You are on page 1of 12

c  



  

c   


À 


Abstrak
3alam beberapa tahun belakangan ini masalah kerusakan lingkungan sudah menjadi issu
Nasional dan Internasional. Salah satu yang mendasari hal ini adalah terjadinya pemanasan
global akibat efek rumah kaca yang sudah terjadi dalam waktu yang cukup lama. Pembukaan
hutan untuk dijadikan lahan pertanian merupakan salah satu penyumbang terjadinya pemanasan
global. Perubahan lahan hutan menjadi Agroekosistem lahan kering bagi keperluan pertanian
menetap dan sementara demi untuk memenihi kebutuhan hidup sudah terjadi sejak lama. Hal
ini telah mengakibatkan terjadinya degradasi / penurunan kesuburan lahan. Pemanfaatan lahan
kering di perbukitan/ lahan miring secara terus menerus untuk keperluan pertanian baik
pertanian semusim maupun tanaman perkebunan dapat menyebabkan lahan tersebut mengalami
erosi dan penurunan kesuburan yang berat. Untuk mempertahankan kelestarian lahan
diperlukan upaya pengelolaan yang tepat. 

Kata Kunci : ? 


 

    

Lahan kering adalah bagian dari ekosistem teresterial yang luasnya relatif
luas dibandingkan dengan lahan basah (Odum, 1971). Selanjutnya menurut Hidayat dkk (2000)
lahan kering adalah hamparan lahan yang tidak pernah digenangi air atau tergenang air pada
sebagian waktu selama setahun. Lahan kering secara keseluruhan memiliki luas lebih kurang 70
%. Pada saat ini pemanfaatan lahan kering untuk keperluan pertanian baik tanaman semusim
maupun tanaman tahunan/ perkebunan sudah sangat berkembang. Pertambahan jumlah
penduduk yang terjadi dengan sangat cepat menyebabkan kebutuhan akan bahan pangan dan
perumahan juga akan meningkat. Sejalan dengan itu pengembangan lahan kering untuk
pertanian tanaman pangan dan perkebunan untuk memenuhi kebutuhan sudah merupakan
keharusan. Usaha intensifikasi dengan pola usaha tani belum bisa memenuhi kebutuhan. Upaya
lainnya dengan pembukaan lahan baru sudah tidak terelakkan lagi.
Sejak akhir abad ke 19 perkembangan pertanian lahan kering khususnya di pulau
Jawa dirasakan sangat pesat dan sampai saat ini sudah menyebar ke luar pulau Jawa. Antara
tahun 1875 ± 1925 (50 tahun) peningkatannya mencapai lebih dari 350 persen (Lombart,
2000). Hal ini terjadi akibat ketersediaan lahan basah di dataran rendah bagi kebanyakan petani
yang memanfaatkannya sebagai lahan pertanian pangan semakin berkurang. Sebagian lagi
penyusutan lahan basah didataran rendah akibat konversi lahan menjadi lahan non pertanian
yang tidak terkendali. Lahan kering dapat dibagi dalam dua golongan yaitu lahan kering
dataran rendah yang berada pada ketinggian antara 0 ± 700 meter dpl dan lahan kering dataran
tinggi barada pada ketinggi diatas 700 meter dpl (Hidayat, 2000) 

