You are on page 1of 9

KROMOSOM KELAMIN

Dikenal beragam pola ekspresi kelamin pada makhluk hidup, dan slah satu diantaranya
adalah pola ekspresi kelamin kromosomal, yang menentukan ekspresi kelamin adalah gen. Pada
pola ekspresi kelamin kromosomal ini, dikenal adanya perangkat kromosom kelamin.
Pengkajian berbagai hal tentang kromosom dilakukan semata-mata karena berbagai
fenomena genetic maupun evolusioner, sudah diketahui terkait dengan gen-gen pada kromosom
kelamin, bahkan diharapkan pengkajian ini akan semakin memantapkan kesadaran kita bahwa
yang bertanggungjawab atas fenotip kelamin apapun adalah gen.

Sejarah Penemuan Kromosom Kelamin


Pada tahun 1891 ahli biologi Jerman H. Henking menemukan bahwa suatu struktur inti
tertentu dapat ditemukan selama spermatogenesis serangga tertentu.
Henking tidak menyebutkan manfaat dari struktur tersebut, tetapi mengidentifikasinya
sebagai sebagai X body, dan menyatakan bahwa sperma dipilah atas dasar ada atau tidaknya
struktur tersebut. Pada tahun 1902 C.E. McClung membenarkan observasi Henking dan
mengaitkan X body dengan determinasi kelamin, tetapi secara salah menyatakannya spesifik
untuk individu jantan.
Pada awal abad ke 20 E.B.Wilson dkk., menyatakan bahwa X body yang dilaporkan
Henking adalah suatu kromosom yang menentukan kelamin. Sejak saat itu X body disebut
dengan kromosom kelamin/kromosom X.
E.B. Wilson menemukan susunan kromosom yang lain pada Lygaeus turcicus. Serangga
ini memiliki jumlah kromosom yang sama pada sel-sel dari kedua macam kelamin. Tetapi,
kromosom homolog dari kromosom X ternyata lebih kecil ukurannya dan disebut kromosom Y.
kemudian dinyatakan bahwa zigot XY akan menjadi individu jantan.

Evolusi Kromosom Kelamin


Seluruh informasi tentang evolusi kromosom kelamin bersumber pada Charlesworth
(1996). Evolusi kromosom kelamin yang dibahas pada bagian ini bermula dari kondisi tanpa
kromosom kelamin menuju kepada kondisi ada kromosom kelamin. Pada kelompok makhluk
hidup di tingkat takson primitif memang tidak dijumpai kromosom kelamin, sedangkan pada
beberapa kelompok di tingkat takson tinggi ditemukan adanya kromosom kelamin.
Evolusi Kromosom X dan Y Pemula
Asal mula evolusioner kromosom kelamin primitive berkaitan erat dengan evolusi
kelamin terpisah yang berlatar belakang genetik.
Awalnya suatu keadaan kelamin tergabung purba, pada keadaan kelamin tergabung itu
fungsi jantan dan betina diekspresikan dalam tubuh individu yang sama. Keadaan kelamin
tergabung merupakan karakteristik kebanyakan tumbuhan berbunga, banyak takson hewan
avertebrata serta sejumlah spesies ikan.
Pola transisi paling sederhana, dari keadaan kelamin tergabung menuju kepada suatu
keadaan kelamin terpisah sempurna (melalui kejadian mutasi pada dua lokus). Salah satu lokus
adalah f yang mengontrol fungsi betina sedangkan lokus lainnya adalah m yang mengontrol
fungsi jantan. Daya seleksi yang ada memungkinkan munculnya suatu transisi evolusioner antara
keadaan kelamin terpisah yang berupa tahapa antara dari gynodiocy (polimorfisme untuk
individu jantan steril maupun individu berkelamin tergabung).
Mekanisme mutasi pada dua lokus, sebagaimana yang telah disebutkan diikuti oleh
proses seleksi dan pengurangan rekombinasi akan memunculkan kromosom proto X maupun
kromosom proto Y. setelah itu masih terjadi proses lebih lanjut. Proses seleksi lebih lanjut
tersebut antara lain berkenaan dengan seleksi alela-alela yang menguntungkan pada individu
jantan tetapi yang merugikan pada individu betina, yang akan mengarah pada diferensiasi
genetik selanjutnya antara kedua kromosom kelamin.

