You are on page 1of 22

sejarah kelahiran Nabi Muhammad SAW

sejarah Kelahiran Sang Nabi Muhammad SAW

Pada saat yang sangat kritis ini muncullah sebuah bintang pada malam yang gelap gulita,
sinarnya semakin terang membuat malam menjadi terang benderang, ia bukan bintang yang
biasa, tapi bintang yang sangat luar biasa, bahkan matahari di siang haripun malu menampakkan
sinarnya karena bintang ini adalah maha bintang yang terlahirkan ke muka bumi, ialah cahaya
dalam kegelapan, ia adalah cahaya di dalam dada, ia dikenal dengan Nama Muhammad, menurut
sejarawan bintang ini tepat 12 Rabiul awwal tahun gajah menurut mazhab sunni 570 M, bintang
ini tak pernah padam walaupun 14 abad setelah ketiadaannya, bahkan ia semakin terang dan
semakin terang, dari bintang ini terlahir 13 bintang yang lain, yang selalu menjadi hujjah bagi
bintang-bintang yang sulit bersinar lainnya di setiap zamannya. Ia memiliki silsilah yang
berhubungan langsung dengan jawara Tauhid melalui anaknya Ismail AS, yang dilahirkan
melalui rahim-rahim suci dan terpelihara dari perbuatan-perbuatan mensekutukan Tuhan. Ia
begitu suci sehingga Tuhan memerintahkan kepada Para Malaikat dan Jin untuk bersujud kepada
Adam, karena cahayanya dibawa oleh Adam AS untuk disampaikan kepada maksud, ia adalah
rencana Tuhan yang teramat besar yang langit dan bumi pun tak kan sanggup memikulnya.

Peristiwa kelahiran sang bintang dipenuhi dengan kejadian-kejadian yang luarbiasa, dimulai dengan
peristiwa padamnya api di kerajaan Persia, hancurnya sesembahan batu di sana, dan penyerangan
pasukan bergajah untuk menghancurkan Ka’bah, yang di kemudian hari menjadi kiblat baginya dan
ummatnya sampai akhir zaman, namun tentara yang besar ini dihancurkan oleh burung-burung yang
dikirimkan oleh Sang Pemilik kiblat (Ka’bah), karenanya tahun ini dinamakan tahun Gajah. Sudah
menjadi tradisi kelahiran manusia luar biasa harus juga didahului peristiwa yang luar biasa. Muhammad
namanya, ayahnya bernama Abdullah, Ibundanya Aminah, kedua orang tuanya berasal dari silsilah yang
mulia yang merupakan keturunan Jawara Tauhid (Ibrahim AS). Abdullah lahir kedunia hanya untuk
membawa nur Muhammad dan meletakkannya ke dalam rahim Aminah, Sang isteri saat itu
mengandung (2 bulan) bayi yang kelak menjadi manusia besar. Setelah lama kepergian sang suami, sang
isteri merasakan kesepian yang amat dalam, walaupun suaminya selalu berkirim surat. Namun pada saat
lain surat tidak lagi ia terima, begitu riang hatinya ternyata ia melihat rombongan dagang suaminya telah
pulang, tapi Ia amat terkejut karena tak dilihatnya suaminya, datanglah seseorang dari rombongan
tersebut yang menyampaikan berita kepada Aminah, mulutnya begitu berat untuk mengucapkan kata -
kata ini kepada wanita ini, ia tidak sanggup mengutarakannya, namun akhirnya terucap juga bahwa sang
suami telah berpulang ke hadirat Allah Swt dan dimakamkan di abwa.
Begitu goncang hatinnya mendengarkan hal ini, tak sanggup menahan tangisnya, ia menangis menahan
sedih dan tak makan beberapa hari, namun ia bermimpi, dalam mimpinya seorang wanita datang dan
berkata kepadanya agar ia menjaga bayi dalam janinnya dengan baik - baik. Ia berulang kali bermimpi
bertemu dengan wanita tersebut yang ternyata adalah Maryam binti Imran (Ibu Isa as). Dalam mimpinya
sang wanita mulia ini berkata : Kelak bayi yang ada didalam rahimmu akan menjadi manusia paling mulia
sejagat raya, maka jagalah ia baik - baik hingga kelahirannya.
Saat ayahanda Muhammad yang mulia ini Wafat dalam usia 20 tahun (riwayat lain 17 tahun), sang
bintang kita ini sedang berada dalam kandungan ibunya, beberapa tahun kemudian Bunda Sang bintang
menyusul suaminya dan dimakamkan di Abwa juga. Muhammad dibawa pulang oleh Ummu Aiman dan
diasuh oleh kakeknya, belum lagi hilang duka setelah ditinggal Sang Bunda, ia pun harus kehilangan
kakeknya ketika umurnya belum lagi menginjak delapan tahun. Setelah kepergian sang kakek, sang
bintang (Muhammad) diasuh oleh pamannya, Abu Tholib, seorang putra Abdul Mutholib yang pertama
menyatakan keimanannya kepada kemenakannya sendiri (Muhammad). Pemandu ilahi selalu saja
dipilihkan oleh Ilahi untuk memiliki profesi sebagai seorang gembala, melalui profesi ini beliau
mengarungi beberapa waktu kehidupannya untuk menjadi gembala domba yang lebih besar, inilah
pilihan Ilahi yang memilihkan baginya sebuah jalan dimana hal ini penting bagi orang yang akan berjuang
melawan orang-orang hina yang berpikiran sampai menyembah aneka batu dan pohon, ilahi
menjadikannya kuat sehingga tidak menyerah kepada apapun kecuali keputusan-Nya. Ada penulis sirah
yang mengutip kalimat Nabi berikut ini, Semua Nabi pernah menjadi gembala sebelum beroleh jabatan
kerasulan. Orang bertanya kepada Nabi, Apakah Anda juga pernah menjadi gembala? Beliau menjawab,
Ya. Selama beberapa waktu saya menggembalakan domba orang Mekah di daerah Qararit.
Sang bintang terlahir bukan dari kalangan orang yang teramat kaya, belum lagi ia dilahirkan sebagai
seorang yatim, dan telah kehilangan Ayah, Ibu di masa kecil sebagai tempat bernaung, apa yang dapat
dikatakan oleh anak kecil yang telah kehilangan kedua orang tuanya sedangkan dia sendiri masih
membutuhkan naungan kedua orang tua dan kasih sayang mereka. Mari kita masuk ke jazirah Arabia
lebih jauh lagi, kita dapat melihat bahwa kondisi keuangan Muhammad terbilang cukup sulit.
Muhammad terkenal dengan kemuliaan rohaninya, keluhuran budi, keunggulan ahklaq dan dirinya
dikenal di masyarakat sebagai orang jujur (al-Amin), ia menjadi salah seorang kafilah dagang Khodijah
yang terpercaya dan Khodijah memberikan dua kali lipat dibandingkan yang diberikannya kepada orang
lain. Kafilah Quraisy, termasuk barang dagangan Khodijah, siap bertolak, kafilah tiba di tempat tujuan.
Seluruh anggotanya mengeruk laba. Namun, laba yang diperoleh Nabi lebih banyak ketimbang lain.
Kafilah kembali ke Makkah. Dalam perjalanan, Sang bintang melewati negeri ˜Ad dan Tsamud.
Keheningan kematian yang menimpa kaum pembangkang itu mengundang perhatian sang bintang.
Kafilah mendekati Mekah, Maisarah, berkata kepada sang Bintang, “Alangkah baiknya jika Anda
memasuki Mekah mendahului kami dan mengabarkan kepada Khodijah tentang perdagangan dan
keuntungan besar yang kita dapatkan. Nabi tiba di Mekah ketika Khodijah sedang duduk di kamar
atasnya. Ia berlari turun dan mengajak Nabi ke ruangannya. Nabi menyampaikan, dengan
menyenangkan, hal-hal menyangkut barang dagangan. Maisarah menceritakan tentang Kebesaran jiwa
Al-Amin selama perjalanan dan perdagangan. Maisarah menceritakan Di Busra, Al-Amin duduk di bawah
pohon untuk istirahat. Seorang pendeta, yang sedang duduk di biaranya, kebetulan melihatnya. Ia
datang seraya menanyakan namanya kepada saya, kemudian ia berkata, Orang yang duduk di bawah
naungan pohon itu adalah nabi, yang tentangnya telah saya baca banyak kabar gembira di dalam Taurat
dan Injil.
Kemudian Khodijah menceritakan apa yang didengarnya dari Maisarah kepada Waraqah bin Naufal, si
hanif dari Arabia. Waraqah mengatakan, Orang yang memiliki sifat-sifat itu adalah nabi berbangsa Arab.
Kelahiran nabi muhammad.saw

Pada saat yang sangat kritis ini muncullah sebuah bintang pada malam yang gelap gulita,
sinarnya semakin terang membuat malam menjadi terang benderang, ia bukan bintang yang
biasa, tapi bintang yang sangat luar biasa, bahkan matahari di siang haripun malu menampakkan
sinarnya karena bintang ini adalah maha bintang yang terlahirkan ke muka bumi, ialah cahaya
dalam kegelapan, ia adalah cahaya di dalam dada, ia dikenal dengan Nama Muhammad, menurut
sejarawan bintang ini tepat terlahir tanggal 17 Rabi’ul Awwal (12 Rabi’ul awwal
menurut mazhab sunni) 570 M, bintang ini tak pernah padam walaupun 14 abad setelah
ketiadaannya, bahkan ia semakin terang dan semakin terang, dari bintang ini terlahir 13 bintang
yang lain, yang selalu menjadi hujjah bagi bintang-bintang yang sulit bersinar lainnya di setiap
zamannya. Ia memiliki silsilah yang berhubungan langsung dengan jawara Tauhid melalui
anaknya Ismail AS, yang dilahirkan melalui rahim-rahim suci dan terpelihara dari perbuatan-
perbuatan mensekutukan Tuhan. Ia begitu suci sehingga Tuhan memerintahkan kepada Para
Malaikat dan Jin untuk bersujud kepada Adam, karena cahayanya dibawa oleh Adam AS untuk
disampaikan kepada maksud, ia adalah rencana Tuhan yang teramat besar yang langit dan bumi
pun tak kan sanggup memikulnya.

