You are on page 1of 10

ASPEK SOSIAL BUDAYA YANG MEMPENGARUHI STATUS GIZI

PEMBAHASAN

A. Faktor yang Mempengaruhi Gizi Buruk

1. Konsumsi makanan

Pengukuran konsumsi makanan sangat penting untuk mengetahui kenyataan apa yang di makan
oleh masyarakat dan hal ini dapat berguna untuk mengukur status gizi dan ditemukan factor diet
yang dapat menyebabkan malnutrisi.

2. Pengaruh budaya

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengaruh budaya antara lain sikap terhadap makanan,
penyebab penyakit, kelahiran anak dan produksi pangan.

3. Sikap terhadap makanan

Dalam hal sikap terhadap makanan, masih banyak terdapat pantangan, tahayul, tabu dalam
masyarakat yang menyebabkan konsumsi makananan menjadi rendah.

4. Penyakit

Konsumsi makanan yang rendah juga bias disebabkan oleh penyakit, terutama penyakit infeksi
pada saluran pencernaan. Namun tidak hanya infeksi pada saluran pencernaan saja. Biasanya
kondisi sakit juga mempengaruhi nafsu makan. Dalam kondisi sakit seseorang cenderung merasa
lemas dan nafsu makannya berkurang.

5. Jarak kelahiran anak

Jarak kelahiran anak yang terlalu dekat dan jumlah anak yang terlalu banyak akan
mempengaruhi asupan zat gizi anak dalam keluarga.

6. Produksi pangan
Konsumsi zat gizi yang rendah dalam keluarga juga dipengaruhi oleh produksi pangan.
Rendahnya produksi pangan disebabkan karena para petani masih menggunakan teknologi yang
bersifat tradisional.

Data yang relevan untuk produksi pangan :

1. Penyediaan makanan keluarga (produksi sendiri, membeli atau barter)


2. Sistem pertanian (alat pertanian, irigasi, pembuangan air, pupuk, pengontrolan serangga,
penyuluhan pertanian)
3. Tanah (kepemilikan tanah, luas per keluarga kecocokan tanah, tanah yang digunakan,
jumlah tenaga kerja)
4. Peternakan dan perikanan (jumlah ternak seperti, kambing, bebek) dan alat penangakap
ikan
5. Keuangan (keuangan yang tersedia, fasilitas untuk kredit)

7. Faktor sosial Ekonomi

1. Data Sosial

Data sosial yang perlu dipertimbangkan adalah :

1. Keadaan penduduk di masyarakat ( jumlah, umur, distribusi gender dan geografis )


2. Keadaan keluarga ( besarnya, hubungan dan jarak kelahiran )
3. Pendidikan

 Tingkat pendidikan ibu bapak


 Keberadaan buku-buku
 Usia anak sekolah

4. Perumahan (tipe, lantai, atap, dinding, listrik, ventilasi, perabotan, jumlah kamar,
pemilika dan lain-lain )
5. Dapur (bangunan, lokasi, kompor, bahan baker, alat masak, pembuangan sampah )
6. Penyimpanan makanan ( ukuran, isi, penutup serangga )
7. Air ( sumber, jarak dari rumah )
8. Kakus ( tipe yang ada, keberadaannya )

2. Data Ekonomi

Data ekonomi meliputi :

1. Pekerjaan ( pekerjaan utama misalnya pertanian dan pekerjaan tambahan misalnya


pekerjaan musiman )
2. Pendapatan keluarga ( gaji, industri rumah tangga, pertanian pangan / non pangan, utang )
3. Kekayaan yang terlihat seperti tanah, ternak, perahu, mesin jahit, kendaraan, radio, TV
4. Pengeluaran /anggaran ( Pengeluaran untuk makan, menyewa, pakaian, bahan bakar,
listrik, pendidikan, transportasi, rekreasi, hadiah/persembahan )
5. Harga pangan bergantung pada pasar dan variasi musim

