You are on page 1of 70

MAKALAH BAHAN

GALIAN
LOGAM EMAS
2011
KELOMPOK II

SUDIRMAN
(G1C008008)
EMSAL YANUAR
(G1C008009)
BAIQ DEWI AYU
(G1C008001)
NUR LAELA
EMAS
SIFAT EMAS

Emas merupakan logam transisi ( trivalen dan univalen ) yang bersifat lunak dan
mudah ditempa, kekerasannya berkisar antara 2,5 – 3 ( skala Mohs ). Emas dapat dibentuk
jadi lembaran sedemikian tipis hingga tembus pandang. Sebanyak 120.000 lembar emas
dapat ditempa menjadi satu lapisan yang sedemikian tipisnya sehingga tebalnya tidak lebih
dari 1 cm. Dari 1 gram emas dapat diulur menjadi kawat sepanjang 2,5 km.

Emas mempunyai karakteristik sectile ( lunak, elastis, mudah dibentuk ), memiliki


warna yang menarik ( kuning, mengkilap, tidak mudah memudar ), berat, tahan lama, tahan
pada panas tinggi dan daya konduksi listrik juga sebagai perlawanan terhadap oksidasi
( tahan korosi ) sehingga emas memiliki banyak kegunaan. Namun karena emas sebagai salah
satu logam coinage yang keberadaannya di alam sangat langka, menjadikannya sebagai
logam yang sangat berharga.

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU
PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MATARAM
2011
Emas memberikan sumbangan yang amat besar bagi kehidupan manusia seperti,
untuk perhiasan, peralatan elektronik, kedokteran gigi, uang, medali, dll. Sekitar 65 persen
dari emas diolah digunakan dalam industri seni, terutama untuk membuat perhiasan. Selain
perhiasan, emas juga digunakan di peralatan listrik, elektronik, dan industri keramik. Industri
aplikasi ini telah berkembang dalam beberapa tahun dan kini menempati sekitar 25 persen
dari pasar emas.

Dalam perdagangan emas, ukuran berat biasanya dipakai troy ouns, kemurnianemas
murni dalam karat ditunjukan angka 24 atau dalam kehalusan ditunjukkan angka 1.000.
Karena emas merupakan logam yang relatif lunak ( sectile ) menjadi satu halangan untuk
digunakan dalam industri. Untuk mengatasi kelemahan ini, emas biasanya dipadukan dengan
logam lain ( alloy ) seperti perak, tembaga, platinum, atau nikel. Emas putih adalah alloy
emas dengan platinum, iridium, nikel, atau zink. Alloy emas dengan tembaga berwarna
merah atau kuning. Alloy emas dengan besi berwarna hijau, dan alloy emas dengan
aluminum berwarna ungu. Bagian emas yang terdapat dalam campuran diukur dalam karat
atau persen. Karat adalah unit sama dengan 1 / 24 bagian dari emas murni dalam alloy.
Dengan demikian, emas 24 Karat( 24K ) adalah emas murni, sedangkan emas 18 Karat
adalah 18 bagian emas murni dan 6 bagian logam lainnya, jadi emas 18 karat → 18/24 berarti
emas 75 %.

Reaksi Kimia Unsur

Tingginya nilai potensial reduksi emas mengakibatkan logam ini selalu terdapat di
alam dalam keadaan bebas. Untuk keperluan ektraksi dari bijihnya, proses dengan
melibatkan senyawa sianida dapat diterapkan seperti halnya pada ekstraksi logam perak.
Emas membentuk berbagai senyawa kompleks, tetapi hanya sedikit senyawa
anorganik sederhana. Emas (I) oksida, Au2O, adalah salah satu senyawa yang stabil dengan
tingkat oksidasi +1, seperti halnya tembaga, tingkat oksidasi +1 ini hanya stabil dalam
senyawa padatan, karena semua larutan garam emas (I) mengalami disproporsionasi menjadi
logam emas dan ion emas (III) menurut persamaan reaksi :
3Au+(aq) → 2Au(s) + Au3+(aq)

Secara kimiawi emas tergolong inert sehingga disebut logam mulia. Emas tidak
bereaksi dengan oksigen dan tidak terkorosi di udara di bawah kondisi normal. Namun emas
terurai dalam larutan sianida dalam tekanan udara. Emas juga tidak bereaksi dengan asam
atau basa apapun. Akan tetapi emas bereaksi dengan halogen dan aqua regia.

Reaksi emas dengan halogen

Logam emas bereaksi dengan klorin, Cl2, atau bromin, Br2, untuk membentuk trihalida emas
(III) klorida, AuCl3, atau emas (III) bromida, AuBr3.

2Au(s) + 3Cl2(g) → 2AuCl3(s)


2Au(s) + 3Br2(g) → 2AuBr3(s)

AuCl3 dapat larut dalam asam hidroksida pekat menghasilkan ion tetrakloroaurat
(III), [AuCl4]-, suatu ion yang merupakan salah satu komponen dalam “emas cair”, yaitu
suatu campuran spesies emas dalam larutan yang akan mengendapkan suatu film logam emas
jika dipanaskan.Di lain pihak, logam emas bereaksi dengan iodin, I2, untuk membentuk
monohalida, emas (I) iodida, AuI.

2Au(s) + I2(g) → 2AuI(s)

Emas dapat larut pada aqua regia, yaitu campuran tiga bagian volum asam klorida pekat dan
atau bagian volum asam nitrat pekat ( Jabir ibn-Hayyan, ca. 760-815 ) :
Au(s) + 4HCL (aq) + HNO3(aq) → HAuCl4(aq) + NO (g) + 2H2O(l)

Sejarah Emas

Emas ( Sanskrit jval, Yunani χρυσος = chrysos, Latin aurum, berarti fajar yang cerah,
Anglo-Saxon gold, China 金 [jīn], Jepang 金 [kin] ) telah diketahui sebagai sangat berharga
sejak zaman prasejarah.
Emas, merupakan salah satu logam tertua yang digunakan oleh manusia. Emas
dikenal antara lain di Mesopotamia dan Mesir. Referensi ke awal mula penemuan emas
didasari legendaris atau mitos. Oleh karena itu, beberapa penulis menyebutkan bahwa
penemu emas pertama kali adalah Cadmus, bangsa Phoenicia. Sedangkan yang lainnya
mengatakan bahwa Thoas, raja Taurian, yang pertama kali menemukan logam berharga
dalam legenda Pangaeus Mountains di Thrace. Legenda dan mitos serupa tentang awal
penemuan emas juga terdapat dalam sastra kuno dari Hindu ( the Vedas ) serta Cina dan
bangsa lainnya.

Emas dari estetika properti fisik dikombinasikan dengan properti sudah lama menjadi
logam yang berharga. Sepanjang sejarah, emas telah sering menjadi penyebab konflik :
misalnya ada awal tahun 1500-an Raja Ferdinand dari Spanyol menetapkan prioritas kepada
para conquistador – penakluk - hambanya yang akan berangkat mencari Dunia Baru, "Bawa
pulanglah emas," perintahnya kepada mereka, "kalau bisa, dapatkan semanusiawi mungkin,
tapi apapun risikonya, bawalah emas." Titah sang raja tersebut menjadi awal pemusnahan
peradaban Aztec dan Inca. Konflik karena perebutan emas juga terjadi pada awal ketika
Amerika berburu emas ke Georgia, California, dan Alaska.

Pada abad pertengahan, begitu kuat orang mendambakan emas, sehingga lahir ilmu
alkimia, dengan tujuan membuat emas. Manusia modern berhasil mencapai cita-cita itu
dengan mengekstrak emas dari air laut dan mengubah timbel atau merkurium menjadi emas
dalam mempercepat partikel. Namun emas yang murah tetaplah emas alamiah yang harus
ditambang.

Biji emas dikategorikan dalam 4 ( empat ) kategori :

1. Biji tipis dimana kandungannya sebesar 0.5 g/1000 kg atau 0.5 g/ton atau 0.5 ppm
( part per million, per satu juta bagian )

2. Biji rata-rata ( typical ) dengan mudah digali, nilai biji emas khas dalam galian
terowongan terbuka yakni kandungan 1-5 g/1000 kg (1 -5 ppm )

3. Biji bawah tanah/harrdrock dengan kandungan 3 g/1000 kg ( 3 ppm )

4. Biji nampak mata ( visible ) dengan kandungan minimal 30 g/1000 kg ( 30 ppm )

Emas di dunia mulai ditambang sejak tahun 2.000 sebelum masehi oleh bangsa-bangsa di
dataran Mesir ( bangsa Mesir, Sudan dan Arab Saudi ). Pada sekitar abad ke-19, pencarian
emas muncul kapanpun ketika ditemukan adanya deposit emas, termasuk di California,
Colorado, Otago, Australia, Black Hills, dan Klondike.
Sedangkan deposit emas terbesar ditemukan di Precambrian Witwatersrand, Afrika
Selatan, dengan luasan ratusan mil dan dengan kedalaman di lebih dari dua mil. Sejak tahun
1880-an, Afrika Selatan telah menjadi sumber untuk sebagian besar sediaan emas dunia. Pada
tahun 1970, produksinya mencapai hingga 70 % dari persediaan dunia, yaitu memproduksi
sekitar 1000 ton, namun produksi di tahun 2004 hanya 342 ton. Penurunan ini berhubungan
dengan bertambahnya kesulitan dalam ektraksi dan faktor ekonomi yang memperngaruhi
industri Afrika Selatan. Produsen utama lainnya adalah Kanada, Australia, bekas Uni Soviet,
dan Amerika Serikat ( Arizona, Colorado, California, Montana, Nevada, South Dakota, dan
Washington ).

Sebelum Perang Dunia II, Indonesia adalah penghasil emas terbesar di Asia Tenggara.
Satu-satunya pengelola tambang emas di Indonesia pada awal tahun 1980-an adalah PT
Aneka Tambang, sebuah BUMN di bawah Departemen Pertambangan dan Energi.
Tiga penambang emas besar di Indonesia menurut data tahun 1987 adalah:

• PT Freeport Indonesia Inc. yang berlokasi di Tembagapura, Papua dengan jumlah


produksi 2,2 ton/tahun ( 1986 ).

• PT Lusang Mining yang berlokasi di Bengkulu dengan jumlah produksi 300 kg/tahun
( 1986 ).

• PT Aneka Tambang ( Persero ) berlokasi di Cikotok, Jawa Barat dengan jumlah


produksi 240 kg/tahun ( 1986 ).

Gold Prospecting

Merupakan suatu kegitan eksplorasi Untuk mendeteksi keberadaan vein ( urat ) emas
dapat dengan cara mengamati keberadaan batuan yang mengindikasikan adanya Vein, antara
lain :

• Batuan Nat :yaitu batuan yang tersusun berbaris. Batuan ini sebelumnya tertanam
dalam tanah, akibat erosi yang mengikis tanah membuat batuannya terekspose.
• Sebaran kerikil kuarsa:sama halnya batuan nat, bebatuan ini sebelumnya tertanam
dalam tanah, batuannya terekpose di permukaan akibat erosi yang mengikis tanah.

• Batuan Storing:bagian batuan vein yang nampak dipermukaan. Batuan ini umumnya
memiliki ciri-ciri seperti terdapat kuarsa, pyrite, calcopyrite, terlihat urat / jalur, clay,
dll.
Selanjutnya, untuk memastikan potensi kelayakannya untuk ditambang dapat
dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Borring

2. Menggunakan Gold Detector.

3. Trenshing, yaitu membuat paritan ( menggunakan bechoe ) untuk melihat keberadaan


dan arah sebaran vein.

4. Assaying.

PENAMBANGAN EMAS

Emas terbentuk dari proses magmatisme atau pengkonsentrasian di permukaan.


Beberapa endapan terbentuk karena proses metasomatisme kontak dan larutan hidrotermal,
sedangkan pengkonsentrasian secara mekanis menghasilkan endapan letakan ( placer ).

Endapan emas dikatagorikan menjadi dua yaitu :

• Endapan primer / Cebakan Primer; dan

• Endapan plaser / Cebakan Sekunder


Metode penambangan emas sangat dipengaruhi oleh karakteristik cebakan emas primer
atau sekunder yang dapat mempengaruhi cara pengelolaan lingkungan yang akan dilakukan
untuk meminimalisir dampak kegiatan penambangan tersebut. Cebakan emas primer dapat
ditambang secara tambang terbuka ( open pit ) maupun tambang bawah
tanah ( underground minning ). Sementara cebakan emas sekunder umumnya ditambang
secara tambang terbuka.

Komponen lingkungan yang berpotensi terkena dampak akibat penambangan tergantung


pada lokasi dilakukannya penambangan. Kerusakan lahan terjadi akibat dari
tergerus/hilangnya lahan yang semula produktif menjadi tidak produktif. Penurunan kualitas
tanah dapat terjadi karena tanah subur dipermukaan hilang atau tertutup oleh sedimen yang
tidak subur. Sedangkan penurunan kualitas air diakibatkan tingginya kandungan sedimen
tersuspensi sebagai akibat pembuangan tailing langsung ke badan air yang juga akan
mempengaruhi kehidupan biota air.

Cebakan Primer

Cebakan primer merupakan cebakan yang terbentuk bersamaan dengan proses


pembentukan batuan. Salah satu tipe cebakan primer yang biasa dilakukan pada
penambangan skala kecil adalah bijih tipe vein ( urat ), yang umumnya dilakukan dengan
teknik penambangan bawah tanah terutama metode gophering / coyoting ( di Indonesia
disebut lubang tikus ). Terhadap batuan yang ditemukan, dilakukan proses peremukan batuan
atau penggerusan, selanjutnya dilakukan sianidasi atau amalgamasi, sedangkan untuk tipe
penambangan sekunder umumnya dapat langsung dilakukan sianidasi atau amalgamasi
karena sudah dalam bentuk butiran halus.

