You are on page 1of 14

Mar 28, '07 1:39 AM

Permainan tradisional
for everyone

Siapa yang tak pernah bermain permainan diatas? mungkin hampir semua anak-anak
di era sebelum 1990an pernah bermain permainan ini. Petak umpet, salah satu
permainan tradisional yang telah berumur ratusan tahun, bahkan mungkin ribuan tahun,
karena belum pernah ada data akurat yang menerangkan kapan pertama kali mainan
tersebut dimainkan. Kini, di era milenium tidak banyak anak-anak yang memainkannya,
arena yang tak memadai untuk bermain menjadi salah satu kendala selain banyaknya
permainan bernuansa teknologi yang menjadi pilihan.

Petak umpet, egrang, galasin, bentengan, lompat tali, congklak, gunungan, nenek ubi,
koladi, bekel adalah beberapa macam permainan tradisional yang ada di Indonesia.
Permainan-permainan tradisional yang dahulu banyak dimainkan oleh anak-anak
dihalaman rumah. Permainan yang mulai dilibas oleh perkembangan jaman, karena
semakin sempitnya ruang publik untuk anak-anak bermain.

Peningkatan laju pertumbuhan penduduk pun turut andil  dalam menjadikan pemukiman
yang semakin padat di kota-kota besar, jalan-jalan sempit, tak ada lapangan maupun
pekarangan untuk bermain, membuat anak memilih permainan yang lebih praktis,
permainan-permainan yang cenderung menjadikan mereka manusia-manusia individual
yang tak mengenal cara bersosialisasi di dalam masyarakat.

Petak umpet

Petak umpet menurut Wikipedia Indonesia adalah sejenis permainan mencari teman
yang bersembunyi, bisa dimainkan oleh minimal 2 orang, namun jika semakin banyak
akan semakin seru.

Dimulai dengan hompimpah untuk menentukan siapa yang menjadi "kucing" (berperan
sebagai pencari teman-temannya yang bersembunyi). Si kucing ini nantinya akan
memejamkan mata atau berbalik sambil berhitung sampai 25, biasanya dia menghadap
tembok, pohon atau apasaja supaya dia tidak melihat teman-temannya bergerak untuk
bersembunyi. Setelah hitungan sepuluh, mulailah ia beraksi mencari teman-temannya
tersebut.

Jika ia menemukan temannya, ia akan menyebut nama temannya yang dia temukan
tersebut. Yang seru adalah, ketika ia mencari ia biasanya harus meninggalkan
tempatnya (base?). Tempat tersebut jika disentuh oleh teman lainnya yang
bersembunyi maka batallah semua teman-teman yang ditemukan, artinya ia harus
mengulang lagi, di mana-teman-teman yang sudah ketemu dibebaskan dan akan
bersembunyi lagi. Lalu si kucing akan menghitung dan mencari lagi.

Permainan selesai setelah semua teman ditemukan. Dan yang pertama ditemukanlah
yang menjadi kucing berikutnya.

Ada satu istilah lagi dalam permainan ini, yaitu 'kebakaran' yang dimaksud di sini
adalah bila teman kucing yang bersembunyi ketahuan oleh si kucing disebabkan
diberitahu oleh teman kucing yang telah ditemukan lebih dulu dari persembunyiannya.

Ada banyak versi permainan petak umpet, mulai dari menggunakan pilar yang menjadi
tempat / base, ada juga yang menggunakan pecahan genting yang ditumpuk dan
ditaruh di tengah dan harus dijaga.

Jika menggunakan pecahan genting yang ditumpuk si kucing akan berusaha untuk
menjaga agar genting-genting itu selalu menumpuk. Teman kucing yang akan
menjatuhkannya dengan bola kasti. Dan aturan lainnya sama dengan permainan petak
umpet yang kita kenal.

Egrang

TUBUHNYA yang kekar itu memang menjadi modal untuk aksi laganya dalam sinetron
atau film layar lebar. Akan tetapi untuk bermain egrang, yang menjadi mainan favoritnya
pada masa kecil, nanti dulu. Dia terjatuh ketika mencoba melangkah dengan egrang
yang sebenarnya tidak begitu tinggi.
 

"Badanku berat banget. Waktu mau mengangkat kaki, ya ampun, ini sih keberatan
badan. Akhirnya jatuh deh," kata Dede Yusuf (37), ketika ditantang main egrang di
Museum Nasional, Jakarta, Minggu (5/10).