8. Pelayanan Kesehatan dan Pendidikan

Infornasi kesehatan dan pendididkan penting untuk meningkatkan pelayanan. Beberapa data
tentang pelayanan kesehatan dan pendidikan antara lain :

1. Rumah sakit dan pusat-pusat kesehatan (Puskesmas), jumlah rumah sakit, tempat tidur,
staf.
2. Fasilitas dan pendidikan yang meliputi anak sekolah (jumlah, pendidikan
gizi/kurikulum). Remaja meliputi organisasi yang ada di lingkungannya. Orang dewasa
meliputi jumlah warga yang buta huruf. Media masa seperti radio, televisi, dll.

B. Masalah Pangan dan Gizi di Indonesia

Pengolahan bertujuan untuk:

a. menghindarkan kerusakan atau pembusukan yang berlebihan.


b. menghasilkan produk yang tahan lama, terutama untuk pangan yang akan disimpan atau
diangkut dalam jarak jauh;

c. menghasilkan produk yang sesuai untuk pengerjaan lebih lanjut; dan

d. menghasilkan produk yang memenuhi kualitas dan persyaratan yang diminta pasar.

Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengawetkan atau memperpanjang masa simpan suatu
pangan, tergantung dari jenis pangan itu sendiri. Beberapa di antaranya, yaitu:

a. pengawetan dengan suhu tinggi;

b. pengawetan dengan suhu rendah;

c. pengeringan;

d. pengawetan dengan radiasi;

e. pengawetan dengan menggunakan bahan kimia.

C. CONTOH KASUS

Salah satu masalah sosial yang dihadapi Indonesia adalah rendahnya status gizi
masyarakat. Hal ini mudah dilihat, misalnya dari berbagai masalah gizi, seperti kurang gizi,
anemia gizi besi, gangguan akibat kekurangan yodium, dan kurang vitamin A. Rendahnya
status gizi jelas berdampak pada kualitas sumber daya manusia. Oleh karena, status gizi
memengaruhi kecerdasan, daya tahan tubuh terhadap penyakit, kematian bayi, kematian ibu,
dan produktivitas kerja.
Indonesia harus menelan ”pil pahit” karena hanya sebagian kecil dari penduduknya yang
kebutuhan gizinya tercukupi. National Socio-Economic Survey (Susenas) mencatat, pada
tahun 1989 saja ada lebih dari empat juta penderita gizi buruk adalah anak-anak di bawah
usia dua tahun. Padahal menurut ahli gizi, 80 persen proses pembentukan otak berlangsung
pada usia 0-2 tahun.
Dalam hal angka kematian bayi, Indonesia (31/1.000 kelahiran) hanya lebih baik
dibandingkan dengan Kamboja (97/1.000) dan Laos (82/1.000). Jika dibandingkan dengan
negara-negara lain, kita masih tertinggal. Singapura dan Malaysia memiliki angka kematian
bayi amat rendah, masing-masing 3 dan 7 per 1.000 kelahiran. Ini menunjukkan besarnya
perhatian negara itu terhadap masalah gizi dan kesehatan yang dihadapi anak-anak.

Ada sekitar 7,6 juta anak balita mengalami kekurangan gizi akibat kekurangan kalori protein.
Itu data yang dihimpun Susenas empat tahun lalu. Bukan tidak mungkin saat ini jumlahnya
meningkat tajam karena krisis ekonomi yang berkepanjangan ditambah dengan masalah
pangan yang sulit didapat. Bahkan menurut United Nations Children’s Fund (Unicef) saat ini
ada sekitar 40 persen anak Indonesia di bawah usia lima tahun (balita) menderita gizi buruk.

