You are on page 1of 14

I.

PENDAHULUAN

Mete (Anacardiwn occidentale L) merupakan tanaman yang sedang berkembang


dan eukup potensial diusahakan di Indonesia. Tanaman mete dapat ditanam di lahan kritis
sehingga tidak bersaing dengan komoditas lain dan juga dapat berfungsi sebagai tanaman
konservasi. Sebagai komoditas ekspor, pasar mete eukup luas karena tidak tergantung
pada pasar domestik. Indonesia sangat berpeluang meningkatkan areal pertanamannya
karena kontribusinya terhadap pasar dunia yang hanya 6,3 % masih keeil sehingga belum
mengganggu pasar mete dunia secara signifikan. Usahatani, perdagangan, dan
agroindustri mete melibatkan banyak tenaga kerja, apalagi sekitar 98% pertanaman mete
merupakan perkebunan rakyat.

Pengembangan mete di Indonesia dimulai tahun 1975 melalui proyek Departemen Kehutanan sebagai tanaman
konservasi untuk memperbaiki lahan kritis, bukan untuk produksi. Melalui proyek tersebut areal mete Indonesia meningkat
pesat dari 58.000 ha tahun 1975 menjadi 196.000 ha tahun 1984. Sejak tahun 1988 proyek pengembangan mete ditangani
oleh Direktorat Jenderal Perkebunan, Departemen Pertanian dengan orientasi disamping memperbaiki lahan kritis sekaligus
penanggulangari masalah kemiskinan melalui peningkatan produktivitas mete.
Tahun 2003, lima belas tahun kemudian, areal mete Indonesia sekitar 581.300 ha, tersebar di 21 propinsi. Terluas
terdapat di Sulawesi Tenggara (25,4%), NIT (23,2%), Sulawesi Selatan (12,9%), Jawa Timur (10,6%), NTB (8,4%) dan Jawa
Tengah (5,6%). Produksi gelondong mete Indonesia pada tahun tersebut sekitar 92.000 ton. Produktivitas mete sekitar 388
kg gelondong/ha/tahun tergolong sangat rendah dibandingkan dengan India dan Thailand berturut-turut telah meneapai 600
dan 1.000 kg gelondong/ha/ tahun. Rendahnya produktivitas ini disebabkan karena belum terpenuhinya teknologi produksi yang
diterapkan mulai dari bahan tanaman sampai dengan pemeliharaan.
Rata-rata kepemilikan lahan per petani sekitar 0,3 ha di kabupaten Wonogiri dan 1,5 ha di kabupaten Buton. Pendapatan
keluarga tani dari pertanaman metenya hanya berkisar antara Rp 525.000 - Rp 2.625.000 per tahun. Jumlah tersebut
tentunya jauh lebih rendah dari kebutuhan hidup per keluarga petani, sehingga mete belum dapat dijadikan andalan sebagai
penghasilan utama keluarga. Oleh karena perlu diupayakan peningkatan pendapatan petani mete melalui peningkatan
produktivitas usahatani dengan melakukan kegiatan peremajaan, rehabilitasi, intensifikasi, ekstensifikasi, dan diversifikasi.

II. SIF A T DAN BIOLOGI TANAMAN JAMBU METE

1. Sifat-sifat Tanaman Jambu Mete

Sifat-sifat tanaman, baik yang merupakan keunggulan maupun kelemahan tanamanjambu mete yang dapat menjadi
faktor pembatas untuk meneapai produktivitas tinggi perlu diketahui. Beberapa sifat yang penting diketahui adalah:

1. Jambu mete merupakan tanaman tahunan dengan batang pokok yang tegak dan dapat mencapai tinggi 10 - 12 m.

2. Perakarannya sangat ekstensif, umUf 9 BST pertumbtihan akar tunggang dominan, selanjutnya pertumbuhan akar lateral
yang menonjol.

3. Akar tunggang dapat meneapai kedalaman 9 m dan akaI' lateral 4,5 m. AkaI' lateral terkonsentrasi pada kedalaman 1 m

4. Perakaranjambu mete peka terhadap genangan air atau kondis anerob.


5. Tanaman muda ( < 2 tahun) peka terhadap cekaman lingkungan, terutama kondisi kering.

6. Tanaman jambu mete tidak menyukai naungan, berbunga terminal, bunga-bunga yang terbentuk bila tidak mendapat
intensitas cahaya yang eukup akan gugur.
7. Jambu mete mempunyai dua jenis bung a yaitu bung a jantan dan bunga sempurna (hermaprodit); posisi bunga jantan dan
betina pada bunga hermaprodit tidak menguntungkan maka penyerbukan teIjadi secara silang.
8. Pada tanaman produktif, fase pengisian buah sangat membutuhkan air. Umur tanaman dapat meneapai 60 tahun, tetapi umur
produktifbiasanya sampai 30 tahun.

9. Tanamanjambu mete peka terhadap perubahan iklim, seperti:

• Musim kering 4 - 6 bulan selama fase pembungaan sangat baik terhadap produksi
• Hujan selama periode pembungaan dan pembentukan buah dapat menurunkan produksi

• Cuaca berawan selama periode pembungaan dan pembentukan buah akan meningkatkan serangan hama Heliopeltis sp

• Produksi optimal tanaman ungguljambu mete di lingkungan yang sesuai dapatmeneapai 15 gelondong
metejkgjtanamanj tahun pada usia 10 tahun

2. Biologi Tanaman Jambu Mete

Keragaman tanaman jambu mete secara umum terlihat pada morfologinya seperti daun, bunga, buah semu, dan
gelondong. Perbedaan terlihat antara lain dari mahkota pohon terutama pada fase vegetatif (tinggi pohon, kanopi,
percabangan, besar daun), jumlah bungajantan dan hermaprodit, besar dan warna buah semu, jumlah gelondongjtros, besar
gelondong, serta besar gelondong; rasa dan warna kaeang.

