You are on page 1of 5

Hak Asasi Manusia yang sering disebut HAM,

tak pelak merupakan ide yang sangat populer saat ini. Ide ini pun kemudian menjadi
standar manusia untuk menilai baik dan buruk. Sesuatu yang melanggar HAM dianggap
buruk; yang sesuai dengan HAM dianggap baik. HAM seakan menjadi agama baru yang
menjadi pedoman hidup manusia. Tidak mengherankan kalau tidak sedikit umat Islam yang
lebih rela menolak syariah Islam atau memaksakan perubahan hukum syariah demi
mengagungkan ide HAM.

Sebagai sebuah pemikiran, HAM bertolak dari dua konsepsi yang saling terkait dan menjadi
dasar bangunan ideologi Kapitalisme: teori hukum alam dan liberalisme. Teori hukum alam
berbicara tentang prinsip bahwa segala sesuatu ada karena begitulah adanya.  Tema sentral
dalam teori ini ialah adanya hak alamiah yang diberikan kepada setiap manusia oleh Tuhan.
Teori ini awalnya dilontarkan oleh Aristoteles, lalu dikembangkan oleh Thomas Aquinas
dalam konteks Eropa-Kristen, kemudian dikembangkan lagi oleh para pemikir teori Kontrak
Sosial—yaitu Hobbes, Locke, dan Rousseau—yang juga pemikir paham liberal.

Sebagai sebuah pandangan filsafat dan tradisi politik, liberalisme menjadikan kebebasan
sebagai nilai politik yang paling utama.  Liberalisme berakar di Eropa Barat pada Abad
Pertengahan, lalu berpuncak di era Pencerahan.  Seperti dikatakan Lord Acton, kebebasan
bukanlah sarana untuk mencapai tujuan politik yang lebih tinggi;  justru kebebasan itulah
yang menjadi tujuan politik tertinggi.

Perpaduan pemikiran teori hukum alam dan liberalisme ini melahirkan kredo bahwa
manusia pada dasarnya baik. Adapun kejahatan yang dilakukan manusia terjadi karena
adanya pengekangan terhadap manusia. Karena itu, agar manusia bisa memperlihatkan
sifat aslinya yang baik, manusia harus diberi kebebasan.

Dalam konteks sosial-kemasyarakatan, liberalisme meyakini bahwa individu-individu yang


bebas merupakan pondasi masyarakat yang baik. Ini merupakan buah pikiran Locke yang
tertuang dalam Two Treatises on Governement (1690), yang berbicara perihal dua konsep
dasar kebebasan: (1) kebebasan ekonomi, yaitu hak untuk memiliki dan menggunakan
kepemilikan;  (2) kebebasan intelektual, di dalamnya termasuk kebebasan berpendapat.
Pemikiran khas empirisisme dari Locke inilah yang menjadi pelopor lahirnya konsepsi
modern HAM. Gagasan tersebut juga berperan penting sebagai jastifikasi teoretis dan
ideologis bagi lahirnya Revolusi Amerika (1776) dan Revolusi Prancis (1789).

Pada abad ke-18 dan ke-19, para filosof seperti Thomas Paine, John Stuart Mill dan Hegel
mengembangkan keuniversalan konsep kebebasan itu. Henry David Thoreau, penulis,
filosof, dan naturalis Amerika penjunjung individualisme, menulis On the Duty of Civil
Disobedience (1849) yang kemudian sangat mempengaruhi para pemikir HAM; termasuk
menginspirasi perjuangan Mahatma Gandhi untuk melawan Inggris dan perjuangan para
aktivis hak asasi melawan diskriminasi ras di AS.

