You are on page 1of 28

LEARNING TASK

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN SISTEM


PENCERNAAN KLIEN DENGAN PERITONITIS

OLEH : SGD VII

NI PT INDRA SUWARI DEWI (0902105013)

NI MADE JUNIARI (0902105014)

NI MADE SINTHA PRATIWI (0902105027)

NI MADE YUNITA SARI (0902105028)

IB PUTU SURYA WEDATAMA (0902105046)

NI LUH KUSMA DEWI (0902105053)

I GEDE BAYU WIRANTIKA (0902105063)

AYU PRAMISWARI (0902105067)

MADE DENY WIDIADA (0902105080)

NI WAYAN MIRA RIANTY (0902105083)

NI PT DIAN SEPTIANA ANDRIANI (0902105086)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
2011
KONSEP DASAR PENYAKIT
PERITONITIS

1. ENGERTIAN
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum- lapisan membrane serosa rongga abdomen
dan meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk
akut maupun kronis/kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri
lepas pada palpasi, defans muscular, dan tanda-tanda umum inflamasi.
Peritonitis adalah peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada selaput
rongga perut (peritoneum)lapisan membran serosa rongga abdomen dan dinding perut
sebelah dalam.

2. ETIOLOGI
Penyebab utama peritonitis ialah spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat
penyakit hati yang kronik. SBP (Spontaneous Bacterial Peritonitis) terjadi bukan
karena infeksi intraabdomen, namun biasanya terjadi pada pasien dengan asites akibat
penyakit hati kronik. Akibat asites akan terjadi kontaminasi hingga ke rongga
peritoneal sehingga menjadi translokasi bakteri menuju dinding perut atau pembuluh
limfe mesenterium, kadang-kadang terjadi pula penyebaran hematogen jika telah
terjadi bakteremia.
Peritonitis juga biasanya disebabkan oleh :
1. Penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi. Yang sering menyebabkan
peritonitis adalah perforasi lambung, usus, kandung empedu atau usus buntu.
Sebenarnya peritoneum sangat kebal terhadap infeksi. Jika pemaparan tidak
berlangsung terus menerus, tidak akan terjadi peritonitis, dan peritoneum
cenderung mengalami penyembuhan bila diobati.
2. Penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan kegiatan seksual
3. Infeksi dari rahim dan saluran telur, yang mungkin disebabkan oleh beberapa jenis
kuman (termasuk yang menyebabkan gonore dan infeksi chlamidia)
4. Kelainan hati atau gagal jantung, dimana cairan bisa berkumpul di perut (asites)
dan mengalami infeksi
5. Peritonitis dapat terjadi setelah suatu pembedahan. Cedera pada kandung empedu,
ureter, kandung kemih atau usus selama pembedahan dapat memindahkan bakteri
ke dalam perut. Kebocoran juga dapat terjadi selama pembedahan untuk
menyambungkan bagian usus.
6. Dialisa peritoneal (pengobatan gagal ginjal) sering mengakibatkan peritonitis.
Penyebabnya biasanya adalah infeksi pada pipa saluran yang ditempatkan di dalam
perut.
7. Iritasi tanpa infeksi. Misalnya peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau bubuk
bedak pada sarung tangan dokter bedah juga dapat menyebabkan peritonitis tanpa
infeksi.

Penyebab lainnya menurut KMB :


a. Sumber internal
Peritonitis disebabkan oleh penyakit Gastrointestinal yang menyebar dalam
rongga peritoneum, penyakit organ reproduksi internal wanita, adanya
appendiksitis dan ulkus perforasi rongga abdomen
b. Penyebab eksternal,
Bisa disebabkan karena cedera fisik dari luar, trauma akibat luka tusukan dan
luka tembak, serta adanya inflamasi dari bakteri.

3. EPIDEMIOLOGI
Meskipun jarang ditemui bentuk infeksi peritoneal tanpa komplikasi, insiden terjadi
peritonitis tersier yang membutuhkan IVU akibat infeksi abdomen berat tergolong
tinggi di USA, yakni 50-74%. Lebih dari 95% pasien peritonitis didahului dengan
asite, dan lebih dari stengah pasien mengalami gejala klinis yang sangat mirip asites.
Sindrom dari peritonitis bakterial spontan umumnya terjadi pada peritonitis akut pada
pasien dengan dasar sirosis. Sirosis mempengaruhi 3,6 dari 1000 orang dewasa di
Amerika Serikat dan bertanggungjawab terhadap 26000 kematian per tahun.
Perdarahan variseal akut dan peritonitis bakterial spontan merupakan beberapa
komplikasi dari sirosis yang mengancam jiwa. Kondisi yang berkaitan yang
menyebabkan abnormalitas yang signifikan mencakup ascites dan enselofati hepatik.
Sekitar 50% pasien dengan sirosis yang menimbulkan ascites meninggal dalam 2
tahun setelah diagnosis.
4. PATOFISIOLOGI
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat
fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga
membatasi infeksi. Bila bahan-bahan infeksi tersebar luas pada pemukaan peritoneum
atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum, aktivitas peristaltik
berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang.
Cairan dan elektrolit hilang ke dalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok,
gangguan sirkulasi, dan oliguri. Peritonitis menyebabkan penurunan aktivitas
fibrinolitik intraabdomen (meningkatkan aktivitas inhibitor aktivator plasminogen)
dan sekuestrasi fibrin dengan adanya pembentukan jejaring pengikat. Produksi
eksudat fibrin merupakan mekanisme terpenting dari sistem pertahanan tubuh, dengan
cara ini akan terikat bakteri dalam jumlah yang sangat banyak di antara matriks fibrin.
Pembentukan abses pada peritonitis pada prinsipnya merupakan mekanisme tubuh
yang melibatkan substansi pembentuk abses dan kuman-kuman itu sendiri untuk
menciptakan kondisi abdomen yang steril. Pada keadaan jumlah kuman yang sangat
banyak, tubuh sudah tidak mampu mengeliminasi kuman dan berusaha
mengendalikan penyebaran kuman dengan membentuk kompartemen-kompartemen
yang kita kenal sebagai abses. Masuknya bakteri dalam jumlah besar ini bisa berasal
dari berbagai sumber. Yang paling sering ialah kontaminasi bakteri transien akibat
penyakit viseral atau intervensi bedah yang merusak keadaan abdomen. Selain jumlah
bakteri transien yang terlalu banyak di dalam rongga abdomen, peritonitis terjadi juga
memang karena virulensi kuman yang tinggi hingga mengganggu proses fagositosis
dan pembunuhan bakteri dengan neutrofil. Keadaan makin buruk jika infeksinya
dibarengi dengan pertumbuhan bakteri lain atau jamur, misalnya pada peritonitis
akibat koinfeksi Bacteroides fragilis dan bakteri gram negatif, terutama E. coli. Isolasi
peritoneum pada pasien peritonitis menunjukkan jumlah Candida albicans yang relatif
tinggi, sehingga dengan menggunakan skor APACHE II (acute physiology and cronic
health evaluation) diperoleh mortalitas tinggi, 52%, akibat kandidosis tersebut. Saat
ini peritonitis juga diteliti lebih lanjut karena melibatkan mediasi respon imun tubuh
hingga mengaktifkan systemic inflammatory response syndrome (SIRS) dan multiple
organ failure (MOF).
5. KLASIFIKASI
Bila ditinjau dari penyebabnya, infeksi peritonitis terbagi menjadi :
a. Penyebab primer (peritonitis spontan)
Peritonitis primer biasanya disebabkan oleh penyakit hati. Cairan menumpuk di
perut, menciptakan lingkungan yang utama untuk pertumbuhan bakteri.
Peritonitis bakterial primer dibagi menjadi dua, yaitu:
 Spesifik : misalnya Tuberculosis
 Non spesifik: misalnya pneumonia non tuberculosis an Tonsilitis.
Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi,
keganasan intraabdomen, imunosupresi dan splenektomi.
Kelompok resiko tinggi adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal
kronik, lupus eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites.

