You are on page 1of 60

AUDITING I (STIE INDONESIA BANJARMASIN) 1

BAB I
AUDITING

A. DEFINISI AUDITING

Suatu proses sistematik untuk memperoleh dan


mengevaluasi bukti secara obyektif mengenai pernyataan-
pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi
(economic event), dengan tujuan untuk menetapkan tingkat
kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan
kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasilnya
kepada pemakai yang berkepentingan.
• Proses sistematik
• Memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif
• Pernyataan mengenai kejadian dan kegiatan ekonomi
• Menetapkan tingkat kesesuaian
• Kriteria yang telah ditetapkan
• Penyampaian hasil
• Pemakai yang berkepentingan

Auditing berkaitan erat dengan profesi akuntan publik, yang


menghasilkan jasa berupa:

1) Jasa assurance; jasa profesiuonal independen yang


meningkatkan mutu iinformasi bagi pengambil
keputusan. Seperti pengujian berbagai produk oleh
organisasi konsumen, jasa pemeringkatan televisi, dan
jasa pemeringkatan radio.
2) Jasa atestasi: dalam profesi akuntan publik jenis jasa
ini dibagi menjadi 4 jenis:
a) Audit
b) Pemeriksaan (examination)
c) Review
d) Prosedur yang disepakati (agreed-upon
procedures).
Atestasi adalah suatu pernyataan pendapata atau
pertimbangan orang independen dan kompeten tentang
apakah suatu asersi suatu entitas sesuai dalam semua
hal yang material, dengan kriteria yang telah
ditetapkan. Asersi adalah pernyatan yang dibuat oleh
pihak yang secara implisit dimaksudkan untuk
digunakan pihak lain (pihak ketiga), yang sesuai
dengan pabu (generally accepted accounting
principles).
AUDITING I (STIE INDONESIA BANJARMASIN) 2

3) Jasa non assurance; jasa yang dihasilkan oleh


akuntan publik yang di dalamnya tidak memberikan
pendapat, keyakinan negatif, ringkasan temuan, atau
bentuk lain keyakinan, seperti jasa kompilasi, jasa
perpajakan, dan konsultasi. jasa konsultasi (menurut
Standar Jasa Konsultasi) meliputi:
a) Konsultasi (consultations)
b) Jasa pemberian saran profesional (advisory
services).
c) Jasa implementasi
d) Jasa transaksi
e) Jasa penyediaan staf dan jasa pendukung lainnya
dan
f) Jasa produk.

B. HUBUNGAN ANTARA JASA ASSURANCE, ATESTASI DAN JASA NON


ASSURANCE

JASA ASSURANCE JASA NON ASSURANCE

JASA ATESTASI

Jasa Konsultansi Manajemen


Jasa audit Jasa
Jasa pemeriksaan Konsultansi
Jasa Review Manajemen Jasa Kompilasi
Jasa prosedur yang disepakati tertentu

Jasa Assurance lainnya Jasa Perpajakan

Auditing ditinjau dari sudut profesi akuntan publik


adalah merupakan pemeriksaan secara obyektif atas laporan
keuangan suatu perusahaan atau organisasi lain dengan
tujuan untuk menentukan apakah laporan keuangan
tersebut menyajikan secra wajar, dalam semua hal material,
posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan atau organisasi
tersebut. Auditing merupakan cabang akuntansi yang
merupakan disiplin bebas yang mendasarkan diri pada hasil
kegiatan akuntansi dan kegiatan lainnya.

C. TIPE AUDIT:
AUDITING I (STIE INDONESIA BANJARMASIN) 3

1) Audfit Laporan Keuangan (Financial Statement Audit);


audit yang dilakukan oleh auditor independen terhadap
laporan keuangan kliennya untuk menyatakan
pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan
tersebut.
2) Audit Kepatuhan (Compliance Audit); adalah audit yang
ditujukan untuk menentukan apakah yang diaudit
sesuai dengan kondisi atau peraturan tertentu. Hasil
audit disampaikan kepada pihak berwenang yang
membuat kriteria/aturan tersebut.
3) Audit Oprasional (Operational Audit): merupakan review
secara sistematik kegiatan organisasi atau bagian
daripadanya, dalam hubungan dengan tujuan tertentu.
Tujuannya adalah:
a) Mengevaluasi kinerja,
b) Mengidentifikasi kesempatan untuk peningkatan
c) Membuat rekomendasi untuk perbaikan lebih lanjut.

D. TIPE AUDITOR:
1) Auditor Independen, memenuhi persyaratan pendidikan
dan pengalaman kerja tertentu, mendapat gelar
akuntan dan tercatat mempunyai nomor register serta
dapat ijin dari Menteri Keuangan.
2) Auditor Pemerintah, umumnya yang bekerja di BPKP,
BPK serta instansi pajak
3) Auditor Intern, auditor yang bekerja di perusahaan
(perusahaan negara/daerah maupun perusahaan
swasta)

E. HIRARKI AUDITOR DALAM ORGANISASI KANTOR


AKUNTAN PUBLIK:

Umumnya terdiri dari; 1. Partner (rekan)


2. Manajer
3. Auditor Senior
4. Auditor Yunior
AUDITING I (STIE INDONESIA BANJARMASIN) 4

F. STANDAR PROFESIONAL AKUNTAN PUBLIK (SPAP)

Kualitas jasa yang dihasilkan oleh profesi akuntan publik


diatur dan dikendalikan melalui berbagai standar yang
diterbitkan oleh IAI (ikatan Akuntan Indonesia), yang
mempunyai empat kompartemen, yaitu:
1) Kompatemen Akuntan Publik
2) Kompartemen Akuntan Manajemen
3) Kompartemen Akuntan Pendidik
4) Kompartemen Akuntan Sektor Publik.

Dalam kompartemen tersebut dibentuk badan penyusun


standar akuntansi (standard setting body) yang
bertanggungjawab untuk menyusun standar penyediaan
berbagai jasa akuntan publik yang disebut Dewan Standar
Profesional Akuntan Publik (DSPAP)

Jenis Standar Profesional yang dihasilkan oleh DSPAP dan


dirangkum dalam satu buku yang diberi judul “STANDAR
PROFESIONAL AKUNTAN PUBLIK”, meliputi:
1) Standar Auditing
2) Standar Atestasi
3) Standar Jasa Akuntansi dan Review
4) Standar Jasa Konsultasi
5) Standar Pengendalian Mutu.

HUBUNGAN ANTARA STANDAR ATESTASI DENGAN


STANDAR AUDITING
Perikatan
Atestasi
Standar Atestasi

Pemeriksaan atas
Standar laporan keuangan Tipe Perikatan
Auditing Porspektif Atestasi Lain

Standar untuk
Audit atas Prakiraan dan
laporan Proyeksi
keuangan Keuangan
HIRAKRI STANDAR AUDITING, PERNYATAAN STANDAR
AUDITING DAN INTERPRETASI STANDAR AUDITING
AUDITING I (STIE INDONESIA BANJARMASIN) 5

STANDAR AUDITING
Landasan Landasan
---------------------- Kon
---------------- Kon
------------ sep sep

STANDAR UMUM STANDAR PEKERJAAN STANDAR PELAPORAN


LAPANGAN

1. Keahlian dan 1. Perencanaan dan 1. Pernyataan


pelatihan teknis yang supervisi tentang kesesuaian
2. Pemahaman yang laportan keuangan
memadai
memadai atas struktur dengan PABU
2. Independensi
pengendalian intern 2. Pernyataan
dalam sikap mental mengenai
3. Kemahiran (SPI)
ketidakakonsistenan
profesional dengan 3. Bukti audit penerapan PABU
cermat dan seksama kompeten yang cukup 3. Pengungkapan
(adequate) informatif dalam
laporan keuangan
4. Pernyataan
pendapat atas
Landasan Landasan
Operasional Operasional
----------------------------- -------------------- -------
-
PERNYATAAN STANDAR AUDITING (PSA)

INTERPRETASI PERNYATAAN STANDAR AUDITING (IPSA)

G. LAPORAN AUDIT

Merupakan media yang dipakai oleh auiditor dalam


berkomunikasi dengan masyarakat lingkungannya. Dalam
laporan ini auditor menyatakan pendapatnya mengenai
kewajaran laporan keuangan auditan.

Dalam bentuk baku laporan audit memuat:


1) Paragraf Pengantar (introductory paragraph); berisi
tipe jasa yang diberikan auditor, obyek yang diaudit,
pengungkapan tanggungjawab manajemen atas
laporan keuangan dan tanggungjawab auditor atas
pendapat yang diberikan atas laporan keuangan
auditan.
2) Paragraph Lingkup (scope paragraph);berisi
pernyataan auditor bahwa auditnya dilaksanakan
AUDITING I (STIE INDONESIA BANJARMASIN) 6

berdasarkan standar auditing yang yang ditetapkan


oleh organisasi profesi akuntan publik dan beberapa
penjelasan tambahan.
3) Paragraph Pendapat (opinion paragraph); berisi
pernyataan pendapat auditor mengenai kewajaran
laporan keuangan auditan.

Ada lima tipe laporan audit yang diberikan auditor:

1) Laporan yang berisi pendapat wajar tanpa pengecualian


(unqualified opinion).
2) Laporan yang berisi pendapat wajar tanpa pengecualian
dengan penjelasan (unqualified opinion explanatory
language).
3) Laporan yang berisi pendapat wajar dengan
pengecualian (qualified opinion report).
4) Laporan yang berisi pendapat tidak wajar (adverse
opinion report) dan
5) Laporan yang didalamnya tidak menyatakan pendapat
(disclaimer opinion report).
CONTOH LAPORAN AUDIT BENTUK BAKU:

(Pihak yang dituju oleh auditor)

Pragraf pengantar:
Kami telah mengaudit neraca perusaan STIEI tanggal 31
Desember 2003 serta laporan laba rugi, laporan perubahan
ekuitas dan laporan arus kas yang berakhir tanggal tersebut.
Laporan keuangan adalah tanggungjawab manajemen
perusahaan. Tanggungjawab kami terletak pada pernyataan
atas pendapat laporan keuangan berdasarkan audit kami.

Paragraf Lingkup:
Kami melaksanakan audit berdasarkan standar auditing yang
ditetapkan oleh IAI. Standar tersebut mengharuskan kami
untuk merencanakan dan melaksanakan audit agar kami
memperoleh keyakinan yang memadai bahwa laporan
keuangan bebas dari salah saji material. … Kami yakin
bahwa audit kami memberikan dasar yang memadai untuk
menyatakan pendapat.

Paragraf Pendapat:
Menurut pendapat kami, laporan keuangan yang kami sebut
di atas menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang
AUDITING I (STIE INDONESIA BANJARMASIN) 7

material, posisi keuangan perusahaan STIEI tanggal 31


Desember 2004, dan hasil usaha, serta arus kas untuk tahun
yang berakhir pada tanggal tersebut dengan prinsip
akuntansi berterima umum di Indonesia.

(tanda tangan, nama rekan, nomor izin akuntan publik,


nomor izin Kantor Akuntan Publik)

(tanggal)

PERTANYAAN

1. Jelaskan bagaimana pengertian auditing?


2. Jelaskan perbedaan antara auditing dengan
pemeriksaan?
3. Apakag yang dimaksud dengan Auditor,
PABU, dan SPAP, jelaskan!
4. Apakah setiap laporan keuangan harus
diaudit oleh auditor independen, jelaskan!
5. Jelaskan jasa yang dihasilkan oleh akuntan
publik!
6. Mengapa perlu dilakukan audit atas laporan
keuangan?
7. Apakah yang dimaksud dengan Standar
Auditing, dan ada berapa jenis standar auditing,
jelaskan!
8. Jelaskan ada berapa pendapat auditor atas
laporan keuangan klien?
9. Jelaskan bentuk laporan audit yang dibuat
oleh auditor?
10. Jelaskan laporan audit dalam bentuk baku!
11. Bagaimana menurut Saudara, apakah
laporan keuangan auditan dapat dipakai oleh user
dalam pengambilan keputusan ekonomi? Jelaskan
jawaban Saudara dengan contohnya.
12. Jelaskan apakah yang dimaksud dengan
pernyataan berikut:
“ Auditor tidak dapat memberikan jaminan
(guaranteed) bahwa laporan keuangan yangh
diauditnya telah bebas dari kesalahan, tetapi hanya
memberikan keyakinan (assurance) yang memadai
AUDITING I (STIE INDONESIA BANJARMASIN) 8

bahwa laporan keuangan terserbut wajar dan bebas


dari kesalahan material”.
AUDITING I (STIE INDONESIA BANJARMASIN) 9

BAB II
ETIKA PROFESI

PENDAHULUAN

Etika profesi merupakan aturan atau kode etik yang


mengatur perilaku anggotanya dalam menjalankan praktik
profesinya bagi masyarakat. Dikeluarkan oleh IAI disebut
KODE ETIK Ikatan Akuntan Indonesia.
Tahun 1973 pertamakalinya dikeluarkan kode etik, kemudian
disempurnakan lagi tahun 1981, 1986, 1990, 1994 dan 1998.

A. MENGAPA DIPERLUKAN KODE ETIK?

Oleh karena profesi akuntan akuntan publik adalah berkaitan


erat dengan kepercayaan masyarakat, sehingga profesi ini
dituntut untuk menerapkan standar mutu pelayanan yang
tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaannya, maka
diperlukanlah standar mutu dengan demikian masyarakat
akan terjamin untuk memperoleh jasa yang dapat
diandalkan dari profesi ini.

