You are on page 1of 11

1

WAYANG
Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah Islam & Budaya Jawa

Dosen Pengampu:

Drs. H. Anasom, M. Hum

Oleh :

Ali Maftukin

NIM: 082111067

FAKULTAS SYARI’AH
IAIN WALISONGO
SEMARANG
2011
WAYANG

Salah satu pilar terpenting dalam filsafah Jawa yaitu wayang. Wayang
berasal dari kata bayang atau bayang-bayang yang kemudian mendapat
imbuhan ‘wa-’ sehingga menjadi “wayang” atau “hamayang” yang dulu artinya
adalah menunjukkan bayangan yang lambat laun menjadi sebuah seni bernama
wayang.1 Wayang merupakan seni di Jawa yang tertua berupa tonil atau boneka-
boneka sebagai pelakunya dan dimainkan oleh seorang Dalang. Dikenal dengan
wayang kulit karena barang yang digunakan untuk membuat wayang berupa
kulit.2

Dalam pementasan wayang ada alurnya yang sejak awalnya baku, yang
diambil dari kisah-kisah mahabarata dan Ramayana. Tetapi perkembangan
berikutnya muncul pula cerita-cerita hasil olahan yang kemudian sering dikenal
sebagai lakon-lakon carangan.

A. Sejarah Wayang.

Dalam kesusteraan jawa kuno disebutkan bahwa pertunjukan wayang


3
purwa dikenal menjelang pertengahan abad XI. menurut budayawan, wayang
merupakan hasil ciptaan dari orang jawa asli, hal ini bisa dilihat dari segi sitilah-
istilah teknis yang digunakan dalam pewayangan. Dan ternyata dari dulu sampai
sekarang masih tetap sama. Hal ini menunjukkan bahwa wayang kulit berasal
dari bangsa Indonesia sendiri.

Namun ada juga versi lain yang mengatakan bahwa wayang merupakan
kesenian yang berasal dari negeri Cina, ada juga yang mengatakan dari India.
Hal ini berkiblat bahwa tokoh-tokoh dalam pewayangan merupakan tokoh-tokoh
Hindu-Budha. Dimana keyakinan ini merupakan keyakinan dari negara-negara
tersebut.

Kesimpulan bahwa wayang berasal dari India, Cina atau pun tiruan dari

1 Sri Mulyono, 1989, Sebuah Tinjauan Filosofis Simbolisme dan Mistisme dalam Wayang,
Jakarta: Haji Masagung. Hal: 59.
2 1973, Ensiklopedi Umum, Yogyakarta: Yayasan Kanisius
3 Op cit.

3
kepercayaan Hindu tidak dapat dibenarkan dengan pasti. Karena sekalipun tonil
berasal dari Cina, tetapi tidak pernah popular di kalangan masyarakat Jawa.
Lagipula bentuk-bentuk pewayangan Cina dan Indonesia berbeda sekali, bentuk
Indonesia ekspresif simbolis, sedangkan wayang cina naturalis. Tak berbeda
dengan India dan Yunani. Tonil, lahirnya dari acara adat istiadat keagamaan
dalam memuja dewa-dewa atau nenek moyang yang telah meninggal yang
diperankan sebagai dewa. Bekas-bekasnya masih dapat dilihat pada bekas-
bekas pertunjukan antara lain: dengan adanya sajen dan pembakaran dupa
sebelum pertunjukan dimulai, sering pertunjukan wayang digelar untuk
memanggil (baying-bayang) nenek moyang, tetapi acara keagamaan ini lambat
laun menjadi kabur sehinggga menjadi pertunjukan, berupa hiburan rakyat.
Cerita pertunjukan wayang disebut lakon, yaitu berasal dari kata laku yang
mempunyai makna serentetan kejadian. Uger-uger Pedalangan memuat
peraturan-peraturan, pedoman-pedoman bagi penyusun lakon. Bagian-bagian
lakon memiliki nama-nama teknis yang tetap misalnya: Janturan ialah uraian
dalang tetntang keadaan-keadaan dalam cerita itu. Suluk, Pocapan, Penantang,
Prenesan, Banyyolan, dll.

