You are on page 1of 7

Hasil Diskusi

Klaster Teknologi dan Ketahanan Pangan


International Summit
Ikatan Ilmuwan Indonesia International (I-4)
Jakarta, 16-19 Desember 2010
I. Latar Belakang

Ledakan jumlah penduduk Indunesia yang diperkirakan mencapai 400 juta jiwa pada
2035 menuntut penyediaan pangan dua kali lipat kebutuhan pangan saat ini. Sampai saat ini
Indonesia harus menguras cadangan devisa sebesar 2 milyar USD untuk mengimport delapan
komoditas utama pangan demi memenuhi kebutuhan pangan nasional. Besarnya jumlah
penduduk, bila tidak diiringi dengan kemampuan memenuhi kebutuhan pangan sendiri,
maka hanya akan menjadi obyek pasar produk pangan impor. Ketergantungan pangan yang
tinggi tidak hanya merugikan dari segi ekonomi, tetapi juga menimbulkan kerawanan sosial
dan politik.

Kebijakan penyeragaman pangan pokok ke beras di zaman orde baru, memicu tingkat
konsumsi masyarakat Indonesia tinggi mencapai 99 kg/kapita/tahun. Ketergantungan
terhadap suatu jenis bahan pangan tertentu menyebabkan kerawanan pangan. Terlebih lagi,
saat ini telah terjadi perubahan trend pola makan masyarakat Indonesia yang semakin
menyukai berbagai produk pangan olahan berbasis gandum, seperti mie, roti, humberger.
Pemenuhan gandum ini sepenuhnya berasal dari import, karena bahan pangan ini belum
bisa diproduksi di Indonesia. Ketergantungan kita akan gandum bisa menjadi jebakan pangan
(food trap) dan mengancam ketahanan pangan Indonesia.

Ketahanan pangan meliputi ketersediaan, distribusi dan konsumsi pangan dengan


jumlah, keamanan dan mutu gizi yang memadai bagi seluruh penduduk Indonesia.
Terjadinya kelaparan di berbagai daerah, seperti Papua, menunjukkan aspek ketersediaan
pangan belum terpenuhi dan terdistribusi secara merata di seluruh wilayah Indonesia.
Rendahnya daya beli dan tingkat pendidikan masyarakat menyebabkan terjadinya
malnutrition atau gizi buruk.

Sebagai Negara agraris, Indonesia kaya akan jenis bahan pangan yang tersebar di
berbagai wilayah. Selain beras sebagai bahan pangan pokok utama, Indonesia kaya akan
jagung, sagu, umbi-umbian seperti singkong, ubi jalar, sebagai sumber karbohidrat.
Bagaimanapun, jumlah lahan pertanian yang semakin sempit, dan rendahnya tingkat
pendapatan petani, menyebabkan penurunan minat masyarakat Indonesia bekerja di sektor
pertanian. Terlebih lagi, tingkat penguasaan teknologi para petani yang relatif masih rendah,
membuat daya saing produk pertanian kita semakin tidak kompetitif.

Kebijakan pertanian yang pro-petani dan berorientasi pada peningkatan produktivitas


perlu diterapkan untuk meningkatkan kesejahteraan para petani yang mencapai 60% dari
total penduduk Indonesia. Penerapan teknologi, termasuk emerging technology (teknologi
termutakhir) yang sesuai, akan meningkatkan produktivitas dan daya saing produk pangan.
Perbaikan sistem distribusi dan tata niaga produk pertanian harus dilakukan untuk menjamin
tersedianya bahan pangan secara merata.

Kualitas produk pangan perlu ditingkatkan untuk meningkatkan mutu dan keamanan
produk pangan. Populasi muslim di Indonesia yang mencapai 88% dari total penduduk,
menuntut tersedianya produk pangan yang tidak hanya berkualitas tetapi juga halal. Pasar
industri halal yang mencapai 2.1 triliun USD pertahun merupakan peluang yang harus
direbut. Kemajuan dan variasi produk pangan yang ada, menuntut penerapan teknologi yang
canggih untuk mengawasi kehalalan produk pangan. Kerjasama antara pemerintah dan MUI
perlu diperbaiki untuk standarisasi sistem sertifikasi produk halal.