Peristiwa kelahiran sang bintang dipenuhi dengan kejadian-kejadian yang luarbiasa, dimulai
dengan peristiwa padamnya api “abadi” di kerajaan Persia, hancurnya sesembahan batu di sana,
dan penyerangan pasukan bergajah untuk menghancurkan Ka’bah, yang di kemudian hari menjadi
kiblat baginya dan ummatnya sampai akhir zaman, namun tentara yang besar ini dihancurkan oleh
burung-burung yang dikirimkan oleh Sang Pemilik kiblat (Ka’bah), karenanya tahun ini dinamakan
tahun Gajah. Sudah menjadi tradisi kelahiran manusia luar biasa harus juga didahului peristiwa yang luar
biasa. Muhammad namanya, ayahnya bernama Abdullah, Ibundanya Aminah, kedua orang tuanya
berasal dari silsilah yang mulia yang merupakan keturunan Jawara Tauhid (Ibrahim AS). Abdullah lahir
kedunia hanya untuk membawa nur Muhammad dan “meletakkannya† ke dalam rahim Aminah,
Sang isteri saat itu mengandung (2 bulan) bayi yang kelak menjadi manusia besar. Setelah lama
kepergian sang suami, sang isteri merasakan kesepian yang amat dalam, walaupun suaminya selalu
berkirim surat. Namun pada saat lain surat tidak lagi ia terima, begitu riang hatinya ternyata ia melihat
rombongan dagang suaminya telah pulang, tapi Ia amat terkejut karena tak dilihatnya suaminya,
datanglah seseorang dari rombongan tersebut yang menyampaikan berita kepada Aminah, mulutnya
begitu berat untuk mengucapkan kata – kata ini kepada wanita ini, ia tidak sanggup mengutarakannya,
namun akhirnya terucap juga bahwa sang suami telah berpulang ke hadirat Allah Swt dan dimakamkan di
abwa.

Begitu goncang hatinnya mendengarkan hal ini, tak sanggup menahan tangisnya, ia menangis
menahan sedih dan tak makan beberapa hari, namun ia bermimpi, dalam mimpinya seorang wanita
datang dan berkata kepadanya agar ia menjaga bayi dalam janinnya dengan baik – baik. Ia berulang
kali bermimpi bertemu dengan wanita tersebut yang ternyata adalah Maryam binti Imran (Ibu Isa as).
Dalam mimpinya sang wanita mulia ini berkata : “Kelak bayi yang ada didalam rahimmu akan menjadi
manusia paling mulia sejagat raya, maka jagalah ia baik – baik hingga kelahirannya.

Saat ayahanda Muhammad yang mulia ini Wafat dalam usia 20 tahun (riwayat lain – 17
tahun), sang bintang kita ini sedang berada dalam kandungan ibunya, beberapa tahun kemudian
Bunda Sang bintang menyusul suaminya dan dimakamkan di Abwa juga. Muhammad dibawa
pulang oleh Ummu Aiman dan diasuh oleh kakeknya, belum lagi hilang duka setelah ditinggal
Sang Bunda, ia pun harus kehilangan kakeknya ketika umurnya belum lagi menginjak delapan
tahun. Setelah kepergian sang kakek, sang bintang (Muhammad) diasuh oleh pamannya, Abu
Tholib, seorang putra Abdul Mutholib yang pertama menyatakan keimanannya kepada
kemenakannya sendiri (Muhammad). Pemandu ilahi selalu saja dipilihkan oleh Ilahi untuk
memiliki profesi sebagai seorang gembala, melalui profesi ini beliau mengarungi beberapa waktu
kehidupannya untuk menjadi “gembala” domba yang lebih besar, inilah pilihan Ilahi yang
memilihkan baginya sebuah jalan dimana hal ini penting bagi orang yang akan berjuang
melawan orang-orang hina yang berpikiran sampai menyembah aneka batu dan pohon, ilahi
menjadikannya kuat sehingga tidak menyerah kepada apapun kecuali keputusan-Nya. Ada
penulis sirah yang mengutip kalimat Nabi berikut ini, “ Semua Nabi pernah menjadi gembala
sebelum beroleh jabatan kerasulan.” Orang bertanya kepada Nabi,” Apakah Anda juga
pernah menjadi gembala?” Beliau menjawab,” Ya. Selama beberapa waktu saya
menggembalakan domba orang Mekah di daerah Qararit.”

Sang bintang terlahir bukan dari kalangan orang yang teramat kaya, belum lagi ia dilahirkan
sebagai seorang yatim, dan telah kehilangan Ayah, Ibu di masa kecil sebagai tempat bernaung, apa yang
dapat dikatakan oleh anak kecil yang telah kehilangan kedua orang tuanya sedangkan dia sendiri masih
membutuhkan naungan kedua orang tua dan kasih sayang mereka. Mari kita masuk ke jazirah Arabia
lebih jauh lagi, kita dapat melihat bahwa kondisi keuangan Muhammad terbilang cukup sulit. Muhammad
terkenal dengan kemuliaan rohaninya, keluhuran budi, keunggulan ahklaq dan dirinya dikenal di
masyarakat sebagai “orang jujur” (al-Amin), ia menjadi salah seorang kafilah dagang Khodijah
yang terpercaya dan Khodijah memberikan dua kali lipat dibandingkan yang diberikannya kepada orang
lain. Kafilah Quraisy, termasuk barang dagangan Khodijah, siap bertolak, kafilah tiba di tempat tujuan.
Seluruh anggotanya mengeruk laba. Namun, laba yang diperoleh Nabi lebih banyak ketimbang lain.
Kafilah kembali ke Makkah. Dalam perjalanan, Sang bintang melewati negeri ‘Ad dan Tsamud.
Keheningan kematian yang menimpa kaum pembangkang itu mengundang perhatian sang bintang.

Kafilah mendekati Mekah, Maisarah, berkata kepada sang Bintang, “Alangkah baiknya jika
Anda memasuki Mekah mendahului kami dan mengabarkan kepada Khodijah tentang perdagangan dan
keuntungan besar yang kita dapatkan.” Nabi tiba di Mekah ketika Khodijah sedang duduk di kamar
atasnya. Ia berlari turun dan mengajak Nabi ke ruangannya. Nabi menyampaikan, dengan
menyenangkan, hal-hal menyangkut barang dagangan. Maisarah menceritakan tentang Kebesaran jiwa
Al-Amin selama perjalanan dan perdagangan. Maisarah menceritakan “Di Busra, Al-Amin duduk di
bawah pohon untuk istirahat. Seorang pendeta, yang sedang duduk di biaranya, kebetulan melihatnya. Ia
datang seraya menanyakan namanya kepada saya, kemudian ia berkata, ‘Orang yang duduk di bawah
naungan pohon itu adalah nabi, yang tentangnya telah saya baca banyak kabar gembira di dalam Taurat
dan Injil.
Kemudian Khodijah menceritakan apa yang didengarnya dari Maisarah kepada Waraqah bin
Naufal, si hanif dari Arabia. Waraqah mengatakan, “Orang yang memiliki sifat-sifat itu adalah nabi
berbangsa Arab.

