Professional Documents
Culture Documents
LAPORAN PENELITIAN
OLEH :
TIM DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
RINGKASAN
“Proses Pembuatan Minyak jarak sebagai Bahan Bakar Alternatif”, oleh Tim
Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian USU.
Ketersediaan bahan bakar minyak yang berasal dari minyak bumi semakin hari
semakin menipis, sedangkan kebutuhan akan bahan bakar terus meningkat. Hal ini
menyebabkan harga bahan bakar minyak semakin meningkat. Untuk itu perlu dilakukan
upaya penghematan serta upaya pengalihan bahan bakar dari bahan yang berasal dari
minyak bumi menjadi sumber energi yang dapat diperbaharui. Salah satu bahan baku
yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan bakar pengganti minyak bumi adalah
tanaman jarak yang dapat menghasilkan minyak yaitu dari bijinya.
Minyak jarak diperoleh dengan cara pengepresan biji jarak dengan alat pengepres
minyak. Alat pengepres yang digunakan dalam penelitian ini adalah hydraulic press.
Pada penelitian ini juga digunakan alat pemecah biji jarak dan alat penghancur biji jarak
yang akan memudahkan proses pengepresan minyak dari biji jarak.
Penelitian ini terdiri dari 2 (dua) tahap, yaitu : 1) Penentuan Komposisi Biji Jarak,
dengan cara melakukan analisis proksimat terhadap biji jarak, yang terdiri dari kadar
protein, kadar air, kadar lemak, kadar abu dan karbohidrat (by difference), serta serat
kasar. Tahap 2) yaitu Pengaruh Metode Pemanasan terhadap Mutu Minyak jarak yang
dihasilkan. Metode pemanasan yang dilakukan terdiri dari 3 (tiga) perlakuan, yaitu
pemanasan dengan cara blansir menggunakan uap air pada suhu 170oC selama 30 menit
(P1), pemanasan dengan oven pada suhu 105oC selama 30 menit (P2) dan pemanasan
dengan cara penggongsengan biji sehingga biji menjadi cukup panas untuk diekstraksi
(P3). Parameter yang diamati pada penelitian tahap kedua adalah rendemen, bilangan iod,
bilangan asam, indeks bias, berat jenis dan warna.
Dari hasil analisis proksimat biji jarak, diperoleh kadar air biji jarak sebesar
48.06% (bb), kadar protein 18.88 % (bk), kadar lemak (46.25)% bk, kadar abu 2.62 % bk,
karbohidrat 32.25 %bk dan serat kasar 15.10 %. Berdasarkan hasil ini maka dapat
disimpulkan bahwa biji jarak merupakan bahan yang sangat potensial untuk digunakan
sebagai sumber minyak.
Hasil percobaan penentuan metode pemanasan yang terbaik sebelum dilakukan
ekstraksi minyak, maka pemanasan dengan cara penggongsengan menghasilkan
rendemen minyak yang tertinggi yaitu 27.95%, sedangkan pemanasan dengan cara oven
menghasilkan rendemen 24.51% dan pemanasan dengan blansir uap 22.23 %.
Bilangan iod dari minyak jarak dipengaruhi oleh metode pemanasan
pendahuluan,. Bilangan iod yang tertinggi diperoleh pada minyak hasil pemanasan
dengan cara oven yaitu 92.85 mg iodin/g, sedangkan pemanasan dengan blansir dan
penggongsengan mempunyai bilangan iod berturut-turut sebesar 90.9 dan 88.25 mg
iodin/g.
Metode pemanasan tidak berpengaruh nyata terhadap bilangan asam dari minyak
biji jarak yang dihasilkan. Bilangan asam yang paling rendah diperoleh pada pemanasan
dengan menggunakan oven yaitu sebesar 3.79 mg KOH/g, sedangkan pemanasan dengan
menggunakan blansir uap menghasilkan minyak dengan bilangan asam 4.79 mg KOH/g,
dan pemanasan dengan penggongsengan 5.34 mg KOH/g.
ABSTRAK
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas Rahmat dan
hidayahNya sehingga laporan hasil penelitian yang berjudul “Proses Pembuatan Minyak
Jarak Sebagai Bahan Bakar Alternatif” ini dapat diselesaikan.
Penyediaan bahan bakar alternatif selain bahan bakar minyak saat ini merupakan
hal yang semakin mendesak karena ketersediaan minyak bumi yang sudah semakin
menipis dan harganya yang terus menerus meningkat. Penelitian tentang alternatif bahan
pengganti bahan bakar fosil masih diperlukan dan salah satu bahan baku yang dapat
digunakan adalah minyak biji jarak.
Meskipun penelitian mengenai minyak biji jarak sudah banyak dilakukan, tetapi
hingga saat ini aplikasinya di lapangan masih belum optimal. Melalui penelitian ini
diharapkan diperoleh data-data mengenai karakteristik minyak jarak sehingga
pemanfaatan dan aplikasinya sebagai bahan bakar pengganti solar dapat lebih
dioptimalkan.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Badan Penelitian dan
Pengembangan Pemerintah Propinsi Sumatera Utara, yang telah memberikan dana untuk
terlaksananya penelitian ini, juga kepada semua pihak yang telah membantu hingga
selesainya penelitian ini. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak,
terutama dalam mengatasi krisis bahan bakar minyak yang saat ini tengah melanda dunia.
Prof.Ir.ZulkifliNasution,MSc.PhD.
NIP.131 570 478
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN
ABSTRAK
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL iii
DAFTAR GAMBAR iv
DAFTAR LAMPIRAN v
I. PENDAHULUAN 1
1. Latar Belakang 1
2. Tujuan Penelitian 3
3. Manfaat Penelitian 3
4. Hipotesis 3
II. STUDI PUSTAKA YANG SUDAH DILAKUKAN 4
1. Tanaman Jarak 4
2. Manfaat Tanaman Jarak 6
3. Komposisi Kimia Biji dan Minyak Jarak 7
4. Sifat Fisik dan Kimia Minyak jarak 7
5. Proses Pengolahan Minyak Biji Jarak 9
6. Karakteristik Umum Biodiesel 9
III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 14
1. Tempat dan Waktu Penelitian 14
2. Bahan dan Alat Penelitian 14
3. Metodologi Penelitian 14
4. Metode Pengamatan 16
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19
1. Karakteristik Biji Jarak 19
a. Bentuk dan Rendemen Biji Jarak 19
b. Perbandingan Berat Kulit Biji dan Endosperm Biji Jarak 19
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pada saat ini bahan bakar minyak (BBM) yang ada di pasaran disintesa dari
produk petrokimia yang menggunakan bahan baku berasal dari minyak bumi.
