You are on page 1of 18

FILSAFAT ILMU

(Hakekat dan Sejarah Perkembangannya)

Oleh

Jafarudin Lukman

Nim : 451408060

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN GEOGRAFI

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN IPA

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2010

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis telah panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, sang Pencipta alam
semesta, manusia, dan kehidupan beserta seperangkat aturan-Nya, karena berkat limpahan
rahmat, taufiq, hidayah serta inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan
tema “Sejarah dan Perkembangan Filsafat” yang sederhana ini dapat terselesaikan tidak kurang
daripada waktunya.

Maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini tidaklah lain untuk memenuhi salah satu dari
sekian kewajiban mata kuliah Filsafat Ilmu serta merupakan bentuk langsung tanggung jawab
penulis pada tugas yang diberikan.

Pada kesempatan ini, penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada dosen
pengampu mata kuliah Filsafat Ilmu serta semua pihak yang telah membantu penyelesaian
makalah ini baik secara langsung maupun tidak langsung.
Demikian pengantar yang dapat penulis sampaikan dimana penulis pun sadar bawasannya
penulis hanyalah seorang manusia yang tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, sedangkan
kesempurnaan hanya milik Tuhan Azza Wa’jala hingga dalam penulisan dan penyusunannya
masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang konstruktif akan senantiasa
penulis nanti dalam upaya evaluasi diri.

Akhirnya penulis hanya bisa berharap, bahwa dibalik ketidak sempurnaan penulisan dan
penyusunan makalah ini adalah ditemukan sesuatu yang dapat memberikan manfaat atau bahkan
hikmah bagi penulis, pembaca, dan bagi seluruh mahasiswa-mahasiswi Universitas Negeri
Gorontalo.

Gorontalo, Maret 2010

PENULIS

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Deskripsi Singkat

1.2. Manfaat

1.3. Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

BAB III PENUTUP

3.1. Rangkuman

3.2. Tes Obyektif

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Deskripsi Singkat

Dalam menghadapi seluruh kenyataan dalam hidupnya, manusia senatiasa terkagum atas apa
yang dilihatnya. Manusia ragu-ragu apakah ia tidak ditipu oleh panca-inderanya, dan mulai
menyadari keterbatasannya. Dalam situasi itu banyak yang berpaling kepada agama atau
kepercayaan Ilahiah.

Tetapi sudah sejak awal sejarah, ternyata sikap iman penuh taqwa itu tidak menahan manusia
menggunakan akal budi dan fikirannya untuk mencari tahu apa sebenarnya yang ada dibalik
segala kenyataan (realitas) itu. Proses itu mencari tahu itu menghasilkan kesadaran, yang disebut
pencerahan. Jika proses itu memiliki ciri-ciri metodis, sistematis dan koheren, dan cara
mendapatkannya dapat dipertanggung-jawabkan, maka lahirlah ilmu pengetahuan.

Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang;

1. disusun metodis, sistematis dan koheren (“bertalian”) tentang suatu bidang tertentu dari
kenyataan (realitas), dan yang

2. dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang (pengetahuan) tersebut.

Makin ilmu pengetahuan menggali dan menekuni hal-hal yang khusus dari kenyataan (realitas),
makin nyatalah tuntutan untuk mencari tahu tentang seluruh kenyataan (realitas).

Jauh sebelum manusia menemukan dan menetapkan apa yang sekarang kita sebut sesuatu
sebagai suatu disiplin ilmu sebagaimana kita mengenal ilmu kedokteran, fisika, matematika, dan
lain sebagainya, umat manusia lebih dulu memfikirkan dengan bertanya tentang berbagai hakikat
apa yang mereka lihat. Dan jawaban mereka itulah yang nanti akan kita sebut sebagai sebuah
jawaban filsafati.

Kegiatan manusia yang memiliki tingkat tertinggi adalah filsafat yang merupakan pengetahuan
benar mengenai hakikat segala yang ada sejauh mungkin bagi manusia . Bagian filsafat yang
paling mulia adalah filsafat pertama, yaitu pengetahuan kebenaran pertama yang merupakan
sebab dari segala kebenaran (Al-Kindi, 801 – 873 M).

Metode filsafat adalah metode bertanya. Objek formal filsafat adalah ratio yang bertanya. Obyek
materinya semua yang ada. Maka menjadi tugas filsafat mempersoalkan segala sesuatu yang ada
sampai akhirnya menemukan kebijaksanaan universal.

Sonny Keraf dan Mikhael Dua mengartikan ilmu filsafat sebagai ilmu tentang bertanya atau
berpikir tentang segala sesuatu (apa saja dan bahkan tentang pemikiran itu sendiri) dari segala
sudut pandang. Thinking about thinking.

Meski bagaimanapun banyaknya gambaran yang kita dapatkan tentang filsafat, sebenarnya
masih sulit untuk mendefinisikan secara konkret apa itu filsafat dan apa kriteria suatu pemikiran
hingga kita bisa memvonisnya, karena filsafat bukanlah sebuah disiplin ilmu. Sebagaimana
definisinya, sejarah dan perkembangan filsafat pun takkan pernah habis untuk dikupas. Tapi
justru karena itulah mengapa fisafat begitu layak untuk dikaji demi mencari serta memaknai
segala esensi kehidupan.