Beberapa karakteristik dari bijih tipe vein ( urat ) yang mempengaruhi teknik
penambangan antara lain :
1. Komponen mineral atau logam tidak tersebar merata pada badan urat.

2. Mineral bijih dapat berupa kristal-kristal yang kasar.

3. Kebanyakan urat mempunyai lebar yang sempit sehingga rentan dengan pengotoran
( dilution ).

4. Kebanyakan urat berasosiasi dengan sesar, pengisi rekahan, dan zona geser
(regangan), sehingga pada kondisi ini memungkinkan terjadinya efek dilution pada
batuan samping.

5. Perbedaan assay ( kadar ) antara urat dan batuan samping pada umumnya tajam,
berhubungan dengan kontak dengan batuan samping, impregnasi pada batuan
samping, serta pola urat yang menjari ( bercabang ).

6. Fluktuasi ketebalan urat sulit diprediksi, dan mempunyai rentang yang terbatas, serta
mempunyai kadar yang sangat erratic ( acak / tidak beraturan ) dan sulit diprediksi.

7. Kebanyakan urat relatif keras dan bersifat brittle.

Dengan memperhatikan karakteristik tersebut, metode penambangan yang umum


diterapkan adalah tambang bawah tanah ( underground ) dengan metode Gophering, yaitu
suatu cara penambangan yang tidak sistematis, tidak perlu mengadakan persiapan-persiapan
penambangan ( development works ) dan arah penggalian hanya mengikuti arah larinya
cebakan bijih. Oleh karena itu ukuran lubang ( stope ) juga tidak tentu, tergantung dari
ukuran cebakan bijih di tempat itu dan umumnya tanpa penyanggaan yang baik.

Cara penambangan ini umumnya tanpa penyangga yang memadai dan penggalian
umumnya dilakukan tanpa alat-alat mekanis. Metode tambang emas seperti ini umum
diterapkan di berbagai daerah operasi tambang rakyat di Indonesia, seperti di Pongkor-
Bogor, Gn.Peti,Cisolok-Sukabumi, Cikidang-Cikotok, Gn.Subang,Tanggeung-Cianjur,
Cikajang-Garut, Cineam-Tasikmalaya, Kokap-Kulonprogo, Selogiri-Wonogiri, Punung-
Pacitan dan lain-lain. Penambangan dilakukan secara sederhana, tanpa development works,
dan langsung menggali cebakan bijih menuruti arah dan bentuk alamiahnya. Bila cebakan
bijih tersebut tidak homogen, kadang-kadang terpaksa ditinggalkan pillar yang tak teratur dari
bagian-bagian yang miskin.

Proses yang dilakukan dalam penambangan metode Underground :

1. Pembangunan lubang masuk ke tambang.


Lubang masuk dibuat sangat sederhana dengan diameter umumnya hanya dapat untuk
akses 1 orang saja.

a. Pembangunan akses menuju badan bijih.

Akses menuju badan bijih dibuat sesuai lokasi badan bijih yang menjadi target.
Terdapat 2 cara untuk menuju badan bijih berdasarkan lokasi dari cebakan, yaitu:

• Menggunakan drift ( lubang masuk horizontal, nembak ), jika lokasi badan


bijih relatif sejajar dengan jalan masuk utama.

• Menggunakan shaft ( lubang masuk vertikal, nyumur ), jika lokasi badan bijih
relatif di bawah jalan masuk utama.

Seperti halnya lubang masuk ke tambang, akses menuju badan bijih dibuat secara
sederhana, dengan lokasi kerja yang hanya cukup untuk dipakai satu orang saja
dengan diameter sekitar 1 – 1,5 meter. Lubang masuk tersebut dibuat tanpa
penyangga atau hanya dengan penyangga sederhana untuk daerah yang diperkirakan
rawan runtuh.

1. Penggalian bijih emas


Penggalian bijih emas dilakukan dengan mengikuti arah kemenerusan bijih.
Alat yang dipakai untuk keperluan pemberaian batuan berupa alat gali manual, seperti
belincong.

2. Pengangkutan bijih emas

Dari dalam tambang menuju ke luar tambang dilakukan secara manual. Jalur
pengangkutan menggunakan jalan masuk utama. Khusus untuk akses menggunakan
shaft, pengangkutan dibantu dengan sistem katrol.

Penambangan metode gophering yang baik dilakukan dengan ketentuan:

1. Jalan masuk menuju urat bijih emas harus dibuat lebih dari satu buah, dan dapat
dibuat datar/horizontal, miring/inclined maupun tegak lurus/vertikal sesuai dengan
kebutuhan.

2. Ukuran jalan masuk dapat disesuaikan dengan kebutuhan, disarankan diameter > 100
cm.

3. Lokasi jalan masuk berada pada daerah yang stabil ( kemiringan < 30o ) dan
diusahakan tidak membuat jalan masuk pada lereng yang curam.

4. Lubang bukaan harus dijaga dalam kondisi stabil/tidak runtuh, bila diperlukan dapat
dipasang suatu sistem penyanggaan yang harus dapat menjamin kestabilan lubang
bukaan ( untuk lubang masuk dengan kemiringan > 60odisarankan untuk selalu
memasang penyangga ).

5. Kayu penyangga yang digunakan disarankan kayu kelas 1 ( kayu jati, kihiang,
rasamala, dll ). Ukuran diameter/garistengah kayu penyangga yang digunakan
disarankan tidak kurang dari 7 cm. Jarak antar penyangga disarankan tidak lebih dari
0.75 x diameter bukaan ( tergantung kelas kayu penyangga yang digunakan dan
kekuatan batuan yang disangga ).

1. Sirkulasi udara harus terjamin sehingga dapat menjamin kebutuhan minimal 2


m3 /menit, bila perlu dapat menggunakan blower / kompresor untuk men-supply
kebutuhan oksigen ke dalam lubang

2. Disekitar lubang masuk dibuat paritan untuk mencegah air masuk, dan paritan
diarahkan menuju ke kolam pengendap dengan pengendapan dilakukan bertahap, bila
perlu dapat menggunakan pompa air submersible untuk membuang genangan air dari
dalam lubang.

Mineral-mineral Pembawa Emas

Emas urai merupakan mineral emas yang amat biasa editemukan di alam. Mineral
emas yang menempati urutan kedua dalam keberadaannya di alam adalah electrum. Minerl-
mineral pembawa emas lainnya sangat jarang dan langka. Mineral-mineral emas dapat dilihat
pada table dibawah ini.

Table 2. minerl-mineral pembawa emas


Mineral Rumus Kimia Mineral Rumus Kimia
Emas urai Au Emas bismutan Au, Bi)
Elektrum (Au,Ag) Amlgam Au2Hg3
Kuproaurid Au,Cu) Maldonit (Au2Bi)
Porpesit Au, Pd) Aurikuprit AuCu3
Rodit (Au, Rh) Roskovit (Cu, Pd)3Au2
Emas iridium (Au, Ir) Kalaveit AuTe2
Platinum (Au, Pd) Krenerit (Au, Ag)Te2
Monbrayit (Au, Sb)2Te3 Nagyagit Pb5Au(Te,Sb)4S5-8
Petsit Ag3AuTe2 Telurat emas ?
Mutamanit (Ag, Au)Te Uyterbogardtit Ag3AuSb2
Silvanit (Au, Ag)Te4 Aurostibnit AuSb2
Kostovit AuCuTe4 Fisceserit Ag3AuSe3

Gambar .(a).elektrum dan (b) maldonit

Emas urai pada dasarnya adalah logam emas walaupun biasanya mengandung perak
yang bervariasi sampai sebesar 18% dan kadang-kadang mengandung sedikit tembaga atau
besi. Oleh karena itu warna emas urai bervariasi dari kuning emas, kuning muda sampai
keperak-perakan sampai berwarna merah orange. Berat jenis emas urai bervariasi dari 19,3
(emas murni) sampai 15,6 bergantung pada kandungan peraknya. Bila berat jenisnya 17,6
maka kandungan peraknya sebesr 9% dan bila beat jenisnya 16,9 kandungan peraknya 13,2
%.

Sementara itu, elektrum adalah variasi emas yang mengandung perak diatas 18%.
Dengan kandungan perak yang lebih tinggi lagi maka warna elektrum bevariasi dari kuning
pucat sampai warna perak kekuningan. Selanjutnya berat jenis elektrum bervariasi sekitar
15,5-12,5. Bila kandungan emas dan perak berbanding 1:1 berarti kandungan peraknya
sebesar 36%, dan bila perbandingannya 21/2:1 berarti kandungan peraknya 18%.

Mineral Induk

Emas berasosiasi dengan kebanyakan mineral yang biasa membentuk batuan. Bila ada
sulfida, yaitu mineral yang mengandung sulfur/belerang (S), emas biasanya berasosiasi
denagn sulfida. Pirit merupakan mineral induk yang paling biasa untuk em,as. Emas
ditemukan dalam pirit sebagai emas urai dan elektrum dalam berbagai bentuk dan ukuran
yang bergantung pada kadar emas dalam bijih dan karakteristik lainnya. Selain itu emas juga
ditemukan dalam arsenopirit dan kalkopirit. Mineral sulfida lainnya (lihat tabel 3) berpotensi
juga menjadi mineral induk bagi emas. Bila mineral sulfida tidak terdapat dalm batuan, maka
emas berasosiasi dengan oksida besi (magnetit dan oksida besi sekunder), silikat dan
karbonat, material berkarbon serta pasir dan krikil (endapan plaser)

Table 3. Mineral induk berupa sulfida

mineral rumus kimia warna berat jenis


kuning-kuningan
pirit FeS2 pucat 4,95-5,10
putih-perak sampai
arsenopirit FeAsS abu baja 5,9-6,2
kuning-kuningan ,
sering kusam
kalkopirit CuFeS2 ataulembayung 4,1-4,3
kalkosit Cu2S abu-timbal kehitaman 5,5-5,8
kovelit CuS biru indigo 4,6
kuning-perunggu dan
pirhoit FeS2 merah-tembaga 4,58-4,64
Glen PbS abu-timbal kehitaman 7,4-7,5
Sfalerit ZnS kuning-coklat-hitam 3,9-4,1
armonit Sb2S3 abu-timbal kehitaman 4,52-4,62

Ukuran Butiran Mineral Emas

Ukuran butiran mineral-mineral pembawa emas (misalnya emas urai atau elektrum)
berkisar dari butiran yang dapat dilihat tanpa lensa (bebnerapa nm) sampai partikel-partikel
berukuran fraksi (bagian) dari satu mikron (1 mikron= 0,001 mm= 0,0000001 cm). ukuran
butiran biasanya sebanding dengan kadar bijih, kadar emas yang rendah dalam batuan (bijih)
menunjukkan butran yang halus.

Asosiasi Mineral

Dari sudut pandang pengolahan/metalurgi ada tiga variasi distribusi emas dalam bijih.
Pertama, emas didiostribusikan dalam retakan-retakan atau diberi batas antara butiran-butiran
mineral yang sama (misalnya retyakan dalam butiran mineral pirit atau dibatasi antara dua
butiran mineral (pirit). Kedua, emas didistribusikan sepanjang batas diantara butiran-butiran
dua mineral yang berbeda ( misalnya dibatas butiran pirit dan arsenopirit atau dibatas antara
butiran mineral kalkopirit dan butiran mineral silikat). Dan yang ketiga emas terselubung
dalam mineral induk (misal, emas terbungkus ketat dalam mineral pirit).

Cebakan Sekunder

Cebakan emas sekunder atau yang lebih dikenal sebagai endapan emas aluvial merupakan
emas yang diendapkan bersama dengan material sedimen yang terbawa oleh arus sungai atau
gelombang laut adalah karakteristik yang umum ditambang oleh rakyat, karena kemudahan
penambangannya.

Secara umum penambangan emas aluvial dilakukan berdasarkan atas prinsip :

1. Butir emas sudah terlepas sehingga bijih hasil galian langsung mengalami proses
pengolahan.

2. Berdasarkan lokasi keterdapatan, pada umumnya kegiatan penambangan dilakukan


pada lingkungan kerja berair seperti sungai-sungai dan rawa-rawa, sehingga dengan
sendirinya akan memanfaatkan air yang ada di tempat sekitarnya.

Karakteristik dari endapan emas aluvial akan menentukan sistem dan peralatan dalam
melakukan kegiatan penambangan. Berdasarkan karakteristik endapan emas tersebut, metode
penambangan terbuka yang umum diterapkan dengan menggunakan peralatan berupa :

1. Pendulangan ( panning )

Penambangan dengan cara pendulangan banyak dilakukan oleh pertambangan rakyat di


sungai atau dekat sungai. Cara ini banyak dilakukan oleh penambang perorangan dengan
menggunakan nampan pendulangan untuk memisahkan konsentrat atau butir emas dari
mineral pengotornya.
1. Tambang semprot ( hydraulicking )

Pada tambang semprot digunakan alat semprot ( monitor ) dan pompa untuk
memberaikan batuan dan selanjutnya lumpur hasil semprotan dialirkan atau dipompa ke
instalasi konsentrasi ( sluicebox / kasbok ). Cara ini banyak dilakukan pada pertambangan
skala kecil termasuk tambang rakyat dimana tersedia sumber air yang cukup, umumnya
berlokasi di atau dekat sungai.

Beberapa syarat yang menjadikan endapan emas aluvial dapat ditambang menggunakan
metode tambang semprot antara lain :

1. Kondisi/jenis material memungkinkan terberaikan oleh semprotan air

2. Ketersediaan air yang cukup

3. Ketersediaan ruang untuk penempatan hasil cucian atau pemisahan bijih


Metode penambangan ini umum diterapkan diberbagai daerah operasi pertambangan
rakyat di Indonesia, seperti di Sungai Kahayan,Bukitrawi,Palangkaraya-Kalimantan Tengah;
Tanoyan,Bolaang Mongondow-Sulawesi Utara; Bombana-Sulawesi Tenggara;
Tobohon,Kotabunan-Sulawesi Utara, Way Kanan-Lampung, dll.