Lahan kering di Indonesia menempati lahan tanpa pembatas, kesuburan rendah,


lahan dengan tanah retak-retak, lahan dengan tanah dangkal dan lahan dengan
perbukitan. Relief tanah ikut menentukan mudah dan tidaknya pengelolaan lahan
kering. Menurut Subagio dkk (2000) relief tanah sangat ditentukan oleh kelerengan dan
perbedaan ketinggian. 3itinjau dari bentuk, kesuburan dan sifat fisik lainnya, pengelolaan lahan
kering relatif lebih berat dibandingkan dengan lahan basah (sawah). Hinnga saat ini perhatian
berbagai pihak terhadap pengelolaan lahan kering secara berkelanjutan relatif rendah
dibandingkan dengan pengelolaan lahan sawah dataran rendah (Irawan dan Pranadji, 2002).
Pemanfaatan lahan kering di daerah perbukitan dan pegunungan untuk pertanian
semusim untuk menghasilkan bahan pangan banyak dijumpai dan dilakukan penduduk yang
bermukim di pedesaan. 3engan pemanfaatan lahan kering di pegunungan dan perbukitan secara
terus menerus tanpa memperhatikan kaidah konservasi akan menyebabkan terjadinya erosi dan
penurunan kesuburan yang berat. 3i negara sedang berkembang termasuk Indonesia, kerusakan
lahan ini umumnya bertmuara pada merebaknya kemiskinan dan kelaparan. Sedangkan secara
ekologi akan mengganggu keseimbangan ekosistim terjadi penurunan kekayaan hayati yang
berat (Scherr, 2003). 


xx 


Agroekosistem kebanyakan dipakai oleh negara atau masyarakat yang
berperadaban agraris. Kata agro atau pertanian menunjukan adanya aktifitas atau campur tangan
masyarakat pertanian terhadap alam atau ekosistem. Istilah pertanian dapat diberi makna
sebagai kegiatan masyarakat yang mengambil manfaat dari alam atau tanah untuk mendapatkan
bahan pangan, energi dan bahan lain yang dapat digunakan untuk kelangsungan hidupnya
(Pranaji, 2006). 3alam mengambil manfaat ini masyarakat dapat mengambil secara langsung
dari alam, ataupun terlebih dahulu mengolah atau memodifikasinya. Jadi suatu agroekosistem
sudah mengandung campur tangan masyarakat yang merubah keseimbangan alam atau
ekosistem untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat. 
Para pakar lingkungan di Indonesia membagi Agroekosistem lahan kering kedalam
beberapa kategori berdasarkan iklim, ketinggian tempat dari permukaan laut dan jenis tanah
dengan ketentuan sebagai berikut :
rerdasarkan Iklim.
1. Lahan kering iklim basah (LKIr) yaitu daerah yang memiliki curah hujan diatas
2500 mm/tahun
2. Lahan kering iklim kering (LKIK) yaitu daerah yang memiliki curah hujan
dibawah 2000 mm/ tahun
rerdasarkan ketinggian tempat.
1. Lahan kering dataran tinggi (LK3 ) yaitu daerah yang berada pada ketinggian
diatas 700 meter dpl.
2. Lahan kering dataran rendah (LK3R) yaitu daerah yang berada pada
ketinggian 0 ± 700 meter dpl.
rerdasarkan Jenis tanah.
1. À
, merupakan tanah-tanah yang telah mengalami perkembangan sangat
lanjut, penampang tanahnya dalam, bertektur liat sampai liat berat, porositasnya
tergolong tinggi, daya menahan air kecil dan didominasi mineral liat kaolinit,
oksida besi dan alumunium. anah ini relatif resisten terhadap erosi.
2. x 
 anah ini tergolong masih muda dan sifat tanahnya bervariasi,
tergantung bahan induknya (tekstur halus dari pasir halus berlempung, sangat
masam sampai netral). ermasuk kedalam jenis-jenis utama lahan pertanian lahan
kering.
3.  
 anah memiliki kejenuhan basa kecil dari 35 % pada kedalaman 125
cm. anah ini telah mengalami pelapukan lanjut dan terjadi tranlokasi liat pada
bahan induk yang umumnya terdiri atas bahan kaya alumunium-silika dengan iklim
basah.
·.  
 anah andisol mempunyai sifat- sifat andik dengan bahan induk berupa
abu volkan yang kaya gelas volkan dan mineral mudah lapuk. Sifat ± sifatnya
antara lain berat isi ringan, kaya bahan organik, kaya gelas volkan yang
mengandung mineral amorf (alofan), mempunyai sifat tidak balik terhadap
kekeringan, daya menahan airnya tinggi sekali dan resisten terhadap
erosi. ekstur tanah bervariasi dari berliat sampai berlempung kasar. Reaksi
tanah umumnya agak masam
Pengelolaan lahan pertanian khususnya lahan kering yang lestari dan berkelanjutan
memerlukan penanganan yang profesional dan mengikuti kaidah lingkungan. Menurut Goenadi
(2002) pengelolaan lahan pertanian berkelanjutan memiliki lima pilar penyangga, yaitu
Produktifitas, keamanan, proteksi, viabilitas dan akseptibilitas. Pada lahan miring dengan
kemiringan diatas 15 % aapabila tanah tidak dikelola dengan baik/ditanami, maka sangat rentan
terhadap terjadinya erosi diwaktu hujan. Hal ini terjadi karena tanah tidak mampu meresapkan
air hujan kedalam tanah, sehingga terjadi aliran permukaan (Run of) yang menghanyutkan
butiran-butiran tanah sehingga tanah menjadi tidak subur lagi. Menurut Sutono dkk
(2007) akibat erosi yang terjadi selama musim hujan tidak hanya menghanyutkan butiran-
butiran tanah akan tetapi juga menghanyutkan pupuk dan kompos yang diberikan ketanah juga
ikut hanyut sehingga tanah menjadi kurus, oleh sebab itu erosi harus dicegah sedini
mungkin. 3ampak dari terjaninya erosi ini adalah di daerah bagian bawah terjadinya
pendangkalan pada daerah aliran sungai (3AS) yang berakibat terjadinya gangguan
keseimbangan ekosistim air setempat.
Erosi adalah sebagai akibat dari penggarapan lahan yang tidak tepat maka untuk
penggunaan lahan harus menerapkan teknik konservasi (Shaxson, 1988). Erosi menyebabkan
berkurangnya lapisan perakaran efektif, ketersediaan air untuk tanaman, cadangan hara, bahan
orgnik dan rusaknya struktur tanah (Lal, 1988). Masalah utama yang dihadapi pada lahan kering
beriklim basah bergelombang antara lain mudah tererosi, bereaksi masam, miskin akan hara
makro esensial dan tingkat keracunan aluminium yang tinggi (Cook, 1988). Selanjutnya
dinyatakan bahwa daerah tropis merupakan medan dimana bertemunya dua kepentingan, yang
pertama kegiatan untuk mencapai dan mempertahankan swasembada pangan sedang yang kedua
yang tidak kalah pentingnya adalah usaha pelestarian lingkungan. Mengingat lahan merupakan
sumber daya yang terbatas dan tidak dapat diperbarui, maka untuk memenuhi kebutuhan pangan
tidak ada pilihan lain selain mengembalikan kesuburan lahan yang sudah tererosi.