1.2. Tujuan

Mengingant bahwa filsafat adalah sesuatu yang radikal, maka tujuan dari penulisan makalah ini
adalah :

a. Untuk mengetahui kakekat dari filsafat

b. Agar dapat berpikir yang dalam sesuai dengan apa yang diharapkan oleh filsafat

c. Sebagai disiplin ilmu yang patut untuk dikuasai oleh setiap mahasiswa

1.3.Manfaat

Adapun manfaat yang dapat dimbil dari penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa dapat
berpikir sesuai dengan kaidah-kaidah dalam filsafat karena dalam filsafat, saat berpikir
menggunakan nalar dan pernyataan-pernyataan untuk menemukan kebenaran dan pengetahuan
akan fakta. Ketika menyelesaikan masalah secara falsafah, seseorang tidak harus merujuk pada
sumber lain tapi hendaknya bisa menjawab masalah yang dipikirkannya menggunakan akal
budinya, dengan pikiran yang bebas.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Filsafat

Filsafah merupakan bentuk kata falsafat, yang semula berasal dari bahasa Yunani yaitu
“Philosphia” yang terdiri dari 2 kata, yaitu : philos / philein berarti suka, cinta, mencintai shophia
berarti kebijaksanaan, hikmah, kepandaian ilmu. Jadi philosophia berarti cinta kepada
kebijaksanaan atau cinta kepada ilmu filsafat dalam bahasa Belanda yaitu wijsbegeerte berarti
keinginan untuk ilmu Lwijs : pandai, berilmu; Begerte : keinginan. Dalam arti praktis filsafat
mengandung arti alam berfikir / alam pikiran, sedangkan berfilsafah ialah berfikir secara
mendalam atau radikal atau dengan sungguh – sungguh sampai keakar-akarnya terhadap suatu
kebenaran atau dengan kata lain berfilsafat mengandung arti mencari kebenaran atas sesuatu.

Definisi kata filsafat bisa dikatakan sebagai sebuah problem falsafi pula. Tetapi, paling tidak bisa
dikatakan bahwa “filsafat” adalah studi yang mempelajari seluruh fenomena kehidupan dan
pemikiran manusia secara kritis dan mendasar (radikal).

Kerap kali ilmu filsafat dipandang sebagai ilmu yang abstrak dan berada di awang-awang (tidak
mendarat) saja, padahal ilmu filsafat itu dekat dan berada dalam kehidupan kita sehari-hari.
Benar, filsafat bersifat tidak konkrit (atau lebih bisa dikatakan tidak tunggal), karena
menggunakan metode berpikir sebagai cara pergulatannya dengan realitas hidup kita.

Ini didalami tidak dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi


dengan mengutarakan problem secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi
dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu, serta akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke
dalam sebuah proses dialektik. Dialektik ini secara singkat bisa dikatakan merupakan sebuah
bentuk dialog. Untuk studi falsafi, mutlak diperlukan logika berpikir dan logika bahasa.

Banyak pengertian-pengertian atau definisi-definisi tentang filsafat yang telah dikemukakan oleh
para filsuf. Menurut Merriam-Webster (dalam Soeparmo, 1984), filsafat merupakan pengetahuan
tentang kenyataan-kenyataan yang paling umum dan kaidah-kaidah realitas serta hakekat
manusia dalam segala aspek perilakunya seperti: logika, etika, estetika dan teori pengetahuan.

Beberapa filsuf mengajukan beberapa definitif pokok filsafat seperti: Upaya spekulatif untuk
menyajikan suatu pandangan sistematik serta lengkap tentang seluruh realitas. Upaya untuk
melukiskan hakekat realitas akhir dan dasar serta nyata, Upaya untuk menentukan batas-batas
jangkauan pengetahuan: sumbernya, hakekatnya, keabsahannya, dan nilainya. Penyelidikan kritis
dan radikal atas pengandaian-pengandaian dan pernyataan-pernyataan yang diajukan oleh
berbagai bidang pengetahuan. Sesuatu yang berupaya untuk membantu kita melihat apa yang
kita katakan dan untuk mengatakan apa yang kita lihat.

Kalau menurut tradisi filsafati yang diambil dari zaman Yunani Kuno, orang yang pertama
memakai istilah philosophia dan philosophos ialah Pytagoras (592-497 S.M.), setelah dia
membaca tulisan Herakleides Pontikos (penganut ajaran Aristoteles) yang memakai kata sophia.
Pytagoras menganggap dirinya “philosophos” (pencinta kearifan). Baginya kearifan yang
sesungguhnya hanyalah dimiliki semata-mata oleh Tuhan.

Kata falsafah atau filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari bahasa Arab,
yang juga diambil dari bahasa Yunani; philosophia. Dalam bahasa ini, kata tersebut merupakan
kata majemuk dan berasal dari kata-kata (philia = persahabatan, cinta dsb.) dan (sophia =
“kebijaksanaan”). Sehingga arti harafiahnya adalah seorang “pencinta kebijaksanaan” atau
“ilmu”. Kata filosofi yang dipungut dari bahasa Belanda juga dikenal di Indonesia. Bentuk
terakhir ini lebih mirip dengan aslinya. Dalam bahasa Indonesia seseorang yang mendalami
bidang falsafah disebut “filsuf”.

Dalam istilah Inggris, philosophy, yang berarti filsafat, juga berasal dari kata Yunani
“philosophia” yang lazim diterjemahkan ke dalam bahasa tersebut sebagai cinta kearifan.
Menurut pengertiannya yang semula dari zaman Yunani Kuno itu, filsafat berarti cinta kearifan.
Namun, cakupan pengertian sophia yang semula itu ternyata luas sekali. Dahulu sophia tidak
hanya berarti kearifan saja, melainkan meliputi pula kebenaran pertama, pengetahuan luas,
kebajikan intelektual, pertimbangan sehat sampai kepandaian pengrajin dan bahkan kecerdikkan
dalam memutuskan soal-soal praktis (The Liang Gie, 1999).