Ketersediaan minyak bumi sangat terbatas dan merupakan sumber daya alam yang tidak
dapat diperbaharui, sehingga harganya akan semakin meningkat. Indonesia yang saat ini
dikenal sebagai salah satu negara pengekspor minyak bumi diperkirakan juga akan
mengimpor bahan bakar minyak pada 20 tahun mendatang, karena produksi dalam negeri
tidak dapat lagi memenuhi permintaan pasar yang meningkat cepat akibat pertumbuhan
penduduk dan industri.
Untuk mengatasi krisis BBM ini, pemerintah mengeluarkan kebijakan
penghematan BBM yang dituangkan dalam Instruksi Presiden No. 10 tahun 2005.
Inpres ini mengatur tentang langkah-langkah yang harus dilaksanakan dalam rangka
penghematan BBM. Selain upaya penghematan, maka upaya untuk mengatasi krisis
BBM juga dapat dilakukan dengan mengalihkan pemanfaatan energi fosil (minyak)
kepada energi yang terbarukan (renewable energy).
Upaya ke arah penyediaan bahan bakar alternatif selain bahan bakar fosil terus
diupayakan, antara lain dengan mengubah bentuk mesin serta menyediakan sumber
energi lain selain bahan bakar fosil. Di Indonesia, Penelitian tentang alternatif pengganti
bahan bakar fosil sudah lama dilakukan yaitu dengan mencari bahan baku atau sumber
daya alam yang dapat diperbaharui.
Indonesia merupakan Negara agraris yang kaya akan sumber daya alam, sehingga
mempunyai potensi untuk menjadi pemimpin dalam energi yang terbarukan ini. Energi
terbarukan yang dapat digunakan adalah etanol dan biodiesel yang bahan bakunya sangat
melimpah di Indonesia. Bahan baku biodiesel atau etanol dapat berupa ketela pohon,
tetes tebu, kelapa sawit atau biji jarak. Tanaman-tanaman penghasil biodiesel ini juga
dapat dimanfaatkan untuk menyerap gas-gas CO2 dari udara untuk mengurangi
pemanasan global sebagaimana yang telah dicantumkan dalam Kyoto Protocol. Selain
itu, bahan baku lain yang dapat diolah menjadi biodiesel juga dapat berasal dari bahan
tidak terpakai atau limbah seperti eceng gondok, minyak bekas pakai, gas methanol dari
sampah atau kotoran hewan serta limbah minyak kelapa sawit.
Tanaman jarak sudah dikenal oleh masyarakat, tetapi hanya sebatas sebagai
tanaman pagar atau pembatas sawah petani, karena dianggap tidak ekonomis, sedangkan
daun dan buahnya hanya digunakan untuk pakan ternak. Tanaman jarak adalah salah satu
tanaman yang mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai bahan baku biodiesel.
Berdasarkan hasil Penelitian Manurung (2005), maka biji jarak dapat menghasilkan
minyak yang dapat digunakan sebagai bahan bakar pengganti minyak diesel (solar) dan
minyak tanah. Ekstraksi minyak dari buah jarak akan meningkatkan nilai ekonomi dari
pohon jarak. Tanaman jarak dapat menghasilkan 40 ton biji per hektar dengan harga jual
Rp.2000/kg.
Minyak jarak dihasilkan dari daging buah biji jarak melalui proses ekstraksi
dengan menggunakan mesin pengepres minyak. Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan diketahui bahwa kadar lemak kasar yang terdapat pada biji jarak adalah
47.25%, protein kasar 24.60% , serat kasar 10.12%, kadar air 5.5%, abu 4.5% dan
karbohidrat 7.99%. Kandungan iodin minyak biji jarak juga cukup tinggi yaitu 105,2 mg
iodine/g. Biji jarak yang mengandung minyak dengan kadar cukup tinggi ini sangat
mudah diekstraksi. Dalam perhitungan matematis, untuk membangkitkan pembangkit
listrik tenaga diesel berkekuatan 1 Megawatt dibutuhkan 90 hektar pohon jarak (Suara
Pembaruan, 2005).
Pohon jarak berasal dari Afrika Selatan, dan sudah dikenal oleh bangsa Indonesia
sejak tahun 1940-an, saat penjajah Jepang menggunakan minyak jarak untuk penerangan
di rumah-rumah penduduk dan sumber energi untuk menggerakkan alat-alat perang
(Suara Pembaruan, 2005).
Di Indonesia, biodiesel khususnya biodiesel dari minyak jarak belum
dimanfaatkan sebagai bahan bakar, baik untuk transportasi maupun industri. Berdasarkan
hal ini, maka Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian USU tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai proses pembuatan minyak jarak sebagai bahan bakar
alternatif.
2. Tujuan Penelitian
3. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat diperoleh data dasar tentang sifat fisik
dan komposisi biji jarak, proses pembuatan minyak jarak serta karakteristik dari minyak
jarak. Data dasar tersebut berguna untuk merancang dan membangun alat pengepres
minyak jarak yang dapat diterapkan di tingkat pengguna yaitu petani dan pengusaha
minyak jarak. Dari data karakteristik minyak jarak juga dapat diketahui arah
pemanfaatan minyak jarak, yang salah satunya adalah sebagai bahan bakar alternatif.
4. Hipotesis Penelitian
- Diduga metode pemanasan yang berbeda terhadap biji jarak sebelum diekstraksi akan
mempengaruhi rendemen minyak biji jarak yang dihasilkan.
1. Tanaman Jarak
Tanaman jarak (Jatropha curcas L.) dikenal sebagai jarak pagar, dan merupakan
tanaman semak yang tumbuh dengan cepat hingga mencapai ketinggian 3-5 meter.
Tanaman ini tahan kekeringan dan dapat tumbuh di tempat-tempat dengan curah hujan
200 mm hingga 1500 mm per tahun. Daerah penyebaran tanaman terletak antara 40o LS
sampai 50o LU dengan ketinggian optimal 0-800 meter di atas permukaan laut (Hamdi,
2005).
Tanaman jarak memerlukan iklim yang kering dan panas terutama pada saat
berbuah. Suhu yang rendah pada saat penanaman dan pembungaan akan sangat
merugikan karena mudah terserang jamur. Tanaman jarak pagar tumbuh di daerah tropis
dan subtropis, dengan suhu optimum 20 – 35o C. Kelembaban yang tinggi akan
mendorong perkembangan jamur sehingga akan menurunkan produktivitas. Tanaman
jarak pagar tergolong tanaman hari panjang, yaitu tanaman yang memerlukan sinar
matahari langsung dan terus menerus sepanjang hari. Tanaman tidak boleh terlindung
dari tanaman lainnya, yang berakibat akan menghambat pertumbuhannya (Hamdi, 2005).