xxx   
 
Pengelolaan agrokosistem lahan kering dipandang sebagai bagian dari pengelolaan
ekosistem sumberdaya alam oleh masyarakat petani yang menempati areal dimana mereka
menetap. Masyarakat petani menanami lahan pertanian dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan hidup keluarganya dapat dikatakan sebagai bagian dari pengelolaan agroekosistem
lahan kering di daerahnya. Menurut Soerianegara (1977) pengelolaan agroekosistem lahan
kering merupakan bagian dari interaksi atau kerja sama masyarakat dengan agroekosistem
sumberdaya alam. Pengelolaan agroekosistem lahan kering merupakan usaha atau upaya
masyarakan pedesaan dalam mengubah atau memodifikasi ekosistem sumberdaya alam agar
bisa diperoleh manfaat yang maksimal dengan mengusahakan kontinuitas
produksinya. Komoditas yang diusahatan tentunya disesuaikan dengan kondisi setempat dan
manfaat ekonomi termasuk pemasaran. 3alam pembangunan pertanian berkelanjutan
pengelolaan agroekosistem lahan kering dapat dipandang sebagai upaya memperbaiki dan
memperbaharui sumberdaya alam yang bisa dipulihkan (renewable resourses) di
daerahnya. 3alam pemanfaatan sumberdaya lahan kering untuk pertanian berkelanjutan
memerlukan pendekatan lingkungan dan mengikuti kaidah pelestarian lingkungan.