DIAGRAM ALIR TEHNOLOGI PROSES PENGOLAHAN BIJIH EMAS

Pertambangan emas pertama kali dilakukan di daerah alluvial, dengan metoda


pengolahan cara gravitasi atau cara amalgamasi dengan air raksa. Sejak tahun 1860 kegiatan
pertambangan bawah tanah dilakukan untuk endapan primer dengan metoda pengolahan
emas cara sianidasi. Perkembangan selanjutnya teknologi pengolahan emas dengan
cara flotasi dilakukan pada tahun 1930. Dan tahun 1960 metoda pengolahan heap leaching
yang dasarnya seperti pengolahan sianidasi diterapkan untuk pengolahan bijih emas kadar
rendah.

Pemilihan Teknologi
Teknologi pengolahan emas bervariasi dari yang sederhana dengan modal kecil
sampai yang canggih dengan modal besar. Pemilihan teknologi pengolahan emas yang akan
dipakai ditentukan oleh lima factor utama, yaitu :
1. komposisi dan kondisi mineralogy dari bijih emas
2. pengaruh setiap komponen mineral terhadap berbagai teknologi pengolahan
emas yang tersedia.
3. jumlah bijih yang dapat disiapkan.
4. biaya investasi ( peralatan, bangunan, dll.)
5. biaya produksi ( bahan kimia, listrik, tenaga kerja, dll).

Tehnologi proses pengolahan emas skala komersial yang umum digunakan terdiri dari
tahap :

1. Comminution / Kominusi
Kominusi adalah proses reduksi ukuran dari ore agar mineral berharga yang
mengandung emas dengan tujuan untuk membebaskan ( meliberasi ) mineral emas
dari mineral-mineral lain yang terkandung dalam batuan induk.

 Refractory ore processing

 Crushing

 Milling

2. Concentration / separation
Setelah ukuran bijih diperkecil, proses selanjutnya dilakukan proses konsentrasi
dengan memisahkan mineral emas dari mineral pengotornya. Pada endapan emas
aluvial, bijih hasil penggalian langsung memasuki tahap ini tanpa tahap kominusi
terlebih dahulu.

 Gravity separation
 Froth Flotation

3. Extraction

 Liquation

 Amalgamasi

 Sianidasi

4. Refinning / Pemurnian
Refining, yaitu melakukan pengolahan logam kotor melalui proses kimia agar
diperoleh tingkat kemurnian tinggi.

 Smelting

 Size Reduction

 Parting

 Aqua Regia

Comminution / Kominusi

Kominusi adalah proses reduksi ukuran dari ore agar mineral berharga yang
mengandung emas dengan tujuan untuk membebaskan ( meliberasi ) mineral emas dari
mineral-mineral lain yang terkandung dalam batuan induk.

Tujuan liberasi bijih ini antara lain agar :

• Mengurangi kehilangan emas yang masih terperangkap dalam batuan induk

• Kegiatan konsentrasi dilakukan tanpa kehilangan emas berlebihan


• Meningkatkan kemampuan ekstraksi emas

Proses kominusi ini terutama diperlukan pada pengolahan bijih emas primer, sedangkan
pada bijih emas sekunder bijih emas merupakan emas yang terbebaskan dari batuan induk
yang kemudian terendapkan. Derajat liberasi yang diperlukan dari masing-masing bijih
untuk mendapatkan perolehan emas yang tinggi pada proses ekstraksinya berbeda-beda
bergantung pada ukuran mineral emas dan kondisi keterikatannya pada batuan induk.

Proses kominusi ini dilakukan bertahap bergantung pada ukuran bijih yang akan diolah,
dengan menggunakan :

• Refractory ore processing, bijih dipanaskan pada suhu 100 - 110 0C, biasanya
sekitar 10 jam sesuai dengan moisture. Proses ini sekaligus mereduksi sulfur pada
batuan oksidis.

• Crushing merupakan suatu proses peremukan ore ( bijih ) dari hasil penambangan
melalui perlakuan mekanis, dari ukuran batuan tambang <40 cm menjadi <12,5 mm,
misalnya dengan menggunakan Roll Crusher, Jaw Crusher, Cone Crusher, Stamp
Mill, dll.

• Milling merupakan proses penggerusan lanjutan dari crushing,hingga mencapai


ukuran slurry dari hasil milling yang diharapkan yaitu minimal 80% adalah -200#,
misalnya dengan menggunakan Hammer Mill, Ball Mill, Rod Mill, Disc Mill , dll.
Concentration / Konsentrasi

Setelah ukuran bijih diperkecil, proses selanjutnya dilakukan proses konsentrasi /


pemekatan dengan memisahkan mineral emas dari mineral pengotornya, sehingga diperoleh
kadar bijih tinggi. Pada endapan emas aluvial, bijih hasil penggalian langsung memasuki
tahap ini tanpa tahap kominusi terlebih dahulu.

Pemekatan dapat dilakukan melalui dua teknik pemisahan, yaitu pemisahan secara fisis
dan pemisahan secara kimia :

1. Gravity Separation / Pemisahan gaya berat.

Pemisahan gaya berat ( gravity separation ), adalah proses pemisahan mineral yang
didasarkan atas perbedaan massa jenis antara partikel bijih dan partikel pengotor.

2. Froth Flotation / Pemisahan pengapungan.

Pengapungan buih ( froth flotation ) adalah proses pemisahan mineral menjadi


bijihdari pengotor dengan cara mengapungkan bijih ke permukaan melalui pengikatan
dengan buih.

1. Gravity separation / Pemisahan gaya berat


Konsentrasi / separasi dengan metode gravitasi memanfaatkan perbedaan
massa jenis emas ( 19.3 ton/m3 ) dengan massa jenis mineral lain dalam
batuan ( yang umumnya berkisar 2.8 ton/m3 ). Mineral pembawa emas
biasanya berasosiasi dengan mineral ikutan (gangue minerals). Mineral
ikutan tersebut umumnya kuarsa, karbonat, turmalin, flourpar, dan sejumlah
kecil mineral non logam. Mineral pembawa emas juga berasosiasi dengan
endapan sulfida yang telah teroksidasi. Mineral pembawa emas terdiri dari
emas nativ, elektrum, emas telurida, sejumlah paduan dan senyawa emas
dengan unsur-unsur belerang, antimon, dan selenium. Emas asli mengandungi
antara 8% dan 10% perak, tetapi biasanya kandungan tersebut lebih tinggi.
Elektrum sebenarnya jenis lain dari emas nativ, hanya kandungan perak di
dalamnya >20%. Apabila jumlah perak bertambah, warnanya menjadi lebih
putih.
Metode gravitasi akan efektif bila dilakukan pada material dengan
diameter yang sama/seragam, karena pada perbedaan diameter yang besar
perilaku material ringan (massa jenis kecil) akan sama dengan material berat
( massa jenis besar ) dengan diameter kecil. Oleh karena itu dibutuhkan
proses Screening and Classifying :

• Grizzlies, non moved screens

• Vibrating screens

• Spiral classifier

Pada proses ini menjadi sangat penting untuk dilakukan dengan baik,
sebab dengan memilah ukuran bijih hasil kominusi akan menyeragamkan
besaran umpan ( feeding ) ke proses konsentrasi. Sedangkan bijih yang masih
belum seragam ( lebih besar ) hasil pemilahan dikembalikan ke proses
sebelumnya yaitu kominusi.
Peralatan konsentrasi yang menggunakan prinsip gravitasi yang umum
digunakan pada pertambangan emas skala kecil antara lain adalah :
• Dulang ( panning ), adalah alat konsentrat emas yang
menggunakan prinisp gravitasi paling sederhana.

• Palong ( Sluice Box ) lebih banyak digunakan karena


mempunyai effisiensi yang sama dengan peralatan konsentrasi
yang lain namun mempunyai konstruksi yang lebih sedarhana
dari pada spiral konsentrator, meja goyangdan jig, serta
dapat memproses lebih banyak bijih per hari daripada dulang.
• Spiral Concentrator mampu memisahkan logam berat pada
kisaran ukuran 3 mm hingga 75 micron ( 6 - 200 mesh ).

• Meja goyang ( shaking table ) efektif memisahkan emas dari


batuan oxydis pada 200 micron, batuan sulfidis 400 micron,
dan silika 1.000 micron.

• Jigs, merupakan alternatif konsentrator yang mudah


dioperasionalkan, Secara umum dapat berjalan efektif pada
ukuran terbesar 2 cm dan yang terkecil 10 mesh.
Hasil dari proses ini berupa konsentrat yang mengandung bijih emas
dengan kandungan yang besar, dan lumpur pencucian yang terdiri atas
mineral-mineral pengotor pada bijih emas. Konsentrat emas selanjutnya diolah
dengan proses ekstraksi.

2. Froth Flotation / Pemisahan pengapungan

Froth Flotation / Pengapungan buih yaitu pemisahan bijih emas dari pengotor
dengan cara mengapungkan bijih ke permukaan melalui pengikatan dengan buih dengan
menggunakan bahan kimia tertentu dan udara. Selain pemisahan bijih emas, prosess ini
banyak dipakai untuk beberapa bijih seperti Cu, Pb, Zn, Ag, dan Ni.

Teknik pengerjaannya dilakukan dengan cara menghembuskan udara ke dalam


butiran mineral halus ( telah mengalami proses crushing ) yang dicampur dengan air dan zat
pembuih. Butiran mineral halus akan terbawa gelembung udara ke permukaan, sehingga
terpisahkan dengan materi pengotor ( gangue ) yang tinggal dalam air ( tertinggal pada bagian
bawah tank penampung ). Pengikatan butiran bijih akan semakin efektif apabila ditambahkan
suatu zat collector.

Prinsip dasar pengikatan butiran bijih oleh gelembung udara berbuih melalui molekul
collector adalah :

• Butiran zat yang mempunyai permukaan hidrofilik akan terikat air sehingga akan
tinggal pada dasar tank penampung.

• Butiran zat yang mempunyai permukaan non-polar atau hidrofob akan ditolak air, jika
ukuran butirannya tidak besar, maka akan naik ke permukaan dan terikat gelembung
udara.

Kebanyakan mineral terdiri dari ion yang mempunyai permukaan hidrofil, sehinga
partikel tersebut dapat diikat air. Dengan penambahan zat collector, permukaan mineral yang
terikat molekul air akan terlepas dan akan berubah menjadi hidrofob. Dengan demikian ujung
molekul hidrofob dari collector akan terikat molekul hidrofob dari gelembung, sehingga
mineral ( bijih ) dapat diapungkan. Molekul collector mempunyai struktur yang mirip dengan
detergen.

Metoda ini digunakan di beberapa industri pertambangan dengan menggunakan


reagen utama Xanthate sebagai Collector ( misalnya : potassium amyl xanthate,
C5H11OCS2K ), Pine Oil sebagai Frother dan campuran bahan kimia organik lainnya
sebagai pH Modifiers. Reagents yang digunakan untuk pengapungan pada umumnya tidak
beracun, yang berarti bahwa biaya pembuangan limbah / tailing menjadi rendah.
Keuntungan lain dari proses pengapungan adalah pada umumnya cukup efektif pada
bijih dengan ukuran yang cukup kasar ( 28 mesh ) yang berarti bahwa biaya penggilingan
bijih dapat diminimalkan. Froth Flotation sering digunakan mengkonsentrasi emas bersama-
sama dengan logam lain seperti tembaga, timah, atau seng. Partikel emas dari batuan oxydis
biasanya tidak merespon dengan baik namun efektif terutama bila dikaitkan dengan emas
sulfida seperti pyrite.

Extraction / Ekstraksi

Extraksi emas dalam skala industri yang paling umum dilakukan yaitu :

• Liquation Separation

• Amalgamasi

• Sianidasi

I. Liquation Separation / pencairan

Pemisahan pencairan ( liquation separation ), adalah proses pemisahan yang


dilakukan dengan cara memanaskan mineral di atas titik leleh logam, sehingga cairan logam
akan terpisahkan dari pengotor. Yang menjadi dasar untuk proses pemisahan metode ini,
yaitu :

• Density ( berat jenis )

• Melting point ( titik cair )

Contoh : memisahkan emas dan perak


Titik cair emas pada suhu 1064.18 oC, sedangkan titik cair perak pada suhu 961.78oC.
Ini artinya perak akan mencair lebih dulu dari pada emas. Namun untuk benar-benar terpisah,
maka perak harus menunggu emas mencair 100%.

Kemudian bila dilihat dari berat jenisnya, maka berat jenis emas cair sebesar 17.31
gram per cm3 sedangkan berat jenis perak sebesar 9.32 gram per cm3. Hal ini berarti berat
jenis emas lebih besar dari pada berat jenis perak.

Dari hukum alam fisika, maka bila ada dua jenis zat cair yang berbeda dan memiliki
berat jenis yang berbeda pula, maka zat cair yang memiliki berat jenis lebih kecil dari zat
satunya, ia akan mengapung. Dengan demikian, cairan perak akan terapung diatas lapisan
cairan emas, seperti halnya cairan minyak mengambang diatas lapisan air. Dari sana, perak
dipisahkan dari emas, sampai tidak ada lagi perak yang terapung. Dengan metode akan
dihasilkan Au bullion dan Ag bullion.

II. Amalgamasi

Amalgamasi merupakan proses ekstraksi emas dengan cara mencampur bijih emas
dengan merkuri ( Hg ). Produk yang terbentuk adalah ikatan antara emas-perak dan merkuri
yang dikenal sebagai amalgam ( Au – Hg ). Merkuri akan membentuk amalgam dengan
semua logam kecuali besi dan platina.

Penggunaan raksa alloy atau amalgam pertama kali pada 1828, meskipun
penggunaan secara luas teknik baru ini dicegah karena sifat air raksa yang beracun. Sekitar
1895 eksperimen yang dilakukan oleh GV Black menunjukkan bahwa amalgam aman
digunakan, meskipun 100 tahun kemudian ilmuwan masih diperdebatkannya.