Faktor utama yang berpengaruh terhadap tanaman adalah intensitas hujan, hari
hujan perbulan dan panjang bulan basah. Intensitas hujan yang tinggi dalam bulan-bulan
basah, akan mengakibatkan timbulnya serangan cendawan dan bakteri, baik di bagian
atas maupun bagian dalam tanah. Pada saat berbunga dan berbuah membutuhkan bulan
kering minimal 3 bulan (Hamdi, 2005).
Tanaman jarak tidak memerlukan tanah subur, tetapi lebih sesuai bila struktur
tanahnya ringan. Umumnya produksi maksimum dicapai pada tanaman yang tumbuh di
tanah lempung berpasir dengan pH 5 – 6.5. Jarak tidak tahan terhadap genangan air,
sehingga drainase harus dilakukan dengan baik. Tanah yang ditanami harus bebas dari
naungan sehingga mendapatkan sinar matahari yang cukup (Hamdi, 2005).
Jarak pagar hampir tidak memiliki hama karena sebagian besar bagian tubuhnya
beracun. Tanaman ini mulai berbuah setelah berusia lima bulan dan mencapai
produktivitas penuh pada usia 5 tahun. Buahnya berbentuk ellips dengan panjang 1 inchi
dan memiliki 2-3 biji. Umur tanaman ini dapat mencapai 50 tahun (Suara Pembaruan,
2005).
Saat ini cara bercocok tanam jarak masih dilakukan secara sederhana, dan
biasanya dilakukan bersama-sama dengan tanaman palawija seperti jagung, padi gogo,
kedele, kacang tanah dan ketela pohon. Penanaman jarak dilakukan dengan cara
memasukkan 2-3 biji pada setiap lubang sedalam kira-kira 3 cm pada tanah yang telah
digemburkan dan diratakan. Waktu tanam perlu disesuaikan dengan keadaan iklim
setempat serta jenis jarak yang akan ditanam. Penanaman sebaiknya dilakukan pada
akhir musim hujan, untuk menjaga agar saat pembungaan tidak terkena hujan yang dapat
mengakibatkan gugurnya bunga. Untuk mempercepat perkembangan dan pertumbuhan
biji secara serentak, sebelum ditanam biji direndam selama 24 jam. Pemeliharaan
tanaman dan pemupukan dapat dilakukan pada waktu tanaman berumur 3 minggu
(Ketaren, 1986).
Pemupukan dapat diberikan dua kali yaitu pada saat tanam dan setelah tanaman
berumur 3-4 minggu. Dipakai system hara berimbang (NPK) dosis pemakaian per hektar
lahan 200 kg urea, 100 kg TSP dan 50 kg KCl. Tiap pohon memerlukan 50 gra,
campuran urea, TSP dan KCL 2:2:1 pada saat tanam dan 20 gram urea setelah 3-4
minggu. Pemupukan dilakukan dengan melubangi tanah sedalam 5-7 cm di sekitar
pohon sejauh 5-10 cm, kemudian ditutup tanah kembali.
Panen buah jarak dapat dilakukan pada saat buah jarak sudah mulai tua, yang
ditandai dengan 75% buah pada sebuah malai sudah mengering. Ciri-ciri buah yang
sudah dapat dipanen adalah batas antar ruang biji sudah tampak jelas bergaris. Pada satu
buah terdapat 3 biji. Waktu panen harus tepat sebab keterlambatan akan mengakibatkan
pecahnya kulit biji dan biji akan terlempar keluar (Trubus, 2005).
Panen dilakukan dengan cara memotong malai menggunakan pisau yang tajam.
Buah yang masih berkulit kemudian dijemur selama 3 hari dan kulit buah akan pecah
dengan sendirinya. Biji-biji yang diperoleh dijemur kembali sampai kering kemudian
disimpan (Ketaren, 1986). Biji dan buah dipisahkan dengan cara ditampi kemudian biji
dijemur kembali hingga kering dan siap diolah menjadi minyak jarak pagar. Hasil panen
tergantung dari kondisi tanah dan pemeliharaan. Satu pohon jarak dapat menghasilkan
10-15 kg/tahun apabila tanaman dipelihara dan diberi pemupukan dengan baik (Hamdi,
2005).
Bagian tanaman jarak yang dapat dimanfaatkan adalah biji, akar, daun dan
minyak dari bijinya. Bagian daun digunakan sebagai obat untuk penyakit koreng,
eczema, gatal (pruritus), batuk sesak dan hernia. Bagian akar digunakan untuk rematik
sendi, tetanus, epilepsy, bronchitis pada anak-anak, luka terpukul, TBC kelenjar dan
schizophrenia (gangguan jiwa). Bagian biji digunakan untuk mengurangi kesulitan buang
air besar (konstipasi), kanker mulut rahim dan kulit (carcinoma of cervix and skin),
visceroptosis/gastroptosis, kesulitan melahirkan dan retensi plasenta/ari-ari, kelumpuhan
oton muka, TBC kelenjar, bisul, koreng, scabies ,infeksi jamur dan bengkak.
Minyak jarak dihasilkan dari biji buah jarak dengan proses ekstraksi
menggunakan mesin pengepres atau menggunakan pelarut. Crude bio oil dihasilkan
dengan cara ekstraksi menggunakan pelarut dan kemudian dilanjutkan dengan proses
pirolisis, dan untuk menghasilkan modified bio oil dilanjutkan dengan proses partial
cracking. Modified bio oil dapat digunakan sebagai bahan substitusi minyak tanah (Suara
Pembaruan, 2005). Bahan bakar biji jarak ini dapat digunakan sebagai alternatif sumber
energi yaitu sebagai pengganti bahan bakar solar, sehingga bias digunakan untuk mobil
dengan mesin diesel, mesin penggilingan beras dan kapal-kapal nelayan .
Minyak jarak dan turunannya digunakan dalam industri cat, varnish, lacquer,
pelumas, tinta cetak, linoleum, oil cloth dan sebagai bahan baku dalam industri-industri
plastic dan nilon. Dalam jumlah kecil minyak jarak dan turunannya juga digunakan
untuk pembuatan kosmetik, semir dan lilin (Ketaren, 1986).
Sebelum digunakan untuk berbagai keperluan, minyak jarak perlu diolah lebih
dahulu. Pengolahan ini meliputi dehidrasi, oksidasi, hidrogenasi, sulfitasi, penyabunan
dan sebagainya. Pengolahan tersebut mengakibatkan perubahan sifat fisiko-kimia
minyak jarak (Ketaren, 1986).
Biji jarak terdiri dari 75% kernel (daging biji) dan 25% kulit dengan komposisi
kimia seperti pada Tabel 1. Minyak jarak mempunyai kandungan asam lemak seperti
pada Tabel 2.