B. Makna Filosofi

Wayang bagi masyarakat jawa merupakan medium pewarisan nilai. Nilai-


nilai kejawaan secara turun menurun diwariskan kepada generasi berikutnya
melalui medium wayang. itulah sebabnya kalau diperhatikan sampai kini pun
pementasan wayang mencerminkan interelasi antar berbagai nilai. Dalam
pementasan wayang kita akan mendapatkan unsur-unsur animisme, dinamisme,
kita akan menemukan dewa-dewa yang merupakan warisan Hindu-Budha,
disamping itu kita juga akan bertemu dengan nuansa islam. Nilai-nilai tersebut
campur aduk menjadi satu.

Itulah sebabnya orang Jawa berbeda dalam memberikan tafsiran


terhadap wayang. Orang kejawen memberikan pennafsiran bahwa sebuah
pementasan wayang dengan lakon tertetu. Ia merupakan perwujudan dari jagad
cililk manusia. Pertentangan antara kebenaran dan kebathilah di dalamnya
adalah eksperesi sebuah pertentangan dalam dunia bathin manusia. Menurut
pandawa (wayang sebelah kanan) melawan kurawa (wayang sebelah kiri).
Teteapi itu semua adalah sebuah cerminan jagad cilik sebuah manusia yang
memang di dalamnya terkandung nilai buruk dan nilai baik. Pertentangan batin
itu dalam pementasan wayang selalu dimenangkan oleh pihak yang benar, dan
itulah bentuk pencerminan manusia.

Selain penafsiran tersebut ada juga yang menafsirkan lebih dalam lagi
bahwa wayang merupakan gambaran hidup semesta dengan segala
permasalahannya. Dalam wayang tersimpan nilai-nilai pandangan hidup
masyarakat Jawa dalam mengahadapi dan mengatasi segala macam dan
kesulitannya.

Makna simbolis dari pertunjukan wayang kulit mengandung arti filosofi:


layar yang diterangi merupakn dunia yang nyata dan wayangnya
menggambarkan bermacam-macam ciptaan tuhan. Gedebog yang digunakan
sebagai penyangga wayang dengan menancapkan di dalamnya merupakan
permukaan dunia. Belencong atau lampoon yang menerangi di atas dalang
adalah lambang keserasian (harmoni) kegiatan duniawi.4

C. Tokoh-tokoh Dalam Wayang5

Dalam setiap kesempatan, dalam setiap pementasan wayang hampir


semua wayang yang dipentaskan merupakan kisah-kisah mahabarata. Dalam
kisah ini ada tiga kelompok tokoh utama yang diperankan. Yaitu

1. Dewa-dewi

Para dewa dan para dewi yang dikepalai oleh Batara Guru dan
istrinya, Batara Durga, termasuk Batara Narada, Sang Hyang Brama, dan
Batara Kala. Sebagaimana dalam epos Yunani. Para dewa itu tidak selalu
baik; Batara Kala misalnya, hanya makan anak-anak kecuali kalau anak-anak
itu sudah dilindungi dari mereka dengan pementasan yang menggambarkan
kelahirannya.

2. Para Ksatria

Raja dan bangsawan kerajaan Jawa dulu menurut anggapan “Jaman


Ramayana” di India digantikan oleh jaman Mahabarata kemudian oleh

4 Musahadi, dkk, 2004, Membangun Negara Bermoral, Semarang: PT Pustaka Rizki Putra
5 Geertz, Cliffod, 1981, Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat jawa, Jakarta: Dunia
Pustaka Jaya

5
“Jaman Budha” (yakni jaman kerajaan Kediri, Singosari, Majapahit, dll) dan
akhirnya digantikan oleh jaman sekarang, suatu keadaan yang menyebabkan
beberapa sarjana memandang wayang sebagai kultus nenek moyang, yang
pada mulanya ada hubungannya dengan ritus inisiasi organisasi rangkap dua
dimana anak-anak muda bbelajar tentang rahasia suku. Apapun kelebihan
spekulasi ini, namun tak ada bukti yang jelas dan membenarkan teori ini.