Sistematika Kode Etik

Ada dua pasal yang menjadi dua golongan:


Golongan 1: pasal-pasal yang mengatur perilaku semua
akuntan anggota IAI
Golongan 2: pasal-pasal yang mengatur akuntan yang
berpraktik dalam profesi akuntan publik.
Ada sembilan bagian, yaitu:
1) Pembukaan
2) Bab I: Kepribadian
3) Bab II: Kecakapan professional
4) Bab III: Tanggungjawab
5) Bab IV: Ketentuan Khusus (khusus anggota IAI yang
berpraktik dalam profesi AP)
6) Bab V: Pelaksanaan Kode Etik
7) Bab VI: Suplemen dan Penyempurnaan
8) Bab VII: Penutup
9) Bab VIII: Pengesahan

Sejak Kongres VIII tahun 1998 Kode Etik IAI menetapkan


delapan Prinsip Etika yang berlaku bagi seluruh anggota IAI
yaitu:
AUDITING I (STIE INDONESIA BANJARMASIN) 10

1) Tanggung Jawab Profesi; dalam melaksanakan


tanggungjawabnya sebagai profesional,setriap anggota
harus senantiasi menggunakan pertimbangan moral
dan profesional dalam semua kegiatan yang
dilakukannya. Sehingga anggota dituntut untuk
bertanggungjawab kepada semua pemakai jasa
profesionalnya.

2) Kepentingan Publik (Umum); setiap anggota


berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam
kerangka pelayanan kepada publik, menghormati
kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas
profesionalisme.

3) Integritas; untuk memelihara dan meningkatkan


keprecayaan publik, setiap anggota harus memenuhi
tanggungjawab profesionalnya dengan integritas
setinggi mungkin. Integritas merupakan kualitas yang
mendasari kepercayaan publik dan merupakan patokan
(benchmark) bagi anggota dalam menguji semua
keputusan yang diambilnya. Sehingga mengharuskan
seorang anggota untuk bersikap jujur, dan terus terang,
tetapi tidak dapat menerima kecurangan, dan harus
mengikuti prinsip obyektivitas dan kehati-hatian
profesional.

4) Obyektivitas: setiap anggota harus menjaga


obyektivitas dan bebas dari benturan kepentingan
dalam setiap pemenuhan kewajiban profesionalnya.
Sehingga setiap anggota harus berlaku adil, tidak
memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka
atau bias, dan bebas dari benturan kepentingan, dan
tidak di bawah pengaruh pihak lain (netral).

5) Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional; setiap


anggota harus melaksankan jasa profesionalnya
dengan kehati-hatian, kompetensi, dan ketekunan serta
mempunyai kewajiban untuk mempertahankan
pengetahuan dan keterampilan profesionalnya pada
tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien
atu pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa
profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan
praktik, legislasi dan teknik yang paling mutakhir. Ada
dua fase pencapaian kompetensi profesional, yaitu: a)
AUDITING I (STIE INDONESIA BANJARMASIN) 11

Pencapaian kompetensi profesional dan b)


Pemeliharaan kompetensi profesional.

6) Kerahasiaan; setiap angggota harus menghormati


kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja
dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan
informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada
hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk
mengungkapkannya.

7) Perilaku Profesional; setiap anggota harus


berprilaku konsisten dengan reputasi profesi yang baik
dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan
profesi, sebagai wujud pertanggungjawabanya kepada
penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf,
pemberi kerja dan masyarakat umum.

8) Standar Teknis; setiap anggota hartus melaksanakan


jasa ptofesionalnya sesuai dengan standar teknis dan
standar profesional yang relevan, sehingga setiap
anggota dituntut untuk menerapkan prinsip integritas
dan obyektivitas.

B. RERANGKA KODE ETIK IKATAN AKUNTAN


INDONESIA

-Tanggungjawab
Profesi
-Kepentingan
umum
-Integritas
-Obyektivitas PRINSIP ETIKA IAI PUSAT
-Komptensi dan
kehati-hatian
professional
-Kerahasiaan

ATURAN ETIKA KOMPARTEMEN


AKUNTAN
PUBLIK

100 200 300 400 500


Independen Standar Tanggungjawab Tanggungjaw Tanggungjaw
si, Umum Prinsip kepada Klien ab kepada ab pada pihak
Rapat
Integritas, Akuntansi Rekan lain anggot
Obyektivitas a

INTERPRETASI
Pengurus
ATURAN ETIKA KAP
TANYA JAWAB
Dewan
AUDITING I (STIE INDONESIA BANJARMASIN) 12

C. ATURAN ETIKA KOMPARTEMEN AKUNTAN PUBLIK

100 Independensi, Integritas, dan Obyektivitas


101 Independensi:merupakan sikap mental yang
melipuiti independen dalam fakta (independence in
fact) dan independen dalam penampilan (in apperance).

102 Integritas dan Obyektivitas: harus bebas dari


berbagai benturan kepentingan, tidak boleh
membiarkan salah saji material, atau mengalihkan
pertimbangannya kepada pihak lain.

200 Standar Umum dan Prinsip Akuntansi


201 Standar Umum: meliputi kompetensi profesional,
kecermatan dan keseksamaan profesional,
perencanaan dan supervisi, dan data relevan yang
memadai.

202 Kepatuhan terhadap standar: setiap penugasan


yang yang dijalankannya harus mematuhi standar yang
dkeluarkan oleh IAI.

203 Prinsip-prinsip Akuntansi: pernyataan bahwa


laporan keuangan suatu entitas disajikan sesuai dengan
PABU atau tidak adanya modifikasi material.

300 Tanggungjawab kepada Klien


301 Informasi Klien yang Rahasia: anggota KAP
tidak diperkenankan mengungkapkan informasi klien
yang rahasia, tanpa persetujuan dari klien. Kecuali
untuk kepentingan penyidikan, proses hukum, dan
penegakan disiplin anggota.

302 Fee Profesional:


a) Besaran fee dapat bervariasi sesuai
dengan risiko penugasan, kompleksitas jasa yang
diberikan, tingkat keahlian yang diperlukan untuk
melaksanakan jasa tersebut, struktur biaya KAP dan
pertimbangan profesional.
b) Fee Kontinjen adalah fee yang ditetapkan
untuk pelaksanaansuatu jasa profesional tanpa
adanya fee yang akan dibebankan, kecuali ada
temuan atau hasil tertentu dimana jumlah fee
tergantung pada temuan atau jasa tersebut.
AUDITING I (STIE INDONESIA BANJARMASIN) 13

400 Tanggungjawab kepada Rekan Seporfesi


401 Tanggungjawab kepada Rekan Seprofesi:
anggota wajib memlihara citra profesi, dengan tidak
melakukan perkataan dan perbuatan yang dapat
merusak reputasi rekan seprofesi.

402 Komunikasi antar Akuntan Publik: anggota


wajib berkomunikasi tertulis dengan akuntan publik bila
akan mengadakan perikatan (enggagement) audit
menggantikan akuntan publik pendahulu atau tahun
buku yang sama ditunjuk akuntan publik lain dengan
jenis dan periode serta tujuan yang berlainan.
Akuntan publik terdahulu wajib menanggapi secar
tertulis permintaan komunikasi dari akuntan pengganti
secara memadai.

403 Perikatan Atestasi; akuntan publik tidak


diperkenankan mengadakan perikatan atestasi yang
jenis atestasi dan periodenya sama.

500 Tanggungjawab dan Praktik Lain


501 Perbuatan dan Perkataan yang
Mendiskreditkan: anggota tidak diperkenankan
melakukan tindakan dan atau mengucapkan perkataan
yang mencemarkan profesi.

502 Iklan, Promosi, dan Kegiatan Pemasaran


Lainnya: anggota dalam menjalankan praktik akuntan
publik diperkenankan mencari iklan memalui
pemasangan iklan, melakukan promosi pemasaran dan
kegiatan pemasaran lainnya sepanjang tidak
merendahkan citra profesi.

503 Komisi dan Fee Referal


B. Komisi; adalah imbalan dalam bentuk uang kas
atau barang atau bentuk lainnya yang diberikan
kepada atau diterima dari klien atau pihak lain
untuk memperoleh perikatan dari klien. Anggota
tidak diperkenankan menerima komisi apablia
pemberian atau penerimaan tersebut dapat
mengurangi independensi.

C. Fee Referal (Rujukan): adalah imbalan yang


dibatyarkan/diterima kepada/dari sesama
AUDITING I (STIE INDONESIA BANJARMASIN) 14

penyedia jasa profesional akuntan publik. Fee ini


hanya diperkenankan untuk sesama profesi.

504 Bentuk Organisasi dan KAP: anggota hanya


dapat berpraktik akuntan publik dalam bentuk
organisasi yang dizinkan oleh peraturan perundang-
undangan yang berlaku dan/atau yang tidak
menyesatkan dan merendahkan citra profesi.

PERTANYAAN:

1. Apakah yang dimaksud dengan Kode Etik?


2. Mengapa diperlukan kode etik bagi akuntan dalam
menjalankan profesinya?
3. Lembaga apakah yang membuat kode etik tersebut dan
mengapa harus oleh lembaga tersebut?
4. Jelaskan sistematika kode etik yang berlaku bagi
akuntan di Indonesia.
5. Jelaskan delapan prinsip etika yang ada dalam kode
etik tersebut?
6. Apakah setiap akuntan (khususnya akuntan publik)
harus selalu menjaga dan melaksanakan kode etik
tersebut, jelaskan!
7. Bagaimana pendapat Saudara, bila akuntan dalam
menjalankan profesinya tidak melaksanakan
(melanggar kode etik yang telah ditetapkan tersebut?
Apakah sanksi yang dapat dijatuhkan padanya,
Jelaskan!
8. Mengapa hanya akuntan publik yang dapat berpraktik
dalam KAP, jelaskan!
AUDITING I (STIE INDONESIA BANJARMASIN) 15

BAB III
BUKTI AUDIT (AUDIT EVIDENCE)

A. DEFINISI BUKTI AUDIT

Bukti Audit adalah segala informasi yang mendukung angka-


angka atau informasi lain yang disajikan dalam laporan
keuangan, dan dapat digunakan oleh auditro sebagai dasar
untuk menyatakan pendapatnya. Ada dua jenis informasi
(bukti) yang mendkung laporan keuangan; data akuntansi
dan informasi penguat (corroborating information).

Standar Pekerjaan Lapangan Ketiga, “Bukti audit yang


kompeten harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan,
permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar yang
layak untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan
yang diaudit”.
Ada empat kata penting, yaitu:
BUKTI,
CUKUP,
KOMPETEN, dan
SEBAGAI DASAR YANG LAYAK.

B. ASERSI MANAJEMEN DAN TUJUAN UMUM AUDIT

Asersi manajemen adalah menyangkut pernyataan


manajemen yang terkandung dalam laporan keuangan, yang
bersifat implisit dan eksplisit. (SA Seksi 326 paragraf
03).Asersi manajemen tersebut meliputi:

ASERSI MANAJEMEN TUJUAN UMUM AUDIT


Keberadaan dan keterjadian Aktiva dan kewajiban entitasada pada tanggal
(existence or occurence) tertentu, dan transaksi pendapatan dan biaya
terjadi pada perioed tertentu.
Kelengkapan (completeness) Semua transaksi dan akun yang seharusnya
telah disajikan dalam laporan keuangan
Hak dan kewajiban (right and Aktiva adalah halk entitas dan utang adalah
obligation) kewajiban entitas pada tanggal tertentu
Penilaian (valuation) atau alokasi Komponen aktiva, kewajiban, pendapatan,
dan biaya telah disajikan dalam laporan
keuangan pada jumlah yang semestinya.
Penyajian dan pengungkapan Komponen tertentu laporan keuangan telah
(presentation and disclosure) digolongkan, digambarkan, dan diungkapkan
secara semestinya.
Sumber: Mulyadi, 2001 (65)
AUDITING I (STIE INDONESIA BANJARMASIN) 16

Bagaimana auditor menguji bukti (data akuntansi dan


data pendukung lainnya)?

Yaitu; menganalisis dan mereview, menelusuri kembali


langkah-langkah prosedur dalam akuntansi (pencatatan,
penggolongan, dan konfirmasi), dan menghitung kembali
serta melakukan rekonsiliasi jumlah yang berhubungan
dengan penerapan informasi yang sama. Melakukan
pengujian tentang konsistensi, penyajian yang wajar dalam
semua hal yang material mengenai posisi keuangan dan
hasil usaha entitas

Cukup atau tidaknya Bukti: didasarkan pada


pertimbangan profesional baik jumlah maupun kuantitas
buktinya, dengan memperhatikan faktor;
a) materialitas dan risiko
b) faktor ekonomi
c) ukuran dan karakteristik populasi

Kompetensi bukti audit: berhubungan dengan kualitas


dan keandalan data akuntansi dan informasi penguat.
Kendalan berhubungan dengan efektivitas pengendalian
intern. Sedangkan kompetensi informasi penguat
dipengaruhi oleh:
a) relevansi
b) sumber
c) ketepatan waktu
d) obyektivitas
e) cara pemerolehan bukti

Bukti audit sebagai dasar layak untuk menyatakan pendapat


auidtor dalam laporan keuangan yang yang diaudit.
Pertimbangan auditor tentang kelayakan bukti audit
dipengaruhi oleh:
a) Pertimbangan profesional
b) Integritas manajemen
c) Kepemilikan publik versus terbatas
d) Kondisi keuangan

C. TIPE BUKTI AUDIT

Tipe data akuntansi meliputi:


1) Pengendalian intern, diugunakan sebagai dasar
untuk mengecek ketelitian dan keandalan data
AUDITING I (STIE INDONESIA BANJARMASIN) 17

akuntansi. Jika pengendalian intern lemah, auditor harus


mengumpulkan jumlah bukti yang lebih banyak dan
sebaliknya.
2) Catatan akuntansi sebagai bukti, jurnal, buku
besar, dan buku pembantu, catatan akuntansi;
rekapitulasi biaya, penjualan dan rekapitulasi angka yang
lain, daftar saldo, laporan keuangan intern.