Amalgam masih merupakan proses ekstraksi emas yang paling sederhana dan
murah, namun demikian amalgamasi akan efektif pada emas yang terliberasi sepenuhnya
maupun sebagian pada ukuran partikel yang lebih besar dari 200 mesh ( 0.074 mm ) dan
dalam membentuk emas murni yang bebas ( free native gold ). Tiga bentuk utama dari
amalgam adalah AuHg2, Au2Hg and Au3Hg.

Proses amalgamasi merupakan proses kimia fisika, apabila amalgamnya dipanaskan,


maka akan terurai menjadi elemen-elemen yaitu air raksa dan bullion emas. Amalgam dapat
terurai dengan pemanasan di dalam sebuah retort, air raksanya akan menguap dan dapat
diperoleh kembali dari kondensasi uap air raksa tersebut. Sementara Au-Ag tetap tertinggal di
dalam retort sebagai logam.

Tahapan amalgamasi secara sederhana sebagai berikut :

1. Sebelum dilakukan amalgamasi hendaknya dilakukan proses kominusi dan


konsentrasi gravitasi, agar mencapai derajat liberasi yang baik sehingga
permukaan emas tersingkap.

Saat penggerusan, kondisi yang perlu diperhatikan adalah jumlah (volume)


media penggerus, kecepatan putar barel (gelundung), persentase padatan dalam pulp,
dan lamanya penggerusan. Volume media penggerus dapat diatur sehingga media
penggers mengisi barel/gelundung sedikit diats setengah isi barel/gelundung.
Keceptan putar yang sedemikian rupa menyebabkan media penggerus tidak bergerak
di bagian bawah gelundung saja tetappi juga pada suatu posisi sewaktu berputar
media penggerus diberikan kesempatan untuk jatuh. Karena ukuran gelundung dapat
dihitung dengan rumus:
N= 54,2S-s
Dimana N= kecepatan putar kritis (putaran permenit), S= diameter gelundung,
dan s= diameter media penggerus (S dan sdinyatakan dalam satuan kaki, 1 kaki= 12
inci= 30,48 m). jadi apabila diameter geluindung adalah 12 inci dan diameter media
penggerus adalah 2 inci, maka kecepatan putar kritisnya adalah 59 putaran permenit.
Dalam penggerusan, pulp sebaiknya terdiri atas 60-70% padatan dan sisanya air.
Lamanya penggerusan bergntung pada kekerasan batuan atau bijih. Penggerusanyang
telalu lama tidak efisien.
Alat untuk penggerusn dikenal dengan nama ball mill dan rod mill. Alat ini
seharusnya memakai liner, pelapisan barel di bagaian dalam yang bergelombang.
Permukaan bergelombang ydimaksudkan untuk membantu mengangkat media
penggerus sewaktu barel berputar dan untuk mencegah selip diantara media
penggerus. Lineer biasanya terbuat dari paduan baj, dan sewaktu-waktu dapat dilepas
untuk diganti apabila telah aus. Media penggerus bias berbentuk bola atu batangan.
Diameter bola atu batnag penggerus berkisar antara 1-6 inci. Bergantung pada ukuran
barel atau gelundung, yang bervariasi antara 18 inci x 24 inci sampai sebesar 4 kakix
6 kaki (dikaitkan dengan ukuran gelundung yang biasa digunakan dalam tahap
amalgasi).

2. Pada hasil konsentrat akhir yang diperoleh ditambah merkuri ( amalgamasi )


dilakukan selama + 1 jam

3. Hasil dari proses ini berupa amalgam basah ( pasta ) dan tailing. Amalgam basah
kemudian ditampung di dalam suatu tempat yang selanjutnya didulang untuk
pemisahan merkuri dengan amalgam

4. Terhadap amalgam yang diperoleh dari kegiatan pendulangan kemudian dilakukan


kegiatan pemerasan ( squeezing ) dengan menggunakan kain parasut untuk
memisahkan merkuri dari amalgam ( filtrasi ). Merkuri yang diperoleh dapat dipakai
untuk proses amalgamasi selanjutnya. Jumlah merkuri yang tersisa dalam amalgan
tergantung pada seberapa kuat pemerasan yang dilakukan. Amalgam dengan
pemerasan manual akan mengandung 60 – 70 % emas, dan amalgam yang disaring
dengan alat sentrifugal dapat mengandung emas sampai lebih dari 80 %.
1. Retorting yaitu pembakaran amalgam untuk menguapkan merkuri, sehingga yang
tertinggal berupa alloy emas.

Ekstraksi Amalgamasi yang baik :

1. Lokasi ekstraksi bijih harus terpisah dari lokasi kegiatan penambangan.


2. Dilakukan pada lokasi khusus baik untuk amalgamasi untuk meminimalkan penyebab
pencemar bahan berbahaya akibat peresapan kedalam tanah, terbawa aliran air
permukaan maupun gas yang terbawa oleh angin.

3. Dilengkapi dengan kolam pengendap yang berfungsi baik untuk mengolah seluruh
tailing hasil pengolahan sebelum dialirkan ke perairan bebas.

4. Lokasi pengolahan bijih dan kolam pengendap diusahakan tidak berada pada daerah
banjir.

5. Hindari pengolahan dan pembuangan tailing langsung ke sungai.

III. Sianidasi

Leaching Sianida adalah proses pelarutan selektif oleh sianida dimana hanya logam-
logam tertentu yang dapat larut, misalnya Au, Ag, Cu, Zn, Cd, Co dan lain-lain.

Ekstraksi emas dengan menggunakan leaching sianida ditemukan pertama kali oleh
J. S. Mac Arthur di Glasgow, Scotland tahun 1887, dan sekarang telah dipakai sebagian besar
produksi emas dunia. Walau sesungguhnya banyak lixiviants ( leaching agen ) lainnya yang
dapat digunakan, antara lain :

• Bromides ( Acid and Alkaline )

• Chlorides

• Thiourrea / Thiocarbamide ( CH4N2S )

• Thiosulphate ( Na2S2O3 )

• Iodium-Iodida
Proses Sianidasi terdiri dari dua tahap penting, yaitu proses pelarutan / pelindian
( leaching ) dan proses pemisahan emas ( recovery ) dari larutan kaya. Pelarut yang biasa
digunakan dalam proses cyanidasi adalah Sodium Cyanide ( NaCN ),Potassium
Cyanide ( KCN ) , Calcium Cyanide [ Ca(CN)2 ], atau Ammonium Cyanide ( NH4CN ).
Pelarut yang paling sering digunakan adalah NaCN, karena mampu melarutkan emas lebih
baik dari pelarut lainnya.

Ada banyak teori tentang pelarutan emas mulai dari Teori Oksigen Elsner, Teori
Hidrogen Janin, Teori Hidrogen Peroksida Bodlanders, Teori korosi Boonstra, sampai Teori
Pembuktian Kinetika dari Habashi. Teori yang paling banyak dipakai adalah Teori Oksigen
Elsner dan Pembuktian Kinetika Habashi.

Teori Oksigen Elsner, reaksi pelarutan Au dan Ag dengan sianida adalah sebagai berikut :

4Au + 8CN- + O2 + 2 H2O → 4Au(CN)2- + 4NaOH-


4Ag + 8CN- + O2 + 2 H2O → 4Ag(CN)2- + 4NaOH-

Teori Pembuktian Kinetika ( Habashi. 1970 ), reaksi pelarutan Au dan Ag adalah sebagai
berikut :

2Au + 4CN- + O2 + 2 H2O → 2Au(CN)2- + 2OH- + H2O2


2Ag + 4CN- + O2 + 2 H2O → 2Ag(CN)2- + 2OH- + H2O2

Mekanisme reaksi ini adalah mekanisme elektrokimia.


Walaupun penggunaan metode ini sama halnya dengan metode ekstraksi yang lain
yang masih memiliki potensi dampak berupa efek beracunnya bagi pekerja dan lingkungan,
ekstraksi emas dengan menggunakan metode leaching sianida saat ini telah menjadi proses
utama ekstraksi emas dalam skala industri, karena metode ini menawarkan tehnologi yang
lebih efektif dan efisien, antara lain adalah :

• Heap leaching ( pelindian tumpukan ) : pelindian emas dengan cara menyiramkan


larutan sianida pada tumpukan bijih emas ( diameter bijih < 10 cm ) yang sudah
dicampur dengan batu kapur. Air lindian yang mengalir di dasar tumpukkan yang
kedap kemudian di kumpulkan untuk kemudian dilakukan proses berikutnya.
Efektifitas ekstraksi emas berkisar 35 – 65 %

• VAT leaching ( pelindian rendaman ) : pelindian emas yang dilakukan dengan cara
merendam bijih emas ( diameter bijih < 5 cm ) yang sudah dicampur dengan batu
kapur dengan larutan sianida pada bak kedap. Air lindianyang dihasilkan kemudian
dikumpulkan untuk dilakukan proses berikutnya. Proses pelindian berlangsung antara
3 – 7 hari dan setelah itu tangki dikosongkan untuk pengolahan bijih yang baru.
Efektifitas ekstraksi emas berkisar 40 – 70 %

• Agitated tank leaching ( pelindian adukan ) : pelindian emas yang dilakukan dengan
cara mengaduk bijih emas yang sudah dicampur dengan batu kapur dengan larutan
sianida pada suatu tangki dan diaerasi dengan gelembung udara. Lamanya
pengadukan biasanya selama 24 jam untuk menghasilkan pelindian yang optimal. Air
lindian yang dihasilkan kemudian dikumpulkan untuk kemudian dilakukan proses
berikutnya. Efektifitas ekstraksi emas dapat mencapai lebih dari 90 %.
Tank leaching ( tong pengolahan emas ) dapat menggunakan beberapa model,
selain model tangki silinder dilengkapi propeler sebagai agitator ( pengaduk ), dapat
pula menggunakan tong kerucut dengan menggunakan tenaga angin dari kompresor
sebagai aerator sekaligus agitator.

Tong pengolahan emas model kerucut dapat terbuat dari plat besi dengan rangka besi
sebagai penyangga sehingga posisi tong menjulang tinggi.

Atau membuat sumur yang dengan konstruksi bata daan semen atau dilapisi terpal
plastik agar kedap air.
GOLD RECOVERY

Yaitu proses pemisahan emas ( gold recovery ) dari larutan kaya / PLS ( Pregnant
Liquid Solution ).

Pemisahan logam emas dari larutannya, dilakukan dengan cara :

1. Zinc precipitation recovery

Metode pengendapan dengan menggunakan serbuk Zn ( Zinc precipitation ) pertama


kali dikenalkan oleh Sulman and Teed ( 1895 ). Dasar penggunaan metode ini adalahafinitas
elektron logam zinc jauh lebih tinggi dari pada logam emas dan perak, maka logam emas dan
perak akan mengendap dan digantikan oleh zinc yang larut.

Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

2 Zn + 2 NaAu(CN)2 + 4 NaCN +2 H2O → 2 Au + 2 NaOH + 2 Na2Zn(CN)4 + H2


2 Zn + 2 NaAg(CN)2 + 4 NaCN +2 H2O → 2 Ag + 2 NaOH + 2 Na2Zn(CN)4 + H2

Penggunaan serbuk seng ( Zinc dust ) merupakan salah satu cara yang efektif untuk
larutan yang mengandung konsentrasi emas yang sangat halus mulai dari beberapa micron
hingga 50 micron. Serbuk seng -200 mesh yang ditambahkan ke dalam zinc box berisi
larutan kaya, akan mengendapkan logam emas dan perak dalam bentuk ikatan seng emas
yang berwarna hitam. Selain serbuk seng ( zinc dust ), varian / bentuk seng lainnya yang
dapat digunakan yaitu zinc noodle atau zinc foil.
Prinsip pengendapan ini mendasarkan deret Clenel, yang disusun berdasarkan
perbedaan urutan aktivitas elektro kimia dari logam-logam dalam larutan cyanide, yaitu : Li,
K, Ba, Ca, Na, Mg, Al, Zn, Cr, Fe, Cd, Co, Ni, Sn, Pb, Sb, Bi, Cu, Hg, Ag, Pt, Au
Setiap logam yang berada disebelah kiri dari ikatan kompleks sianidanya dapat
mengendapkan logam yang digantikannya. Jadi sebenarnya tidak hanya Zn yang dapat
mendesak Au dan Ag, tetapi Cu maupun Al dapat juga dipakai, tetapi karena harganya lebih
mahal maka lebih baik menggunakan Zn.

Proses pengambilan emas-perak dari larutan kaya dengan menggunakan serbuk Zn ini
disebut “Proses Merill Crowe”.

Proses selanjutnya dilakukan penambahan asam sulfat ( H2SO4 ) pada endapan


tersebut yang akan melarutkan Seng dan meninggalkan emas sebagai residunya. Untuk
meningkatkan perolehan emas dari proses merill crowe dilakukan dengan cara melebur emas
yang dicampur dengan borax dan siliceous fluxing agent pada temperatur 1.200 oC.

2. Carbon adsorption recovery

Yaitu proses adsorpsi emas-perak dengan menggunakan karbon aktif.


Dalam sianidasi dengan karbon, bijih emas dilumat menjadi bubur dan emasnya dilarutkan
dalam larutan sianida. Kemudian ditambahkan karbon aktif untuk mengadsorpsi ion-ion
kompleks emas. Reaksinya :

2Au (CN)2- + Ca2+ + 2C → Ca[C-Au(CN)2]2


2Ag (CN)2- + Ca 2+ + 2C → Ca[C-Ag(CN)2]2

Ada beberapa variasi proses pada karbon adsorption termasuk :

• Carbon-In-Pulp ( CIP )

• Carbon-In-Leach ( CIL )

• Carbon-ln-Column ( CIC )

Karbon aktif dapat digunakan pada larutan kaya yang sudah jernih melalui kolom
( Carbon ln Column-CIC ) maupun pada tangki pelindian, baik itu dengan cara
menggantungkan karbon yang terletak pada kantong permeable ( Carbon In Leach-CIL )
maupun dengan mencampurkan karbon aktif langsung pada bubur campuran bijih (Carbon In
Pulp-CIP ).