b. Penyebab sekunder (berkaitan dengan proses patologis pada organ visceral)


Peritonitis sekunder, bentuk peritonitis yang paling sering terjadi, disebabkan oleh
perforasi atau nekrosis (infeksi transmural) organ-organ dalam dengan inokulasi
bakteri rongga peritoneal. Spektrum patogen infeksius tergantung penyebab
asalnya. Berbeda dengan SBP, peritonitis sekunder lebih banyak disebabkan
bakteri gram positif yang berasal dari saluran cerna bagian atas.
c. Penyebab tersier (infeksi rekuren atau persisten sesudah terapi awal yang adekuat).
Peritonitis tersier dapat terjadi karena infeksi peritoneal berulang setelah
mendapatkan terapi SBP atau peritonitis sekunder yang adekuat, sering bukan
berasal dari kelainan organ. Pasien dengan peritonitis tersier biasanya timbul abses
atau flegmon, dengan atau tanpa fistula. Peritonitis tersier timbul lebih sering ada
pasien dengan kondisi komorbid sebelumnya dan pada pasien yang
imunokompromais.
Secara umum, infeksi pada abdomen dikelompokkan menjadi peritonitis infektif
(umum) dan abses abdomen (lokal).
Peritonitis Bentuk lain dari peritonitis:
 Aseptik/steril peritonitis
 Granulomatous peritonitis
 Hiperlipidemik peritonitis
 Talkum peritonitis
6. MANIFESTASI KLINIS
Diagnosis peritonitis biasanya ditegakkan secara klinis dengan adanya nyeri abdomen
(akut abdomen) dengan nyeri yang tumpul dan tidak terlalu jelas lokasinya
(peritoneum viseral) kemudian lama kelamaan menjadi jelas lokasinya (peritoneum
parietal). Pada keadaan peritonitis akibat penyakit tertentu, misalnya perforasi
lambung, duodenum, pankreatitis akut yang berat, atau iskemia usus, nyeri
abdomennya berlangsung luas di berbagai lokasi.
Tanda-tanda peritonitis relatif sama dengan infeksi berat lainnya, yakni demam tinggi,
kulit dingin, pucat, regiditas, atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia,
takikardi, dehidrasi, hingga menjadi hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat biasanya
memiliki punctum maximum di tempat tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding perut
akan terasa tegang, biasanya karena mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar
untuk menghindari palpasi yang menyakitkan, atau bisa juga memang tegang karena
iritasi peritoneum. Nyeri ini kadang samar dengan nyeri akibat apendisitis yang
biasanya di bagian kanan perut, atau kadang samar juga dengan nyeri akibat abses
yang terlokalisasi dengan baik. Pada penderita wanita diperlukan pemeriksaan vagina
bimanual untuk membedakan nyeri akibat pelvic inflammatory disease, namun
pemeriksaan ini jarang dilakukan pada keadaan peritonitis yang akut.
Anoreksia dan nausea sering muncul dan dapat mendahului perkembangan nyeri
abdomen. Vomit dapat muncul akibat proses ptologis organ visceral (seperti
obstruksi) atau secara sekunder akibat iritasi peritoneal.
Pada pemeriksan fisik, pasien dengan peritonitis sering tampak tidak sehat dan pada
keadaan berbahaya. Demam dengan temperatur melebihi 38°C dapat ditemukan, tapi
pasien dengan sepsis berat dapat ditemukan dalam keadaan hipotermia. Takikardi
muncul akibat mediator inflamasi dan hipovelemia vaskular karena anoreksia dan
vomit, demam serta hilangnya sepertiga ruang peritoneal. Dengan dehidrasi yang
progresif, pasien akan menjadi hipotensi, yang menunjukan penurunan output urin
dan dengan peritonitis berat.
Pada pemeriksaan abdomen, pada dasarnyasemua pasien menunjukan
adanya tenderness pada palpasi, (pada saat pemeriksaan pasien
dengan suspect peritonitis sebaiknya pasien sebaiknya berbaring dengan posisi lutut
lebih tinggi agar pasien dapat lebih relaksasi pada dinding abdomennya). Pada banyak
pasien (baik pada peritonitis dan nyeri abdomen difus yang berat)
titik tenderness maksimal atau ataureferred rebound tenderness terletak pada tempat
proses patologis.
Pada banyak pasien menunjukan adanya peningkatan rigiditas dinding abdomen.
Peningkatan tonus otot dinding abdomen dapat secara volunter akibat respon atau
antisipasi pada pemeriksaan abdomen atau secara involunter karena iritasi peritoneal.
Pasien dengan peritonitis berat sering menghindari banyak gerak dan memfleksikan
pinggulnya untuk mengurangi tekanan dinding abdomen. Abdomen terkadang
distensi, dengan suara usus hipoaktif hingga tidak terdengar.
Pemeriksaan rektal kerap mengakibatkan nyeri abdomen. Massa peradangan lunak
yang terletak pada anterion kanan mungkin mengindikasikan appendisitis dan
anterio fullness dan fluktuasi dapat mengindikasikan sebuah abses cul de sac.
Pada pasien wanita, pemeriksaan bimanual dan vaginal dapat mengarahkan
pada differential diagnosis penyakit inflamasi pelvis (seperti endometritis, salfingo-
oovoritis, abses tuba ovarii). Tapi temuannya kerap sulit untuk diinterpretasikan
sebagai peritonitis berat.
Pada saat mengevaluasi pasien dengan dugaan infeksi peritoneal, melakukan
pemeriksaan fisik yang lengkap adalah hal yang sangat penting. Prosesus thoracic
dengan iritasi diafragma (seperti empiema), proses ekstraperitoneal (seperti
pyelonephritis, cystitis, retensi urin akut), dan proses dinding abdomen (seperti
infeksi, hematoma recti) dapat terlihat seperti tanda-tanda maupun gejala peritonitis.
Sering kali hasil dan temuan pemeriksaan klinis sama sekali tidak reliable pada pasien
dengan immunosupresi yang berarti (seperti pasien diabetes berat, pengguna steroid,
status post-transplantasi, HIV), pada pasien dengan perubahan status mental (seperti
cedera kepala, ensepalopati toksik, shock sepsis, agen analgesik), pada pasien
paraplegi dan apda pasien usia lanjut. Dengan infeksi peritoneal dalam yang
terlokalisasi, demam dengan atau tanpa peningkatan hitung WBC mungkin satu-
satunya tanda yang ditemukan. Kebanyakan pasien dengan TP menunjukan hanya
gejala vagal dan mungkin afebril..