Tipe informasi penguat meliputi:


1) Bukti fisik; diperoleh dengan dengan cara
inspeksi atau perhitungan aktiva berwujud. Misalnya
terhadap sediaan dan kas.
2) Bukti dokumenter; berupa tulisan dan atau
angka/simbol lain. Berupa; bukti dari pihak luar yang
langsung dikirimkan kepada auditor, disimpan dalam
arsip klien, dan bukti dokumenter yang dibuat dan
dismipan dalam organisasi klien.
3) Perhitungan; sebagia bukti audit yang bersifat
kuantitatif. Seperti: Footing, Cross-footing, perhitungan
biaya depresiasi, pembuktian ketelitian penetuan
taksiran, kerugian piutan usaha, laba per lembar saham,
taksiran pajak, dll.
4) Bukti lisan; berupa permintaan keterangan
secara lisan.
5) Perbandingan dan rasio; melakukan anaisis
terhadap perbandingan setiap aktiva, utang,
pengahsilan, dan biaya dengan saldo tahun sebelumnya.
6) Bukti dari spesialis; adalah bukti dari orang
memiliki keahlian dan pengetahuan khusus dalam bidang
selain akuntansi dan auditing, seperti pengacar, insinyur
sipil, geologist, dan penilai (appraiser). Tercantum dalam
SA Seksi 336 Penggunaan Pekerjaan Spesialis.

D. PROSEDUR AUDIT

Adalah instruksi rinci untuk mengumpulkan tipe bukti audit


tertentu yang harus diperoleh pada saat tertentu dalam
audit. Dalam standar pekerjaan lapangan ketiga prosedur
audit tersebut meliputi: inspeksi, pengamatan, permintaan
keterangan dan konfirmasi.
Prosedur audit yang banyak dipakai auditor sebagai berikut;
1) Inspeksi
AUDITING I (STIE INDONESIA BANJARMASIN) 18

2) Pengamatan (observation); untuk melihat dan


menyaksikan pelaksanaan suatu kegiatan, terhadap
karyawan, prosedur, dan proses.
3) Permintaan keterangan (enquery)
4) Konfirmasi; memungkinkan auditor memperoleh bukti
secara langsung dari pihak ketiga (luar) yang bebas.
5) Penelusuran (tracing); dilakukan sejal awal data
direkam dalam dokumen dilanjutkan dengan pelacakan
pengolahan data dalam proses akuntansi.
6) Pemeriksaan bukti pendukung (vouching); meliputi
inspeksi terhadap dokumen yang mendukung transaksi
atau data keuangan untuk menetukan kewjaran dan
kebenarannya. Melakukan perbandingan dokumen
tersebutdengan catatan akuntansi yang berkaitan.
7) Penghitungan (counting); meliputi penghitungan fisik
terhadap sumber daya berwujud seperti kas atau
sediaan di gudang, dan pertanggungjawaban terhadap
semua formulir yang bernomor urut cetak.
8) Scanning; merupakan review secara cepat terhadap
dokumen, catatan, dan daftar untuk mendeteksi unsur-
unsur yang tampak tidak biasa yang memerlukan
penyelidikan lebih mendalam.
9) Pelaksanaan ulang (reperforming); pengulangan
aktivitas yang dilakukan oleh klien.
10) Teknik audit berbantuan komputer (computer-
assisted audit techniques). Tercantum dalam SA Seksi
327 teknik Audit Berbantuan Komputer, yang
memberikan panduan bagi auditor tentang penggunaan
komputer dalam audit di lingkngan sistem informasi
komputer.

Tipe Audit dan Prosedur Auditnya

TIPE BUKTI PROSEDUR CONTOH PENERAPAN


AUDIT PROSEDUR AUDIT
Bukti Fisik Inspeksi Inspeksi mesin pabrik
Penghitungan Penghitungan kas dan sediaan
Bukti Dokumenter Konfirmasi Konfiormasi saldo bank
Inspeksi Faktur penjualan
Penelusuran Faktur penjualan ke dalam kartu
Wawancara piutang
Dengan penasehat hukum klien
yang menghasilkan suatu
pernyataan dari penasehat hukum
tersebut.
Bukti Perhitungan Penghitungan Footing terhadap jurnal pembelian
kembali Cross-footing terhadap jurnal
AUDITING I (STIE INDONESIA BANJARMASIN) 19

penjualan
Bukti Lisan Wawancara Meminta keterangan tentang tingkat
keusangan sediaan di gudang
Bukti Prosedur analitik Membandingkan realisasi penjualan
Perbandingan dengan anggarannya.
Sumber: Mulyadi, 2001 (69)

E. BEBERAPA SITUASI YANG MENGANDUNG RISIKO


BESAR DALAM PROSES AUDIT

Situasi yang mengandung rsiko besar dalam prosedur audit


adalah sebagai berikut:
1) pengendalain intern yang lemah
2) kondisi keuangan yang tidak sehat, misalnya kondisi
mengalami kerugian, dalam poisis sluit melunasi
utangnya.
3) manajemen yang tidak dapat dipercaya, auditor harus
mewaspadai terhadap pernyataan-pernyataan lisan
manajer yang sebagian atau seluruhnya tidak benar.
4) penggantian auditor, klien mengganti auditornya tanpa
alasan yang jelas (ketidaksepahaman).
5) perubahan tarif atau peraturan pajak atas laba
6) usaha yang bersifat spekulatif
7) transaksi perusahaan yang kompleks.
8) manajemen yang harmonis

F. KEPUTUSAN YANG DIAMBIL OLEH AUDITOR


BERKAITAN DENGAN BUKTI AUDIT

Dalam proses pengumpulan bukti audit, auditor melakukan


empat pengambilan keputusan yang saling berkaitan:
1) Penentuan prosedur audit yang akan digunakan;
untuk mengumpulkan bukti audit, auditor
menggunakan prosedur audit. Prosedur audit untuk
seluruh audit unsur tertentu disebut program audit,
yang berisi besarnya sampel, tanggal pelaksanaan
prosedur audit, dan pelaksanan prosedur audit
tersebut.
2) Penentuan besarnya sampel untuk prosedur audit
tertentu, besarnya sampel akan berbeda-beda di antara
audit yang satu dengan audit yang lain dan dari
prosedur yang satu ke prosedur audit yang lain.
AUDITING I (STIE INDONESIA BANJARMASIN) 20

3) Penentuan unsur tertentu yang harus dipilih dari


populasi.
4) Penentuan waktu yang cocok untuk melaksanakan
prosedur audit tersebut. Umumnya auditor
melaksanakan satu smapai dengan tiga bulan setelah
tanggal neraca.

PERTANYAAN:
Jelaskan apakah yang dimaksud dengan bukti audit?
1. Jelaskan tipe dan prosedur bukti audit?
2. Mengapa bukti audit diperlukan dalam proses
audit atas laporan keuangan, jelaskan!
3. Apakah bukti audit berhubungan dengan risiko
audit dan opini yang akan diberikan oleh auditor,
jelaskan!
4. Jelaskan apakah yang dimaksud dengan asersi
manajemen (ada 5 asersi manejemn), dan apakah
hubungannya dengan tujuan audit?
5. Jelaskan pakah yang dimaksud dengan istilah di
bawah ini:
- Pertimbangan profesional
- Integritas manajemen
- Kepemilikan publik versus terbatas
- Kondisi keuangan
6. Bagaimana pendapat Saudara, terhadap klien
yang tidak dapat menyediakan bukti audit secara
akurat dan komprehensif dalam proses audit,
apakah hal ini berpengaruh tarhadap opini yang
akan diberikan oleh auditor atas laporan keuangan
auditan-nya.
7. Mengapa auditor perlu mempelajari pengendalian
intern klien, jelaskan!
8. Apakah auditor untuk kasus tertentu
diperbolehkan menggunakan bukti dari spesialis,
dan termuat dalam SA berapa, jelaskan bunyinya!
AUDITING I (STIE INDONESIA BANJARMASIN) 21

BAB IV
KERTAS KERJA (WORKING PAPER)

A. DEFINISI KERTAS KERJA (WORKING PAPER)

Dalam SA. Seksi 339 Kertas kerja memberikan panduan


bagi auditor dalam penyusunan kertas kerja dalam audit
atau perikatan auidt lainnya atas laporan keuangan
berdasarkan standar auditing yang ditetapkan oleh IAI.

Definisi Kertas Kerja; adalah catatan-catatan yang


diselenggarakan oleh auditor mengenai prosedur audit yang
ditempuhnya, pengujian yang dilakukannya, informasi yang
diperolehnya dan simpulan yang dibuatnya sehubungan
dengan auditnya, (paragraf 03).
Contoh kertas kerja:
1) Program Audit
2) Hasil pemahaman terhadap pengendalian intern
3) Analisis
4) Memorandum
5) Surat konfirmasi
6) Refrensentasi klien
7) Ikhtisar dari dokumen perusahaan
8) Daftar atau komentar yang dibuat atau diperoleh oleh
auditor
9) Berupa pita magnetik, film, atau media lainnya

B. ISI KERTAS KERJA:

Memperlihatkan bahwa catatan akuntansi cocok dengan


laporan keuangan atau informasi lainnya yang dilaporkan
serta standar auditing yang dapat diterapkan telah
dilaksanakan oleh auditor. Kertas kerja berisi atau
menjelaskan tentang:
1) Telah dialksanakannya SPL pertama dengan baik, yaitu
pemeriksaan telah direncanakan dan disupervisi
dengan baik
2) Telah dilaksanakannya SPL kedua, yaitu pemehaman
yang memadai atas pengendalian intern dan
menentukan sifat, saat dan lingkup pengujian.
AUDITING I (STIE INDONESIA BANJARMASIN) 22

3) Telah dilaksanakannya SPL ketiga, yaitu bukti audit


telah diperoleh, prosedur audit telah diterapkan, dan
pengujian telah dilaksanakan.

C. TUJUAN PEMBUATAN KERTAS KERJA


1) Mendukung pendapat auditor atas laporan keuangan
auditan
2) Menguatkan simpulan-simpulan auditor dan kompetensi
auditnya.
3) Mengkoordinasi dan mengorganisasi semua tahap audit
4) Memberikan pedoman dalam audit berikutnya.

D. KEPEMILIKAN KERTAS KERJA DAN KERAHASIAAN


INFORMASI DALAM KERTAS KERJA

Dalam paragraf 06, bahwa kertas kerja adalah milik Kantor


Akuntan Publik, bukan milik klien atau milik pribadi auditor.
Kepemilikan ini tunduk pada pembatasan-pembatasn dan
Etika Kompartemen Akuntan Publik yang berlaku.
Aturan Etika 301 berbunyi: “Anggota Kompartemen Akuntan
Publik tidak diperkenankan mengungkap
infomrasi klien yang rahasia tanpa
persetujuan dari klien”

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam


pembuatan kertas kerja:

1) Lengkap; berisi informasi pokok dan tidak memerlukan


tambahan penjelasan lisan.
2) Teliti; bebas dari kesalahan tulis dan perhitungan.
3) Ringkas; memuat dan menyajikan informasi yang
relevan saja.
4) Jelas; sistematik, dan tidak menimpulkan penafsiran
ganda.
5) Rapi; keteraturan dalam penyusunan kertas kerja.

E. TIPE KERTAS KERJA

1) Program Audit (audit program); prosedur audit yang


harus diikuti dalam melakukan verifikasi setiap unsur
yang tercantum dalam laporan keuangan, tanggal dan
paraf pelaksana, yang berfungsi sebagai alat untuk
untuk menetapkan jadwal pelaksanaan dan
pengawasan pekerjaan.
AUDITING I (STIE INDONESIA BANJARMASIN) 23

2) Working trial balance; suatu daftar yang berisi saldo


akun-akun buku besar pada akhir tahun yang diaudit
dan pada akhir tahun sebelumnya, kolom-kolom untuk
penyesuaian dan penggolongan kembali yang diusulkan
oleh auditor, serta saldo-saldo koreksi yang akan
tampak dalam laporan keuangan auditan (audited
finacial statements).
3) Ringkasan jurnal penyesuaian; merupakan media
untuk menemukan kembali kemungkinan kekeliruan
dalam laporan keuangan dan catatan akuntansi klien.
Penyesuaian berbeda dan juranl penggolongan kembali.
Jurnal penggolongan kembali untuk menampakkan
penggolongan akun yang sesuai dengan
penggolongannya, sedangkan jurnal penyesuaian
digunakan untuk mengkoreksi catatan akuntansi klien.
4) Skedul utama (top schedule); adalah kertas kerja
yang digunakan untuk meringkas informasi yang
dicatat dalam skedul pendukung untuk akun-akun yang
berhubungan.
Misalnya:
Piutang Usaha
Utang Usaha
(Jurnal untuk memindahkan saldo debit di dalam akun
utang ke dalam kelompok aktiva).
5) Skedul pendukung (supporting schedule); kertas
kerja yang neguatkan informasi keuangan dan
operasional yang telah dikumpulkan auditor, dan
memuat simpulan auditor.
AUDITING I (STIE INDONESIA BANJARMASIN) 24

F. HUBUNGAN ANTARA BERBAGAI TIPE KERTAS


KERTAS KERJA

PT. Asyik Banjarmasin


Neraca Auditan
31 Desember 2004 dan 2005
Aktiva 2004 2005
1.500.000 1.400.000
Piutang Usaha 4.500.000 5.000.000