2.1. Pembungaan

Tanaman jambu mete mulai berbunga 1,5 - 3 tahun, tergantung varietasnya, dan dipengaruhi oleh ketinggian tempat,
suhu, kelembaban, dan curah hujan (Nambiar et aI., 1980). Jambu mete berbunga terminal dan berukuran keeil. Pembungaan
bersifat andromonocious yaitu bungajantan (staminate) dan bunga lengkap (hermaprodit) terdapat dalam satu karangan bunga.
Karangan bunga berbentuk malai di ujung ranting, berbentuk kerucut, tidak beraturan. Bunga memiliki lima daun kelopak
berwarna hijau, berbulu, panjang 0,3 - 0,5 em, lebaI' 0,1 cm. Di dalam kelopak bunga terdapat 5 mahkota bunga yang
berbentuk panjang dengan ujung meruncing melekuk keluar. Pada bunga hermaprodit memili}d 8 - 9 benangsari pendek
berukuran 2,3 - 3,0 cm dan yang panjang berukuran 5,3 - 5,6 cm dengan lebar 0,6 cm.
Bunga jantan memiliki benangsari pendek 7 - 9 dengan ukuran 1,0 - 3,5 cm, panjang kotaksari 0,3 em dan lebar 0,4 cm.
Tangkai sari yang panjang adalah 10,0 - 10,8 cm, panjang kotaksari 0,6 cm dan lebar 0,5 cm berwarna merah. Bunga
mengeluarkan aroma wangi untuk menarik serangga.

2.2. Buah Semu

Tangkai buah (buah semu) berbentuk jambu, bila masak berasasegar, manis, agakgetirdanmenyengattenggorokan.
Ukuran, bentuk dan warn a buah semu bervariasi dan dapat dikelompokl<an dalam bentuk bulat, lonjong, kerucut, dan bentuk
buah pear.
Warna buah semu bervariasi mulai berwarna merah, merah muda, merak-kekuningan, hijau-kekuningan hingga putih.
Keeenderungan yang ditemukan buah semu berwarna kuning lebih tinggi bobotnya dengan rasa lembut sampai menyengat
tenggorokan dibandingkan dengan yang berwarna merah. Bobot buah semu jenis Balakrisnan, Segayung 5 dan 21 sekitar 111,5
gjbutir, berbeda dan lebih besar dari nomor asal Jawa sekitar 60 - 80 gjbutir.
Sebagian besar buah semu tidak dimanfaatkan dan dibiarkan berserakan di kebun. Pemanfaatan buah semu masih
terbatas antara lain untuk juice, sirop, abon dan pakan. Besarnya manfaat buah semu ditentukan oleh unsur kimia yang
dikandungnya seperti vitamin C.

Gambar 1. Bunga dan buah jambu mete (A), buah semu dan buah
asli yang telah masak fisiologis
2.3. Gelondong

Gelondong sebagai buah asli berbentuk ginjal, warna abu-abu hingga eoklat tua. Panjang gelondong 1,9 - 5,3 em, lebar
1,4 - 3,2 em, dan tebal 0,8 - 2,3 em dengan bobot berkisar 3 - 20 g/butir.
Kandungan vitamin dan mineral gelondong serta komposisi asam amino dan as am lemakjambu mete seperti terlihat
pada Tabel 1 dan 2.

Tabel 1. Kandungan vitamin (mg/lOo g) dan mineral gelondong jambu mete

Tabel 2. Komposisi as am amino dan asam lemak gelondong jambu mete

Asam Amino Komposisi (%) Asam Lemak Komposisi (%)


Glutamic Acid 28,0 Oleic Acid
Leucine 11,938 Linoleic Acid
Iso Leucine 3,86 Palmitic Acid
Alanine 3,18 Steric Acid
Phenylalanine 4,35 Lignoseric Acid
Tyrosine 3,20 U nsaponifiable
Arginine 10,30 Matter
Glycine 5,33
Histidine 1,81
Lysine 3,32
Methionine 1,30
Cystine 1,02
Threonine 2,78
Valine 4,53
Tryptophane 1,37
Aspatic Acid 10,78
Proline 3,72
Serine 5,76

2.4. Kacang

Nilai ekonomi tertinggi darijambu mete saat ini terletak pada kacang. Rendemen, bentuk, bobot, warna, rasa, dan
keutuhan kacang hasil pengaeipan menentukan kualitas kacang mete. Rendemen bervariasi antara 15% sampai 35%, tergantung
varietas.
Bentukyang utuh dan warna yang putih bersih sangat diminati dan termasuk kualitas super. Sebaliknya bila kacang
pecah-pecah, warna kuning atau total keeoklatan, kualitasnya rendah.
.

III. SYARATTUMBUH
Tanaman jambu mete dapat tumbuh dengan baik serta berproduksi secara maksimal apabila persyaratan lingkungan
tumbuhnya terpenuhi. Persyaratan lingkungan tumbuh tersebut secara umum dapat digolongkan kedalam dua faktor, yaitu
tanah dan iklim. Faktor tanah yang mempengaruhi terdiri atas tebal solum, tekstur, kemasaman (pH), kemiringan, kedalaman
permukaan air dan drainase. Sedangkan faktor iklim meliputi tinggi tempat, curah hujan, bulan kering, bulan basah, dan
kelembaban udara.
Berdasarkan persyaratan tumbuh, daerah pengembangannya dapat dibedakan atas empat katagori, yaitu sangat sesuai
(SS), sesuai (S), agak sesuai (AS) dan tidak sesuai (TS). Untuk tujuan peningkatan produktivitas usahatani jambu mete pada
kegiatan peremajaan, rehabilitasi dan intensifikasi dianjurkan untuk menggunakan tanah dengan katagori SS, S dan AS.
Sedangkan untuk kegiatan ekstensifikasi dianjurkan menggunakan tanah dengan katagori SS dan S. Kriteria kesesuaian tanah
dan iklim untuk tanaman jambu mete disajikan pada Tabel3. Peta kesesuaian tanah dan iklim untuk tanamanjambu mete di
Indonesia disajikan pada Lampiran, khusus Sulawesi Tenggara lihat Gambar 2.
Tabel3. Kriteria kesesuaian tanah dan iklim tanamanjambu mete