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi :
 Adanya acites
 Klien tampak pucat
 Klien tampak lemah
 Klien tampak meringis kesakitan
 Membran mukosa kering
 Klien tampak sesak
 Klien tampak kurus
b. Palpasi
 Akral dingin
 CRT > 3 detik
 Takikardi
c. Perkusi
 Pekak hati bisa menghilang akibat udara bebas di bawah diafragma
d. Auskultasi
Bising usus menurun sampai hilang
2. Pemeriksaan diagnostik
 Tes darah - untuk melihat apakah ada bakteri yang ada dalam darah Anda
 Sampel cairan dari perut - identifikasi bakteri yang menyebabkan infeksi
 CT scan - mengidentifikasi fluida di perut, atau organ yang terinfeksi
 Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya lekositosis, hematokrit yang
meningkat dan asidosis metabolik.
Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal mengandung banyak protein (lebih
dari 3 gram/100 ml) dan banyak limfosit; basil tuberkel diidentifikasi dengan
kultur. Biopsi peritoneum per kutan atau secara laparoskopi memperlihatkan
granuloma tuberkuloma yang khas, dan merupakan dasar diagnosa sebelum hasil
pembiakan didapat.
 Pemeriksaan X-Ray
Ileus merupakan penemuan yang tidak khas pada peritonitis; usus halus dan usus
besar berdilatasi. Udara bebas dapat terlihat pada kasus-kasus perforasi.
 Gambaran Radiologis
Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk pertimbangan
dalam memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada peritonitis dilakukan
foto polos abdomen 3 posisi, yaitu :
1. Tiduran telentang ( supine ), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi
anteroposterior ( AP ).
2. Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar
horizontal proyeksi AP.
3. Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar horizontal,
proyeksi AP.
Sebaiknya pemotretan dibuat dengan memakai kaset film yang dapat mencakup
seluruh abdomen beserta dindingnya. Perlu disiapkan ukuran kaset dan film ukuran
35 x 43 cm.
Sebelum terjadi peritonitis, jika penyebabnya adanya gangguan pasase usus (ileus)
obstruktif maka pada foto polos abdomen 3 posisi didapatkan gambaran radiologis
antara lain:
1. Posisi tidur, untuk melihat distribusi usus, preperitonial fat, ada tidaknya
penjalaran. Gambaran yang diperoleh yaitu pelebaran usus di proksimal
daerah obstruksi, penebalan dnding usus, gambaran seperti duri ikan (Herring
bone appearance),
2. Posisi LLD, untuk melihat air fluid level dan kemungkinan perforasi usus.
Dari air fluid level dapat diduga gangguan pasase usus. Bila air fluid level
pendek berarti ada ileus letak tinggi, sedang jika panjang – panjang
kemungkinan gangguan di kolon. Gambaran yang diperoleh adalah adanya
udara bebas infra diafragma dan air fluid level.
3. Posisi setengah duduk atau berdiri. Gambaran radiologis diperoleh adanya air
fluid level dan step ladder appearance.
Jadi gambaran radiologis pada ileus obstruktif yaitu adanya distensi usus partial,
air fluid level, dan herring bone appearance.
Sedangkan pada ileus paralitik didapatkan gambaran radiologis yaitu:
1. Distensi usus general, dimana pelebaran usus menyeluruh sehingga kadang –
kadang susah membedakan anatara intestinum tenue yang melebar atau
intestinum crassum.
2. Air fluid level
3. Herring bone appearance
Bedanya dengan ileus obstruktif : pelebaran usus menyeluruh sehingga air fluid
level ada yang pendek –pendek (usus halus) dan panjang – panjang (kolon) karena
diameter lumen kolon lebih lebar daripada usus halus. Ileus obstruktif bila
berlangsung lama dapat menjadi ileus paralitik.2
Pada kasus peritonitis karena perdarahan, gambarannya tidak jelas pada foto polos
abdomen. Gambaran akan lebih jelas pada pemeriksaan USG (ultrasonografi).
Gambaran radiologis peritonitis karena perforasi dapat dilihat pada pemeriksaan
foto polos abdomen 3 posisi. Pada dugaan perforasi apakah karena ulkus
peptikum, pecahnya usus buntu atau karena sebab lain, tanda utama radiologi
adalah :
1. Posisi tiduran, didapatkan preperitonial fat menghilang, psoas line
menghilang, dan kekaburan pada cavum abdomen.
2. Posisi duduk atau berdiri, didapatkan free air subdiafragma berbentuk bulan
sabit (semilunair shadow).
3. Posisi LLD, didapatkan free air intra peritonial pada daerah perut yang paling
tinggi. Letaknya antara hati dengan dinding abdomen atau antara pelvis
dengan dinding abdomen.
Jadi gambaran radiologis pada peritonitis yaitu adanya kekaburan pada cavum
abdomen, preperitonial fat dan psoas line menghilang, dan adanya udara bebas
subdiafragma atau intra peritoneal.