R 

Salah satu upaya penanganan kerusakan lahan akibat ekplorasi adalah dengan
menerapkan sistem budidaya lorong dalam pengembangan sistem usahatani lahan kering, karena
sistem ini memberikan banyak keuntungan diantaranya dapat menekan terjadinya erosi,
meningkatkan produktivitas tanah karena adanya penambahan bahan organik melalui hasil
pangkasan tanaman pagar, dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman serta dapat
menciptakan kondisi iklim mikro (suhu) diantara lorong tanaman (Sudharto et al., 1996).
Pemberian bahan hijauan sebagai mulsa yang berasal dari pangkasan tanaman legume
yang dipangkas pada umur 1,5 ± 2 bulan sekali dapat meningkatkan kadar bahan organik tanah
dan ketersediaan air, memperbaiki sifat fisik tanah, dan meningkatkan produksi. Sistem
bertanam lorong dapat mencegah erosi secara ganda yaitu dengan mulsa hasil pangkasan dan
pengurangan laju aliran permukaan (Adiningsih dan Sudjadi, 1989).
Hasil pengkajian rasri dkk,. (2001) dengan penerapan sistim budidaya lorong di
Kabupaten Rejang lebong menunjukkan bahwa dengan adanya barisan tanaman penyangga
erosi rumput raja (
 ) yang ditanam sejajar dengan garis kontur secara efektif dapat
mengurangi laju erosi. Selanjutnya dari hasil pangkasan king grass yang dilaksanakan setiap
bulan dapat menghasilkan 0,5 ton bahan hijauan yang dapat diberikan untuk sapi selama 20 hari.
3ari luasan plot seluas 1 ha akan dihasilkan 1 ton bahan hijauan yang dapat digunakan untuk
pakan sapi. Pada pengkajian tahun berikutnya (tahun kedua) teras sudah mulai terbentuk
sebagai akibat penanaman teras vegetatif dengan tanaman rumput raja. 3engan terbentuknya
teras maka pada lahan miring ini sudah terbentuk lahan usahatani yang representatif untuk
berbagai jenis tanaman baik tanaman pangan maupun tanaman perkebunan yang sesuai dengan
kondisi setempat dan menekan terjadinya erosi diwaktu hujan. 3engan terbentuknya teras
secara bertahap sampai menjadi permanen, disamping menjaga kelestarian lahan juga
menyebabkan produktifitas lahan akan lebih baik.
eknologi konservasi lainnya yang diterapkan adalah paket teknologi untuk pertanaman
kopi muda di perkebunan rakyat. Paket ini secara fisik dan ekonomis dapat diterapkan ditingkat
petani dengan efisiensi yang lebih baik. 3engan diterapkannya paket konservasi sistem vegetatif
pada pertanaman kopi rakyat sangat bermanfaat bagi petani dalam hal: (a). Lahan usaha mereka
dapat dikelola secara berkelanjutan karena kesuburan lahan dapat dipertahankan; (b).
produktivitas tanaman dapat dipertahankan atau ditingkatkan; (c). hasil tanaman dapat
ditingkatkan; (d). pendapatan rumah tangga petani meningkat (e) Kelestarian lingkungan pada
lahan miring dapat dipertahankan.





Gambar 1. Konservasi lahan miring dengan pembuatan teras kontur


3i daerah seluma (Afrizon, 2006)


    
  
Lahan kering yang murni hanya mengandalkan ketersediaan air dari curah hujan dalam
proses produksi pertanian, dimana pengaturan sistim pertanaman diatur dalam bentuk tumpang
sari menggunakan tanaman dengan umur panen yang berbeda dan dalam pertumbuhannya tidak
banyak memerlukan air dan merupakan salah satu alternatif untuk memecahkan masalah
keterbatasan air. Lahan kering pada umumnya rawan terhadap erosi baik oleh air maupun oleh
angin. Salah satu alternatif teknologi untuk mengatasi erosi yaitu menggunakan sistim
pertanaman lorong. Fungsi lainnya dari pertanaman lorong adalah untuk menciptakan iklim
mikro di lahan kering iklim kering dan tanaman yang digunakan disesuaikan dengan tanaman
yang biasa ditanam petani dan tentunya memiliki pangsa pasar. Hasil penelitian Wisnu dkk
(2005) menyatakan dengan mengkombinasikan beberapa tanaman pangan ubi
kayu, jagung, kacang tanah, kedelai dan kacang hijau yang disusun dalam suatu pertanaman
tumpang sari dapat memberikan keuntungan dan dapat memberikan kestabilan cukup baik dalam
menghadapi keterbatasan curah hujan. 3ibidang ekonomi mampu memberikan kesinambungan
pendapatan selama satu tahun kepada petani. 





