Inflamasi bisa dianggap sebagai rangkaian kejadian komplek
yang terjadi karena tubuh mengalami injury, baik yang disebabkan oleh bahan kimia atau mekanis atau proses self- destructive (autoimun). Walaupun ada kecenderungan pada pengobatan klinis untuk memperhatikan respon inflammatory dalam hal reaksi yang dapat membahayakan tubuh, dari sudut pandang yang lebih berimbang sebenarnya inflamasi adalah penting sebagai sebuah respon protektif dimana tubuh berupaya untuk mengembalikan kondisi seperti sebelum terjadi injury (preinjury) atau untuk memperbaiki secara mandiri setelah terkena injury. Respon inflammatory adalah reaksi protektif dan restoratif dari tubuh yang sangat penting karena tubuh berupaya untuk mempertahankan homeostasis dibawah pengaruh lingkungan yang merugikan. Tanda-tanda klasik inflamasi sudah dikenal dengan baik, yaitu bengkak, kemerahan, panas, sakit, dan perubahan fungsi. Respon inflammatory sangat tergantung pada pembuluh darah yang utuh dan sel-sel sirkulasi serta cairan di dalam pembuluh tersebut. Pada umumnya, ada tiga status inflamasi yang diketahui yaitu akut, subakut, dan kronis, masing-masing ditetapkan berdasarkan kriteria histologis tipikal. Respon inflammatory akut ditandai dengan dilatasi pembuluh- pembuluh darah serta melimpahnya leukosit dan cairan. Terlihat kemerahan (eritema) disebabkan oleh dilatasi pembuluh darah, bengkak (edema) disebabkan oleh pelepasan cairan ke dalam jaringan lunak, dan kaku (mengeras) karena akumulasi cairan dan sel-sel. Hasil dari proses tersebut menyebabkan hilangnya kapasitas normal pembuluh darah untuk mempertahankan cairan dan sel-sel di dalam sistem vaskular, meskipun demikian beberapa perubahan tidak menunjukkan adanya kerusakan struktur pembuluh. Leukosit kemungkinan tertarik oleh substansi kimia yang berdifusi ke dalam pembuluh dari sisi ekstravaskular. Selain itu, diketahui bahwa pelepasan faktor-faktor tertentu, misalnya histamin dari sel-sel mast jaringan, selanjutnya dapat merubah pembuluh menjadi permeabel terhadap cairan plasma. Pada kebanyakan kasus, respon inflammatory akut menunjukkan efek aksi mediator pada pembuluh darah, daripada injury nonspesifik ke pembuluh, menghasilkan pelepasan selektif cairan dan sel. Setelah terjadi trauma mekanis atau thermal injury, perubahan vasopermeabilitas terjadi lebih awal pada respon inflammatory akut. Kenyataannya, permeabilitas histamine-dependent terjadi dalam hitungan menit setelah thermal injury, kemungkinan disebabkan oleh pelepasan kandungan granular dari sel-sel mast jaringan. Fase permeabilitas ini berlangsung cepat, berakhir hanya dalam beberapa menit saja. Dalam 30 menit, dimulai fase permeabilitas yang lebih panjang (prolonged). Mediator yang bertanggungjawab dalam memperlambat fase untuk meningkatkan permeabilitas ini belum diketahui dengan jelas namun dipercaya melibatkan beberapa faktor, termasuk produk-produk komplemen, kinin, dan prostaglandin.