8. KOMPLIKASI
1. Komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut sekunder, dimana
komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut, yaitu :
(chushieri)
a. Komplikasi dini
- Septikemia dan syok septic
- Syok hipovolemik
- Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan kegagalan
multi system
- Abses residual intraperitoneal
- Portal Pyemia (misal abses hepar)
b. Komplikasi lanjut
- Adhesi
- Obstruksi intestinal rekuren
2. Komplikasi pasca operasi paling umum adalah eviserasi luka dan pembentukan
abses. Secara bedah dapat terjadi trauma di peritoneum, fistula enterokutan,
kematian di meja operasi, atau peritonitis berulang jika pembersihan kuman tidak
adekuat. Namun secara medis, penderita yang mengalami pembedahan laparotomi
eksplorasi membutuhkan narkose dan perawatan intensif yang lebih lama.
Perawatan inilah yang sering menimbulkan komplikasi, bisa berupa pneumonia
akibat pemasangan ventilator, sepsis, hingga kegagalan reanimasi dari status
narkose penderita pascaoperasi.

9. DIAGNOSIS BANDING
1. Apendiksitis: gejala awal apendiksitis adalah adanya nyeri pada area
epigastrium yang bisa menjadi diagnose banding apabila peritonisis terjadi
pada area epigastrium.
2. Pankreatitis
3. Gastroenteritis
4. Kolesistisis

10. PENATALAKSANAAN
Prinsip umum pengobatan adalah pemberian antibiotik yang sesuai, dekompresi
saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik atau intestinal, penggantian cairan dan
elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena, pembuangan fokus septik atau
penyebab radang lainnya, bila mungkin dengan mengalirkan nanah keluar dan
tindakan – tindakan menghilangkan nyeri
Penggantian cairan, koloid dan elektrolit adalah fokus utama dari penatalaksanaan
medis. Beberapa liter larutan isotonik diberikan. Hipovolemi terjadi karena sejumlah
besar cairan dan elektrolit bergerak dari lumen usus ke dalam rongga peritoneal dan
menurunkan caran ke dalam ruang vaskuler.
Analgesik diberikan untuk mengatasi nyeri. Antiemetik dapat diberikan sebagai terapi
untuk mual dan muntah. Intubasi usus dan pengisapan membantu dalam
menghilangkan distensi abdomen dan meningkatkan fungsi usus. Cairan dalam
rongga abdomen dapat menyebabkan tekanan yang membatasi ekspansi paru dan
menyebabkan distress pernapasan. Terapi oksigen dengan kanula nasal atau masker
akan meningkatkan oksigenasi secara adekuat, tetapi kadang-kadang intubasi jalan
napas dan bantuan ventilasi diperlukan.
Bedah dan Lain Prosedur
Orang dengan peritonitis sering memerlukan pembedahan untuk menghilangkan
jaringan yang terinfeksi dan memperbaiki organ yang rusak. Pembedahan yang dapat
dilakukan adalah eksplorasi darurat, terutama bila disertai appendisitis, ulkus
peptikum yang mengalami perforasi atau divertikulitis. Pada peradangan pankreas
(pankreatitis akut) atau penyakit radang panggul pada wanita, pembedahan darurat
biasanya tidak dilakukan. Diberikan antibiotik yang tepat, bila perlu beberapa macam
antibiotik diberikan bersamaan. Cairan dan elektrolit bisa diberikan melalui infuse.

Nutrisi dan Suplemen Diet


Peritonitis adalah darurat medis dan harus ditangani oleh seorang dokter medis.
Jangan mencoba untuk mengobati peritonitis dengan herbal atau suplemen. Namun,
rencana perawatan yang komprehensif untuk memulihkan dari peritonitis dapat
mencakup berbagai terapi komplementer dan alternatif. Selalu mengkoordinasi dngan
tim medis lainya seperti dokter, ahli gizi dan yang lainnya dalam pemberian diet
ataupun suplemen.
Ketika sembuh dari penyakit yang serius, penting untuk mengikuti kebiasaan gizi
yang baik:
 Makan makanan yang tinggi dalam B-vitamin dan kalsium, seperti almond, kacang,
biji-bijian (jika tidak alergi), sayuran hijau gelap (seperti bayam dan kale), dan
sayuran laut.
 Makan antioksidan makanan, termasuk buah-buahan (seperti blueberry, ceri, dan
tomat) dan sayuran (seperti squash dan paprika).
 Hindari makanan olahan, seperti roti putih, pasta, dan terutama gula.
 Makan daging merah dan daging tanpa lemak sedikit lebih, air dingin ikan, tahu
(kedelai, jika ada alergi), atau kacang-kacangan untuk protein.
 Minuman 6-8 gelas air disaring sehari-hari.
 Gunakan minyak sehat dalam makanan, seperti minyak zaitun atau minyak sayur.
 Hindari kafein dan stimulan lainnya, alkohol, dan tembakau.
 Tanyakan kepada dokter Anda tentang mengambil multivitamin sehari-hari,
mengandung antioksidan vitamin A, C, E, vitamin B-kompleks, dan mineral seperti
magnesium, kalsium, seng, dan selenium.
 Suplemen probiotik (Lactobacillus acidophilus berisi antara spesies lain), 5 - 10
billion CFUs (koloni membentuk unit) per hari, untuk kesehatan pencernaan dan
kekebalan tubuh. Probiotik dapat sangat membantu ketika minum antibiotik, karena
probiotik dapat membantu mengembalikan keseimbangan "baik" bakteri di usus.