Minyak jarak mempunyai rasa asam dan dapat dibedakan dengan trigliserida
lainnya karena bobot jenis. Kekentalan (viskositas) dan bilangan asetil serta kelarutannya
dalam alkohol nilainya relatif tinggi. Minyak jarak larut dalam etil alcohol 95% pada
suhu kamar serta pelarut organik yang polar, dan sedikit larut dalam golongan
hidrokarbon alifatis. Nilai kelarutan dalam petroleum eter relative rendah, dan dapat
dipakai untuk membedakannya dengan golongan trigliserida lainnya. Kandungan
tokoferol relatif kecil (0.05%), serta kandungan asam lemak essensial yang sangat rendah
menyebabkan minyak jarak tersebut berbeda dengan minyak nabati lainnya (Ketaren,
1986). Sifat fisik dan kimia minyak jarak dapat dilihat pada Tabel 3.
Karakteristik Nilai
o
Viskositas (gardner-hold), 25 C u-v (6.3-8.8 st)
Bobot Jenis 20/20o C 0.957 – 0.963
Bilangan Asam 0.4 – 4.0
Bilangan Penyabunan 176 – 181
Bilangan tak Tersabun 0.7
Bilangan Iod (Wijs) 82 – 88
Warna (appearance) Bening
Warna Gardner (max) Tidak lebih gelap dari 3’
Indeks Bias 1,477 – 1,478
Kelarutan dalam alkohol (20oC) Jernih (tidak keruh)
Bilangan asetil 145 – 154
Titik Nyala (tag close cup) 230 oC
Titik Nyala (cleveland open cup) 285 oC
Antoignition temperature 449 oC
Titik Api 322 oC
Titik Didih Dec
Putaran optik, 200 mm +7, 5sD + 9,0
Koefisien Muai per o C 0,00066
Pour Point -33oC
Tegangan Permukaan pada 20o C 39,9 dyne/cm
Sumber : Bailey (!950) di dalam Ketaren (1986)
Sebagai alternatif bahan bakar minyak, maka minyak biji jarak sudah memenuhi
syarat ideal sebuah bahan bakar, yaitu nilai kalorinya 35,58 MJ/kg, bilangan asam 3,08
mg KOH/g, titik nyala 290oC, viskositas 50,80 cSt dan densitas 0,0181 g/cm3. Minyak
jarak Jatropha curcas L berwarna kuning bening, memiliki bilangan iodine tinggi yaitu
105,2 mg yang berarti kandungan minyak tak jenuhnya sangat tinggi, terutama terdiri atas
asam oleat dan linoleat yang mencapai 90% (Trubus, 2005).
Minyak jarak pagar (jatropha) mempunyai ikatan rangkap sehingga viskositasnya
rendah (encer), sedangkan minyak jarak ricinus (Ricinus communis), tidak memiliki
ikatan rangkap dan mempunyai gugus OH sehingga minyaknya lebih kental. Pada suhu
25oC viskositas minyak jarak ricinus mencapai 600-800 cP dan pada suhu 100oC
mencapai 15-20 cP, sehingga minyak jarak ricinus sesuai untuk digunakan sebagai
pelumas (Trubus, 2005).
Minyak jarak ricinus mengandung asam risinoleat yang sangat tinggi yaitu 89,5%,
juga ngandung asam lemak linoleat 4,2%, asam oleat 3,0%, asam stearat 1,0%. Asam
risinoleat mempunyai nilai saponifikasi 186, nilai wijs iodine 89 dan titik leleh 5,5oC
(Trubus, 2005).
Proses pengolahan minyak biji jarak dari biji buah jarak meliputi : pengeringan
buah jarak untuk mengeluarkan biji dari buah jarak, pengeringan biji jarak hingga
diperoleh kadar air biji 6%, pemisahan kulit biji (cangkang) dengan daging biji yang
dapat dilakukan secara manual atau menggunakan mesin pemisah biji jarak, proses
pemanasan daging biji (steam) pada suhu 170oC selama 30 menit, penghancuran daging
biji , pengepresan minyak dengan menggunakan mesin pengepres, dan penyaringan
minyak (Trubus, 2005).
Bungkil biji jarak dari hasil pengepresan minyak jarak dapat digunakan sebagai
pakan ternak setelah terlebih dahulu membuang racun ricin dan kurkinnya. Kadar racun
jarak yang ditanam di Indonesia belum diketahui, sedangkan jarak Riccinus communis
yang dibudidayakan di negara-negara lain seperti Afrika Selatan, Israel dan Turki
berkadar ricin 3,3-3,9 mg/g. Setelah proses pemanasan racun kurkin akan kehilangan
daya toksiknya, sedangkan racun ricin dapat dihilangkan dengan perlakuan kimiawi,
yaitu dengan menambahkan etanol dan NaOH (Trubus, 2005).
Tempurung jarak juga masih dapat dimanfaatkan melalui teknologi pirolisa dan
dapat digunakan sebagai bahan bakar kompor (Trubus, 2005).
Karakteristik umum yang perlu diketahui untuk menilai kinerja bahan bakar diesel
antara lain viskositas, cetane index, berat jenis, titik tuang, nilai kalor pembakaran,
volatilitas, kadar residu karbon, kadar air dan sediment, indeks diesel, titik embun, kadar
sulfur dan titik nyala.
- Viskositas
Viskositas adalah tahanan yang dimiliki fluida yang dialirkan dalam pipa kapiler
Terhadap gaya gravitasi, biasanya dinyatakan dalam waktu yang diperlukan untuk
mengalir pada jarak tertentu. Ika viskositas semakin tinggi, maka tahanan untuk mengalir
akan semakin tinggi. Karakteristik ini sangat penting karena mempengaruhi kinerja
injektor pada mesin diesel. Atomisasi bahan bakar sangat bergantung pada viskositas,
tekanan injeksi serta ukuran lubang injektor (Shreve, 1956).
Pada umumnya, bahan bakar harus mempunyai viskositas yang relatif rendah agar
dapat mudah mengalir dan teratomisasi Hal ini dikarenakan putaran mesin yang cepat
membutuhkan injeksi bahan bakar yang cepat pula. Namun tetap ada batas minimal
karena diperlukan sifat pelumasan yang cukup baik untuk mencegah terjadinya keausan
akibat gerakan piston yang cepat (Shreve, 1956).
- Angka Setana
Angka setana menunjukkan kemampuan bahan bakar untuk menyala sendiri (auto
ignition). Skala untuk angka setana biasanya menggunakan referensi berupa campuran
antara normal setana (C16H34) dengan alpha methyl naphthalene (C10H7CH3) atau dengan
heptamethylnonane (C16H34). Normal setana memiliki angka setana 100, alpha methyl
naphtalene memiliki angka setana 0, dan heptamethylnonane memiliki angka setana 15.
Angka setana suatu bahan bakar biasanya didefinisikan sebagai persentase volume dari
normal setana dengan campurannya tersebut (Shreve, 1956).