Filsafat adalah usaha untuk memahami atau mengerti semesta dalam hal makna (hakikat) dan
nilai-nilainya (esensi) yang tidak cukup dijangkau hanya dengan panca indera manusia
sekalipun.Bidang filsafat sangatlah luas dan mencakup secara keseluruhan sejauh dapat
dijangkau oleh pikiran. Filsafat berusaha untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang asal
mula dan sifat dasar alam semesta tempat manusia hidup serta apa yang merupakan tujuan
hidupnya. Filsafat menggunakan bahan-bahan dasar deskriptif yang disajikan bidang-bidang
studi khusus dan melampaui deskripsi tersebut dengan menyelidiki atau menanyakan sifat
dasarnya, nila-nilainya dan kemungkinannya.Tujuannya adalah pemahaman dan kebijaksanaan.
Karena itulah filsafat merupakan pendekatan yang menyeluruh terhadap kehidupan dan dunia.
Suatu bidang yang berhubungan erat dengan bidang-bidang pokok pengalaman manusia.

Beberapa pengertian filsafat menurut para filsuf :

- Plato (427 – 348 SM)

Filsafat ialah ilmu pengetahuan yang bersifat untuk mencapai kebenaran yang asli.

- Cicero (106 – 043 SM)

Filsafat adalah ibu dari semua pengetahuan lainnya.

Filsafat adalah ilmu pengetahuan leluhur dan keinginan untuk mendapatkannya.

- Descartes (1596 – 1650)

Filsafat adalah kumpulan segala pengetahuan dimana Tuhan, alam dan manusia menjadi pokok
penyelidikannya.

- Aristoteles (382 – 322 SM)

Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran, seperti ilmu Metafisika, Logika,
Retorika, Etika Ekonomi, Politik & Sastetika.

- Immanuel Kant (1724 – 1804)

Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal segala pengetahuan.

- Darji Darmodihardjo

Filsafat adalah pemikiran dalam usahanya mencari kebijaksanaan dan kebenaran yang sedalam-
dalamnya sampai keakar-akarnya (radikal, radik-akar), eratur (sistematis) dan menyeluruh
(universal)

- IR. Putjowijatno

Filsafat adalah ilmu yang berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu
berdasarkan atas pikiran belaka.
2.2. Munculnya Filsafat

Akibat dari berkembangnya kesusasteraan Yunani dan masuknya ilmu pengetahuan serta
semakin hilangnya kepercayaan akan kebenaran yang diberikan oleh pemikiran keagamaan,
peran mitologi yang sebelumnya mengikat segala aspek pemikiran kemudian secara perlahan-
lahan digantikan oleh logos (rasio/ ilmu).

Pada saat inilah, para filsofof kemudian mencoba memandang dunia dengan cara yang lain yang
belum pernah dipraktekkan sebelumnya, yaitu berpikir secara ilmiah. Dalam mencari keterangan
tentang alam semesta, mereka melepaskan diri dari hal-hal mistis yang secara turun-temurun
diwariskan oleh tradisi. Dan selanjutnya mereka mulai berpikir sendiri. Di balik aneka kejadian
yang diamati secara umum, mereka mulai mencari suatu keterangan yang memungkinkan
mereka mampu mengerti kejadian-kejadian itu. Dalam artian inilah, mulai ada kesadaran untuk
mendekati problem dan kejadian alam semesta secara logis dan rasional.

Sebab hanya dengan cara semacam ini, terbukalah kemungkinan bagi pertanyaan-pertanyaan lain
dan penilaian serta kritik dalam memahami alam semesta. Semangat inilah yang memunculkan
filosof-filosof pada jaman Yunani. Filsafat dan ilmu menjadi satu.

Filsafat, terutama Filsafat Barat, muncul di Yunani semenjak kira-kira abad ke 7 S.M.. Filsafat
muncul ketika orang-orang mulai berfikir-fikir dan berdiskusi akan keadaan alam, dunia, dan
lingkungan di sekitar mereka dan tidak menggantungkan diri kepada agama pada saat itu yang
dianggap sebagai “tirai besi keilmuan” lagi untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan
ini.

Banyak yang bertanya-tanya mengapa filsafat muncul di Yunani dan tidak di daerah yang
berberadaban lain kala itu seperti Babilonia, Yudea (Israel) atau Mesir. Jawabannya sederhana:
di Yunani, tidak seperti di daerah lain-lainnya tidak ada kasta pendeta sehingga secara intelektual
orang lebih bebas.

2.3. Sejarah Perkembangan Awal Filsafat Dunia

Meski istilah philosophia pertama kali dimunculkan oleh Pythagoras, namun orang Yunani
pertama yang bisa diberi gelar filsuf ialah Thales (640-546 S.M.) dari Mileta (sekarang di pesisir
barat Turki). Ia merupakan seorang Filsuf yang mendirikan aliran filsafat alam semesta atau
kosmos dalam perkataan Yunani. Menurut aliran filsafat kosmos, filsafat adalah suatu
penelaahan terhadap alam semesta untuk mengetahui asal mulanya, unsur-unsurnya dan kaidah-
kaidahnya (The Liang Gie, 1999).