PT. Asyik Banjarmasin


Working Trial Balance
31 Desember 2004
No.Aku Nama Akun Indeks Saldo Adustment Saldo
n KK Menurut setelah
Buku adjustment
100 Kas F 1.400.00 100.000 1.500.000
110 Piutang Usaha G 0 (1.000.000 4.500.000
5.500.00 )
0

PT. Asyik Banjarmasinm


Piutang Usaha
31 Desember 2005
No. Nama Akun Indeks Saldo Adustment Saldo
Akun KK Menurut setelah
Buku adjustment
111 Piutang Dagang G-1 4.100.00 (600.000) 3.500.000
112 Piutang Wesel G-2 0 (400.000) 1.500.000
113 Piutang Lainnya G-3 1.900.00 200.000
114 Cad. Ker. Piutang G-4 0 (700.000)
200.000
(700.000)
JUMLAH 5.500.00 1.000.000 4.500.000

PT. Asyik Banjarmasinm


Ringkasan Jurnal Adjustment
31 Desember 2005
Uraian Debit Kredit
450 Hasil Penjualan 600.000
111 Piutang Dagang 600.000
(Jurnal 1: Koreksi Penjualan Konsinyasi)
210 Investasi 400.000
112 Piutang Wesel 4000.000
(Jurnal 2: Koreksi Wesel Tagih)

PT. Asyik Banjarmasinm


Piutang Wesel, 31 Desember 2005 Investasi 400.000
Pembuat Wesel Jangka Waktu Saldo Ceklist Piutang Wesel 400.000
Dari Sampai
Eliona Suri 12090 12010 1.000.00 
Rise Rasyik 4 5 0
Onji Sahputi 15110 15010 500.000 
4 5 400.000
14020 14100
4 4
G. METODE PEMBERIAN INDEKS KERTAS KERJA

Ada tiga metode yang digunakan dalam pemberian indeks


kertas kerja, yaitu:
AUDITING I (STIE INDONESIA BANJARMASIN) 25

1) Indeks Angka; memberikan angka indeks pada semua


kertas kerja dengan mencantumkan nomor kode.
Contoh: 6 Skedul Utama Kas
6.1 Kas di Bank
6.2 Konfirmasi Bank
6.3 Kas Kecil
2) Indeks kombinasi angka dan huruf; merupakan
kombinasi antara huruf dan angka
Contoh: G Piutang Usaha
G-1 Piutang Dagang
G-2 Piutang Wesel
G-3 Piutang lainnya
3) Indeks angka berurutan; diberikan kode angka
berurutan.
Contoh: 1 Skedul Utama Kas
2 Kas dan Bank
3 Konfirmasi bank
4 Dana Kas Kecil

H. SUSUNAN KERTAS KERJA

Yang lazim susunan kertas kerja adalah urutan berikut:


1. Draft laporan audit
2. Laporan keuangan auditan
3. Ringkasan informasi bagi reviewer
4. Program audit
5. Laporan keuangan atau lembar kerja (work sheet)
yang dibuat klien
6. Ringkasan jurnal adjustment
7. Working trial balance
8. Skedul utama
9. Skedul pendukung
AUDITING I (STIE INDONESIA BANJARMASIN) 26

I. PENGARSIPAN KERTAS KERJA

Ada dua macam arsip kertas kerja:


1) Arsip kini (current file); berisi kertas kerja yang
informasinya hanya mempunyai manfaat untuk tahun
yang diaudit saja.
2) Arsip permanen (permanent file); arisp permanen berisi
informasi berikut:
a. Copy anggaran dasar dan anggaran rumah tangga
b. Bagan organisasi dan luas wewenang serta
tanggungjawab para manajer
c. Pedoman organisasi, pedoman prosedur, dan data
lain yang berhubungan dengan pengendalian
d. Copy surat perjanjian penting yang mempunyai
masa laku jangka panjang
e. Copy notulen rapat direksi, proses produksi, dan
produk pokok perusahaan.

Tujuan pembentukan arsip permanen:

1) Untuk menyegarkan ingatan auditor mengenai


informasi yang akan digunakan dalam audit tahun-
tahun mendatang.
2) Untuk memberikan ringkasan mengenai kebijakan dan
organisasi klien bagi staf yang baru pertama kali
menangani audit laporan keuangan klien.
3) Untuk menghindari pembuatan kertas kerja yang sama
dari tahun ke tahun.

PERTANYAAN:
- Mengapa diperlukan kertas kerja? dan apakah
kertas kerja perlu dirahasiakan?
- Apakah diperlukan pengarsipan kertas kerja,
jelaskan!
- Mengapa dalam pembuatan kertas kerja harus
jelas, rapi, dan informatif, jelaskan!
- Bagaimana bila auditor (tim audit) tidak membuat
kertas kerja dalam melaksanakan tugas auditnya?
Jelaskan!
AUDITING I (STIE INDONESIA BANJARMASIN) 27

BAB V
PENERIMAAN PERIKATAN DAN PERENCANAAN AUDIT

Sebelum auditor menerima atau menolak perikatan audit (audit


engagement) dari klien maka auditor harus mempertimbangkan
tugas audit laporan keuangan tersebut.

A. TAHAPAN AUDIT ATAS LAPORAN KEUANGAN

Dalam melakukan perikatan dan penugasan audit maka auditor (tim


audit) harus memperhatikan tahapan yang harus dilakukan agar
dalam proses audit tersebut nantinya dapat dilaksanakan secara
terencana dan terprogram sehingga sesuai dengan jadwal waktu
yang telah disepakati. Adapaun empat tahap audit atas laporan
keuangan sebagai berikut:
1. Penerimaan perikatan audit
2. Perencanaan audit
3. Pelaksanaan pengujian audit
4. Pelaporan audit

B. PENERIMAAN PERIKATAN AUDIT.

Perikatan merupakan kesepakatan antara kedua pihak untuk


mengadakan suatu ikatan perjanjian, yang berisi penyerahan
pekerjaan audit atas laporan keuangan, dan audit sanggup untuk
melaksanakan perikatan tersebut berdasarkan kompetensi
profesionalnya. Dalam merumuskan penerimaan perikatan audit ini
maka auditor harus mempertimbangkan beberapa faktor berikut:

1) Mengevaluasi integritas manajemen, Laporan keuang


merupakan tanggungjawab manajemen, oleh karena itu, auditor
perlu melakukan evaluasi terhadap integritas manajemen agar
diperoleh keyakinan bahwa manajemen klien dapat dipercaya.
Tiga cara yang dapat dilakukan oleh auditor untuk mengevaluasi
integritas manajemen adalah:
a. Melakukan komunikasi dengan auditor pendahulu (SA
Seksi 315 Komunikasi antara Pendahlu dengan Auditor
Pengganti).
b. Meminta keterangan pada pihak ketiga
c. Melakukan review terhadap pengalaman auditor di masa
lalu dalam berhubungan dengan klien yang
bersangkutan.
AUDITING I (STIE INDONESIA BANJARMASIN) 28

2) Mengidentifikasi keadaan khusus dan risiko luar biasa,


berbagai perlu yang perlu diperhatikan oleh auditor tentang
kondisi khusus dan risiko luar biasa adalah:
a. Mengidentifikasi pemakai laporan audit
b. Mendapatkan informasi tentang stabilitas keuangan dan
legal calon klien di masa depan.
c. Mengevaluasi kemungkinan dapat atau tidaknya laporan
keuangan klien diaudit.

3) Menentukan kompetensi auditor untuk melaksanakan audit,


standar umum yang pertama, “ Audit harus dilaksanakan oleh
seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis
cukup sebagai auditor.” Sehingga untuk melaksanakan tugas
audit ini harus dipertimbangkan dua faktor berikut:
a. Identifikasi tim audit
b. Mempertimbangkan kebutuhan konsultasi dan
penggunaan spesialis.

4) Menilai independensi auditor, standar umum yang kedua,


“Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan,
independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh
auditor.” Disamping itu harus tunduk pada aturan Etika
Kompartemen Akuntan Publik, yang menegaskan tentang
independensi (101) dan integritas dan objektivitas (102).
Sehingga sebelum auditor menerima suatu perikatan audit , ia
harus memastikan bahwa setiap profesional yang menjadi
anggota tim auditnya tidak terlibat atau memiliki kondisi yang
menjadikan independensi tim auditnya diragukan oleh pihak yang
mengetahui salah satu dari delapan golongan informasi tersebut
di atas.

5) Menentukan kemampuan untuk menggunakan kemahiran


profesionalnya dengan kecermatan dan keseksamaan, standar
umum yang ketiga berbunyi, “Dalam pelaksanaan audit dan
penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran
profesionalnya dengan cermat dan seksama.” Kecermatan dan
keseksamaan dalam penggunaan kemahiran profesional auditor
ditentukan oleh ketersediaan waktu yang memadai untuk
merencanakan dan melaksanakan audit. Secara rinci auditor
harus membuat perencanaan berikut:

a. Penentuan waktu perikatan


b. Pertimbangan jadwal pekerjaan lapangan
AUDITING I (STIE INDONESIA BANJARMASIN) 29

c. Pemanfaatan personal klien

6) Membuat surat perikatan audit, dibuat oleh auditor untuk


kliennya yang berfungsi untuk mendokumentasikan dan
menegaskan penerimaan auditor atas penunjukkan oleh klien,
yang meliputi: tujuan dan lingkup audit, lingkup tanggungjawab
yang dipikul oleh auditor bagi kliennya, keksepakatan tentang
reproduksi laporan keuangan auditan, serta bentuk laporan yang
diterbitkan oleh auditor. Isi Pokok Surat Perikatan Audit meliputi:
a. Tujuan audit atas laporan keuangan
b. Tanggungjawab manajemen atas laporan keuangan
c. Lingkup audit, termasuk penyebutan undang-undang,
peraturan, pernyataan dari badan profesional yang harus
dianut oleh auditor
d. Bentuk laporan atau bentuk komunikasi lain yang akan
digunakan oleh auditor untuk menyampaikan hasil
perikatan.
e. Fakta bahwa audit memiliki keterbatasan bawaan bahwa
kekeliruan dan kecurangan material tidak terdeteksi.
f. Pengaturan reproduksi laporan keuangan auditan
g. Kesanggupan auditor untuk menyampaikan informsi
tentang kelemahan signifikan dalam pengendalian intern
yang diotemukan oleh auditor dalam auditnya.
h. Akses ke berbagai catatan, dokumentasi dan informasi
lain yang diharuskan dalam kaitannya denga audit.
i. Dasar yang digunakan oleh auditor untuk menghitung fee
audit dan pengaturan penagihannya.

C. PERENCANAAN AUDIT

Setelah audit menerima dalam perikatan audit maka tahap


berikutnya adalah merencanakan audit, dan dilakukan dengan tujuh
langkah berikut:
1) Memahami bisnis dan induistri klien
2) Melaksanakan prosedur audit (analytical procedures)
3) Mempertimbangkan tingkat materilitas awal
4) Mempertimbangkan risiko bawaan
5) Mempertimbangkan berbagai faktor yang berpengaruh
terhadap saldo awal, jika perikatan dengan klien berupa audit
tahun pertama
6) Mengembangkan strategi audit awal terhadap asersi signifikan
7) Memahami pengendalian intern klien.
AUDITING I (STIE INDONESIA BANJARMASIN) 30

1) Memahami bisnis klien, Dalam SA. Seksi 318 tentang


Pemahaman Bisnis Klien memberikan panduan tentang sumber
informasi bagi auditor untuk memahami bisnis dan industri klien
meliputi:
a. Pengalaman sebelumnya tentang entitas dan industrinya.
b. Diskusi dengan orang dalam entitas (SA. Seksi 380,
Komunikasi dengan Komite Audit dan SA. Seksi 334, Pihak
yang memiliki Hubungan Istimewa).
c. Diskusi dengan personel dari fungsi audit intern dan
review terhadap laporan auditor intern
d. Diskusi dengan auditor lain dan dengan penasihat hokum
atau penasihat lainnya yang telah memberikan jasa kepada
entitas atau dalam industri.
e. Diskusi dengan orang yang berpengetahuan di luar
entitas (perusahaan).
f. Publikasi yang berkaitan dengan industri.
g. Perundangan dan peraturan secara signifikan berdampak
terhadap entitas
h. Kunjungan ke tempat atau fasilitas entitas
i. Dokumen yang dihasilkan entitas.

2) Melaksanakan Prosedur Analitik, SA. Seksi 329, Prosedur


Analitik memberikan panduan bagi auditor dalam menggunakan
prosedur analitik pada tahap perencanaan audit, tahap pengujian,
dan tahap review menyeluruh terhadap hasil audit.
Prosedur ini meliputi: perbandingan jumlah-jumlah yang tercatat
ataui rasio yang dihitung dari jumlah yang tercatat dibandingkan
dengan harapan yang dikembangkan oleh auditor.

Tujuan Prosedur Analitik:


a. Meningkatkan pemahaman auditor atas usaha klien dan
transaksi atau peristiwa yang terjadi sejak tanggal audit
terakhir.
b. Mengidentifikasi bidang yang kemungkinan mencerminkan
risiko tertentu yang bersangkutan dengan audit.

Tahap Prosedur Audit:


a. Mengidentifikasi perhitungan atau perbandingan yang harus
dibuat.
b. Mengembangkan harapan
c. Melaksanakan perhitungan atau perbandingan
d. Menganalisis data dan mengidentifkasi perbedaan signifikan
e. Menyelidiki perbedaan signifikan yang tidak terduga dan
mengevaluasi perbedaan tersebut.
AUDITING I (STIE INDONESIA BANJARMASIN) 31

f. Menentukan dampak hasil prosedur analitik terhadap


perencanaan audit.

