You are on page 1of 16

Kasus

Tuan R 28 tahun datang ke RS dengan keluhan kakinya terasa nyeri, sulit digerakkan dan mulai
tidak bisa tidak terasa geraknya, sering buang air besar dan buang air kecil tanpa sadar. Tuan R
adalah buruh serabutan.
Lima HSMRS tuan R terjatuh dari pohon akasia dengan posisi duduk.
Klien didiagnosis : Fraktur kompresi vertebra Th 12-L4, paraplegia dan inkotinensia urin dan
alvi.

Pertanyaan:
1. Apa perbedaan medula spinalis dan vertebra?
2. Uraikan definisi trauma medula spinalis!
3. Uraikan patofisiologi trauma medula spinalis!
4. Bagaimana penanganan awal Cedera medulla spinalis?
5. Bagaimana manifestasi klinis cidera medulla spinalis:
- Cervical
- Torakal
- Lumbal
- Sacral
6. Bagaimana penanganan lanjut trauma medulla spinalis?
7. Uraikan latiahan fisik yang diperlukan pada pasien dengan trauma medulla spinalis!
8. Uraikan komplikasi trauma medulla spinalis!
9. Uraikan trends dan issues terkait trauma medulla spinalis!
10. Apa yang dimaksud, paraparase, tetraparasequaddriplegia dan paraplegi?
11. Apa discharge planning yang perlu diberikan pada pasien klien dengan trauma medulla
spinalis?
12. Bagaimana pencegahan trauma medulla spinalis?
13. Masalah keperawatan apa yang dapat muncul pada klien dengan trauma medulla spinalis?
14. Bagaimana tujuan dan criteria hasil serta intervensi apa yang diperlukan untuk
menyelesaikan masalah tersebut?
Jawab:
1. Perbedaan medulla spinalis dan vertrebra dari segi fungsinya
Vertrebra : menopang tubuh manusia dalam posisi tegak, yang secara mekanik
sebenarnya melawan pengaruh gravitasi agar tubuh secara seimbang tetap tegak
Medulla spinalis : sebagai pusat saraf (mengintegrasikan sinyal sensoris yang dating dan
mengaktifkan respon motorik secara langsung tanpa campur tangan otak serta sebagai
pusat perantara antara saraf tepid an otak
Perbedaan medulla spinalis dan vertrebra dari segi pertumbuhan vertrebra melebihi
kecepatan pertumbuhan medulla spinalis. Vertrebra tumbuh sekitar 25 cm lebih panjang
dari medulla spinalis.
Perbedaan panjang ini menyebabkan konus medularis ( bagian paling kaudal dari medulla
spinalis yang berbentuk krucut dari terutama terdiri atas segmen-segmen sacral medulla
spinalis) dan cauda equine( kumpulan radiks nervus lumbaris bagian kaudal dan radiks
nervus sakralis yang mengapung dalam CSF)
Trauma medulla spinalis : trauma yang terjadi pada jaringan medulla spinalis yang dapat
menyebabkan fraktur atau pergeseran satu atau lebih tulang vertebra atau kerusakan
jaringan medulla spinalis lainnya termasuk akar-akar saraf yang berada sepanjang
medulla spinalis sehingga mengakibatkan deficit neurologi. Trauma medulla spinalis
dapat terjadi bersamaan dengan trauma pada tulang belakang( fraktur tulang belakang)
ligamentum lunitudinalis posterior dan duramater bisa robek.

2. Trauma medulla spinalis adalah kehilangan sensasi fungsi motorik volunter total dan
tidak komplet : campuran kehilangan sensasi dan fungsi motorik volunter (Marilynn E.
Doenges,1999;338).
Trauma medulla spinalis Trauma yang terjadi pada jaringan medula spinalis yang dapat
menyebabkan fraktur atau pergeseran satu atau lebih tulang vertebra atau kerusakan
jaringan medula spinalis lainnya termasuk akar-akar saraf yang berada sepanjang medula
spinalis sehingga mengakibatkan defisit neurologi.
3. Patofisiologi
Cedera vertebra torako-lumbal bisa disebabkan oleh trauma langsung pada torakal
atau bersifat patologis seperti pada kondisi osteoporosis yang akan mengalami fraktur
kompresi akibat keruntuhan tulang belakang. Fraktur kompresi dan fraktur dislokasi
biasanya stabil. Tetapi, kanalis spinalis pada segmen torakal relative sempit , sehingga
kerusakan korda sering ditemukan dengan adanya manifestasi defisit neurologis.
Kompresi vertical (aksial) ; suatu trauma vertical yang secara langsung mengenai
vertebra yang akan menyebabkan kompresi aksial. Nukleus pulposus akan memecahkan
permukaan serta badan vertebra secara vertical. Material diskus akan masuk dalam
badanvertebra dan menyebabkan vertebra menjadi pecah. Pada kondisi ini terjadi Burst
fracture, kerusakan pada badan tulang belakang dan medulla spinalis secara klinis akan
lebih parah dimana apabila ligament posterior sobek maka akan terjadi fraktur spinal tidak
stabil.