Dalam buku History and Philosophy of Science karangan L.W.H. Hull (1950), menulis
setidaknya sejarah filsafat dan ilmu dapat dibagi dalam beberapa periode, termasuk di dalamnya
tokoh-tokoh yang terkenal pada periode itu.

a. Periode pertama, filsafat Yunani abad 6 SM


Pada masa ini ahli filsafatnya adalah Thales, Anaximandros, dan Anaximenes yang dianggap
sebagai bapak-bapak fisafat dari Mileta. Thales berpendapat bahwa sumber kehidupan adalah air.
Makhluk yang pertama kali hidup adalah ikan dan menusia yang pertama kali terlahir dari perut
ikan. Thales juga berpendapat bahwa bumi terletak di atas air. Tentang bumi, Anaximandros
mengatakan bahwa bumi persis berada di pusat jagat raya dengan jarak yang sama terhadap
semua badan yang lain. Sementara Anaximenes dapat dikatakan sebagai pemikir pertama yang
mengemukakan persamaan antara tubuh manusia dan jagat raya. Udara di alam semesta ibarat
jiwa yang dipupuk dengan pernapasan di dalam tubuh manusia.

Setelah mereka bertiga, Yunani kemudian memiliki pemikir-pemikir terkenal yang lebih
berpengaruh lagi terhadap perkembangan fisafat, seperti Socrates, Plato, Aristoteles,
Phythagoras, Hypocrates, dan lain sebagainya.

b. Periode Kedua, Periode setelah kelahiran Al Masih (Abad 0-6 M)

Pada masa ini pertentangan antara gereja yang diwakili oleh para pastur dan para raja yang pro
kepada gereja, dengan para ulama filsafat. Sehingga pada masa ini filsafat mengalami
kemunduran. Para raja membatasi kebebasan berfikir sehingga filsafat seolah-olah telah mati
suri. Ilmu menjadi beku, kebenaran hanya menjadi otoritas gereja, gereja dan para raja yang
berhak mengatakan dan menjadi sumber kebenaran.

c. Periode Ketiga, Periode kejayaan Islam (Abad 6-13 M)

Pada masa ini dunia Kristen Eropa mengalami abad kegelapan, ada juga yang menyatakan
periode ini sebagai periode pertengahan. Masa keemasan atau kebangkitan Islam ditandai dengan
banyaknya ilmuan-ilmuan Islam yang ahli dibidang masing-masing, berbagai buku inilah
diterbitkan dan ditulis. Di antara tokoh-tokoh tersebut adalah Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hanbali
yang ahli dalam hokum Islam, Al-farabi ahli astronomi dan matematika, Ibnu Sina ahli
kedokteran dengan buku terkenalnya yaitu The Canon of Medicine. Al-kindi ahli filsafat, Al-
ghazali intelek yang meramu berbagai ilmu sehingga menjadi kesatuan dan kesinambungan dan
mensintesis antara agama, filsafat, mistik dan sufisme . Ibnu Khaldun ahali sosiologi, filsafat
sejarah, politik, ekonomi, social dan kenegaraan. Anzahel ahli dan penemu teori peredaran
planet. Tetapi setelah perang salib terjadi umat Islam mengalami kemundurran, umat Islam
dalam keadaan porak-poranda oleh berbagai peperangan.

Terdapat 2 pendapat mengenai sumbangan peradaban Islam terhadap filsafat dan ilmu
pengetahuan, yang terus berkembang hingga saat ini. Pendapat pertama mengatakan bahwa
orang Eropa belajar filsafat dari filosof Yunani seperti Aristoteles, melalui kitab-kitab yang
disalin oleh St. Agustine (354 – 430 M), yang kemudian diteruskan oleh Anicius Manlius
Boethius (480 – 524 M) dan John Scotus. Pendapat kedua menyatakan bahwa orang Eropah
belajar filsafat orang-orang Yunani dari buku-buku filasafat Yunani yang telah diterjemahkan ke
dalam bahasa Arab oleh filosof Islam seperti Al-Kindi dan Al-Farabi. Terhadap pendapat
pertama Hoesin (1961) dengan tegas menolaknya, karena menurutnya salinan buku filsafat
Aristoteles seperti Isagoge, Categories dan Porphyry telah dimusnahkan oleh pemerintah
Romawi bersamaan dengan eksekusi mati terhadap Boethius, yang dianggap telah menyebarkan
ajaran yang dilarang oleh negara. Selanjutnya dikatakan bahwa seandainya kitab-kitab
terjemahan Boethius menjadi sumber perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan di Eropa,
maka John Salisbury, seorang guru besar filsafat di Universitas Paris, tidak akan menyalin
kembali buku Organon karangan Aristoteles dari terjemahan-terjemahan berbahasa Arab, yang
telah dikerjakan oleh filosof Islam.

Sebagaimana telah diketahui, orang yang pertama kali belajar dan mengajarkan filsafat dari
orang-orang sophia atau sophists (500 – 400 SM) adalah Socrates (469 – 399 SM), kemudian
diteruskan oleh Plato (427 – 457 SM). Setelah itu diteruskan oleh muridnya yang bernama
Aristoteles (384 – 322 SM). Setelah zaman Aristoteles, sejarah tidak mencatat lagi generasi
penerus hingga munculnya Al-Kindi pada tahun 801 M. Al-Kindi banyak belajar dari kitab-kitab
filsafat karangan Plato dan Aristoteles. Oleh Raja Al-Makmun dan Raja Harun Al-Rasyid pada
Zaman Abbasiyah, Al-Kindi diperintahkan untuk menyalin karya Plato dan Aristoteles tersebut
ke dalam Bahasa Arab.

