidak percaya
Otonomi vs rasa Anal Kemauan Masa kanak-kanak
malu dan ragu awal
Inisiatif vs rasa Phallic Tujuan Masa kanak-kanak
bersalah awal – menengah
Produktif vs rasa Laten Kompetensi Masa kanak-kanak
inferioritas menengah – akhir
Identitas vs Genital Kesetiaan Masa remaja
kebingungan peran
Keintiman vs Tidak ada Cinta Masa dewasa muda
kesendirian
Generativitas vs Tidak ada Perhatian Masa dewasa
stagnasi menengah
Integritas ego vs Tidak ada Kebijaksanaan Masa dewasa akhir
keputusasaan
4. Implikasi Teori Psikososial

Konsep-kosep Erickson sngat banyak membantu kerja


para psikolog klinis dan para pekerja kesehatan mental.
Diantara konsep Erickson tersebut adalah “untuk
mengubah tungkah laku anak, selain melalui penguatan
eksternal seperti memberikan perhatian, juga dapat
dilakukan dengan membicarakan rasa takut anak dan
berfokus pada yang berusaha dikatakan si anak lewat
tubuhnya tanpa ia sadari.”
Beberapa konsep Erickson terkait dengan cara
orangtua dalam mengasuh anak :
 Penting bagi orang tua memberikan kepada anak
rasa aman dasar, yaitu sebuah perasaan bahwa
dunia merupakan tempat yang aman dan tenang.
 Sangat penting bagi untuk dipahami bahwa anak
yang sehat, jika separuh saja dituntun dengan
benar, seperti diajar untuk patuh saja, maka
secara keseluruhan anak itu bisa dipercaya akan
mematuhi hukum perkembangan batinnya
sendiri. (Erickson)
 Harapan dari teori ini adalah orang tua mampu
menyadari ketidaksetaraan mendasar anak dan
orang tua.

 Orang tua harus menghindari diri dari upaya


membentuk anak menjadi pribadi yang mereka
inginkan sehingga mengabaikan kemampuan
anak dan kecendrungan anak itu sendiri.
Daftar Pustaka

Mukhlis, Drs, Hirmaningsih. 2010. Teori-teori


Psikologi Perkembangan. Pekanbaru:
Psikologi Press.

Friedman, HS, Schustack, MW. 2006.


Kepribadian: Teori Klasik dan Riset Modern.
Jakarta: Erlangga

You might also like