Seorang anak yang pada usia balita kekurangan gizi akan mempunyai Intellegent Quotient
(IQ) lebih rendah 13-15 poin dari anak lain pada saat memasuki sekolah. Perkembangan otak
anak usia balita sangat ditentukan oleh faktor makanan yang dikonsumsi. Zat gizi seperti
protein, zat besi, berbagai vitamin, termasuk asam lemak omega 3 adalah pendukung
kecerdasan otak anak. Zat-zat itu bisa didapat dari makanan sehari-hari seperti ikan, telur,
susu, sayur-sayuran, kacang-kacangan, dan sebagainya. Singkatnya, pola makan seorang
anak haruslah bervariasi, tidak hanya satu atau dua jenis saja.

D. Dampak dari Ketidakseimbangan Status Gizi

Kira-kira dampak apa yang akan terjadi apabila jumlah konsumsi makanan yang
kurang dan asupan zat gizi yang tidak seimbang terus terjadi seperti pada temuan di atas?
Berikut ini beberapa analisa risiko yang bisa terjadi:

1. Menurunnya kemampuan belajar/berfikir

Asupan zat gizi anak-anak sekolah masih sangat memprihatinkan. Padahal asupan gizi
yang baik setiap harinya dibutuhkan supaya memiliki kemampuan intelektual yang baik
sehingga menjadi generasi penerus bangsa yang unggul. Kurang gizi pada usia muda
dapat berpengaruh terhadap perkembangan mental dan kemampuan berfikir. Karena
organ otak mencapai bentuk maksimal pada usia dua tahun. Apabila kekurangan gizi
dapat berakibat terganggunya fungsi otak secara permanent. Oleh karena itu, Kemampuan
anak belajar atau prestasi anak di sekolah menjadi menurun. Anak usia sekolah
merupakan investasi bangsa, karena mereka adalah generasi penerus bangsa. Sehingga
kewajiban kita sebagai orang tua harus selalu memperhatikan kualitas dan kuantitas
asupan gizi anak. Kualitas bangsa di masa depan ditentukan anak-anak saat ini.

2. Menurunnya pertumbuhan, kemampuan fisik dan ketahanan tubuh rentan

Pada umumnya banyak keluarga yang masih tidak peduli terhadap asupan kandungan gizi
yang dikonsumsi oleh anak-anaknya. Mereka lebih banyak peduli bahwa “yang penting
anak kenyang”, tanpa memperhatikan keseimbangan gizinya. Padahal akibat dari asupan
gizi yang kurang diantaranya daya tahan tubuh terhadap tekanan atau stress menjadi
menurun. Sistem imunitas dan antibodi berkurang, sehingga mudah terserang infeksi
seperti pilek, batuk, dan diare. Pada anak-anak hal ini dapat bisa berbahaya dan bahkan
bisa membawa kematian. Tumbuh kembangnya anak usia sekolah yang optimal juga
tergantung pemberian nutrisi dengan kualitas dan kuantitas yang baik dan benar. Pada
masa tumbuh kembang tersebut pemberian nutrisi atau asupan makanan pada anak-anak
tidak selalu dapat dilaksanakan dengan sempurna sehingga dampak masalah gizi bagi
anak sekolah dapat berupa gangguan pertumbuhan dan kesegaran jasmani yang rendah.
Oleh karena itu, pertumbuhan dan perkembangan anak harus diperhatikan sedini
mungkin, agar terhindar dari ancaman berbagai penyakit yang bisa berujung pada
kematian. Salah satu contoh yang bisa diambil adalah kasus-kasus di daerah endemik
Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), akibatnya pertumbuhan penduduknya
sangat terhambat seperti cebol atau kretinisme.

3. Ancaman malnutrisi dan penyakit

Kurangnya asupan zat gizi yang seimbang dalam jangka panjang dapat menyebabkan
ancaman malnutrisi bahkan dimulai pada saat kehamilan atau dalam kandungan ibu.
Malnutrisi ini bisa menyebabkan kematian apabila tidak ditanggani sedini mungkin.
Selain malnutrisi, ada ancaman penyakit lain yang disebabkan makanan atau jajanan anak
sekolah. Jajanan yang mengadung zat kimia dan bersifat karsinogenik, seperti zat
pengawet (formalin, borax), pewarna sintetik, perasa (MSG) dapat terakumulasi pada
tubuh yang dalam jangka panjang menyebabkan penyakit kanker dan tumor. Apabila
anak mengkonsumsi asupan gizi yang tidak seimbang, maka ancamannya berupa
penyakit seperti anemia defisiensi zat besi, kekurangan vitamin A (KVA), bahkan
gangguan akibat kekurangan yodium di suatu komunitas terutama daerah endemik.