Kekayaan alam Indonesia akan sumber bahan pangan alami (natural product resources)
harus dieksplorasi untuk alternative bahan pangan yang murah dan sehat. Bahan pangan
fungsional yang tidak hanya bergizi, tetapi juga bermanfaat bagi kesehatan seperti
kemampuan menurunkan tekanan darah tinggi, diabetes, kanker dan tumor perlu
dipromosikan untuk meningkatkan tingkat konsumsinya. Diversifikasi bahan pangan
merupakan keniscayaan untuk mengurangi ketergantungan terhadap suatu produk pangan
tertentu. Penerapan teknologi untuk memodifikasi bahan pangan alternative seperti tepung
cassava termodifikasi (MOCAL) akan meningkatkan penggunaannya untuk mensubstitusi
beras dan gandum.
II. REKOMENDASI KLASTER TEKNOLOGI DAN KETAHANAN PANGAN

1. REDEFINISI KETAHANAN PANGAN

Berdasarkan Undang Undang No. 7 1996, definisi Ketahanan adalah sebagai berikut: Kondisi
terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga, yang tercermin dari tersedianya pangan
yang cukup baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau

SARAN:
Kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap individu, yang tercermin dari tersedianya pangan
yang cukup baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau dan sesuai
dengan preferensi pangan untuk hidup yang sehat dan produktif.
[1]
Preferensi = kesesuaian, baik kesesuaian dengan selera, kesukaan kebudayaan, maupun
kepercayaan.

2. STRATEGI MEMPERKUAT KETAHANAN PANGAN NASIONAL

A. Peningkatan produksi pangan

 Ketahanan pangan melibatkan seluruh pemangku kepentingan (stakeholders),


dan bukan hanya Kementrian Pertanian.

 Harus melalui gerakan masal yang fokus dan berkelanjutan

 Prioritas pada beberapa komoditi pangan tertentu, seperti beras, juga jagung,
kedele, ubi kayu, ikan, daging ayam, daging sapi, gula

 Harus ada simpul kordinasi yang berjenjang dari mulai pemerintah pusat sampai
desa, yang dilakukan melalui pendekatan ikatan emosional seluruh pemangku
kebijakan

 Perlu adanya pemantauan dan pengarahan secara periodik dan berkelanjutan


dengan parameter yang jelas dan terukur

 Perlu adanya insentif bagi petani: benih, pupuk, pembiayaan, asuransi pertanian

 Perlu adanya pembinaan petani yang intensif


 Pemanfaatan teknologi hasil karya anak bangsa dapat diprioritaskan, seperti
temuan mikroba penyubur tanah BIO2000Z yang sudah terbukti dapat
meningkatkan hasil pertanian dengan sangat signifikan.

B. Pengamanan hasil produksi pangan

 Pengembangan pertanian berbasis teknologi. Pertanian haruslah dikembangkan


sejalan dengan kemajuan teknologi. Perlu adanya upaya-upaya untuk membuat
petani mau menerima dan menerapkan teknologi baru untuk meningkatkan
daya saing produk pertanian itu sendiri.

 Perlu diperkuat Research and Development (RnD), termasuk dengan jalinan


kerjasama yang erat antara ilmuwan di dalam negeri serta yang berada di luar
negeri, seperti melalui jaringan I-4.