HAM menjadi peraturan internasional setelah Perang Dunia I, dan setelah berdirinya PBB,
yaitu pada saat diumumkannya Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia pada 1948. Pada
1961 terbit pula Perjanjian Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik.  Pada 1966,
diumumkan pula Perjanjian Internasional tentang HAM, Ekonomi, Budaya, dan Sosial.
Sejak menjadi adikuasa tunggal, AS kemudian menjadikan HAM sebagai peraturan
universal, yaitu peraturan yang tak hanya diadopsi oleh negara sebagai institusi, tetapi juga
oleh rakyat setiap negara di seluruh dunia. Pada 1993, dua tahun setelah bubarnya Uni
Soviet, di Wina diadakan konferensi tentang HAM untuk organisasi-organisasi non-
pemerintah yang menghasilkan Deklarasi Wina Tentang HAM Bagi NGO. Deklarasi ini
menegaskan keuniversalan HAM dan keharusan penerapannya secara menyeluruh atas
umat manusia tanpa memperhatikan perbedaan latar belakang budaya dan hukum
setempat. Deklarasi ini juga menolak klaim nuansa perbedaan HAM antara satu masyarakat
dan masyarakat yang lain.

Basis Politik Luar Negeri Negara Kapitalis

Untuk mengokohkan posisi HAM sebagai peraturan internasional dan universal, AS


menjadikan HAM sebagai salah satu basis strategi politik luar negerinya.  Ini terjadi pada
akhir 1970-an pada masa Presiden Jimmy Carter. Sejak itu, Departemen Luar Negeri AS
selalu mengeluarkan evaluasi tahunan mengenai komitmen negara-negara di dunia untuk
menerapkan HAM. Evaluasi tersebut juga menilai sejauh mana negara-negara itu
menjalankan HAM. Evaluasi itulah yang menjadi landasan sikap Washington terhadap
negara-negara yang dianggap tidak terikat dengan prinsip-prinsip HAM.  Akan tetapi, daftar
hitam negara-negara yang buruk pelaksanaan HAM-nya itu tidak pernah mencantumkan
Israel. Seperti lazimnya kebijakan AS, dalam perkara HAM ini pun Washington memiliki
standar ganda, dan karena itu HAM menjadi diskriminatif.  Negara yang banyak melanggar
HAM tidak berarti otomatis diserang oleh AS. Sebaliknya, negara yang sedikit melanggar
HAM malah bisa menjadi target operasi militer AS.

Ada negara-negara yang melanggar HAM, tetapi AS menutup mata dan tidak
menggugatnya, karena garis kebijakan negara-negara itu dipandang masih sejalan dengan
kepentingan AS.  Terhadap mereka, juga demi menunjukkan komitmen sebagai penegak
dan pelindung HAM, AS hanya mengeluarkan kecaman dan kutukan keras secara lisan. Ini,
misalnya, dilakukan AS terhadap Israel dan Rusia; atau terhadap kasus pelanggaran HAM di
Bosnia, Chechnya, dan Palestina.  Sebaliknya, AS dapat bersikap ganas terhadap negara-
negara pelanggar HAM yang lain. Terhadap negara-negara yang melakukan ‘dosa HAM’ kecil
tetapi berseberangan dengan kepentingan AS, AS tidak segan-segan mengambil tindakan
militer, seperti yang dilakukannya terhadap Haiti, Afganistan, atau Irak. AS juga sering
mengambil tindakan ekonomi dan perdagangan, seperti yang dilakukannya terhadap Cina. 
AS juga acapkali mengambil langkah politik dan diplomatik, sebagaimana yang
dilakukannya terhadap banyak negara, termasuk Indonesia dalam kasus Timor Timur.
Langkah terakhir inilah yang paling banyak dilakukan AS.  Secara keseluruhan, semua
manuver itu dilakukan AS demi tuntutan  berbagai kepentingannya dan atau tuntutan
hegemoninya; sama sekali tidak ada hubungannya dengan pelaksanaan HAM di masing-
masing negara.