Sepeninggal Al-Kindi, muncul filosof-filosof Islam kenamaan yang terus mengembangkan


filsafat. Filosof-filosof itu diantaranya adalah : Al-Farabi, Ibnu Sina, Jamaluddin Al-Afghani,
Muhammad Abduh, Muhamad Iqbal, dan

Ibnu Rushd.

Berbeda dengan filosof-filosof Islam pendahulunya yang lahir dan besar di Timur, Ibnu Rushd
dilahirkan di Barat (Spanyol). Filosof Islam lainnya yang lahir di barat adalah Ibnu Baja
(Avempace) dan Ibnu Tufail (Abubacer).

Ibnu baja dan Ibnu Tufail merupakan pendukung rasionalisme Aris-toteles. Akhirnya kedua
orang ini bisa menjadi sahabat.

Sedangkan Ibnu Rushd yang lahir dan dibesarkan di Cordova, Spanyol meskipun seorang dokter
dan telah mengarang Buku Ilmu Kedokteran berjudul Colliget, yang dianggap setara dengan
kitab Canon karangan Ibnu Sina, lebih dikenal sebagai seorang filosof.

Pandangan Ibnu Rushd yang menyatakan bahwa jalan filsafat merupakan jalan terbaik untuk
mencapai kebenaran sejati dibanding jalan yang ditempuh oleh ahli agama, telah memancing
kemarahan pemuka-pemuka agama, sehingga mereka meminta kepada khalifah yang memerintah
di Spanyol untuk menyatakan Ibnu Rushd sebagai atheis. Sebenarnya apa yang dikemukakan
oleh Ibnu Rushd sudah dikemukakan pula oleh Al-Kindi dalam bukunya Falsafah El-Ula (First
Philosophy). Al-Kindi menyatakan bahwa kaum fakih tidak dapat menjelaskan kebenaran
dengan sempurna, oleh karena pengetahuan mereka yang tipis dan kurang bernilai.

Pertentangan antara filosof yang diwakili oleh Ibnu Rushd dan kaum ulama yang diwakili oleh
Al-Ghazali semakin memanas dengan terbitnya karangan Al-Ghazali yang berjudul Tahafut-El-
Falasifah, yang kemudian digunakan pula oleh pihak gereja untuk menghambat berkembangnya
pikiran bebas di Eropah pada Zaman Renaisance. Al-Ghazali berpendapat bahwa mempelajari
filsafat dapat menyebabkan seseorang menjadi atheis. Untuk mencapai kebenaran sejati menurut
Al-Ghazali hanya ada satu cara yaitu melalui tasawuf (mistisisme). Buku karangan Al-Ghazali
ini kemudian ditanggapi oleh Ibnu Rushd dalam karyanya Tahafut-et-Tahafut (The Incohenrence
of the Incoherence).

Kemenangan pandangan Al-Ghazali atas pandangan Ibnu Rushd telah menyebabkan dilarangnya
pengajaran ilmu filsafat di berbagai perguruan-perguruan Islam. Hoesin (1961) menyatakan
bahwa pelarangan penyebaran filsafat Ibnu Rushd merupakan titik awal keruntuhan peradaban
Islam yang didukung oleh maraknya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini
sejalan dengan pendapat Suriasumantri (2002) yang menyatakan bahwa perkembangan ilmu
dalam peradaban Islam bermula dengan berkembangnya filsafat dan mengalami kemunduran
dengan kematian filsafat.

Pada pertengahan abad 12 kalangan gereja melakukan sensor terhadap karangan Ibnu Rushd,
sehingga saat itu berkembang 2 paham yaitu paham pembela Ibnu Rushd (Averroisme) dan
paham yang menentangnya. Kalangan yang menentang ajaran filsafat Ibnu Rushd ini antara lain
pendeta Thomas Aquinas, Ernest Renan dan Roger Bacon. Mereka yang menentang Averroisme
umumnya banyak menggunakan argumentasi yang dikemukakan oleh Al-Ghazali dalam
kitabnya Tahafut-el-Falasifah. Dari hal ini dapat dikatakan bahwa apa yang diperdebatkan oleh
kalangan filosof di Eropah Barat pada abad 12 dan 13, tidak lain adalah masalah yang
diperdebatkan oleh filosof Islam.

d. Periode Keempat, Periode kebangkitan Eropa (Abad 12-17)

Bersamaannya dengan mundurnya kebudayaan Islam, Eropah mengalami kebangkitan. Pada


masa ini, buku-buku filsafat dan ilmu pengetahuan karangan dan terjemahan filosof Islam seperti
Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina dan Ibnu Rushd diterjemahkan ke dalam Bahasa Latin. Pada
zaman itu Bahasa Latin menjadi bahasa kebudayaan bangsa-bangsa Eropah. Penterjemahan
karya-karya kaum muslimin antara lain dilakukan di Toledo, ketika Raymund menjadi uskup
Besar Kristen di Toledo pada Tahun 1130 – 1150 M. Hasil terjemahan dari Toledo ini menyebar
sampai ke Italia. Dante menulis Divina Comedia setelah terinspirasi oleh hikayat Isra dan Mikraj
Nabi Muhammad SAW. Universitas Paris menggunakan buku teks Organon karya Aristoteles
yang disalin dari Bahasa Arab ke dalam Bahasa Latin oleh John Salisbury pada tahun 1182.

Seperti halnya yang dilakukan oleh pemuka agama Islam, berkembangnya filsafat ajaran Ibnu
Rushd dianggap dapat membahayakan iman kristiani oleh para pemuka agama Kristen, sehingga
sinode gereja mengeluarkan dekrit pada Tahun 1209, lalu disusul dengan putusan Papal Legate
pada tahun 1215 yang melarang pengajaran dan penyebaran filsafat ajaran Ibnu Rushd.