Dengan kemampuan ekstraksi emas berkisar 85 – 98 %, pada umumnya metode CIP


dan CIL digunakan untuk biji dengan grade tinggi. Namun ada beberapa kelemahan CIL
dibandingkan dengan CIP. Proses CIL cenderung kurang efisien, dalam hal pemulihan emas,
dibandingkan konvensional ke leach-rute CIP ( Davidson, 1988 ). Karbon akan memuat 20
sampai 30% lebih sedikit dibandingkan dengan CIP, yang berarti CIL yang memerlukan yang
lebih besar persediaan karbon dalam proses mengikat emas.
Proses selanjutnya dilakukan pemisahan emas dari karbon yang dapat dilakukan dengan
beberapa cara :

a. Roasting, membakar karbon yang mengandung emas sehingga yang akan tertinggal berupa
abu dan logam emas.Cara ini paling sederhana namun bila terdapat kandungan merkuri dalam
karbon tersebut akan menghasilkan asap merkuri yang beracun yang akan membayakan
penambang dan lingkungan.

b. Elution, merupakan proses desorpsi emas-perak dari karbon.

Setelah dilakukan pencucian dengan asam ( Acid wash ) dengan menggunakan


HCL 3% dengan temperatur kamar selama 4-5 menit untuk menghilangkan kotoran
dan senyawa inorganik seperti CO3 2- ( karbonat ) yang ikut teradsorpsi pada
permukaan karbon. Reaksi pencucian dengan asam :

CaCO3 + 2HCl → Ca 2+ + 2Cl - + CO2 + H2O


2Ca[C-Au(CN)2-]2 + 4H + → 2Ca 2+ + 2[C-Au(CN)2-]+ 4HCN

Asam lain juga bisa digunakan missal : HNO3 hanya saja karena lebih
oksidatif maka harus di perhatikan benar penggunaannya agar karbon ( C ) tidak
teroksidasi menjadi CO2.
Setelah dicuci dengan air bersih, lalu dengan cara merendam karbon ( carbon
stripping ) tersebut pada larutan yang mengandung NaOH 3% dan NaCN 3% dan
dipanaskan sampai mendekati temperatur didih air ( 80 – 90 oC ) pada tangki baja
( stainless steel ) selama paling tidak 2 hari untuk melepaskan Au-Ag dari karbon.
Reaksi pelepasan Au-Ag :

C-Au(CN)2- + NaCN → Na + +Au (CN)2- +C


C-OH + OH- → C-O- + H2O

Beberapa alternatif komposisi Stripping Solution lainnya :

Larutan hasil proses ini kemudian diolah dengan proses merill crowe di atas
atau dengan cara electrowinning. Sedangkan karbon yang masih kasar ( diameter > 1
mm ) dapat digunakan kembali untuk proses penyerapan sampai 5 kali. Lebih dari itu
karbon perlu diaktifkan kembali ( reaktivasi karbon ) dengan cara dicuci dengan asam
klorat ( HCl ) panas (85 oC) dan dilanjutkan dengan pemanggangan pada temperatur
650 o s/d 750 oC.

3. Electrowinning
Electrowinning adalah proses elektrokimia yaitu proses pengendapan logam pada
kutub katoda menggunakan arus listrik yang mengalir dalam larutan elektrolit ( hasil dari
pelarutan ), hasil yang diperoleh pada kutub katoda adalah lumpur logam emas dan perak
yang disebut cake yang dapat langsung dilebur ( smelting ).

Electrowinning adalah cara terbaru dan paling efesien digunakan dalam ekstraksi
emas dan perak yang terdapat di air kaya / PLS ( Pregnant Liquid Solution )dengan prinsip
elektrolisa ( reaksi redoks ) dalam sebuah kompartemen. Proses ini melibatkan penggunaan
larutan alkali sianida sebagai elektrolit dalam suatu sel sebagai anoda dan katoda antara lain
dapat menggunakan :

Reaksi sel yang terjadi adalah :

Anoda : 2OH- → O2 + H2O + 2e-


Kotoda : 2Au(CN)2- + 2e- → 2Au + 4CN-
Overall : 2Au(CN)2- + 2OH- → 2Au + O2 + H2O + 4CN-

Pada proses electrowinning akan melepaskan gas H+ membuat pH menjadi turun


sehingga berisiko mengasilkan gas HCN. Gas ini sangat berbahaya dan bersifat korosif
terhadap anoda, untuk itu larutan alkali sianida harus dijaga pada pH 12,5.
REFINING / Pemurnian

Refining, yaitu melakukan pengolahan logam kotor melalui proses kimia agar
diperoleh tingkat kemurnian tinggi dengan tahapan sebagai berikut :

1. SMELTING ( peleburan ) adalah proses reduksi bijih ( abu hasil roasting atau cake hasil
electrowinning ) pada suhu tinggi ( 1.200 oC ) hingga mendapatkan material lelehan.

Dengan menambahkan Flux formula, salah satunya Borax - Sodium Borate ( Na2B4O7.
10H2O ) sebagai bahan kimia tambahan untuk proses smelting. Fungsi borax dalam proses
smelting yaitu mengikat kotoran penggangu selain logam ( slag / terak ). Sehingga ketika
mencair, matte ( logam lelehan ) akan berada di bawah sedangkan bagian atas disebut slag /
terak yang ditangkap oleh silika berupa semacam kaca yang mudah untuk dipecahkan.
Produk reduksi selama proses pelelehan disebut Dore bullion (Au-Ag alloy).
2. SIZE REDUCTION ( Pengecilan ukuran ) yaitu mereduksi dore bullion (Au-Ag alloy)
yang masih berukuran besar menjadi butiran-butiran kecil, sebelum diproses ke tahap parting.
Idealnya besaran butiran sekitar diameter 2-3 mm dengan kadar emas 25%atau kurang. Bila
perlu dilakukan Quartering, yaitu menurunkan kadar emas dengan penambahan yang tepat
dari tembaga atau perak agar tercapai kadar emas 25%.

Proses ini dilakukan berdasarkan proses perlakuan kimia untuk bahan fase padat yang
umumnya sangat dipengaruhi oleh luas permukaan dari bahan padat tersebut. Semakin luas
permukaannya, maka perlakuan kimia akan semakin baik. Dimana luas permukaan dari suatu
bahan padat berhubungan erat dengan ukuran dari bahan tersebut, artinya semakin kecil
ukuran dari bahan padat, maka permukaannya akan semakin luas.

3. PARTING, yaitu proses untuk memisahkan emas dengan perak dan logam dasar dari dore
bullion ( Au-Ag alloy ) dengan larutan asam nitrat ( HNO3 ). Dipasaran kita dapat temukan
asam nitrat kadar 68%.
Hasil setelah perebusan terakhir, endapan yang ada sudah halus dan berwarna coklat
seperti bubuk kopi. Endapan ini merupakan bullion emas ( High Au Bullion ) dengankadar
emas mencapai 98%, untuk hasil lebih baik dapat diproses dengan Aqua Regiaagar dapat
diperoleh kadar hingga 99.6%.

Sedangkan air hasil bilasan yang ditampung diember dilanjutkan pada proses
hydrometalurgi untuk diambil peraknya.

4. MELTING. Untuk mendapatkan logam emas, endapan bullion emas ( High Au Bullion )
selanjutnya dilebur dengan penambahan borax ( Na2B4O7•10H2O ). Tujuan pemakaian borax
di sini adalah selain untuk mengikat kotoran yang masih ada, juga untuk menahan bullion
agar tidak beterbangan saat terkena hembusan dari blander nantinya.
Setelah bullion dilebur akan tampak menggumpal seperti gumpalan di dasar kowi.
Biarkan dingin dahulu beberapa detik hingga membeku sebelum dicongkel.

Bila menginginkan emas berwarna kuning mengkilat, caranya : dimasak dalam panci
yang dipanaskan hingga dua kali proses pemasakan dengan larutan yang terdiri dari :

• Salpeter / sendawa, dapat menggunakan kalium nitrat ( KNO3 ) atau kalsium nitrat
( Ca(NO3)2 ) sebanyak 2 %

• Tawas sebanyak 1 %,

• NaCl sebanyak 1 %,

• Air

Assaying dengan Aqua Regia

Sebelum dilakukan proses pengolahan emas dalam sekala ekonomi tentu diperlukan
langkah praproduksi melalui kajian yang mendalam dari berbagai aspek. Salah satu kajian
yang perlu dilakukan yaitu menguji kandungan mineral dari bijih / batuan yang akan diolah.
Ekstraksi emas secara ekonomi dapat diperoleh dari nilai biji emas sekecil 0,5
gr/1.000 kg ( 0,5 ppm ) rata-rata dengan mudah digali, nilai biji emas khas dalam galian
terowongan terbuka yakni 1,5 gr/1.000 kg ( 1 – 5 ppm ), nilai biji emas dalam tanah atau
galian batu paling tidak 3 gr/1.000 kg ( 3 ppm ). Namun untuk dapat melihat emas dengan
mata telanjang biasanya dibutuhkan nilai biji emas 30 gr/1.000 kg ( 30 ppm ), oleh karenanya
emas tidak akan terlihat dalam kebanyakan galian emas.

Saat ini, tersedia banyak pilihan yang canggih untuk menganalisa sampel batuan dan
mineral. Tergantung pada hasil yang diperlukan, teknik seperti polarized cahaya dan elektron
mikroskopi; difraksi x-ray, dan analisis kimia menggunakan berbagai metode spectrometric.

Polarizing mikroskopi adalah metode terbaik untuk mengidentifikasi dan memeriksa


mineral. Dengan metode ini dapat diketahui informasi mengenai tekstur, struktur dan
mineralogi dari sampel. Ini adalah informasi yang digunakan selama pertambangan dan
pencarian. Selain itu dapat pula menggunakan metode assaying, yaitu analisis kimia untuk
mengetahui kandungan emas atau mineral dari sampel batuan. Untuk mendapatkan analisa
yang detail perlu menggunakan teknik analisis terbaru seperti Fire Assay, Atomic Absorption
Spectrometry (AAS) , Induced Coupled Plasma (IC ), dan massa spectrometry.

Di bawah ini dijelaskan metode assaying yang sederhana dan murah, namun memiliki
sensifitas yang cukup memadai, yaitu menggunakan Aqua Regia.

Untuk menguji kandungan emas dalam biji / batuan sbb. :

1. Batuan sample dihaluskan hingga #200 mesh, dibutuhkan sample dari pit untuk grade
control sebanyak 50 gr sedangkan sample dari process plant yang berupa konsentrat
sebanyak 20 gr.
2. Dengan menggunakan gelas ukur, buat Aqua Regia yaitu campuran 3 bagian HCL
( atau 4 bagian Muriatic Acid ) ditambah 1 bagian HNO3, sebanyak 4 s/d 5 kali
volume batuan sample. ( 4 s/d 5 ml Aqua Regia per gram material ).

3. Siapkan aquadest dalam labu erlenmeyer.

4. Tuang dengan hati-hati Agua Regia ke dalam labu erlenmeyer yang berisi aquadest .
Komposisi aquadest dengan Aqua Regia adalah 1 : 1, tujuannya agar Aqua Regia
tidak terlalu bau namun masih cukup reaktif.

5. Panaskan Aqua Regia dengan suhu antara 85 s/d 90 0C.

1. Masukkan sedikit demi sedikit batuan yang telah dihaluskan tadi ke dalam Aqua
Regia sambil amati reaksi yang muncul dan biarkan minimal 30 menit. Reaksi
pelarutan emas dengan aqua regia :
Au + 3HNO3 + 4HCl = HAuCl4 + 3NO2 + 3H2O

2. Setelah didinginkan, saring untuk memisahkan larutan Aqua Regia dengan endapan.

3. Untuk menguji ada tidaknya kandungan emas, diteteskan Premixed? ( dapat dibuat
sendiri dengan menggunakan 5% Stannous Chloride / Tin Chloride ( SnCl2 ) yang
dilarutkan dengan 95% HCL ) pada endapan hasil penyaringan, bila berwarna
ungu ( disebut Purple of Cassius ) berarti ada emasnya.Stannous Chloride ( SnCl2 )
merupakan reagen untuk mengetes emas yang sangat sensitif, dan mampu mendeteksi
hingga 10 ppb.

1. Untuk menetralkan residu HNO, tambahkan Urea [ CO(NH2)2 ] ke dalam Aqua Regia
yang telah disaring, reaksinya :
6 HNO3 + 5CO(NH2 ) 2 = 8N2 + 5CO2 + 13H2O
Caranya masukkan Urea sedikit demi sedikit sampai reaksi gelembung putihnya
habis. Dari reaksi ini akan membuat asam nitrat menjadi netral dan kondisi pH
berubah dari 0,1 menjadi pH 1,0.

2. Masukkan Natrium Bisulphite dan amati reaksinya. Secara teori, setiap satu gram
emas membutuhkan 1,89 gram Natrium Bisulphite. Namun, harus ditambahkan lebih
banyak, sekitar 1,5 kali lagi.
2HAuCl 4 + 2NaHSO3 = 2Au + 4HCl + Na2 SO4 + SO2
Tunggu sekitar 30 menit, bila ada Presipitat ( endapan lumpur ) warna hitam
kecoklatan, buang larutannya hingga tersisa Presipitat saja dengan cara disaring lalu
dibilas dengan destilled water. Reagen alternatif untuk mengganti Natrium Bisulphite
adalah Sodium Metabisulfide ( SMB ), Oxalic Acid, belerang, dan Sulphur Dioxide
atau Copperas ( Ferrous Sulphate ).