II. Pernikahan

 
Kebanyakan sejarawan percaya bahwa yang menyampaikan lamaran Khadijah kepada Nabi
ialah Nafsiah binti ‘Aliyah sebagai berikut:
“Wahai Muhammad! Katakan terus terang, apa sesungguhnya yang menjadi penghalang
bagimu untuk memasuki kehidupan rumah tangga? Kukira usiamu sudah cukup dewasa!† Apakah
anda akan menyambut dengan senang hati jika saya mengundang Anda kepada kecantikan, kekayaan,
keanggunan, dan kehormatan ?” Nabi menjawab,†Apa maksud Anda?† Ia lalu menyebut
Khodijah. Nabi lalu berkata,” Apakah Khodijah siap untuk itu, padahal dunia saya dan dunianya jauh
berbeda?” Nafsiah berujar “Saya mendapat kepercayaan dari dia, dan akan membuat dia setuju.
Anda perlu menetapkan tanggal perkawinan agar walinya (‘Amar bin Asad) dapat mendampingi Anda
beserta handai tolan Anda, dan upacara perkawinan dan perayaan dapat diselenggarakan".
Kemudian Muhammad membicarakan hal ini kepada pamannya yang mulia, Abu Tholib. Pesta
yang agung pun diselenggarakan, sang paman yang mulia ini menyampaikan pidato, mengaitkannya
dengan puji syukur kepada Tuhan. Tentang keponakannya, ia berkata demikian, “Keponakan saya
Muhammad bin ‘Abdullah lebih utama daripada siapapun di kalangan Quraisy. Kendati tidak berharta,
kekayaan adalah bayangan yang berlalu, tetapi asal usul dan silsilah adalah permanen".
Waraqah, paman Khodijah, tampil dan mengatakan sambutannya, “Tak ada orang Quraisy
yang membantah kelebihan Anda. Kami sangat ingin memegang tali kebangsawanan Anda.† Upacara
pun dilaksanakan. Mahar ditetapkan empat puluh dinar-ada yang mengatakan dua puluh ekor unta.
Sang bintang sekarang mulai dewasa, ia mempunyai seorang istri yang begitu lengkap
kemuliaannya, dari perkawinan ini Khodijah melahirkan enam orang anak, dua putra, Qasim, dan
Abdulah, yang dipanggil At-Thayyib, dan At-Thahir. Tiga orang putrinya masing-masing Ruqayyah,
Zainab, Ummu Kaltsum, dan Fatimah. Kedua anak laki-lakinya meninggal sebelum Muhammad diutus
menjadi Rosul.
Ketika umur sang bintang mulai menginjak 35 tahun, banjir dahsyat mengalir dari gunung ke
Ka’bah. Akibatnya, tak satu pun rumah di Makah selamat dari kerusakan. Dinding ka’bah
mengalami kerusakan. Orang Quraisy memutuskan untuk membangun Ka’bah tapi takut
membongkarnya. Walid bin Mughirah, orang pertama yang mengambil linggis, meruntuhkan dua pilar
tempat suci tersebut. Ia merasa takut dan gugup. Orang Mekah menanti jatuhnya sesuatu, tapi ketika
ternyata Walid tidak menjadi sasaran kemarahan berhala, mereka pun yakin bahwa tindakannya telah
mendapatkan persetujuan Dewa. Mereka semua lalu ikut bergabung meruntuhkan bangunan itu. Pada
saat pembangunan kembali ka’bah, diberitahukan pada semua pihak sebagai berikut, “Dalam
pembangunan kembali Ka’bah, yang dinafkahkan hanyalah kekayaan yang diperoleh secara halal.
Uang yang diperoleh lewat cara-cara haram atau melalui suap dan pemerasan, tak boleh dibelanjakan
untuk tujuan ini.” Terlihat bahwa ini adalah ajaran para Nabi, dan mereka mengetahui tentang
kekayaan yang diperoleh secara tidak halal, tetapi kenapa mereka masih melakukan hal demikian, inipun
terjadi di zaman ini, di Indonesia, rakyat ataupun pemerintahnya mengetahui tentang halal dan haramnya
suatu harta kekayaan atau pun perbuatan yang salah dan benar, tapi mereka masih saja melakukan
perbuatan itu walaupun tahu itu adalah salah.
Mari kita kembali lagi menuju Mekah, ketika dinding ka’bah telah dibangun dalam batas
ketinggian tertentu, tiba saatnya untuk pemasangan Hajar Aswad pada tempatnya. Pada tahap ini,
muncul perselisihan di kalangan pemimpin suku. Masing-masing suku merasa bahwa tidak ada suku
yang lain yang pantas melakukan perbuatan yang mulia ini kecuali sukunya sendiri. Karena hal ini, maka
pekerjaan konstruksi tertunda lima hari. Masalah mencapai tahap kritis, akhirnya seorang tua yang
disegani di antara Quraisy, Abu Umayyah bin Mughirah Makhzumi, mengumpulkan para pemimpin
Quraisy seraya berkata,”Terimalah sebagai wasit orang pertama yang masuk melalui Pintu Shafa.†
(buku lain mencatat Bab as-salam). Semua menyetujui gagasan ini. Tiba-tiba Muhammad muncul dari
pintu. Serempak mereka berseru, “Itu Muhammad, al-Amin. Kita setuju ia menjadi wasit!”
Untuk menyelesaikan pertikaian itu, Nabi meminta mereka menyediakan selembar kain. Beliau
meletakkan Hajar Aswad di atas kain itu dengan tangannya sendiri, kemudian meminta tiap orang dari
empat sesepuh Mekah memegang setiap sudut kain itu. Ketika Hajar Aswad sudah diangkat ke dekat
pilar, Nabi meletakkannya pada tempatnya dengan tangannya sendiri. Dengan cara ini, beliau berhasil
mengakhiri pertikaian Quraisy yang hampir pecah menjadi peristiwa berdarah.
Tuhan, Sang Maha Konsep sudah membuat konsep tentang semua ini, tanda-tanda seorang
bintang telah banyak ia tampakkan pada diri Muhammad, dari batinnya yang mulia sampai pada bentuk
lahirnya yang indah. Kesabaran yang diabadikan di dalam Kitab suci menjadi bukti yang tak
terbantahkan, bahwa ia adalah manusia sempurna, dalam wujud lahiriah (penampakan), maupun
batinnya. Tidak setitik cela apalagi kesalahan selama hidupnya, Sang Maha Konsep benar-benar telah
mengonsepnya menjadi manusia ‘ilahi’. Al-Amin telah dikenal oleh masyarakat Mekah, sebagai
manusia mulia, sebagai manifestasi wujud kejujuran mutlak. Sebelum pengutusannya menjadi Rosul,
Muhammad selalu mengamati tanda kekuasaan Tuhan, dan mengkajinya secara mendalam, terutama
mengamati keindahan, kekuasaan, dan ciptaan Allah dalam segala wujud. Beliau selalu melakukan
telaah mendalam terhadap langit, bumi dan isinya. Beliau selalu mengamati masyarakatnya yang rusak,
dan hancur, beliau mempunyai tugas untuk menghancurkan segala bentuk pemberhalaan. Apalah
kiranya yang membuat masyarakatnya seperti ini, ia mengembalikan semua ini kepada Tuhan, yang
menurutnya tak mungkin sama dengan manusia.
Gunung Hira, puncaknya dapat dicapai kurang lebih setengah jam, gua ini adalah saksi atas
peristiwa menyangkut “sahabat karib”-nya (Muhammad), gua ini menjadi saksi bisu tentang
wahyu, dan seakan-akan ia ingin berkata,” disinilah dulu anak Hasyim itu tinggal, yang selalu kalian
sebut-sebut, disinilah ia diangkat menjadi Rosul, disinilah Al-Furqon pertama kali dibacakan, wahai
manusia, bukankah aku telah mengatakannya, kalianlah (manusia) yang tak mau menengarkannya,
kalian menutup telinga kalian rapat-rapat, dan menertawakanku, sedangkan sebagian dari kalian hanya
menjadikan aku sebagai museum sejarah.“kata saksi bisu.
 
III. Diangkat Menjadi Rasul
 

Hira, tempat diturunkannya kalimat Tuhan Yang Maha Sakti, kalimat yang membuat iblis
berputus asa untuk menyesatkan manusia, kalimat yang dengannya alam semesta berguncang. Al-
Qur’an, susunan kalimatnya yang mengandung makna yang banyak telah membuat tercengang
manusia-manusia manapun di jagat raya, yang mengakui kebenarannya, akan mengikutinya, sedangkan
yang tidak mengakuinya harus tunduk atas kebenarannya, dan bagi mereka yang menolak, dengan cara
apapun akan sia-sia, dan celaka. Jibril (Ruh Al-Qudus) diutus Tuhan semesta Alam, Sang Pemilik
Konsep, untuk menyampaikan kalimat-Nya secara berangsur-angsur kepada Al-amin yang berada di
Gunung Hira’. Al-Amin telah mempersiapkan dirinya selama empat puluh tahun untuk memikul tugas
yang maha berat ini, Jibril datang kepadanya dengan membawa beberapa kalimat dari Tuhannya. Ialah
kalimat pertama yang dikemukakan dalam Al-qur’an sebagai berikut

“Bacalah dengan [ menyebut] nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan
manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Paling Pemurah. Yang mengajari
[manusia] dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya”.

Ayat ini dengan tegas menyatakan tentang program Nabi, dan menyatakan dalam istilah-istilah
jelas bahwa fondasi agamanya diberikan dengan pengkajian, pengetahuan, kebijaksanaan, dan
penggunaan pena.

Muhammad, pembawa berita bahagia, ancaman, dan perintah merupakan manusia teladan
sepanjang masa, ia adalah manusia dalam wujud Ilahiah, utusan Tuhan yang kepadanya ummat
manusia memohonkan syafa’at. Tidak satupun mahkluq yang mencapai kesempurnaan yang
dicapai Muhammad, sejak kecil ia telah memperlihatkan ketulusan, kejujuran, manusia yang
seumur hidupnya tidak pernah berbohong, yang tidak pernah menghianati janji, dan sayang
kepada yang miskin.

Malaikat Jibril menyelesaikan tugasnya menyampaikan wahyu itu, dan Muhammad pun turun
dari Gua Hira menuju rumah “Khodijah”. Jiwa agung Nabi disinari cahaya wahyu. Beliau
merekam di hatinya apa yang didengarnya dari malaikat Jibril. Setelah kejadian ini, Jibril
menyapanya,”Wahai Muhammad! Engkau Rosul Allah dan aku Jibril”. Muhammad
menerima kalimat Tuhannya secara bertahap, secara berangsur-angsur, fakta sejarah mengakui
bahwa di antara wanita, Khodijah adalah wanita yang pertama memeluk Islam, dan pria pertama
yang memeluk Islam adalah ‘Ali.