4. CEDERA MEDULLA SPINALIS


Penatalaksanaan Cedera Medulla Spinalis (Fase Akut)
Tujuan : untuk mencegah cedera medulla spinalis lanjut dan mengobservasi gejala
penurunan neurologic.Px diresusitasi bila perlu, dan stabilitas oksigenasi dan
kardiovaskuler dipertahankan.
Farmakoterapi. Pemberian kortikosteroid dosis tinggi, khususnya metilprednisolon,
telah ditemukan untuk memperbaiki prognosis dan menurunkan kecacatan bila diberikan
dalam 8 jam cedera. Yang masih dalam penyelidikan adalah pengobatan dengan steroid
dosis tinggi, mannitol (diberikan untuk menurunkan edema) dan dekstran (diberikan
untuk mencegah tekanan darah turun cepat dan untuk memperbaiki aliran darah kapiler),
diberikan dalam kombinasi. Nalokson.
Tindakan Pernapasan. Oksigen diberikan untuk mempertahankan PO2 arteri tinggi,
karena anoksemia dapat menimbulkan atau memperburuk deficit neurologic medulla
spinalis. Intubasi endotrakea diberikan bila perlu, perawatan ekstrem dilakukan untuk
menghindari fleksi atau ekstensi leher, yang dapat menimbulkan tekanan pada cedera
servikal.
Traksi dan Reduksi Skelet. Penatalaksanaan cedera medulla spinalis memerlukan
imobilisasi dan reduksi dislokasi (memperbaiki posisi normal) dan stabilisasi kolum
vertebra. Fraktur Servikal dikurangi dan spinal servikal disejajarkan dengan beberapa
bentuk traksi skelet seperti tong skelet atau calipers, atau dengan menggunakan alat halo.

5. Manifestasi medulla spinalis:


a. Manifestasi klinis cedera medulla spinalis cervical
C1-C3 : gangguan fungsi diafragma (untuk pernapasan)
C4 : gangguan fungsi biceps dan lengan atas
C5 : gangguan fungsi gerakan bahu, tangan dan pergelangan tangan
C6 – C7 : gangguan fungsi tangan secara komplit, gerakan siku dan pergelangan
tangan.
C8 : gangguan fungsi jari
Gangguan motoriknya yaitu kerusakan setinggi medula spinalis servical
menyebabkan kelumpuhan tetraparese
b. Manifestasi klinis cedera medulla spinalis torakal
T1 : gangguang fungsi tangan
T1-T8 : gangguan fungsi pengendalian otot abdominal, gangguan stabilitas tubuh,
pengaturan suhu.
T9-T12 : kehilangan parsial fungsi otot abdominal dan batang tubuh
c. Manifestasi klinis cedera medulla spinalis lumbal
L1-L2 : gangguan ejakulasi dan gerakan pinggul
L3 : gangguan ekstensi lutut.
L4 : gangguan gerakan kaki
L5 : gangguan fleksi lutut
Gangguan motorik yaitu kerusakan medula spinalis thorakal sampai dengan lumbal
memberikan gejala paraparese
d. Manifestasi klinis cedera medulla spinalis sacral
S1 : gangguan gerakan kaki
S2-S3 : gangguan gangguan aktivitas kandung kemih dan usus
S2-S4 : gangguan ereksi penis
Gangguang motorik kerusakan medula spinalis sacral menyebabkan gangguan miksi
& defekasi tanpa para parese

Cedera pada segmen lumbal dan sakral dapat mengganggu pengendalian tungkai,
sistem saluran kemih dan anus. Selain itu gangguan fungsi sensoris dan motoris,
cedera vertebra dapat berakibat lain seperti spastisitas atau atrofi otot.