"Waktu kecil, egrang itu mainan favorit gue. Bahkan egrang yang tinggi banget itu, yang
harus pakai tangga buat naiknya pun, gue bisa. Eh sekarang, egrang pendek saja tidak
bisa," ujar Dede sambil geleng-geleng kepala.

Selain egrang, Dede juga gemar bermain permainan anak tradisional, seperti loncat tali
dan galasin. "Wah, kalau loncat tali, gue juga jago tuh," kata Dede yang mengaku
sampai SMA masih suka main galasin bersama teman-teman di sekitar rumahnya.
Dede bersyukur karena dirinya sempat menikmati masa-masa indah memainkan
permainan tradisional itu. Anak-anak sekarang, sama sekali tidak mengenal permainan
seperti itu. Mereka lebih pandai bermain sepak bola pada play station daripada di
lapangan bola.

"Sebenarnya, banyak permainan tradisional yang bisa dikenalkan kepada anak


sekarang. Caranya, dengan membuatnya menjadi modern. Contohnya Beyblade,
asalnya dari gasing biasa, idenya diambil dari gasing Thailand. Hanya saja, lalu dibuat
lebih modern dengan besi dan plastik," kata aktor laga kelahiran Jakarta, 14 September
1966 ini. (ARN)

Galah Asin

Galah Asin atau di daerah lain disebut Galasin atau Gobak Sodor menurut Wikipedia
Indonesia adalah sejenis permainan daerah yang berasal dari Indonesia. Permainan ini
adalah sebuah permainan grup yang terdiri dari dua grup, di mana masing-masing tim
terdiri dari 3 - 5 orang. Inti permainannya adalah menghadang lawan agar tidak bisa
lolos melewati garis ke baris terakhir secara bolak-balik, dan untuk meraih kemenangan
seluruh anggota grup harus secara lengkap melakukan proses bolak-balik dalam area
lapangan yang telah ditentukan.

 
Permainan ini biasanya dimainkan di lapangan bulu tangkis dengan acuan garis-garis
yang ada atau bisa juga dengan menggunakan lapangan segiempat dengan ukuran 9 x
4 m yang dibagi menjadi 6 bagian. Garis batas dari setiap bagian biasanya diberi tanda
dengan kapur. Anggota grup yang mendapat giliran untuk menjaga lapangan ini terbagi
dua, yaitu anggota grup yang menjaga garis batas horisontal dan garis batas vertikal.
Bagi anggota grup yang mendapatkan tugas untuk menjaga garis batas horisontal,
maka mereka akan berusaha untuk menghalangi lawan mereka yang juga berusaha
untuk melewati garis batas yang sudah ditentukan sebagai garis batas bebas. Bagi
anggota grup yang mendapatkan tugas untuk menjaga garis batas vertical (umumnya
hanya satu orang), maka orang ini mempunyai akses untuk keseluruhan garis batas
vertikal yang terletak di tengah lapangan. Permainan ini
sangat mengasyikkan sekaligus sangat sulit karena setiap orang harus selalu berjaga
dan berlari secepat mungkin jika diperlukan untuk meraih kemenangan.

Pada era tahun 1980an, hampir di setiap sudut perkampungan-perkampungan di


Jakarta masih terdapat banyak lapangan bulu tangkis. Demam piala Thomas dan Uber
menjadi salah satu hal yang membuat lapangan ini bermunculan. Ketika lapangan
tersebut tidak digunakan, fungsinya berubah menjadi arena bermain anak-anak,
Galasin menjadi salah satu permainan yang sering dimainkan di lapangan ini.

Benteng

Benteng atau Bentengan menurut Wikipedia Indonesia adalah permainan yang


dimainkan oleh dua grup, masing-masing terdiri dari 4 sampai dengan 8 orang. Masing
- masing grup memilih suatu tempat sebagai markas, biasanya sebuah tiang atau pilar
sebagai 'benteng'. Tujuan utama permainan ini adalah untuk menyerang dan
mengambil alih 'benteng' lawan dengan menyentuh tiang atau pilar yang telah dipilih
oleh lawan dan meneriakkan kata benteng. Di area benteng biasanya ada area aman
dimana untuk group yang memiliki tiang atau pilar itu sudah berada di area aman tanpa
takut terkena lawan.