Faktor Lingkllngan Tingkat kesesliaian


Sgt Sesmi Sesuai Agak Sesuai Tdk. Sesuai
II. Iklim
a. Altitude (m.dpl). < 200 200 - 500 500 - 700 > 700
b. Curah hujan 1.500 1.000 800 - l.OOO <800 atau
tahllnan (mm). - 2.500 >2500
>7 atau
c. Bulan kering (60 <2
mm) Itahun 4 -- 5 5-6 2-4
d. Bulan basahl 5-7 4 -- 5 3 - 4 atall <3 atau
tahun 8-9
Kelembaban udara 70 - 80 65 - 70 60 - 65 < 60 atau
(%). > 80

Tingkat kesesuaian
Faktor Lingkungan Sgt Sesuai Sesuai Agak Sesuai Tdk. Sesuai
I I. Tanah
a. Tebal solum (m) > 1,5 1-1,5 0,5 - 0,9 <0,5
b. Drainase Sangat baik Baik Sedang Buruk
e. Tekstur Lempung, Pasir Liat Liat, Hat
lempung berJempung, berlempung, berpasir, Hat
berpasir lempung lempung Hat berdebu
berpasi
berpasir
r
d. Keda]aman air
tanah (m). 2-5 ],5-2,0 8 -]3 > 13
e. pH 6 7 5,6 5,9 5,15,5 < 5,1
f. Kemiringan (%) <3 3-5 6 - 25 >25

Sumber: Zaubin, R dan R.Suryadi, 2003.

Gambar 2. Peta kesesuaian tanah dan iklim tanaman jambu mete di Provinsi Nusa Tenggara Timur

Tanamanjambu mete sangat peka terhadap perubahan iklim. Adanya hujan selama periode pembungaan dan
pembentukan buah dapat merontokkan bunga dan menurunkan produktivitas. Sebaliknya, jika pada musim berbunga terjadi
musim kering akan menstimulir pembungaan sehingga dalam situasi tersebut akan teljadi panen raya. Di samping itu, tanaman
jambu mete termasuk tanaman yang sangat membutuhkan eahaya selama pertumbuhannya. Tanaman ini membentuk bunga dan
pada ujung dan eabang atau ranting sehingga selama masa reproduksi eahaya tidak hanya dibutuhkan untuk pembungaan akan
tetapi juga sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan buah hingga buah matang petik. Adanya sifat yang demikian maka tanaman
jambu mete harus terhindar dari naungan selama pertumbuhannya atau penanaman dengan jarak tanam rapat tidak dianjurkan
seeara kultur teknis.

IV.BUDIDAYA
1. Bahan Tanaman

Penggunaan benih yang baik/unggul merupakan salah satu langkah awal yang menentukan keberhasilan suatu
usaha perkebunan. Pada tanaman jambu mete, penyerbukan teljadi seeara silang, sedang pohon-pohon yang ada merupakan
populasi tanaman yang tidak unggul. Biji yang digunakan sebagai benih akan menghasilkan pohon-pohon dengan sifat-sifat yang
tidak sama seperti induknya yang pada umumnya berpotensi produksi rendah.
Untuk mendapatkan tanaman yang sifat-sifatnya sama dengan induknya, harus dilakukan perbanyakan seeara klonal
melalui penyambungan (grafting). Untuk itu dicari pohon-pohon dengan produksi tinggi (> 10 kg gelondong/pohon) untuk
dijadikan sumber batang atas (entres) yang akan disambungkan dengan bibit yang berasal dari biji (onderstamp).

1.1. Pohon lnduk Sumber Biji

Pohon-pohon yang dapat digunakan sebagai sumber bibit (onderstamp) hendaknya memenuhi persyaratan sebagai
berikut:

1. Pohon berbatang tunggal, tumbuh tegak dan kokoh.

2. Umur > 10 tahun,


3. Tajuk berbentuk oval atau setengah bola,
4. Pereabangannya lebat, kompak dengan eabang lateral yang banyak,
5. Bebas ham a dan penyakit,
6. Buahjadi (fruit setting) > 5 butir/panikel,
7. Gelondongnya bernas dengan bobot 9 - 12 g/butir, berukuran 150 - 175 butir/kg, besar dan agak pipih.

1.2. Benih
Butir-butir gelondong yang terkumpul dari pohon induk yang baik selanjutnya diseleksi dan yang terpilih untuk
dijadikan benih harus memenuhi syarat sebagai berikut:
Ukuran benih : panjang 3 - 5 em, lebar 2 - 3 em, tebal > 1,2 em.
Bentuk Benih : berbentuk ginjal dan bulat.
Berat Benih : 9 -12 g/butir dengan beratjenis > 1 (tenggelam dalam 10% air gar am atau 15% air gula).
Rendemen : 25 - 35% dengan bobot 1,5 - 3,0 g/kaeang.
Kesehatan benih : benih bersih mulus, bernas dengan warn a keabu-abuan tanpa tanda-tanda serangan hama dan
penyakit.
Kemasakan benih : masak tisiologis (37 - 50 hari setelah pembungaan) ditandai oleh bentuk gelondong yang telah
bernas dan buah semu mulai beraroma.

1.3. Sumber Entres

Dewasa ini telah terkumpul 11 nomor pohon-pohon unggul dari seluruh daerah produksi jambu mete dengan produksi 9 -
19 kg/pohon di Kebun Pereobaan Cikampek, Balittro. Pohonpohon unggul ini hendaknya diperbanyak seeara klonal melalui
penyambunagan (grafting) agar sifat-sifat unggulnya tetap melekat pada hasil perbanyakannya.