Herbal
Tumbuhan pada umumnya cara yang aman untuk memperkuat dan nada sistem tubuh.
Seperti dengan terapi apapun, Anda harus bekerja sama dengan penyedia layanan
kesehatan Anda untuk mendapatkan masalah Anda didiagnosis sebelum melakukan
perawatan apapun. Anda dapat menggunakan tumbuhan sebagai ekstrak kering
(kapsul, serbuk, teh), glycerites (ekstrak gliserin), atau tincture (ekstrak alkohol).
Kecuali dinyatakan sebaliknya, Anda harus membuat teh dengan 1 sdt. herb per cup
of hot water. ramuan per cangkir air panas. Curam ditutupi 5 - 10 menit untuk daun
atau bunga, dan 10 - 20 menit untuk akar. Minum 2-4 cangkir per hari. Anda dapat
menggunakan tincture sendiri atau dalam kombinasi seperti yang tercantum.
Tumbuh-tumbuhan dapat digunakan sebagai terapi mendukung ketika Anda sembuh
dari peritonitis, tetapi jangan menggunakan herbal untuk mengobati peritonitis
sendirian. Tanyakan kepada dokter Anda sebelum mengambil apapun dari tumbuh-
tumbuhan yang tercantum di bawah.
 Teh hijau (Camellia sinensis) ekstrak standar, 250-500 mg setiap hari, untuk
antioksidan, anti-inflamasi, dan efek kesehatan jantung. Gunakan produk bebas kafein.
Anda juga dapat mempersiapkan teh dari daun herbal ini.
 Cakar's Cat (Uncaria tomentosa) ekstrak standar, 20 mg tiga kali sehari, untuk
mengurangi peradangan. Cat kuku juga memiliki efek antibakteri dan antijamur.
 Daun Zaitun (Olea europaea) ekstrak standar, 250-500 mg one atau tiga kali sehari,
untuk efek antibakteri dan antijamur. Anda juga dapat mempersiapkan teh dari daun
herbal ini.
 Milk thistle (Silybum marianum) ekstrak biji standar, 80-160 mg dua sampai tiga kali
sehari, untuk kesehatan hati.

11. PROGNOSIS
Prognosis untuk peritonitis tergantung pada jenis kondisi. Sebagai contoh, prospek
orang-orang dengan peritonitis sekunder cenderung menjadi buruk, terutama di
kalangan orang tua, orang dengan sistem kekebalan rendah, dan mereka yang
memiliki gejala selama lebih dari 48 jam sebelum pengobatan. Prospek jangka
panjang bagi orang dengan peritonitis primer karena penyakit hati juga cenderung
menjadi buruk. Namun, prognosis untuk peritonitis primer pada anak-anak secara
umum sangat baik setelah perawatan dengan antibiotik.

12. HEALTH EDUCATION (HE)


HE yang diberikan pada pasien dengan peritonitis dapat dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Pre operasi
Pasien yang akan di operasi akan merasa cemas mengenai operasinya. Gejala cemas
sebelum operasi dari pasien tidak berbeda dengan yang diderita oleh pasien lain yang
tidak operasi. Gejala fisik terdiri dari peningkatan denyut nadi, frekuensi nafas,
telapak tangan yang basah, dan gelisah. Persiapan pasien sebelum tindakan operasi
antara lain : persiapan fisik, pemeriksaan penunjang, persiapan psikologis,
administrasi dan persetujuan pasien. Adapun HE yang harus diberikan sebelum
operasi adalah :
 Menjelaskan tentang prosedur operasi yang dijalankan termasuk jadwal
operasi dan penandatangan persetujuan operasi. Hal ini dimaksudkan untuk
mengurangi kecemasan pasien.
 Mempersiapkan fisik klien dengan puasa dan istirahat yang cukup
b. Post operasi
HE yang diberikan pada saat post op adalah :
 Meningkatkan intake makanan tinggi protein dan vitamin c.
Hal ini dapat membantu proses penyembuhan luka insisi operasi.
 Pencegahan infeksi.
Misalnya dengan memberitahukan agar tidak sembarangan membuka atau
mengganti perban secara mandiri karena dapat meningkatkan resiko infeksi.
 Pengembalian Fungsi fisik.
Pengembalian fungsi fisik dilakukan segera setelah operasi dengan latihan
napas dan batuk efektf, latihan mobilisasi dini.
 Mempertahankan konsep diri.
Pasien dengan luka post op pada perutnya terutama remaja cenderung akan
malu sehingga mengalami gangguan citra tubuh karena adanya perubahan
sehubungan dengan pembedahan. Perawat dapat memberikan support
psikologis. Perawat dapat juga memberikan HE kepada keluarga untuk
memberikan klien support misalnya keluarga dapat mengajak klien berdiskusi
tentang perubahan-perubahan yang terjadi dan bagaimana perasaan pasien
setelah operasi. Ini akan meningkatkan harga diri klien.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN PERITONITIS

1. PENGKAJIAN
Pada pengkajian dilakukan wawancara dan pemeriksaan fisik untuk memperoleh
informasi dan data yang nantinya akan digunakan sebagai dasar untuk membuat rencana
asuhan keperawatan klien.
a. Keadaan Umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran kualitatif
atau GCS dan respon verbal klien.

b. Tanda-tanda Vital
Meliputi pemeriksaan:
 Tekanan darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji tekanan
nadi, dan kondisi patologis.
 Pulse rate
 Respiratory rate
 Suhu

c. Riwayat penyakit sebelumnya


Ditanyakan apakah sebelumnya klien pernah menderita apendiksitis yang menjadi
factor predisposisi peritonitis.