6. Penanganan lanjut dari cedera medulla spinalis adalah :


 Pemeriksaan diagnostik seperti : CT-scan, foto thorax
 Mempertahankan traksi fraktur
 Terapi okupasi, semacam membuat kerajinan-kerajinan yang bertujuan untuk
meningkatkan gerak. Biasanya pasien dengan cedera medulla spinalis melakukan
latihan ROM pasif.

7. Latihan fisik untuk pasien dengan cedera medula spinalis


 Memperbaiki mobilitas seperti kaki diposisikan terhadap papan kaki yang diberi
bantalan untuk mencegah foot drop. Harus ada ruang antara ujung matras dan papan
kaki untuk memungkinkan suspensi bebas tumit. Blok kayu pada kedua ujung matras
mencegah matras mendorong papan kaki.
 Membalikkan pasien (logroll) setiap 2 jam indikasi pada pasien yang mengalami
hipotensi akibat adanya lesi di atas ketinggian midtorakanl yang mengalami
kehilangan kontrol aktivitas vasokontriktor simpatis.
 Meningkatkan aktivitas pada pasien yang mengalami paralisis karena pemutusan
komplet medulla. Makin cepat otot menjadi kuat, makin sedikit kemungkinan terjadi
atrofi. Misalnya seperti berdiri, untuk mencegah perubahan osteoporosis yang terjadi
pada tulang panjang.
 Adanya program latihan otot-otot lengan,bahu, tangan, dada, tulang belakang, perut,
dan leher pasien paralisis secara pasif karena pasien mengalami paralegia.
8. Komplikasi Trauma Medulla Spinalis :
 Apabila kerusakan dan pembekakan di sekitar medulla spinalis terletak di spina
servikal (ke bawah sampai sekitar CS 5), pernapasan dapat berhenti karena kompresi
saraf frenikus, yang terletak antara C3 dan C5 dan mengontrol gerakan diafragma.
 Syok Spinal merupakan depresi tiba-tiba aktivitas reflex pada medulla spinalis
(areflexia) di bawah tingkat cidera.
 Trombosis Vena Profunda adalah komplikasi umum dari imobilitas dan umumnya
pada pasien cedera-medulla spinalis.
 Hiperrefleksia otonom ditandai dengan tekanan darah yang tinggi disertai
bradikardia (frekuensi jantung rendah), serta berkeringat dan kemerahan pada kulit
wajah dan torso bagian atas.
 Cedera medulla spinalis yang berat sebenarnya memegaruhi semua system tubuh
sampai beberapa derajat. Biasanya, infeksi ginjal dan saluran kemih, kerusakan kulit
dan perkembangan decubitus, dan atrofi otot terjadi.
Komplikasi Lain. Selain komplikasi pernapasan ( gagal napas; pnemunia) dan
hiperfleksia autonomic (dikateristikkan oleh sakit kepala berdenyut, berkeringat banyak,
kongesti nasal, piloereksi, bradikardia, dan hipertensi), komplikasi lain yang terjadi
meliputi decubitus dan infeksi (infeksi urinarius, pernapasan, dan local pada tempat
lain).

9. Trends dan issues terapi dekompresi medulla spinalis


Tulang belakang yang sangat kuat berfungsi melindungi medulla spinalis dari
trauma langsung.namun pada trauma hebat, dan kekuatan benturan tidak mampu ditahan
maka tulang justru menekan medulla spinalis.
Tekanan ini dapat berasal dari depan, samping atau belakang . Tekanan akibat
tulang yang patah atau ketidakstabilan susunan tulang belakang ini bisa hanya
menimbulkan cedera (kontusio) sampai kompresi menetap medulla spinalis. Sesuai arah
cedera, medulla spnalis dapat mengalami cedera dan menimbulkan gejala dengan
sindrom-sindrom berikut ini :
1. Anterior cord syndrome, dengan gejala :
a. Para/ tetraplegia
b. Dissociated sensory loss : gangguan rasa nyeri dan raba namun sensasi kinestesi
tetap ada.
2. Central cord syndrome, dengan gejala :
a. Kelemahan anggota gerak atas lebih berat dari anggota gerak bawah.
b. Gangguan sensorik bervariasi di bawah level lesi.
c. Gejala mielopati.
3. Posterior cord syndrome, dengan gejala : nyeri dan parestesi, jarang ada gangguan
motorik.
4. Brown-Sequard syndrome : gangguan medulla spinalis satu sisi, dengan gejala :
a. Gangguan motorik pada sisi lesi
b. Gangguan sensasi nyeri dan temperatur pada kontralat lesi.
Tindakan terapi pada kondisi kompresi ini juga disesuaikan dengan arah trauma.
Operasi bisa dilakukan dari arah anterior maupun posterior. Yang paling penting
diperhatikanadalah masalah waktu : medulla spinalis harus secepatnya dibebaskan dari
tekanan. Pada saat yang bersamaan harus pula dilakukan tindakan stabilisasi karena
biasanya tindakan dekompresi akan mengganggu stabilitas.
Semua ahli bedah setuju bahwa pasien yang memperlihatkan defisit progresif
dalam fugsi neurologik dan penderita fraktur terbuka memerlukan dekompresi bedah.
Namun, semakin pahamnya para ahli mengenai peristiwa molecular yang mendasari,
maka makin banyak strategi pengobatan yang ditemukan. Terdapat beberapa area
penelitian baru yang menjanjikan.