1.4. Teknik Penyambungan (Grafting)

Penyambunagan tanaman merupakan kegiatan untuk menggabungkan dua atau lebih sifat unggul dalam satu tanaman.
Padajambu mete, metode celah (Cleft graft) dan metode baji (wedge graft) banyak digunakan dengan hasil baik
Penyambungan dilakukan dengan memperhatikan syarat syarat sebagai berikut:
1. Bahan tanaman yang disambung secara genetis harus serasi (compatible).
2. Bahan tanaman harus berada dalam kondisi fisiologis yang baik.
3. Seluruh bidang potongan harus terlindung dari bahaya kekeringan.
4. Kombinasi masing-masing bahan tanaman harus terpaut sempurna.
5. Tanaman hasil sambungan harus dipelihara dengan baik dalam jangka waktu tertentu.
Dengan tangan yang terlatih, penyambungan dapat dilakukan di rumah atap dengan memakai batang bawah bibit berumur 2
bulan dalam polibag atau dilakukan penyambungan langsung di lapangan dengan memakai batang bawah berumur antara 2 - 6
BST

2. Penyiapan Laban

Lahan untuk tanaman jambu mete sebaiknya berada pada lokasi dengan kemiringan < 15% dan memenuhi persyaratan
tumbuhnya. Penyiapan lahan untuk penanamanjambu mete sebagai berikut:
1. Pembukaan lahan dilakukan pada musim kemarau dengan menebang pepohonan dan semak belukar.
2. Tunggul dan cabang diangkut ke luar kebun, sedang dedaunan dibiarkan membusuk di kebun.
3. Lakukan pengajiran denganjarak 6 x 6 m, 10 x 10 m atau 9 x 12 m.
4. Bersihkan areal selebar 4 m sepanjang ajir sehingga terbentuk lorong-Iorong yang bebas gulma.
5. Buat lobang tanam pada ajir dipasang berukuran 60 x 60 x 60 cm, biarkan lobang terbuka selama kemarau.
6. Masukkan pupuk ke dalam lobang pada awal musim penghujan sebanyak 3 - 5 kg pupuk kandang atau kompos yang dicampur
dengan tanah bagian atas dari galian lobang. Apabila tanah bersifat masam (pH < 5) dapat ditambahkan 0,5 kg dolomit per
lobang.
7. Selanjutnya lobang tanam ditutup dengan media campuran sampai terbentuk guludan individu setinggi 10 cm.
8. Setelah hujan turun 2 - 3 kali, lobang siap ditanami dengan bibit jambu mete.

3. Penanaman

Untuk praktisnya, benih jambu mete tidak perlu disemai dahulu melainkanlangsungditanam dilapangan. Dengan
tersedianya be1).ih yang baik, setiap lobang ditanami 1 - 2 benih. Penanaman dilakukan pada awal musim hujan, caranya
membenamkan benih berposisi miring dengan ujung tangkai ke atas, sedangkan lekukan benih ke bawah sedalam 2 - 3 em di
bawah permukaan tanah.
Pada wilayah dengan distribusi hujan tidak merata, sebaiknya benih dibenam sedalam 5 - 7 cm dan menutupnya dengan
mulsa untuk mengurangi pengapan air tanah. Dalam waktu 2 - 3 minggu benih mulai berkeeambah dan setelah berumur 1 bulan
dapat dilakukan seleksi bibit yang tumbuh dengan meninggalkan satu bibit yang paling baik.
Tanaman berumur 2 - 9 bulan siap disambung dengan batang atas (entres) yang diambil dari tanaman unggul.
Penyambungan dilakukan sebagai berikut:
1. Batang bawah berumur 2 - 9 bulan bagian atasnya dipotong dengan meninggalkan 4 - 8 helai daun.
Selanjutnya bagian atas batang bawah dibuat iris an membujur sehingga terbentuk eelah sepanjang 7 - 10 em.
2. Potong ranting pohon jambu mete unggul sepanjang 10 em untuk dijadikan batang atas. Ranting dipilih yang diameternya
sarna dengan batang bawah dan mempunyai tunas pueuk aktif yang sesaat lagi akan mekar. Semua daun pada entres
dibuang kemudian direndam dalam 0,5 - 1,0% larntan gula selama 0,5 - 1 jam.
3. Bagian pangkal entres dipotong membujur sepanjang 5 em pada kedua sisinya sehingga berbentuk baji. Kemudian dieelupkan
ke dalam larntan 50% air kelapa sebelum dimasukkan ke eelah batang bawah. Upayakan agar pangkal entres masuk
sepenuhnya dalam eelah batang bawah sehingga tidak ada rongga antara batang bawah dan atas yang akan mengambat
proses penyatuan sambungan.
4. Mulai dari bagian yang disambung sampai ujung entres dililit dengan lembaran plastik selebar 3 - 5 em, keeuali bagian ujung
entres.
5. Sambungan lalu dikerodong dengan kantong plastik keeil (es loly) dan diberi sungkup kantongplastik yang lebih besar berisi
pelepah pisang.
6. Setelah 7 - 10 hari tunas pada entres akan mekar dan bila daunnya membesar maka kantong keeil dibuang dan kantong
plastik besar yang berisi pelepah pisang tetap dipasang, bila pelepah pisang kering diganti dengan yang barn. Setelah daun-
daun pada entres tumbuh normal maka kerodong dengan pelepah pisang dibuang.
7. Upayakan agar tanaman sambungan tidak kekeringan.
8. Setelah bernmur 2 bulan maka sambungan yang hidup akan bertahan, sedang yang gagal disambung ulang.

4. Pemeliharaan Tanaman

Meskipun tidak termasuk tanaman manja, tanaman jambu mete akan tumbuh dan berproduksi dengan baik bila
mendapat pemeliharaan yang baik.

4.1. Penyiangan

Areal disekitar tanaman jambu mete muda sampai 2 m dari pangkal batang harns bersih dari gulma untuk menghindari
persaingan terhadap air dan hara, sehingga tanaman yang masih lemah dapat tumbuh eepat. Sampai umur 2 tahun tanaman
jambu mete sangat peka terhadap eekaman lingkungan seperti kekurangan air, persaingan dengan gulma dan terik matahari.
Penyiangan dan pengolahan tanah di antara barisan tanaman jambu mete dilakukan seeara berkala agar dapat ditanami
dengan tanaman pangan. Pengolahan areal di antara barisan hendaknya disesuaikan dengan lamanya musim penghujan agar
penanaman tanaman pangan dapat berhasil baik.