Kemenangan juga bisa diraih dengan 'menawan' seluruh anggota lawan dengan
menyentuh tubuh mereka. Untuk menentukan siapa yang berhak menjadi 'penawan'
dan yang 'tertawan' ditentukan dari waktu terakhir saat si 'penawan' atau 'tertawan'
menyentuh 'benteng' mereka masing-masing. Orang yang paling dekat waktunya ketika
menyentuh benteng berhak menjadi 'penawan' dan bisa mengejar dan menyentuh
anggota lawan untuk menjadikannya tawanan.
 

Dalam permainan ini, biasanya masing - masing anggota mempunyai tugas seperti
'penyerang', 'mata-mata, 'pengganggu', dan penjaga 'benteng'. Permainan ini sangat
membutuhkan kecepatan berlari dan juga kemampuan strategi yang handal.

Lompat Tali

Permainan lompat tali secara fisik akan menjadikan anak lebih kuat dan tangkas. Belum
lagi manfaat emosional, intelektual, dan sosialnya yang akan berkembang dalam diri
anak tersebut.

Lompat tali atau "main karet" pernah populer di kalangan anak angkatan 70-an hingga
80-an. Permainan lompat tali ini menjadi favorit saat "keluar main" di sekolah dan
setelah mandi sore di rumah. Sekarang, "main karet" mulai dilirik kembali antara lain
karena ada sekolah dasar menugaskan murid-muridnya membuat roncean tali dari
karet gelang untuk dijadikan sarana bermain dan berolahraga.

Cara bermainnya masih tetap sama, bisa dilakukan perorangan ataupun berkelompok.
Jika hanya bermain seorang diri biasanya anak akan mengikatkan tali pada tiang,
batang pohon atau pada apa pun yang memungkinkan, lalu melompatinya. Permainan
secara soliter bisa juga dengan cara skipping, yaitu memegang kedua ujung tali
kemudian mengayunkannya melewati kepala dan kaki sambil melompatinya.

Jika bermain secara berkelompok biasanya melibatkan minimal 3 anak. Diawali dengan
gambreng atau hompipah untuk  menentukan dua anak yang kalah sebagai pemegang
kedua ujung tali. Dua anak yang kalah akan memegang ujung tali; satu di bagian kiri,
satu anak lagi di bagian kanan untuk meregangkan atau mengayunkan tali. Lalu anak
lainnya akan melompati tali tersebut. Aturan permainannya simpel; bagi anak yang
sedang mendapat giliran melompat, lalu gagal melompati tali, maka anak tersebut akan
berganti dari posisi pelompat menjadi pemegang tali. Alat yang dibutuhkan cukup
sederhana. Bisa berupa tali yang terbuat dari untaian karet gelang atau tali yang
banyak dijual di pasaran yang dikenal dengan tali skipping.

 
Sebenarnya, menurut DR. Anggani Sudono, MA, lompat tali sudah bisa dimainkan
semenjak anak usia TK. Jadi sekitar 4-5 tahun karena motorik kasar mereka telah siap.
Apalagi bermain lompat tali dapat menutupi keingintahuan mereka akan bagaimana
rasanya melompat. Tapi umumnya permainan ini memang baru populer di usia sekolah
atau sekitar usia 6 tahunan. Entah kenapa. Grafik kegemaran mereka akan lompat tali
ini akan menurun seiring bertambahnya usia. "Biasanya anak kelas 5-6 sudah malu
untuk main lompat tali karena orang dewasa di sekitarnya sering mencemooh, 'Kok
sudah besar masih main lompat tali!' Padahal justru dengan semakin sering anak-anak
bermain lompat tali mereka akan semakin sigap dan terampil," ujar Anggani.

Terlepas dari itu, menurut dosen Universitas Negeri Jakarta ini, jenis permainan lompat
tali dapat dibagi menjadi dua; lompat tali yang bersifat santai dan yang berbau sport.
Lompat tali yang santai kebanyakan dimainkan anak perempuan. Sedangkan yang
untuk olahraga, seperti skipping umumnya digemari anak laki-laki. Meski demikian,
menurut Anggani, segala permainan lompat tali sebetulnya bisa dimainkan anak laki-
laki maupun perempuan tanpa memandang jender.