Angka setana yang tinggi menunjukkan bahwa bahan bakar dapat menyala pada
temperatur yang relatif rendah, dan sebaliknya angka setana rendah menunjukkan bahan
bakar baru dapat menyala pada temperatur yang relatif tinggi. Penggunaan bahan bakar
mesin diesel yang mempunyai angka setana yang tinggi dapat mencegah terjadinya
knocking karena begitu bahan bakar diinjeksikan ke dalam silinder pembakaran maka
bahan bakar akan langsung terbakar dan tidak terakumulasi (Shreve, 1956).
- Berat Jenis
Berat jenis menunjukkan perbandingan berat per satuan volume, karakteristik ini
berkaitan dengan nilai kalor dan daya yang dihasilkan oleh mesin diesel per satuan
volume bahan bakar. Berat jenis bahan bakar diesel diukur dengan menggunakan metode
ASTM D287 atau ASTM D1298 dan mempunyai satuan kilogram per meter kubik
(kg/m3).
- Titik Tuang
Titik tuang adalah titik temperatur terendah dimana mulai terbentuk kristal-kristal
parafin yang dapat menyumbat saluran bahan bakar. Titik tuang ini dipengaruhi oleh
derajat ketidakjenuhan (angka iodium),semakin tinggi ketidakjenuhan maka titik tuang
semakin rendah. Titik tuang juga dipengaruhi oleh panjang rantai karbon, semakin
panjang rantai karbon maka semakin tinggi titik tuang. Karakteristik ini ditentukan
dengan menggunakan metoda ASTM D97 (Shreve, 1956).
Nilai kalor pembakaran menunjukkan energi kalor yang dikandung dalam tiap
satuan massa bahan bakar. Nilai kalor dapat diukur dengan bomb calorimeter kemudian
dimasukkan dalam rumus :
8100C + 3400 (H-O/8)
Nilai Kalor = kkal/kg
100
Nilai kalor H, C, dan O dinyatakan dalam persentase berat setiap unsur yang terkandung
dalam satu kilogram bahan bakar (Shreve, 1956).
- Volatilitas
Volatilitas adalah sifat kecenderungan bahan bakar untuk berubah fasa menjadi
fasa uap. Tekanan uap yang tinggi dan titik didih yang rendah menandakan
tingginya volatilitas (Shreve, 1956).
Pada negara yang mempunyai musim dingin kandungan air yang terkandung dalam
bahan bakar dapat membentuk kristal yang dapat menyumbat aliran bahan bakar. Selain
itu, keberadaan air dapat menyebabkan korosi dan pertumbuhan mikroorganisme yang
juga dapat menyumbat aliran bahan bakar. Sedimen dapat menyebabkan penyumbatan
juga dan kerusakan mesin (Shreve, 1956).
- Indeks Diesel
Indeks diesel adalah suatu parameter mutu penyalaan pada bahan bakar mesin
diesel selain angka setana. Mutu penyalaan dari bahan bakar diesel dapat diartikan
sebagai waktu yang diperlukan untuk bahan bakar agar dapat menyala di ruang
pembakaran dan diukur setelah penyalaan terjadi. cara menentukkan indeks diesel dari
suatu bahan bakar mesin diesel dapat dihitung dengan menggunakan rumus di bawah ini :
Dari rumus di atas dapat diketahui bahwa nilai indeks diesel dipengaruhi oleh titik
anilin dan berat jenisnya (Shreve, 1956).
- Titik Embun
Titik embun adalah suhu dimana mulai terlihatnya cahaya yang berwarna suram relatif
terhadap cahaya sekitarnya pada permukaan minyak diesel dalam proses pendinginan.
Karakteristik ini ditentukan dengan menggunakan metoda ASTM D97.
- Kadar Sulfur
Kadar sulfur dalam bahan bakar diesel dari hasil penyulingan pertama (straight-
run) sangat bergantung pada asal minyak mentah yang akan diolah. Pada umumnya,
kadar sulfur dalam bahan bakar diesel adalah 50-60% dari kandungan dalam minyak
mentahnya. Kandungan sulfur yang berlebihan dalam bahan bakar diesel dapat
menyebabkan terjadinya keausan pada bagian-bagian mesin. Hal ini terjadi karena
adanya partikel-partikel padat yang terbentuk ketika terjadi pembakaran dan dapat juga
disebabkan karena keberadaan oksida belerang seperti SO2 dan SO3. Karakteristik ini
ditentukan dengan menggunakan metode ASTM D1551 (Shreve, 1956).
Titik nyala adalah titik temperatur terendah dimana bahan bakar dapat menyala.
Hal ini berkaitan dengan keamanan dalam penyimpanan dan penanganan bahan bakar
(Shreve, 1956).
Penelitian dilakukan selama 3 (tiga) bulan dari bulan Juli hingga September 2005,
dan dilaksanakan di laboratorium Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian
USU Medan.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji jarak yang berasal dari
tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L) yang sudah tua yang diperoleh dari petani serta
dari hasil tanaman jarak yang ditanam di areal Fakultas Pertanian USU. Biji jarak yang
digunakan adalah biji jarak yang sudah tua yang ditandai dengan kulit buah yang sudah
mengering dan batas antar ruang biji di dalam buah sudar terlihat jelas bergaris. Bahan
lainnya adalah bahan-bahan kimia untuk analisa kadar lemak, kadar protein, serta analisa
karakteristik minyak biji jarak yaitu bilangan iod dan bilangan asam.
Alat-alat yang digunakan dalam Penelitian ini terdiri dari mesin pengupas biji
jarak, dan mesin pengepres minyak jarak yaitu hydraulic press serta alat-alat gelas untuk
analisa kimia minyak jarak yang dihasilkan.
3. Metodologi Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi kimia dari biji jarak.
Penelitian dilakukan dengan cara mengamati biji jarak yaitu : berat biji rata-rata, berat
cangkang dan berat daging bijinya, kemudian dilakukan analisa proksimat terhadap kadar
air (metode oven, AOAC, 1995), kadar lemak (metode soxhlet), kadar protein (Kjeldahl),
kadar abu dan karbohidrat (by difference), juga dilakukan analisa serat kasar dari biji
jarak.
Metode pemanasan yang menghasilkan rendemen minyak yang terbanyak dipilih sebagai
metode pemanasan yang terbaik.
Minyak jarak yang dihasilkan juga dianalisis karakteristiknya yang meliputi
bilangan iod, bilangan asam, BJdan indeks bias (Apriyantono et al, 1989).
4. Metode Pengamatan
Bilangan asam dinyatakan sebagai jumlah milligram KOH yang dibutuhkan untuk
menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam 1 gram minyak atau lemak. Cara
penentuan bilangan asam adalah sebagai berikut :
- 20 g minyak ditimbang dalam Erlenmeyer 250 ml
- Ditambahkan 50 ml alkohol 95% netral, dipanaskan hingga mendidih (± 10 menit)
dalam penangas air sambil diaduk.