E. Langkah-langkah yang Harus Dilakukan Agar Masyarakat Mempunyai Gizi Seimbang

Penanggulangan kemiskinan membutuhkan upaya yang terus menerus karena kompleksnya


permasalahan dan keterbatasan sumber daya. Karena itu harus melibatkan multi sektor dan lintas
stakeholder terkait. Rendahnya kemampuan ekonomi sebuah rumah tangga sangat miskin
(RTSM) membawa dampak pada buruknya kualitas nutrisi dan gizi, serta menyebabkan banyak
anak-anak yang tidak dapat melanjutkan pelajarannya di bangku sekolah. Sebagian di antaranya
harus bekerja keras membantu orang tuanya mencari nafkah untuk keluarga dan sebagian lagi.
Pemerintah SBY-JK dalam program kerjanya mengatasi masalah gizi,
meluncurkan beberapa paket kebijakan. Di antaranya meningkatkan Sistem
Kewaspadaan Gizi melalui Pemantauan Status Gizi. Dengan target,
teridentifikasinya kasus gizi buruk pada balita dan tertanggulanginya kasus gizi
buruk. Juga Program Revitalisasi Posyandu dan Gerakan Keluarga Sadar Gizi
(Kadarzi), yaitu suatu keluarga yang berperilaku gizi seimbang, mampu mengenali
masalah gizi setiap anggota keluarga dan mengambil langkah mengatasi masalah gizi
anggota keluarga. Hal ini dijadikan alat untuk menanggulangi masalah gizi guna mencapai Gizi
Baik untuk Semua Tahun 2020.
Memang, pemerintah sesuai amanat UUD 1945 berkewajiban untuk dapat
menyejahterakan rakyatnya. Tetapi satu hal yang tidak boleh dilupakan, upaya menuntaskan
masalah gizi harus dipahami, disadari dan dimulai dari diri kita sendiri. Bukankah Allah SWT
dalam firman Nya mengatakan: "Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, kecuali kaum itu
itu berusaha mengubah nasibnya sendiri." Untuk itulah penting kiranya langkah sederhana dan
mungkin dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, guna mendeteksi masalah gizi agar tidak
sampai terjadi pada diri kita dengan cara:
1. Biasakan menimbang berat badan minimal satu bulan sekali, lebih biak lagi tiap minggu.
Meski kelihatan sederhana, tetapi berat badan dapat menjadi suatu cara untuk mengetahui
perubahan status gizi kita, terutama pada anak-anak. Kenaikan atau penurunan berat
badan, harus dicari penyebabnya dengan mengevaluasi yang kita makan dan berapa
banyaknya. Ketika kita makan banyak tetapi berat tidak naik atau makan sedikit berat
malah naik, perlu diwasdai adanya gangguan penyakit tertentu. Hipertiroid, misalnya.
Meski kita sudah makan banyak tetapi berat malah turun atau juga gejala kencing manis,
makan banyak tetapi berat secara drastis merosot. Berat badan jika digabung dengan
parameter lain, misalnya: tinggi badan, dapat digunakan untuk mengetahui massa tubuh
kita dengan menggunakan Rumus IMT yaitu berat badan (kg): tinggi badan (m)2 jika
hasilnya 18,5 sampai 25, maka IMT kita tergolong normal. Tetapi jika nilainya lebih 25,
berarti ada kelebihan gizi dan jika kurang 18,5 maka termasuk kurang.
2. Melakukan evaluasi yang telah kita makan satu hari --lebih baik tiga hari--dapat
dilakukan dengan mencatat (food record), atau mengingat yang telah dimakan food
recall. Secara sederhana kita dapat mengevaluasi, apakah yang kita makan memenuhi gizi
seimbang. Artinya, ada sumber zat tenaga, zat pembangunatau zat pengatur. Jika ingin