 Sarana pengeringan dan penyimpanan untuk biji-bijian sangat diperlukan untuk


menghindari hama dan mikroba penghasil toksin serta mengamankan mutu

 Untuk ikan diperlukan sarana pengawetan ikan dengan pendingian dan


pembekuan sejak di kapal sampai di darat

C. Diversifikasi pangan

 Mengurangi ketergantungan terhadap beras dengan target yang jelas secara


periodic, dengan mengubah pola makan

 Perlu adanya kebijakan yang tegas terhadap industri pangan untuk


menggunakan bahan pangan lokal, misalnya penggunaan substitusi bahan baku
ubi kayu pada terigu dalam pembuatan biskuit dan sejenisnya

D. Pengembangan pangan olahan berbasis pangan lokal dan produk diversifikasi

 Perlu adanya upaya pengembangan pangan olahan berbahan baku pangan lokal
dan produk diversifikasi yang menarik dan disukai, misalnya dengan aplikasi
teknologi pengemasan, teknik pemasaran yang modern, dll.

 Kewajiban pemerintah daerah untuk mengembangkan produk lokal, termasuk


untuk mendanai usaha riset dan pengembangan produk tersebut.
 Pengembangan produk lokal hendaklah berorientasi ekspor, dengan
memperhatikan hal-hal seperti Food safety, HACCP, GMP, serta sertifikasi
lainnya.

 Ikut mengambil peluang industri halal yang besarnya 3,1 triliun US dollar/tahun.
Dengan demikian perlu adanya penguatan riset terkait halal seperti yang
dilakukan Malaysia.

 Kemudahan birokrasi dalam hal sertifikasi

 Adanya badan khusus yang menjembatani antara industri dan inovasi. Badan ini
mestilah secara proaktif melakukan pendekatan-pendekatan ke Universitas,
Lembaga penelitian serta pihak-pihak lain yang berminat dengan hasil inovasi
tersebut.

 Mengembangkan infrastuktur, terutama sarana transportasi dan perdagangan,


karena akan membuka sentra-sentra ekonomi baru.

E. Kampanye

 Intensifikasi kampanye diversifikasi pangan dan produk pangan berbahan baku


pangan lokal atau substitusi terigu dengan bahan baku lokal dilakukan secara
gencar dan kontinyu

 Melalui berbagai media

 Iklan layanan masyarakat, program TV, dll

 Gerakan contoh oleh pemimpin

 Penyediaan produk diversifikasi pada berbagai acara


III. LIMA LANGKAH KONKRET YANG DITAWARKAN I-4

1. Membuka jalinan kerjasama antara ilmuwan luar negeri dengan dalam negeri

 Kerjasama riset, diantaranya kerjasama ilmuwan Indonesia di Malaysia


dengan IPB, UNIBRAW, UNEJ, dll. Bidang-bidang yang ditawarkan
diantaranya Halal Science, Food Safety, Food Biotechnology, dll.

 Penawaran beasiswa buat mahasiswa pasca sarjana dari Indonesia di luar


negeri. Ilmuwan I-4 di luar negeri akan memfasilitasi beasiswa.

 Pelatihan, magang, workshop, conference dsb.

2. Ilmuwan I-4 membantu pembentukan badan khusus yang menjembatani antara


industri dan inovasi dalam hal konsep, pelaksanaan.

3. Mencari dana-dana independen asing untuk mengembangkan SDM Indonesia di


bidang pertanian, seperti IDB, COMSTECH, CSIRO.

4. I-4 mendorong pemerintah untuk memprioritaskan pemanfaatan teknologi hasil


karya anak bangsa baik di dalam maupun luar negeri, seperti temuan mikroba
penyubur tanah BIO2000Z, temuan strain mikroba atau genetik tertentu untuk
peningkatan produksi pangan, produk-produk bioteknologi, mesin-mesin pertanian,
dan lainnya.

5. Perlu adanya kebijakan yang tegas dari pemerintah terhadap industri pangan untuk
menggunakan bahan pangan lokal, misalnya penggunaan substitusi bahan baku ubi
kayu pada terigu dalam pembuatan mie instan, roti, biskuit dan sejenisnya.

You might also like