Muhammad mengadakan perjamuan makan dengan kerabatnya, selesai makan, beliau berpaling
kepada para sesepuh keluarganya dan memulai pembicaraan dengan memuji Allah dan
memaklumkan keesaan-Nya. Lalu beliau berkata,” Sesungguhnya, pemandu suatu kaum tak
pernah berdusta kepada kaumnya. Saya bersumpah demi Allah yang tak ada sekutu bagi-Nya
bahwa saya diutus oleh Dia sebagai Rosul-Nya, khususnya kepada Anda sekalian dan umumnya
kepada seluruh penghuni dunia. Wahai kerabat saya! Anda sekalian akan mati. Sesudah itu,
seperti Anda tidur, Anda akan dihidupkan kembali dan akan menerima pahala menurut amal
Anda. Imbalannya adalah surga Allah yang abadi (bagi orang lurus) dan neraka-Nya yang
kekal(bagi orang yang berbuat jahat). “Lalu beliau menambahkan, “Tak ada manusia yang
pernah membawa kebaikan untuk kaumnya ketimbang apa yang saya bawakan untuk Anda. Saya
membawakan kepada Anda rahmat dunia maupun Akhirat. Tuhan saya memerintahkan kepada
saya untuk mengajak Anda kepada-Nya. Siapakah diantara Anda sekalian yang akan menjadi
pendukung saya sehingga ia akan menjadi saudara, washi (penerima wasiat), dan khalifah
(pengganti) saya?”.

Ketika pidato Nabi mencapai poin ini, kebisuan total melanda pertemuan itu. ‘Ali, remaja
berusia lima belas tahun, memecahkan kebisuan itu. Ia bangkit seraya berkata dengan
mantap,” Wahai Nabi Allah, saya siap mendukung Anda.” Nabi menyuruhnya duduk. Nabi
mengulang tiga kali ucapannya, tapi tak ada yang menyambut kecuali ‘Ali yang terus
melontarkan jawaban yang sama. Beliau lalu berpaling kepada kerabatnya seraya berkata,”
Pemuda ini adalah saudara, washi, dan khalifah saya diantara kalian. Dengarkanlah kata-katanya
dan ikuti dia".

Pemakluman khilafah (imamah) ‘Ali di hari-hari awal kenabian Muhammad memperlihatkan


bahwa dua kedudukan ini berkaitan satu sama lain. Ketika Rosulullah diperkenalkan kepada masyarakat,
khalifahnya juga ditunjuk dan diperkenalkan pada hari itu juga. Ini dengan sendirinya menunjukkan
bahwa kenabian dan imamah merupakan dua hal yang tak terpisahkan.

Peristiwa diatas membuktikan heroisme spiritual dan kebenaran ‘Ali. Karena, dalam
pertemuan di mana orang-orang tua dan berpengalaman tenggelam dalam keraguan dan keheranan, ia
menyatakan dukungan dan pengabdian dengan keberanian sempurna dan mengungkapkan
permusuhannya terhadap musuh Nabi tanpa menempuh jalan politisi yang mengangkat diri sendiri.
Kendati waktu itu ia yang termuda diantara yang hadir, pergaulannya yang lama dengan Nabi telah
menyiapkan pikirannya untuk menerima kenyataan, sementara para sesepuh bangsa ragu-ragu untuk
menerimanya.

Setelah berdakwah kepada kaum kerabatnya, Nabi berdakwah terang-terangan kepada kaum
Quraisy. Muhammad, berbekal kesabaran, keyakinan, kegigihan, dan keuletan dalam berdakwah terus-
menerus dan tidak menghiraukan orang-orang musrik yang terus menghardik dan mengejeknya. Banyak
yang cara yang dilakukan kaum Quraisy untuk menghentikan Muhammad, suatu saat Abu Tholib sedang
duduk bersama keponakannya. Juru bicara rombongan yang mendatangi rumah Abu Tholib membuka
pembicaraan dengan berkata,” Wahai Abu Tholib! Muhammad mencerai-beraikan barisan kita dan
menciptakan perselisihan diantara kita. Ia merendahkan kita dan mencemooh kita dan berhala kita. Jika
ia melakukan itu karena kemiskinan dan kepapaannya, kami siap menyerahkan harta berlimpah
kepadanya. Jika ia menginginkan kedudukan, kami siap menerimanya sebagai penguasa kami dan kami
akan mengikuti perintahnya. Bila ia sakit dan membutuhkan pengobatan, kami akan membawakan tabib
ahli untuk merawatnya…”.

Abu Tholib berpaling kepada Nabi seraya berkata,“ Para sesepuh anda datang untuk
meminta Anda berhenti mengkritik berhala supaya mereka pun tidak mengganggu Anda.† Nabi
menjawab,” Saya tidak menginginkan apa pun dari mereka. Bertentangan dengan empat tawaran itu,
mereka harus menerima satu kata dari saya, yang dengan itu mereka dapat memerintah bangsa Arab
dan menjadikan bangsa Ajam sebagai pengikut mereka.† Abu Jahal bangkit sambil berkata, “
Kami siap sepuluh kali untuk mendengarnya.† Nabi menjawab,† Kalian harus mengakui keesaan
Tuhan.” Kata-kata tak terduga dari Nabi ini laksana air dingin ditumpahkan ke ceret panas. Mereka
demikian heran, kecewa, dan putus asa sehingga serentak mereka berkata,† Haruskah kita
mengabaikan 360 Tuhan dan menyembah kepada satu Allah saja?”

Orang Quraisy meninggalkan rumah Abu Tholib dengan wajah dan mata terbakar kemarahan.
Mereka terus memikirkan cara untuk mencapai tujuan mereka. Dalam ayat berikut, kejadian itu dikatakan,

“Dan mereka heran karena mereka kedatangan seorang pemberi peringatan dari kalangan
mereka; dan orang-orang kafir berkata,’Ini adalah seorang ahli sihir yang banyak berdusta. Mengapa
ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Satu saja ? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang
sangat mengherankan.’ Dan pergilah pemimpin-pemimpin mereka [seraya berkata], ‘Pergilah
kamu dan tetaplah [menyembah] tuhan-tuhanmu, sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang
dikehendaki. Kami tidak pernah mendengar hal ini dalam agama yang terakhir ini; ini(mengesakan Allah)
tidak lain kecuali dusta yang diada-adakan.”

Banyak sekali contoh penganiayaan dan penyiksaan kaum Quraisy, Tiap hari nabi menghadapi
penganiayaan baru. Misalnya, suatu hari Uqbah bin Abi Mu’ith melihat Nabi bertawaf, lalu
menyiksanya. Ia menjerat leher Nabi dengan serbannya dan menyeret beliau ke luar masjid. Beberapa
orang datang membebaskan Nabi karena takut kepada Bani Hasyim. Dan masih banyak lagi. Nabi
menyadari dan prihatin terhadap kondisi kaum Muslim. Kendati beliau mendapat dukungan dan lindungan
Bani Hasyim, kebanyakan pengikutnya budak wanita dan – pria serta beberapa orang tak terlindung.
Para pemimpin Quraisy menganiaya orang-orang ini terus-menerus , para pemimpin terkemuka berbagai
suku menyiksa anggota suku mereka sendiri yang memeluk Islam. Maka ketika para sahabatnya
meminta nasihatnya menyangkut hijrah, Nabi menjawab, “Ke Etiopia akan lebih mantap.
Penguasanya kuat dan adil, dan tak ada orang yang ditindas di sana. Tanah negeri itu baik dan bersih,
dan Anda boleh tinggal di sana sampai Allah menolong Anda.

Pasukan Syirik Quraisy kehabisan akal untuk menghancurkan Muhammad, maka mereka
melakukan propaganda anti Muhammad, diantaranya mereka memfitnah Nabi, Bersikeras menjuluki Nabi
Gila, larangan mendengarkan Al-Qur’an, menghalangi orang masuk Islam, sehingga Allah
mengabadikan perkataan orang-orang keji ini dan menunjukkan sesatnya perkataan mereka, dalam Al-
Qur’an Allah berfirman

“Demikianlah, tiada seorang rosul pun yang datang kepada orang-orang yang sebelum
mereka selain mengatakan,’ Ia adalah seorang tukang sihir atau orang gila.’ Apakah mereka
saling berpesan tentang apa yang dikatakan itu ? Sebenarnya mereka adalah kaum yang melampaui
batas.”

Kaum Quraisy pun gagal melakukan berbagai macam cara untuk menghalangi usaha
Muhammad, dan menghalangi orang-orang untuk mengikuti agama Tuhan Yang Esa. Mereka pun
melakukan Blokade ekonomi yang membuat banyak kaum muslim, terutama kaum wanita dan anak-anak
kelaparan. Nabi dan para pengikutnya masuk ke Syi’ib Abu Tholib, yang diikuti pendamping
hidupnya, Khodijah, dengan membawa serta Fatimah AS. Orang-orang Quraisy mengepung mereka di
Syi’ib itu selama tiga tahun. Dan akhirnya tahun-tahun blokade itu pun berakhir. Dan keluarlah sang
bintang bersama keluarga dan sahabatnya dari pengepungan. Allah telah menetapkan kemenangan bagi
mereka, dan Khodijah pun berhasil pula keluar dari pengepungan dalam keadaan amat berat dan
menderita, Beliau telah hidup dengan kehidupan yang menjadi teladan Istimewa bagi kalangan kaum
wanita. Ajal Khodijah sudah dekat. Allah telah memilihnya untuk mendampingi Rosulullah Saww., dan dia
telah berhasil menunaikan tugas dengan baik. Khodijah akhirnya meninggal pada tahun itu juga. Yakni,
pada saat kaum Muslim keluar dari blokade orang-orang Quraisy, tahun kesepuluh sesudah Kenabian.
Pada tahun yang sama, paman Rosul (Abu Tholib) meninggal dunia, yang sekaligus sebagai pelindung
dakwa Muhammad. Sungguh Nabi mengalami kesedihan yang amat berat. Beliau kehilangan Khodijah,
dan juga pamannya yang menjadi pelindung, dan pembelanya. Itu sebabnya, maka tahun ini dinamakan
‘Am Al-Huzn (Tahun Duka cita). Bukan hanya Rosul yang terpukul hatinya, Fatimah, yang belum
kenyang mengenyam kasih sayang seorang ibu dan kelembutan belaiannya, ikut pula menanggungnya.
Kedukaan menyelimuti dan menindihnya di tahun penuh kesedihan itu.Fatimah kehilangan ibundanya,
berpisah dari orang yang menjadi sumber cintanya dan kasih sayangnya. Acap kali dia bertanya kepada
ayahandanya,” Ayah, kemana Ibu?” Kalau sudah begini, tangisnya pecah, air matanya meleleh,
dan kesedihan menerpa hatinya. Rosul merasakan betapa berat kesedihan yang ditanggung putrinya.
Setelah wafatnya Abu Tholib kaum Kafir Quraisy semakin berani menganggu Muhammad, akhirnya
Muhammad berhijrah ke Yastrib, peristiwa hijrahnya Nabi ke Yastrib, merupakan momen awal dari
lahirnya negara Islam. Penduduk Yastrib bersedia memikul tanggung jawab bagi keselamatan Nabi. Di
bulan Robi’ul Awwal tahun ini, saat hijrahnya Nabi terjadi, tak ada seorang muslim pun yang
tertinggal di Mekah kecuali Nabi, ‘Ali dan Abu Bakar, dan segelintir orang yang ditahan Quraisy atau
karena sakit,dan lanjut usia.