Pada Tahun 1215 saat Frederick II menjadi Kaisar Sicilia, ajaran filsafat Islam mulai
berkembang lagi. Pada Tahun 1214, Frederick mendirikan Universitas Naples, yang kemudian
memiliki akademi yang bertugas menterjemahkan kitab-kitab berbahasa Arab ke dalam Bahasa
latin. Pada tahun 1217 Frederick II mengutus Michael Scot ke Toledo untuk mengumpulkan
terjemahan-terjemahan filsafat berbahasa latin karangan kaum muslimin. Berkembangnya ajaran
filsafat Ibnu Rushd di Eropah Barat tidak lepas dari hasil terjemahan Michael Scot. Banyak
orientalis menyatakan bahwa Michael Scot telah berhasil menterjemahkan Komentar Ibnu Rushd
dengan judul de coelo et de mundo dan bagian pertama dari Kitab Anima.
Pekerjaan yang dilakukan oleh Kaisar Frederick II untuk menterje-mahkan karya-karya filsafat
Islam ke dalam Bahasa Latin, guna mendorong pengembangan ilmu pengetahuan di Eropah
Barat, serupa dengan pekerjaan yang pernah dilakukan oleh Raja Al-Makmun dan Harun Al-
Rashid dari Dinasti Abbasiyah, untuk mendorong pengembangan ilmu pengetahuan di Jazirah
Arab.

Setelah Kaisar Frederick II wafat, usahanya untuk mengembangkan pengetahuan diteruskan oleh
putranya. Untuk tujuan ini putranya mengutus orang Jerman bernama Hermann untuk kembali ke
Toledo pada tahun 1256. Hermann kemudian menterjemahkan Ichtisar Manthiq karangan Al-
Farabi dan Ichtisar Syair karangan Ibnu Rushd. Pada pertengahan abad 13 hampir seluruh karya
Ibnu Rushd telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Latin, termasuk kitab tahafut-et-tahafut, yang
diterjemahkan oleh Colonymus pada Tahun 1328.

e. Periode Filsafat Modern (Abad 17-20 M)

Dikenal Juga sebagai abad Äufklarung. Pada masa ini Kristen yang berkuasa dan menjadi
sumber otoritas kebenaran mengalami kehancuran, dan juga awal abad kemunduran bagi umat
Islam. Berbagai pemikiran Yunani muncul, alur pemikiran yang mereka anut adalah rasionalitas,
empirisrme, dan Kritisme. Peradaban Eropa bangkit melampaui dunia islam. Masa ini juga
memunculkan intelektual Gerard Van Cromona yang menyalin buku Ibnu Sina, ”The canon of
medicine”, Fransiscan Roger Bacon, yang menganut aliran pemikiran empirisme dan realisme
berusaha menentang berbagai kebijakan gereja dan penguasa pada waktu itu. Dalam hal ini
Galileo dan Copernicus juga mengalami penindasan dari penguasa. Masa ini juga menyebabkan
perpecahan dalam agama Kristen, yaitu Kristen Katolik dan Protestan. Perlawanan terhadap
gereja dan raja yang menindas terus berlangsung Revolusi ilmu pengetahuan makin gencar dan
meningkat. Pada masa ini banyak muncul para ilmuwan seperti Newton dengan teori
gravitasinya, John Locke yang menghembuskan perlawanan kepada pihak gereja dengan
mengemukakan bahwa manusia bebas untuk berbicara, bebas mengeluarkan pendapat, hak untuk
hidup, hak untuk merdeka, serta hak berfikir. Hal serupa juga dilakuklan ole J.J .Rousseau
mengecam penguasa dalam bukunya yang berjudul Social Contak.

Hal berbeda terjadi didunai Islam, pada masa ini umat Islam tertatih untuk bangkit dari
keterpurukan spiritual. Intelektual Islam yang gigih menyeru umat Islam untuk kembali pada
ajaran al-Quran dan Hadis. Pada masa krisis moral dan peradaban muncul ilmuwan lainnya yaitu
Muhammad Abduh. Muhammad Abduh berusaha membangkitkan umat Islam untuk
menggunakan akalnya. Ia berusaha mengikis habis taklid. Hal tersebut dilakukan oleh
Muhammad Abduh agara umat Islam menemukan ilmu yang berasal dari al-Quran dan hadis.

Para filsuf zaman modern menegaskan bahwa pengetahuan tidak berasal dari kitab suci atau
ajaran agama, tidak juga dari para penguasa, tetapi dari diri manusia sendiri. Namun tentang
aspek mana yang berperan ada beda pendapat. Aliran rasionalisme beranggapan bahwa sumber
pengetahuan adalah rasio: kebenaran pasti berasal dari rasio (akal). Aliran empirisme,
sebaliknya, meyakini pengalamanlah sumber pengetahuan itu, baik yang batin, maupun yang
inderawi. Lalu muncul aliran kritisisme, yang mencoba memadukan kedua pendapat berbeda itu.
Aliran rasionalisme dipelopori oleh Rene Descartes (1596-1650 M). Dalam buku Discourse de la
Methode tahun 1637 ia menegaskan perlunya ada metode yang jitu sebagai dasar kokoh bagi
semua pengetahuan, yaitu dengan menyangsikan segalanya, secara metodis. Kalau suatu
kebenaran tahan terhadap ujian kesangsian yang radikal ini, maka kebenaran itu 100% pasti dan
menjadi landasan bagi seluruh pengetahuan.