Satu hal yang disarankan anggota Badan Pengembangan Akademik Perguruan Islam
Al Izhar Pondok Labu Jakarta ini, yaitu menyuburkan kembali kegiatan lompat tali
terutama di sekolah-sekolah. Bukan apa-apa, selain menyenangkan, permainan ini tak
banyak memakan waktu, murah, dan menyehatkan. Jadi cocok untuk mengisi waktu
senggang para murid ketimbang mereka main lari-larian tanpa tujuan. Salah satu cara
yang diimbau Anggani dengan memberi kesempatan anak untuk main lompat tali di
waktu istirahat. Atau saat ada pertemuan siswa, lakukan perlombaan lompat tali
sehingga para murid makin bergairah memainkannya.

Anggani menjabarkan beberapa perkembangan anak yang dapat distimulasi dengan


permainan lompat tali ini:

Motorik kasar

Main lompat tali merupakan suatu kegiatan yang baik bagi tubuh. Dengan bermain
lompat tali motorik kasar akan terstimulasi sehingga secara fisik anak jadi lebih
terampil, karena bisa belajar cara dan teknik melompat yang dalam permainan ini
memang memerlukan keterampilan tersendiri. Lama-kelamaan, bila sering dilakukan,
anak dapat tumbuh menjadi cekatan, tangkas dan dinamis. Otot-ototnya pun padat dan
berisi, kuat serta terlatih. Lompat tali juga dapat membantu mengurangi kejadian
obesitas pada anak.

Emosi

Untuk melakukan suatu lompatan dengan tinggi tertentu dibutuhkan keberanian dari si
anak. Berarti, secara emosi ia dituntut untuk membuat suatu keputusan besar; mau
melakukan tindakan melompat atau tidak.

Ketelitian dan Akurasi

Anak juga belajar melihat suatu ketepatan dan ketelitian. Misalnya, bagaimana ketika
tali diayunkan, ia dapat melompat sedemikian rupa sehingga tak sampai terjerat tali
dengan berusaha mengikuti ritme ayunan. Semakin cepat gerak ayunan tali, semakin
cepat ia harus melompat.

Sosialisasi

Untuk bermain tali secara berkelompok, anak membutuhkan teman yang berarti
memberi kesempatannya untuk bersosialisasi. Ia dapat belajar berempati, bergiliran,
menaati aturan, dan lainnya.

Intelektual

Saat melakukan lompatan, terkadang anak perlu berhitung secara matematis agar
lompatannya sesuai dengan jumlah yang telah ditentukan dalam aturan permainan.
Umpamanya, anak harus melakukan tujuh kali lompatan saat tali diayunkan. Bila lebih
atau kurang, ia harus menjadi pemegang tali.

 
Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam bermain lompat tali antara lain :

Ruangan

Idealnya lompat tali dilakukan di ruang terbuka. Namun kalau tidak memungkinkan, di
ruangan tertutup pun bisa. Tentu saja ruangan tersebut harus cukup lega dan lapang
serta aman dari benda-benda yang dapat membahayakan seperti barang pecah belah.

Ukuran tali

Tali yang digunakan harus sesuai ukuran; tidak terlalu panjang dan tidak terlalu pendek.
Jadi hendaknya ukuran tali dibuat pas dan tak banyak bersisa sehingga anak akan lebih
mudah dan nyaman melompat.

Variasi permainan

Semakin bervariasi permainan lompat tali ini, makin anak mahir dan terampil dalam
melakukan gerakan-gerakannya. Arti bervariasi di sini adalah anak tak hanya main tali
yang dipegang lurus kedua ujungnya dan kemudian anak melompatinya, bisa juga
dengan memutar-mutar tali dan anak melompat bersamaan dengan temannya. Atau
anak dapat meningkatkan keahlian gerakannya dengan melakukan gerakan akrobatik.
Misalnya dengan melakukan koprol untuk mencapai tali dengan ketinggian tertentu.

Waktu

Terutama saat di sekolah, waktu permainan lompat tali biasanya sangat terbatas.
Lantaran itu, Anggani mengimbau agar dalam setiap permainan masing-masing anak
mendapatkan gilirannya, terlebih untuk lompat tali secara perorangan. Pastikan para
murid mendapat giliran yang telah disepakati bersama sebelumnya.
 