Kaum Quraisy yang berada di Mekah akhirnya membuat kesepakatan untuk membunuh
Muhammad di malam hari, dan masing-masing suku mempunyai wakil, sehingga Bani Hasyim tidak
dapat menuntut balas atas kematian Muhammad. Orang-orang ini memang bodoh, mereka mengira
Muhammad dapat dihancurkan hanya dengan cara seperti ini, seperti urusan duniawi mereka. Jibril
datang memberitahu Nabi tentang rencana kejam kaum kafir itu. Al-Qur’an merujuk pada kejadian itu
dengan kata-kata,

“Dan [ingatlah] ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu
untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu
daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik Pembalas tipu daya.

Ali berbaring melewati cobaan yang mengerikan demi keselamatan Islam menggantikan Nabi,
sejak sore. Ia bukan orang tua yang lanjut usia, tapi seorang anak muda yang begitu berani
mengorbankan nyawanya untuk sang Nabi, ia, yang bersama Khodijah adalah orang yang pertama-tama
beriman kepada Nabi, dialah orang yang rela berkorban untuk Nabi, Ali, sekali lagi ‘Ali. Kepadanya
Nabi berkata,”Tidurlah di ranjang saya malam ini dan tutupi tubuh Anda dengan selimut hijau yang
biasa saya gunakan, karena musuh telah bersekongkol membunuh saya. Saya harus berhijrah ke
Yastrib. ‘Ali menempati ranjang Nabi sejak sore. Ketika tiga perempat malam lewat, empat puluh orang
mengepung rumah nabi dan mengintipnya melalui celah. Mereka melihat keadaan rumah seperti
biasanya, dan menyangka bahwa orang yang sedang tidur di kamar itu adalah Nabi.

IV. Hijrah

Kini tiba fajar. Semangat dan gairah besar tampak di kalangan musyrik itu. Mereka begitu yakin
akan segera berhasil. Dengan pedang terhunus mereka memasuki kamar Nabi, yang menimbulkan suara
gaduh. Serentak ‘Ali mengangkat kepalanya dari bantal dan menyingkirkan selimutnya lalu berkata
dengan sangat tenag,”Apa yang terjadi ?” Mereka menjawab,†Kami mencari Muhammad. Di
mana dia?” ’Ali berkata,” Apakah anda menitipkannya kepada saya sehingga saya harus
menyerahkannya kembali kepada Anda? Bagaimanapun, sekarang ia tak ada di rumah.† Muhammad
telah pergi jauh di luar pengetahuan mereka.

Nabi, tiba di Quba tanggal 12 Rabi’ul Awwal, dan tinggal di rumah Ummu Kultsum ibn al-
Hadam. Sejumlah Muhajirin dan Ansor sedang menunggu kedatangan Nabi. Beliau tinggal di situ sampai
akhir pekan. Sebagian orang mendesak agar beliau segera berangkat ke Madinah, tetapi beliau
menunggu kedatangan ‘Ali. Orang Quraisy mengetahui hijrahnya ‘Ali dan rombongannya –
diantaranya ialah Fatimah, puteri Nabi, Fatimah binti ‘Asad dan Fatimah binti Hamzah bin Abdul
Mutholib – karena itu, mereka memburunya dan berhadap-hadapan dengan dia di daerah Zajnan.
Perselisihan pun terjadi dan ‘Ali berkata “Barangsiapa menghendaki tubuhnya terpotong-potong
dan darahnya tumpah, majulah! Tanda marah nampak di wajahnya. Orang-orang Quraisy yang merasa
bahwa masalah telah menjadi serius, mengambil sikap damai dan berbalik pulang.† Ketika ‘Ali tiba
di Quba, kakinya berdarah, dikarenakan menempuh perjalanan Makah Madinah dengan berjalan kaki.
Nabi dikabari bahwa, ‘Ali telah tiba tapi tak mampu menghadap beliau. Segera nabi ke tempat ‘Ali
lalu merangkulnya. Ketika melihat kaki ‘Ali membengkak, air mata Nabi menetes".

Penduduk Yastrib – yang kemudian berganti menjadi nama Madinah - menyambut
kedatangan Nabi. Mereka mengucapkan berbagai macam syair untuk menyambut manusia mulia ini.
Disinilah manifestasi sebuah negara Islam pertama kali didirikan. Muhammad menyusun kekuatannya di
Madinah bersama keluarga dan sahabat setianya yang rela meninggalkan tanah air dan hartanya untuk
Tuhannya, islam yang muda ini menyusun kekuatan untuk menghadapi kekuatan kaum Quraisy yang
setiap saat siap untuk menghancurkan Islam yang dibangun ini, perang demi perang mulai dari Badar,
Uhud, Khandaq, yang disetiap perang tampillah Al-Washi Muhammad yang selalu menjadi pemberi moral
kepada pasukan untuk menghancurkan kafir Quraisy dengan Iman yang membara. Pada perang Badar
‘al-washi (‘Ali) dan Hamzah tampil menghadapi pemberani kafir Quraisy, dalam sepucuk suratnya
kepada Muawiyah, ‘Ali mengingatkannya dalam kata-kata ‘Pedang saya yang saya gunakan untuk
membereskan kakek anda dari pihak ibu (Utbah, ayah dari Hindun Ibu Muawiyah), paman anda dari
pihak Ibu (Walid bin Uthbah) dan saudara Anda (Hanzalah) masih ada pada saya. Pada perang Uhud
Nabi dan lagi-lagi Hamzah dan ‘Ali tidak pernah Absen, ‘Ali adalah pembawa panji dalam setiap
peperangan. Nabi mengungkapkan nilai pukulan ‘Ali pada perang Khandaq (parit) – disebut juga
dengan Ahzab – kepada ‘Amar bin ‘Abdiwad itu,† Nilai pengorbanan itu melebihi segala
perbuatan baik para pengikutku, karena sebagai akibat kekalahan jagoan kafir terbesar itu kaum Muslim
menjadi terhormat dan kaum kafir menjadi aib dan terhina".

V. Benteng Khaibar
 

Pada perang Khaibar ketika semangat kaum muslim mengendur dan merasa tidak mampu
untuk menghancurkan benteng Khaibar, orang-orang menunggu dengan gelisah dan ketakutan, karena
sebelumnya Abu Bakar dan Umar tidak ada yang mampu menghancurkan benteng, bahkan ‘Umar
memuji keberanian pemimpin benteng, Marhab,yang luar biasa yang membuat Nabi dan para komandan
Islam kecewa atas pernyataan ‘Umar ini.

Kebisuan orang-orang sedang menunggu dengan gelisah dipecahkan oleh kata-kata Nabi,”
Dimanakah ‘Ali? “ Dikabarkan kepada beliau bahwa ‘Ali menderita sakit mata dan sedang
beristirahat di suatu pojok. Nabi bersabda,† Panggil dia.† ‘Ali diangkut dengan unta dan
diturunkan di depan kemah Nabi.” Pernyataan ini menunjukkan sakit matanya demikian serius sampai
tak mampu berjalan. Nabi menggosokkan tangannya ke mata ‘Ali seraya mendoakannya. Mata ‘Ali
langsung sembuh dan tak pernah sakit lagi sepanjang hidupnya. Nabi memerintahkan ‘Ali maju,
menurut riwayat pintu benteng Khaibar itu terbuat dari batu, panjangnya 60 inci, dan lebarnya 30 inci.
Mengutip kisah pencabutan pintu benteng Khaibar itu dari ‘Ali melalui jalur khusus,† Saya mencabut
pintu Khaibar dan menggunakannya sebagai perisai. Seusai pertempuran, saya menggunakannya
sebagai jembatan pada parit yang digali kaum Yahudi.† Seseorang bertanya kepadanya,† Apakah
Anda merasakan beratnya?” ‘Ali menjawab,” Saya merasakannya sama berat dengan perisai
saya.” Masih banyak lagi peristiwa-peristiwa lain selain peperangan untuk melawan kebejatan kaum
kafir Quraisy, banyak juga peristiwa yang menggembirakan, misalnya peristiwa pernikahan al-Washi dan
Fatimah, putri Nabi, perubahan kiblat dari Bait al-Maqdis ke Ka’bah di Makah. Selain serangan dari
luar Kota Madinah, kaum Yahudi yang berada di dalam kota selalu mencoba melakukan rongrongan
terhadap pemerintahan Islam yang masih muda ini, namun Sang Maha Konsep telah menentukan Drama
yang berbeda, walaupun mereka mencoba memadamkan nur cahaya-Nya, namun Ia terus menerangi
Nur Cahaya-Nya, walaupun orang-orang kafir itu benci.