Erosi Kromosom Y
Setelah terbentuknya kromosom proto Y selanjutnya mengalami proses evolusi spesifik
yang disebut sebagai erosi kromosom. Erosi kromosom proto Y yang terjadi melalui pola-pola
yang hingga sekarang masih bersifat hipotetis.
Pola erosi kromosom pertama adalah yang melibatkan “Muller’s Ratchet”. Pola kedua
berupa fiksasi mutan-mutan terpaut Y yang merugikan melalui “hitchhiking” dengan mutasi-
mutasi yang menguntungkan secara selektif pada kromosom proto Y.
“Muller’s Ratchet” (bersangkut paut dengan hilangnya kelompok kromosom yang
membawahi mutan-mutan merugikan dalam jumlah yang paling kecil, dari suatu populasi
terbatas akibat “genetic drift”. Peristiwa tersebut mengakibatkan peningkatan progresif jumlah
rata-rata alela-alela merugika per individu. Fiksasi mutasi-mutasi terpaut Y yang merugikan
terjadi karena adanya mutasi-mutasi menguntungkan pada bagian kromosom proto Y yang tidak
mengalami rekombinasi. Proses selektif suksesif semacam ini akan menyebabkan terjadinya
fiksasi alela-alela merugikan pada banyak lokus terpaut.

Evolusi Determinasi Kelamin X/A dan Sistem Kromosom Kelamin XO


Sistem determinasi kelamin yang didasarkan pada keseimbangan X/A ditemukan pada
Drosophila, C.elegans, dan Rumex, mungkin ditemukan juga pada burung. Dikemukakan
Westergaard, terlihat bahwa system keseimbangan X/A berevolusi dari sistem kromosom Y
penentu kelamin jantan.
Spesies-spesies yang memiliki suatu gen seperti mF yang dibutuhkan untuk
perkembangan ke arah kelamin jantan, terpaksa mempertahankan suatu pola Y determinasi
kelamin berupa kromosom Y sebagai penentu kelamin jantan, kecuali hal tersebut diganti oleh
mekanisme genetik lain.
Ekspresi f f dibutuhkan untuk perkembangan kelamin betina, dan tidak adanya produk f f
karena kehadiran suatu alela f s sterilitas betina yang dominan, mengarah kepada perkembangan
parsial atau lengkap kelamin jantan. Mutasi kehilangan fungsi pada Sx1, yang mengarah pada
kegagalan perkembangan carrier betina, dapat bersifat dominan penuh atau sebagian tergantung
pada latar belakang genetic yang konsisten dengan perilaku f s yang diduga.
Perkembangan parsial jantan, merupakan perkembangan keadaan kelamin tergabung ke
arah kelamin jantan. Tahap kedua dari evolusi menuju keadaan kelamin terpisah, mencakup
karakter jantan yang lebih bersifat parsial daripada penuh, diperlukan adanya faktor genetik lain
yang menekan karakter betina karena adanya f s, untuk menyempurnakan evolusi keadaan
kelamin terpisah (karena pengaruh alela-alela yang melakukan interaksi secara terpisah, dapat
juga terjadi karena alela-alela penekan karakter betina nonspesifik terpaut sangat dekat dengan
f s).
Pembentukan suatu kromosom proto Y yang membawa f s dan mF berakibat munculnya
individu-individu jantan parsial. Tahap selanjutnya yaitu evolusi suatu alela yang kehilangan
fungsi yang terdapat pada kromosom Y, ekspresi alela tersebut mengurangi ekspresi satu-satunya
copy f f pada individu jantan yang mengarah kepada peluang karakter jantan yang lebih tinggi.
Pada C. elegans individu yang berkromosom XX berkembang sebagai individu
hermaprodit dan individu yang berkromosom XO berkembang sebagai individu jantan. System
tersebut mungkin merupakan suatu akibat dari evolusi sekunder menuju hermaproditisme dari
sistem XX (betina), XO (jantan), yang terdapat pada kebanyakan spesies lain dari
Coenorhabditis.
Kenyataan tentang evolusi determinasi kelamin X/A yang berasal dari sistem determinasi
kelamin X/Y dapat dilihat pada marga Rumex. Kenyataan-kenyataan komparatif yang ada
menunjukkan bahwa sistem determinasi kelamin X/Y secara taksonomis jauh lebih luas daripada
sistem X/A.