10. Paraparese adalah kelemahan tonus otot pada ekstrimitas bawah


Tetraparese adalah kelemahan tonus otot melibatkan salah satu segmen servikal medulla
spinalis dengan disfungsi kedua lengan dan kedua kaki.
Quadriplegia adalah kelumpuhan yang diakibatkan oleh lesi yang melibatkan salah satu
segmen servikal medulla spinalis dengan disfungsi kedua lengan, kedua kaki, defekasi
dan berkemih.
Paraplegia adalah kelumpuhan yang diakibatkan oleh lesi yang mengenai lumbal torakal
atau bagian sacral medulla spinalis dengan disfungsi ekstrimitas bawah, defekasi, dan
berkemih.
11. Pendidikan pasien dan pertimbangan perawatan di rumah. Dalam banyak kasus, pasien
akan membutuhkan rehabilitasi dalam waktu yang lama. Tujuan dimulai dari tahap hanya
mempertahankan hidup akibat cedera sampai strategi yang penting untuk koping terhadap
perubahan yang diakibatkan oleh cedera, terhadap kehidupan sehari – hari. Tujuan pokok
proses rehabilitasi adalah kemandirian. Perawat memberikan dukungan terhadap pasien
dan keluarga, yang membantu mereka untuk menerima tanggung jawab terhadap
keterampilan penting menguntungkan. Perawatan terhadap pasien cedera medulla spinalis
harus mencakup seluruh anggota dari disiplin perawatan keperawatan ; ini mencakup
perawatan, pengobatan, rehabilitasi, terapi pernapasan, terapi fisik, pelayanan sosial, dan
lain – lain. Perawat sering menjadi kunci dalam perawatan, sebagai koordinator pada tim
manajemen dan lembaga keperawatan di rumah. Selain perawatan fisik perawatan mental
juga penting dalam proses rehabilitasi pasien trauma medula spinalis.

12 Pencegahan trauma medulla spinalis


a. Menurunkan kecepatan berkendara
b. Menggunakan sabuk keselamatan dan pelindung bahu.
c. Menggunakan helm untuk pengendara motor dan sepeda.
d. Program pendidikan langsung untuk mencegah berkendara sambil mabuk.
e. Menggunakan alat-alat pelindung dan teknik latihan.

13 Terlampir
14 Dx. 1 Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot paravertebralis, iritasi serabut saraf
ditandai dengan klien melaporkan nyeri skala 4, klien gelisah , dan tampak meringis
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama … x 24 jam nyeri berkurang atau
terkontrol, dengan kriteria hasil : klien melaporkan nyeri berkurang, skala nyeri
berkurang (1-3) dari skala 0-5 , dank lien tampak tidak gelisah.
Intervensi :
1. Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan non-
invasif.
Rasional : Pendekataan dengan menggunakan tindakan relaksasi dan nonfarmakologi
lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri.
2. Pertahankan untuk berat badan ideal
Rasional : Pengendalian berat badan pada klien dengan proporsi berat badan lebih
gemuk akan meningkatkan tekanan pada titik lumbal sehingga akan meningkatkan
respon nyeri.
3. Lakukan management :
a. Istirahatkan klien
Rasional : istirahat secara fisiologis akan menurunkan kebutuhan oksigen yang
dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan metabolism basal.
b. Ajarkan teknik relaksasi pernapasan dalam pada saat nyeri muncul.
Rasional : meningkatkan asupan oksigen sehingga akan menurunkan nyeri
sekunder dari iskemia spinal.
c. Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri
Rasional : distraksi atau pengalihan perhatian dapat menurunkan stimulus interna.
d. Management lingkunagn : lingkungan tenang, batasi pengunjung dan istirahatkan
klien.
Rasional : lingkungaan tenang akan menurunkan stimulus nyeri eksternal dan
pembatasan pengunjung akan membantu kondisi O2 ruangan yang akan berkurang
apabila banyak pengunjung yang berada di dalam ruangan.
e. Pasang korset lumbosacral.
Rasional: penahan lumbal yang lembut dapat memberi keringanan pada lumbal
karena titik beratnya ditarik ke dekat tulang belakang.
f. Kolaborasi: pemberian analgesik.
Rasional: analgesic memblik lintasan nyeri sehingga nyeri akan berkurang.