Gambar 2. Upaya konservasi lahan miring dengan pembuatan teras


dan penerapan pola tanam (Afrizon, 2006)


ÿ  
Embung atau tandon air adalah waduk berukuran mikro dilahan pertanian (small farm
reservoir) yang dibangun untuk menampung kelebihan air hujan diwaktu musim hujan dan
menggunakannya jika diperlukan tanaman pada waktu musim kemarau. eknik penggunaannya
demikian sesuai bagi ekosistem lahan tadah hujan yang memiliki intensitas dan distribusi curah
hujan yang tidak pasti (Syamsiah dan Fagi, 200·).
Pembuatan embung dan penerapannya di lahan kering bagi petani sudah banyak
dilakukan khususnya di Indonesia bagiagian timur yang memiliki iklim kering dengan
keterbatasan air. 3i Lombok imur sebagai daerah yang beriklim kering penggunaan embung
sudah menjadi kebiasaan bagi sebagian besar petani. Jumlah embung milik rakyat saat ini adalah
1.·58 buah dengan luas keseluruhan 755,58 ha berupa genangan dan 3.083 ha berupa irigasi,
rata-rata luas pemilikan embung setiap petani di Lombok imur adalah 0,51 ha. Hasil
penelitian Wisnu dkk ( 2005) di beberapa 3esa di Lombok imur dengan komoditi tembakau
pada musim kering I (MK I) memperlihatkan bahwa dengan penerapan / pemanfaatan embung
sebagai sumber air yang dicampur dengan dengan pupuk (ngecor) maka penggunaan air menjadi
lebih efisien dan biaya tenaga kerja dapat ditekan karena penyiraman dan pemupukan
dilakukan secara bersamaan.

  
  
Pengolahan lahan untuk pertanian secara terus menerus akan menyebabkan lahan menjadi
kurus sehingga untuk usahatani selanjutnya perlu input yang banyak untuk mengembalikan hara
tanah yang sudah banyak diserap tanaman. Pemakaian pupuk an organik yang tidak seimbang
secara terus menerus untuk proses produksi dapat merusak lahan dan dalam jangka panjang
lahan menjadi tidak efektif lagi untuk usaha pertanian. Salah satu alternatif untuk
menyelamatkan keberlanjutan penggunaan lahan adalah dengan mengurangi input yang berasal
dari bahan kimia dan beralih kepada pemakaian pupuk organik yang berasal dari bahan organik
sisa tanaman atau limbah.
Secara umum saat ini permasalahan yang dihadapi petani di Indonesia adalah kesulitan
mendapatkan pupuk an organik yang kebutuhannya cendrung meningkat. Kesulitan ini sebagian
akibat ketersediaan yang tidak mencukupi maupun sistem pendistribusian yang kurang tepat dan
faktor faktor lainnya. Sebagai gambaran Produksi nasional tahun 2008 sekitar 6 juta ton
sedangkan kebutuhan mencapai 9 juta ton. Kendala ini berimbas kapada penurunan
produktifitas lahan dan produksi berbagai komoditas pertanian secara nasional.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi kelangkaan pupuk dan
mengurangi ketergantungan akan pupuk an organik adalah dengan mengoptimalkan
pemanfaatan sumberdaya alam yang tersedia secara lokal. Pemanfaatan limbah pertanian yang
selama ini belum menjadi perhatian sebagai bahan dasar pupuk organik diharapkan dapat
memperkecil ketergantungan terhadap pupuk an organik. 3ilain pihak pemanfaatan limbah
pertanian dapat menciptakan efisisnsi penggunaan lahan yang ketersediaannya semakin terbatas
serta dapat menjaga kelestarian lingkungan.
Limbah pertanian adalah bagian atau sisa produksi pertanian yang tidak dapat
dimanfaatkan secara langsung. Limbah ini apabila telah mengalami proses dekomposisi banyak
mengandung unsur hara yang diperlukan bagi pertumbuhan tanaman. Apabila tanaman mati,
maka selanjutnya terjadi proses dekomposisi akibat aktifitas mikroorganisme dengan hasil akhir
berupa humus (Sutanto, 2002). Kandungan hara setiap sisa tanaman berbeda-beda. 3ari
penelitian Puslitbangbun (2006) diperoleh hasil kandungan hara beberapa ampas tanaman.

