Professional Documents
Culture Documents
I. AKAL
Kata akal yang menjadi kata Indonesia, berasal dari kata Arab Al `aqli yang terbentuk dalam kata
benda. Berlainan dengan kata Al wahyi ,tidak terdapat dalam Al qur`an. Dalam pemahaman
Prof. Izuttsu, kata ‘aql dijaman jahiliyah dipakai dalam arti kecerdasan praktis (practical
intelligence) yang dalam istilah psikologi modern disebut dengan kecakapan memecahkan
masalah (Problem Solving Capacity). Orang berakal menurut pendapatnya adalah orang yang
mempunyai kecakapan untuk menyelesaikan masalah, setiap kali Ia dihadapkan pada suatu
problema dan selanjutnya dapat melepaskan diri dari bahaya yang Ia hadapi.’Aqala juga
mengandung arti, memahami dan berfikir. Tetapi timbul pertanyaan apakah pengertian,
pemikiran dan pemahaman dilakukan melalui akal yang berpusat dikepala.
Akal terbagi menjadi dua bagian :
A. Akal praktis (‘Aamilah) yang menerima arti-arti yang berasal dari materi melalui indera
pengingat yang ada pada jiwa binatang.seperti contoh : insting seekor kucing ketika dipukul oleh
seseorang , maka pada suatu ketika saat dia beertemu dengan orang yang memukulnya, maka dia
akan lari namun dia tidak tahu sampai kapanpun mengenai mengapa dia dipukul.
B. Akal teoritis (‘Aalimah) yang menangkap arti-arti murni, arti-arti yang tak pernah ada dalam
materi seperti Tuhan, roh dan Malaikat.
Akal praktis memutuskan perhatian kepada alam materi, menangkap kekhususan. Akal teorotis
sebaliknya bersifat metafisis, mencurahkan perhatian kepada dunia materi dan menangkap
keumuman (kulliat universals).
Akal teoritis mempunysi empat derajat antara lain :
a. Akal Materil (Al-‘aqli al-hayulani), yang merupakan potensi belaka, yaitu akal yang
kesanggupannya untuk menangkap arti-arti murni, arti-arti yang tak pernah ada dalam alam
materi.akal ini belum keluar, jadi harus dicari dan diciptakan.
b. Akal bakat (al-aqli bil malakah), yaitu akal yang kesanggupannya berfikir secara murni
abstrak telah mulai kelihatan. Ia telah dapat menangkap pengertian dan kaidah umum. Akal ini
sudah tercipta tinggal manusianya yang mengembangkan.
c. Akal aktuil (al-aqlli bil al-fi’li) yaitu akal yang telah dan lebih mudah dan lebih banyak dapat
menangkap pengertian dan kaidah dimaksud. Akal aktuil ini merupakan gudang bagi arti-arti
abstrak itu, yang dapt dikeluarkan setiap kali dikehendaki.
d. Akal perolehan (Al-‘aqli al-mustafad), yaitu akal yang didalamnya arti-arti abstrak tersebut
selamanya sedia untuk dikeluarkan dengan mudah sekali. Akal ini adalah milik para Nabi dan
rasul Allah.
Akal dalam derajat keempat inilah akal yang tertinggi dan terkuat dayanya. Maka kaum teolog
Islam mengartikan akal sebagai daya untuk memperoleh pengetahuan. Menurut Abu Huzail, akal
adalah daya untuk memperoleh pengetahuan, dan juga daya yang membuat seseorang yang dapat
memperbedakan antara dirinya dan benda-benda satu dari yang lain, akal mempunyai daya untuk
mengabstrakkan benda-benda yang ditangkap panca indera.
Disamping memperoleh pengetahuan, akal juga mempunyai daya untuk membedakan antara baik
dan buruk. Akal dalam pengetian Islam, bukanlah otak, tetapi adalah daya berfikir yang terdapat
dalam jiwa manusia. Daya yang digambarkan dalam Al qur’an, memperoleh pengetahuan
dengan memperhatikan alam sekitarnya. Akal dalam pengertian inilah yang dikontraskan dalam
Islam dengan wahyu yang membawa pengetahuan dari luar diri Manusia yaitu Tuhan.