Tipe perhitungan dan perbandingan yang umumnya dipakai:


a. Perbandingan data absolut
b. Common-size income statement.
c. Ratio analysis
d. Trend analysis

3) Mempertimbangkan Tingkat Materialitas Awal, auditor perlu


mempertimbangkan materialitas awal pada dua tingkat berikut: 1)
tingkat laporan keuangan dan 2) tingkat saldo akun. Materialitas
awal pada tingkat laporan keuangan perlu ditetapkan oleh auditor
karena pendapat auditor atas kewajaran laporan keuangan
diterapkan pada laporan keuangan secara keseluruhan. Materialitas
awal pada tingkat saldo akun ditentukan oleh auditor pada tahap
perencanaan audit karena untuk mencapai simpulan tentang
kewajaran laporan keuangan sebagai keseluruhan, auditor perlu
melakukan verifikasi saldo akun.

4) Mempertimbangkan Risiko Bawaan, sejak perencanaan audit


sampai dengan pelaporan audit maka auditor harus
mempertimbangkan berbagai macam risiko.
- Pada tahap perencanaan auditor harus
mempertimbangkan risiko bawaan (inherent risk), yaitu
risiko salah saji yang melekat dalam saldo akun atau
asersi tentang suatu saldo akun.
- Pada tahap pemahaman dan pengujian pengendalian
intern, auditor harus mempertimbangkan risiko
pengendalian (control risk), yaitu suatu risiko tidak
dapat dicegahnya salah saji material dalam saldo akun
atau asersi tentang suatu saldo akun pengendalian
intern.
- Pada tahap pengujian substantif, auditor harus
mempetimbangkan risiko deteksi (detection risk), yaitu
suatu risiko tidak terdeteksinya salah saji material
dalam suatu saldo akun atau asersi tentang saldo akun
oleh prosedur audit yang dilaksanakan oleh auditor.

Hubungan antar risiko tersebut di atas dapat dilihat pada gambar


berikut:

Perencanaa Pemahaman dan Pelaksanaan Penerbitan


n Audit Pengujian Intern Pengujian Laporan Audit
Substantif
Penaksiran Penaksiran Penaksiran
Risiko Risiko Penaksiran
Risiko Audit
Bawaan Pengendalian Risiko Deteksi
AUDITING I (STIE INDONESIA BANJARMASIN) 32

5) Mempertimbagkan berbagai faktor yang berpengaruh terhadap


saldo awal, jika perikatan dengan klien berupa audit tahun
pertama, Standar Pekerjaan Lapangan ketiga tentang bukti audit
berkaitan dengan masalah ini. Bahwa laporan keuangan tidak hanya
menyajikan posisi keuangan dan hasil usaha tahun berjalan, namun
juga mencerminkan dampak:

a. Transaksi yang dimasukkan dalam saldo yang dibawa dari ke-


tahun berikutnya dari tahun-tahun sebelumnya.
b. Kebijakan akuntansi (judgment of accounting) yang diterapkan
dalam tahun-tahun sebelumnya.

Kedua hal tersebut di atas akan berdampak pada saldo awal, oleh
karena dalam suatu perikatan tahun pertama auditor tidak
memperoleh bukti audit yang mendukung saldo awal. Sehingga
dapat digunakan SA Seksi 323, Audit Tahun Pertama yang dapat
memberikan panduan bagi auditor berkenaan dengan saldo awal,
bila laporan keuangan yang diaudit untuk pertamakalinya atau bila
laporan keuangan tahun sebelumnya diaudit oleh auditor
independen lainnya. Auditor harus menyadari mengenai hal-hal
bersyarat (contingencies) dan komitmen yang ada pada awal tahun.
Auditor harus memperoleh bukti meyakinkan bahwa:
a. Saldo awal tidak mengandung salah saji yang mempunyai
dampak material terhadap laporan keuangan tahun berjalan.
b. Saldo penutup tahun sebelumnya telah ditransfer dengan
benar ke-tahun berjalan atau telah dinyatakan kembali, jika
hal tersebut semestinya dilakukan.
c. Kebijakan akuntansi yang semestinya telah diterapkan secara
konsisten.

Auditor juga harus menentukan sifat dan lingkup audit berkenaan


dengan saldo awal tergantung pada:
a. Kebijakan akuntansi yang dipakai
b. Apakah laporan keuangan tahun sebelumnya telah diaudit, dan
jika demikian apakah pendapat auditor atas laporan keuangan.
Auditor pengganti harus melakukan komunikasi dengan auditor
pendahulu (SA. Seksi 315, Komunikasi antara Auditor
Pendahulu dengan Auditor Pengganti).
c. Sifat akaun dan risiko salah saji dalam laporan keuangan.
AUDITING I (STIE INDONESIA BANJARMASIN) 33

6) Mengembangkan strategi audit awal terhadap asersi signifikan,


berkaitan dengan tujuan auditor dalam pelaksanaan audit yaitu
untuk mengurangi risiko audit ke tingkat yang lebih rendah, untuk
mendukung pendapat dalam semua hal yang material, dan laporan
keuangan disajikan secara wajar. Karena keterkaitan antara bukti
audit, materialitas, komponen risiko audit, maka auditor harus
dapat memilih dan mengembangkan strategi audit awal dalam
perencanaan audit, meliputi:
a. Primarily substantive approach
b. Lower assessed level of control risk approach

Dalam pengembangan strategi audit ini auditor juga harus


melakukan review informasi yang berhubungan dengan kewajiban
legal klien, misalnya melalui dokumen:
a) Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga
b) Perjanjian persekutuan
c) Notulen rapat direksi dan pemegang saham
d) Kontrak
e) Peraturan pemerintah dan
f) Arsip korespondensi.

Tujuan review ini antara lain adalah:


1. Untuk memperoleh gambaran ringkas
kebijakan-kebijakan adan rencama pemeilik dan para manajer,
mengenai kebijakan yang akan diambil. Apakah telah
terkoordinasi dengan baik?
2. Untuk memperoleh latar belakang informasi
yang sangat bermanfaat dalam menafsirkan akun-akun dan
laporan klien.

7) Memahami Pengendalian Intern, merupakan langkah awal


dalam proses audit dengan tujuan:
a. Untuk mempelajari unsur-unsur
pengendalian intern yang berlaku,
b. Melakukan penilaian terhadap
kelemahan dan kekuatan pengendalian intern tersebut,
c. Untuk menentukan sedikit banyaknya
bukti audit yang akan digunakan sebagai sampel pengujian,
dan
d. Untuk memperoleh keyakinan atas
efektivitas pengendalian intern perusahaan.

D. PENGUJIAN AUDIT (AUDIT TEST)


AUDITING I (STIE INDONESIA BANJARMASIN) 34

Dalam melaksanakan tugas audit, auditor umumnya menggunakan


tiga macam pengujian sebagai berikut:

1) Pengujian Analitik (analytical test), pengujian


ini dilakukan oleh auditor dengan mempelajarai perbandingan
dan hubungan antara data yang satu dengan data yang lain. Pada
tahal awal proses audit, pengujian analitik dimaksudkan untuk
membantu auditor dalam memahami bisnis klien dan menemukan
bidang yang memerlukan audit lebih intensif. Oleh karena itu,
sebelum auditor melakukan auidt secara mendalam, maka auditir
harus memperoleh gambaran secara menyelurh mengenai
perusahaan yang akan diaudit. Untuk itu dapat digunakan analisis
rasio, analisis laba bruto, dan analisis terhadap laporan keuangan
perbandingan (comparative financial statement).

2) Pengujian Pengendalain (test of control),


pengujian ini ditujukan untuk mendapatkan informasi mengenai:
a) Frekuensi pelaksanaan aktivas pengendalian
yang ditetapkan, misalnya mengecek seberap banyak transaksi
pembeian yang diotorisasi oleh pejabat yang berwenang.
b) Mutu pelaksanaan aktivitas pengendalian
intern, yaitu dengan melihat pada tujuan yang akan dicapai
dalam aktivitas tersebut. Oleh karena, seringkali pelaksanaan
suatu aktivitas pengendalian tidak mengetahui apa tujuan
yang akan dicapai melalui kegiatan tersebut. dan
c) Memperoleh gambaran karyawan yang
melaksanakan aktivitas pengendalian tersebut, yaitu dengan
melihat siapa yang melaksanakan, dan bagian mana saja yang
terlibat berkaitan dengan suatu transaksi atau kejadian
ekonomi itu.

3) Pengujian Substantif (substantive test),


merupakan prosedur audit yang dirancang untuk menemukan
kemungkinan kesalahan moneter secara langsung dapat
mempengaruhi penyajian laporan keuangan. Kesalah ini terdapat
dalam informasi yang disajikan, misalnya:
a) Penerapan PABU
b) Tidak diterapkannya PABU.
c) Penerapan PABU yang tidak konsisten
d) Ketidak tepatan pisah batas (cutoff),
pencatatan transaksi
e) Perhitungan (penambahan, pengurangan,
pengalian, dan pembagian)
f) Pekerjaan penyalinan, penggolongan dan
peringkasan informasi
AUDITING I (STIE INDONESIA BANJARMASIN) 35

g) Pencantuman pengungkanpan (disclosure)


unsur tertentu dalam laporan keuangan.

Misalnya:
Pengujian terhadap Pendapatan Penjualan (Sales Revenues):

1. Kemungkinan terjadinya kesalahan klien dalam menerapkan


PABU, sehingga berakibat angka pendapatan penjualan
dalam laporan laba rugi menjadi lebih rendah atau lebih
tinggi.

2. Adanya kemungkinan klien menyajikan informasi pendapatan


penjualan yang tidak berdasarkan PABU, sehingga berakibat
pemakia informasi laporan keuangan salah dalam membuat
keputusan ekonomi.

3. Kemungkinan klien mengubah PABU yang digunakan dalam


penyajian laporan keuangan, sehingga angka pendapatan
penualan tidak mencerminkan pengungkapan yang
semestinya. Hal ini dapat berakibat tidak dapat dilakukannya
perbandingan angka laba bersih atau laba kotor pendapatan
penjualan dengan tahun sebelumnya.

4. Ketidaktepatan dalam menentukan pisah batas. Misanya


tahun sebelumnya tanggal 31 Desember 29XX, tahun
sekarang tanggal 20 Desember 29XA. Hal ini berakibat
terjadinya kesalahan dalam penyajian angka pendapatan
penjualan.

5. Kesalahan moneter, dalam prose klerikal seperti meyajikan


angka pendapatan penjualan akibat adanya kesalahan dan
kekurangan telitian dalam menyalin, menjumlah,
mengutangi, mengali maupun membagi.

6. Pengungkapan yang tidak memadai, misalnya pengungkapan


angka pendapatan penjualan yang tidak komprehensif, dari
data angka pendapatan penjualan sebesar Rp.
1.000.000.000,00, ternyata 50% adalah hasil transaksi dengan
anak perusahaan. Hal ini harus diungkapkan dan dilakukan
penyesuaian karena merupakan akun reciprocal entries,
karena adanya hubungan induk dan anak antar perusahaan.
Sehingga informasi ini harus di-disclosure secara memadai
dalam lap[oran keuangan klien yang diaudit.
AUDITING I (STIE INDONESIA BANJARMASIN) 36

PERTANYAAN

1. Apakah setiap akan melakukan tugas audit auditor (tim


auditor) selalu akan melakukan perikatan audit,
jelaskan!
2. Bagaimanakah hubungan perikatan audit dengan surat
penugasan audit, apakah ada hubungannya dengan fee
yang akan diterima oleh auditor, jelaskan!
3. Jelaskan beberapa factor yang harus dipertimbangkan
dalam menerima perikatan dan penugasan audit?
4. Apakah yang dimaksud dengan risiko audit, dan
bagaimana hubungannya dengan materialitas dan bukti
audit? Jelaskan!
5. Jelaskan pengujian yang ada dalam audit test?
6. Apakah auditor perlu melakukan komunikasi dengan
audit terdahulu, bila auditor bertindak sebagai
penmgganti, jelaskan. Jelaskan pula termasuk dalam SA
Seksi berapa, bagaimana isinya.
7. Bagaimana pendapat Saudara bila auditor dalam
melaksanakan tugas auditnya tidak didasarkan pada
perikatan audit, adakah risikonya bagi klien dan auditor
sendiri, jelaskan!
8. Mengapa auditor dalam menyusun dan menyajikan
laporan keuangan harus menggunakan dan
berdepedoman pada PSAK, jelaskan!
9. Bagaiamanakah sikap seorang auditor atau tim dalam
melaksanakan tugas audit-nya bila dia diharuskan
mengikuti kemauan klien? Apakah hal ini termasuk hal
yang diatur dalam surat perikatan audit antara klien
dengan auditor, jelaskan!
10. Jelaskan bunyi SA. Seksi 318 berkaitan dengan
memahami bisnis klien!
AUDITING I (STIE INDONESIA BANJARMASIN) 37

BAB VI
MATERIALITAS, RISIKO, DAN STRATEGI AUDIT AWAL

PENDAHULUAN

MATERIALITAS, merupakan dasar penerapan standar auditing,


terutama standar pekerjaan lapangan ketiga. Oleh karena itu,
materialitas mempunyai pengaruh yang mencakup semua aspek
dalam audit atas laporan keuangan. SA. Seksi 312 , Risiko Audit
dan Materilitas Audit dalam Pelaksanaan Audit mengharuskan
auditor untuk mempertimbangkan materialitas dalam:
1) Perencanaan audit, dan
2) Penilaian kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan
sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum (dalam hal
ini PSAK) di Indonesia.