Kebakaan yang Terpaut Kelamin


Kebakaan yang terpaut kelamin dikontrol oleh gen-gen yang terpaut pada kromosom
kelamin. Kajian tentang kebakaran yang terpaut kelamin, bukan bermaksud menyatakan bahwa
macam kebakaan ini mempengaruhi ekspresi kelamin.

Penemuan Morgan Tentang Pautan Kelamin pada Drosophila


Temuan pertama tentang kebakaan yang terpaut kelamin adalah pada Drosophila, seperti
yang dilaporkan T.H. Morgan pada tahun 1910, dan gen terkait denga kebakaan yang terpaut
kelamin itu terletak pada kromosom kelamin X, tepatnya pada lokus w.
Atas dasar kenyataan bahwa individu jantan hanya memiliki satu kromosom X dan
sebuah kromosom Y yang tidak memiliki sebagian besar gen pada kromosom X, dinyatakan
bahwa alela mata putih tersebut pada individu jantan tergolong hemizigot, oleh karena itu alela
tersebut diekspresikan. Lebih lanjut dikemukakan bahwa alela mutan mata putih yang ada pada
kromosom X dari individu jantan induk bermata putih, mula-mula diwariskan kepada turunan
betina (kromosom Y diwariskan kepada turunan jantan), semua turunan betina merupakan carrier
alela mutan tersebut. Turunan jantan F2 bersifat hemizigot, dan 50% dari seluruh turunan jantan
F2 memperoleh kromosom X yang membawahi alela mutan mata putih dari induk betina yang
heterozigot.

Pola-pola Kebakaan dari Gen-gen yang Terpaut Kelamin


Sebagian besar gen yang terpaut kelamin pada hewan-hewan jantan heterogamete terletak
pada kromosom X. Beberapa hewan dapat memiliki sejumlah kecil gen pada kromosom Y yang
menghasilkan efek-efek fenotif. Informasi yang baru dikemukakan ini hanya berlaku untuk
kelompok makhluk hidup yang mempunyai kromosom kelamin XX-XY. Di kalangan makhluk
hidup yang mempunyai kromosom kelamin (Stansfield, 1983).
Di kalangan makhluk hidup yang mempunyai kromosom kelamin XX-XY, gen-gen yang
terdapat pada kromosom kelamin X, sebagian tidak ditemukan sama sekali pada kromosom Y
yang disebut terpaut kelamin lengkap, sebagian dapat berekombinasi dengan pindah silang
dengan gen-gen yang terdapat pada kromosom Y, seperti layaknya gen-gen pada autosom-
autosom homolog.
Pewarisan sifat-sifat yang terpaut kromosom kelamin X mengikuti suatu pola khas, yaitu
crisscross pattern of inheritance (pola pewarisan menyilang).
Seperti yang telah dikemukakan biasanya sifat-sifat yang ada pada individu jantan
(resesif) diwariskan melalui turunan betinanya (tidak terekspresikan) kepada turunan jantan
generasi berikutnya (F2) dan diekspresikan. Sifat-sifat yang ada pada individu betina (resesif)
diwariskan langsung kepada turunan jantan (diekspresikan)
Sebagaimana pada individu jantan, pada individu betina D. melanogaster sifat-sifat
(resesif) yang terpaut kromosom kelamin X (terekspresi) dapat juga diwariskan langsung kepada
turunan betina (diekspresikan).
Pewarisan dan ekspresi sifat-sifat yang terpaut kromosom kelamin X pada individu betina
mengikuti pola yang sama, sebagaimana sifat-sifat yang dikontrol oleh alela-alela yang terdapat
pada autosom.
Sifat-sifat terpaut kromosom kelamin Y induk jantan D. melanogaster biasanya langsung
diwariskan pada turunan jantan, dan dapat juga diwariskan langsung kepada turunan betina,
sebagai akibat peristiwa gagal berpisah pada oogenesis.
Pada manusia sifat-sifat (resesif) yang terpaut kromosom kelamin X pada laki-laki
diwariskan secara crisscross. Sifat-sifat yang terpaut kromosom kelamin Y selalu hanya
diwariskan dari ayah dan terekspresi pad semua anak laki-laki (stansfield, 1983).