Congklak

Menurut Wikipedia Indonesia, congklak dikenal dengan berbagai macam nama di


seluruh Indonesia. Nama yang paling umum adalah, Congklak. Sejenis cangkang
kerang lokan biasanya digunakan sebagai biji congklak dalam permainan. Kadang juga
biji-bijian, dll. Di Malaysia permainan ini lebih dikenal dengan nama congkak dan istilah
ini juga dikenal di beberapa daerah di Sumatera dengan kebudayaan
title=Melayu href="http://id.wikipedia.org/wiki/Melayu" target=_blank
rel=nofollow>Melayu. Di Jawa, permainan ini lebih dikenal dengan nama Congklak,
dakon, dhakon atau dhakonan. Selain itu di Lampung permainan ini lebih dikenal
dengan nama dentuman lamban sedangkan di Sulawesi permainan ini lebih dikenal
dengan nama Mokaotan, Maggaleceng, Aggalacang dan Nogarata. Dalam
bahasa Inggris, permainan ini disebut Mancala.

Pemain congklak yang mahir, memiliki kekuatan dalam berhitung dan memilih peluang
akan pembagian biji-biji kedalam masing-masing cekungan yang terdapat dalam alat
bermainnya. Permainan ini dimainkan oleh dua orang.

Aturan permainannya beragam, namun yang biasa dimainkan satu pemain hanya
memiliki satu lumbung dan harus diisi dalam setiap kali berputar. Permainan diawali
secara bersamaan, dan setiap lubang selalu diisi kecuali lumbung lawan. Jika pada biji
terakhir masih ada biji didalam lubang permainan dapat dilanjutkan hingga jatuh pada
lubang yang kosong. Jika biji jatuh pada lubang didaerah kekuasaan dan pada daerah
diseberang (lawan) ada biji lainnya, si pemain dapat mengambil semua biji tersebut dan
menaruhnya pada lumbung. Dan permainan terus berulang seperti diatas.

Nenek ubi

Permainan ini lebih menyenangkan jika dimainkan oleh banyak anak, sekitar 50 10
anak. Di awali dengan hompipah atau dikenal juga oleh anak-anak dengan istilah
gambreng, mencari siapa yang akan menjadi nenek dan siapa yang akan menjadi
ubinya. Nenek ubi adalah anak yang kalah pada seleksi di hompipah, yang lainnya
menjadi ubi dengan anak yang terbesar menjadi ketua dari barisan ubi.

Permainan ini sangat menyenangkan karena ada lagu berbalas yang menyertainya.
Nenek ubi berada didepan barisan ubi sambil bernyanyi.

 
“tuk tuk geneng keresek kedebong “ kata nenek

“apa itu†ujar ubi serentak

“gelondongan†kata nenek lagi

“minta apa?†ujar anak-anak serempak

“minta ubi†kata si nenek sambil melihat kebarisan belakang.

“ubinya belum mateng…†ujar serempak anak-anak sambil berusaha agar tak
tertarik oleh si nenek.

Jika ada anak yang dapat ditarik ubi itu akan menjadi milik nenek dan permainan
dimulai lagi hingga habis ubi yang dimiliki. Ketika habis, si pemilik ubi akan berusaha
untuk menyelamatkan ubi-ubi yang diambil oleh si nenek.

Keladi

Alat permainannya cukup sederhana hanya dua buah batang kayu berukuran 30 sm
dan 15 cm juga sebuah batu sebagai penyangga. Dapat dimainkan oleh dua orang
maupun lebih. Semakin banyak semakin menyenangkan.

Seperti permainan lainnya permainan ini cukup sederhana dan mudah dilakukan,
permainan diawali dengan mencari siapa yang akan bermain terlebih dahulu. Bisa
dengan hompimpah atau suit. Setelah ditemukan siapa yang bermain terlebih dahulu,
pertama-tama batang kayu yang berukuran 15 cm ditaruh miring pada sebuah batu.

 
Untuk pemain yang bermain terlebih dahulu, dia harus melempar keatas kayu yang
ditaruh miring dan memukulnya kedepan dan jaraknya harus melebihi tiga kali ukuran
kayu yang panjang. Jika dia tak berhasil memukul atau jarak pukulannya tidak jauh
pemain digantikan dengan pemain lainnya. Apabila berhasil memukul dengan jarak
lebih dari tiga kali panjang batang kayu yang panjang, pemain kemudian harus
memukul batang kayu kecil itu seperti bermain golf. Batang kayu berada diantara kedua
kaki dan kemudian dipukul kebelakang menjauh hingga si pemain tak berhasil memukul
batang kayu tersebut. Jika sudah tak berhasil memukul maka si pemain kemudian di
gendong oleh pemain yang sejak tadi tak ikutan memukul. Di gendong ke arah batu
tempat permainan dimulai.