A. DEFINISI MATERILITAS

Materialitas, adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji


informasi akunatnsi yang dilihat dari keadaan yang melingkupinya,
dapat mengakibatkan perubahan atas atau pengaruh terhadap
pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan terhadap
informasio tersebut, karena adanya penghilangan atau salah saji itu.

Materialitas dalam audit atas laporan keuangan penting karena;


auditor tidak dapat memberikan jaminan bagi klien tetapi sebatas
hanya memberikan keyakinan (assurance) berikut:
1. Auditor dapat memberikan keyakinan bahwa jumlah-jumlah
yang disajikan dalam laporan keuangan beserta pengungkapannya
telah dicatat, diringkas, digolongkan, dan dikompilasi.
2. Auditor dapat memberikan keyakinan bahwa ia telah
mengumpulkan bukti audit kompeten yang cukup sebagai dasar
memadai untuk memberikan pendapat atas laporan keuangan
auditan.
3. Auditor dapat memberikan keyakinan, dalam bentuk pendapat
bahwa laporan keuangan telah disajikan secara wajar atau ada
pengecualian.

Pertimbangan awal tentang materialitas; meliputi


• Pertimbangan Kuantitatif, yaitu berkaitan dengan
hubungan sakah saji dengan jumlah kunci tertentu dalam laporan
AUDITING I (STIE INDONESIA BANJARMASIN) 38

keuangan. Misalnya; laba bersih sebelum pajak, total aktiva


dalam neraca, pendapatan, total hutang, dan total modal.
• Pertimbangan Kualitatif, berkaitan dengan penyebab
salah saji. Misalnya; kemungkinan terjadi kecurangan, sikap
manajemen terhadap integritas laporan keuangan, dan kebijakan
akuntansi.

Dapat pula mengkombinasikan kedua pertimbangan tersebut.


Misalnya; Salah saji antara 3%-8% memerlukan pertimbangan auditor
untuk memutuskan materialitasnya. Jika misalnya laba bersih
sebelum pajak yang dipakai sebagai jumlah kunci berjumlah
Rp.100.000.000,00 maka batas materialitas (materiality borders)
untuk laporan laba rugi berada dalam kisaran:

Rp.3000.000,00 sampai dengan Rp.8.000.000,00


(batas bawah 3% x Rp. 100 juta dan batas atas 8% x Rp. 100
juta)

Selanjutnya dalam perencanaan audit, harus menetapkan


materilitas pada dua tingkat berikut:

a. Tingkat laporan keuangan, karena pendapat auditor atas


kewajaran mencakup laporan keuangan sebagai keseluruhan.
Untuk tujuan perencanaan audit, auditor harus menggunakan
tingkat salah saji gabungan yang terkecil yang dianggap material
terhadap salah satu laporan keuangan. Dasar pengambilan
keputusan ini didasarkan pada: 1) laporan keuangan adalah saling
berhubungan satu dengan lainnya, 2) banyak prosedur audit
berkaitan dengan lebih dari satu laporan keuangan.

Panduan yang dapat dipakai dalam pertimbangan kuantitatif


BAHWA LAPORAN KEUANGAN MENGANDUNG SALAH SAJI
MATERIAL bila:

1) terdapat salah saji antara 5%-10% dari laba sebelum


pajak
2) mengandung salah saji antara 0,5%-1% dari total aktiva
3) mengandung salah saji 1% dari total pasiva dan
4) mengandung salah saji antara 0,5%-1% dari pendapatan
bruto

b. Tingkat saldo akun, karena auditor memverifikasi saldo akun


dalam mencapai simpulan menyeluruh atas kewajaran laporan
keuangan. Untuk menghindari salah saji yang overstatement dan
atau understatement.
AUDITING I (STIE INDONESIA BANJARMASIN) 39

Misalnya:
Jika prakiraan awal materialitas laporan keuangan adalah 1% dari
total aktiva (jumlah aktiva PT. A sebesar Rp. 10.000.000,00), atau
Rp. 100.000.00, auditor tersebut dapat mempertimbangkan dua
laternatif dalam mengalokasikan materialitas laporan keuangan ke
akun secara individual sebagai berikut;

Alokasi Materialitas
Akun Alternati Alternati
% %
fA fB
Kas 5.000,00 5 2.000,00 2
Piutang 15.000,00 15 18.000,00 18
Usaha 30.000,00 30 50.000,00 50
Sediaan 50.000,00 50 30.000,00 30
Aktiva Tetap
Total 100.000,00 100.000,00

Dalam alternatif A alokasi materialitas dilakukan secara


proporsional, sedangkan Alternatif B alokasi dengan melihat pada
risiko kesalahan sajinya, dimana akun piutang lebih besar daripada
sediaan.

B. PENGUNAAN MATERIALITAS DALAM MENGEVALUASI BUKTI


AUDIT.

Misalnya dalam suatu proses audit ditemukan masalah sebagai


berikut:
Jika pada saat perencanaan audit ditetapkan bahwa salah saji Rp.
9.000.000,00 dipandang sukup material untuk total aktiva, maka
jumlah ini dipakai oleh auditor untuk mengevaluasi bukti audit. Jika
dalam prosesnya menemukan salah saji sebesar Rp.3.000.000,00
dalam akun Sediaan. Misalnya salah saji dalam akun Sediaan
Rp.3.000.000,00 ditambah dengan akuan salah saji aktiva lainnya
Rp.8.000.000,00 sehingga jumlah salah saji menjadi
Rp.11.000.000,00. Maka langkah yang diambil auditor adalah:

1) Menaikkan batas materialitas


2) Melakukan koreksi atas laporan keuangan, atau jika klien
menolak maka hal ini dapat berakibat terhadap pemberian
pendapata auditor.
AUDITING I (STIE INDONESIA BANJARMASIN) 40

C. HUBUNGAN ANTARA MATERIALITAS DENGAN BUKTI AUDIT

Materialitas merupakan salah satu diantara berbagai faktor yang


mempengaruhi auditor tentang kecukupan (kuantitas) bukti audit.
Semakin rendah tingkat materialiats, semakin besar jumlah bukti
audit yang diperlukan (hubungan terbalik)

Bukti Audit

Risiko
Audi Tingkat Materialitas

Gambar: Hubungan di antara materialitas, bukti audit dan risiko


audit

Risiko audit pada tingkat laporan keuangan dan tingkat saldo akun
terbagi dua yaitu:
1) Risiko audit keseluruhan yang berkaitan dengan laporan
keuangan.
2) Risiko audit individual yang berkaitan dengan setiap saldo
akun individual yang dicantumkan dalam laporan keuangan.
Unsur Risiko Audit:

1) Risiko Bawaan; kerentanan sauatu saldo akun atau golongan


transaksi terhadap salah saji material, dengan asumsi bahwa
tidak terdapat kebijakan dan prosedur pengendalian intern yang
terkait. Misalnya perhitungan yang rumit lebih memungkin salah
saji.

2) Risiko Pengendalian; risiko yang terjadinya salah saji


material dalam suatu asersi yang tidak dapat dicegah atau
dideteksi secara tepat waktu oleh pengendalian intern entitas.
Misalnya karena kelalaian manusia atau kecerobohan oleh sebab
adanya kesengajaan, atau kondisi bosan karena ketidakpuasan
terhadap pelaksanaan (tugas) fungsi yang ada.
3) Risiko Deteksi; sebagai akibat auditor tidak dapat mendeteksi
salah saji material yang terdapat dalam suatu asersi. Risiko ini
ditentukan oleh efektivitas prosedur audit dan penerapannya
oleh auditor. Misalnya mengurangi ketidakpastian karena
prosedur auidt yang tidak cocok, (Dewan SAK telah menerapkan
AUDITING I (STIE INDONESIA BANJARMASIN) 41

Standar Pengendalian Mutu per Januari 2001: 1) SPM Seksi 100


Sistem Pengendalian Mutu Kantor Akuntan Publik, dan 2) Seksi
200 Perumusan Kebijakan dan Prosedur Pengendalian Mutu, dan
SPM Seksi 300, Standar Pelaksanaan dan Pelaporan Review
Mutu).

E. PENGGUNAAN INFORMASI RISIKO AUDIT

Taksiran risiko audit dapat digunakan oleh auditor untuk


menetapkan jumlah bukti audit yang akan diperiksa untuk menilai
kewajaran penyajian laporan keuangan atau saldo akun tertentu.
Formula yang digunakan sebagai berikut:

Risiko audit individual = risiko bawaan x risiko pengendalian x risiko deteksi atau

Risiko audit individual


Risiko Deteksi = = ………..%
Risiko Bawaan x Risiko Pengendalian

F. HUBUNGAN ANTAR UNSUR RISIKO

Bahwa risiko deteksi mempunyai hubungan terbalik dengan risiko


bawaan dan risiko pengendalian, semakin kecil risiko bawaan dan
pengendalian yang diyakini oleh auditor maka semakin besar risiko
deteksi yang dapat diterima.
AUDITING I (STIE INDONESIA BANJARMASIN) 42

Gambar Hubungan antar Unsur Risiko

RISIKO RISIKO RISIKO


RISIKO
BAWAAN PENGENDALIAN DETEKSI AUDIT

Laporan
keu.angan
Prosedur audit yang berisi
Pengendalian Salah saji material Salah saji material
Kerentanan asersi untuk salah saji
intern klien tidak dapat dicegah tetap tidak dapat
individual terhadap memverifikasi material,
atau tidak dapat dideteksi dalam namun diberi
sal;ah saji material dideteksi dgn PI. asersi asersi individual pendapat
wajar tanpa
pengecualian

Salah saji Salah saji


dicegah dan dideteksi
didteksi dengan
dengan prosedur
pengendalian verifikasi
intern klien auditor

Sumber: Mulyadi, 170, 2001

G. STRATEGI AUDIT AWAL

Tujuan akhir auditor dalam perencanaan dan pelaksanaan proses


audit adalah mengurangi risiko audit ke tingkat yang cuikup rendah
untuk mendukung pendapatnya, apakah semua hal yang material,
laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan PABU
Indonesia. Strategi audit awal dibagi menjadi dua macam, yaitu:

1. Pendekatan terutama substantif (primarily substantive


approach)
Pendekatan ini biasanya mengakibatkan penaksiran risiko
pengendalian pada tingkat atau mendekati maksimum. Ada tiga
alasan mengapa auditor menggunakan pendekatan ini:
a. Hanya terdapat sedikit (jika ada) kebijakan dan
prosedur pengendalian intern yang relevan dengan perikatan
audit atas laporan keuangan.
b. Kebijakan dan prosedur pengendalian yang
berkaitan dengan asersi untuk akun dan golongan transaksi
signifikan tidak efektif.
c. Peletakkan kepercayaan besar terhadap
pengujian substantif lebih efisien untuk asersi tertentu.
AUDITING I (STIE INDONESIA BANJARMASIN) 43

2. Pendekatan taksiran rendah (lower assessed level of


control risk).
Dalam pendekatan ini, auditor meletakkan kepercayaan moderat
pada tingkat kepercayaan penuh terhadap pengendalian, dan
sebagai akibatnya auditor hanya melaksanakan sedikit pengujian
substantif.

Perbandingan Dua Strategi Audit awal

Pendekatan Terutama Substantif Pendekatan Risiko


Pengendalian Rendah
1 Auditor merencanakan taksiran Auditor merencanakan taksiran
risiko pengendalian pada tingkat risiko pengendalian pada tingkat
maksium atau mendekati maksimum moderat atau tingkat rendah
2 Auditor merencanakan prosedur Auditor merencanakan prosedur
yang kurang ekstensif untuk yang lebih ekstensif untuk
memperoleh pemahaman atas memperoleh pemahaman atas
pengendalian intern klien pengendalian intern
3 Auditor merencanakan sedikiut, jika Auditor merencanakan pengujian
ada, pengujian pengendalian pengendalian secara luas
4 Auditor merencanakan akan Auditor merencanakan akan
melakukan pengujian substantif membatasi penggunaan pengujian
secara luas substantif
Sumber: Mulyadi, 2001 (178)

PERTANYAAN

Apakah yang dimaksud dengan materialitas, dan jelaskan


hubungannya dengan risiko audit!
1. Apakah materialitas digunakan dalam evalausi bukti
audit, jelaskan!
2. Mengapa diperlukan strategi audit awal?
3. Bagaimana risiko audit apakah dapat berpengaruh
terhadap fee yang akanm diterima oleh auditor?
4. Bagaimana pendapat Saudara bila auditor tidak
melaksanakan SA. Seksi 312, jelaskan!
5. Apakah yang dimaksud dengan risiko pengendalian
rendah dan berikan contohnya!
6. Apakah perbedaan antara risiko audit individual dengan
risisko audit keseluruhan, jelaskan!
7. Mengapa auditor perlu merencanakan pengujian
substantif secara lebih luas dalam Pendekatan Terutama
Substantif, jelaskan!
AUDITING I (STIE INDONESIA BANJARMASIN) 44

8. Jelaskan apakah yang dimaksud dengan pernyataan


berikut ini:
“Laporan keuangan telah diasjikan secara wajar sesuai
dengan PABU”
AUDITING I (STIE INDONESIA BANJARMASIN) 45

BAB VII
PEMAHAMAN ATAS PENGENDALIAN INTERN

A. PENDAHULUAN

Pengendalian intern merupakan faktor yang menentukan keandalan


laporan keuangan yang dihasilkan oleh entitas. Oleh karena itu,
sebelum auditor melaksanakan audit secara mendalam atas
informasi yang tercantum dalam laporan keuangan, dalam standar
pekerjaan lapangan kedua menhgharuskan auditor memahami
pengendalian intern yang berlaku dalam entitas.
SPL kedua berbunyi, “ Pemahaman memadai atas pengendalian
intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan
sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan”.

