You are on page 1of 9

VIRUS HEPATITIS B (HBV)

Gambaran Virus

Virus DNA, serat ganda parsial (tartially double Strande), panjang genom

sekitar 3200 pasangan basa. Mempunyai envelope/selubung. Di dalam darah

penderita hepatitis B akut ditemui 3 bentuk partikel virus, yaitu :

1. Sferikal pleomorfik, diameter 17-25 nm, terdiri dari komponen selubung saja.

Jumlahnya lebih banyak dari partikel lainya.

2. Tubular/filamen, diameter 22-200 nm, juga komponen selubung

3. Partikel virion lengkap/partikel Dane, terdiri dari genom HBV dan selubung,

diameter 42 nm

Protein yang dibuat oleh virus ini yang bersifat antigenik serta memberi

gambaran tentang keadaan penyakit adalah :

1. Antigen permukaan/surface antigen/HBsAg, berasal dari selubung. Antigen

yang semata-mata disandi oleh gen S disebut sebagai mayor protein, yang

oleh daerah pre-S2 dinamakan middle protein dan yang oleh Pre-S1 disebut

large protein.

2. Antigen core/core antigen/HBcAg, disandi oleh daerah core.

3. Antigen ele antigen/HBeAg oleh agen pre-core.

Di samping itu pada virus ini ditemukan keaktifan DNA polimerasa.

Virus HBV dapat diinaktivasi dengan:


1. Otoklaf

2. Formalin 5% selama minimum 1 jam

3. Sodium hipokiorit 0,5% minimum I jam

Secara imunologik terdapat 4 subtipe utama HBV, yaitu atas dasar tipe

dari HBsAg. Subtype tersebut adalah adw, adr, ayw, dan ayr yang semunya

mengandung grup antigen a yang sama.

Antibodi terhadap HBsAg, HBcAg dan HBeAg dibentuk pada saat yang

berbeda dan mempunyai kemaknaan yang berbeda pula. Gambaran dari

keberadaan antigen dan antibodinya dalam darah penderita hepatitis akut yang

tipikal.

HBV dapt menyebabkan penyakit hepatitis akut/kronik, fulminan, sirosis

dan kanker hati. Masa inkubasi lama, antara 50-180 hari. Virus masuk tubuh

terutama melalui darah. Dari seorang penderita, HBV dapat ditemukan di dalam

darah, saliva, urin, cairan semen, monosit, lekosit, sumsum tulang dan pancreas;

jumlah terbanyak adalah dalam darah. Transmisi bisa secara horizontal dan

vertical (dari ibu hamil pada bayi yang dilahirkannya).

Kelompok orang yang mempunyai resiko tinggi terkena infeksi HBV

adalah tenaga medis dan dokter gigi, pasien dengan hemodialisis, pemakai obat

intravena, homoseksual, pengelana internasional, pekerja pada institusi untuk

mereka yang mentalnya terbelakang dan bayi yang lahir dari ibu dengan infeksi

HBV.
Deteksi infeksi HBV pada pasien ditegakkan dengan

1. Menemukan virus dalam darah dengan milroskop electron

2. Menemukan pertanda serologi infeksi HBV

3. Menemukan HBY DNa dengan hibridisasi atau PCR (polymerase chain

reaction)

4. Menemukan pertanda infeksi HBV pada jaringan biopsy hati

Untuk pencegahan infetsi HBY telah beredar berbagai macam vaksin, baik

yang berasal dari plasma yang mengandung HBsAg atau yang dibuat dengan

tekhnik DNA rekombinan. Ada yang hanya berisi HBsAg dan adapula yang

mengandung protein yang disandi oleh daerah pre-S.