3. Selanjutnya tuang larutan amonia ( 30 ml Aqua Amonia dilarutkan dalam 100 ml air )
perlahan-lahan ke Presipitat sampai pH 8. Anda akan mendapatkan endapan yang
disebut Gold Fulminating. Hati-hati dengan fulminan, jangan sampai kering karena
Highly Explosive, Bahaya!

4. Cuci Presipitat untuk menghilangkan kelebihan amonia. Cuci beberapa kali sampai
pH mencapai dekat 7.

5. Presipitat hasil bilasan tinggal dilebur untuk membentuk bullion emas.

CARBON IN PULP ( C.I.P. )


Dewasa ini, penyerapan dengan menggunakan karbon aktif banyak digunakan dalam
proses sianidasi pada skala industri pertambangan besar maupun pertambangan rakyat di
Indonesia, khususnya pengolahan emas dengan Metode CARBON IN PULP.Pengolahan
emas dengan Metode CARBON IN PULP ( CIP ) pertama kali diperkenalkan pada tahun
1951, namun baru populer pada tahun 1973 setelah metode ini dipakai oleh Homestake
Minning Co.'s plant di Lead, Dakota Selatan, USA. Kemudian menyebar luas ke negara-
negara Andino ( negara-negara yang terletak di kawasan pegunungan Alpen ) seperti Peru,
Chili, Equador, Columbia, Venezuela dan menyebrang ke beberapa negara Afrika.Di Asia,
penggunaan metode ini secara kecil dimulai di Filipina awal tahun 1980an yang kemudian
diadopsi di Indonesia ( Sulawesi Utara ) sekitar akhir 1999.

Mengolah emas dengan metode CIP didasarkan kenyataaan bahwa emas dapat
membentuk senyawa kompleks dengan sianida. Proses tahap awalnya, emas yang masih
berupa ore ( bijih ) ditambang pada suatu lokasi penambangan. Ore tersebut selanjutnya
dihancurkan hingga halus kemudian dicampur dengan air ( disebut pulp ). Pulp lalu
dimasukan ke dalam tangki agitator, dan ditambahkan sianida ke dalamnya. Sianida inilah
yang akan membentuk senyawa kompleks emas-sianida yang nantinya akan diserap
oleh karbon aktif.

Karbon aktif yang dipergunakan dapat berasal dari arang batok kelapa, maupun arang
kayu atau batu bara. Yang paling banyak dipakai adalah karbon aktif granular dari arang
batok kelapa. Untuk kualitas baik, setiap kg karbon aktif memiliki daya adsorbsi emas hingga
8 – 16 g, namun kualitas karbon aktif yang tersedia dipasaran rata-rata hanya mampu
mengadsorpsi berkisar 2 – 5 g emas untuk setiap kg-nya.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Proses C.I.P.

Proses pelindian dengan sianida atau proses carbon in pulp ( CIP ) dapat dipengaruhi oleh
beberapa hal, yaitu :

1. Sianidasi.

Pelarut yang biasa digunakan dalam proses sianidasi adalah Sodium


Cyanide ( NaCN ), Potassium Cyanide ( KCN ) , Calcium Cyanide [Ca(CN)2 ],
atau Ammonium Cyanide ( NH4CN ). Namun pelarut yang paling sering digunakan
adalah NaCN, karena mampu melarutkan emas lebih baik dari pelarut lainnya.

Konsentrasi sianida jika terlalu rendah reaksinya tidak optimum sehingga emasnya
tidak terlarut menjadi emas-sianida. Jika terlalu tinggi akan bereaksi terhadap logam
lain sehingga emas tidak banyak terserap oleh karbon aktif. Selain itu gunakan jenis
sianida yang baik.

Sianida dapat bereaksi dengan unsur selain emas,seperti tembaga, besi, perak, dan
merkuri. Ketika sianida bereakasi dengan zat tersebut, maka akan mengurangi sianida
yang tersedia untuk melarutkan emas. Sehingga terkadang diperlukan sianida yang
lebih banyak untuk melarutkan. Bijih tembaga dengan mineral seperti malachite dan
azurite menyebabkan masalah besar karena mineral tersebut bereaksi dengan cepat
dengan sianida.

Oleh karenanya, perlu dijaga kebutuhan ideal free cyanide. Free cyanide bukanlah
cyanide consumtion ( jumlah sianida yang dipakai ) tetapi sianida yang masih bebas
( belum terikat dengan mineral lain ) dan belum berubah menjadi Sodium Thiocyanate
( NaSCN ). Untuk itu perlu diketahui berapa free cyanide ( CNF ), total cyanide
( CNT ), dan Sodium Thiocyanate-nya ( NaSCN ).

Metode paling umum dipakai adalah dengan menggunakan titrasi AgNO3 di mana
reaksi yang terjadi adalah :

2KCN + AgNO3 → AgKCN2 + KNO3


2NaCN + AgNO3 → AgNaCN2 + NaNO3

Untuk penjelasan lebih lanjut mengenai penggunaan metode titrasi free cyanide
( CNF ), total cyanide ( CNT ), dan Sodium Thiocyanate-nya ( NaSCN ) silahkan
klik di sini.

1. Alkalinity ( pH tinggi )
Kondisi alkalin ( pH tinggi / basa ) saat berlangsungnya proses sianidasisangat
menentukan keberhasilan proses sianidasi. Penggunaan alkalies seperti kalsium
oksida, akan mencegah dekomposisi dalam larutan sianida untuk membentuk gas
hidrogen sianida ( HCN.) Jika pH terlalu rendah / asam dapat menghasilkan gas
HCN yang mudah menguap akibat proses hidrolisis, sehingga konsentrasi cyanida
berkurang.

CN- (aq) + H+ (aq) → HCN(g)

Jika pH terlalu tinggi akan menyebabkan proses sianidasi berlangsung lambat, hal ini
dikarenakan sianida menjadi terlalu stabil dalam pulp. Selain itu dengan terlalu rendah
atau terlalu tinggi akan menyebabkan logam-logam lain akan larut dalam sianida yang
membentuk senyawa kompleks sehingga turut terserap oleh karbon aktif.

Untuk membuat kondisi basa dengan pH 10 - 11 gunakan kapur sebagai pHModifier.


Kapur aktif / kapur tohor ( CaO ) lebih reaktif menaikan pH sehingga kebutuhannya
sedikit. Namun Kapur Hydroksida / kapur sirih ( CaOH ) juga dapat digunakan.
Ketika memasukkan kapur hendaknya dilakukan di atas saringan 50 mesh agar
kotoran atau batuan kapur yang besar tidak ikut masuk dalam tong. Selain
kapur, pH Modifier lainya adalah Soda Api / Coustic Soda / Sodium
Hydroxide ( NaOH ) atau Soda Abu ( Na2CO3 ).

Pastikan pH 10 - 11 untuk mengantisipasi agar NaCN tidak berubah menjadi gas


HCN yang sangat berbahaya ( dosis 60 mg HCN dapat membunuh manusia ). Dimana
pada kondisi pH 9.3, konsentrasi sianida dapat berkurang hingga 50% karena
menguap menjadi gas HCN, bahkan sianida berubah menjadi 99% HCN pada pH 7.
Selain gas ini sangat berbahaya tentu mengurangi jumlah NaCN yang larut dalam
pulp / slurry sehingga kemampuannya untuk melarutkan emas juga berkurang.

Pengukuran kondisi pH dapat diukur dengan beberapa cara. Secara kualitatif pH dapat
diperkirakan dengan kertas Lakmus ( Litmus ) atau kertas indikator pH. Secara
kuantitatif pengukuran pH dapat digunakan elektroda potensiometrik. Elektroda ini
memonitor perubahan voltase yang disebabkan oleh perubahan aktifitas ion hidrogen (
H+ ) dalam larutan. Elektroda pH yang paling modern terdiri dari kombinasi tunggal
elektroda referensi ( reference electrode ) dan elektroda sensor ( sensing electrode )
yang lebih mudah dan lebih murah daripada elektroda tepisah. Elektroda kombinasi
ini mempunyai fungsi yang sama dengan elektroda pasangan.

1. Dissolved Oxygen ( Oksigen terlarut )

Telah terbukti bahwa tingkat pembubaran emas dalam larutan sianidaberbanding lurus
dengan jumlah oksigen hadir. Air normal memiliki oksigen terlarut 8-9 ppm yang ada
di dalamnya. Jika oksigen ini digunakan oleh reaksi lainnya, mungkin diperlukan
untuk aerate solusi, merangsang oksigen ke dalamnya, untuk mempercepat reaksi.
Oksigen dari udara adalah agen pengoksidasi untuk memisahkan emas dalam suatu
larutan sianida. Oksigen memainkan peran penting dalam proses leaching. Pada
umumnya semakin tinggi oksigen maka reaksi juga semakin cepat.

Tetapi ternyata berdasarkan teori limiting rate didapatkan bahwa perbandingan


sianida dan oksigen dalam larutan adalah tetap yaitu 6 ( enam ). Sehingga jika sianida
berlebih maka yang menentukan kecepatan reaksi adalah kelarutan oksigen, demikian
pula sebaliknya.

Penggunaan Hidrogen peroksida ( H2O2 ) dalam larutan sianida telah dideteksi di


mana emas dapat terpisah secara cepat, dan observasi ini menunjukkan bahwa
beberapa emas kemungkinan terpisah melalui sepasang reaksi yang melibatkan
pembentukan pertama hidrogen peroksida :

2Au + 4CN- + O2 + H2O → 2[Au(CN)2]- + 2OH- + H2O2


Lalu hidrogen peroksida bereaksi dengan beberapa emas dan sianida.
2Au + 4CN- + H2O2 → 2[Au(CN)2]- + 2OH-
ANALISIS OKSIGEN TERLARUT ( DO )
Oksigen terlarut dapat dianalisis atau ditentukan dengan 2 macam cara, yaitu :
a. Metoda titrasi dengan cara WINKLER
Metoda titrasi dengan cara WINKLER secara umum banyak digunakan untuk
menentukan kadar oksigen terlarut. Prinsipnya dengan menggunakan titrasi iodometri.
Dengan menggunakan botol winkler, diperlukan air sampel sebanyak 300 ml atau 60
ml. Tidak boleh ada udara yang terperangkap dalam botol, caranya botol sampel harus
berada di bawah permukaan air. Agar tidak ada gelembung udara yang terjebak, isi
penuh dengan air hingga meluber saat ditutup. Kemudian sampel yang akan dianalisis
terlebih dahulu ditambahkan larutan MnCl2 den Na0H - KI, sehingga akan terjadi
endapan Mn02. Dengan menambahkan H2SO4 atan HCl maka endapan yang terjadi
akan larut kembali dan juga akan membebaskan molekul iodium ( I2 ) yang ekivalen
dengan oksigen terlarut. Iodium yang dibebaskan ini selanjutnya dititrasi dengan
larutan standar Natrium Thiosulfat ( Na2S203 ) dan menggunakan indikator larutan
amilum ( kanji ). Reaksi kimia yang terjadi dapat dirumuskan sebagai berikut :

MnCI2 + NaOH → Mn(OH)2 + 2 NaCI


2 Mn(OH)2 + O2 → 2 MnO2 + 2 H20
MnO2 + 2 KI + 2 H2O → Mn(OH)2 + I2 + 2 KOH
I2 + 2 Na2S2C3 → Na2S4O6 + 2 NaI

b. Metoda elektrokimia
Cara penentuan oksigen terlarut dengan metoda elektrokimia adalah cara langsung
untuk menentukan oksigen terlarut dengan alat DO meter. Prinsip kerjanya adalah
menggunakan probe oksigen yang terdiri dari katoda dan anoda yang direndam
dalarn larutan elektrolit. Pada alat DO meter, probe ini biasanya menggunakan katoda
perak ( Ag ) dan anoda timbal ( Pb ). Secara keseluruhan, elektroda ini dilapisi dengan
membran plastik yang bersifat semi permeable terhadap oksigen. Reaksi kimia yang
akan terjadi adalah :

Katoda : O2 + 2 H2O + 4- → 4HO-


Anoda : Pb + 2 HO- → PbO + H2O + 2e-

Aliran reaksi yang terjadi tersebut tergantung dari aliran oksigen pada katoda. Difusi
oksigen dari sampel ke elektroda berbanding lurus terhadap konsentrasi oksigen
terlarut. Penentuan oksigen terlarut ( DO ) dengan cara titrasi berdasarkan metoda
WINKLER lebih analitis apabila dibandingkan dengan cara alat DO meter. Hal yang
perlu diperhatikan dalam titrasi iodometri ialah penentuan titik akhir titrasinya,
standarisasi larutan Thiosulfate dan pembuatan larutan standar Kalium Bichromate
yang tepat. Dengan mengikuti prosedur penimbangan kaliumbikromat dan
standarisasi tiosulfat secara analitis, akan diperoleh hasil penentuan oksigen terlarut
yang lebih akurat. Sedangkan penentuan oksigen terlarut dengan cara DO meter,
harus diperhatikan suhu dan salinitas sampel yang akan diperiksa. Peranan suhu dan
salinitas ini sangat vital terhadap akurasi penentuan oksigen terlarut dengan cara DO
meter. Disamping itu, sebagaimana lazimnya alat yang digital, peranan kalibrasi alat
sangat menentukan akurasinya hasil penentuan.