Tetapi dalam rangka kesangsian yang metodis ini ternyata hanya ada satu hal yang tidak dapat
diragukan, yaitu “saya ragu-ragu”. Ini bukan khayalan, tetapi kenyataan, bahwa “aku ragu-ragu”.
Jika aku menyangsikan sesuatu, aku menyadari bahwa aku menyangsikan adanya. Dengan lain
kata kesangsian itu langsung menyatakan adanya aku. Itulah “cogito ergo sum”, aku berpikir
( menyadari) maka aku ada. Itulah kebenaran yang tidak dapat disangkal lagi. — Mengapa
kebenaran itu pasti? Sebab aku mengerti itu dengan “jelas, dan terpilah-pilah” — “clearly and
distinctly”, “clara et distincta”. Artinya, yang jelas dan terpilah-pilah itulah yang harus diterima
sebagai benar. Dan itu menjadi norma Descartes dalam menentukan kebenaran.

Descartes adalah pelopor kaum rasionalis, yaitu mereka yang percaya bahwa dasar semua
pengetahuan ada dalam pikiran.

Aliran empririsme nyata dalam pemikiran David Hume (1711-1776), yang memilih pengalaman
sebagai sumber utama pengetahuan. Pengalaman itu dapat yang bersifat lahirilah (yang
menyangkut dunia), maupun yang batiniah (yang menyangkut pribadi manusia). Oleh karena itu
pengenalan inderawi merupakan bentuk pengenalan yang paling jelas dan sempurna.

Hume merupakan pelopor para empirisis, yang percaya bahwa seluruh pengetahuan tentang
dunia berasal dari indera. Menurut Hume ada batasan-batasan yang tegas tentang bagaimana
kesimpulan dapat diambil melalui persepsi indera kita.

Adapun Kritisisme oleh Imanuel Kant (1724-1804) mencoba mengembangkan suatu sintesis atas
dua pendekatan yang bertentangan ini. Kant berpendapat bahwa masing-masing pendekatan
benar separuh, dan salah separuh. Benarlah bahwa pengetahuan kita tentang dunia berasal dari
indera kita, namun dalam akal kita ada faktor-faktor yang menentukan bagaimana kita
memandang dunia sekitar kita. Ada kondisi-kondisi tertentu dalam manusia yang ikut
menentukan konsepsi manusia tentang dunia. Kant setuju dengan Hume bahwa kita tidak
mengetahui secara pasti seperti apa dunia “itu sendiri” (”das Ding an sich”), namun hanya dunia
itu seperti tampak “bagiku”, atau “bagi semua orang”. Namun, menurut Kant, ada dua unsur
yang memberi sumbangan kepada pengetahuan manusia tentang dunia. Yang pertama adalah
kondisi-kondisi lahirilah ruang dan waktu yang tidak dapat kita ketahui sebelum kita
menangkapnya dengan indera kita. Ruang dan waktu adalah cara pandang dan bukan atribut dari
dunia fisik. Itu materi pengetahuan. Yang kedua adalah kondisi-kondisi batiniah dalam manusia
mengenai proses-proses yang tunduk kepada hukum kausalitas yang tak terpatahkan. Ini bentuk
pengetahuan. Demikian Kant membuat kritik atas seluruh pemikiran filsafat, membuat suatu
sintesis, dan meletakkan dasar bagi aneka aliran filsafat masa kini.

 
BAB III

PENUTUP

3.1. Rangkuman

Secara etimoogi, filsafat berasal dari kata yaitu “Philosphia” yang terdiri dari 2 kata, yaitu :
philos / philein berarti suka, cinta, mencintai shophia berarti kebijaksanaan, hikmah, kepandaian
ilmu.

Banyak pengertian-pengertian atau definisi-definisi tentang filsafat yang telah dikemukakan oleh
para filsuf. Salah satunya yaitu menurut Merriam-Webster (dalam Soeparmo, 1984), filsafat
merupakan pengetahuan tentang kenyataan-kenyataan yang paling umum dan kaidah-kaidah
realitas serta hakekat manusia dalam segala aspek perilakunya seperti: logika, etika, estetika dan
teori pengetahuan.

Kata falsafah atau filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari bahasa Arab,
yang juga diambil dari bahasa Yunani; philosophia. Dalam bahasa ini, kata tersebut merupakan
kata majemuk dan berasal dari kata-kata (philia = persahabatan, cinta dsb.) dan (sophia =
“kebijaksanaan”). Sehingga arti harafiahnya adalah seorang “pencinta kebijaksanaan” atau
“ilmu”. Kata filosofi yang dipungut dari bahasa Belanda juga dikenal di Indonesia. Bentuk
terakhir ini lebih mirip dengan aslinya. Dalam bahasa Indonesia seseorang yang mendalami
bidang falsafah disebut “filsuf”.