d. Pola Fungsi Keperawatan


a. Aktivitas istirahat
Gejala : Kelemahan
Tanda : Kesulitan ambulasi
b. Sirkulasi
Tanda : Takikardi, berkeringat, pucat hipotensi (Tanda syok), edema jaringan
c. Eliminasi
Gejala : Ketidakmampuan defekasi dan flatus, Diare (kadang-kadang)
Tanda : Cegukan, distensi abdomen, abdomen diam; penurunan haluaran urin,
warna gelap; Penurunan/tak ada bising usus (ileus); bunyi keras hilang timbul,
bising usus kasar (obstruksi); kekakuan abdomen, nyeri tekan.
Hiperresonan/timpani (ileus); hilang suara pekak di atas hati (udara bebas
dalam abdomen).
d. Makanan dan cairan
Gejala : Anoreksia, mual, muntah, haus.
Tanda : Muntah proyektil, membran mukosa kering, lidah bengkak, turgor
kulit buruk.
e. Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala : Nyeri abdomen tiba-tiba berat, umum atau lokal, menyebar ke bahu,
terus menerus oleh gerakan.
Tanda : Distensi, kaku nyeri tekan. Otot tegang (abdomen), lutut fleksi,
perilaku distraksi, gelisah, fokus pada diri sendiri.
f. Pernapasan
Tanda : Pernapasan dangkal, takipnea.
g. Keamanan
Merasa cemas dan tampak gelisah.
Data Subjektif:
 Klien mengeluh nyeri pada perut
 Klien mengeluh lemah
 Klien mengeluh mual dan muntah
 Klien mengeluh sesak napas
 Klien merasa cemas dengan kondisinya.
Data Objektif:
 Klien tampak meringis
 Takikardia
 Terdapat nyeri tekan dan kaku abdomen
 Takipnea
 Klien tampak gelisah
 Terjadi distensi abdominal

e. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi :
 Adanya acites
 Klien tampak pucat
 Klien tampak lemah
 Klien tampak meringis kesakitan
 Membran mukosa kering
 Klien tampak sesak
 Klien tampak kurus
b. Palpasi
 Akral dingin
 CRT > 3 detik
 Takikardi
c. Perkusi
Pekak hati bisa menghilang akibat udara bebas di bawah diafragma.
d. Auskultasi
Bising usus menurun sampai hilang.

f. Pemeriksaan Diagnostik
 Tes darah
 Sampel cairan dari perut
 CT scan
 Pemeriksaan laboratorium
 Pemeriksaan X-Ray
 Gambaran Radiologis

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
PRE OP
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis yang menginflamasi
peritoneum ditandai dengan klien mengeluh nyeri, pasien mengatakan mengalami
nyeri yang menyebar pada seluruh abdomen, nyeri bertambah berat ketika klien
bergerak (seperti berjalan, batuk, atau mengejan) klien tampak meringis kesakitan,
klien tampak gelisah dan tidak nyaman (posisi melindungi bagian nyeri),
takikardia, RR klien meningkat.
2. Hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi pada peritoneum ditandai
dengan suhu tubuh klien meningkat dari atas rentang normal (>37,5oC), kulit
pasien teraba hangat, takikardi (>100 x/menit), WBC meningkat (> 7000/mm3).
3. Kekurangan volume cairan intravaskuler dan intraseluler berhubungan dengan
kehilngan cairan secara aktif akibat peningkatan permebealitas kapiler dan
membrane sehingga mengalami kebocoran ditandai dengan pasien mengatakan
jarang untuk kencing dan pengeluaran kencing menurun atau sedikit, mmembran
mukosa klien terlihat kering, tekanan darah klien turun (, 120/80 mmHg).
4. Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan kompensasi oleh ginjal
akibat penurunan volume cairan tubuh sehingga terjadi dehidrasi.
5. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan sekuncup jantung akibat
suplai darah balik kejantung menurun ditandai dengan pasien mengalami dispnea,
takikardia, perubahan EKG pada pasien.
6. PK Infeksi
7. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi akibat dari penekanan
pada rongga thorak oleh diafragma sehingga lapang pernapasan menurun ditandai
dengan klien mengeluh sesak, RR klien meningkat (>20 x/menit) dan pasien
terlihat takipnea.
8. Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri pada abdomen ditandai
dengan konjungtiva klien terlihat pucat, klien mengatakan tidak bisa tidur karena
nyeri.
9. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara kebutuhan
dan suplai oksigen didalam tubuh akibat penurunan lapang pernapasan ditandai
dengan pasien terlihat lemah, tekanan darah menurun (< 120/80mmHg) dan
dipsnea.
10. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubunagn dengan
ketidakmampuan untuk absorpsi nutrisi ditandai dengan peristaltik usus menurun,
mual muntah, klien tampak kurus, klien mengalami penurunan berat badan > 20
% dari berat badan ideal.
11. Konstipasi berhubungan dengan penundaan /mengabaikan dorongan defekasi
akibat nyeri yang meningkat saat mengejan ditandai dengan defekasi kurang dari
3x seminggu, klien mengatakan defekasi lama dan sulit, bising usus klien
menurun.
12. Disfungsi motilitas Gastrointestinal berhubungan dengan malnutrisi ditandai
dengan perubahan bising usus (hipoaktif) , nyeri abdomen, distensi abdomen,
mual, muntah
13. Nausea (mual) berhubungan dengan peningkatan tekanan intra abdominal ditandai
dengan pasien mengeluh mengalami keengganan terhadap makanan, mual
14. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan hipotensi ditandai dengan
penurunan volume urine, berkurangnya keinginan untuk berkemih
15. Resiko ketidakefektifan perfusi gastrointestinal berhubungan dengan penyakit
gastrointestinal (peritonitis)
16. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penumpukan cairan di peritoneum
ditandai dengan asites, oliguria
17. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan ditandai dengan pasien
mengatakan cemas dengan keadaannya , pasien tampak gelisah, wajah tegang,
nyeri abdomen
18. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi ditandai dengan
klien mengatakan tidak mengetahui tentang penyakitnya , klien menunjukkan
prilaku berlebihan

POST OP
1. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (trauma/luka incisi post op)
ditandai dengan klien mengatakan nyeri pada perut, wajah tampak meringis,
peningkatan tekanan darah
3. Resiko perdarahan berhubungan dengan efek samping terkait terapi pembedahan
4. Resiko disfungsi motilitas gastrointestinal berhubungan dengan pembedahan
abdomen.

3. DIAGNOSA KEPERAWATAN (berdasarkan prioritas)


PRE OP
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi akibat dari penekanan
pada rongga thorak oleh diafragma sehingga lapang pernapasan menurun ditandai
dengan klien mengeluh sesak, RR klien meningkat (>20 x/menit) dan pasien
terlihat takipnea.
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis yang menginflamasi
peritoneum ditandai dengan klien mengeluh nyeri, pasien mengatakan mengalami
nyeri yang menyebar pada seluruh abdomen, nyeri bertambah berat ketika klien
bergerak (seperti berjalan, batuk, atau mengejan) klien tampak meringis kesakitan,
klien tampak gelisah dan tidak nyaman (posisi melindungi bagian nyeri),
takikardia, RR klien meningkat.
3. PK Infeksi.