Dampak Buruk Ide HAM

Pada dasarnya HAM memiliki empat konsep dasar kebebasan, yaitu: kebebasan
berkeyakinan, kebebasan berpendapat, kebebasan berperilaku, dan kebebasan
kepemilikan.  Semua ide ini berbahaya dan berdampak buruk, tidak saja bagi dunia dan
umat Islam, tetapi juga bagi umat manusia secara keseluruhan.

Berdasarkan kebebasan berkeyakinan, manusia berhak meyakini ideologi atau agama


apapun, juga mengingkari agama atau ide apapun. Ide ini menihilkan peran agama,
mendangkalkan akidah umat, menjamurkan pemurtadan, serta menghambat perjuangan
penegakan syariah Islam.

Berdasarkan kebebasan berpendapat, setiap orang berhak menyatakan pendapat apapun,


dalam hal apapun, tanpa terikat dengan batasan apapun.  Manusia boleh terang-terangan
bersikap kufur, ingkar terhadap adanya Allah, atau mempropagandakan ide apa saja
walaupun bertentangan dengan akidah Islam atau menyalahi hukum-hukum Islam.  Lalu
menjamurlah propaganda tentang kebolehan segala sesuatu yang diharamkan Allah Swt.
seperti: riba, perjudian, minuman keras, perzinaan, penyimpangan seksual, dan segala
sesuatu yang menghancurkan nilai-nilai luhur Islam. Ide ini juga membuka jalan bagi para
agen Barat, orang-orang munafik, orang-orang fasik serta musuh-musuh Islam untuk
berpropaganda menentang Islam dan menghancurkan kesatuan umat. Prinsip ini juga
membolehkan seruan-seruan yang bertolak dari fanatisme golongan, seperti nasionalisme,
patriotisme, dan sebagainya. Padahal Islam telah memerintahkan umatnya untuk
menghapuskan fanatisme golongan dan mengharamkan mereka untuk menyerukannya. 
Ide ini juga berarti kebolehan bagi agen-agen Barat tersebut untuk menyerukan ide-ide
kufur yang dijajakan untuk menjatuhkan martabat kaum wanita, menyebarkan kebejatan
dan kebobrokan moral, serta memusnahkan nilai-nilai luhur, kehormatan, dan kemuliaan. 
Ide ini pula yang membuat Nabi Muhammad saw. bisa diolok-olok secara bebas di media
massa Barat.

Berdasarkan kebebasan berperilaku, setiap orang berhak menjalani kehidupan sesuai


dengan kehendaknya selama tidak melanggar kehidupan pribadi orang lain.  Seorang pria
berhak menggauli wanita manapun selama wanita itu rela.  Seorang pria berhak melakukan
penyimpangan seksual selama tidak melibatkan anak di bawah umur. Seseorang berhak
makan dan minum apa saja serta berpakaian seenaknya dalam batas-batas peraturan
umum. Di sini tidak ada tempat bagi hukum halal-haram. Yang penting, suatu perbuatan
dianggap sah menurut undang-undang. Akibatnya, lahirlah budaya kebejatan dan
kebobrokan moral.  Pria dan wanita bisa hidup bersama tanpa nikah. Sesama pria atau
sesama wanita dibenarkan dan dilindungi oleh undang-undang untuk melakukan tindak
penyimpangan seksual.  Ide ini juga telah melariskan industri pornografi dan pornoaksi
dalam bentuk film-film dan majalah-majalah porno, jasa-jasa telepon seks, klub-klub nudis,
kaum hippies yang hidup liar dan bebas, dan sebagainya.  Ide ini telah melahirkan penyakit
sosial yang beraneka ragam, karena memberikan kebebasan untuk berzina, melakukan
penyimpangan seksual, bertelanjang di tempat umum, minum khamr, dan tindak asusila
lain.