Ada beberapa kelompok ksatria dan berbagai kerajaan mitos yang


terlibat di dalam wayang. Tokoh-tokoh yang paling terpenting antara lain
adalah:

a. Para pandawa

b. Para kurawa

3. Para Punakawan

Semar, Petruk dan Gareng. Semar merupakan ayah dari punakawan


lainnya merupakan jelmaan dewa yang berupa manusia seutuhnya, saudara
Batara Guru, raja para dewa. Roh pengawal semua orang jawa dari ejak
mereka muncul sampai hari kiamat. Ia barangkali merupakan tokoh yang
paling penting dalam mitologi jawa.

D. Gubahan Wayang Gaya Islam

Sejak masuknya islam, maka sarana kegiatan budaya jawa yang berupa
wayang dianyam secara canggih untuk memasukkan ajaran-ajran islam. Banyak
sekali lakon-lakon yang diubah untuk kepentingan dakwah islam. Sunan Kalijaga
mengubah lakon Kalimassada, Dewa Runci dan Petruk dadi Ratu, Jimat
Kalimasada tak lain perlambangan dari kalimat syahhadat.6

Pedalangan Surakarta lebih condong kepada naskah otentik karya


pujangga Ranggawarsita yang berjudul serat pustaka Raja Purwo sebagai
pakem. Sedangkan pedalangan Yokyakarta menggunakan serat Surya Raja.
Dibanding dengan babat tanah jawa sebenarnya dalam masing-masing naskah
tersebut terdapat benang merah yang dapat ditarik. Masing-masing
mengisahkan silsilah raja-raja jaman kuno dengan menggabungkan unsur islam
dan Hindu. yakni bahwa raja-raja tanah jawa adalah keturunan nabi Adam dan
6 Siswoharsoyo, 1952, Serat Dewaruci, Yogyakata: Percetakan Persatuan
kemudian bergeser pada dewa-dewa Hindu. Akulturasi yang luar biasa antara
Hindu dan Islam ini sedemikin melekat.

Suatu personifikasi yang sangat melaekat dalam masyarakat jawa adalah


tokoh punakawan yang terdiri atas Semar, Petruk Gareng dan Bagong. Mereka
adalah tokoh-tokoh yang selalu ditunggu-tunggu dalam setiap pergelaran
wayang di jawa. Sebenarnya menurut wayang asli yang dari India tidak ada
tokoh punakawan. Tokoh punakawan dibuat sedemikian rupa mendekati kondisi
masyarakat jawa yang beraneka ragam.

Para wai dalam penyebaran agama islam selalu melihat kondisi


mayarakat, baik dari unsur adat istiadat maupun budaya yang berkembang saat
itu. Wayang merupakan media yang efektif untuk menyampaikan dakwah ini.
Namun para wali memandang naskah wayang yang diusung dari negara
sasalnya berdassarkan teologi Hindu. Maka para wali menciptakan tokoh-tokoh
yang lebih fleksibel, mampu menampung aspirasi para penikmat wayang, lucu
dan yang terpenting dalam memainkan tokoh punakawan sang dalang bisa lebih
bebas menyampaikan misinya karena tidak harus terlalu terikat pada pakem.