VI. Fath Makkah

Tahun kedelapan Hijrah, perjanjian Hudaibiyah dikhianati oleh orang-orang Quraisy mekah,
Nabi segera mengeluarkan perintah kesiagaan umum. Beliau siapkan pasukan besar yang belum pernah
disaksikan kehebatannya selama ini. Ketika pasukan telah lengkap dan siap bergerak, Nabi pun
menyampaikan bahwa sasarannya adalah Mekah. Pasukan bergerak laksana migrasi kawanan burung
menuju arah selatan. Nabi memerintahkan kepada pasukannya yang berjumlah 10.000 orang untuk
membagi diri, dan menyalakan api unggun di malam hari agar pasukan musuh melihat betapa besar
pasukan musuh tersebut.

Di dekat kuburan Abu Tholib dan Khodijah yang terletak di punggung Mekah, kaum muslimin
membuat kubah untuk Nabi. Dari kubah inilah Nabi mengamati dengan cermat arus pasukan Islam yang
masuk ke kota dari empat penjuru.

Makkah... Membisu di depan Nabi dan pendukungnya. Ya Mekah membisu dan tidak lagi
menyerukan teriakan Fir’aun-fir’aun, digantikan hiruk pikuk suara 10.000 prajurit Muslim yang
menggema yang seakan-akan sedang menunggu kedatangan sahabatnya

Gua itu menatap kepada orang yang dulu berada dalam perutnya dalam keadaan terusir yang
kini telah berdiri tegap dengan gagah dan dikelilingi puluhan ribu pengikut dan pembelanya.

Nabi memasuki Mekah dan bertawaf, menghancurkan berhala-berhala bersama al-Washi, tidak
ada darah yang tertumpah. Orang-orang Quraisy yang berada di Makkah menunggu bibir Muhammad
berucap tentang mereka, apakah yang akan terjadi pada mereka, namun bibir itu begitu mulia untuk
menjatuhkan hukuman, ia memberikan kepada mereka yang telah memeranginya pengampunan dan
beliau berkata “... Pergilah, Anda semua adalah orang-orang yang dibebaskan!”

Kini, di Shafa, laki-laki yang telah membuat sejarah itu telah kembali, berdiri di depan
kehidupannya yang sarat dengan berbagai peristiwa dan yang ditangannya tergenggam masa depan
yang gemilang. Selama dua puluh tahun penggembalaannya tak pernah henti, ia tak pernah merasakan
letih, kesabarannya begitu tinggi, tak pernah menyerah. Orang –orang Quraisy berdesak-desakkan di
bukit Shafa untuk memberikan Ba’iat.

Setelah penaklukan Mekah masih ada beberapa peperangan besar berlanjut – semasa hidup
Nabi - yaitu Hunain, Tabuk. Al-Washi tampil dengan gagah perkasa dalam peperangan ini, sesudah
membuat kocar-kacir musuh, al-washi segera menghambur untuk bergabung dengan Nabi, ia memutari
Nabi, dan menghambur membabat musuh untuk melindungi Nabi, dan pada kali yang lain menemui
prajurit musuh yang lari dan menghadang kejaran musuh. Sesudah itu kembali memutari Nabi. Nabi
memanggil sahabat-sahabatnya yang lari cerai-berai “ Ayyuhan Nas, mau kemana kalian ?”
Wahai orang-orang yang ikut bai’at al-Ridwan! Wahai, orang-orang yang kepadanya diturunkan surat
Al-Baqarah! Wahai orang-orang yang berbaiat di bawah pohon...! orang-orang Madinah yang gagah
berani segera sadar akan diri mereka! Dan ingat bahwa hingga saat ini mereka adalah tulang punggung
Nabi. Kini Nabi memanggil mereka di tengah 12.000 orang prajurit, dua ribu diantaranya adalah kaum
kerabatnya. Mereka segera menghambur ke arah Nabi menyambut panggilannya dengan, “Labbaik,
Labbaik... Kami datang, kami datang...!”
Pasukan Islam kembali memenangkan pertempuran, peran individual Muhammad dalam
menyampaikan risalah agungnya telah selesai, dan kini – tidak bisa – tidak di harus melihat
pasukannya, untuk kesekian kalinya, mengingat dan mengenang kembali pelajaran yang telah
diberikannya selama dua puluh tiga tahun, agar di bisa mengevaluasidan menelitinya kembali.

VII. Haji Wada

Tahun kesebelas Hijrah, haji pertama Nabi dan kaum Muslimin tanpa ada seorang musrik pun
yang ikut didalamnya, untuk pertama kalinya pula, lebih dari 10.000 orang berkumpul di Madinah dan
sekitarnya, menyertai Nabi melakukan perjalanan ke Makkah, dan .. sekaligus inilah haji terakhir yang
dilakukan oleh Nabi. Rombongan haji meninggalkan Madinah tanggal 25 Dzulqa’idah , Nabi disertai
semua isterinya, menginap satu malam di Dzi Al-Hulaifah, kemudian melakukan Ihram sepanjang Subuh,
dan mulai bergerak... seluruh padang terisi gema suara mereka yang mengucapkan,”Labbaik,
Allahumma labaik... Labbaik, la syarika laka, ! Aku datang memenuhi panggilanmu, Allahumma, ya Allah,
aku datang memenuhi panggilan-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu...Labbaik, aku datang memenuhi panggilan-
Mu. Segala puji, kenikmatan, dan kemaharajaan, hanya bagi-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu... Labbaik, aku
datang memenuhi panggilan-Mu...” Langit, hingga hari itu, belum pernah menyaksikan pemandangan
di muka bumi seperti yang ada pada saat itu. Lebih dari 100.000 orang, laki-laki dan perempuan –
dibawah sengatan Matahari yang amat terik dan di padang pasir yang sebelumnya tak pernah dikenal
orang – bergerak menuju satu arah. Medan ini merupakan lukisan paling indah dari satu warna yang
menghiasi kehidupan manusia. Dan sejarah, adalah kakek tua yang terbelenggu dalam pengabdian
terhadap kepentingan-kepentingan. Ia adalah tukang cerita yang membacakan hikayat-hikayat
Fir’aun, Kisra dan Kaisar. Sejarah sekali melihat Muhammad dan orang-orang yang bergerak
bersamanya dengan heran! Aneh sekali. Pasukan apa ini? Komandan berjalan kaki kelelahan, dan
pengikut-pengikutnya pun demikian pula. Nabi memang berjalan kaki bersama umatnya. Sejarah
memang mendengar bahwa “penguasa” itu berada di tengah-tengah pasukan itu, tapi ketika
dicari-carinya, dia tak bisa menemukannya. Rombongan itu masuk Mekah 4 Dzulhijjah, disitu telah
berkumpul Allah, Ibrahim, Ka’bah dan Muhammad. Dia juga ingin memperlihatkan kepada Ibrahim,
bahwa karya besarnya, kita sudah diantarkan kepada Maksud.

Matahari tepat di tengah siang hari itu. Seakan-akan ia menumpahkan seluruh cahayannya
yang memakar ke atas kepala semua orang. Nabi berdiri di depan lebih dari 100.000 orang. Laki-laki dan
perempuan yang mengelilinginya. Nabi memulai pidatonya, Rosulullah berkata,†Tahukah kalian, bulan
apa ini ?”
Mereka serentak menjawab,”Bulan Haram!” .....

...”Ayyuhan Nas, camkan baik-baik perkataanku. Sebab, aku tidak tahu, mungkin aku tidak
lagi akan bertemu dengan kalian sesudah tahun ini, di tempat ini, untuk selama-lamanya... Ayyuhan Nas,
sesungguhnya darah dan hartamu adalah haram bagimu hingga kalian menemui Tuhanmu sebagaimana
diharamkannya hari dan bulanmu ini. Sesudah itu, kamu sekalian akan menemui Tuhanmu dan ditanya
tentang amal-amalmu. Sungguh, aku telah sampaikan hal ini. Maka, barangsiapa yang masih mempunyai
amanat, hendaknya segera disampaikan kepada orang yang berhak menerimanya.....”

Akar-akar syirik telah dihapuskan dari Mekah, dan Mekah menjadi sebuah kota suci bagi kaum
muslim, tempat berkumpulnya muslimin dari seluruh penjuru dunia, dengan menggunakan pakaian yang
sama, menuju Tuhannya, tidak ada perbedaan, baik kaya, miskin, raja, rakyat, semuanya sama
dihadapan Tuhan, yang membedakannya adalah takwa.

Muhammad telah melaksanakan tugasnya, dan sekarang beliau berada di pembaringan, Nabi
membuka mata seraya berkata kepada putrinya dengan suara pelan “Muhammad tidak lain hanyalah
seorang Rosul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rosul. Apakah jika dia wafat atau
dibunuh kamu akan berbalik ke belakang? Barangsiapa berpaling ke belakang, maka tidak akan
mendatangkan mudarat kepada Allah sedikitpun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang
yang bersyukur”.[Petikan dari laman. fatima
Artikel Islami
Majlis Ta'lim Wad Da'wah
 
Memperingati Maulid (kelahiran) Nabi Muhammad SAW  
Dikirim: [04/02/2011]
 
Umat islam di berbagai penjuru dunia sangat bersuka cita dengan masuknya bulan Rabiul
Awwal, atau biasa disebut banyak orang sebagai bulan “Maulid”. Memang hal ini layak dan
pantas sebab pada bulan inilah terjadinya Maulid (kelahiran) Nabi yang paling mulia, Nabi yang
meliputi alam semesta dengan Risalah dan Rahmat-nya, Nabi yang paling banyak mendapat
fadhail (keutamaan) dan keistimewaaan, beliaulah Nabi kita, Sayyiduna Muhammad bin
Abdillah SAW.