Bekel

Permainan yang dapat dilakukan perseorangan maupun beregu. Dengan menggunakan


bola karet kecil dan buah bekel yang berbentuk unik dan khas dengan jumlah sekitar
lima sampai sepuluh buah.

Permainan dapat diawali dengan hompimpah jika yang bermain lebih dari dua orang.
Jika hanya dua orang permainan dapat diawali dengan suit untuk menentukan siapa
yang jalan duluan.

Cara bermainnya pun mudah, buah bekel di genggam dan dilemparkan ke lantai
bersamaan ketika bola dilemparkan. Awalnya buah bekel tersebut diambil satu persatu
dan pada buah terakhir dengan cepat dilemparkan berbarengan. Selanjutnya diambil
dua-dua, dan terus bertambah satu hingga jumlah keseluruhan. Tingkat kesulitan pada
permainan ini adalah jika kita tak mampu memprediksi pantulan bola dan kemungkinan
pengambilan biji yang tebarannya terlalu luas. Setelah pengambilan satu-satu hingga
jumlah keseluruhan, berikutnya adalah merubah semua buah bekel menjadi bentuk pit
dan diambil satu-satu seperti sebelumnya dan meningkat hingga jumlah keseluhan.
Setelah chin menjadi rho dan kemudian teknik yang sama digunakan kembali, setelah
itu posisi buah bekel yang tak memiliki titik disisinya (chin) kemudian diambil seperti
sebelumnya, kemudian  posisi buah bekel yang
memiliki titik disisinya (pheng) dan dilanjutkan sama seperti sebelumnya. Ketika semua
tahapan telah dilalui tahapan berikutnya adalah tahapan terakhir, yaitu ngaspel. Pada
tahap ngaspel ini permainan sedikit berbeda, diawali dengan membentuk buah bekel
menjadi barisan diawali dengan pit yang sejajar, kemudian dirubah menjadi rho,
kemudian dirubah menjadi chin, dan terakhir dirubah menjadi pheng. Setelah itu semua
harus dilalui dengan melintasi melalui jari jempol dan telunjuk berbentuk U kebalik dan
tak lupa memantulkan bola bekel. Setelah selesai semua biji diambil dan membentuk
tandatangan sebelum bola jatuh kelantai. Ketika semua tahapan ini sudah dilalui berarti
si pemain telah melalui satu rangkaian dan menang.

Gasing

Menurut Wikipedia Indonesia, gasing adalah mainan yang bisa berputar pada poros
dan berkesetimbangan pada suatu titik. Gasing merupakan mainan tertua yang
ditemukan di berbagai situs arkeologi dan masih bisa dikenali. Selain merupakan
mainan anak-anak dan orang dewasa, gasing juga digunakan untuk berjudi dan
ramalan nasib.

Sebagian besar gasing dibuat dari kayu, walaupun sering dibuat dari plastik, atau
bahan-bahan lain. Kayu diukir dan dibentuk hingga menjadi bagian badan gasing. Tali
gasing umumnya dibuat dari nilon, sedangkan tali gasing tradisional dibuat dari kulit
pohon. Panjang tali gasing berbeda-beda bergantung pada panjang lengan orang yang
memainkan.

Gerakan gasing berdasarkan efek giroskopik. Gasing biasanya berputar terhuyung-


huyung untuk beberapa saat hingga interaksi bagian kaki (paksi) dengan permukaan
tanah membuatnya tegak. Setelah gasing berputar tegak untuk sementara waktu,
momentum sudut dan efek giroskopik berkurang sedikit demi sedikit hingga akhirnya
bagian badan terjatuh secara kasar ke permukaan tanah.

Gasing di berbagai negara berbeda-beda jenisnya. Di Indonesia gasing merupakan


salah satu permainan tradisional Nusantara, walaupun sejarah penyebarannya belum
diketahui secara pasti.

Di wilayah Pulau Tujuh (Natuna), Kepulauan Riau, permainan gasing telah ada jauh
sebelum penjajahan Belanda. Sedangkan di Sulawesi Utara, gasing mulai dikenal sejak
1930-an. Permainan ini dilakukan oleh anak-anak dan orang dewasa. Biasanya,
dilakukan di pekarangan rumah yang kondisi tanahnya keras dan datar. Permainan
gasing dapat dilakukan secara perorangan ataupun beregu dengan jumlah pemain
yang bervariasi, menurut kebiasaan di daerah masing-masing. Hingga kini, gasing
masih sangat populer dilakukan di sejumlah daerah di Indonesia. Bahkan warga di
kepulauan Rian rutin menyelenggarakan kompetisi. Sementara di Demak,biasanya
gasing dimainkan saat pergantian musim hujan ke musim kemarau. Masyarakat
bengkulu ramai-ramai memainkan gasing saat perayaan Tahun Baru Islam, 1
Muharram.