1. Karbon aktif.

Di bawah ini adalah spesifikasi yang perlu diperhatikan dalam memilih karbon aktif
untuk adsorbsi emas :
1. Hardness/attrition resistant
2. Activity
3. Total gold capasity adsorption
4. Shape and size distribution
5. Ash content
6. Bulk Density
7. Moisture
8. Surface area
9. %-Carbon Tetrachloride ( CTC / CCl4 )
10. %-w/wt Benzene adsorption

Karbon aktif yang berkualitas baik sangat menentukan hasil produksi emasyang
diperoleh. Karbon aktif yang baik memiliki : struktur pori-pori yang alami, tingkat
ketahanan yang tinggi ( higher resistence ) terhadap gesekan, tingkat kekerasan yang
tinggi ( higher hardness ) dan bentuk yang seragam serta memiliki CTC yang cukip
tinggi. Sebab jika menggunakan karbon aktif yang memiliki CTC rendah, emas yang
terabsopsi dalam karbon aktif akan mudah terlepas lagi saat proses pencucian karbon /
botoyong. CTC yang disarankan sebaiknya 50%-60%. Untuk menghasilkan karbon
CTC tinggi harus menggunakan kiln yang berputar dan datar serta kontrol temperatur
yang akurat. Karbon yang belum melalui proses kiln biasanya hanya memiliki CTC
10 - 20 %. Hendaknya teliti dalam memilih karbon aktif karena secara kasat mata kita
tidak dapat membedakan mana karbon aktif yang memiliki CTC rendah dan mana
yang CTC nya tinggi, untuk itu disarankan untuk menggunakan karbon aktif yang
diketahui jelas asal usul pabriknya dan sistem jaminan kualitasnya untuk menghindari
karbon aktif yang memiliki CTC rendah. Biasanya dalam metode CIP
menggunakan karbon aktif granular dengan ukuran 6x12 atau 6x16 mesh,
sedangkan ukuran 6x16 atau 12x30 mesh digunakan dalam metode CIC. Konsentrasi
penggunaan karbon dalam metode CIP adalah 10-25 gram per liter pulp ( 0.5 sampai
1,2% karbon dari volume ).
1. Ore / rep.

Konsentrasi emas dalam ore sangat menentukan hasil produksi. Ore hasil tambang
sangat bervariasi, ada yang berupa pasir, batu keras ( kuarsa ), batu lunak ( domato ),
lempung ( clay ), dan lumpur.

Secara umum, agar partikel emas dapat cepat larut, slurry untuk keperluan produksi
dibutuhkan ore dari hasil milling 80 - 90% -200 mesh ( -74 micron ) dengan kepadatan 40 -
50%-solid. Partikel emas 45 micron akan larut dalam 10 - 13 jam, sementara partikel
emas 150 micron mungkin memakan waktu 20 - 44 jam untuk larut dalam solusi yang sama.
Untuk mendapatkan hasil optimum, pengolahan emas pada batuan oxydis ( oxide ores )
biasanya cukup efektif dengan penggilingan pada 65 mesh dan leaching dengan 0,05% NaCN
selama 4 - 24 jam dengan kepadatan 50% solids. Sedangkan batuan sulfidis ( sulfida ores )
memerlukan penghalusan hingga 325 mesh dan leaching dengan 0,1% NaCN selama 10 - 72
jam dengan kepadatan 40% solids. ( Weiss 1985 ).

1. Bentuk agitator / propeller.

Tangki agitator dan propeller harus seimbang agar pergerakan ore dan karbon
aktif tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat. Karena kalau terlalu cepat senyawa
kompleks emas-sianida tidak optimum terserap oleh karbon aktif dan bila terlalu
lambat, ore akan mengendap yang menyebabkan sianida dan karbon akan
terperangkap ke dalam ore.

Tangki agitator bentuk kerucut dapat menjadi pilihan yang ideal untuk
mengatasi masalah di atas. Namun kelemahan model ini memiliki kapasitas yang
relatif terbatas ( maksimal kapasitas yang disarankan 10 ton ), karena bentuk tabung
yang tinggi dan ramping.
1. Retention Time ( Waktu Tinggal )
Proses absorpsi emas ke dalam pori-pori karbon aktif bukan melalui proses kimiawi
melainkan kontak secara fisik. Semakin lama waktu tinggal untuk reaksi maka
recovery bisa meningkat namun kapasitas produksi yang menurun.

2. Temperatur.
Emas akan lebih cepat terserap ke dalam karbon aktif pada suhu yang tinggi.

Tetapi pada umumnya, hal ini tidak dipersoalkan dalam proses produksi.

Menurut Vaughan ( 1988 ), proses kelarutan emas menjadi senyawa kompleks emas-
sianida dapat terganggu oleh beberapa hal yang berhubungan dengan adanya mineral-mineral
pengotor ( gangue ) dan sejumlah masalah yang sering muncul sbb :

1. Cyanides dan oxygen consumers.


Mineral atau senyawa kimia yang dapat bereaksi sehingga mengkonsumsi sianida
sehingga dikenal dengan sebutan cyanides. Sesuatu yang bereaksi dengan oxygen di
dalam larutan sianida selama proses leaching disebut oxygen consumers. Keduanya
sama-sama tidak diharapkan selama proses produksi berlangsung.

Unsur-unsur ekstra pengganggu, seperti digambarkan di atas di antaranya :

 Mineral tembaga, akan larut dalam larutan sianida dan menyebabkan


peningkatan penggunaan sianida, tembaga-sianida kompleks yang terbentuk
akan cenderung menghambat pembubaran emas dalam larutan sianida.

 Zink, unsur yang digunakan untuk mengendapkan emas dari solusi, jika hadir
dalam bijih, akan bereaksi dengan sianida untuk membentuk senyawa sianida
seng.
 Unsur lain adalah nikel, meskipun tidak sampai mengganggu emas masuk ke
solusi, melainkan pengendapan emas dari larutan sianida.

 Arsenik dan antimon lakukan adalah mempresentasikan masalah yang lebih


besar, dengan bereaksi dengan sianida dan menggunakan semua kelebihan
oksigen, hanya menyisakan sedikit atau tidak ada oksigen untuk efek
pembubaran emas.

2. Adsorbsi larutan emas


Emas dapat juga hilang selama proses sianidasi karena adanya adsorpsi ke dalam
bahan carbonaceous ores dan bahan organik seperti kayu, batu bara, dll. Adsorpsi
adalah proses dimana molekul komples emas dalam larutan sianida berinteraksi
dengan material tersebut yang prosesnya serupa dengan proses penyerapan ke dalam
karbon aktif.

3. Halangan selama proses produksi


Mineral-mineral liat ( clay ) karena ukurannya yang sangat kecil terkadang menjadi
penghalang ( blockage ) sehingga menghalangi mobilisasi emas selama proses
produksi.
Cyanide / Sianida

Sianida ( asam sianida, asam prussiat ), memiliki kegunaan yang tak sedikit,
diantaranya di bidang pertanian, fotografi dan industri logam. Namun, dampaknya terhadap
kesehatan sangat mengerikan. Bila terpapar zat ini, manusia dapat meninggal dalam waktu
kurang dari setengah jam.

Dewasa ini sianida menjadi perhatian masyarakat karena terjadinya banyak kasus
keracunan oleh bahan kimia ini. Tak kenal maka tak sayang, sudah sepatutnya kita mengenali
racun sianida ini lebih jauh. Bukan untuk menyayangi racun tersebut tentunya, namun agar
kita lebih waspada.

Sifat Asam Sianida

Asam sianida murni tidak berwarna, mudah menguap sedikit di atas suhu kamar
( 260C ), sangat toksik dan berbau khas. Bau ini akan tercium bila konsentrasi lebih besar atau
sama dengan 1 ppm, dan tidak berbau lagi bila tertutup bau gaslainnya atau saraf sensoris
orang telah rusak/lumpuh.Berat molekulnya ringan, sukar terionisir, dan mudah berdifusi.
Oleh karena itu gas sianida mudah terhisap melalui saluran pernafasan ( paru paru ), saluran
pencernaan, dan kulit

Sumber sumber Sianida

1. HCN ( Hydrogen Sianida ) terdapat pada : Gas gas penerangan, sisa sisa pembakaran.

2. Hydrocyanic Acid ( Prussic Acid ) berbentuk cairan, dapat tercampur dengan air dalam
segala proporsi, dapat diuraikan dengan cepat, larutan netral atau alkali dengan menghasilkan
ammomiak.

Dua bentuk Prussic Acid :


• Dalam bentuk larutan dengan kadar 4% ( Scheele’s Axid )

• Dalam bentuk larutan dengan kadar 2% ( Acid Hydrocyanicum dilutum ), dan bentuk
inilah yang banyak digunakan di laboratorium.

Gas gas ini juga dapat dibentuk dari proses destilasi KCN atau Kalium Fero Cyanida dengan
asam sulfat.

3. Di alam, Asam sianida terdapat pada tumbuh tumbuhan yang mengandung amygdalin.
Misalnya, singkong, ubi, biji buah apel, peer, aprikot. Cyanida dengan air dan emulsin akan
terhidrolisir menjadi hidrogen, glukosa dan benzaldehide. Biji biji tersebut mengandung
cyagenetik glycosid yang akan melepaskan cyanida pada waktu dicerna.

Kegunaan

Asam sianida banyak dipakai di laboratorium laboratorium, terutama dalam bentuk


larutan dengan kadar 2%. Hydrocyanida Acid ( Prussic Acid ) banyak di pakai untuk
berbagai reaksi proses kimia sintesis, tetapi terbanyak diperdagangkan untuk fumigasi
membunuh binatang, kuman, kutu dan tikus tikus pada ruangan, gudang dan kapal kapal.

Dalam bentuk garamnya seperti KCN, NaCN, AgCN, digunakan untuk keperluan
fotografi, penyempuhan logam dan pewarnaan. Pada penyepuhan logam, Asam sianida
digunakan dalam proses pembersihan, pengerasan dan penyempuhan logam logam untuk
mendapatkan emas murni dari biji biji logamnya.

Asam sianida digunakan dalam proses pembersihan, pengerasan dan penyempuhan


logam logam untuk mendapatkan emas murni dari biji biji logamnya.

Berikut masing-masing kegunaan garam sianida :

• KCN : Garam ini ( dalam perdagangan ) mengandung 90% chloride, carbonate,


cyanida dari kalium. Digunakan untuk proses proses reaksi kimia, perusahaan
perusahaan listrik, dan fotografi. Tetapi sekarang banyak dipakai garam kalsium dan
garam natrium yang lebih murah harganya.

• Ca-sianida : Digunakan pada tambang tambang industri.

• Na-sianida : Digunakan oleh perusahaan perusahaan metalurgi, listrik, pengerasan biji


bjiji logam, penyamakan dan perusahaan perusahaan cat.

• Perak-sianida : Digunakan oleh perusahaan perusahaan perak karena sifatnya yang


tidak larut dalam air, cepat diuraikan oleh asam lambung dan menghasilkan asam
hydrosianida.
Derivat-derivat sianida

• Acrylonitrile ( CH2 = CHCN ) : digunakan dalam proses pebuatan karet sintesis.

• Cyanamida ( HN = C = HN ) : digunakan untuk pupuk buatan dan sebagai sumber


hydogen cyanida.

• Nitro Prusida (Fe (CN)5 (ON) : digunakan untuk pembuatan bahan bahan kimia
sintesis.

Pathophysiology

Racun sianida menghambat enzim cythochrom oxydase pada penggunaan oksigen di


sel sel tubuh. Enzim lain juga terhambat, tetapi pengaruhnya kecil. Jelasnya,sianida
mempunyai aktivitas yang kuat terhadap enzim pernafasan, yakni enzim cythchrom oxydase,
dimana cynida mengikat F3 yang terdapat pada enzim tersebut.

Akibatnya, terjadi gangguan peredaran dan penggunaan oksigen dalam sel sel
tubuh,sehingga kadar O2 dalam darah ( HbO ) tinggi. Manifestasinya; pertama tama ditandai
dengan meningkatnya pernafasan tubuh akibat terpengaruhnya chemoreceptor di carotic body
dan pusat pusat pernafasan. Pada akhirnya dapat terjadi paralysa dari semua sel sel tersebut
dengan akibat kelumpuhan total dari pernafasan. mengakibatkan anoxia, walaupun kadar
O2 dalam darah ( HbO ) tinggi.

Bentuk Bentuk Keracunan

Prinsip manifestasi dari keracunan adalah sebagai berikut : pernafasan cepat, tekanan darah
turun, convulsi dan coma

A. Keracunan akut

Golongan sianida : Sianogen chlorida ( ClC = N ), Acetonitril ( H3CN )

Ingesti / Inhalasi : bila konsentrasi gas minimal 10 x M.L.D. Maka, segera timbul penurunan
kesadaran, convulusi dan akan meninggal dalam 15 menit. Bila mendekati M.L.D. akan
segera timbul gejala gejala : dizziness, pusing pusing, pernafasan cepat, rasa ngantuk, tensi
turun, pols cepat, tidak sadar dan akan mati dalam keadaan kejang kejang dalam waktu 1 jam,
kecuali bentuk garam Na Nitroprusid dalam waktu 12 jam
Acrylonitril, Inhalasi : mual mual, muntah muntah, diare, kelemahan, pusing pusing dan
jaundice. Kontak Kulit : Blistering ( lepuh lepuh ) pada kulit dan ini bukanmerupakan gejala
umum.

Ca-sianida. Ingesti : Flustering ( merah merah ) pada kulit dan membrana mucosa,
pusing pusing, dizziness dan tensi turun.

B. Kronis

Inhalasi : dizziness, kelemahan, kongesti paru-paru, berat badan turun, mental retardation.

Laboratorium

Ditemukan adanya konsentrasi tinggi sianida pada jaringan tubuh. Misalnya, darah, hati,
ginjal. Sedang pada air seni konsentrasinya rendah. Pada umumnya konsentrasi sianida dalam
isi lambung / hati lebih tinggi pada keracunan per oral bila dibandingkan dengan per
inhalasinya. Sebenarnya pada keracunan yang fatal tidak menunjukkan ciri ciri khas, hanya
bau amandel dapat terbau pada waktu dilakukan autopsi. Pada keracunan Na dan K-sianida,
dapat menimbulkan congesti dan korosi pada mucosa trac digestifus.