Kemudian, bermula dari bulan kelahiran Nabi Muhammad inilah saat ini kaum muslimin
serentak di berbagai daerah mengadakan peringatan Maulid Nabi Muhammad, hampir sebulan
penuh mereka mengisi hari-hari tersebut dengan mengumpulkan orang-orang membaca kitab
Maulid, bersholawat, memuji Rasulullah dan mendengarkan ceramah agama kemudian
menikmati hidangan.

Kesemuanya itu tidak lain adalah perwujudan kesenangan hatinya menyambut datangnya bulan
yang mulia ini. Yang ujung-ujungnya bahwa semua ini adalah realisasi dari kecintaannya
kepada Rasulullah saw.
Semua yang berkaitan dan berhubungan dengan beliau saw menjadi mulia. Semua yang
dinisbatkan kepada beliau menjadi terhormat. Ini semata-mata karena kemuliaan dan
kehormatan beliau SAW. Hari senin menjadi mulia karena pada hari itu dilahirkan Nabi
Muhammad, Nabi yang paling mulia, bulan Rabiul Awwal menjadi bulan yang agung,
ditunggu-tunggu kehadirannya oleh kaum muslimin, sebagaimana mereka menunggu
Ramadhan, karena pada bulan Rabiul Awwal ini dilahirkan Nabi Muhammad yang ditunggu-
tunggu seluruh alam persada. Karena beliaulah Nabi pembawa dan penyebar Rahmat untuk
sekalian alam.

Telah menjadi kebiasaan dan tradisi di kalangan salafus Saleh setelah abad ke 3 Hijriyah
merayakan peringatan maulid Nabi Saw yang agung. Mereka menghidupkan malam maulid
dengan berbagai macam ketaatan dan ibadah pendekatan kepada Allah seperti memberi makan
takir miskin, membaca Al Quran, membaca zikir-zikir, melantunkan puisi-puisi dan pujian-
pujian tentang Rasulullah Saw.

Hal ini ditegaskan oleh beberapa ulama seperti Al-Hafizh Ibnu Jauzi, Al-Hafizh Ibnu Katsir, Al
Hafizh Ibnu Dihyah Al-Andalusi, Al-Hafizh Ibnu Hajar, dan Sang Penutup huffazh (para
penghapal hadits dalam jumlah yang sangat banyak) Jalaluddin Al-Suyuthi, semoga Allah Swt
melimpahkan rahmat-Nya kepada mereka.

Peringatan maulid semacam ini sudah dilakukan oleh kaum muslimin sejak zaman dahulu
seperti yang telah kami sebutkan. Para imam, ulama dan masyarakat awam pun ikut
memeriahkannya. Namun akhir-akhir ini banyak kita mendengar beberapa kelompok yang
menyatakan bahwa peringatan Maulid ini adalah bid’ah yang mengarah kepada kesesatan dan
akhirnya menuju neraka. Mereka kemudian memakai dalil yang mereka miliki untuk
menguatkan pendapatnya ini. Diantaranya mereka berkata bahwa Peringatan seperti ini tidak
pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad dan para sahabat. Peringatan seperti ini hanya
membuang-buang waktu dan harta (Israaf) dan lain sebagainya.

Benarkah argument ini?. Lantas apakah kegiatan yang sudah turun-temurun, generasi demi
generasi ini harus dibubarkan dan dinyatakan sebagai kegiatan yang menyalahi agama dan
pelakunya akan terseret dalam kesesatan?, Tentu tidak!.

Kita pun disini akan mengemukakan beberapa dalil dan alasan yang menguatkan
diperbolehkannnya melakukan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Sebenarnya sudah
banyak ulama menulis dalam karya mereka kitab khusus yang membahas masalah ini dan
semuanya sudah sangat jelas dan akurat bahwa peringatan seperti itu boleh-boleh saja atau
bahkan sangat dianjurkan apalagi di zaman seperti ini, zaman dimana-mana fitnah bertebaran,
maksiat meraja lela. Dan bahkan jika dilihat bahwa di dalam kegiatan itu ada pembacaan
sholawat, al Quran, dan lain sebagainya, maka itu adalah ibadah. Artinya kegiatan yang
didalamnya dilakukan ibadah. Yang pasti berpahala.

Semua perbuatan itu termasuk menyantuni anak-anak yatim dan fakir miskin, merupakan
lambang atau syiar pernyataan sikap kecintaan kita kepada Nabi Muhammad SAW, dan
menunjukkan peghormatan kita terhadap kebesaran Nabi serta tanda syukur dan terima kasih
kepada Allah SWT yang telah mengutus Nabi Muhammad SAW ke permukaan bumi untuk
menjadi rahmat bagi seluruh alam.

Sebelum dikemukakan dalil-dalil tersebut, perlu kita ketahui bahwa Perayaan atau Peringatan
Maulid seperti yang kita lakukan dan kita saksikan, memang tidak diadakan oleh Nabi
Muhammad dan para Sahabat, karena kesibukan beliau dalam mengemban dakwah,
menyebarkan Risalah, berperang dan kesibukan lainnya.
Akan tetapi bukan berarti bahwa Beliau sama sekali tidak memperingati atau mengenang
Maulid (Kelahiran) beliau, Beliau saw melakukannya, hanya saja beliau ungkapkan perasaan
gembira tersebut dengan cara berpuasa. Seperti dalam hadits riwayat Imam Muslim, beliau saw
ditanya tentang puasa Senin yang beliau lakukan, beliau menjawab, “Pada hari itu aku
dilahirkan dan pada hari itu aku diturunkan wahyu”.

Hadits diatas menunjukkan bahwa beliau senang dan bersuka cita akan hari kelahirannya
walaupun kesenangan beliau ini diwujudkan dengan puasa, sedangkan kita menunjukkan
kesenangan tersebut dengan cara mengumpulkan orang-orang untuk membaca Sholawat, Al
Quran, memuji beliau, berdzikir dan bersedekah. Memang bentuk perayaannya berbeda tapi
tujuannya sama.
Pandangan Ulama tentang Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW

Al Hafizh Abu al Khair as Sakhawi mengatakan bahwa peringatan maulid Nabi yang mulia itu
tidak dilakukan atau dinukil dari salaf pada masa abad ke 3 Hijriyah, dimulai peringatan maulid
tersebut setelah abad ke 3 Hijriyah. Pada acara tersebut diadakan berbagai amal kebajikan,
membaca kitab maulid dan menampakkan kegembiraan atas kelahiran Nabi. Sehingga
tampaklah keberkahan pada mereka.

Dari kalangan pembesar-pembesar negara, yang mula-mula mengadakan perayaan untuk


memperingatinya tercatatlah nama Raja Mudhaffar Abu Sa’id penguasa Irbil, Irak. Demikian
menurut pendapat Imam as-Sakhawi.

Menurut keterangan Imam Ibnu al Jauzi, pada upacara ini pujangga terkenal Hafizh Ibnu
Dihyah menyusun suatu naskah yang dinamakan dengan At-Tanwir fi Maulidil Basyir an-
Nadzir, yang isinya memuat riwayat singkat perjuangan Nabi Muhammad saw. Untuk ini Raja
Mudhaffar Abu Sa’id memberinya 1000 dinar. Beliau terkenal seorang yang gagah perkasa,
pintar dan bijaksana. Ketika wafat, beliau sedang dalam penyerangan mengepung pasukan
Eropa di kota Aka, tahun 630 H.

Dalam kitab I’anatuth Thalibin , Syaikh Abu Bakar bin Muhammad Syatha Ad Dimyathi
menyatakan bahwa Imam Ibnu Jauzi dalam kitab Mir-at Az Zaman menceritakan tentang
peringatan Maulid yang diadakan Raja Mudhaffar Abu Sa’id itu. Dikatakan dalam upacara itu
disembelih sebanyak 5.000 ekor kambing, 10.000 ekor ayam, 100.000 roti mentega dan 30.000
piring kue-kue. Hadir pada upacara itu, pemuka-pemuka, alim ulama, ahli-ahli tasawuf dan
orang-orang besar lainnya. Biaya seluruhnya mencapai 300.000 dinar. Mulai saat itu hingga kini
ramai umat Islam di seluruh dunia memperingati Mauild Nabi.

Imam Abu Syamah (guru Imam An Nawawi) lebih jauh menegaskan bahwa diantara bid’ah
yang baik dilakukan pada masa kita sekarang ini, adalah pertemuan pada tanggal 12 Rabiul
Awal dengan bersedekah, berbuat baik, berdandan rapi dan menghias diri, sebagai tanda
kegembiraan hati atas kelahiran Nabi Muhammad SAW. Semua perbuatan itu termasuk
menyantuni anak-anak yatim dan fakir miskin, merupakan lambang atau syiar pernyataan sikap
kecintaan kita kepada Nabi Muhammad SAW, dan menunjukkan peghormatan kita terhadap
kebesaran Nabi serta tanda syukur dan terima kasih kepada Allah SWT yang telah mengutus
Nabi Muhammad SAW ke permukaan bumi untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam.