Berdasarkan kebebasan berkepemilikan, manusia berhak memiliki segala sesuatu sesuka


hatinya dan menggunakan segala sesuatu miliknya itu sekehendaknya selama tidak
melanggar hak-hak orang lain. Manusia berhak memiliki segala sesuatu, baik yang
dihalalkan oleh Allah Swt. maupun yang diharamkan-Nya. Manusia berhak menggunakan
atau mengelola apa saja yang dia miliki, baik dia terikat dengan perintah dan larangan Allah
maupun tidak sama sekali. Seseorang berhak memiliki barang-barang yang termasuk dalam
pemilikan umum seperti ladang minyak, tambang besar, pantai dan sungai-sungai, air yang
dibutuhkan masyarakat, dan properti lain yang menjadi hajat hidup orang banyak.
Seseorang berhak memiliki barang-barang halal seperti rumah, kebun, toko, pabrik;
sebagaimana dia juga berhak memiliki barang yang diharamkan Allah Swt. untuk dimiliki
seperti minuman keras, bank ribawi, peternakan babi, rumah bordil, tempat-tempat
perjudian, dan barang-barang terlarang lainnya menurut syariah. Seseorang berhak
memperoleh atau mengembangkan harta, baik secara halal seperti warisan, hibah,
perdagangan, berburu, pertanian, dan industri maupun secara haram seperti perjudian,
riba, perdagangan khamr dan obat-obat terlarang, serta usaha-usaha haram lainnya.
Akibatnya, terjadi akumulasi kekayaan yang melimpah-ruah di tangan segelintir orang.
Dengan kelebihan kekayaannya itu, mereka berubah menjadi satu kekuatan hegemonik
yang menguasai dan mengendalikan masyarakat dan negara, baik dalam urusan politik
dalam negeri maupun luar negerinya. Di antara mereka ada yang menjadi pemilik industri-
industri senjata dan menjadi para pelaku bisnis perang. Mereka melibatkan berbagai negara
dan bangsa yang sudah didominasi ke dalam kancah peperangan. Ambisi mereka semata-
mata hanya mengeruk keuntungan yang akan mereka peroleh dari perdagangan senjata.
Mereka tidak pernah peduli sedikit pun akan darah yang ditumpahkan atau bencana-
bencana yang timbul akibat perang.

Kesimpulan

Dari paparan di atas, bisa ditarik kesimpulan bahwa HAM adalah ide Kapitalisme yang
bertentangan dengan Islam.  HAM hanyalah komoditas politik luar negeri AS dan negara-
negara Barat.  HAM menganut standar ganda dan bersifat diskriminatif. Propaganda HAM
hakikatnya adalah strategi represif untuk menjastifikasi intervensi AS terhadap negara-
negara lain demi melanggengkan dominasi AS.  Karena itu, propaganda HAM merupakan
salah satu agenda imperialis modern Barat terhadap negara-negara lain di seluruh dunia.

Negara-negara Barat tidak pernah benar-benar menghargai, menghormati, menjunjung


tinggi, apalagi menegakkan HAM.  HAM hanyalah pemikiran teoretis, pemikiran yang ingin
menjunjung langit tetapi kakinya tidak memiliki pijakan di bumi. Pelbagai deklarasi tentang
HAM selalu hanya berisi anjuran dan ajakan tentang pentingnya menjaga, melindungi,
menghargai, menghormati, menjunjung, dan menegakkan HAM.  Deklarasi-deklarasi itu
tidak pernah memuat bagaimana semua ide HAM itu bisa ditegakkan. Tidak pernah ada
ketentuan tentang bagaimana dan dengan sarana apa HAM bisa ditegakkan.  HAM hanya
bermain di tataran ide, tidak sampai pada tataran praktis. Dengan kata lain, HAM hanya
menjadi asesoris verbal yang manis di lidah tetapi tidak memiliki kejelasan arah.