- Larutan ini kemudian dititrasi dengan KOH 0.1 N, menggunakan indicator fenolftalein
sampai terbentuk warna merah jambu yang persisten selama 10 detik.
- Bilangan asam dihitung dengan perhitungan berikut :
ml KOH x N KOH x 56.1
Bilangan asam =
Berat sample
Ml KOH x N KOH x M
Kadar asam =
10 G
G = berat sample
M = berat molekul asam lemak yang dominant dalam minyak.
c. Berat Jenis (Apriyantono et al, 1989)
Berat jenis (BJ) adalah perbandingan berat dari volume sample minyak dengan
berat air yang volumenya sama pada suhu tertentu (25o C). Cara penentuan berat jenis
adalah sebagai berikut :
- Pikonometer dibersihkan dan ditimbang
- Kemudian piknometer diisi dengan aquades bersuhu 20-30o C. Pengisian dilakukan
sampai air dalam botol meluap dan tidak ada gelembung udara di dalamnya.
- Setelah ditutup, botol direndam dalam bak air yang bersuhu 25o C dengan toleransi
0.2oC selama 30 menit.
- Botol diangkat dari bak dan dikeringkan dengan kertas pengisap.
- Ditimbang berat botol dengan isinya.
- Contoh minyak jarak disaring dengan kertas saring untuk membuang benda asing dan
kandungan air. Selanjutnya contoh minyak diperlakukan sama seperti langkah di atas.
- Berat jenis minyak dihitung sebagai berikut :
- Beberapa tetes minyak diteteskan pada prisma refraktometer Abbe, yang sudah
distabilkan pada suhu tertentu.
- Dibiarkan selama 1-2 menit untuk mencapai suhu refraktometer.
- Dilakukan pembacaan indeks bias.
- Indeks bias dikoreksi untuk suhu standar dengan menggunakan rumus berikut :
R = R’ – K (T’-T)
R = Indeks bias pada suhu standar
R’ = Indeks bias pada suhu pembacaan
T = suhu standar
T’ = suhu pembacaan
K = 0.000385
e. Warna
Warna minyak jarak ditentukan secara visual (subjektif) yaitu dengan cara
mengamati warna dari minyak jarak yang dihasilkan.
Dalam penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap biji jarak yang meliputi
rendemen biji, bentuk biji, perbandingan berat kulit biji dan endosperm (daging) biji serta
komposisi kimia biji jarak.
Buah jarak berbentuk bulat lonjong dengan ukuran 3-3.5 cm panjang dan diameter
sekitar 2.5 cm. Buah jarak yang dapat dimanfaatkan bijinya sebagai sumber minyak
adalah buah jarak yang sudah tua, dengan ciri-ciri batas antara ruang biji sudah tampak
jelas bergaris. Pada satu buah terdapat 3 (tiga) biji. Biji jarak pagar berwarna hitam dan
berbentuk lonjong. Panjang biji berkisar antara 1.5 – 2.0 cm sedangkan diameternya ± 1
cm.
Dari hasil pengamatan terhadap buah jarak yang baru dipanen, sebanyak 1 kg
buah jarak akan menghasilkan 213 gram biji jarak yang masih mengandung air sebesar
48%. Hal ini berarti rendemen biji jarak dalam keadaan basah adalah 21.3% dan bagian
terbesar dari buah jarak adalah daging buah yaitu 78.7%. Dalam pengolahan biji jarak
menjadi minyak, maka biji jarak dikeringkan hingga kadar air mencapai 6%, sehingga
dari 1 kg buah jarak basah akan diperoleh biji karet yang sudah kering sebanyak 117.4 g
atau 11.74%.
Perbandingan antara berat kulit biji jarak dan endosperm (daging) biji jarak pada
saat basah dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Perbandingan berat kulit biji dan endosperm biji jarak basah.
Dari Tabel 4 diketahui perbandingan kulit dan endosperm biji jarak adalah 30%
kulit dan 70% daging (endosperm).
Penentuan komposisi kimia biji jarak dilakukan dengan cara analisa proksimat biji
yang hasilnya disajikan pada Tabel 5.
Analisa Komposisi
Lemak (% basis kering) 46.25
Protein (% basis kering) 18.88
Abu (% basis kering) 2.62
Karbohidrat (basis kering) 32.25
Air (basis basah) 48.06
Serat Kasar (basis kering) 15.1
Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa kadar lemak biji jarak mencapai 46%, sehingga
biji jarak sangat potensial digunakan sebagai sumber lemak/minyak. Selain itu biji jarak
juga mengandung protein dan serat yang cukup tinggi. Pada proses pengolahan minyak
biji jarak, protein dan serat ini masih tetap terdapat pada bungkil/ampasnya. Tetapi
bungkil ini juga masih mengandung racun yaitu ricin dan kurkin. Racun kurkin dapat
hilang pada proses pemanasan , sedang ricin dihilangkan dengan proses kimiawi, yaitu
dengan menambahkan etanol dan natrium hidroksida (Trubus, 2005). Sehingga
bungkil/ampas dari proses pembuatan minyak jarak cukup potensial untuk digunakan
baik sebagai pakan ternak maupun bahan pangan.
Pada penelitian ini komposisi asam lemak dari minyak jarak belum dilakukan.
Berdasarkan hasil analisa dari Gubitz et al., (1998), maka komposisi asam lemak dari
lemak biji jarak dapat dilihat pada Tabel 6. Asam lemak yang dominan terdapat pada
minyak jarak adalah asam oleat dan linoleat yang merupakan asam lemak tidak jenuh.
Asam oleat memiliki satu ikatan rangkap, sedangkan asam linoleat memiliki dua ikatan
rangkap. Tingginya asam lemak tidak jenuh pada minyak jarak ini menyebabkan minyak
jarak berbentuk cair pada suhu ruang. Asam oleat dan linoleat memiliki titik cair yang
rendah, yaitu 14oC untuk oleat dan 11oC untuk asam linoleat (Ketaren, 1986).
Minyak jarak dapat diperoleh dari biji jarak yang sudah tua dan diproses dengan
cara pengepresan. Pada penelitian ini biji jarak yang digunakan adalah biji jarak pagar
dari buah yang sudah cukup tua, yang ditandai dengan kulit buah yang sudah menguning.
Buah yang masih berkulit ini kemudian dijemur selama 3 hari hingga kering dan kulitnya
menjadi pecah dengan sendirinya. Untuk memisahkan bagian biji dengan kulit buah
dilakukan dengan menggunakan alat pemisah biji. Dengan alat ini, persentase biji utuh
yang diperoleh sekitar 48% dan biji pecah 3%.