POST OP
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (trauma/luka incisi post op)
ditandai dengan klien mengatakan nyeri pada perut, wajah tampak meringis,
peningkatan tekanan darah.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive.
3. Resiko perdarahan berhubungan dengan efek samping terkait terapi pembedahan.

4. INTERVENSI
PRE OP:
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi akibat dari
penekanan pada rongga thorak oleh diafragma sehingga lapang pernapasan
menurun ditandai dengan klien mengeluh sesak, RR klien meningkat (>20
x/menit) dan pasien terlihat takipnea.
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan salama (…x24 jam) diharapkan pasien
dapat mempertahankan pola pernapasan yang efektif dengan kriteria hasil :
a. Frekuensi, irama dan kedalaman pernapasan normal (16-20 x/menit).
b. Pasien tidak sesak lagi.
Intervensi:
Mandiri
a. Observasi RR, suhu, dan suara nafas pasien.
Rasional : Kecepatan biasanya meningkat. Dipsnea dan terjadi peningkatan kerja
nafas. Pernafasan dangkal. Ekspansi dada terbatas yang berhubungan dengan
atelektasis dan atau nyeri dada pleuritik.
b. Berikan posisi flower/semi flower.
Rasional : Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan
pernafasan. Pengubahan posisi dan ambulansi meningkatkan pengisian udara
segmen paru berbeda sehingga memperbaiki difusi gas.
c. Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas adventisius, seperti krekels,
mengi dan gesekan pleural.
Rasional :Bunyi napas menurun/ tak ada bila jalan napas obstruksi sekunder
terhadap pendarahan, bekuan atau kolaps jalan napas kecil (atelektasis). Ronchi
dan mengi menyertai obstruksi jalan napas/ kegagalan pernapasan.
d. Obsevasi pola batuk dan karakter secret.
Rasional : Kongesti alveolar mengakibatkan batuk kering/iritasi. Sputum
berdarah dapat diakibatkan oleh kerusakan jaringan.

Kolaborasi
a. Lakukan fisioterapi dada kerjakan sesuai jadwal.
Rasional :Memudahkan upaya pernafasan dalam dan meningkatkan drainase
secret dari segmen paru ke dalam bronkus, dimana dapat lebih mempercepat
pembuangan dengan batuk/penghisapan.
b. Berikan oksigen yang dilembabkan sesuai indikasi
Rasional : Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas.
c. Berikan obat-obat jika ada indikasi seperti bronchodilator.
Rasional : Untuk mencegah kondisi lebih buruk pada gagal nafas.

2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis yang menginflamasi


peritoneum ditandai dengan klien mengeluh nyeri, pasien mengatakan
mengalami nyeri yang menyebar pada seluruh abdomen, nyeri bertambah
berat ketika klien bergerak (seperti berjalan, batuk, atau mengejan) klien
tampak meringis kesakitan, klien tampak gelisah dan tidak nyaman (posisi
melindungi bagian nyeri), takikardia, RR klien meningkat.
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan salama (…x24 jam) diharapkan nyeri
pasien hilang/terkontrol dengan criteria hasil:
a. Nyeri klien berkurang
b. Klien tidak tampak gelisah
c. Wajah klien tidak tampak meringis
d. Klien dapat beristirahat dengan nyaman
e. TTV klien dlm batas normal (TD: 110-120/80-90
mmHg, RR: 16-20x/mnt)
Intervensi:
Mandiri
a. Kaji dan catat kondisi keluhan nyeri klien ( dengan pola P,Q,R,S,T), yaitu
dengan memperhatikan lokasi, intensitas, frekuensi, dan waktu.
Rasional: Mengindikasikan kebutuhan untuk intervensi dan juga tanda-tanda
perkembangan komplikasi.
b. Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik dan intensitas ( skala 0 -10 ).
Rasional: membantu evaluasi derajat ketidaknyamanan dan ketidakefektifan /
dapat mengatakan adanya / terjadinya komplikasi. 
c. Berikan posisi yang nyaman ( Trendelburg ).
Rasional: Dengan memberikan posisi tersebut dapat mengurangi ketegangan
abdomen sehingga nyeri berkurang.
d. Monitor tanda-tanda vital.
Rasional: respon autoimun meliputi: tekanan darah, nadi, respirasi rate dan
suhu yang menjadi tanda keluhan nyeri.
e. Ciptakan lingkungan yang tenang dan membatasi pengunjung.
Rasional: Suasana yang tenang dapat mengurangi stimulus nyeri.
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai dengan indikasi.
Rasional: menghilangkan reflek spasme / kontraksi usus halus dan membantu
dalam manajemen nyeri.
3. PK Infeksi
Tujuan
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama (...x24 jam) diharapkan perawat
dapat meminimalkan komplikasi infeksi (sepsis) yang terjadi dengan criteria hasil:
 Tanda-tanda sepsis tidak ada
Intervensi
Mandiri
a. Pantau tanda dan gejala infeksi
Rasional : mengetahui perkembangan dari infeksi dan membantu untuk
intervensi selanjutnya
b. Ajari tentang cara pencegahan penularan infeksi
Rasional : dengan mengetahui cara pencegahan diharapkan dapat
meminimalkan komplikasi infeksi
c. Pantau keadaan luka, lakukan perawatan luka secara teratur
Rasional : luka dalam keadaan bersih dapat meminilkan kompliksi
d. Monitor pemberian antibiotic dan kaji efek sampingnya.
Rasional : dengan memonitor pemberian antibiotok dapat mencegah
komplikasi lebih lanjut.
e. Lakukan teknik steril.
Rasional : dengan melakukan teknik steril dapat mencegah terjadinya
infeksi silang.
f. Lakukan penkes tentang pencegahan dan penularan.
Rasional : dengan memberikan penkes, pasien maupun keluarga
mendapat pengetahuan dasar bagaimana cara memproteksi
diri.
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi
Rasional: mencegah infeksi lanjut
b. Kolaborasi pemberian antiinflamasi sesuai indikasi
Rasional: mencegah inflamasi lebih lanjut