4,2. Pemangkasan

Pemangkasan tanaman muda dilakukann mulai umur 6 bulan, saat tanaman mempunyai 8 - 12 cabang. Pemangkasan
pertama dilakukan dengan eara memotong 2 eabang terbawah sehingga tersisa 6- 10 eabang. Dengan interval 2 - 3 bulan sekali
pemangkasan eabang-eabang bagian bawah dilanjutkan dengan mempertimbangkan keseimbangan tajuk dan perimbangan tinggi
tanaman serta kerimbunannya.
Tujuan pemangkasan adalah untuk memperoleh tanaman dengan satu batang utama yang tumbuh tegak dan kokoh
dengan pereabangan mulai pada ketinggian 1,5 m dari permukaan tanah. Pangkas bentuk ini berlangsung sampai tanaman
bernmur 2 tahun dan selanjutnya dilakukan pemangkasan pada tanaman produktif dengan eara membuang cabang-cabang yang
tumbuh di dalam tajuk dan kurang mendapat sinar matahari, eabang-cabang yang lemah dan tidak beraturan, tunas air, cabang
ekstensif dan tunas atau bagian tanaman yang terinfeksi hama dan penyakit.
Segera setelah pemangkasan diikuti dengan penyemprotan insektisida atau fungisida karena cairan yang dikeluarkan
dari bekas luka akan merangsang datangnya hama dan penyakit.

4.3. Pemupukan

Setelah pemangkaan tanaman mengalami stress sehingga perlu segera dipupuk. Pemupukan sebaiknya dilakukan 7 - 10
hari setelah pemangkasan dengan dosis dan komposisi unsur hara seperti terlihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Dosis dan komposisi pupuk NPK menurut umur tanaman

Dosis Pupuk
Umur Tanaman
(glpohon)
(tahun) N (urea) P (SP 36) K(KCI)
< I tahun 10-20 (25-45) 10-20 (25-55) 10-20 (20-35)
1-2 tahun 40-60 (100-160) 40-60 (100-165) 40-60 (70-100)
2-3 tahun 150-250 (375-500) 150-250 (375-680) 150-250 (250-400)
> 3 tahun 250-350 (625-700) 250-350 (625-900) 250-350 (425-570)
Untuk tanaman berumur kurang 1 tahun, pupuk diberikan 2 kaliJtahun, 50% pada awal dan 50% pada akhir musim
hujan, ditugal 4 titik di antara pangkal dan batas tajuk. Tanaman berumur 1 - 2 tahun pupuk diberikan pada proyeksi tajuk
dengan cara ditugal pada 4 titik sedalam 15 - 20 cm arah Utara-Selatan, Timur-Barat dan selalu bergeser 45° pada
pemupukan berikutnya. Tanaman berumur 3 tahun atau lebih dipupuk 70% pada wal musim bunga dan 30% diberikan dua bulan
berikutnya di empat titik sedalam 40 cm serta serasah 10 kg per pohon.
5. Tanaman Sela

Kebun-kebun jambu mete yang ditanam secara teratur memberi peluanguntukditanami dengan tanaman sela.
Pemanfaatan lahan di antara barisan jambu mete dapat dilakukan selama tajuk tanaman belum saling menutupi. Penanaman
tanaman sela dapat berlangsung selama 3 - 5 tahun, tergantung pada jarak tanam dan kecepatan pertumbuhan jambu mete.
Tanaman sela di antara padi dan kacang tanah pada pertanaman jambu mete dewasa disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Tanaman sela padi (A) dan kacang tanah (B) di antara tanamanjambu mete dewasa

Di NTB dan NTT, petani dapat menghasilkan 800 - 1.500 kg jagungjha atau 1.000 - 1.800 kg gabahJha. Jenis-jenis
tanaman yang digunakan sebagai tanaman sela sebaiknya bukan merupakan inang hama atau penyakit jambu mete, seperti ubi
kayu dan karet yang merupakan inang jamur akar putih (Rigidoporus lignosus); tomat dan terong sebagai inang jamur Fusarium
sp.; cabe dan mentimun sebagai inang hama Heliopeltis sp.

V. ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN

Tanaman jambu mete disukai berbagai jenis hama dan penyakit. Populasi ham a dan penyakit perlu dipantau dan
diwaspadai agar tidak menimbulkan kerugian nantinya.

1. Hama
Beberapa jenis hama yang sering dijumpai pada tanaman
jambu mete adalah:
1. Hama Heliopeltis sp., yang mengisap daun muda, pueukpueuk, bunga dan buah muda. Ciri-eiri serangan baik pada tanaman
muda maupun produktif adalah adanya bintik-bintik berwarna eoklat ungu pada tulang daun atau pueuk tanal11an.
2. Hama Acrocercops spp., yang l11engorok daun muda. Ciri-ciri serangannya terlihat pada daun-daun muda yang melepuh
seperti terkena air panas.
3. Hal11a Selenothrips spp., yang mengisap daun pueuk. Cirieiri seranganya terlihat bereak-bereak berwarna kuningabu-abu
seperti perak dan pueuk-pueuk mengering.
4. Hama-hal11a lain seperti Aphids spp. dan Sanurus sp. yang l11engisap pucuk tanaman, dan Cricula tr_fenestrata yang
ulatnya memakan daun.

Beberapa eara pengendalian terhadap hama-hama tersebut,

yaitu:
1. Teknik budidaya, antara lain dengan l11enggunakan varietas resisten, polatanal11, tanal11an perangkap dan sebagainya.
2. Fisik, antara lain dengan pengaturan suh u dan kelembaban lingkungan, naungan atau intensitas sinar matahari, dan
sebagainya.
3. Mekanis, dengan mengal11bil dan memusnakan hama dengan tangan atau alat, mel11asang penghalang agar hama tidak
l11asuk dan sebagainya.
4. Eradikasi, antara lain l11embuang dan l11el11bersihkan tanal11an inang, mel11buang dan memusnahkan bagian tanaman
yang terserang hal11a, membersihkan benih dari hal11a, memusnahkan serangga vektor dan sebagainya.
5. Biologis, dengan menggunakan parasitoid, predator, mikroorganisme yang patogen terhadap serangga.
6. Peraturan dan undang-undang, seperti pengaturan waktu dan polatanal11, penggunaan varietas, pengaturan lalulintas
bahan dan hasil tanaman.
7. Kimiawi, dengan insektisida, repelen, atraktan, dan lain lain.

Hama yang banyak menyerang tanaman jambu mete di lapangan adalah Heliopeltis sp.,Acrocercops ap., Trips dan
Sanurus sp. Secara praktis hama-hal11a ini dapat dikendalikan dengan kombinasi tindakan budidaya, fisik, dan eradikasi.
Untuk ham a Heliopeltis sp., pengendaliannya dapat dilakukan dengan cara (1) l11embuang sel11ua tanaman inangnya, seperti
eabai, mentil11un, jal11bu-jambuan, kapas dan sebagainya, dan (b) melakukan pemangkasan agar kondisi lingkungan tidak terlalu
ternaungi dan lel11bab. Hama Heliopeltis meletakkan telur-telurnya pada daun-daun muda dan pueuk-pueuk tanal11an. Luka-
luka bekas tusukkannya l11erupakan jalan masuk bagi jamurjamur patogen lemah atau patogen luka seperti Botryodiploida
theobromae, Fusarium sp., Cylindrocladium sp., Phytophthora sp., dan sebagainya. Oleh karena itu daun-daun muda dan pueuk-
pueuk yang ada gejala atau bekas tusukan Heliopeltis hendaknya dipangkas, dikumpulkan dan dibakar.

2. Penyakit

Beberapa penyakit yang sering dijumpai pada tan am an jambu mete adalah:
1. Penyakit jamur akar putih (JAP) yang disebabkan oleh jal11ur Rigidoporus lignosus. Penyakit l11enyerang perakaran
sehingga l11embusuk, daun-daun menjadi kuning dan rontok sehingga menyebabkan tananuin mati. Tanaman ubi kayu
merupakan inang jamur R. Lignosus sehingga tidak dianjurkan menggunakannya sebagai tanaman sela.
2. Penyakit .lamur akaI' coklat (JAC) yang disebabkan oleh jamur Phellinus noxius. Penyakit ini sangat dominan di Kecamatan
Pekat, Kabupaten Dompu, NTB. Ge.lala serangan daun menguning, layu, kemudian gugur. Pada akaI' dan pangkal batang
terlihat berwarna hitam, busuk dan I'apuh yang akhirnya tanaman mati (GambaI' 4).

GambaI' 4. Tanaman mati akibat serangan JAC (A), gejala serangan JAC dipangkal batang .lambu mete
3. Penyakit damping off yang berasosiasi dengan .lamur-jamur patogen Fusarium sp., Phytium sp., Phytophthora sp.,
Cylindrocladium sp. Penyakit ini mudah berkembang pada kondisi kebun dengan drainase buruk, sehingga peI'kaI'an
men.ladi busuk.
4. Penyakit Antracnose (Colletotrichum sp.) yang menyerang tangkai bunga dan buah. Penyakit banyak tumbuh apabila pada
musim pembungaan tanaman .lambu mete masih turun hu.lan.
5. Penyakit gumosis yang disebabkan .lamur Botryo diplodia sp.

Di lapangan penyakit yang sering di.lumpai adalah .lamur akaI' putih, mati pucuk, busuk sksr, damping off. Penyakit
.lamur akaI' putih dapat dikurangi kemungkinan perkembangannya antara lain dengan cara: (1) tidak menanam ubi kayu di
antara tanaman .lambu mete, dan (2) menggunakan benih yang sehat. Secara umum upaya untuk memperkecil kemungkinan
infeksi .lamur patogen adalah dengan menggunakan benih sehat, dipetik pada saat masak fisiologis dan diberi perlakuan
pestisida, misalnya 1% Bubur Bordeaux. Penyakit mati pucuk atau die back disebabkan terutama oleh serangan Heliopeltis sp.
yang diikuti oleh.lamur patogen lemah, seperti Fusarium sp., dan sebagainya.

VI. PANEN

Tanaman .lambu mete mulai berproduksi secara ekonomis setelah tahun ketiga dan produksinya akan mantap setelah
tahun ke 10. Karena pertimbangan ekonomis, panen dilakukan dengan cara mengumpulkan buah-buah yang jatuh di tanah.
Gelondong yang baik diperoleh apabila buah baru sa.la .latuh atau masih segar yang segera dijemur di bawah sinal' matahari
setelah dipisahkan dari buah semunya. Oleh karena itu pengumpulan buah sebaiknya dilakukan sesering mungkin untuk
mengurangi kemungkinan tercemar berbagaijamur.
Lama pen.lemuran tergantung pada kondisi cuaca. Tebal gelondong di lantai .lemur jangan lebih dari 10 cm dan harus
sering dibalik. Penjemuran ini dilakukan sampai kadar air menurun dari 27% menjadi 9%. Pada kondisi cuaca cerah diperlukan
penjemuran selama 3 hari. Penjemuran dapat dilakukan dengan menggunakan alas anyaman bambu, tampah atau langsung di
atas lantai .lemuran beton.
Melalui pengeringan yang baik akan diperoleh kacang berkualitas baik, terutama aromanya. Penjemuran bertu.luan
untuk menghindari kerusakan gelondong selama penyimpanan.

Gelondong yang telah kering,.kadar air 9%, setelah dikering anginkan dimasukkan ke dalam karung dan disimpan di gudang atau
siap dipasarkan. Tempat penyimpanan atau gudang hendaknya cukup ventilasi dengan suhu kamar, 26 - 28° C, dan kelembaban
60%.
Hasil samping dari tanamanjambu mete adalah buah semunya (cashew apple) yang belum termanfaatkan secara optimal.
Ragam produk dari pengolahan hasil buah jambu mete dapat berupa kacang mete, minyak laka (CNSL), manisan buah kering,
abon buah, sirup, dan sari buah. Buah semu yang dimanfaatkan sebagai pakan ternak (ruminansia dan unggas) dapat bernpa
ampas basah, tepung kering dari ampas, produk silase dan berupa konsentrat protein mikrobial hasil fermentasi subtrat
padat.

VII. PENGELOLAAN BENIH


Produktivitas tanaman jambu mete sangat ditentukan oleh kualitas bibit sehingga penggunaan benihjbibityang baik
merupakan langkah awal untuk diperhatikan. Meskipun sampai saat ini sumber benih mete masih terbatas, namun demikian
sumber benih yang direkomendir berasal dari: varietas unggul yang sudah dilepas atau unggullokal, yaitu GG I, MR 851, PK 36,
BO 2, A 9, Menini B (NfB), Sumba I (NTT), Flotim 1 (NTT) dan Muna I (Sultra). Produktivitas di atas 900 kg
gelondongjhajtahun, umUf 8 tahun.

1. Panen

Untuk mendapatkan benih bermutu tinggi perlu diketahui saat panen yang tepat. Saat panen yang tepat untuk benih
jambu mete yaitu pada saat benih mencapai masak iisiologis (37-50 hari setelah anthesis), karena pada saat tersebut benih
mencapai bobot kering dan vigor maksimum.
Benih jambu mete yang dipanen dengan cara dipetik dari pohon, mempunyai mutu iisiologis (daya berkecambah dan
indeks kecepatan berkecambah) yang lebih baik dibandingkan dengan benih jambu mete yang dipanen dengan cara memungut
benih yang telah jatuh ke tanah.
Panen benih jambu mete harus mempertimbangkan faktorfaktor sebagai berikut;
1. Panen dilakukan apabila sebagian besar benih telah mencapai masak iisiologis, hindarkan memanen benih yang terlalu muda,
atau benih yang telah jatuh ke tanah, serta benih yangberasal dari awal atau akhir pembungaan, karena akan menghasilkan
benih dengan kualitas yang rendah.
2. Secara visual benih mencapai masak iisiologis apabila gelondong telah berisi penuh, dengan warna mengkilap, aroma buah
semu harum, dan pangkalnya berwarna kekuningan atau kemerahan tergantung dari jenis jambu mete tersebut.
3. Pan en, dilakukan apabila cuaca cerah (menjelang siang atau sore hari).

2. Prosesing

Prosesing benih merupakan suatu kegiatan untuk memisahkan benih dari benda asing yang tidak diinginkan.
Tujuannya adalah untuk mempertahankan mutu genetik, iisiologik dan iisik setelah benih dipanen secara baik dari pohon
induknya. Prosesing benih jambu mete meliputi pemisahan buah semu, grading atau sortasi.

3. Pemisahan Buah Semu

Pemisahan buah semu dimaksudkan agar benih jambu mete terhindar dari infeksi cendawan, karena buah semu
merupakan media yang baik untuk perkembangan cendawan yang dapat merusak embrio benih.
Pemisahan buah semu dapat dilakukan secara manual dengan melepas buah semu dari benih. Setelah benih dipisahkan
dari buah

4. Pemilihan/Sortasi benih

Pemilihan atau sortasi benih dilakukan agar benih bersih, mempunyai ukuran yang seragam,. dan bebas dari benda asing
selain benih, atau benih yang rusak. Benih jambu mete mempunyai ukuran yang besar, sehingga pemilihan benih dapat dilakukan
secara manual berdasarkan ukuran, bentuk dan berat jenisnya.
Benihjambu mete dengan beratjenis > 1,00 mempunyai daya berkecambah dan indeks kecepatan berkecambah yang lebih tinggi
dibandingkan benihjambu mete dengan beratjenis < 1,00.
Pemilihan atau sortasi benih jambu mete dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Pemilihan/sortasi pertama dilakukan pada benih jambu mete setelah dipisahkan dari buah semunya, tetapi dilakukan sebelum
dijemur. Sortasi benih dilakukan dengan car a merendam benih dalam air, selanjutnya benih yang tenggelam dikeringkan
untuk dijadikan benih.
2. Sortasi kedua dilakukan setelah benih dikeringkan. Sortasi di lakukan secara manual dengan eara memilih benih yang bentuk
dan ukurannya seragam. Benih yang ukurannya terlalu besar atau keeil dari ukuran rata-rata (normal)
dibuang. Pilih benih yang ukurannya seragam dan warn a kulitnya mengkilap.
3. Benda asing selain benih atau benih yang hampa harus
dibuang.

5. Pengeringan benih

Setelah panen, kadar air benih jambu mete masih tinggi (1525 %). Apabila tidak dilakukan pengeringan, benih eepat
mengalami penurunan mutu fisik maupun fisilogik, akibat serangan cendawan dan aktivitas respirasi benih yang tinggi. Tujuan
utama dari pengeringan adalah untuk mengurangi kadar air benih, sehingga benih tersebut aman untuk proses selanjutnya,
terhindar dari serangan hama dan penyakit gudang serta aman untuk disimpan dalam jangka waktu tertentu.
Pengeringan benih jambu mete dapat dilakukan dengan menjemur benih di bawah eahaya matahari selama 3-5 hari
dengan ketebalan hamparan 5-10 em., dengan selang waktu pembalikan setiap 1 jam. Dengan eara pengeringan seperti tersebut
diatas kadar air benih jambu mete dapat meneapai 5-6 %, dan setelah disimpan selama 12 bulan daya berkeeambahnya masih
91.67 %.
Secara singkat pengeringan benihjambu mete dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Benih dijemur dengan eahaya matahari diatas lantai semen atau anyaman bambu selama 3 - 5 hari.
2. Ketebalan penjemuran 5-10 em, dengan interval waktu pembalikan setiap 1 jam.
3. Waktu penjemuran dimulai setelah lantai jemur tersebut kering dari embun pagi (8.00) sampai 1;3.00.
4. Benih jambu mete yang kering ditandai apabila benih tersebut dibanting akan terdengar suara yang nyaring dan apabila
dibelah bijinya mudah dipatahkan serta mengeluarkan minyak.

semunya, benih jambu mete langsung direndam dalam air. Benih yang terapung atau melayang diangkat dan dibuang, benih yang
tenggelam langsung diproses atau dikeringkan untuk dijadikan benih.

6. Pengemasan

Kemasan dapat dilakukan dengan menggunakan bahan yang kedap. udara misalnya plastik, kaleng atau bahan yang
tidak kedap seperti karung plastik atau karung goni.
1. Untuk penyimpanan jangka pendek (kurang dari 3 bulan), dan apabila kadar air benih masih _ 7 %, maka benih
jambu mete dikemas dengan karung plastik atau karung goni.
2. Untuk penyimpanan jangka panjang Oebih dari 3 bulan), benih jambu mete harus dikemas dengan kemasan yang kedap udara
misalnya kantong plastik atau kaleng yang ditutup rapat

7. Penyimpanan

Maksud dan tujuan dari penyimpanan benih adalah untuk mempertahankan mutu fisiologis benih, guna keperluan tanam
pada musim berikutnya. Selama periode penyimpanan, benih akan mengalami kemunduran yang kecepatannya dipengaruhi oleh
faktor genetik, vigor awal benih, kadar air awal benih dan suhu ruang penyimpanan. Untuk mempertahankan mutu fisiologis
benih jambu mete maka setelah dikemas, benih harus disimpan pada ruangan yang sejuk, tidak lembab dan mempunyai sistem
ventilasi udara yang bagus. Pada kondisi yang demikian benih jambu mete dapat disimpan dengan baik selama 12 bulan asalkan
benih tersebut cukup kering (kadar air 5-6 %), dan dikemas dalam kemasan plastik kedap udara.
Secara singkat penyimpanan benihjambu mete dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Penyimpanan jangka pendek (kurang dari 3 bulan),kadar air benih berkisar 7 %, di kemas dengan kemasan porous (karung
goni atau karung plastik), dan disimpan dalam ruangan yang sejuk, tidak lembab serta mempunyai sistem ventilasi yang baik
2. Penyimpanan jangka panjang (3-12 bulan), benih harus dikeringkan sampai mencapai kadar air 5-6 %, dikemas dalam kemasan
kedap udara (kantong plastik atau kaleng) dan disimpan dalam ruangan yang sejuk, tidak lembab serta mempunyai sistem
ventilasi yang baik

Lampiran

Gambar 1. Peta kesesuaian lahan dan iklim untukjambu mete di

Sumut

Gambar 2. Peta kesesuaian lahan dan iklim untuk jambu di Jabar


Gambar 3. Peta kesesuaian lahan dan iklim untukjambu mete di
Jateng

Gambar 4. Peta kesesuaian lahan dan iklim untukjambu


mete di Jatim

Gambar 5. Peta kesesuaian lahan dan iklim untuk jambu mete di Bali Gambar 6. Peta kesesuaian lahan dan iklim untuk
jambu mete di NTB

Gambar 6. Peta kesesuaian lahan dan iklim untuk jambu mete di NTB

GambaI' 7. Peta kesesuaian lahan dan iklim untukjambu mete di Sulsel


Gambar 8. Peta kesesuaian lahan dan iklim untukjambu mete di Sultra

DAFTAR PUSTAKA

Nambiar et a1, 1980 Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, 2006. Peta Kesesuaian Lahan dan Iklim Jambu
Mete
Zaubir, R dan R Suryadi, 2003 Kriteria kesesuaian tanah dan iklim tanaman jambu mete
Abdullah, A. 1990. Perbaikan pengadaan bahan tanaman jambu mete. edisi khusus Littro VI (2). Bogor : Balittro , Hal.
16-29
Anon. 1986. Studi Sosial Ekonomi dan Lingkungan di Propinsi NTB dan NIT Buku II (Jambu Mete). Bogor : Balittro, Hal. 57-60
Hadad, M. EA et a1. 2005. Status plasma nutfah tanaman jambu mete (Anacardium occidentale L.). Buku Pedoman Pengelolaan
Plasma Nutfah Perkebunan. Bogor : Puslitbangbun, Hal. 147-181
Hermanto dan R. Zaubin . 2001. Persyaratan lingkungan tumbuh Jambu Mete. Monograf No.6 Jambu Mete. Bogor : Balittro,
Hal. 31-36
Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia II. Badan Litbang Kehutanan Yakarta
Lubis, M. Yacub. 1996. Penelitian Teknologi Budidaya tanaman jambu mete Kasus P. Muna Sulewesi Tenggara. Prosiding Forum
Komunikasi Ilmiah Komoditas Jambu Mete Bogor 5-6 Maret 1996. Bogor : Balittro. Hal. 86-95
Markamin, Saadi.1996. PerbenihanJambu Mete. Forum Komunikasi Ilmiah komoditas Jambu Mete Bogor: 5-6 Maret 1996.
Bogor : Balittro. Hal. 46-54
Mulyono, Edy dan Djayeng Sumangat. 1996. Pengolahan gelondong jambu mete, cairan kulit mete (CNSL) dan pemanfaatannya.
Pro siding Forum Komunikasi Ilmiah Komoditas Jambu Mete Bogor: 5-6 Maret 1996. Bogor : Balittro. Hal. 77-
96
Rosman, R. dan Yacub Lubis. 1996. Aspek lahan dan iklim untuk pengembangan jambu mete, Bogor 5-6 Maret 1996. Bogor
Balittro. Hal. 242-250.
Supriadi dan D. Sitepu. 1996. Penyakit utama jambu mete dan strategi penanggulangannya. Monograf No.6 Jambu mete.
Bogor: Balittro, Hal. 115-123
Wikadri, EA. et aI. 1996. Beberapa hama utama tanaman jambu mete dan usaha pengendaliannya. Monograf No.6 Jambu mete.
Bogor: Balittro, Hal. 124-132

You might also like