Para punakawan dimainkan pada sesi gara-gara. Jika diperhatikan secara


seksama ada kemiripan dalam setiap sesi pagelaran antara satu lakon dan satu
lakon yang lain. Pada setiap permulaan biasanya tidak ada adegan bunuh
membunuh antara tokoh, hingga lakon gara-gara dimainkan. Hal ini diartikan
bahwa dalam mengatasi sebuah masakah janganlah dimulai dengan emosi.
Lakukanlah semuanya dengan tenang, kepala dingin dan utamakan
musyawarah. Cermati dulu masalah yang ada, jangan mengambil kesimpulan
sebelum mengetahui permasalahannya.

Ketika lakon gara-gara selesai barulah ada adegan adegan yang


menggambarkan pertengkaran dan pertumpahan darah. Artinya jika dengan
jalan musyawaarh tidak bisa menyelesaikan sebuah permasalahan maka ada
cara lain yang dapat ditempuh untuk menegakkan kebenaran. Dalam islam pun
demikian dalam berdakwah, ada tahapan-tahapan yang berbeda yang dilalui,
tidak berbeda dengan apa yang digambarkan dalam adegan pewayangan ini.

Dalam mengajak ke kebenaran dan mencegah peringatan dengan baik,


jika tidak mau berilah peringatan dengan keras. Itu dapat menggunakan
kemampuan maksimal kita dalam mengupayakan kebenaran. Lakon gara-gara
jelas menggambarkan atau membuka kesalahan dari yang samar-samar menjadi

7
kelihatan jelas. Hingga akhir cerita wayang, para tokohnya yang berada di jalur
putih akan memenangkan pertempuran melawan kejahatan, setelah mengetahui
secara jelas mana yang benar dan mengerti masalahnya.

Para punakawan juga berfungsi sebagai pamong atau pengasuh untuk


para tokoh wayang yang lain. Pada prinsipnya setiap manusia butuh pamong.
Melihat lemahnya manusia. Pamong dapat diartikan pula sebagai pelindung. Tiap
manusia hendaknya meminta perlindungan kepada Allah SWT. Sebagai
introspeksi terhadap segala kelemahan yang ada pada dirinya. Inilah falsafah
sifat pamong yang digambarkan oleh tokoh punakawan.

Alangkah disayangkan jika beberapa tokoh punakawan seperti semar


dipuji-puji layaknya dewa oleh sebagian penganut aliran kepercayaan. Padahal
jelas sekali semua tokoh yan ada hanyalah merupakan tokoh ciptaan para wali
untuk menyimbolkasn suatu keadaan dalam misi dakwah mereka dalam
menyebarkan islam.

Sebagai contoh Semar diceritakan sebagai seoorang Batara Ismaya


kakak Batara Guru. Yang turun ke bumi menjelma menjadi manusia biasa untuk
melakukan tugas suci. Hal ini sebenarnya cukup tepat untuk menggambarkan
cara Allah SWT menurunkan umat manusia dengan tidak menghadirkan sosok
Allah SWT langsung sebagai tuhan di muka bumi. Lalu dimakah letak
kemerdekaan manusia, jika demikian?. manusia diberikan kebebasan untuk
menentukan nasibnya di akhirat sesuai dengan pilihannnya di dunia. Maka sosok
Semar sebagai dewa pun dijelmakan sebagai manusia dulu. Untuk tetap
menjaga kodrat manusia sebagai manusia yang bebas memilih.

Semar Badranaya juga mengandung hikmah. Badra artinya kebahagiaan


dan naya artinya kebijaksanaan. Untuk menuju kebahagiaan, yaitu dengan
memimpin rakyat secara bijaksana dan menggiringnya untuk beribadah kepada
Allah SWT. Negara akan setabil jika Semar bersemayam pertapaan Kadang
Penyu. Maknanya adalah untuk melakukan penyuwunan atau permohonan
kehadiran Allah SWT. Jelas sekali misi dakwah yang terkandung di sini, yang
diceritakan dan diartikan sendiri maknanya oleh para wali.