Gen-gen yang Terpaut Kelamin pada Drosophila melanogaster


Di kalangan D. melanogaster, gen-gen yang terpaut kromosom kelamin X antara lain
(ditunjukkan dalam bentuk mutan) yellow, white, vermilion, miniature, rudimentary (Ayala dkk,
1984). Gen-gen yang tergolong terpaut kelamin tidak sempurna pada D. melanogaster antara lain
bobbed bristles atau bb (tipe mutan), alela tersebut, terdapat pada kromosom X maupun
kromosom Y tepatnya pada lengan pendek (Gardner dkk., 1991). Saat ini pada kromosom Y
sudah ditemukan 7 gen holandrik yang bersangkut paut denga fertilitas jantan.

Gen yang Terpaut Kromosom Kelamin Z pada Unggah


Pola pewarisan terpaut kelamin ZZ-ZW (misalnya pada burung) pada dasarnya sama
dengan yang ditemukan di lingkungan Mammalia, terkecuali yang bersifat hemizigot adalah
individu betina, bukan individu jantan (Maxson dkk., 1985). Lebih lanjut, suatu alela dominan
terpaut Z yang disebut S, sudah ditemukan pada ayam.

Sifat-sifat yang Terpaut Kromosom Kelamin X pada Manusia


Pada manusia ditemukan gen Tfm yang terpaut kromosom kelamin X, sebagaimana yang
telah ditemukan gen Tfm+ mengendalikan pembentukan suatu protein pengikat testosterone. Pri
yang memiliki gen Tfm mengidap sindrom testicular feminization. Pada sindrom itu sel-sel
embrion sama sekali tidak peka terhadap efek maskulinisasi dari testosterone, karakteristik
kelamin sekunder luar janin berkembang lebih ke arah betina,tetapi secara internal yang
berkembang adalah testis, perkembangan uterus, tuba fallopi juga terhambat akibat sekresi
hormone jantan lain, sehingga terbentuklah suatu vagina buntu.
Pada sudah ditemukan lebih dari 200 sifat yang dinyatakan sebagai terpaut kromosom
kelamin X, antara lain: atrofi optic, glaucoma juvenile, myopia, defective iris, epidermal cyst,
distichiasis, white occipital lack of hair, mitral stenosis dan beberapa bentuk keterbelakangan
mental. Beberapa dari sifat tersebut memiliki bentuka-bentukan alternatif yang dikontrol oleh
gen-gen yang terletak pada autosom.
Beberapa criteria untuk identifikasi sifat-sifat yang terpaut kromosom kelamin X atas
dasar telaah silsilah akan dikemukakan lebih lanjut (Gardner dkk., 1991).
1. Sifat tersebut lebih sering ditemukan pada laki-laki disbanding pada perempuan.
2. Sifat tersebut diwariskan dari seorang pria penderita kepada separuh cucu laki-laki
melalui anak perempuannya
3. Suatu alela yang terpaut X tidak pernah diwariskan langsung dari ayah kepada anak laki-
laki
4. Semua wanita pemilik sifat tersebut (penderita) mempunyai seorang ayah yang juga
penderita serta seorang ibu carrier atau juga sebagai penderita.
Khusus untuk sifat-sifat terpaut kromosom kelamin X yang dominan seperti tipe darah
yang jarang Xga, pria-pria penderita diharapkan akan mewariskan sifat tersebut kepada semua
anak perempuan mereka, dan bukan kepada anak laki-laki.