abel 1. Kandungan hara N, P dan K pada beberapa ampas biji tanaman dan pupuk kandang

a

  a!"# À$!"# À!"#

1 Ampas biji jarak pagar ·,·· 2,09 1,68
2 Ampas biji jarak kepyar 5,50 1,80 1,00
3 Ampas biji mimba 5,20 1,00 1,·0
· Ampas kacang tanah 7,00 1,50 1,30
5 Ampas kelapa 3,00 1,80 1,70
6 Ampas biji kapas 3,90 1,90 1,60
7 Ampas wijen 6,20 2,00 1,20
8 Pupuk kandang ayam 2,90 2,90 2,·0
9 Pupuk kandang sapi 0,97 0,69 1,66
(Sumber : Puslitbangbun)
Penelitian dengan pemakaian pupuk organik yang berasal dari ampas biji mimba sudah
pernah dilakukan di 3esa ebat Monok Kecamatan Kepahiang Kabupaten
Kepahiang. Penelitian dilakukan terhadap tanaman jahe dengan beberapa perlakuan pupuk an
organik. 3ari penelitian tersebut diketahui bahwa dengan pemakaian pupuk organik (kompos)
yang berasal dari ampas biji mimba memperlihatkan pertumbuhan lebih baik dan produksi
tanaman lebih tinggi dari pemakaian pupuk an organik. 3engan demikian terdapat beberapa
keuntungan dengan pemakaian pupuk organik yaitu efisiensi terhadap biaya karena harga
pembuatan pupuk ini lebih murah, Produksi lebih tinggi dan menjaga kesuburan dan kelestarian
lahan.


%x a

1. Pemanfaatan lahan kering bagi keperluan pertanian memerlukan pengelolaan terpadu
antar sektor
2. Untuk menjaga kelestarian lingkungan diperlukan adanya pengelolaan yang tepat
mengikuti kaidah lingkungan.
3. Pengelolaan lahan kering adalah salah satu upaya untuk mengoptimalkan fungsi lahan
dan menjaga kelestarian lahan dan lingkungan
·. Pengelolaan lahan yang tepat dapat meningkatkan produktifitas lahan dan produksi
pertanian

 &

ugas mata kuliah penyajian ilmiah dengan judul  
 

 
  '((     3engan selesainya tugas ini penulis ucapkan terima kasih
kepada rapak Prof. 3r. Ir. Urip Santoso selaku pembimbing dalam mata kuliah Penyajian
Ilmiah. 3isamping itu penghargaan penulis sampaikan kepada rekan-rekan angkatan III Program
Pasca Sarjana Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Fakultas Pertanian Universitas
rengkulu yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung terutama dalam
diskusi sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis yang bersumber dari telaah pustaka
dari jurnal-jurnal hasil penelitian di beberapa daerah.
3)&* %&
rasri., IH, A.3armadi, Yanfirwan Yanuar, 3.Aprizal, W.Mikasari. 2001. Pengkajian eknologi
Konservasi Metode Vegetatif pada Perkebunan Kopi Rakyatp. ralai Pengkajian
eknologi Pertanian rengkulu. Laporan Hasil Penelitian (tidak dipublikasikan).