Dx 2 : Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan paraplegia ditandai oleh klien


tidak mampu melakukan mobilisasi ekstremitas bawah
Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan selama ... x 24 jam hambatan
mobilitas klien berkurang dengan kriteria hasil
 Klien dapat melakukan mobilisasi ekstremitas bawah secara bertahap
 Klien dapat mengenal cara melakukan mobilisasi da secarakooperatif mau
melaksanakan teknik mobilisasi secara bertahap.

Intervensi :
1. Kaji secara teratur fungsi motorik dangan menginstruksikan klien untuk
melakukan gerakan pada ekstremitas
Rasional : Mengevaluasi keadaan secara khusus untuk membantu dalam
mengantisipasi dan merencanakan tindakan intervensi yang akan diberikan.
2. Bantu atau lakukan latihan ROM pada semua ekstremitas dan sendi, pakailah
gerakan yang lembut.
Rasional : meningkatkan sirkulasi, mempertahankan tonus otot dan mobilisasi
sendi, meningkatkan mobilisasi sendi dan mencegah kontraktu dan atrofi otot.
3. Pertahankan sendi pada 90˚ terhadap papan kaki.
Rasional : Mencegah footdrop dan rotasi eksternal pada paha.
4. Buat rencana aktivitas untuk klien sehiungga klien dapat beristirahan tanpa
terganggu. Anjurkan klien untuk berperan serta dalam aktivtas sesuai dengan
kemampuan dan sesuai dengan toleransi klien.
Rasional : Mencegah kelelahan, memberikan kesempatan untuk berperan serta untuk
melakukan upaya yang maksimal.
5. kolaborasi dengan ahli terapi fisik dari tm rehabilitasi.
Rasional : Membantu dalam merencanakan dan melaksanakan latihan secara
individual dan mengidentifikasi atau mengembangkan alat-alat bantu untuk
mempertahankan fungsi, mobilisasi dan kemandirian pasien.

Dx 3: Resiko kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan penekanan setempat


jaringan sekunder dari kelumpuhan gerak ekstremitas bawah, paraplegia.
Tujuan: setelah diberikan tindakan keperawatan selama ... x 24 jam resiko kerusakan
integritas kulit tidak terjadi dengan criteria hasil:
 klien terlihat mampu melakukan pencegahan dekubitus
 lika pada dekubitus membaik: dasar luka kemerahan
 jaringan nekrotik hilang
 terdapat penurunan luas luka dekubitus.
Intervensi:
1. Monitor resiko adanya dekubitus tiap hari.
Rasional: mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari tujuan yang
diharapkan.
2. Lakukan mobilisasi miring kiri-kanan tiap 2 jam.
Rasional: mencegah penekanan setempat yang berlanjut pada nekrosis jaringan lunak.
3. Jaga kebersihan dan ganti sprei apabila kotor atau basah.
Rasional: mencegah stimulus kerusakan pada area bokong yang berisiko terjadi
dekubitus.
4. Lakukan perawatan luka dekubitus:
a. Bersihkan luka dengan cairan normal saline.
Rasional: pembersihan debris (sisa fagositosis, jaringan mati) akan meningkatkan
pertumbuhan dari kerusakan jaringan.
b. Lakukan nekrotomi.
Rasional: nekrotomi dilakukan untuk menghilangkan jaringan mati yang menghambat
pertumbuhan jaringan.
c. Kompres luka dengan kasa lembap normal saline.
Rasional: perawatan luka lembab akan membantu prose epitelisasi jaringan.
Dx 4: kerusakan eliminasi urine dan fekal yang berhubungan dengan gangguan fungsi
miksi sekunder dari kompresi medulla spinalis.
Tujuan: setelah diberikan tindakan keperawatan selama ... x 24 jam, kerusakan eliminasi
urine dan fekal tidak terjadi dengan criteria hasil:
 Klien terlihat mampu melakukan pemenuhan eliminasi urine secara bertahap.
 Klien mengetahui cara yang diberikan.
Intervensi:
1. Kaji tingkat pengetahuan dan kemampuan klien dalam melakukan eliminasi urine.
Rasional: mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari tujuan yang diharapkan.
2. Lakuakan pemasangan kateter.
Rasional: kateterisasi akan mengeluarkan urine dari kandung kemih dan meredakan
inkontinensia urine.
3. Ajarkan bladder retraining.
Rasional: latihan kandung kemih atau bladder retraining dilakukan dengan tujuan untuk
mengembalikan pola normal peekemiha dengan menghambat atau menstimulasi
pengeluaran air kemih.
4. Monitoring kondisi pengeluaran kateterisasi.
Rasional: monitor awal untuk mendeteksi adanya infeksi saluran kemih.