DEFINISI DAN TUJUAN PENGENDALIAN INTERN


Dalam Standar Auditing (SA) Seksi 319, Pertimbangan atas
Pengendalian Intern dalam Audit Laporan Keuangan paragraf 6
menyatakan: “Pengendalian intern sebagai suatu proses yang
dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen, dan personal lain
yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang
pencapaian tiga golongan tujuan berikut;
1) Keandalan informasi laporan keuangan,
2) Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku, dan
3) Efektivitas dan efisiensi operasi”.

B. KETERBATASAN PENGENDALIAN INTERN SUATU ENTITAS

Pengendalian intern mempunyai keterbatasan bawaan. Keterbatasan


tersebut adalah:
1. Kesalahan dalam pertimbangan
2. Gangguan
3. Kolusi (collusion)
4. Pengabaian oleh manajemen
5. Biaya lawan manfaat (cost and benefit)
AUDITING I (STIE INDONESIA BANJARMASIN) 46

SIAPAKAH YANG BERTANGGUNGJAWAB ATAS PENGENDALIAN INTERN?


Yaitu setiap orang yang terlibat dalam organisasi (pihak intern) dan
pihak luar seperti auditor independen, badan penagtur (regulatory
body). Secara lebih jelas sebagai berikut:

1. Manajemen
2. Dewan Komisaris dan Komite Audit
3. Auditor intern
4. Personal lain dalam organisasi
5. Auditor independen
6. Pihak ekstern lain; BAPEPAM, Bank Indonesia, dan Organisasi
Profesi.

C. UNSUR PENGENDALIAN INTERN

Dalam SA Seksi 319, paragraf 7 dinyatakan; bahwa ada lima unsure


pokok pengendalian intern, yaitu:
1) Lingkungan Pengendalian (Control Environment), merupakan
landasan untuk semua unsur pengendalian intern yang
membentuk disiplin dan struktur, meliputi:

a. Nilai integritas dan etika


b. Komitmen terhasdap kompensasi
c. Dewan komisaris dan komite audit
d. Filosofi dan gaya operasi manajemen
e. Struktur organisasi
f. Pembagian wewenang dan pembebanan tanggungjawab
g. Kebijakan dan praktik sumber daya manusia

2) Penaksiran Risiko, adalah untuk tujuan pelporan keuangan


meliputi identifikasi, analisis, dan pengelolaan risiko entitas
yang berkaitan dengan penyusunan laporan keuangan sesuai
dengan PABU. Penaksiran risiko ini memerlukan pertimbangan
khusus, seperti:

a. Bidang baru bisnis atau transaksi yang memerlukan


prosedur akuntansi yang belum pernah dikenal
b. Perubahan standar akuntansi
c. Hukum dan peraturan baru
d. Perubahan yang berkaitan dengan revisi sistem dan
teknologi baru yang digunakan untuk pengolahan
informasi.
AUDITING I (STIE INDONESIA BANJARMASIN) 47

e. Pertumbuhan pasar entitas yang menuntut perubahan


fungsi pengolahan danm pelaporan informasi dan
personal yang terlibat dalam fungsi tersebut.

3) Informasi dan Komunikasi, dapat tercipta bila sistem


akuntansi telah dijalankan dengan baik dan terselenggaranya
pertanggungjawaban kekayaan dan uang entitas. Oleh karena
focus utama kebijakan dan prosedur pengendalian yang
berkaitan dengan sistem akuntansi maka transaksi yang
dilaksanakan atau terjadi dengan cara mencegah salah saji
dalam asersi manajemen dan memberikan keyakinan memadai
bahwa transaksi telah dicatat dan terjadi adalah: sah, telah
ditotorisasi, telah dicatat, telah dinilai secara wajar, telah
digolongkan secara wajar, telah dicatat pada periode yang
seharusnya, dan telah diamsukkan ke dalam buku pembantu
dan telah diringkas dengan benar.

4) Aktivitas Pengendalian, adalah kebijakan dan prosedur yang


dibuat oleh entitas dan merupakan petunjuk dalam
menjalankan aktivitas. Aktivitas yang relevan dengan audit
atyas laporan keuangan dapat digolongkan keberbagai
kelompok, sebagai berikut:

a) Pengendalian pengolahan informasi, meliputi;


1. Pengendalian Umum (General Control)
2. Pengendalian Aplikasi (Application Contol):
a) otorisasi memadai,
b) perancangan dan penggunaan dokumen dan
catatan yang memadai,
c) pengecekan secara independen.
b) Pemisahan fungsi yang memadai
c) Pengendalian fisik atas kekayaan dan catatan
d) Review atas kinerja

5) Pemantauan, adalah proses penilaian kualitas kinerja


pengendalian intern sepanjang waktu. Pemantauan
dilaksanakan oleh oorang yang semestinya melakukan
pekerjaan tersebut, baik pada tahap desain maupun
operasional pengendalian, pada waktu yang tepat, untuk
menentukan pakah pengendalian intern beroperasi
sebagaimana diharapkan, dan untuk menentukan apakah
pengendalian intern tersebutmemerlukan perubahan karena
terjadinya perubahan keadaan.
AUDITING I (STIE INDONESIA BANJARMASIN) 48

D. PEMAHAMAN DAN PENGUJIAN PENGENDALIAN INTERN:

1. MENGAPA AUDITOR PERLU MEMPEROLEH PEMAHAMAN TENTANG


PENGENDALIAN INTERN KLIEN-NYA?

Secara umum untuk tujuan perencanaan audit, secara khusus


yang berkaitan dengan asersi adalah untuk digunakan dalam
kegiatan berikut:

a. Kemungkinan dapat tidaknya audit dilaksanakan


b. Salah saji material yang potensila terjadi
c. Risiko deteksi
d. Perancangan pengujian substantif

Pemahaman pengendalian intern ini, melalui kegiatan


pemahaman atas lingkungan pengendalian ini, maka dapat
dilakukan kegiatan untuk menilai: pemahaman atas penaksiran
risiko, pemahaman atas informasi dan komunikasi (misalnya
golongan utama

transaksi, bagaiaman transaksi tersebut timbul dan


dilaksanakan, dan catatan akuntansi), pemahaman atas
aktivitas pengendalian, dan pemahaman atas proses
pemantauan.

2. PENGUJIAN PENGENDALIAN (test of control)

Pengujian ini disebut juga pengujian kepatuhan (compliance


tests), yaitu pengujian terhadap efektivitas pengendalian
intern untuk tujuan tertentu. Ada dua macam jenis pengujian
penegnadlian intern ini yaitu:
a) Pengujian adanya kepatuhan terhadap pengendalian
intern
b) Pengujian tingkat kepatuhan terhadap pengendalian
intern.

Untuk pengujian adanya kepatuhan dilakuan


denganmenentukan apakah informasi mengenai pengenai
pengendalian yang dikumpulkan oleh auditor benar-benar ada,
dilakukan dengan dua cara yaitu:
1) Pengujian transaksi dengan cara mengikuti
pelaksanaan transaksi tersebut.
2) Pengujian transaksi tertentu yang telah terjadi
dan yang telah dicatat.
AUDITING I (STIE INDONESIA BANJARMASIN) 49

Sedangkan untuk pengujian tingkat kepatuhan, ini bertujuan


untuk menilai eksistensi unsur-unsur pengendalian intern dan
tingkat kepatruhan klien terhadap pengendalian intern.
Auditor antara lain dapat melakukan prosedur berikut:
1) Mengambil sampel dokumen utama, memeriksa
kelengkapan dokumen pendukung, dan memeriksa otorisasi
pejabat berwenang. Untuk mendapatkan kepastian bahwa
transaksi tersebut telah berjalan dengan sah.
2) Melaksanakan penguian berganda (dual-purpose test).
Merupakan kombionasi antar kedua pengujian untuk menilai
efektivitas pengendalian intern dan menilai kewjaran
informasi yang disajikan dalam laporan keuangan klien
(pengujian substantif).

E. DOKUMENTASI TERHADAP INFORMASI PENGENDALAIN INTERN

Tiga cara yang digunakan auditor untuk mendokumentasikan


informasi pengendalian intern klien adalah sebagai berikut:

1) Kuesioner pengendalian intern baku (standard internal control


questionnaire)
2) Uraian tertulis (written description) dan
3) Bagan alir sistem (system flowchart)

Sumber informasi untuk memperoleh gfambaran pengendalian


intern yang berlaku pada perusahaan klien:

1) Bagan organisasi dan deskripsi jabatan


2) Buku pedoman akun (account manual)
3) Buku pedoman sistem akuntansi
4) Permintaan keterangan kepada karyawan inti
5) Permintaan keterangan kepada karyawan pelaksana
6) Laporan, kertas kerja, dan program audit auditor intern
(internal auditor)
7) Pemeriksaan terhadap catatan akuntansi, dokumen, peralatan
mekanis, dan media lainnya yang digunakan untuk mencatat
transaksi, mengolah data keuangan dan data operasi.
8) Kunjungan ke seluruh kantor dan pabrik
9) Laporan mengenai rekomendasi perbaikan pengendalian
interndan laporan auditor pendahulu yang telah diterbitkan.
AUDITING I (STIE INDONESIA BANJARMASIN) 50

F. HASIL PEMAHAMAN TERHADAP PENGENDALIAN INTERN

Hasil ini dicantumkan dalam kertas kerja, yang berisi kelemahan


dan kekuatan pengendalian intern, pengaruh kelemahan dan
kekuatan tersebut terhadap luasnya prosedur audit yang akan
dilaksanakan dan rekomendasi yang ditujukan kepada klien untuk
memperbaiki bagian-bagian yang lemah dalam pengendalian intern
tersebut. Misalnya:

PT. AUDITOR BANJARMASIN


PENILAIAN TERHADAP PENGENDALIAN INTERN
Per 31 Dersember 2004

REKOMENDASI PERBAIKAN
KELEMAHAN PENGENDALIAN PERLUASAN PROSEDUR AUDIT
PENGENDALIAN INTERN
1. Pemegang a. Peri Pembuatan memo
kartu utang usaha ksa semua memo kredit untuk retur
merangkap tugas kredit yang dibuat penjualan sebaiknya
membuat dan selama periode dilaksanakan oleh
mengirimkan memo diuadit. Bagian Penjualan.
kredit untuk retur Memo kredit yang
penjualan. b. Peri melebihi jumlah rupiah
ksa semua memo tertentu harus
2. Tidak kredit yang diperiksa lebih dahulu
terdapat prosedur diterbitkan selama oleh Kepala Bagian
untuk menyelidiki dan periode yang diaudit Keuangan sebelum
mengikuti saldo debit bersam-sama dengan dicatat dalam kartu
akun utang usaha Manajer Penjualan piutang.
dan Manajer
Keuangan.
c. Kiri
mkan konfirmasi
kepada semua unsur
pelanggan yang Bagian Utang harus
dikirimi memeo membuat daftar saldo
kredit selama periode debit utang usaha.
audit.
Mintalah atau buatlah
daftar saldo debit utang
usaha pada tanggal
neraca.

Auditor intern dapat memberikan bantuan besar bagi auditor


independen dalam audit atas laporan keuangan. SA Seksi 322,
Pertimbangan Auditor atas Fungsi Audit Intern dalam Audit
atas Laporan Keuangan memberikan panduan bagi auditor
independen dalam mepertimbangkan pekerjaan auditor intern
AUDITING I (STIE INDONESIA BANJARMASIN) 51

dan menggunakan pekerjaan auditor intern untuk membantu


pelaksanaan audit atas laporan keuangan klien.

PERTANYAAN

1. Apakah yang dimaksud dengan


pengendalian intern dan termasuk dalam SPL yang
keberapa, jelaskan!
2. Mengapa auditor perlu melakukan
penhujian terhadap pengendalian intern klien?
3. Apakah pengendalian intern berhubungan
dengan bukti audit, jelaskan!
4. Apakah pengendalian intern berhubungan
dengan akurasi dan validasi informasi data keuangan
klien, jelaskan!
5. Jelaskan dokumentasi terhadap hasil
pemahaman pengendalian intern klien?
6. Apakah sebelum melakukan pengujian
terhadap bukti audit auditor terlebih dahulu selalu
melakukan pengujian terhadap pengendalian klien,
jelaskan
7. Jelaskan tiga metode (pendekatan) oleh
auditor dalam mempelajarai atau mengumpulkan
informasi berkaitan dengan pengendalian intern klien?
8. Jelaskan maksud pernyataan berikut:
“Semakin lemah pengendalian intern klien maka
semakin banyak buklti audit yang akan dikumpulkan
oleh klien dan sebaliknya semakin baik tingkat
pengendalian intern klien maka semakin sedikit bukti
audit yang akan dikumpulkan”

Bahan UAS:
1. Bukti Audit
2. Kertas Kerja
3. Sistem Pengendalian Internal
4. Tugas yang telah dikerjakan sejak UTS

Ujian Opened book dan dikerjakan di kelas: Hari Sabtu 07 Juni 2008,
Waktu pukul 15.00-selesai.
AUDITING I (STIE INDONESIA BANJARMASIN) 52

BAB VIII
VARIABEL UNTUK PENGUJIAN SUBSTANTIF

PENDAHULUAN

Variabel sampling adalah teknik statistik yang digunakan oleh


auditor untuk menguji kewajaran suatu jumlah atau saldo dan untuk
mengestimasi jumlah rupiah suatu saldo akun atau kuantitas yang
lain. alam pengujian substantif, auditor dapat menghadapi 2
keputusan berikut:
1. Melakukan suatu jumlah (misalnya : saldo suatu akun)
2. Menguji kewajaran suatu jumlah

B. PENGAMBILAN SAMPEL AUDIT

Variabel sampling untuk memperkirakan saldo suatu akun


digunakan oleh auditor dalam kondisi:
a. Jika klien tidak menyajikan suatu jumlah yang dapat
dianggap benar (misalnya: klien menerapkan secara keliru
prinsip akuntansi yang lazim, atau klien banyak melakukan
kekeliruan dalam pencatatan akuntansinya
b. Jika suatu saldo akun ditentukan dengan statistical
sampling

Jika dalam auditnya, auditor mau menerima saldo suatu unsur yang
terantum di laporan keuangan sebagai suatu jumlah yang benar,
dan auditor tersebut hanya akan mengusulkan adjustment terhadap
jumlah tersebut jika terdapat kekeliruan yang material dalam
jumlah tersebut, maka auditor menggunakan uji hiphotesis (test of
hypothesis) baik dngan cara nonstatistik maupun dengan cara
statistik, pengambilan sampel dalam pengujian substantif
dilaksanakan oleh auditor melalui 7 tahap berikut ini, yaitu:

Penentuan tujuan pengambilan sampel


Tujuan pengambilan sampel dalam pengujian substantif adalah :
a) Untuk menentukan jumlah saldo akun yang dianggap
benar oleh auditor dengan menggunakan teknik penaksiran
atau estimasi berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap
sampel.
b) Untuk menentukan apakah auditor dapat menerima
bahwa pembedaan antara jumlah yang ditaksir tersebut
AUDITING I (STIE INDONESIA BANJARMASIN) 53

dengan jumlah yang bersangkutan di dalam buku secara


material benar atau menolaknya sebagai sesuatu yang secara
material keliru.