3armadi., A, Yanfirwan Yanuar, Sri Suryani Rambe, 3.Aprizal, W.Mikasari. 2000. Pengkajian
eknologi Konservasi Metode Vegetatif pada Perkebunan Kopi Rakyat . Instalasi
Penelitian dan Pengkajian eknologi Pertanian rengkulu. Laporan Hasil Penelitian (tidak
dipublikasikan).

Hidayat, A., Hikmatullah, dan 3. Santoso. 2000. Poternsi dan Pengelolaan Lahan Kering
3ataran Rendah. Pusat Penelitian anah dan Agroklimat, radan Penelitian 3an
Pengembangan Pertanian. rogor.


Irawan, r dan . Pranaji. 2002. Kebijakan Pemberdayaan Lahan Kering Untuk mendukung
Pengembangan Agribisnis dan Peetanian rerkelanjutan. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. rogor.

Lal, R. 1988. Soil Erosion Research on Steep Lands, in (Moldenhauer and Hudson Eds).
Conservation Farming on Steep Lands, World Association of Soil and Water
Conservation Ankeny Iowa. P: ·5-53.


Lombart, 3. 2000. Nusa Jawa : Silang rudaya, Warisan Kerajaan ± kerajaan Konsentris.
Penerbit. P. . Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.


Odum, E.P. 1971. Fundamentals of Ecology. W.r. Saunder Company. Philadelphia.



Pranaji, . 2006. Pengembangan Kelembagaan dan Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan
Air. Analisis Kebijakan Pertanian, 3(3) : 236-255.


Ratmini, N.P.S, R. Purnamayani dan Subowo. 2005. Karakteristik dan Potensi Lahan Kering
3ataran Rendah Mendukung Ketahanan Pangan Sumatera Selatan. Prosiding Seminar
Nasional Inovasi eknologi Pertanian Mendukung Pembangunan Pertanian Lahan
Kering. Kerjasama. PSE dan UNIr. 27 hal.

Sudharto, ., N. Efram, E. Sunarto, Suriatinah, A. Hartono, dan R.L. Watung, 1996. Sistem
Usahatani rudidaya Lorong untuk Mendukung anaman Pangan dan ruah-buahan di
Lahan Kering di Wilayah Gunung Mas, Kalimantan engah dalam Prosiding
Lokakarya Evaluasi Hasil Penelitian Usahatani Lahan Kering, Palangkaraya, 16
3esember 1996. Pusat Penelitian anah dan Agroklimat.


Syamsiah, I. dan A.M Fagi. 1997. eknologi Embung. Sumberdaya Air dan Iklim dalam
mewujutkan Pertanian Efisien. Kerjasama 3epartemen Pertanian dengan Perhimpunan
Meteorologi Pertanian Indonesia (PERHIMPI).


Shaxson, .F. 1988. Conservation Soil by Stealth in (Moldenhauer and Hudson Eds).
Conservation Farming on Steep Lands, World Association of Soil and Water
Conservation Ankeny Iowa. P: 9-17.

Subagyo, H., N. Suharta, dan A.r. Siswanto. 2000. anah-tanah Pertanian di Indonesia. Pusat
Penelitian anah dan Agroklimat. radan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
rogor.


Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.




Scherr, S.J. 2003. Hunger, Proverty and riodiversity in 3eveloping Countries. A. Paper for the
Mexico Summit, 2-3 June 2003, Mexico.



Scherr, S.J. 2003. Hunger, Proverty and riodiversity in 3eveloping Countries. A. Paper for the
Mexico Summit, 2-3 June 2003, Mexico.


Wisnu, I.M.W, I. rasuki dan Johanes. 2005. Alternatif Sistem Usahatani dan Pengelolaan
sumberdaya air dalam pengembangan lahan kering di N r. Prosiding Seminar
Nasional Inovasi eknologi Pertanian Mendukung Pembangunan Pertanian Lahan
Kering. Kerjasama. PSE dan UNIr. 33 hal.
p

You might also like