Dalam implementasinya, HAM sangat dipengaruhi oleh kepentingan pihak yang memiliki
kekuatan. Dengan kata lain, penerapan HAM tidak terlepas dari kepentingan politik,
ekonomi dan ideologi dari negara-negara yang memiliki kekuatan. Dalam konteks itu, Dunia
Barat, khususnya AS, memanfaatkan isu HAM untuk menekan suatu negara demi
kepentingannya sendiri. PBB dan badan internasional lainnya seperti IMF dan Bank Dunia
kerap dipakai AS untuk merealisasikan kepentingannya itu. Dengan kata lain, HAM menjadi
alat penjajahan Barat. Wallâhu a‘lam bi ash-shawâ

1) HAM Menurut Konsep Barat

stilah hak asasi manusia baru muncul setelah Revolusi Perancis, dimana para tokoh borjuis berkoalisi dengan tokoh-
tokoh gereja untuk merampas hak-hak rakyat yang telah mereka miliki sejak lahir. Akibat dari penindasan panjang
yang dialami masyarakat Eropa dari kedua kaum ini, muncullah perlawanan rakyat dan yang akhirnya berhasil
memaksa para raja mengakui aturan tentang hak asasi manusia.

Diantaranya adalah pengumuman hak asasi manusia dari Raja John kepada rakyat Inggris tahun 1216. Di Amerika
pengumuman dilakukan tahun 1773. Hak asasi ini lalu diadopsi oleh tokoh-tokoh Revolusi Perancis dalam bentuk
yang lebih jelas dan luas, serta dideklarasikan pada 26 Agustus 1789. Kemudian deklarasi Internasional mengenai
hak-hak asasi manusia dikeluarkan pada Desember 1948.
Akan tetapi sebenarnya bagi masyarakat muslim, belum pernah mengalami penindasan yang dialami Eropa, dimana
sistem perundang-undangan Islam telah menjamin hak-hak asasi bagi semua orang sesuai dengan aturan umum yang
diberikan oleh Allah kepada seluruh ummat manusia.

Dalam istilah modern, yang dimaksud dengan hak adalah wewenang yang diberikan oleh undang-undang kepada
seseorang atas sesuatu tertentu dan nilai tertentu. Dan dalam wacana modern ini, hak asasi dibagi menjadi dua:

a. Hak asasi alamiah manusia sebagai manusia, yaitu menurut kelahirannya, seperti: hak hidup, hak
kebebasan pribadi dan hak bekerja.

a. Hak asasi yang diperoleh manusia sebagai bagian dari masyarakat sebagai anggota keluarga dan sebagai
individu masyarakat, seperti: hak memiliki, hak berumah-tangga, hak mendapat keamanan, hak mendapat
keadilan dan hak persamaan dalam hak.

Terdapat berbagai klasifikasi yang berbeda mengenai hak asasi manusia menurut pemikiran barat, diantaranya :

1. Pembagian hak menurut hak materiil yang termasuk di dalamnya; hak keamanan, kehormatan dan
pemilihan serta tempat tinggal, dan hak moril, yang termasuk di dalamnya: hak beragama, hak sosial dan
berserikat.

1. Pembagian hak menjadi tiga: hak kebebasan kehidupan pribadi, hak kebebasan kehidupan rohani, dan hak
kebebasan membentuk perkumpulan dan perserikatan.

1. Pembagian hak menjadi dua: kebebasan negatif yang memebentuk ikatan-ikatan terhadap negara untuk
kepentingan warga; kebebasan positif yang meliputi pelayanan negara kepada warganya.

Dapat dimengerti bahwa pembagian-pembagian ini hanya melihat dari sisi larangan negara menyentuh hak-hak ini.
Sebab hak asasi dalam pandangan barat tidak dengan sendirinya mengharuskan negara memberi jaminan keamanan
atau pendidikan, dan lain sebagainya. Akan tetapi untuk membendung pengaruh Sosialisme dan Komunisme, partai-
partai politik di Barat mendesak agar negara ikut campur-tangan dalam memberi jaminan hak-hak asasi seperti
untuk bekerja dan jaminan sosial.

You might also like