II. Wahyu
Wahyu berasal dari kata Arab Al wahyu, yaitu suara, api dan kecepatan. Disamping itu ia juga
berarti bisikan, isyarat, tulisan dan kitab. Al wahyu selanjutnya berarti pemberitahuan secara
tersembunyi dan dengan cepat. Tetapi kata itu lebih dikenal dalam arti apa yang disampaikan
Tuhan kepada Nabi-nabi. Dalam kata wahyu dengan demikian terkandung arti penyampaian
sabda Tuhan kepada orang pilihannya agar diteruskan kepada umat manusia untuk dijadikan
pegangan hidup.sabda Tuhan itu mengandung ajaran, petunjuk dan pedoman yang diperlukan
umat manusia dalam perjalanan hidupnya baik didunia ini maupun diakhirat kelak.
Ada tiga cara penyampaian wahyu, yang pertama, melalui jantung hati seseorang dalam bentuk
ilham. Kedua, dari belakang tabir sebagaimana yang pernah dialami oleh Nabi Musa. Dan yang
ketiga, melalui utusan yang dikirim dalam bentuk malaikat.
Sebagaimana telah dijelaskan diatas dalam konsep wahyu terkandung pengertian adanya
komunikasi antara Tuhan yang bersifat immateri dan manusia yang besrsifat materi. Menurut
ajaran tasawuf, komunikasi dengan Tuhan dapat dilakukan melalui daya rasa manusia yang
berpusat dihati sanubari. Dengan memusatkan perhatian pada hal-hal yang bersifat murni, sufi
mempertajam daya rasa atau kalbunya dengan menjauhi hidup kematerian dan memusatkan
perhatian dan usaha pada pensucian jiwa, dengan banyak beribadah, melakukan shalat dan
berpuasa , membaca Al qur’an dan mengingat Tuhan, kalbu seorang sufi akan menjadi semakin
bersih dan jernih sehingga Ia dapat menerima cahaya yang dipancarkan oleh Tuhan. Dalam
Tasawuf dikenal tingkatan ma’rifah, dimana seorang sufi dapat melihat Tuhan dengan kalbunya,
dan dapat pula berdialog dengan Tuhan. Dalam pada itu komunikasi seorang sufi dengan Tuhan
tidak sampai mengambil bentuk wahyu, karna wahyu adalah khusus bagi Nabi-nabi dan Rasul-
rasul.
FUNGSI WAHYU
Wahyu bagi kaum Mu’tazilah mempunyai fungsi memberi penjelasan tentang perincian
hukuman dan upah yang akan diterima manusia diakhirat. Sebagaimana kata ‘Abd. Jabbar, akal
tak dapat mengetahui bahwa upah untuk suatu perbuatan baik lebih besar dari upah yang
ditentukan untuk suatu perbuatan baik yang lain. Demikian pula akal tidak dapat mengetahui
bahwa hukuman untuk suatu perbuatan buruk lebih besar dari hukuman untuk suatu perbuatan
buruk yang lain. Semua ini hanya dapat diketahui hanya dengan perantaraan wahyu. Demikian
pula pendapat Al Jubba’i, wahyulah yang menjelaskan perincian hukuman dan upah yang akan
diperoleh oleh manusia diakhirat kelak.
Wahyu bagi kaum Mu’tazilah juga mempunyai fungsi informasi dan konfirmasi, memperkuat
apa-apa yang telah diketahui oleh akal dan menerangkan apa-apa yang belum diketahui oleh
akal, dan dengan demikian menyempurnakan pengetahuan yang telah diperoleh oleh akal.
DAFTAR PUSTAKA
• Nasution, Harun, akal dan wahyu dalam iaslam, cet. Ke-II, Jakarta: UI Press. 1986.
• Nasution, Harun, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Perbandingan, cet. Ke-5, Jakarta: UI
Press. 1986.
• Yusuf, M. Yunan, Corak Pemikiran kalam Tafsir Al azhar, Jakarta: Permadani, 2004.
• [i] . Harun Nasution, Teologi Islam, Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Harun
Nasution, UI-Press, Jakarta 1986.
0 komentar: