You are on page 1of 45

Makalah

ASMA

Di susun oleh :
Maya Rachmah Sari
0910723033
FUNDAMENTAL ASMA

1. Definisi Asma
Asma adalah penyakit yang memiliki karakteristik dengan sesak napas dan
wheezing, dimana keparahan dan frekuensi dari tiap orang berbeda. Kondisi ini akibat
kelainan inflamasi dari jalan napas di paru-paru dan mempengaruhi sensitivitas saraf
pada jalan napas sehingga mudah teriritasi. Pada saat serangan, alur jalan napas
membengkak karena penyempitan jalan napas dan pengurangan aliran udara yang
masuk ke paru-paru (WHO, 2011).
Asma juga ditandai dengan meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap
rangsangan dengan manifestasi nya dapat berubah secara spontan maupun hasil
pengobatan (Muttaqin, 2008).
Dengan demikian, asma adalah kelainan inflamasi dengan ciri adanya obstruksi
aliran napas, hipersensitivitas bronchial dan terdapat inflamasi (Bethesda, 2007).
Inflamasi kronis pada bronkus tersebut berhubungan dengan hiperresponsif dari
saluran pernafasan yang menyebabkan episode wheezing, apneu, sesak nafas dan
batuk-batuk terutama pada malam hari atau awal pagi (Kepmenkes, 2009).

2. Etiologi Asma
Sampai pada saat ini etioologi asma masih belum jelas diketahui secara pasti,
namun ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya
serangan asma bronkhial (Tanjung, 2003; Muttaqin, 2008).
a. Faktor predisposisi
• Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya
mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi
ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan
foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
b. Faktor presipitasi
• Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
ex: debu (Dermatophagoides pteronissynus), bulu binatang, serbuk bunga, spora
jamur, bakteri dan polusi
2. Ingestan, yang masuk melalui mulut
ex: makanan dan obat-obatan
3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
ex: perhiasan, logam dan jam tangan
• Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.
Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma.
Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim
kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
• Stress
Stress/ gangguan emosi bukan penyebab asma namun dapat menjadi pencetus
serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada.
Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang
mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah
pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
 Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini
berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium
hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu
libur atau cuti.
 Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan
aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan
serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai
aktifitas tersebut
 Obat-obatan
Beberapa klien asma bronkhial sensitif atau alergi terhadap obat tertentu
seperti pennisilin, salisilat, beta blocker dan kodein.

3. Epidemologi Asma
Prevalensi asma di seluruh dunia adalah sebesar 81% pada anak dan 3-5% pada
dewasa, dan dalam 10 tahun terakhir ini meningkat sebesar 50% . Berdasarkan laporan
National Center for Health Statistics atau NCHS (2003), prevalensi  serangan asma pada
anak usia 0-17 tahun adalah 57 per 1000 anak (jumlah anak 4,2  juta) dan pada dewasa >
18 tahun, 38 per 1000 (jumlah dewasa 7,8 juta). Jumlah wanita  yang mengalami
serangan lebih banyak daripada lelaki. WHO memperkirakan terdapat sekitar 250.000
kematian akibat asma. Sedangkan  berdasarkan laporan NCHS (2000) terdapat 4487
kematian akibat asma atau 1,6 per 100  ribu populasi (Dahlan, 1998; Kartasasmita,
2008).
Tahun 1995, prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13/1000,
dibandingkan bronkitis kronik 11/1000 dan obstruksi paru 2/1000. Studi pada anak usia
SLTP di Semarang dengan menggunakan kuesioner International Study of Asthma and
Allergies in Childhood (ISAAC), didapatkan prevalensi asma (gejala asma 12 bulan
terakhir/recent asthma) 6,2 % yang 64 % diantaranya mempunyai gejala klasik (Necel,
2009).

4. Faktor Resiko Asma


Berdasarkan Pedoman Pengendalian Penyakit Asma 2009, faktor resiko asma
dibagi menjadi faktor genetik dan faktor lingkungan :
a. Faktor Genetik
- Hiperaktivitas
- Atopi/alergi bronkus
- Faktor yang memodifikasi penyakit genetik
- Jenis Kelamin dimana laki-laki lebih beresiko dari pada perempuan
- Ras/Etnik dimana status ekonomi ras menentukan status gizi
b. Faktor Lingkungan
 Alergen di dalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing, alternaria/jamur dll)
 Alergen diluar ruangan (alternaria, tepung sari )
 Makanan ( bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang, makanan
laut, susu sapi, telur)
 Obat-obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID, β bliker dll)
 Bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household spray dll)
 Ekspresi emosi berlebih
 Asap rokok dari perokok aktif dan pasif
 Polusi udara luar dan dalam ruangan
 Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika melakukan
aktifitas tertentu
 Perubahan cuaca
 Kekurangan berat badan saat kelahiran
 Obesitas
 Jalan napas sempit sejak lahir
5. Patofisiologi Asma

Pencetus Serangan : Alergen, Emosi, Obat-Obatan, Infeksi, Olahraga

Reaksi Antigen dan Antibodi

Dikeluarkannya substansi vasoaktif ( histamin, bradikinin,


anafilatoksin )

Kontraksi Otot Peningkatan Sekresi Mukus


Polos permeabilitas kapiler meningkat

- Kontraksi Otot Polos Produksi Mukus


Bronchospasme
bertambah
- Edema Mukosa

-Hiperresponsitifitas Sesak Napas


bronkus
Ketidak
seimbangan
Obstruksi Saluran Napas nutrisi kurang
Bersihan Jalan dari kebutuhan
Napas tidak
Efektif Hiperventilasi

Distribusi ventilasi tidak merata dengan


sirkulasi darah paru-paru

Gangguan difusi gas di alveoli

Kerusakan pertukaran gas Hipoksemia dan Hiperkapnea

Gambar 3 Skema Patifisiologi Asma ( Somantri, 2008)


5.1 Obstruksi saluran respiratori
Secara garis besar, semua gangguan fungsi pada asma ditimbulkan oleh
penyempitan saluran respiratori, yang mempengaruhi seluruh struktur pohon
trakeobronkial. Salah satu mekanisme adaptasi terhadap penyempitan saluran nafas
adalah kecenderungan untuk bernafas dengan hiperventilasi untuk mendapatkan
volume yang lebih besar, yang kemudian dapat menimbulkan hiperinflasi toraks.
Perubahan ini meningkatkan kerja pernafasan agar tetap dapat mengalirkan udara
pernafasan melalui jalur yang sempit dengan rendahnya compliance pada kedua paru.
Inflasi toraks berlebihan mengakibatkan otot diafragma dan interkostal, secara
mekanik, mengalami kesulitan bekerja sehingga kerjanya menjadi tidak optimal .
Peningkatan usaha bernafas dan penurunan kerja otot menyebabkan timbulnya
kelelahan dan gagal nafas (Makmuri, 2008).

5.2 Hiperaktivitas saluran respiratori


Saluran respiratori dikatakan hiperreaktif atau hiperresponsif jika pada
pemberian histamin dan metakolin dengan konsentrasi kurang 8µg% didapatkan
penurunan Forced Expiration Volume (FEV1) 20% yang merupakan kharakteristik asma,
dan juga dapat dijumpai pada penyakit yang lainnya seperti Chronic Obstruction
Pulmonary Disease (COPD), fibrosis kistik dan rhinitis alergi. Stimulus seperti olahraga,
udara dingin, ataupun adenosin, tidak memiliki pengaruh langsung terhadap otot polos
saluran nafas (tidak seperti histamin dan metakolin). Stimulus tersebut akan
merangsang sel mast, ujung serabut dan sel lain yang terdapat disaluran nafas untuk
mengeluarkan mediatornya (Makmuri, 2008).
5.3 Otot polos saluran respiratori
Pada penderita asma ditemukan pemendekan dari panjang otot bronkus.
Kelainan ini disebabkan oleh perubahan pada aparatus kontraktil pada bagian elastisitas
jaringan otot polos atau pada matriks ektraselularnya. Peningkatan kontraktilitas otot
pada pasien asma berhubungan dengan peningkatan kecepatan pemendekan otot.
Sebagai tambahan, terdapat bukti bahwa perubahan pda struktur filamen kontraktilitas
atau plastisitas dari sel otot polos dapat menjadi etiologi hiperaktivitas saluran nafas
yang terjadi secara kronik (Makmuri, 2008).
Mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast, seperti triptase dan protein
kationik eosinofil, dikatakan dapat meningkatkan respon otot polos untuk berkontraksi,
sama seperti mediator inflamasi yang lainnya seperti histamin. Keadaan inflamasi ini
dapat memberikan efek ke otot polos secara langsung ataupun sekunder terhadap
geometri saluran nafas(Makmuri, 2008).
5.4 Hipersekresi mukus
Sekresi mukus pada saluran nafas pasien asma tidak hanya berupa peningkatan
volume saja tetapi juga perbedaan pada viskoelastisitas. Penebalan dan perlengketan
dari sekret tidak hanya sekedar penambahan produksi musin saja tetapi terdapat juga
penumpukan sel epitel, pengendapan albumin yang bersal datri mikrovaskularisasi
bronkial, eosinofil, dan DNA yang berasal dari sel inflamasi yang mengalami lisis
(Makmuri, 2008).
Hipersekresi mukus merefleksikan dua mekanisme patofisiologi yaitu
mekanisme terhadap sekresi sel yang mengalami metaplasia dan hiperplasia dan
mekanisme patofisologi hingga terjadi sekresi sel granulasi.
5.5 Remodeling Jalan Napas

Pada beberapa penderita asma, terbatasnya aliran napas bisa kembali normal
sebagian. Perubahan struktur permanen bisa terjadi pada jalan napas, ini
mengindikasikan pengurangan fungsi paru-paru yang tidak bisa dicegah atau kembali
normal seutuhnya dengan terapi. Remodeling jalan napas mengaktivkan struktur sel
dengan konsekuensi perubahan permanen yang meningkatkan obstruksi aliran napas
dan hiperresponsif jalan napas. Perubahan struktural dapat termasuk penebalan
submembran dasar sel, subepitel fibrosis, hipertropi dan hiperplasia otot polos,
proliferasi pembuluh darah. Ini bisa dilihat untuk seberapa efektivitas respon terapi
(Bethesda, 2007).

6. Manifestasi Klinis dan Jenis Asma

6.1 Manifestasi Klinis Asma

Gejala yang biasanya timbul berhubungan dengan beratnya hiperaktivitas


bronkus. Obstruksi jalan napas dapat reversible secara spontan maupun dengan
pengobatan. Gejala-gejala asma antara lain (Mansjoer, 2002):
a. Bising mengi (wheezing) yang terdengar dengan atau tanpa stetoskop
b. Batuk produktif sering pada malam hari
c. Napas atau dada seperti ditekan
Gejalanya bersifat paroksismal, yaitu membaik pada siang hari dan memburuk
pada malam hari. Namun, biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak
ditemukan gejala klinis, tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan
dalam, gelisah,duduk dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu
pernafasan bekerja dengan keras (Mansjoer, 2002; Tanjung, 2003).
Pada serangan asma yang lebih berat , gejala-gejala yang timbul makin
banyak, antara lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada,
tachicardi dan pernafasan cepat dangkal . Serangan asma seringkali terjadi pada
malam hari (Tanjung, 2003).

Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :

1) Tingkat I :

a) Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.

b) Timbul bila ada faktor pencetus baik didapat alamiah maupun dengan test provokasi
bronkial di laboratorium.

2) Tingkat II :

a) Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan adanya
tanda-tanda obstruksi jalan nafas.

b) Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.

3) Tingkat III :

a) Tanpa keluhan.

b) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.

c) Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali.

4) Tingkat IV :

a) Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.

b) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.

5) Tingkat V :

a) Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang
berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai.
b) Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel.

Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti :

Kontraksi otot-otot pernafasan, sianosis, gangguan kesadaran, penderita tampak letih,


takikardi.

6.2 Jenis Asma

6.2.1 Berdasarkan Etiologi

a. Asma Ekstrinsik (Atopik)

Sifat-sifatnya adalah sebagai berikut (Bunner&Suddart, 2002; Somantri, 2008):

- Penyebabnya adalah rangsangan allergen eksternal spesifik dan dapat diperlihatkan


dengan reaksi kulit tipe 1
- Gejala klinik dan keluhan cenderung timbul pada awal kehdupan, 85% kasus timbul
sebelum usia 30 tahun
- Sebagian besar mengalami perubahan dengan tiba-tiba pada masa puber, dengan
serangan asma yang berbeda-beda
- Prognosis tergantung pada serangan pertama dan berat ringannya gejala yang timbul.
Jika serangan pertama pada usia muda disertai dengan gejala yang lebih berat, maka
prognosis menjadi jelek.
- Perubahan alamiah terjadi karena adanya kelainan dari kekebalan tubuh pada IgE yang
timbul terutama pada awal kehidupan dan cenderung berkurang di kemudian hari
- Asma bentuk ini memberikan tes kulit yang positif
- Dalam darah menunjukkan kenaikan kadar IgE spesifik
- Ada riwayat keluarga yang menderita asma
- Terhadap pengobatan memberikan respon yang cepat

b. Intrinsik/idiopatik (non alergik)

Sifat dari asma intrinsik (Bunner&Suddart; 2002, Somantri 2008):


- Alergen pencetus sukar ditentukan
- Tidak ada alergen ekstrinsik sebagai penyebab dan tes kulit memberi hasil negatif
- Merupakan kelompok yang heterogen, respons untuk terjadi asma dicetuskan oleh
penyebab dan melalui mekanisme yang berbeda-beda
- Sering ditemukan pada penderita dewasa, dimulai pada umur di atas 30 tahun dan
disebut juga late onset asma
- Serangan sesak pada asma tipe ini dapat berlangsung lama dan seringkali menimbulkan
kematian bila pengobatan tanpa disertai kortikosteroid.

c. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk
alergik dan non-alergik (Somantri, 2008).

6.2.2 Berdasarkan Umur Penderita (Kepmenkes, 2009)

a. Usia Dewasa
6.2.3 Berdasarkan Derajat Frekuensi

Tabel 3 Klasifikasi Asma Berdasarkan Derajat Serangan (Kepmenkes, 2009)

7. Pemeriksaan Diagnostik Asma

7.1 Pemeriksaan Fisik

Berdasarkan konsep B6, pemeriksaan fisik untuk asma secara spesifik mencakup
(Muttaqin, 2008):

B1 (Breathing)

Inspeksi

Pada klien terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan, serta
penggunaan otot bantu pernapasan. Inspeksi dada terutama melihat postur bentuk dan
kesimetrisan, adanya peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-otot
intercostalis, sifat dan irama pernapasan dan frekuensi napas.

Palpasi

Pada palapasi biasanya amati kesimetrisan, ekspansi dan taktil fremitus normal

Perkusi

Pada perkusi didapatkan suara normal samapi hipersonor sedangkan diafragma


menjadi datar dan rendah.

Auskultasi

Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan ekspirasi lebih dari 4
detik atau 3 kali ekspirasi, dengan bunyi tambahan napas tambahan utama wheezing
pada akhir ekspirasi.

B2 (Blood)

Monitor dampak asma pada status kardiovaskular meliputi keadaan


hemodinamik seperti nadi, tekanan darah dan CRT.

B3 (Brain)

Diperlukan pemeriksaan GCS untuk penentuan status kesadaran

B4 (Bladder)

Pengukuran volume output urine berkaitan intake cairan. Ada tidaknya oliguria
sebagai tanda awal gejala syok.

B5 (Bowel)

Perlu dikaji bentuk, turgor, nyeri dan tanda-tnada infeksi yang dapat
merangsang serangan asma. Pengkajian status nutrisi meliputi jumlah, frekuensi dan
kesulitan pemenuhan kebutuhan nutrisi karena pada pasien sesak napas terjadi
kekurangan. Hal ini terjadi karena dispnea saat makan dan kecemasan klien.

B6 (Bone)
Adanya edema ekstremitas, tremor dan tanda-tanda infeksi pada ekstremitas
karena merangsang serangan asma. Pada integumen perlu dikaji permukaan kasar,
kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit, kelembaban, besisik, pruritis, eksim dan adanya
bekas dermatitis. Pada rambut kaji kelembaban dan kusam. Adanya wheezing, sesak dan
ortopnea saat istirahat. Pola aktivitas olahraga, pekerjaan dan aktivitas lainnya.

7.2 Pemeriksaan Penunjang

7.2.1 Pemeriksaan Radiologi

Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah
dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun (Muttaqin, 2008).

7.2.2 Pemeriksaan Laboratorium


a. Sputum
Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan asma berat karena
hanya reaksi serangan beratlah menyebabkan transudasi dari edema mukosa lalu
terlepaslah sekelompok sel epitel dari perlekatannya. Pewarnaa gram penting untuk
melihat adanya bakteri diikuti kultur dan uji resistensi terhadap antibiotik. Spurum
eosinofil sangat karakteristik untuk asma dengan adanya cristal Charcot Leyden dan
Spiral Curschman melihat adanya Asperigillus fumigatus (Sudoyo, 2006; Muttaqin, 2008).
b. Analisa Gas Darah
Hanya dilakukan pasa asma berat karena terdapat hiposekmia, hiperkapnea dan
asidosis respiratorik. Pada fase awal serangan terjadi hipokapnea dan hiposekmia
(PaCO2< 35 mmHg) kemudian pada stadium yang lebih berat PaCO2 justru mendekati
normal hingga normokapnea.Lalu diikuti selanjutnya hiperkapnea (PaCO2≥ 45mmHg)
(Sudoyono, 2006; Muttaqin, 2008).
c. Pemeriksaan Eosinofil Total
Sel eosinofil pada status asmatikus dapat mencapai 1000-1500/mm3 baik asma
intrinsik maupun ekstrinsik, sedangkan hitung eosinofil normal antara 100-200/mm3.
Perbaikan fungsi paru disertai fungsi paru serta penurunan hitung sel eosinofil
menunjukkan pengobatan telah tepat. Juga dapat sebagai patokan penggunaan
kortikosteroid (Sudoyono, 2006; Muttaqin, 2008).
d. Pemeriksaan Darah Rutin dan Kimia
Jumlah sel leukosit yang lebih dari 15.000/mm3 terjadi karena adanya infeksi.
SGOT dan SPGT meningkat disebabkan keruskan hati akibat hipoksia atau hiperkapnea
(Muttaqin, 2008).
7.2.3 Pengukuran Fungsi Paru (Spirometer)
Pengukuran dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol
golongan adrenergik. Peningkatan FEV atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan
diagnosis asma (Muttaqin, 2008).
7.2.4 Tes Provokasi Bronkus
Tes ini dilakukan pada spirometer internal. Penurunan FEV sebesar 20% atau
lebih setelah tes provokasi dan denyut jantung 80-90 % dari maksimum dapat bermakan
bila menimbulkan penurunan PEFR 10% atau lebih (Muttaqin, 2008).
7.2.5 Pemeriksaan Kulit
Untuk menunjukkan adanya antibodi IgE spefisik dalam tubuh. Uji ini penting
karena uji alergen positif tidak selalu menjadi penyebab asma (Sudoyono, 2006;
Muttaqin, 2008).
8. Penatalaksanaan Asma pada Semua Tingkat Usia
Tujuan terapi asma adalah :
a. Menyembuhkan dan mengendalikan gejala asma
b. Mencegah kekambuhan
c. Mengupayakan fungsi paru senormal mungkin serta mempertahankannya
d. Mengupayakan aktivitas harian pada tingkat normal termasuk melakukan exercise
e. Menghindari efek samping obat
f. Mencegah obstruksi jalan napas yang irreversible
g. Mencegah kematian karena asma
h. Khusus anak, untuk mempertahakan potensi sesuai tumbuh kembangnya (Mansjoer,
2002; Kepmenkes, 2009)
Penatalaksanaan medis untuk asma dibagi menjadi dua, yaitu (Muttaqin, 2008;
Kepmenkes 2009) :
- Pengobatan Nonfarmakologi
a. Memberikan penyuluhan
b. Menghindari faktor pencetus
c. Pemberian cairan
d. Fisiotherapy
- Pengobatan Farmakologi
Obat-obat pengontrol adalah obat-obat yang diberikan tiap hari untuk
jangka lama untuk mengontrol asma persisten.

Dewasa ini pengontrol yang paling efektif adalah kortikosteroid inhalasi.

Obat-obat pelega adalah yang bekerja cepat untuk menghilangkan


konstriksi bronkus beserta keluhan-keluhan yang menyertainya.

Selain pengobatan jangkah panjang, terdapat pula pengobatan ekserbasi


(serangan asma). Eksaserbasi (serangan ) asma adalah memburuknya gejala asma
secara cepat berupa bertambahnya sesak nafas, batuk mengi atau berat di dada
atau kombinasi dari gejala–gejala ini. Pengobatan Eksaserbasi pada penderita asma
dapat dilakukan dengan pengobatan-pengobatan berikut:

a. Pengobatan di Rumah

Bronkodilator :
- Untuk serangan ringan dan sedang :
Inhalasi agonis beta 2 aksi singkat 2 – 4 semprot tiap 20 menit dalam satu
jam pertama .
- Sebagai alternatif :
Inhalasi antikolinergik ( Ipratropium Bromida ) , agonis beta 2 oral atau
teofilin aksi singkat . Teofilin jangan dipakai sebagai pelega , jika penderita
sudah memakai teofilin lepas lambat sebagai pengontrol . Dosis agonis beta
2 aksi singkat dapat ditingkatkan sampai 4 – 10 semprot .
Kortikosteroid :
Jika respon terhadap agonis beta 2 tidak segera terlihat atau tidak bertahan
( umpamanya APE lebih dari 80 % perkiraan / nilai terbaik pribadi ) setelah 1
jam, tambahkan kortikosteroid oral a.l prednisolon 0,5 – 1 mg/ kg BB.
Dibutuhkan beberapa hari sampai keluhan menghilang dan fungsi paru
kembali mendekati normal . Untuk itu pengobatan serangan ini tetap
dipertahankan di rumah.
b. Pengobatan di Rumah Sakit
Pemberian oksigen:
Oksigen diberikan 4-6 L/menit untuk mendapatkan saturasi O2 90% atau
lebih.

Agonis beta-2:

Agonis beta-2 aksi singkat biasanya diberikan secara nebulasi setiap 20


menit selama satu jam pertama (salbutamol 5 mg atau fenoterol 2,5 mg,
tarbutalin 10 mg). Nebulasi bisa dengan oksigen atau udara. Pemberian secara
parenteral agonis beta-2 dapat dilakukan bila pemberian secara nebulasi tidak
memberikan hasil. Pemberian bisa secara intramuskuler, subkutan atau
intravena.

Adrenalin (epinefrin )

Obat ini dapat diberikan secara intramuskuler atau subkutan bila:

- Agonis beta 2 tidak tersedia


- Tidak ada respon terhadap agonis beta 2 inhalasi.

Bronkodilator tambahan:

Kombinasi agonis beta-2 dengan antikolinergik (Ipratropium Bromida)


memberikan efek bronkodilator yang lebih baik dari pada diberikan
sendirisendiri. Obat ini diberikan sebelum mempertimbangkan aminofilin.
Mengenai aminofilin dalam mengatasi serangan ini masih ada kontroversi.
Walaupun ada manfaatnya, akan tetapi aminofilin intravena tidak dianjurkan
dalam 4 jam pertama pada penanganan serangan asma. Aminofilin intravena
dengan dosis 6 mg per kgBB diberikan secara pelan ( dalam 10 menit ) diberikan
pada penderita asma akut berat yang perlu perawatan dirumah sakit, bila
penderita tidak mendapat teofilin dalam 48 jam sebelumnya.

Kortikosteroid:

Kortikosteroid sistemik dapat mempercepat penyembuhan serangan yang


refrakter terhadap obat bronkodilator. Pemberian secara oral sama efektifnya
dengan intra vena dan lebih disukai karena lebih gampang dan lebih murah.
Kortikosteroid baru memberikan efek minimal setelah 4 jam. Kortikosteroid
diberikan bila:
- Serangan sedang dan berat.
- Inhalasi agonis beta-2 tidak memperlihatkan perbaikan atau:
- Serangan timbul walaupun penderita telah mendapat kortikosteroid oral
jangka panjang.

ASUHAN KEPERAWATAN ASMA


1. Pengkajian
a. Identitas Diri
Biodata
Nama :
Umur :
Jenis kelamin :
Agama :
Suku/bangsa :
Status pernikahan :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Alamat :
No. Registrasi :
Tanggal MRS :

b. Penanggungjawab

Nama :
Umur :
Jenis kelamin :
Hubungan dengan pasien :
Pekerjaan :

c. Keluhan Utama

d. Riwayat Penyakit Sekarang

a. Provokatif/palliatif
- Apa yang dilakukan sebelum mumculnya gejala ?
- Apakah gejala berkurang saat istirahat?

b. Quality/quantity

- Bagaimana rasanya atau suaranya ?


- Bagaimana anda merasakan sekarang ? Lebih parah atau lebih
ringan dari yang dirasakan sebelumnya ?
- Bagaimana kondisi gejala saat sedang parah? apakah disertai gejala
lain?

c. Regio/radiasi

- Di bagian mana gejala dirasakan ?


- Apakah menyebar ?

d. Saverity/keparahan

- Bagaimana tingkat keparahannya ?


- Bagaiman pengaruhnya terhadap aktivitas ?

e. Time/waktu

- Sejak kapan sesak itu timbul ?


- Berapa lama serangannya ?
- Seberapa sering (frekuensi) menngalami sesak ?

e. Riwayat Penyakit Dahulu

- Apakah sebelumnya pernah mengalami sesak?


- Tindakan apa yang dilakukan untuk mengatasinya ?
- Apakah sebelumnya pernah menderita penyakit tertentu ?
- Apakah pernah dirawat di rumah sakit, jika pernah berapa lama ?
- Obat-obatan apa yang biasanya dikonsumsi ?
- Apakah memiliki riwayat alergi terhadap obat atau makanan
tertentu ?
- Bagaiman status imunisasi?
- Bagaimana riwayat kehamilan dan persalinan ibunya dahulu ?
f. Riwayat Penyakit Keluarga

- Apakah ada anggota keluarga yang mengalami sakit seperti anda ?


- Bagaimana riwayat kesehatan orangtua ?
- Apa saja penyakit yang pernah diderita anggota keluarga ?

g. Riwayat Psiksosial

- Bagaiman persepsi tentang penyakitnya ?


- Bagaiman reaksi keluarga mengenai penyakit yang diderita?
h. Riwayat Tumbuh Kembang(Untuk Anak-Anak)
- Bagaimana berat badan dan tinggi badan ?
- Bagaimana status nutrisinya ?
- Bagaiman aktivitas sehari-hari?
- Bagaimana lingkungan tempat tinggalnya ? (mencakup ventilasi,
udara, sanitasi)
- Bagaimana hubungan dengan teman sebayanya ?

i. Pola Kebiasaan Sehari-hari

- Pola Nutrisi

Sebelum Sakit Saat Sakit


Frekuensi makan
Jumlah makanan
Nafsu makan
Mual-muntah
BB dan TB

- Pola Eliminasi

- Pola Aktivitas

Sebelum Sakit Saat Sakit


Kegiatan Pekerjaan
Olahraga

- Pola Istirahat
Sebelum Sakit Saat Sakit
Lama Tidur
Waktu Tidur
Masalah Tidur

- Pola Kebersihan :

j. Pemeriksaan Fisik

Kesadaran :

a. Tanda-tanda vital
Tensi : RR :
Nadi : Suhu :
BB : TB :

b. Head To Toe
Kepala dan rambut
Kepala : bentuk, ubun-ubun, kulit kepala
Rambut : penyebaran dan keadaan rambut, bau , warna
Wajah : warna kulit, struktur wajah
Mata
Kelengkapan dan kesimetrisan, konjunctiva dan sclera, pupil, penggunaan
alat bantu
Hidung
Tulang hidung dan posisi septum nasi, lubang hidung, cuping hidung,
penggunaan alat bantu pernafasan.
Telinga
Bentuk telinga,ketajaman, lubang telinga, penggunaan alat bantu
pernafasan.
Mulut, gigi , lidah, tonsil dan pharing
Keadaan bibir, keadaan gigi dan gusi, keadaan lidah, keadaan pharing,
keadaan tonsil.
Leher dan tenggorokan
Posisi trachea, thyroid, kelenjar limfe, vene jugularis, denyut nadi karotis.
Dada dan thorak
Pemeriksaan paru-paru
Inspeksi :
 bentuk thorak
 irama pernafasan : ( ) teratur ( ) tidak teratur
 jenis pernafasan : ( ) dispnea ( ) kussmaul ( ) ceyne-stoke ( ) lain-lain
 tanda-tanda kesulitan bernapas :
 retraksi otot bantu pernafasan

Palpasi : ( ) vocal vremitus ( ) nyeri tekan

Perkusi : ( ) sonor ( ) hipersonor ( )redup

Auskultasi : ( ) stridor ( ) wheezing ( )ronchi ( ) vesikuler

Pemeriksaan jantung

Inspeksi : ictus cordis


Palpasai : pulsasi, ictus cordis
Perkusi : batas jantung
Auskultasi : bunyi jantung, murmur, gallop
Pemeriksaan payudara dan ketiak
Ukuran dan bentuk payudara, warna payudara dan aerola, kelainan
payudara, aksila
Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : bentuk, massa, keadaan umbilicus
Palpasi :nyeri tekan, massa, anda ascites, hepar,lien
Perkusi : suara abdomen, pemeriksaan ascites
Auskultasi : peristaltic
Pemeriksaan ekstremitas
Pergerakan sendi, kekuatan otot,kelainan ekstremitas, traksi
Pemeriksaan integument
- Kulit, akral, turgor, kelembapan, clubbing finger
Pemeriksaan neurologi

Tingkat kesadaran, meningeal sign, status mental, GCS, kondisi emosi, nervus cranial (N
I-XII), fungsi motorik, fungsi sensorik, reflek
j. Pemeriksaan Penunjang
- Laboratorium
 Sputum
 Analisa Gas Darah
 Pemeriksaan Eosinofil Total
 Pemeriksaan Darah Rutin dan Kimia

- Radiologi
 Rontgen Thoraks
- Lain-Lain
 Pengukuran Fungsi Paru (Spirometer
 Tes Provokasi Bronkus
 Pemeriksaan Kulit
2. Analisis Data
Data Etiologi Masalah Keperawatan
1. Faktor Pencetus asma Ketidakefektifan bersihan
- DS jalan napas
 Pasien mengeluh Hipersensitivitas bronkus
sulit bernapas terhadap stimulus
- DO
 Perubahan Bronkokonstriksi
kedalaman/jumlah
napas dan Peningkatan jumlah sel
penggunaan alat inflamasi (eosinofil, sel
bantu napas mast dan neutrofil)
 Pasien tampak
lemah Hipersekresi mukus
 Suara napas
abnormal seperti Blokade jalan napas oleh
wheezing, ronchi mukus
dan crackles
 Batuk (persisten) Edema mukosa dan dinding
atau tanpa bronkus
produksi sputum
Peningkatan usaha dan
frekuensi pernapasan,
penggunaan otot bantu
napas

Ketidak efektifan bersihan


jalan napas
2. Faktor Pencetus asma Pola nafas tidak efektif
- DS
 Pasien mengeluh Hipersensitivitas bronkus
sulit bernapas terhadap stimulus
 Menurunnya
toleransi aktivitas Bronkokonstriksi
- DO
 Dispnea Peningkatan jumlah sel
 Pasien tampak inflamasi (eosinofil, sel
bingung, lemah mast dan neutrofil)

 Tidak mamapu
mengeluarkan Hipersekresi mukus

sekret
 Nilai analisa gas Blokade jalan napas oleh

darah abnormal mukus

 Perubahan tanda
vital Edema mukosa dan dinding

 Adanya sianosis bronkus

 Pada tes sputum


didapatkan Peningkatan usaha dan

eosinofil frekuensi pernapasan,


penggunaan otot bantu

napas
Hipoksemia reversible
ketidakefektifan pola napas
3. Faktor Pencetus asma Gangguan pertukaran gas
- DS
 Pasien mengeluh Hipersensitivitas bronkus
sulit bernapas terhadap stimulus
 Menurunnya
toleransi aktivitas Bronkokonstriksi

- DO Peningkatan jumlah sel


 Dispnea inflamasi (eosinofil, sel
 Pasien tampak mast dan neutrofil)
bingung, lemah
 Tidak mamapu Hipersekresi mukus

mengeluarkan
sekret Blokade jalan napas oleh

 Nilai analisa gas mukus

darah abnormal
 Perubahan tanda Edema mukosa dan dinding

vital bronkus

 Adanya sianosis
 Pada tes sputum Peningkatan usaha dan

didapatkan frekuensi pernapasan,

eosinofil penggunaan otot bantu


napas

Gangguan pertukaran gas

3. Prioritas Diagnosa Keperawatan

a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi sekret

b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan obstruksi bronkus

c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan napas oleh sekresi
bronkus
4. Rencana Intervensi

a. Usia Bayi

Diagnosa 1

Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi sekret

Tujuan : Pasien menunjukkan fungsi pernapasan normal dalam 1x24 jam

Kriteria Hasil :

- Pasien mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih dan jelas

- Sputum mampu keluar dari jalan napas

- Keadaaan umum normal

Intervensi Rasional
Mandiri
1. Kaji rasio respirasi, kedalaman, adanya 1. Mengungkapkan rasio dan tipe
tachipnea, dispnea dan jika terjadi saat pernapasan berhubungan dengan usia dan
tidur atau istirahat, cuping hidung, tubuh bayi, perubahan yang
retraksi, kedalaman (hiperpnea) aau mengindikasikan adanya obstruksi dan
penyempitan (hipopnea), stridor saat konsolidasi dari jalan napas dan fungsi
inspirasi paru yang menurun untuk difusi gas,
perubahan kedalaman yang abnormal,
head bobbing mengindikasikan adanya
dispnea pada bayi dan fatigue
menyebabkan flesksi leher
mengindikasikan adanya distres respirasi
2. Kaji suara napas dengan auskultasi, 2. Indikasi aliran napas dengan aukultasi
konsolidasi dengan perkusi untuk mengungkapkan adanya sekresi,
ronchi, pada obstruksi jalan napas dan
wheezing pada penyempitan bronchiolar.
Perkusi untuk indikasikan konsolidasi dan
penurunan fungsi paru
3. Kaji perubahan warna kulit, distribusi 3. Mengungkapkan derajat sianosis,
dan durasi sianosis indikasikan distribusi gas dan darah dalam
paru-paru dan alveolar hipoventilasi hasil
dari obstruksi jalan napas
4. Kaji kemampuan batuk , waktu batuk 4. Mengungkapakan karakteristik batuk
sebagai kondisi respirasi yang mungkin
terjadi infeksi atau inflamasi. Jalan napas
yang sempit pada bayi mengakibatkan
susah batuk karena obstruksi dari sekret
dimana dapat resiko infeksi
5. Tinggikan posisi kepala sekitar 30 5. Posisi yang nyaman memfasilitasi
derajat dan pangku bayi (Ekstensikan ekspansi dada yang mengembang dan
kepala bayi dan leher dengan tangan efisiensi pernapasan.
dibawah bahu bayi)
6. Sediakan periode istirahat yang 6.Mencegah pemborosan energi yang
dibutuhkan bayi sebagaimana status terbuang
penyakit
7. Sediakan kebutuhan cairan selama 24 7. Mencegah status dehidrasi dan
jam dengan jumlah spesifik untuk bayi dan mengencerkan sekret untuk mudah
hindari susu dimobilisasi keluar tubuh. Susu dapat
mempertebal sekret.
8.Lakukan postural drainase menggunakan 8. Promosikan pemindahan sekret dan
gravitasi, perkusi dan vibrasi kecuali sputum dari jalan napas, perkusi dan
kontraindikasi, pangku bayi dan dukung vibrasi mengurangi sekret, gravitasi
bayi dengan bantal. Ajari orang tua dengan mendukung pemindahan sekret.
posisi bayi yang nyaman.
9. Suction nasal atau orofaringeal dengan 9. Pemindahan sekret dengan suction jika
pijatan, jika dibutuhkan, gunakan catheter obstruksi hidung oleh mucus pada bayi,
dengan benar, gunakan suntik bulb untuk penggunaan tekanan tinggi dapat merusak
sekresi mukus pada hidung bayi, ukuran membran mucus pada jalan napas.
catheter tergantung pada usia bayi,
tekanan negatif maksimum dari 60-90 cm
H2O dengan batas 5 detik untuk bayi
10. Perletakan peralatan jalan napas dekat 10. Untuk keadaan emergency jika
tempat pasien dibutuhkan
11. Beri edukasi pada orang tua pasien 11. Mempertahankan status hidrasi
tentang kebutuhan cairan, tipe cairan yang
harus dihindari
12. Instruksikan orang tua untuk mencuci 12. Menghindari transmisi mikroorganisme
tangan via droplet
Kolaborasi
1. Pemberian bronkodilator sesuai indikasi 1.
- nebulizer (via inhalasi dengan golongan - pemberian bronkodilator via inhalasi
terbutaline 0.25 mg, fenoterol Hbr 0.1 % akan langsung menuju area bronkus yang
solution, orciprenaline sulfur 0.75 mg mengalami spasme sehingga lebih cepat
berdilatasi
- Intravena dengan golongan teophyline - pemberian intravena merupakan usaha
ethilenediamine (Aminofilin) bolus IV 5-6 pemeliharaan dilatasi jalan napas agar
mg/kgBB optimal
2. Agen mukolitik dan ekspectoran 2. Agen mukolitik menurunkan kekentalan
dan perlengketan sekret paru untuk
mempermudah pembersihan
Agen ekspektoran akan memudahkan
sekret lepas dari perlengkatan jalan napas
3. Korticosteroid 3. Korticosteroid berguna pada
keterlibatan dengan hipoksemia dan
menurunkan inflamasi akibat edema
mukosa dan dinding bronkus
Diagnosa 2

Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan obstruksi bronkus

Tujuan : Pola napas kembali efektif dalam 2x24 jam

Kriteria Hasil :- Irama, frekuensi dan kedalaman napas berada dalam batas normal

- bunyi napas jelas terdengar

Intervensi Rasional
Mandiri
1. Kaji rasio respirasi, pola, kedalaman, 1. Mengungkapakan rate dan tipe respirasi
adanya tachipnea, dispnea, retraksi yang berhubungan dengan umur bayi,
suscostal, nasal faring, fase ekspirasi, perubahan pola mengidikasikan kondidi
ekspansi dada, periode apnea dan pola akut respirasi hasil infeksi dan obstruksi,
tidur bayi head bobbing terjadi dengan dispnea pada
bayi jika ada konsolidasi pada paru
2. Kaji dengan palpasi untuk konfigurasi 2. Mengungkapkan peningkatan rasio
dada, auskultasi pada suara napas anteroposterior yang umumnya terjadi
pada anak-anak
3. Tinggikan posisi kepala sekitar 30 3. Posisi yang nyaman memfasilitasi
derajat dan pangku bayi (Ekstensikan ekspansi dada yang mengembang dan
kepala bayi dan leher dengan tangan efisiensi pernapasan.
dibawah bahu bayi)
4. Kaji perubahan warna kulit, distribusi 4. Mengungkapkan derajat sianosis,
dan durasi sianosis indikasikan distribusi gas dan darah dalam
paru-paru dan alveolar hipoventilasi hasil
dari obstruksi jalan napas
5. Monitor gas darah dan sediakan 5. Mempertahankan O2 dalam darah dan
suplemen O2 via kap jika hipoksia karena fungsi organ
inadekuat pola napas
6. Ajarkan mencuci tangan ketika bersama 6. Pencegahan transmisi mikroorganisme
bayi, menutupi mulut dan hidung saat
batuk/pilek
7. Demonstrasikan posisi nyaman untuk 7. Menunjang perbaikan pernapasan
ventilasi udara bayi baik saat tidur maupun
terjaga
8. Informasikan orang tua untuk 8. Mencegah terjadinya gangguan pola
menghindari alergen asma napas lebih lanjut
Kolaborasi
1. Berikan bronkodilator via oral, subkutan 1. Mencegah serangan asma lanjutan dan
maupun terapai aerosol atau sedatif via pertahanan diri menghadapi allergen
terapi oral jika efisisensi respirasi tidak
berkurang dan steroid sesuai indikasi
Diagnosa 3

Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan napas oleh sekresi
mukus

Tujuan : Pasien menunjukkan pertukaran gas dengan efektif dalam 1x24 jam

Kriteri Hasil :

- Gas darah arteri normal - PO2 dan PCO2 dalam batas normal
- Tidak ada sianosis - Bernapas dalam normal

Intervensi Rasional
Mandiri
1. Kaji rasio respirasi, kedalaman, adanya 1. Mengungkapkan rasio dan tipe
tachipnea, dispnea dan jika terjadi saat pernapasan berhubungan dengan usia dan
tidur atau istirahat, cuping hidung, tubuh bayi, perubahan yang
retraksi, kedalaman (hiperpnea) aau mengindikasikan adanya obstruksi dan
penyempitan (hipopnea), stridor saat konsolidasi dari jalan napas dan fungsi
inspirasi paru yang menurun untuk difusi gas,
perubahan kedalaman yang abnormal,
head bobbing mengindikasikan adanya
dispnea pada bayi dan fatigue
menyebabkan flesksi leher
mengindikasikan adanya distres respirasi
2. Monitor SaO2 berkelanjutan . Kaji 2. Mengungkapkan status hipoksemia dan
analisis gas darah meliputi pH, PaCO2, hiperkapnea dan potensi terjadinya
PaO2. kegagalan pernapasan
3. Kaji perubahan warna kulit, distribusi 3. Mengungkapkan derajat sianosis,
dan durasi sianosis indikasikan distribusi gas dan darah dalam
paru-paru dan alveolar hipoventilasi hasil
dari obstruksi jalan napas
4. Administrasikan terapi O2 via kap pada 4. Pemberian O2 adekuat untuk
bayi tergantung kondisi gas darah mendukung intake , PO2 < 60mmHg dan
PCO2 > 50-55 mmHg dapat
mengindikasikan kebutuhan untuk
stimulasi respirasi, suction dan support
ventilasi
5. Mendiskusikan dengan orangtua tanda 5. Menyediakan informasi cara mengontrol
dan gejala asma sesuai umur bayi gejala dan kesehatan umum
6. Menjelaskan kepada orangtua tentang 6. Mengurangi ansietas orangtua
prosedur dan penggunaan peralatan
respirasi
7. Menjelaskan pengangkutan O2 dan 7. Mempertahankan jumlah O2 yang
faktor keamanan diberikan untuk pencegahan hipoksia pada
bayi
8. Instruksikan dan demonstrasikan 8. Orangtua yang tanggap dapat mencegah
penggunaan monitor apnea, minta hipoksia sedini mungkin pada bayi dengan
orangtua untuk mengulangi penanganan yang tepat
Kolaborasi
1. pemeriksaan BGA 1. Penurunan PO2, peningkatan PCO2
menunjukkan kebutuhan untuk intervensi
selanjutnya.
2. pemberian Oksigen 2. Dapat mengoreksi kipoksemia yang
terjadi akibat penurunan ventilasi

b. Usia Anak-anak (bawah 12 tahun)

Diagnosa 1

Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi sekret

Tujuan : Pasien menunjukkan fungsi pernapasan normal dalam 1x24 jam

Kriteria Hasil :

- Pasien mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih dan jelas

- Rasio , irama kedalaman napas dalam batas normal

- Sputum mampu keluar dari jalan napas

- TTV dalam batas normal

- Keadaaan umum normal

Intervensi Rasional
Mandiri
1. Kaji rasio respirasi, kedalaman, adanya 1. Mengungkapkan rasio dan tipe
tachipnea, dispnea dan jika terjadi saat pernapasan berhubungan dengan usia dan
tidur atau istirahat, cuping hidung, tubuh anak perubahan yang
retraksi, kedalaman (hiperpnea) aau mengindikasikan adanya obstruksi dan
penyempitan (hipopnea), stridor saat konsolidasi dari jalan napas dan fungsi
inspirasi paru yang menurun untuk difusi gas,
perubahan kedalaman yang abnormal
2. Kaji suara napas dengan auskultasi, 2. Indikasi aliran napas dengan aukultasi
konsolidasi dengan perkusi untuk mengungkapkan adanya sekresi,
ronchi, pada obstruksi jalan napas dan
wheezing pada penyempitan bronchiolar.
Perkusi untuk indikasikan konsolidasi dan
penurunan fungsi paru
3. Kaji perubahan warna kulit, distribusi 3. Mengungkapkan derajat sianosis,
dan durasi sianosis indikasikan distribusi gas dan darah dalam
paru-paru dan alveolar hipoventilasi hasil
dari obstruksi jalan napas
4. Kaji kemampuan batuk , waktu batuk 4. Mengungkapakan karakteristik batuk
sebagai kondisi respirasi yang mungkin
terjadi infeksi atau inflamasi. Jalan napas
yang sempit pada bayi mengakibatkan
susah batuk karena obstruksi dari sekret
dimana dapat resiko infeksi
5. Tinggikan posisi kepala sekitar 30 5. Posisi yang nyaman memfasilitasi
derajat, pada anak balita berikan posisi ekspansi dada yang mengembang dan
Ekstensikan kepala balita dan leher dengan efisiensi pernapasan.
tangan dibawah bahu balita, pada anak
atas 5 tahun dapat duduk atau istirahatkan
kepala dengan bantal, cek posisi anak agar
tidak berubah
6. Sediakan periode istirahat yang 6.Mencegah pemborosan energi yang
dibutuhkan anak sebagaimana status terbuang
penyakit
7. Sediakan kebutuhan cairan selama 24 7. Mencegah status dehidrasi dan
jam dengan jumlah spesifik untuk anak mengencerkan sekret untuk mudah
dan hindari susu dimobilisasi keluar tubuh. Susu dapat
mempertebal sekret.
8.Lakukan postural drainase menggunakan 8. Promosikan pemindahan sekret dan
gravitasi, perkusi dan vibrasi kecuali sputum dari jalan napas, perkusi dan
kontraindikasi, beri anak bantalan. Ajari vibrasi mengurangi sekret, gravitasi
orang tua dan anak (atas 5 tahun)dengan mendukung pemindahan sekret.
posisi yang nyaman.
9. Suction nasal atau orofaringeal dengan 9. Pemindahan sekret dengan suction jika
pijatan, jika dibutuhkan, gunakan catheter obstruksi hidung oleh mucus pada anak,
dengan benar, ukuran catheter penggunaan tekanan tinggi dapat merusak
tergantung pada usia anak yaitu 90-110 cm membran mucus pada jalan napas.
H2O dalam 5 detik
10. Perletakan peralatan jalan napas dekat 10. Untuk keadaan emergency jika
tempat pasien dibutuhkan
11. Beri edukasi pada orang tua pasien dan 11. Mempertahankan status hidrasi
anak tentang kebutuhan cairan, tipe cairan
yang harus dihindari
12. Instruksikan orang tua dan anak untuk 12. Menghindari transmisi mikroorganisme
mencuci tangan via droplet
13. Rekomendasikan olahrga renang dan 13. Promosikan saturasi dai inhalasi gas
olah raga yang sedikit menguras tenaga dengan kelembaban, exhaling dibawah air
meningkatkan tekanan
ekspirasi.Mencegah pemborosan energi
dan kebutuhan O2 dimana mengubah
status respirasi saat penyediaan
permainan
14. Ajarkan napas dalam dan batuk efektiv 14. Mempromosikan bernapas dalam dan
pada anak saat posisi relax untuk postural pemindahan sekret lewat batuk
drainase kecuali kontraindikasi, untuk
inesensitif spirometer, pada anak lebih 5
tahun, ajari meniup balon
Kolaborasi
1. Pemberian bronkodilator sesuai indikasi 1.
- nebulizer (via inhalasi dengan golongan - pemberian bronkodilator via inhalasi
terbutaline 0.25 mg, fenoterol Hbr 0.1 % akan langsung menuju area bronkus yang
solution, orciprenaline sulfur 0.75 mg mengalami spasme sehingga lebih cepat
berdilatasi
- Intravena dengan golongan teophyline - pemberian intravena merupakan usaha
ethilenediamine (Aminofilin) bolus IV 5-6 pemeliharaan dilatasi jalan napas agar
mg/kgBB optimal
2. Agen mukolitik dan ekspectoran 2. Agen mukolitik menurunkan kekentalan
dan perlengketan sekret paru untuk
mempermudah pembersihan
Agen ekspektoran akan memudahkan
sekret lepas dari perlengkatan jalan napas
3. Korticosteroid 3. Korticosteroid berguna pada
keterlibatan dengan hipoksemia dan
menurunkan inflamasi akibat edema
mukosa dan dinding bronkus

Diagnosa 2

Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan obstruksi bronkus

Tujuan : Pola napas kembali efektif dalam 2x24 jam

Kriteria Hasil :

- Irama, frekuensi dan kedalaman napas berada dalam batas normal

- bunyi napas jelas terdengar

Intervensi Rasional
Mandiri
1. Kaji rasio respirasi, pola, kedalaman, 1. Mengungkapakan rate dan tipe respirasi
adanya tachipnea, dispnea, retraksi yang berhubungan dengan umur anak,
suscostal, nasal faring, fase ekspirasi, perubahan pola mengidikasikan kondidi
ekspansi dada, periode apnea dan pola akut respirasi hasil infeksi dan obstruksi
tidur anak
2. Kaji dengan palpasi untuk konfigurasi 2. Mengungkapkan peningkatan rasio
dada, auskultasi pada suara napas anteroposterior yang umumnya terjadi
pada anak-anak
3. Tinggikan posisi kepala sekitar 30 3. Posisi yang nyaman memfasilitasi
derajat, pada anak balita berikan posisi ekspansi dada yang mengembang dan
Ekstensikan kepala balita dan leher dengan efisiensi pernapasan.
tangan dibawah bahu balita, pada anak
atas 5 tahun dapat duduk atau istirahatkan
kepala dengan bantal, cek posisi anak agar
tidak berubah
4. Kaji perubahan warna kulit, distribusi 4. Mengungkapkan derajat sianosis,
dan durasi sianosis indikasikan distribusi gas dan darah dalam
paru-paru dan alveolar hipoventilasi hasil
dari obstruksi jalan napas
5. Monitor gas darah dan sediakan 5. Mempertahankan O2 dalam darah dan
suplemen O2 via kap jika hipoksia karena fungsi organ
inadekuat pola napas
6. Ajarkan mencuci tangan ketika bersama 6. Pencegahan transmisi mikroorganisme
anak , menutupi mulut dan hidung saat
batuk/pilek, demikian pula pada anak
7. Demonstrasikan posisi nyaman untuk 7. Menunjang perbaikan pernapasan
ventilasi udara anak baik saat tidur
maupun terjaga
8. Informasikan orang tua dan anak untuk 8. Mencegah terjadinya gangguan pola
menghindari alergen asma napas lebih lanjut
Kolaborasi
1. Berikan bronkodilator via oral, subkutan 1. Mencegah serangan asma lanjutan dan
maupun terapai aerosol atau sedatif via pertahanan diri menghadapi allergen
terapi oral jika efisisensi respirasi tidak
berkurang dan steroid sesuai indikasi

Diagnosa 3

Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan napas oleh sekresi
mukus

Tujuan : Pasien menunjukkan pertukaran gas dengan efektif dalam 1x24 jam

Kriteri Hasil :

- Gas darah arteri normal - PO2 dan PCO2 dalam batas normal

- Tidak ada sianosis - Bernapas dalam normal

Intervensi Rasional
Mandiri
1. Kaji rasio respirasi, kedalaman, adanya 1. Mengungkapkan rasio dan tipe
tachipnea, dispnea dan jika terjadi saat pernapasan berhubungan dengan usia dan
tidur atau istirahat, cuping hidung, tubuh anak, perubahan yang
retraksi, kedalaman (hiperpnea) aau mengindikasikan adanya obstruksi dan
penyempitan (hipopnea), stridor saat konsolidasi dari jalan napas dan fungsi
inspirasi paru yang menurun untuk difusi gas,
perubahan kedalaman yang abnormal
2. Monitor SaO2 berkelanjutan . Kaji 2. Mengungkapkan status hipoksemia dan
analisis gas darah meliputi pH, PaCO2, hiperkapnea dan potensi terjadinya
PaO2. kegagalan pernapasan
3. Kaji perubahan warna kulit, distribusi 3. Mengungkapkan derajat sianosis,
dan durasi sianosis indikasikan distribusi gas dan darah dalam
paru-paru dan alveolar hipoventilasi hasil
dari obstruksi jalan napas
4. Mendiskusikan dengan orangtua tanda 4. Menyediakan informasi cara mengontrol
dan gejala asma sesuai umur anak gejala dan kesehatan umum
5. Menjelaskan kepada orangtua dan anak 5. Mengurangi ansietas orangtua dan anak
tentang prosedur dan penggunaan
peralatan respirasi
6. Menjelaskan pengangkutan O2 dan 6. Mempertahankan jumlah O2 yang
faktor keamanan diberikan untuk pencegahan hipoksia pada
anak
7. Instruksikan dan demonstrasikan 7. Orangtua yang tanggap dapat mencegah
penggunaan monitor apnea, minta hipoksia sedini mungkin pada anak dengan
orangtua untuk mengulangi penanganan yang tepat
Kolaborasi
1. pemeriksaan BGA 1. Penurunan PO2, peningkatan PCO2
menunjukkan kebutuhan untuk intervensi
selanjutnya.
2. pemberian Oksigen 2. Dapat mengoreksi kipoksemia yang
terjadi akibat penurunan ventilasi

c. Usia Dewasa ( ≥ 12 tahun )

Diagnosa 1

Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi sekret


Tujuan : Pasien menunjukkan fungsi pernapasan normal dalam 1x24 jam

Kriteria Hasil :

- Pasien mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih dan jelas

- Sputum mampu keluar dari jalan napas

- Keadaaan umum normal

Intervensi Rasional
Mandiri
1. Kaji rasio respirasi, kedalaman, adanya 1. Mengungkapkan rasio dan tipe
tachipnea, dispnea dan jika terjadi saat pernapasan berhubungan dengan usia dan
tidur atau istirahat, cuping hidung, tubuh yang mengindikasikan adanya
retraksi, kedalaman (hiperpnea) aau obstruksi dan konsolidasi dari jalan napas
penyempitan (hipopnea), stridor saat dan fungsi paru yang menurun untuk difusi
inspirasi gas, perubahan kedalaman yang abnormal
2. Kaji suara napas dengan auskultasi, 2. Indikasi aliran napas dengan aukultasi
konsolidasi dengan perkusi untuk mengungkapkan adanya sekresi,
ronchi, pada obstruksi jalan napas dan
wheezing pada penyempitan bronchiolar.
Perkusi untuk indikasikan konsolidasi dan
penurunan fungsi paru
3. Kaji perubahan warna kulit, distribusi 3. Mengungkapkan derajat sianosis,
dan durasi sianosis indikasikan distribusi gas dan darah dalam
paru-paru dan alveolar hipoventilasi hasil
dari obstruksi jalan napas
4. Kaji kemampuan batuk , waktu batuk 4. Mengungkapakan karakteristik batuk
sebagai kondisi respirasi yang mungkin
terjadi infeksi atau inflamasi.
5. Tinggikan posisi kepala sekitar 30 5. Posisi yang nyaman memfasilitasi
derajat, beri posisi tidur semifowler atau ekspansi dada yang mengembang dan
fowler efisiensi pernapasan.
6. Sediakan periode istirahat yang 6.Mencegah pemborosan energi yang
dibutuhkan terbuang
7. Sediakan kebutuhan cairan selama 24 7. Mencegah status dehidrasi dan
jam dengan jumlah spesifik mengencerkan sekret untuk mudah
dimobilisasi keluar tubuh.
8. Berikan air hangat 8. Pemberian air hangat dapat
mengencerkan sekret sehingga mudah
dikeluarkan dari tubuh
9. Ajarkan napas dalam dan batuk efektiv 9. Mempromosikan bernapas dalam dan
pada anak saat posisi relax untuk postural pemindahan sekret lewat batuk
drainase kecuali kontraindikasi, untuk
inesensitif spirometer, pada anak lebih 5
tahun, ajari meniup balon
10. Perletakan peralatan jalan napas dekat 10. Untuk keadaan emergency jika
tempat pasien dibutuhkan
11. Beri edukasi pada pasien tentang 11. Mempertahankan status hidrasi
kebutuhan cairan, tipe cairan yang harus
dihindari
12. Instruksikan pasien untuk mencuci 12. Menghindari transmisi mikroorganisme
tangan via droplet
13. Rekomendasikan olahrga renang dan 13. Promosikan saturasi dai inhalasi gas
olah raga yang sedikit menguras tenaga dengan kelembaban, exhaling dibawah air
meningkatkan tekanan
ekspirasi.Mencegah pemborosan energi
dan kebutuhan O2 dimana mengubah
status respirasi saat penyediaan
permainan
14. Beri lingkungan yang nyaman bebas 14. Faktor pencetus dapat mengakibatkan
dari alergen serangan akut
Kolaborasi
1. Pemberian bronkodilator sesuai indikasi 1.
- nebulizer (via inhalasi dengan golongan - pemberian bronkodilator via inhalasi
terbutaline 0.25 mg, fenoterol Hbr 0.1 % akan langsung menuju area bronkus yang
solution, orciprenaline sulfur 0.75 mg mengalami spasme sehingga lebih cepat
berdilatasi
- Intravena dengan golongan teophyline - pemberian intravena merupakan usaha
ethilenediamine (Aminofilin) bolus IV 5-6 pemeliharaan dilatasi jalan napas agar
mg/kgBB optimal
2. Agen mukolitik dan ekspectoran 2. Agen mukolitik menurunkan kekentalan
dan perlengketan sekret paru untuk
mempermudah pembersihan
Agen ekspektoran akan memudahkan
sekret lepas dari perlengkatan jalan napas
3. Korticosteroid 3. Korticosteroid berguna pada
keterlibatan dengan hipoksemia dan
menurunkan inflamasi akibat edema
mukosa dan dinding bronkus

Diagnosa 2

Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan obstruksi bronkus

Tujuan : Pola napas kembali efektif dalam 2x24 jam

Kriteria Hasil :

- Irama, frekuensi dan kedalaman napas berada dalam batas normal

- bunyi napas jelas terdengar

Intervensi Rasional
Mandiri
1. Kaji rasio respirasi, pola, kedalaman, 1. Mengungkapakan rate dan tipe respirasi
adanya tachipnea, dispnea, retraksi yang berhubungan perubahan pola
suscostal, nasal faring, fase ekspirasi, mengidikasikan kondidi akut respirasi hasil
ekspansi dada, periode apnea dan pola infeksi dan obstruksi
tidur
2. Kaji dengan palpasi untuk konfigurasi 2. Mengungkapkan peningkatan rasio
dada, auskultasi pada suara napas anteroposterior yang umumnya terjadi
pada anak-anak
3. Tinggikan posisi kepala sekitar 30 3. Posisi yang nyaman memfasilitasi
derajat, beri posisi fowler atu semi-fowler ekspansi dada yang mengembang dan
efisiensi pernapasan.
4. Kaji perubahan warna kulit, distribusi 4. Mengungkapkan derajat sianosis,
dan durasi sianosis indikasikan distribusi gas dan darah dalam
paru-paru dan alveolar hipoventilasi hasil
dari obstruksi jalan napas
5. Monitor gas darah dan sediakan 5. Mempertahankan O2 dalam darah dan
suplemen O2 via kap jika hipoksia karena fungsi organ
inadekuat pola napas
6. Demonstrasikan posisi nyaman untuk 6. Menunjang perbaikan pernapasan
ventilasi udara anak baik saat tidur
maupun terjaga
8. Informasikan untuk menghindari 8. Mencegah terjadinya gangguan pola
alergen asma napas lebih lanjut
Kolaborasi
1. Berikan bronkodilator via oral, subkutan 1. Mencegah serangan asma lanjutan dan
maupun terapai aerosol atau sedatif via pertahanan diri menghadapi allergen
terapi oral jika efisisensi respirasi tidak
berkurang dan steroid sesuai indikasi

Diagnosa 3

Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan napas oleh sekresi
mukus

Tujuan : Pasien menunjukkan pertukaran gas dengan efektif dalam 1x24 jam

Kriteri Hasil :

- Gas darah arteri normal

- PO2 dan PCO2 dalam batas normal

- Tidak ada sianosis

- Bernapas dalam normal

Intervensi Rasional
Mandiri
1. Kaji rasio respirasi, kedalaman, adanya 1. Mengungkapkan rasio dan tipe
tachipnea, dispnea dan jika terjadi saat pernapasan berhubungan dengan usia dan
tidur atau istirahat, cuping hidung, tubuh anak, perubahan yang
retraksi, kedalaman (hiperpnea) aau mengindikasikan adanya obstruksi dan
penyempitan (hipopnea), stridor saat konsolidasi dari jalan napas dan fungsi
inspirasi paru yang menurun untuk difusi gas,
perubahan kedalaman yang abnormal
2. Monitor SaO2 berkelanjutan . Kaji 2. Mengungkapkan status hipoksemia dan
analisis gas darah meliputi pH, PaCO2, hiperkapnea dan potensi terjadinya
PaO2. kegagalan pernapasan
3. Kaji perubahan warna kulit, distribusi 3. Mengungkapkan derajat sianosis,
dan durasi sianosis indikasikan distribusi gas dan darah dalam
paru-paru dan alveolar hipoventilasi hasil
dari obstruksi jalan napas
4. Menjelaskan pengangkutan O2 dan 4. Mempertahankan jumlah O2 yang
faktor keamanan diberikan untuk pencegahan hipoksia
5. Instruksikan dan demonstrasikan 5. Keluarga diharap mampu mencegah
penggunaan monitor apnea, beri informasi komplikasi awal sehingga bisa dilakukan
juga pada keluarha pencegahan dini
Kolaborasi
1. pemeriksaan BGA 1. Penurunan PO2, peningkatan PCO2
menunjukkan kebutuhan untuk intervensi
selanjutnya.
2. pemberian Oksigen 2. Dapat mengoreksi kipoksemia yang
terjadi akibat penurunan ventilasi

d. Usia Lansia ( ≥ 55 tahun)

Diagnosa 1

Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi sekret

Tujuan : Pasien menunjukkan fungsi pernapasan normal dalam 1x24 jam

Kriteria Hasil :

- Pasien mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih dan jelas

- Sputum mampu keluar dari jalan napas

- Keadaaan umum normal

Intervensi Rasional
Mandiri
1. Kaji rasio respirasi, kedalaman, adanya 1. Mengungkapkan rasio dan tipe
tachipnea, dispnea dan jika terjadi saat pernapasan berhubungan dengan usia dan
tidur atau istirahat, cuping hidung, tubuh yang mengindikasikan adanya
retraksi, kedalaman (hiperpnea) aau obstruksi dan konsolidasi dari jalan napas
penyempitan (hipopnea), stridor saat dan fungsi paru yang menurun untuk difusi
inspirasi gas, perubahan kedalaman yang abnormal
2. Kaji suara napas dengan auskultasi, 2. Indikasi aliran napas dengan aukultasi
konsolidasi dengan perkusi untuk mengungkapkan adanya sekresi,
ronchi, pada obstruksi jalan napas dan
wheezing pada penyempitan bronchiolar.
Perkusi untuk indikasikan konsolidasi dan
penurunan fungsi paru
3. Kaji perubahan warna kulit, distribusi 3. Mengungkapkan derajat sianosis,
dan durasi sianosis indikasikan distribusi gas dan darah dalam
paru-paru dan alveolar hipoventilasi hasil
dari obstruksi jalan napas
4. Kaji kemampuan batuk , waktu batuk 4. Mengungkapakan karakteristik batuk
sebagai kondisi respirasi yang mungkin
terjadi infeksi atau inflamasi.
5. Tinggikan posisi kepala sekitar 30 5. Posisi yang nyaman memfasilitasi
derajat, beri posisi tidur semifowler atau ekspansi dada yang mengembang dan
fowler efisiensi pernapasan.
6. Sediakan periode istirahat yang 6.Mencegah pemborosan energi yang
dibutuhkan terbuang
7. Sediakan kebutuhan cairan selama 24 7. Mencegah status dehidrasi dan
jam dengan jumlah spesifik mengencerkan sekret untuk mudah
dimobilisasi keluar tubuh.
8. Berikan air hangat 8. Pemberian air hangat dapat
mengencerkan sekret sehingga mudah
dikeluarkan dari tubuh
9. Ajarkan napas dalam dan batuk efektiv 9. Mempromosikan bernapas dalam dan
pada anak saat posisi relax untuk postural pemindahan sekret lewat batuk
drainase kecuali kontraindikasi, untuk
inesensitif spirometer, pada anak lebih 5
tahun, ajari meniup balon
10. Perletakan peralatan jalan napas dekat 10. Untuk keadaan emergency jika
tempat pasien dibutuhkan
11. Beri edukasi pada pasien tentang 11. Mempertahankan status hidrasi
kebutuhan cairan, tipe cairan yang harus
dihindari
12. Instruksikan pasien untuk mencuci 12. Menghindari transmisi mikroorganisme
tangan via droplet
13. Rekomendasikan olahrga renang dan 13. Promosikan saturasi dai inhalasi gas
olah raga yang sedikit menguras tenaga dengan kelembaban, exhaling dibawah air
meningkatkan tekanan
ekspirasi.Mencegah pemborosan energi
dan kebutuhan O2 dimana mengubah
status respirasi saat penyediaan
permainan
14. Beri lingkungan yang nyaman bebas 14. Faktor pencetus dapat mengakibatkan
dari alergen serangan akut
Kolaborasi
1. Pemberian bronkodilator sesuai indikasi 1.
- nebulizer (via inhalasi dengan golongan - pemberian bronkodilator via inhalasi
terbutaline 0.25 mg, fenoterol Hbr 0.1 % akan langsung menuju area bronkus yang
solution, orciprenaline sulfur 0.75 mg mengalami spasme sehingga lebih cepat
berdilatasi
- Intravena dengan golongan teophyline - pemberian intravena merupakan usaha
ethilenediamine (Aminofilin) bolus IV 5-6 pemeliharaan dilatasi jalan napas agar
mg/kgBB optimal
2. Agen mukolitik dan ekspectoran 2. Agen mukolitik menurunkan kekentalan
dan perlengketan sekret paru untuk
mempermudah pembersihan
Agen ekspektoran akan memudahkan
sekret lepas dari perlengkatan jalan napas
3. Korticosteroid 3. Korticosteroid berguna pada
keterlibatan dengan hipoksemia dan
menurunkan inflamasi akibat edema
mukosa dan dinding bronkus

Diagnosa 2
Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan obstruksi bronkus

Tujuan : Pola napas kembali efektif dalam 2x24 jam

Kriteria Hasil :

- Irama, frekuensi dan kedalaman napas berada dalam batas normal

- bunyi napas jelas terdengar

Intervensi Rasional
Mandiri
1. Kaji rasio respirasi, pola, kedalaman, 1. Mengungkapakan rate dan tipe respirasi
adanya tachipnea, dispnea, retraksi yang berhubungan perubahan pola
suscostal, nasal faring, fase ekspirasi, mengidikasikan kondidi akut respirasi hasil
ekspansi dada, periode apnea dan pola infeksi dan obstruksi
tidur
2. Kaji dengan palpasi untuk konfigurasi 2. Mengungkapkan peningkatan rasio
dada, auskultasi pada suara napas anteroposterior yang umumnya terjadi
pada anak-anak
3. Tinggikan posisi kepala sekitar 30 3. Posisi yang nyaman memfasilitasi
derajat, beri posisi fowler atu semi-fowler ekspansi dada yang mengembang dan
efisiensi pernapasan.
4. Kaji perubahan warna kulit, distribusi 4. Mengungkapkan derajat sianosis,
dan durasi sianosis indikasikan distribusi gas dan darah dalam
paru-paru dan alveolar hipoventilasi hasil
dari obstruksi jalan napas
5. Monitor gas darah dan sediakan 5. Mempertahankan O2 dalam darah dan
suplemen O2 via kap jika hipoksia karena fungsi organ
inadekuat pola napas
6. Demonstrasikan posisi nyaman untuk 6. Menunjang perbaikan pernapasan
ventilasi udara anak baik saat tidur
maupun terjaga
8. Informasikan untuk menghindari 8. Mencegah terjadinya gangguan pola
alergen asma napas lebih lanjut
Kolaborasi
1. Berikan bronkodilator via oral, subkutan 1. Mencegah serangan asma lanjutan dan
maupun terapai aerosol atau sedatif via pertahanan diri menghadapi allergen
terapi oral jika efisisensi respirasi tidak
berkurang dan steroid sesuai indikasi
Diagnosa 3

Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan napas oleh sekresi
mukus

Tujuan : Pasien menunjukkan pertukaran gas dengan efektif dalam 1x24 jam

Kriteri Hasil :

- Gas darah arteri normal - PO2 dan PCO2 dalam batas normal

- Tidak ada sianosis - Bernapas dalam normal

Intervensi Rasional
Mandiri
1. Kaji rasio respirasi, kedalaman, adanya 1. Mengungkapkan rasio dan tipe
tachipnea, dispnea dan jika terjadi saat pernapasan berhubungan dengan usia dan
tidur atau istirahat, cuping hidung, tubuh anak, perubahan yang
retraksi, kedalaman (hiperpnea) aau mengindikasikan adanya obstruksi dan
penyempitan (hipopnea), stridor saat konsolidasi dari jalan napas dan fungsi
inspirasi paru yang menurun untuk difusi gas,
perubahan kedalaman yang abnormal
2. Monitor SaO2 berkelanjutan . Kaji 2. Mengungkapkan status hipoksemia dan
analisis gas darah meliputi pH, PaCO2, hiperkapnea dan potensi terjadinya
PaO2. kegagalan pernapasan
3. Kaji perubahan warna kulit, distribusi 3. Mengungkapkan derajat sianosis,
dan durasi sianosis indikasikan distribusi gas dan darah dalam
paru-paru dan alveolar hipoventilasi hasil
dari obstruksi jalan napas
5. Instruksikan dan demonstrasikan 5. Keluarga diharap mampu mencegah
penggunaan monitor apnea, beri informasi komplikasi awal sehingga bisa dilakukan
juga pada keluarga pencegahan dini
6. Tanyakan riwayat merokok. Beri 6. Merokok sejak usia muda merupakan
informasi tentang bahaya merokok hal yang dapat memberi dampak serius
terhadap sistem pernapasan bagi perkembangan pernapasan di masa
lansia yang rentan terhadap penyakit.
7. Anjurkan olahraga ringan secara teratur 7. Olahraga merupakan aktivitas yang
dapat menyehatkan tubuh dan
memperlancar peredaran darah
8. Beri informasi agar menghindari pajanan 8. Salah satu fungsi sistem pernapasan
terhadap traktus respiratus bagian atas adalah dalam pajanan. Pajanan saluran
napas dapat menyebabkan gangguan.
Kolaborasi
1. pemeriksaan BGA 1. Penurunan PO2, peningkatan PCO2
menunjukkan kebutuhan untuk intervensi
selanjutnya.
2. pemberian Oksigen 2. Dapat mengoreksi kipoksemia yang
terjadi akibat penurunan ventilasi

You might also like