You are on page 1of 2

MAHKAMAH INTERNASIONAL

Mahkamah Internasional (International Court of Justice atau ICJ) berkedudukan di Den Haag,
Belanda. Mahkamah merupakan badan kehakiman yang terpenting dalam PBB . Dewan keamanan
dapat menyerahkan suatu sengketa hukum kepada mahkamah, majelis umum dan dewan keamanan
dapat memohon kepada mahkamah nasihat atas persoalan hukum apa saja dan organ-organ lain
dari PBB serta badan-badan khusus apabila pendapat wewenang dari majelis umum dapat meminta
nasihat mengenai persoalan-persoalan hukum dalam ruang lingkup kegiatan mereka. Majelis umum
telah memberikan wewenang ini kepada dewan ekonomi dan sosial, dewan perwakilan, panitia
interim dari majelis umum , dan beberapa badan-badan antar pemerintah.

Sumber-Sumber Hukum
Sumber-sumber hukum yang digunakan apabila membuat suatu keputusan ialah :
1. konvensi-konvensi internasional untuk menetapkan perkara-perkara yang diakui oleh negara-
negara yang sedang berselisih
2. kebiasaan internasional sebagai bukti dari suatu praktek umum yang diterima sebagai hukum
3. azas-azas umum yang diakui oleh negara-negara yang mempunyai peradaban
4. keputusan-keputusan kehakiman dan pendidikan dari publisis-publisis yang paling cakap dari
berbagai negara, sebagai cara tambahan untuk menentukan peraturan-peraturan hukum
Mahkamah dapat membuat keputusan “ex aequo et bono” (artinya : sesuai dengan apa yang
dianggap adil) apabila pihak-pihak yang bersangkutan setuju.

Keanggotaan
Mahkamah terdiri dari lima belas hakim, yang dikenal sebagai ”anggota” mahkamah. Mereka
dipilih oleh majelis umum dan dewan keamanan yang mengadakan pemungutan suara secara
terpisah. Hakim-hakim dipilih atas dasar kecakapan mereka, bukan atas dasar kebangsaan akan
tetapi diusahakan untuk menjamin bahwa sistem-sistem hukum yang terpenting didunia diwakili
oleh mahkamah. Tidak ada dua hakim yang menjadi warga negara dari negara yang sama. Hakim-
hakim memegang jabatan selama waktu sembilan tahun dan dapat dipilih kembali mereka tidak
dapat menduduki jabatan lain selama masa jabatan mereka. Semua persoalan-persoalan diputuskan
menurut suatu kelebihan dari hakim-hakim yang hadir, dan jumlah sembilan merupakan
quorumnya. Apabla terjadi seri, maka ketua mahkamah mempunyai suara yang menentukan.

Yuridiksi Mahkamah Internasional, yaitu :


a. Untuk memutuskan perkara-perkara perdebatan (contentious case)
b. Untuk memberi opini-opini nasihat (advisory juridiction)
c. Memeriksa perselisihan/sengketa antara negara-negara anggota PBB yang diserahkan kepada
Mahkamah Internasional.
Menurut mahkamah, ada beberapa pembatasan penting atas pelaksanaan fungsi – fungsi
yudisialnya dalam kaitan yuridiksi pedebatan dan terhadap hak – hak dari negara untuk
mengajukan klaim dalam lingkup yuridiksi ini, yaitu:

a. Mahkamah tidak boleh memberikan putusan abstrak, untuk memberikan suatu dasar bagi
keputusan politis, apabila keyakinannya tidak berhubungan dengan hubungan – hubungan hukum
yang aktual. Sebaliknya Mahkamah boleh benar – benar bertindak sebagai suatu Mahkamah yang
didebat. Aspek yang erat kaitannya yaitu bahwa para pihak tidak dapat diperlakukan sebagai pihak
yang dirugikan satu sama lain dalam suatu sengketa apabila hanya ada ketidaksesuaian kongkret
atas masalah – masalah yang secara substansif mempengaruhi hak – hak dan kepentingan –
kepentingan hukum mereka.

b. Yang banyak menimbulkan kontroversi, Mahkamah memutuskan dengan suara mayoritas dalam
South West Africa Case, Second Phase bahwa negara – negara yang mengajukan klaim, yaitu
Ethiopia dan Liberia, telah gagal untuk menetapkan hak hukum mereka atau kepentingan yang
berkaitan dengan mereka di dalam pokok sengketa dari klaim – klaimnya sehingga menyebabkan
klaim itu harus ditolak. Persoalan ini telah dianggap sebagai salah satu dari persoalan permulaan,
meski demikian ada kaitannya dengan materi perkara.