Uji hipotesis bertujuan untuk membedakan dua kemungkinan


yang saling meniadakan yaitu Hipothesis No (Ho) dan Hipothesis
alternatif (H1). Dalam pengujian substantif, auditor harus
memilih 1 diantara 2 alternatif berikut Ini yaitu :
1. Hipothesis No. l, bahwa nilai yang tercatat di dalam buku
secara material benar.
2. Hipothesis alternatif, bahwa nilai yang tercatat di dalam buku
secara material tidak benar.

Dengan demikian untuk dapat memilih Ho/H1, auditor


harus menentukan seberapa besar perbedaan antara nilai yang
tercantum di dalam buku (book value) dengan nilai yang
diperiksa oleh auditor dianggap material.
Dalam simbol, hipothesis nol dan hipothesis alternatif
dapat dinyatakan sebagai berikut :
Ho : IAV-BVI <A
H1 : IAV-BVI ≥ A

Keterangan:
BV = Book value yaitu nilai yang tercantum di dalam buku klien
AV = Audited value yaitu nilai hasil audit, yang ditaksir dari
pemeriksan terhadap sampel.
A = Aceptable precision yaitu besarnya penyimpangan dari
saldo populasi yang masih diterima oleh auditor.

2) Penentuan Populasi
Dalam menentukan populasi, auditor harus
mempertimbangkan 3 kondisi berikut ini :
a. Jika tujuan pengujian substantif diarahkan untuk mendeteksi
kelengkapan unsur yang dicatat maka populasi yang diperiksa
bukan unsur yang dicatat di dalam buku klien, misalnya :
dalam pemeriksaan terhadap utang. Pelaksanaan prosedur
konfirmasi, populasi yang dipilih bukanlah catatan utang klien
melainkan daftar nama pemasok yang melakukan bisnis
dengan klien dalam tahun yang diaudit.
b. Saldo debit dan saldo kredit digolongkan terpisah untuk tujuan
pengambilan sampel. Saldo kredit piutang usaha
dikelompokkan sebagai utang lancar sedangkan saldo debit
utang usaha dikelompokkan sebagai aktiva lancar.
c. Wujud fisik suatu populasi kemungkinan tidak mencakup
semua unsur dalam populasi.
AUDITING I (STIE INDONESIA BANJARMASIN) 54

3) Penentuan sampling unit


Sampling unit adalah unsur secara individual yang terdapat dalam
populasi yaitu :
a) Suatu saldo akun
b) Suatu transaksi yang mebentuk suatu saldo akun
c) Suatu dokumen yang menjadi bukti terjadinya transaksi

4) Penentuan besarnya sampel


Dalam metode non statistical sampling maupun statistical
sampling ditentukan dengan mempertimbangkan 4 faktor yaitu :
Besarnya devias standar dalam populasi
Tingkat resiko yang ditanggung oleh auditor
Besar kekeliruan yang dapat diterima oleh audit
d) Kekeliruan rupiah yang diperkirakan

Rumus statistical sampling


2
UR .SD 
n’ =  
 A 

A dihitung dengan rumus :

UR
A=M UR + 2 beta

Untuk menghitung n’ yaitu :


SD = deviasi standar populasi
UR = Z alfa yang dihitung pada reliability level tertentu
berdasarkan tabel Z
A = Ketepatan yang dapat diterima oleh auditor (Acceptable
precisron) yang besarnya di pengaruhi oleh materialitas
yang dialokasikan. UR dan Z beta
M = Materialitas yang dialokasikan kepada onjek yang sedang
diperksa oleh auditor

Auditor menghadapi 4 kemungkinan hasil dari pengujian yang


dilaksanakan dan disajikan matriks yaitu:
AUDITING I (STIE INDONESIA BANJARMASIN) 55

Kondisi sesungguhnya nlai yang tercantum di


Kesimpulan auditor buku
Secara material benar Secara materal salah
Menerma nilai Keputusan benar Kesalahan beta
yang tercantum di (kesalahan tipe II)
buku sebagai
jumlah yang benar

Menerima nilai Kesalahan alfa Keputusan benar


yang tercantum di (kesalahan tipe I)
buku sebagai
jumlah yang salah

Kesalahan beta (beta error) adalah resiko beta (beta risk)


merupakan tingkat resiko keliru menerima (the risk of incorrect
acceptance) secara kuantitatif dohitung dengan rmus:

R
Kesalahan beta = ( ICxAR )
Keterangan:
R = Resiko akhir yang ditanggung oleh auditor (ultmate or audit
risk)
Ic = Resiko bahwa struktur pengendalian intern tidak akan
dapat mendeteksi kekeliruan yang material (kekeliruan
tidak akan dapat mendeteksi kekeliruan yang material
(kekeliruan yang lebih besar dari jumlah yang dapat
diterima oleh auditor)
AR = Resiko bahwa review yang bersangkutan tidak akan dapat
mendeteksi kekeliruan material yang tidak terdeteksi oleh
struktur pengendalian intern.

5) Penentuan metode pemilihan sampel


a. Judgetment sampling
b. Systematic sampling
c. Random sampling

6) Pemeriksaan sampel
Dalam pemeriksaan sampel, auditor menghitung rerata dan
deviasi standar sampel dengan rumus
AUDITING I (STIE INDONESIA BANJARMASIN) 56

Χ = ∑xi
i =1

∑ xi − nx Χ
2

SD = i =1

n =1

7) Evaluasi hasl sampel


a. Menghitung standar error

SD
SE
N

b. Menghitung achieved precision A

n
A' =UR.SE.N 1-
N

c. Jika A’ tidak sama dengan (≠) A, maka auditor menghitung A”

 A' 
A” = A ' .M 
1 − 

 A 

d. Mengambil keputusan menegnai kewajaran saldo akan sedian


dengan membuat kriteria keputusan yaitu :
Menerima Ho jika AV - BV < A”
Menolak Ho jika AV-BV ≥ A

Catatan :
AV = X. N
BV = book value yaitu nilai yang tercantum dalam buku klien

Contoh penggunaan variable sampling dalam pengujian


hipotesis yaitu seorang auditor merencanakan pengujian
substantive terhadap piutang untuk menguji kewajaran saldo
piutang usaha yang dicatat oleh klien dalam kartu piutang usaha.
Langkah-langkah yaitu :
1) Menentukan tujuan pengembalian sampel
2) Menentukan populasi yaitu populasi yang diambil sampelnya
adalah saldo piutang kepada setiap debitur yang tercantum
dalam setiap kartu piutang usaha.
3) Menentukan sampling unit
AUDITING I (STIE INDONESIA BANJARMASIN) 57

4) Menentukan besarnya sampel


2
UR .SD .N 
n’ = 
 A 

adjustment untuk populasi yang terbatas (finite population)

n'
n= n'
1+
N

A dihitung dengan rumus

UR
A = M. (UR + zbeta )

C. VARIABEL SAMPLING UNTUK ESTIMASI

Bertujuan untuk mengumpulkan bukti kewajaran saldo akun dan


penjelasannya ada 3 cara pengambilan sampel dalam pengujian
substantive yaitu :

1. Non statistical sampling


Auditor memilih dan mengevaluasi sampel berdasarkan
pertimbangan pribadinya. Non statistik sampling digunakan
untuk pengujian analitik dan pengujian rinci seperti
pembandingan biaya yang dicatat dalam tahun yang diaudit
dengan biaya tahun sebelumnya, dan pemeriksaan terhadap
polis asuransi atau sertifikat saham.
Dalam prosedur konfirmasi piutang usaha dan utang usaha,
perbandingan hasil perhitungan fisik sediaan dan kartu sediaan
menggunakan metode mutasi sediaan dan pemeriksaan terhadap
faktur pembelian untuk transaksi penambahan aktiva tetap
auditor menggunakan teknik statistik dalam pengujian
substantif.

2. Classical statisticxal sampling


Digunakan dalam pengujian substantif jika populasinya berisi
banyak perbedaan antara jumlah yang dicatat dalam buku
dengan jumlah pemeriksaan yang dilakukan auditor. Untuk
menentukan besar sampel dan mengevaluasi hasil sampel
auditor menggunakan kombinasi pertimbangan pribadi dengan
persamaan statistik dan tabel statistik.
AUDITING I (STIE INDONESIA BANJARMASIN) 58

3. Probability proportional to size sampling


Yaitu teknik statistik yang digunakan dalam pengujian substantif
jika populasi berisi sedikit jumlah overstatement yang
menyangkut nilai rupiah yang besar jika populasi berisi banyak.
Jumlah overstatement atau understatement menyangkut nilai
rupiah yang kecil, auditor lebih baik menggunakan classical
statistical sampling atau non statistical sampling.

Model statistik digunakan oleh auditor dalam memperkirakan


suatu jumlah terdiri dari:
1) Unstratified mean per unit
Digunakan untuk memperkirakan suatu jumlah berdasarkan
hasil perhitungan neraca sampel. Metode ini digunakan jika
mulai memuat catatan tiap unsur dalam populasi tidak
tersedia atau jika penjumlahan total nilai menurut catatan
tidak teliti.
2) Stratified mean per unit
Digunakan untuk populasi yang diperkirakan tidak memiliki
variasi yang besar.
3) Difference estimation
4) Ratio estimation

Tahap-tahap Variabel Sampling untuk estimasi:


1) Menentukan tujuan pengambilan sampel
- Menghitung saldo populasi berdasarkan rumus
Saldo populasi yang seharusnya : EAV E A
EAV adalah Expected Audited value

Rumus : EAV = X .N

2) Menentukan populasi
3) Menentukan sampling unit
4) Menentukan besarnya sampel
5) Menentukan metode pemilihan sampel dengan cara bantuan
tabel angka acak atau angka acak yang dihasilkan dengan
komputer.
6) Memeriksa sampel
7) Mengevaluasi hasil sampel

Tahap-tahap variabel sampling untuk estimasi stratified mean per


unit :
1) Menentukan tujuan pengambilan sampel
Ditujukan untuk menghitung saldo populasi berdasarkan rumus
saldo populasi yang seharusnya :
AUDITING I (STIE INDONESIA BANJARMASIN) 59

EAV I A’
Rumus EAV : ∑x.Ni

A’ adalah achieved precision

2) Menentukan populasi
3) Menentukan sampling unit
4) Menentukan besarnya sampel
5)
( Ni .SDi )( ∑Ni .SDi )
Ni = ( A / UR ) 2 + ∑Ni .SDi 2

6) Menentukan metode pemilihan sampel


7) Memeriksa sampel
8) Mengevaluasi hasil sampel

a. Menghitung achieved precision A’ dengan rumus:

A’ = UR ∑Ni .SDi 2
.( Ni .ni )
ni

b. Jika A’ lebih dari atau sama dengan A, maka auditor


tidak perlu menambah besarnya sampel.
Jika A’>A, auditor harus menambah besarnya sampel
menjadi n’ yang disesuaikan dengan rumus:

( Ni .SDi )( ∑Ni .SDi )


N’ = ( A / UR ) 2 + ∑Ni .SDi 2

c. Menghitung EAV dengan cara menjumlah hasil kali rerata


sampel (Xi) dengan jumlah populasi (Ni) dalam tiap strata.

EAV = ∑X .Ni

d. Estimasi saldo sedian dalam populasi dengan


menggunakan interval estimate dengan rumus :

Saldo sedian dalam populasi


EAV EA’

e. Menarik kesimpulan mengenai populasi atas dasar hasil


pemeriksaan terhadap sampel.
AUDITING I (STIE INDONESIA BANJARMASIN) 60

Bahan UAS:
1. Bukti Audit
2. Kertas Kerja
3. Sistem Pengendalian Internal
4. Tugas yang telah dikerjakan sejak UTS

Ujian Opened book dan dikerjakan di kelas: Hari Sabtu 07 Juni 2008,
Waktu pukul 15.00-selesai.

You might also like