POST OP:
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (trauma/luka incisi post
op) ditandai dengan klien mengatakan nyeri pada perut, wajah tampak
meringis, peningkatan tekanan darah.
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan salama (…x24 jam) diharapkan nyeri
pasien hilang/terkontrol dengan criteria hasil:
a) Nyeri klien berkurang
b) Klien tidak tampak gelisah
c) Wajah klien tidak tampak meringis
d) Klien dapat beristirahat dengan nyaman
e) TTV klien dlm batas normal (TD: 110-120/80-90 mmHg, RR: 16-20x/mnt)
Intervensi:
Mandiri
1. Kaji dan catat kondisi keluhan nyeri klien ( dengan pola P,Q,R,S,T), yaitu
dengan memperhatikan lokasi, intensitas, frekuensi, dan waktu.
Rasional: Mengindikasikan kebutuhan untuk intervensi dan juga tanda-tanda
perkembangan komplikasi.
2. Kaji pengetahuan pasien tentang nyeri dan kepercayaan tentang nyeri.
Rasional: Memudahkan dalam melakukan intervensi, karena kultur atau
budaya klien dapat mempengaruhi persepsi tentang nyeri.
3. Ciptakan lingkungan yang tenang dan membatasi pengunjung.
Rasional: Suasana yang tenang dapat mengurangi stimulus nyeri.
4. Kontrol dan kurangi kebisingan
Rasional: Suasana yang tenang dapat mengurangi stimulus nyeri.
5. Instruksikan pasien untuk melakukan tehnik relaksasi.
Rasional: memfokuskan perhatian pasien, membantu menurunkan tegangan
otot dan meningkatkan proses penyembuhan
Kolaborasi:
1. Kaji riwayat adanya alergi obat
Rasional: Mengetahui apakah ada alergi terhadap obat analgesik.
2. Pastikan pasien menerima analgesic.
Rasional: Memastikan klien menerima obat pereda rasa nyeri

2. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive.


Tujuan:
Setelah diberikan askep selama (…x24 jam) tidak terjadi infeksi dengan kriteria
hasil:
 Keadaan temperatur normal
 Tidak terdapat tanda-tanda infeksi (kalor,lubor,tumor, dolor)
 Menunjukkan pengendalian resiko, dibuktikan dengan indikator (antara 1-5:
tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering, konsisten menunjukkan)
 Memantau faktor resiko lingkungan dan perilaku seseorang
 Menghindari pajanan terhadap ancaman kesehatan
Intervensi:
Mandiri
1. Pantau suhu dengan teliti dan tanda-tanda infeksi lainnya
Rasional: mendeteksi kemungkinan infeksi
2. Cuci tangan sebelum dan sesudah seluruh kontak perawatan diakukan.
Instrusikan pasien/orang terdekat untuk mencuci tangan sesuai indikasi.
Rasional: meminimalkan pajanan pada organisme infektif
3. Gunakan teknik aseptik yang cermat untuk semua prosedur invasive
Rasional: untuk mencegah kontaminasi silang/menurunkan resiko infeksi
4. Tempatkan pasien dalam ruangan khusus
Rasional: meminimalkan terpaparnya pasien dari sumber infeksi
Kolaborasi:
 Kolaborasi dalam pemberian antibiotic
Rasional: mencegah terjadinya infeksi

3. Resiko perdarahan berhubungan dengan efek samping terkait terapi


pembedahan.
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama (… x 24 jam) diharapkan tidak
terjadi perdarahan berlebih dengan criteria hasil :
 Tidak ada tanda-tanda perdarahan.
 TTV dalam batas normal.
Intervensi:
1. Kaji TTV pasien secara berkala.
Rasional : TTV menjadi acuan banyaknya darah yang hilang.
2. Monitor tanda-tanda perdarahan.
Rasional : tanda-tanda perdarahan dapat berupa takikardi, hipotensi,
hipertermia, sesak.
3. Monitor hasil lab (hemoglobin dan hematokrit)
Rasional : untuk menentukan intervensi pemberian tranfusi darah.
4. Menginstruksikan pasien untuk mengkonsumsi makanan yang mengandung
vitamin K.
Rasional : vitamin K berfungsi dalam proses pembekuan darah.
5. EVALUASI
PRE OP:
1. Pola napas kembali efektif dengan kriteria hasil :
 Frekuensi, irama dan kedalaman pernapasan normal (16-20 x/menit).
 Pasien tidak sesak lagi.
2. Nyeri pasien hilang/terkontrol dengan criteria hasil:
 Nyeri klien berkurang
 Klien tidak tampak gelisah
 Wajah klien tidak tampak meringis
 Klien dapat beristirahat dengan nyaman
 TTV klien dlm batas normal (TD: 110-120/80-90 mmHg, RR: 16-20x/mnt)
3. Komplikasi infeksi dapat diminilalisikan dengan kriteria hasil:
 Tidak ada atau berkurangnya tanda-tanda infeksi seperti kalor
dubor,dolor,tumor,dan fungsiolesa
 Tanda-tanda sepsis tidak ada
POST OP:

1. Nyeri pasien hilang/terkontrol dengan kriteria hasil:


 Nyeri klien berkurang
 Klien tidak tampak gelisah
 Wajah klien tidak tampak meringis
 Klien dapat beristirahat dengan nyaman
 TTV klien dlm batas normal (TD: 110-120/80-90 mmHg, RR: 16-20x/mnt)
2. Infeksi tidak terjadi dengan kriteria hasil:
 Keadaan temperatur normal
 Tidak terdapat tanda-tanda infeksi (kalor,lubor,tumor, dolor)
 Menunjukkan pengendalian resiko, dibuktikan dengan indikator (antara 1-5:
tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering, konsisten menunjukkan)
 Memantau faktor resiko lingkungan dan perilaku seseorang
 Menghindari pajanan terhadap ancaman kesehatan
3. Perdarahan tidak terjadi dengan criteria hasil :
 Tidak ada tanda-tanda perdarahan.
 TTV dalam batas normal.
DAFTAR PUSTAKA

Heather, Herdman. 2010. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Jakarata : EGC

Wilkinson, J.M, 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan
Kriteria Hasil NOC. EGC: Jakarta.
Smeltzer C. Suzanne, Bare G. Brendo, (2002), Keperawatan Medikal Bedah, vol. 3, EGC :
Jakarta.
Hall and Guyton, (1997), Fisiologi Kedokteran, EGC : Jakarta.
Noer Sjaifullah H. M, (1999), Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, FKUI, Jakarta.

You might also like