Peranan Mahkamah Internasional


Peran Mahkamah Internasional sangat menentukan kepada kedua negara yang sedang bersengketa.
Dalam hal ini, Mahkamah Internasional mempunyai kewenangan, dimana Mahkamah Internasional
berwenang untuk memeriksa, menyelesaikan sengketa hingga memberikan keputusan atas dasar
sengketa tersebut. Hal ini dinyatakan dalam pasal 94 ayat (1) Piagam PBB, yaitu :
“Setiap anggota PBB berusaha mematuhi keputusan Mahkamah Internasional dalam perkara
apapun dimana anggota tersebut menjadi suatu pihak.”

Sedangkan pada ayat (2) dinyatakan sebagai berikut


“Apabila sesuatu pihak dalam suatu perkara tidak memenuhi kewajiban – kewajiban yang
dibebankan kepadanya oleh suatu keputusan Mahkamah, pihak yang lain dapat meminta perhatian
Dewan Keamanan, yang jika perlu, dapat memberikan rekomendasi atau menentukan tindakan –
tindakan yang akan diambil untuk terlaksananya keputusan itu.”

Contoh kasus
VIVAnews - Akibat dari kasus yang menimpa oknum pegawai pajak, Gayus Tambunan juga
dirasakan institusinya.

Direktur Jenderal Pajak, Mochammad Tjiptardjo mengatakan, jika pengakuan Gayus benar --
bahwa yang memberinya uang adalah wajib pajak yang menang di tingkat banding, lembaganya
akan bertindak.

"Kalau memang koreksinya salah akan kita kaji ulang. Terhadap perusahaan atau wajib pajak,
[jika] itu terbuti memberikan uang untuk mengubah kewajiban bayar," kata dia kepada wartawan,
Kamis 1 April 2010.

Tak hanya wajib pajak yang terancam, kata Tjiptadjo, Gayus juga terancam dua kasus. "Pasal
penyuapan dan pidana pajak," kata dia.

Jika konsultan pajak terlibat, kata Tjiptardo, akan dicabut izin prakteknya. "SPT akan diproses
secara pajak," kata dia.

Demikian juga untuk hakim. "Kalau banding, hakimnya meloloskan akan kita periksa SPT-nya,"
tambah dia.

Sebelumnya, anggota Komisi III bidang Hukum DPR, Bambang Soesatyo mengatakan kasus Gayus
ini merupakan bagian kecil dari mafia perpajakan.

Dia mengatakan ada 149 perusahaan yang terindikasi menyetorkan dana ke rekening Gayus. "Saya
ada daftarnya. JAKARTA - Permasalahan hukum di Indonesia masih menjadi koreksi
pemerintahan saat ini. Jika hal ini tidak segera diatasi, maka kepercayaan terhadap hukum di
masyarakat akan luntur.

Ini diungkapkan anggota Komisi III, Gayus Lumbun dalam diskusi di Warung Daun, Cikini, Jakarta
Selatan, Sabtu (12/12/2009).

"Pemerintah tidak perlu fokus memikirkan berapa rating kita (pemberantasan korupsi), itu hanya
masalah like and dislike saja. Lihat bagaimana proses penegakkan hukum di masyarakat yang
terjadi di 100 hari kerja pemerintahan SBY," kata Gayus.

Gayus menilai, penanganan kasus hukum yang terjadi di masyarakat belum baik. Dia
mencontohkan, kasus kriminalisasi pimpinan KPK Bibit dan Chandra, kasus Prita� Mulyasari,
Antasari Azhar, dan Kasus Nenek Minah yang seolah-olah menunjukkan penegakkan hukum di
Indonesia lemah.

"Di negara ini, hukum kita tidak bisa diharapkan tapi justru malah� menjerumuskan,Ini terkait
kasus Gayus, diantaranya masuk ke rekening Gayus," kata dia.

You might also like