Sejumlah daerah memiliki istilah berbeda untuk menyebut gasing. Masyarakat Jawa
Barat dan DKI Jakarta menyebutnya gangsing atau panggal. Masyarakat Lampung
menamaninya pukang, warga Kalimantan Timur menyebutnya begasing, sedangkan di
Maluku disebut Apiong dan di Nusatenggara Barat dinamai Maggasing. Hanya
masyarakat Jambi, Bengkulu, Sumatera Barat, Tanjungpinang dan Kepulauan Riau
yang menyebut gasing.

Nama maggasing atau aggasing juga dikenal masyarakat bugis di Sulawesi Selatan.
Sedangkan masyarakat Bolaang Mangondow di daerah Sulawesi Utara mengenal
gasing dengan nama Paki. Orang jawa timur menyebut gasing sebagai
kekehan.Sedangkan di Yogyakarta, gasing disebut dengan dua nana berbeda. Jika
terbuat dari bambu disebut gangsingan, dan jika terbuat dari kayu dinamai pathon.

Gasing memiliki beragam bentuk, tergantung daerahnya. Ada yang bulat lonjong, ada
yang berbentuk seperti jantung, kerucut, silinder, juga ada yang berbentuk seperti piring
terbang. Gasing terdiri dari bagian kepala, bagian badan dan bagian kaki (paksi).
Namun, bentuk, ukuran danbgain gasing, berbeda-beda menurut daerah masing-
masing.

Gasing di Ambon (apiong) memiliki kepala dan leher. Namun umumnya, gasing di
Jakarta dan Jawa Barat hanya memiliki bagian kepala dan paksi yang tampak jelas,
terbuat dari paku atau logam. Sementara paksi gasing natuna, tidak nampak.

Gasing dapat dibedakan menjadi gasing adu bunyi, adu putar dan adu pukul. Cara
memainkan gasing, tidaklah sulit. Yang penting, pemain gasing tidak boleh ragu-ragu
saat melempar gasing ke tanah. Gasing di pegang di tangan kiri, sedangkan tangan
kanan memegang tali. Lilitkan tali pada gasing, mulai dari bagian paksi sampai bagian
badan gasing. lilit kuat dan berputar.

 
Semua permainan itu adalah permainan masa kecil yang pernah saya mainkan
bersama teman-teman kecil saya dahulu. Masih banyak lagi permainan dan aktivitas
lain yang saya lakukan usai pulang sekolah. Mencuri waktu tidur siang dengan bermain
di luar bersama teman-teman, bermain gambaran, bermain ke kebun ‘engkong’
(sebutan kakek teman saya yang asli Betawi ) hanya untuk memetik tebu atau buah
jambu biji yang banyak terdapat di kebunnya, membuat rumah pohon diatas pohon
belimbing untuk membaca buku komik, main gundu, main layang-layang dan masih
banyak lagi permainan lainnya yang saya lakukan di masa kecil.

Rambut merah terbakar matahari, kulit yang menjadi hitam, bekas luka akibat sering
terjatuh atau luka memar akibat terkena hantaman bola kasti ketika bermain bukan hal
yang aneh di setiap harinya. Pernah suatu hari saya harus pulang dengan menahan
gatal akibat bulu-bulu halus yang terdapat pada batang pohon bamboo menempel pada
kaki dan tangan saya ketika mencoba membuat egrang bersama teman-teman. Resiko
dari sebuah permainan, yang menurut saya tidak membahayakan malah sebaliknya
dari semua pengalaman itulah saya banyak belajar dan membuat kita menjadi manusia
yang berpikir kreatif.

Mengingat masa kecil dengan semua permainannya mengingatkan saya pada teman-
teman di masa sekolah dasar dahulu. Teman-teman sepermainan yang saat ini
tersebar hampir diseluruh Indonesia. Sebuah nostalgia indah yang mengundang
senyum ketika kita mengingatnya. Bukankah demikian? [v]

(Materi : Majalah Nakita, Wikipedia Indonesia dan dari berbagai sumber )


Tags: makalah
Prev: Allah Tuhanku

You might also like