lebih detil, dapat berkonsultasi untuk dianalisis zat gizinya. Hasil analisis dapat diketahui
apakah cukup atau tidak konsumsi makanan kita. Bahkan dapat diketahui zat gizi apakah
yang kelebihan dan yang kekurangan. Hasil analisis juga dapat dibuat semacam prediksi
gangguan gizi, atau penyakit apa apa saja yang mungkin muncul di masa mendatang.
3. Makan secukupnya. Artinya: makan ketika lapar dan berhenti sebelum kenyang, makan
dengan porsi kecil tapi sering lebih baik dibanding sekali makan dengan porsi banyak.
Makan sekaligus banyak dalam satu waktu, selain dapat menjenuhkan siklus asam sitrat
yaitu siklus yang menghasilkan ATP atau tenaga tubuh kita.
Jika terjadi kejenuhan maka makanan akan langsung ditimbun menjadi lemak. Selain
itu, makan sekaligus dalam jumlah banyak akan mengakibatkan produksi radikal bebas yang
banyak. Padahal kita tahu, radikal bebas adalah salah satupenyebab terjadinya kanker.
Agar masalah gizi dapat dituntaskan, sudah saatnya tenaga gizi dan tenaga kesehatan
lainnya seperti dokter, bidan, perawat serta seluruh pejabat pemerintah tidak malu-malu lagi
membuat laporan adanya masalah gizi di suatu wilayah.
Jangan sampai hanya karena mengejar laporan 'Asal Atasan Senang', dibuatlah laporan yang
dimanipulasi seolah-olah tidak ada masalah. Hingga suatu saat muncul kasus gizi buruk,
seakan-akan kejadiannya mendadak. Sebenarnya kita tahu, masalah gizi memerlukan proses
yang cukup panjang. Sebab, meski kekurangan gizi setiap hari, tubuh secara otomatis dapat
beradaptasi dengan mengefisienkan penggunaan zat gizi dengan cara menurunkan basal
metabolismenya.
Pemerintah harus mencari jalan atau cara yang lebih jitu, untuk memecahkan berbagai
masalah gizi sesuai perkembangan iptek terbaru. Sebagai contoh, program mengatasi
kekurangan zat besi pada ibu hamil dengan pemberian suplementasi zat besi. Program
tersebut telah berjalan puluhan tahun, tetap tidak menghasilkan hasil yang memuaskan.
Sampai saat ini, prevalensi nasional masih di atas 40 persen.

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari makalah di atas dapat di ambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Apa yang di makan oleh masyarakat dan hal ini dapat berguna untuk mengukur status gizi
dan ditemukan factor diet yang dapat menyebabkan malnutrisi.

2. Konsumsi zat gizi yang rendah dalam keluarga juga dipengaruhi oleh produksi pangan.

3. Konsumsi makanan yang rendah juga bias disebabkan oleh penyakit, terutama penyakit
infeksi pada saluran pencernaan.
4. Infornasi kesehatan dan pendididkan penting untuk meningkatkan pelayanan.

5. Rendahnya status gizi berdampak pada kualitas sumber daya manusia.

6. Banyak keluarga yang masih tidak peduli terhadap asupan kandungan gizi yang
dikonsumsi oleh anak-anaknya.

B. SARAN

Status gizi masyarakat Indonesia yang buruk harus segera ditemukan jalan keluarnya.
Tidak hanya pemerintah saja tetapi seluruh elemen masyarakat berkewajiban membantu
sesama manusia yang mengalami gizi buruk. Agar permasalahan ini tidak menimbulkan
gangguan dalam tatanan kehidupan bernegara.
Diposkan oleh Firm@ntblog di 8:34:00 PM

You might also like