Belakangan ini ditemukan galur (strain) HBV mutan yang tidak membuat

HBeAg. Secara klinik pasien yang terinfeksi oleh galur ini akan memperlihatkan

gejala hepatitis yang berat. Galur ini juga ditemukan pada kasus hepatitis

fulminan.
HEPATITIS C

Gambaran Virus

Merupakan virus RNA berserat tunggal, polaritas positif dan berdiameter

30-60 nm. Panjang genom berkisar 10 kilobasa. Daerah lima prime (5’) genom

mengkode sintesis protein struktutal (C, core; M, membrane dan E, envelope) dan

daerah tiga primer nya (3’) mengkode protein non structural (NS1-NS5). Ujung 5’

dari genom virus dimulai dengan seangkaian nukleotida yang tidak menjalani

translasi (5’ non-coding region). Bagian ini merupakan bagian yang paling

conserved dan memiliki tingkat homologi yang tinggi diantara galur HCV yang

berhasil diisolasi sampai saat ini. Salain 5’ non coding region, urutan asam

nukleat virus dari berbagai isolat HCV menunjukkan adanya variabilitas genom

yang tinggi.

Virus dapat diinaktivasi dengan cara :

1. Pemanasan

Pemanasan kering pada suhu 800C selama 72 jam dan pasteurisasi (60 0C

selama 10 jam).

2. Pelarut lipid atau deterjen

Virus dapat dinonaktifkan oleh kombinasi tri (n-butyl-) phosphate (TNBP)

dengan sodium cholate maupun kloroform sehingga di duga memiliki selubung

yang mengandung lipid.


3. Fotokimia:

Inaktivasi terhadap asam nukleat virus misalnya kombinasi B-propiolakton

(BPL) dengan sinar UV atau kombinasi psoralen dengan sinar UV gelombang

panjang.

Berdasarkan sifat fisik (diameter virus dan adanya selubung lipid) dan

susunan genomnya, HCV digolongkan ke dalam flavivirus meskipun ada yang

menganggapnya sebagai suatu pestivirus. Belum banyak diketahui mengenai

morfilogi virus ini dan baru pada talun 1989, Cho dkk berhasil mengisolasi cDNA

(complemenary DNA) HCV dari plasma_simpanse yang Frinfeksi hepatitis non A

non B. Sampai saat ini simpanse merupakan satu-satunya hewan percobaan yang

dapat dipakai sebagai model untuk melihat perjalanan penyakit yang ditimbulkan

oleh HCV dan pola penularannya.

Gambaran klinis

HCV (merupakan penyebab utama hepatitis non A non B (NANB) pasca

tansfusi. Masa inkubasi (saat paparan sampai meningkatnya kadar SGPT)

umumnya berkisar antara 6-12 minggu.

a. Infeksi akut

Gambaran klinik urnumnya lebih ringan daripada hepatitis B dan sebagian

besar kasus tidak mengalami ikterik. Gambaran khas hepatitis NANB adalah

peningkata SGPT yang berfluktuasi (polifasik), meskipun pada sebagian kecil

peningkatan SGPT bersifat persisten atau monofasik.


b. Infeksi kronik

Infeksi yang persisten merupakan ciri khas infeksi HCV; diduga 50% dari

seluruh kasus infeksi HCV pasca tansfusi menjadi hepatitis kronik. Kriteria

hepatitis kronik ditandai dengan adanya peningkatan SGPT yang berfluktuasi

atau menetap lebih dari 1 tahun setelah serangan akut.

Hepatitis konik akibat iufeksi HCV umumnya bersifat progresif, karena

pada pemeriksaan biopsy hati ditemukan gambaran histology berupa hepatitis

konik aktif maupun sirosis.

c. Kasinoma sel hati

Seperti juga HBV, infeksi HCV dianggap dapat menimbulkan karsinoma

sel hati. Namun berbeda dengan HBV, replikasi HCV dalam sel hati tidak melalui

fase DNA dan belum diketahui dengan pasti tapi di duga berkaitan dengan infeksi

HCV persisten yang menyebabkan kerusakan sel hati kronis dan nekrosis yang

diikuti dengan regenerasi sel-sel hati secara terus menerus. Meningkatnya jumlah

sel hati yang bermitosis memperbesar kemungkinan terjadinya mutasi yang dapat

menyebabkan sel mengalami transformasi menuju ke arah keganasan.