Banyak ulama dan fuqaha yang telah menulis buku-buku tentang anjuran merayakan peringatan
maulid Nabi Saw yang mulia. Mereka menjelaskan dalil-dalil yang shahih tentang sunnahnya
kegiatan ini. Semua itu tidak menyisakan ruang bagi orang yang memiliki akal, pemahaman,
dan pikiran yang sempurna untuk mengingkari apa yang telah ditempuh dan dilakukan oleh
kalangan salafussaleh berupa perayaan maulid Nabi Saw

Dalam kitab Al-Madkhal, Ibnu Hajj menjelaskan dengan panjang lebar tentang keutamaan-
keutamaan yang berkaitan dengan perayaan ini dan dia mengemukakan uraian penuh manfaat
yang membuat lapang hati orangorang yang beriman.
Perlu diketahui bahwa Ibnu Hajj sendiri menulis kitab al-Madkhal dengan tema mencela
perkara-perkara bid'ah yang diada-adakan yang tidak tersentuh oleh dalil syariat.

Sang Penutup para hafizh, Jalaluddin As-Suyuthi, di dalam bukunya "Husnul Maqshid fi
'Amalil Maulid" memberikan penjelasan tentang maulid Nabi Saw dalam rangka menjawab
pertanyaan yang diajukan kepadanya tentang kegiatan maulid Nabi Saw pada bulan Rabi'ul
Awwal: Apa hukumnya dalam pandangan syariah? Apakah kegiatan itu terpuji atau tercela?
Dan apakah pelakunya mendapatkan pahala? Dia berkata, "Jawabannya, menurutku, bahwa
hukum dasar kegiatan maulid -yang herupa berkumpulnya orang-orang yang banyak; membaca
beberapa ayat-ayat Al Quran; menyampaikan 'khabar-khabar' yang diriwayatkan tentang awal
perjalanan hidup Nabi Saw dan tanda-tanda kebesaran yang terjadi pada waktu kelahiran
Beliau; kemudian dihidangkan makanan untuk mereka dan mereka pun makan bersama; lalu
mereka heranjak pulang, tanpa ada tambahan kegiatan lain- adalah termasuk bid'ah hasanah
(bid'ah baik) dan diberikan pahala hagi orang yang melakukannya. Karena dalam kegiatan itu
terkandung makna mengagungkan peran dan kedudukan Nabi Saw serta menunjukkan suka cita
dan kegembiraan terhadap kelahiran beliau."

Imam Suyuthi membantah orang yang berkata, "Aku tidak mengetahui dasar hukum perayaan
maulid ini di dalam Al Quran maupun di dalam Sunnah," dengan mengatakan, "Ketidaktahuan
terhadap sesuatu tidak lalu herarti tidak adanya sesuatu itu,". Beliau juga menjelaskan bahwa
Imam para hafizh, Abu Fadhl Ibnu Hajar -semoga Allah merahmatinya-, telah menjelaskan
dasar hukumnya dari Sunnah. Imam Suyuthi sendiri juga mengemukakan dasar hukumnya yang
kedua dan menjelaskan bahwa bid'ah tercela adalah perkara baru yang tidak ada hubungannya
sama sekali dengan dalil syariat. Adapun jika ada hubungan yang kuat dengan dalil syariat yang
memujinya, maka perkara itu tidak tercela.

Al Baihaqi meriwayatkan dari Imam Syafi'i Ra bahwa dia berkata, "Perkara-perkara baru itu
ada dua macam, yaitu: pertama, perkara baru yang diada-adakan yang bertentangan dengan Al
Quran, Sunnah, atsar, atau ijma'. Maka, ini adalah bid'ah yang sesat. Kedua, perkara-perkara
baru yang baik; tidak ada pertentangan dengan satu pun (dari rujukan-rujukan hukum di atas).
Dan, ini adalah perkara baru yang tidak tercela. Umar bin Khaththab Ra berkata tentang
pelaksanaan shalat tarawih pada bulan Ramadhan, "Alangkah baiknya bid'ah ini"
Yakni ini adalah perkara baru yang belum dilaksanakan sebelumnya. Namun apabila dilakukan
maka kita juga tidak akan menemukannya bertentangan dengan perkara yang dahulu (terjadi di
zaman Nabi)". Demikian akhir kutipan dari pendapat Imam Syafi'i.

Imam Suyuthi berkata, "Kegiatan merayakan maulid Nabi Saw tidak bertentangan dengan Al
Quran, Sunnah, atsar, maupun ijma'. Maka ini bukan perbuatan tercela sebagaimana yang
diungkapkan oleh Imam Syafi'i. Justru kegiatan itu merupakan perbuatan baik yang belum
dikenal pada masa-masa awal Islam. Kegiatan memberi makan yang terlepas dari perbuatan
dosa adalah perbuatan baik. Dengan demikian, kegiatan maulid termasuk perkara baru yang
dianjurkan sebagaimana diungkapkan oleh Sultannya para Ulama, Izzuddin bin Abdissalam."

Dan hukum dasar berkumpul untuk menyemarakkan syiar maulid adalah sunnah dan qurbah
(ibadah mendekatkan diri kepada Allah). Sebab kelahiran Nabi Saw merupakan nikmat terbesar
untuk kita, dan syariat memerintahkan kita untuk mengungkapkan rasa syukur atas nikmat yang
kita peroleh.
Inilah yang dinyatakan kuat (rajih) oleh Ibnu Hajj di dalam kitab Al-Madkhal. Beliau berkata,
"Karena pada bulan ini Allah Swt menganugerahkan kepada manusia di bumi tokoh junjungan
untuk orang-orang terdahulu dan sekarang, maka wajib untuk ditingkatkan pada hari itu ibadah-
ibadah, kebaikan, dan syukur kepada Allah atas nikmat besar yang dilimpahkan-Nya kepada
kita."

Dasar hukum yang dikeluarkan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar tentang kegiatan maulid Nabi Saw
adalah hadits yang terdapat di dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim bahwa Nabi Saw tiba
ke Madinah dan menemukan orang-orang Yahudi sedang berpuasa pada hari Asyu Ra, maka
beliau menanyakan hal itu kepada mereka. Mereka pun menjawab, "Ini adalah hari yang Fir'aun
ditenggelamkan dan Musa diselamatkan oleh Allah. Maka kami berpuasa padanya sebagai
ungkapan syukur kepada Allah Swt"

Ibnu Hajar berkata, "Jadi, diambil faidah yang terkandung di dalam hadits ini yaitu
melaksanakan syukur kepada Allah Swt atas anugerah yang Dia berikan pada hari tertentu,
pemberian nikmat atau pencegahan dari bencana. Dan, kegiatan itu diulangi pada hari yang
sama setiap tahun. Kegiatan syukur itu tercapai dengan berbagai bentuk ibadah seperti sujud
(shalat), puasa, sedekah, dan membaca Al Quran. Dan, nikmat manakah yang lebih hesar
daripada nikmat munculnya Nabi Saw ini, Nabi rahmat, pada hari itu?"

Al-Hafizh Ibnu Hajar menegaskan bentuk-bentuk kegiatan di dalam perayaan tersebut dan
berkata, "Maka semestinya kita batasi bentuk-bentuk kegiatan itu pada hal-hal yang dipahami
sebagai ungkapan syukur kepada Allah Swt seperti yang telah disebutkan: membaca Al Quran,
memberi makan, melantunkan puisi-puisi pujian bagi Nabi Saw dan puisi-puisi yang
menggerakkan hati untuk melakukan kebajikan dan amal akhirat. Perkara-perkara mubah yang
mengandung nilai suka cita dan kegembiraan terhadap hari kelahiran itu tidak mengapa untuk
disertakan dengannya."

Imam Suyuthi mengutip penjelasan Imam tokoh-tokoh qira'at, Al-Hafizh Syamsuddin Ibnu
Jauzi dari kitabnya 'Urf Al-Ta'rif bi Al-Maulid Al-Syarif ', "Jelas disebutkan dalam hadits
shahih bahwa Abu Lahab mendapatkan keringanan dari siksa neraka pada setiap malam Senin
karena ia memerdekakan Tsuwaibah setelah mendengarkan berita gembira kelahiran Nabi Saw
yang disampaikannya. Jika Abu Lahab yang kafir dan dicela dengan nyata di dalam Al Quran
mendapatkan keringanan di dalam neraka karena suka cita dan kegembiraannya pada malam
kelahiran Nabi Saw, maka bagaimana lagi dengan seorang muslim dan bertauhid dari umat Nabi
Saw yang bergembira dengan kelahiran beliau dan berusaha sekuat tenaga yang ia mampu
untuk mencintainya? sungguh balasannya dari Allah Swt adalah Dia memasukkannya ke dalam
surga yang penuh kenikmatan dengan karunia-Nya."

Selain dasar-dasar hukum dan argumentasi yang disebutkan, bisa juga berdalil dengan
umumnya firman Allah Swt : "...dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah," (QS.
Ibrahim : 5)

Tidak ragu lagi bahwa kelahiran Nabi Saw termasuk hari-hari Allah, sehingga memperingatinya
berarti melaksanakan perintah Allah. Perkara yang demikian bukanlah bid'ah, tetapi merupakan
sunnah hasanah (tradisi baik), sekalipun tidak pernah ada pada masa Rasulullah Saw

Kita merayakan kelahiran Nabi Muhammad Saw karena kita mencintainya. Dan bagaimana kita
tidak mencintainya, sedangkan seluruh alam semesta mengenal dan mencintainya. Ingatlah
hadits tentang sebatang pohon karma yang tak bernyawa, betapa ia menyayangi dan mencintai
Nabi Saw serta rindu untuk selalu dekat dengan Nabi Saw yang mulia, bahkan menangis sejadi-
jadinya karena rindu kepada Nabi Saw

You might also like