Biji yang sudah dipisahkan dari cangkangnya kemudian diberi pemanasan
pendahuluan, yaitu berupa pemanasan dengan uap pada suhu 170oC selama 30 menit,
pemanasan dengan oven pada suhu 105o C selama 30 menit serta pemanasan dengan
penggongsengan biji sehingga biji cukup panas untuk dilakukan pengepresan.
Pemanasan merupakan salah satu tahap dalam proses pengolahan minyak, yang
bertujuan untuk menyatukan dan mengumpulkan butir-butir minyak sehingga
memungkinkan minyak dapat mengalir keluar dari daging biji dengan mudah serta dapat
mengurangi afinitas minyak pada permukaan biji sehingga pekerjaan pemerasan menjadi
lebih efisien (Ketaren, 1986). Selain itu, pemanasan juga dimaksudkan untuk
Dalam proses ekstraksi minyak, maka tingkat rendemen minyak yang dihasilkan
akan menentukan efisiensi dari proses ekstraksi. Dalam penelitian ini, sebelum esktraksi
minyak jarak dengan pengempa hidraulik, maka dilakukan pemanasan pendahuluan yang
bertujuan untuk mengeluarkan minyak dari sel-sel dan jaringan sehingga proses ekstraksi
menjadi lebih sempurna.
Metode pemanasan biji jarak sebelum diektraksi ternyata dapat mempengaruhi
rendemen minyak yang dihasilkan seperti terlihat pada Tabel 7 dan data hasil pengamatan
disajikan pada Lampiran 1. Pada penelitian ini digunakan 3 (tiga) perlakuan pemanasan,
yaitu cara blansir menggunakan uap panas selama 30 menit pada suhu 170oC (P1),
pemanasan dengan menggunakan oven pada suhu 105oC (P2) dan pemanasan dengan cara
penggongsengan (P3).
Berdasarkan Tabel 7 dan Gambar 1 , maka rendemen minyak yang tertinggi
diperoleh pada perlakuan pemanasan dengan cara penggongsengan. Hal ini disebabkan
karena dengan penggongsengan kadar air dipermukaan biji jarak menjadi rendah, dan
suhu permukaan biji jarak menjadi lebih tinggi dibanding pemanasan dengan oven.
Pemanasan dengan uap menggunakan suhu yang paling tinggi yaitu 170oC, tetapi pada
penelitian ini sumber uap yang digunakan adalah uap dari air panas, sehingga justru dapat
meningkatkan kadar air dari biji jarak, hal ini akan menyulitkan proses pengeluaran
minyak dari biji. Semakin tinggi suhu pemanasan, maka semakin mudah minyak keluar
dari bahan karena pemanasan dapat mengakibatkan minyak menjadi encer.
Rendemen minyak jarak yang dihasilkan dalam penelitian ini masih cukup rendah
yaitu berkisar antara 22-27%, sedangkan kadar minyak yang terdapat dalam biji jarak
yang digunakan adalah sebesar 46%. Hal ini menunjukkan bahwa pada bungkil biji jarak
masih terdapat minyak sebesar 19-24%. Rendahnya rendemen minyak jarak yang
dihasilkan, disebabkan karena alat pengepres biji jarak yang digunakan masih sangat
sederhana yaitu berupa hydraulic press. Untuk dapat mengeluarkan minyak dari biji
jarak secara maksimum maka alat pengepres yang digunakan hendaknya berupa screw
press ataupun alat pengepress yang menggunakan motor sebagai penggerak.
Karakteristik minyak biji jarak yang diamati dalam penelitian ini adalah bilangan
iod, bilangan asam, berat jenis, turbidity point dan indeks bias. Minyak biji jarak yang
diamati adalah minyak biji jarak hasil pengepresan dengan menggunakan alat pengepres
hidraulik (hydraulic press), dan dengan menggunakan 3 (tiga) metode pemanasan
pendahuluan. Data hasil pengamatan disajikan pada Lampiran 2, 3, 4 dan 5, sedangkan
rekapitulasinya dapat dilihat pada Tabel 8.
30 27.95
Rendemen
28
24.51
26
22.23
24
22
20
P1 P2 P3
Metode Pemanasan
Gambar 1. Pengaruh Metode Pemanasan Terhadap Rendemen dari Minyak Biji Jarak (P1
= Pemanasan dengan blansir uap suhu 170oC selama 30 menit, P2 =
Pemanasan dengan oven suhu 105oC selama 30 menit, P3 = Pemanasan
dengan Penggongsengan)
Tabel 8. Karakteristik minyak biji jarak yang dihasilkan dari 3 (tiga) metode pemanasan
pendahuluan.
a. Bilangan Iod
Bilangan iod didefenisikan sebagai jumlah garam iodin yang diserap oleh 100 g
minyak. Nilai yang diperoleh menunjukkan derajat ketidak jenuhan minyak. Pada
penelitian ini, metode penentuan bilangan iod dilakukan dengan metode Wijs. Prinsip
dasar dari metode ini adalah gliserida tak jenuh mempunyai kemampuan mengabsorbsi
sejumlah iod, khususnya apabila dibantu dengan suatu carrier seperti iodine klorida,
membentuk suatu senyawa jenuh. Jumlah iod yang diabsorbsi menunjukkan ketidak
jenuhan minyak. Ke dalam sejumlah sample minyak ditambahkan iod berlebih, dam
kelebihan iod dititrasi dengan Na-tiosulfat sehingga iod yang diabsorbsi oleh minyak
dapat diketahui jumlahnya (Apriyantono et al., 1989).
Analisis sidik ragam untuk bilangan iod (Lampiran 2) dan nilai rataan bilangan
iod (Tabel 8) menunjukkan bahwa metode pemanasan berpengaruh sangat nyata terhadap
bilangan iod minyak jarak. Berdasarkan Tabel 8 dan Gambar 1, terlihat bahwa bilangan
iod yang paling tinggi terdapat pada minyak jarak yang dihasilkan melalui pemanasan
pendahuluan dengan cara pengovenan pada suhu 105oC. Hal ini menunjukkan bahwa
pemanasan dengan oven pada suhu 105oC, tidak menyebabkan putusnya ikatan rangkap
yang terdapat pada rantai atom C dari asam lemak tidak jenuhnya. Pemutusan ikatan
rangkap pada minyak dapat disebabkan oleh proses hidrogenasi atau terjadinya oksidasi
pada minyak.
Proses hidrogenasi pada minyak bertujuan untuk menstabilkan minyak sehingga
masa simpannya lebih panjang. Proses oksidasi pada minyak terjadi karena aksi oksigen
dari udara terhadap minyak. Dalam bahan yang mengandung minyak/lemak, konstituen
yang paling mudah mengalami oksidasi adalah asam lemak tidak jenuh (Ketaren, 1986).