Makna yang terkandung dalam setiap tokoh Punakawan adalah sebagai


berikut:

a. Semar, aslinya nama ini berasal dari bahasa arab yaitu “Ismar” yang
artinya paku. Tokoh ini dijadikan paku pengokoh terhadap semua
kebenaran yang ada atau sebgai advicer dalam mencari kebenaran
terhadap segala masalah. Paku ini juga dapat diartikan sebagai pedoman
hidup, pengokoh hidup manusia, sehingga Semar bukanlah tokoh yang
harus dipuja, tapi penciptaan semar hanyalah bentuk simbolisasi dari
agama sebagai prinsip hidup setiap agama.

b. Bagong berasal dari kata “Baghaa” yang mempunyai arti pemberontak.


Yaitu berontak terhadap kebatilan dan keangkaramurkaan. Dalam versi
lain bagong berasal dari kata “Baqa’” yang berarti kekal atau langgeng,
artinya semua manusia akan hidup kekal setelah hidup di akhirat nanti.
Dunia hanya diartikan “sederma mapir ngombe” sekedar mampir untuk
minum. Ini merupakan hasil dari sebuah doa “Allahumma arinal haqqa
haqqa warzuqnat tiba’a wa rinal batila bathila war zuqnat tinaba” ya allah
tunjukilah yang benar kelihatan benar dan berikanlah aku kekuatan untuk
menjalanaknnya, dan tunjukilah yang salah kelihatan salah dan berilah
kekuatan kepadaku untuk menghindarinya.

c. Gareng juga berasal dari kata arab yaitu “Nala Qoriin” yang artinya
memperoleh banyak teman, ini sesuai dengan dakwah para wali untuk
memperoleh teman sebanyak-banyaknya untk kembali ke jalan Allah
SWT. Dengan sikap arif dan bijaksana dan juga harapan yang baik.

d. Petruk berasal dari bahasa arab juga yaitu “Fatruk”. Kata ini merupakan
kata pangkal dari kalimat “fatruk kulla ma siwallahi”. Yang artinya
tinggalkanlah segala sesuatu selain Allah SWT. Wejangan tersebut
kemudian menjadi watak para wali dan mubaligh pada waktu itu. Petruk
juga sering disebut kanthong bolong yang artinya kantong berlobang.
Maknanya bahwa setiap manusia harus ikhlas beramal dan menyerahkan
jiwa raganya kepada Allah SWT tanpa pamrih.7

7 Swardi Endraswara, 2002, Mistik Kejawen, Singkretisme, Sufisme Dan Simbolisme


Dalam Budaya Jawa, Yogyakrta: narasi.

9
PENUTUP

Dari uraian di atas, wayang merupakan sebuah seni yang digunakan


masyarakat jawa sebagai alat untuk upacara adat istiadat, keagamaan maupun
dakwah penyebaran agama islam

Wayang tidak hanya mempunyai nilai seni, namun juga mempunyai nilai
filosofi yang tinggi. Sebagai miniatur hidup di alam raya ini. Menggambarkan
segala bentuk masalah dan pemecahannya.
DAFTAR PUSTAKA

1973, Ensiklopedi Umum, Yogyakarta: Yayasan Kanisius

Geertz, Cliffod, 1981, Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa,


Jakarta: Dunia Pustaka Jaya

Musahadi, dkk, 2004, Membangun Negara Bermoral, Semarang: PT


Pustaka Rizki Putra

Siswoharsoyo, 1952, Serat Dewaruci, Yogyakata: Percetakan Persatuan

Sri Mulyono, 1989, Sebuah Tinjauan Filosofis Simbolisme dan Mistisme


dalam Wayang, Jakarta: Haji Masagung. Hal: 59.

Swardi Endraswara, 2002, Mistik Kejawen, Singkretisme, Sufisme Dan


Simbolisme Dalam Budaya Jawa, Yogyakrta: Narasi.

Sujamto, 1992, Wayang & Budaya Jawa, Semarnag: Dahara Press

11

You might also like