Pretreatment Sianidasi

Kompresor menginjeksi udara sebagai Preareation. Preareation bertujuan


mengoksidasi sulfida yang larut berubah menjadi thiosulphate dan akhirnya menjadi sulfat
dan mencegah pembentukan film pasif pada permukaan emas.

Untuk memperkuat proses oksidasi dapat menggunakan oxidizing agents, antara lain
potassium fenicyanide, permanganate, sodium peroxide ( Na2O2 )), and ozone ( O3),
Calsium Oxide ( CaO2 ) . Namun oxidator yang sering digunakan adalahHydrogen
Peroksida ( H2O2 ), selain pertimbangan mudah penggunaannya, bahan ini mudah didapat
dan relatif murah dibanding oxidator lainnya.

Selain itu, kehadiran sulphides reaktif seperti marcasite, pyrrhotite, realgar atau
chalcocite dalam proses sianidasi sering membentuk film pelindung pada permukaan emas
sehingga menghambat proses pelarutan emas. Namun demikian, efek ini dapat dihilangkan
atau diminimalkan dengan cara preareation intensif dan menambahkanLead Nitrat [Pb
(NO3)2] sebagai promotor di dalam pulp.

Ion NO3- adalah anion yang sangat efektif dan kuat dalam mengoksidasi mineral
batuan. Namun bila menggunakan Acid Nitric ( HNO3 ) tentulah membutuhkan penanganan
yang lebih kompleks karena dalam proses sianida membutuhkan pH yang tinggi untuk
mencegah timbulnya gas HCN. Untuk mendapatkan ion NO3- yang netral digunakan Lead
Nitrat [Pb (NO3)2] sebagai promotor. Garam timbal ini akan terurai dalam air menjadi kation
Pb+ dan anion NO3-.
Lead Nitrat [Pb (NO3)2] mencegah terlarutnya sulfida ( S-2 ) dari PbS atau HgS
dalam prosses sianidasi, sehingga menjaga permukaan emas bersih. Penggunaan Lead Nitrat
dapat meningkatkan kecepatan leaching, mungkin melalui pengembangan sel galvanik lokal
antara emas dan timah, khususnya dalam pengolahan sebagian bijih sulfidis yang
mengandung pirit dan sedikit pyrrhotite dan chalcopyrite.

Kebutuhan Lead Nitrat (PbNO3)2 sebagai promotor sebanyak sebanyak 0,01% s/d
0,03% untuk jenis batuan oxydis dan 0,05% s/d 0,08% untuk jenis batuan sulfidis. Proses
penambahan [Pb (NO3)2] dapat dilakukan di awal maupun bersamaan dengan proses
sianidasi. Selain Lead Nitrate, promotor yang sering digunakan adalah Lead
Acetate dan Mercury Acetate.Proses Pretreatment dengan mengunakan oksigen dan lead
nitrat idealnya berlangsung selama 2 jam.

PENGGUNAAN BAHAN GALIAN EMAS

Manfaat emas:

1. Emas juga ternyata mempunyai manfaat fungsional sebagai alat investasi. Emas adalah
jenis investasi yang nilainya saat stabil, likuid, dan aman secara riil serta dapat dikelola
sendiri. Dengan demikian emas sangat layak menjadisalah satu bagian dari portofolio
investasi. Investasi emas cukup diminati karena memang nilai emas cenderung
mengalami kenaikan. Investasi emas memiliki karakteristik berbeda dengan investasi
pasar modal. Investasi di emas jangan seperti investasi saham yang cenderung untuk
jangka pendek. Investasi emas cocok untuk investasi jangka panjang, karena untuk jangka
panjang tren harga emas terus naik. Bagi investor yang memiliki karakteristik mengejar
marjin jangka pendek kurang cocok main di komoditas emas. Namun untuk jangka
panjang, investasi emas sangat menarik karena harga cenderung bertahan namun trennya
terus naik.

2. Emas banyak digunakan sebagai standard keuangan di banyak negara dan juga sebagai
perhiasan , cadangan devisa. Dan sampai saat ini emas merupakan alat pembayran yang
paling utama di dunia.

3. Emas/ gold artinya kuning disebut sebagai standar nilai tukar internasional, alat
pembayaran/ mata uang global ke 4 setelah US$, Euro, Yen, alat penyimpan kekayaan
suatu negara/bank karena nilainya stabil digunakan lebih dari 6000 tahun dan barang
dagangan (mega komoditas), ?four in one? . memiliki kadar bervariasi antara 14 - 24
karat (58.33 - 99,98%). Nama latinnya AURUM artinya "Glowing dawn". (simbol atom
Au 79) hal ini disebabkan karena Emas tidak akan karatan meskipun satuan kualitasnya
disebut dengan karat.

4. Emas digunakan dalam industry modern seperti pergigian dan elektronik. Emas
digunakan kerana daya ketahanan yang baik terhadap pengakisan dan konduktor elektrik
yang sangat bagus.

5. Emas tulen adalah terlalu lembut untuk kegunaan biasa, oleh itu logam ini ditambahkan
kekerasannya dengan mengaloikannya bersama perak (argentum), tembaga (kuprum) dan
logam-logam lain. Emas dan pelbagai jenis aloi emas biasanya digunakan dalam
pembuatan barangan kemas, duit syiling dan sebagai pertukaran perdagangan dalam
banyak negara. Selain itu, emas boleh mengalirkan elektrik dengan amat baik dan tahan
hakisan. Ini menjadikan emas muncul sebagai logam industri penting pada akhir abad ke
20.

Kegunaan lain:

• Emas memainkan beberapa peranan penting dalam pembuatan komputer, alat


komunikasi, kapal angkasa, enjin pesawat jet, kapal terbang, dan hasil pengeluaran
yang lain.

• Daya tahan terhadap pengoksidaan membolehkan emas digunakan secara berleluasa


dalam pembuatan lapisan nipis elektroplat pada permukaan penyambung elektrik
untuk memastikan penyambungan yang baik.

• Seperti perak, emas boleh membentuk amalgam keras bersama raksa, dan ini kadang
kala digunakan sebagai bahan pengisi gigi.

• Emas koloid (nanopartikel emas) ialah larutan berwarna berkeamatan tinggi yang kini
sedang dikaji di dalam makmal-makmal untuk kegunaan perubatan dan biologi (kaji
hayat). Ia juga merupakan bentuk yang sering digunakan dalam pengecatan emas pada
seramik sebelum seramik dibakar.

• Asid kloraurik digunakan dalam fotografi untuk memberi ton kepada imej perak.

• Dinatrium aurothiomalate digunakan dalam rawatan artritis rheumatoid (diberikan


secara suntikan intra-otot).

• Isotop emas Au-198, (Separuh hayat: 2.7 hari) digunakan dalam rawatan barah dan
rawatan lain-lain penyakit.
• Emas digunakan sebagai bahan penyalutan untuk membolehkan bahan biologi
diperhatikan di bawah mikroskop elektron imbasan.

• Banyak pertandingan dan penganugerahan, seperti Sukan Olimpik dan Hadiah Nobel,
pemenangnya akan meraih pingat emas (manakala perak diberikan kepada naib johan,
dan gangsa kepada yang ketiga.)

Memandangkan emas merupakan pemantul pancaran inframerah dan cahaya tampak yang
baik, logam ini digunakan sebagai lapisan pelindung pada satelit buatan manusia.

REFERENSI

1. MARSDEN J, HOUSE I. The chemistry of gold extraction [M]. London, UK: Ellis
Horwood Ltd, 1992: 230−264.

2. HISKEY J B. Current status of U.S. gold and silver heap leaching operations [C]//
HISKEY J B. Au & Ag Heap and Dump Leaching Practice. Colorado, US: AIME,
1983: 1−7.

3. GASPARRINI C. The mineralogy of silver and its significance in metal extraction [J].
CIM Bulletin, 1984, 77(86): 99−110.

4. CRUELLS M, ROCA A, PATI? F, SALINAS E, RIVERA I. Cyanidation kinetics of


argentian jarosite in alkaline media [J]. Hydrometallurgy, 2000, 55(2): 153−165.

5. LUNA R M, LAPIDUS G T. Cyanidation kinetics of silver sulfide [J].


Hydrometallurgy, 2000, 56(2): 171−188.

6. CRUZ R, LUNA-S?CHEZ R M, LAPIDUS G T, GONZ?EZ I, MONROY M. An


experimental strategy to determine galvanic interactions affecting the reactivity of
sulfide mineral concentrates [J].Hydrometallurgy, 2005, 78(2): 198−208.

7. LOROESCH J, KNORRE H, GRIFFITHS A. Developments in gold leaching using


hydrogen peroxide [J]. Mining Engineering, 1989, 41(9): 963−965.

8. DUTRIZAC J E. The leaching of silver sulfides in ferric ion media [J].


Hydrometallurgy, 1994, 35(3): 275−292.
9. NUGENT A, BRACKENBURY K, KINNER J. AuPLUS systems for the treatment
of gold ores using hydrogen peroxide and calcium peroxide [C]// World Gold’91.
Queensland: AIMMEM, 1991: 173−176.

10. DESCHENES G, ROUSSEAUB M, TARDIFC J, PRUD'HOMMEA P J H. Effect of


the composition of some sulphide minerals on cyanidation and use of lead nitrate and
oxygen to alleviate their impact [J]. Hydrometallurgy, 1998, 50(2): 201−205.

11. XIE F, DREISINGER D. Leaching of silver sulfide with ferricyanide-cyanide


solution [J]. Hydrometallurgy, 2007, 88(1/4): 98−108.

12. LEVICH V G. Physicochemical hydrodynamics [M]. Englewood Cliffs, New Jersey:


Prentice Hall, 1962: 688−689.

13. JEFFREY M I, RITCHIE I M. The leaching and electrochemistry of gold in high


purity cyanide solutions [J]. Journal of Electrochemical Society, 2001, 148(4):
D29−D36.

14. WADSWORTH M E. Surface processes in silver and gold cyanidation [J].


International Journal of Minerals Processing, 2000, 58(1/4): 351−368.

15. GUZMAN L, SEGARRA M, CHIMENOS J M, CABOT P L, ESPIELL F.


Electrochemistry of conventional gold cyanidation [J]. Electrochimica Acta, 1999,
44(16): 2625−2632.

16. “Cyanide in Mining: Some Observations on the Chemistry, Toxicity, and Analysis of
Mining Related Waters.” Robert Moran, Ph.D. Invited Paper, Presented at the Central
Asia Ecology- 99 Meeting, Lake Issyk Kul, Kyrgyzstan. Sponsored by Soros
Foundation. June 1999. Available on the web
at http://www.mpi.org.au/features/esm_background.html (note the underscore) or
contact Robert Moran at remoran@aol.com.

17. “Cyanide Spill at Baia Mare Romania.” United Nations Environment Program
(UNEP) and Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (OCHA)
Assessment Mission. March 2000.
Available on the web at http://www.unep.ch/roe/baiamare.htm.

18. “Cyanide Uncertainties: Observations on the Chemistry, Toxicity, and Analysis of


Cyanide in Mining Related Waters.” Robert Moran, Ph.D. Mineral Policy Center
Issue Paper No. 1. Available on the web
athttp://www.mineralpolicy.org/publications/issuepapers.php3?nav=4.
19. Ahsan 1989. "Detoxification of Cyanide in Heap Leach Piles Using Hydrogen
Peroxide", Ahsan, M Q, et al., In World Gold, proceedings of the First Joint
SME/Australian Institute of Mining and Metallurgy Meeting, R. Bhappu and R.
Ibardin (editors), 1989.

20. Altringer 1991. Altringer, P B, Lien, R H., Gardner, K R, Biological and Chemical
Selenium Removal From Precious Metals Solutions, proceedings of the Symposium
on Environmental Management for the 1990s, Denver, Colorado, February 25-28,
1991.

21. BOM 1978. US Department of the Interior, Bureau of Mines, Processing Gold Ores
Using Heap Leach-Carbon Adsorption Methods, Information Circular No. 8770,
Washington, DC, 1978.

22. BOM 1984. US Department of the Interior, Bureau of Mines, Gold and Silver
Leaching Practices in the United States, Information Circular No. 8969, Washington,
DC, 1984.

23. BOM 1986. US Department of the Interior, Bureau of Mines, Precious Metals
Recovery for Low-Grade Resources, proceedings of the Bureau of Mines Open
Industry Briefing Session at the National Western Mining Conference, Denver,
Colorado, February 12, 1986. Information Circular No. 9059. Washington, DC.

24. BOM 1978. US Department of the Interior, Bureau of Mines,Processing gold ores
using heap leachsarbon adsorption methods / by H. J. Heinen, D. G. Peterson, and R.
E. Lindstrom. [Washington] : U.S. Dept. of the Interior. Bureau of Mines, 1978.

25. J. S. At,. Inst. Min. Metal/., vol. 88, no. 8. Aug. 1988. pp. 257-264. Process options
for the retreatment of gold- bearing material from sand dumps by P.J. VANSTADENt
and P.A. LAXEN

26. THE ASSAYING AND REFINING OF GOLD A Guide for the Gold Jewellery
Producer by Peter Raw, Publication Date: April 1997 Reprinted 2001 Published by
the World Gold Council, Industrial Division, Times Place, 45 Pall Mall, London
SW1Y 5JG
Telephone: +44 (0)20 7930 5171. Fax: +44 (0)20 7839 6561 Produced by Peter Raw
Editor: Dr Christopher W Corti Originated and Printed by: Trait Design

27. PEDOMAN TEKNIS PENCEGAHAN PENCEMARAN DAN/ATAU


KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP AKIBAT PERTAMBANGAN EMAS
RAKYAT, Lampiran Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 23
Tahun 2008 Tanggal : 31 Desember 2008

28. Kimia Anorganik - Unsur Au, Available on the web at http://bagus-


rahmat.blogspot.com/2008/06/kimia-anorganik-unsur-au.html

You might also like