Dalam buku History and Philosophy of Science karangan L.W.H. Hull (1950), menulis
setidaknya sejarah filsafat dan ilmu dapat dibagi dalam beberapa periode : a) Periode pertama,
filsafat Yunani abad 6 SM. b) Periode Kedua, Periode setelah kelahiran Al Masih (Abad 0-6 M).
c) Periode Ketiga, Periode kejayaan Islam (Abad 6-13 M). d) Periode Keempat, Periode
kebangkitan Eropa (Abad 12-17). e) Periode Filsafat Modern (Abad 17-20 M)

3.2. Tes Obyektif

1. Di bawah ini yang merupakan metode dalam filsafat sehingga filsafat dikatatan tidak konkrit
atau lebih biasa dikatakann tidak tunggal adalah…..

a. Metode berpikir sebagai cara pergulatan dengan realitas kehidupan kita

b. Metode berpikir dengan menggunakan nalar

c. Metode berpikir sebagai satu disiplin ilmu

d. Metode berpikir dengan melakukan eksperimen-eksperimen

 
2. Menurut tradisi filsafati yang diambil dari zaman Yunani Kuno, orang yang pertama memakai
istilah Philosophia dan Philosophos adalah……

a. Herakleides Pontikos

b. Aristoteles

c. Phytagoras

d. Plato

3. Kata falsafah atau filsafat dalam bahsa Indonesia merupkan kata serapan dari…

a. Bahasa Yunani

b. Bahasa Arab

c. Bahasa Inggris

d. Bahasa Romawi

4. Filsafat adalah ibu semua pengetahuan lainnya. Hal ini dikemukakn oleh…

a. Plato (427-348 SM)

b. Cicero (106-043 SM)

c. Descrates (1596-1650)

d. Imanuel Kant (1724-1804)

5. Filsafat, terutama filsafat barat muncul di Yunani semenjak kira-kira abad ke 7 SM. Pada saat
itu filsafat muncul ketika orang-orang….
a. Berpikir dengan menggunakan agama sebagai tirai besi keilmuan untuk mencari jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan yang ada

b. Mulai berpikir bahwa mitologi adalah pengikat segala aspek pemikiran

c. Mulai melepaskan diri dari hal-hal mistis yang secara turun temurun diwariskan oleh tradisi

d. Mulai berpikir dan berdiskusi akan keadaan alam, dunia, dan lingkungan di sekitar mereka

6. Merurut aliran filsafat Kosmos yang di kemukakn oleh Thales, filsafat adalah…

a. Ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal segala pengetahuan

b. Pemikiran dalam usaha mencari kebijaksanaan dan kebenaran yang sedalam-dalamnya sampai
keakar-akarnya

c. Suatu penelaahan terhadap alam semesta untuk mengetahui asal mulanya, unsur-unsurnya dan
kaidah-kaidahnya

d. Kumpulan segala pengetauan dimana Tuhan, alam, dan manusia menjadi pokok
penyelidikannya

7. Bapak-bapak filsafat dari Melta ( sekarang di pesisir barat Turki )pada saat periode filsafat
Yunani abad 6 SM adalah…

a. Thales, Anaximandros, dan Anaximenes

b. Thales, arIstoteles, dan Plato

c. Socrates, Plato dan Aristoteles

d. Aristoteles, Phytagoras, dan Hypocrates

 
8. Salah satu pendapat mengenai sumbangan perdaban islam terhadap filsafat dan ilmu
pengetahuan yang secara tegas dibantah kebenaranya oleh hoesin ( 1961 ) adalah…

a. Orang Islam sebagai penerus ilmu pengetahuan yang telah dikembanngkan oleh orang-orang
Yunani

b. Orang Eropa belajar filsafat orang-orang Yunani dari buku-buku orang yunani yang telah
diterjemahkan kedalam bahasa Arab oleh filosof Islam

c. Peradaban Islam merupakan peradaban penghubung antara peradaban Yunani dan peradaban
setelah Islam hingga peradaban saat ini

d. Orang Eropa belajar filsafat dari filosofi Yunani seperti Aristoteles, melalui kitab-kitab yang
disalin oleh st. Agustine, yang kemudian diteruskan oleh Anicus Manlius Boethius

9. Dibawah ini yang merupakan pandangan Ibnu Rushd mengenai filsafat adalah…

a. Filsafat merupakan jalan terbaik untuk mencapai kebenaran sejati dibandingkan dengan jalan
yang ditempuh oleh agama

b. Kaum fikih tidak dapat menjelaskan kebenaran dengan sempurna, oleh karena pengetahuan
mereka yang tipis dan kurang bernilai

c. Mempelajari filsafat dapat menyebabkan seseorang menjadi atheis

d. Untuk mencapai kebenaran sejati hanya ada satu cara yaitu melalui tasawuf

10. Di bawah ini adalah kritikan Imauel Kant atas seluruh pemikiran filsafat yang membuat suatu
sintesis dan meletakan dasar-dasar bagi aneka aliran filsafat masa kini adalah…

a. Pengenalan indrawi merupakan bentuk pengenalan yang paling jelas dan sempurna sehingga
dikatan bahwa pengalaman adalah sumber utama pengetahuan

b. Kondisi-kondisi batiniah dalam manusia proses-proses yang tunduk kepada hukum kuasaliatas
yang tak terpatahkan

c. Batasan-batasan yang tegas tentang bagaimana kesimpulan dapat diambil melaui presepsi
indra kita.
d. A dan B adalah jawaban yang salah

Kunci Jawaban

1. a

2. c

3. b

4. b

5. d

6. c

7. a

8. d

9. a

10. b

DAFTAR PUSTAKA

http://alkohol7.wordpress.com/2010/03/14/makalah-filsafat/

http://id.shvoong.com/humanities/h_philosophy/1786489-pengertian-filsafat-sains/

http://one.indoskripsi.com/content/definisi-filsafat

http://cafefilsafat.wordpress.com/2009/02/02/the-importance-of-logic-for-philosophy/trackback/

http://blog.unila.ac.id/young/filsafat-ilmu/

http://www.si.its.ac.id/kurikulum/materi/iptek/logika.html

http://referensiilmuwan.blogspot.com/2008/02/logika-penalaran-dan-analisis-definisi.html

You might also like