Pada proses pemanasan pendahuluan dengan penggongsengan, maka terjadinya reaksi
oksidasi minyak yang terdapat pada biji jarak lebih mudah terjadi, karena
penggongsengan dilakukan pada udara yang terbuka serta suhu yang relatif lebih tinggi.
Semakin tinggi suhu pemanasan maka terjadinya oksidasi minyak akan semakin cepat.
Selain itu oksidasi juga akan dipercepat oleh adanya radiasi misalnya oleh panas atau
cahaya, adanya katalis atau bahan pengoksidasi seperti peroksida, perasid, ozon, asam
nitrat dan beberapa senyawa organic nitro dan aldehid aromatik (Ketaren, 1986).
92.85
Bilangan
94
Iod (mg 90.9
iodin/g)
92
88.25
90
88
86
84
P1 P2 P3
Metode Pemanasan
Gambar 2. Pengaruh Metode Pemanasan Terhadap Bilangan Iod dari Minyak Biji Jarak
(P1 = Pemanasan dengan blansir uap suhu 170oC selama 30 menit, P2 =
Pemanasan dengan oven suhu 105oC selama 30 menit, P3 = Pemanasan
dengan Penggongsengan)
b. Bilangan Asam
Bilangan asam adalah ukuran dari jumlah asam lemak bebas dan dihitung
berdasarkan berat molekul asam lemak atau campuran asam lemak. Metode pemanasan
pendahuluan terhadap biji jarak, tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap
bilangan asam dari minyak jarak yang dihasilkan. Tetapi nilai bilangan asam yang
dihasilkan dalam penelitian ini masih cukup tinggi seperti terlihat pada Lampiran 3 dan
Tabel 8. Bilangan asam yang paling tinggi terdapat pada pemanasan pendahuluan
dengan cara blansir (P1), dan yang terendah pada pemanasan dengan oven (P2) seperti
terlihat pada Gambar 3.
Tingginya bilangan asam pada minyak hasil proses pemanasan dengan blansir
(P1) dan pemanasan dengan penggongsengan (P2) menunjukkan minyak tersebut sudah
mengalami kerusakan dimana trigliserida minyak sudah terdegradasi membentuk asam
lemak bebas.
5.34
4.79 38.48 39.95
Bilangan
Bilangan
5
Asam (mg 40
Asam
KOH/g)
KOH/g) 3.79
35
4 27.95
30
3 25
20
2 P1 P2 P3
P1 MetodeP2
Pemanasan P3
Metode Pemanasan
Gambar 3. Pengaruh Metode Pemanasan Terhadap Bilangan Asam dari Minyak Biji
Jarak (P1 = Pemanasan dengan blansir uap suhu 170oC selama 30 menit, P2 =
Pemanasan dengan oven suhu 105oC selama 30 menit, P3 = Pemanasan
dengan Penggongsengan)
c. Berat Jenis
Berat jenis adalah perbandingan berat dari suatu volume contoh pada suhu 25oC
dengan berat air pada volume dan suhu yang sama, dan dapat digunakan untuk minyak
dalam bentuk cair. Pada penelitian ini berat jenis diukur dengan menggunakan alat
piknometer, sedangkan data hasil pengukuran disajikan pada Lampiran 4 dan Tabel 8.
Dari Tabel 8 terlihat bahwa berat jenis minyak jarak dipengaruhi oleh metode
pemanasan pendahuluan terhadap biji jarak. Semakin tinggi suhu pemanasan maka berat
jenis akan semakin besar, karena minyak yang dihasilkan semakin kental. Hal ini dapat
dilihat dari Gambar 4, dimana minyak dari hasil pemanasan dengan pemanggangan
mempunyai berat jenis sebesar 0.962 sedangkan pemanasan dengan blansir (P1) dan
pemanasan dengan oven (P2) minyak yang dihasilkannya mempunyai berat jenis berturut-
turut sebesar 0.954 dan 0.921.
Berat Jenis 1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
P1 P2 P3
Metode Pemanasan
Gambar 4. Pengaruh Metode Pemanasan Terhadap Berat Jenis dari Minyak Biji Jarak (P1
= Pemanasan dengan blansir uap suhu 170oC selama 30 menit, P2 =
Pemanasan dengan oven suhu 105oC selama 30 menit, P3 = Pemanasan
dengan Penggongsengan)
d. Indeks Bias
1.2
0.8
0.4
0
P1 P2 P3
Metode Pemanasan
Gambar 5. Pengaruh Metode Pemanasan Terhadap Indeks Bias dari Minyak Biji Jarak
(P1 = Pemanasan dengan blansir uap suhu 170oC selama 30 menit, P2 =
Pemanasan dengan oven suhu 105oC selama 30 menit, P3 = Pemanasan
dengan Penggongsengan)
Indeks bias dari suatu zat adalah perbandingan dari sinus sinar jatuh dan sinus
sudut sinar pantul dari cahaya yang melalui suatu zat. Refraksi atau pembiasan ini
disebabkan adanya interaksi antara gaya elektrostatik dan gaya elektromagnetik dari
atom-atom di dalam molekul cairan. Pengujian indeks bias dapat digunakan untuk
menentukan kemurnian minyak dan dapat menentukan dengan cepat terjadinya
hidrogenasi. Semakin panjang rantai karbon dan semakin banyak ikatan rangkap maka
indeks bias akan semakin besar. Indeks bias juga dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti
kadar asam lemak bebas, proses oksidasi dan suhu (Ketaren, 1986).
e. Warna
Warna dari minyak jarak pada penelitian ini ditentukan secara visual (subjektif).
Zat warna dalam minyak terdiri dari 2 (dua) golongan, yaitu zat warna alamiah dan zat
warna hasil degradasi zat warna alamiah. Minyak jarak yang dihasilkan dari penelitian
ini berwarna bening untuk perlakuan pemanasan dengan blansir (P1), berwarna bening
untuk perlakuan pemanasan dengan oven (P2) dan berwarna bening kecoklatan untuk
perlakuan pemanasan dengan penggongsengan (P3), seperti terlihat pada Tabel 8.
Terbentuknya warna yang gelap pada minyak disebabkan oleh proses oksidasi,
suhu pemanasan yang terlalu tinggi pada saat pengepresan, serta adanya logam seperti Fe,
Cu dan Mn (Ketaren, 1986).
Berdasarkan hasil penelitian secara keseluruhan, maka metode pemanasan
pendahuluan dengan oven (P2) merupakan metode pemanasan yang dapat menghasilkan
minyak jarak dengan mutu yang baik, walaupun rendemen yang dihasilkannya lebih
rendah daripada pemanasan dengan penggongsengan.
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Lampiran 6. Gambar Tanaman dan Buah Jarak pagar (Jatropha curcas L.)
a. Tanaman Jarak
b. Buah Jarak
a. Biji Utuh
b. Daging Biji
a. Hydraullic Press
a. Minyak Jarak
b. Bungkil/ Cake