Pola Penularan

Penularan virus terjadi secara parenteral seperti pada transfusi

darah/produk darah yang berulang penyalahgunaan obat secara intravena atau

terpapar alat suntik yang terkontaminasi HCV. Penularan virus secara seksual

mungkin terjadi, tetapi dianggap tidak efektif. Hal ini karena rendahnya titer virus
dalam sebagian darah penderita dan virus sangat jarang ditemukan dalam sekret

maupun cairan tubuh.

Penularan vertikal dari ibu ke bayi juga dianggap tidak urnum terjadi,

kecuali jika ibu mengandung kadar viremia yang tinggi atau terdapat koinfeki

dengan HIV. Bayi yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi HCV akan

mengandung antibody maternal anti HCV yang akan menghilang setelah 3-12

bulan.

Mengingat HCV digolongkan ke dalam flavi virus yang ditularan lewat

artropoda, diperkirakan cara yang penularan ini mungkin terjadi pada HCV.

Namun sampai saat ini adanya vector tersebut belum dapat dibuktikan. Meskipun

demikian, kemungkinan ini perlu diteliti lebih jauh mengingat banyak kasus

hepatitis NANB yang tidak memiliki riwayat paparan secara parenteral

(community acquired NANB hepatitis).

Diagnosis Laboratorium

1. Serologi

Deteksi infeksi HCV saat ini secara rutin dilakukan dengan menemukan

anti HCV dalam serum penderita dengan tekhnik ELISA. Dalam tekhnik ini,

antigen yang mula-mula digunakan (first generation assay) adalah antigen

rekombinan C-100-3 yang berasal dari daerah non structural (NS4) virus. Anti

HCV baru dapar dideteksi 4-6 bulan setelah terjadinya paparan atau 2-4 bulan

setelah timbulnya hepatitis.


Antibodi ini cenderung menetap pada kasus-kasus kronik dan menghilang

pada sebagian kasus yang menunjukkan perbaikan klinis dan biokimiawi dari

fungsi hati.

Tidak seluruh kasus hepatitis NANB pasca transfusi dapat ditegakkan

diagnosisnya secara dini karena :

1. Misdiagnosis mengingat sebagian besar kasus akut bersifat asimptomatik.

2. Serokonversi yang lama antara saat paparan / timbulnya hepatitis dan

terbentunya antibody.

3. Respon imun penderita tidak adekuat terhadap antigen C-100-3, terutama pada

kasus-kasus akut.

Kemudian dikembangkan antigen baru (second generation assay) yang

merupakan gabungan beberapa protein HCV (C33x, C-100-3 dan C22c yang

berasal dari daerah non-struktural dan structural genom). Antigen ini lebih

sensitive daripada first generation assay dan dapat mendeteksi infeksi HCV lebih

dini karena anti C-22c merupakan natibodi yang mula-mula timbul dan tersering

ditemukan.

2. RNA Virus

Asam nukleat (RNA) virus dapat dideteksi dalam serum dan jaringan hati

penderita dengan menggunakan tekhnik reverse transcription dan polymerase

chain reaction (RT-PCR). Untuk mendapatkan hasil yang optimal, maka primer

oligonukleotida sebaiknya berasal dari 5’ non-coding region (highly conserved

region) yang lebih diketahui memiliki tingkat homologi yang tinggi diantara
berbagai isolate HCV. Dengan tekhnik ini, viremia dapat dideteksi beberapa hari

setelah paparan terhadap virus yaitu beberapa minggu sebelum kadar SGPT

meningkat dan anti HCV ditemukan dalam darah. PCR juga dapat digunakan

untuk memonitor efek terapi interferon pada penderita yaitu dengan melihat

berkurangnya RNA virus dalam darah setelah pemberian interferon.

You might also like