Dx 5: pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelemahan otot-otot pernapasan,


kelumpuhan otot diafragma.
Tujuan: setelah diberikan tindakan keperawatan selama ... x 24 jam, pola napas klien
kembali efektif dengan criteria hasil:
 RR dalam batas normal(16-20)
 Tidak ada tanda-tanda sianosis
 Analisa gas darah dalam batas normal
 Pemeriksaan kapasitas paru normal
Intervensi:
1. Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea, atau perubahan tanda-
tandavital.
Rasional: distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapt terjadi sebagai akibat
stress fisoalogi dapat menunjukkan terjadinya spinal syok. Trauma pada C1-C2
menyebabkan hilangnya fungsi pernapasan secara parsial, karena otot pernapasan
mengalami kelumpuhan.
2. Pertahankan prilaku tenang, bantu klien untuk kontrol diri dengan menggunakan
pernapasn lebih lambat dan dalam.
Rasional: bantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan
sebagai ketakuatan atau ansietas.
3. Pertahankan jalan napas; posisi kepala tanpa gerak.
Rasional: klien dengan cidera servikal akan membutuhkan bantuan untuk mencegah
aspirasi atau mempertahankan jalan napas.
4. Observasi warna kulit.
Rasional: menggambarkan adanya kegagalan pernapasan yang memerlukan tindakan
segera.
5. Kaji distensi perut dan spasme otot.
Rasional: kelainan penuh pada perut disebabkan karena kelumpuhan diafragma.
6. Lakuakan pengukuran kapasitas vital, volume tidal, dan kekuatan pernapasan.
Rasional: menentukan fungsi otot-otot pernapasan. Pengkajian terus menerus untuk
mendeteksi adanya kegagalan pernapasan.
7. Pantau analisa gas darah (AGD)
Rasional: untuk mengetahui adanya kelainan fungsi pertukaran gas sebagai contoh
hiperventilasi PaO2 rendah dan PaCO2 meningkat.
8. Berikan oksigen dengan cara yang tepat.
Rasional: metode dipilih sesuai dengan keadaan isufisiensi pernapasan.
9. Letakkan kantung resusitasi di samping tempat tidur dan manual ventilasi untuk sewaktu-
waktu dapat digunakan.
Rasional: kantung resusitasi atau manual ventilasi sangat berguna untuk mempertahankan
fungsi pernapasan jika terjadi gangguan pada alat ventilator secara mendadak.
Daftar Pustaka

Brunner & suddarth. 2002, Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta; EGC


Tuti Pahria, dkk, Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Ganguan Sistem Persyarafan,
Jakarta, EGC, 1993
Marilynn E, Doengoes, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta, EGC, 2000
SISTEM NEUROLOGI
TRAUMA MEDULLA SPINALIS

OLEH :
SGD 7

I GEDE SUKMA ARICIPTA (0902105061)


I DW GD SUAPRIYANTARA (0902105062)
I GEDE BAYU WIRANTIKA (0902105063)
AYU PRAMESWARI (0902105066)
NYM. MIPPY NURYA WARDANI (0902105073)
GST. PT. AYU TYAS MEIVI RAKA P. (0902105077)
KADEK NOVI PUSPITAWATI (0902105078)
NI KOMANG SURYANINGSIH (0902105079)
NI MADE DWI KUSUMAYANTI (0902105082)
NI PUTU DIAN SEPTIANA ANDRIANI (0902105086)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2010

You might also like