Contoh-contoh cacat bawaan resesif yang sangat merugikan terpaut kromosom kelamin
X pada manusia antara lain (Gardner, dkk., 1991)
1. Lesch-Nyhan Syndrome
2. Duchene-type Muscular Dystrophy
3. Hunter syndrome
Pada penderita Lesch-Nyhan Syndrome, produksi asam urat berlebih. Pada penderita ini
mengalami defisiensi HPRT (Hypoxanthine-Guanine Phosporibosyl Transferase) yang berperan
pada biosintesis nukleotida.
Bayi penderita terlihat normal saat kelahiran dan beberapa bulan kemudian, tetapi dapat
memperlihatkan gejala adanya asam urat berlebih dalam urin tampak sebagai “pasir orange”.
Pada Duchene-type Muscular Dystrophy, janin berkelamin jantan dapat diidentifikasi
melalui studi kromosom. Kecacatan ini biasanya diidap pria sebelumumur belasan tahun, yang
ditandai dengan kemunduran otot yang berkembang cepat selama awal umur belasan tahun.
Cacat Hunter syndrome, ditandai dengan keterbelakangan mental, tampang kasar,
hirsutism (abnormal hairiness), serta suatu tampilan wajah khas yang meliputi tulang hidung
lebar, serta lidah menjulur panjang. Gejala-gejala itu muncul pada awal masa kanak-kanak.

Gen-gen yang Terdapat pada Kromosom Kelamin Y Manusia


Sifat-sifat yang terpaut kromosom kelamin X, deteksi sifat-sifat yang dikontrol oleh gen-
gen holandrik (sifat ini selalu dan hanya diwariskan dari seorang ayah kepada semua anak laki-
laki.
Kromosom Y manusia memang hanya mengandung sedikit gen yang memperlihatkan
efek secata fenotip (Gardner, dkk.,1991).
Beberapa gen holandrik pada manusia, antara lain: h (hypertrichosis), hg (hystrixgravier),
dan untuk wt (untuk jari-jari berselaput).
Gen h (resesif) menyebabkan hypertrichosis yaitu tumbuhnya rambut di bagian tertentu
di tepi daun telinga (Suryo, 1989). Belum ada kepastian tentang latar belakang genetic
hypertrichosis ini, namun ada telaah silsilah yang memperlihatkan hypertrichosis memiliki latar
belakang genetic autosomal.
Gen hg (resesif) menyebabkan pertumbuhan rambut panjang dan kaku di permukaan
tubuh (Suryo, 1989), sehingga menyerupai duri landak. Ada pendapat yang definitive
menyatakan bahwa gen yang bertanggung jawab terhadap kelainan tersebut tergolong gen
autosomal dominan yang sangat jarang (Stern, 1973).
Gen wt (resesif) menyebabkan tumbuhnya kulit di antara jari-jari (terutama jari kaki).
Tangan atau kaki orang tersebut mirip dengan kaki katak atau burung air (Suryo, 1989). Pernah
diduga bahwa kelainan tersebut berlatar belakang gen autosomal dominan, tetapi hasil
pengkajian lanjutan sangat meragukan dugaan tersebut.
Gen H-Y terletak pad lengan pendek dari kromosom kelamin Y (Gardner, dkk.,1991).
Gen H-Y adalah suatu gen histocompatibilitas. Gen H-Y ini bertanggung jawab terhadap
penentu/pengenal antigen pada jaringan individu jantan.
Gen TDF (Testis Determining Factor) bertanggung jawab terhadap perkembangan testis
dan bahkan diduga berperan sebagai master regulator.

Sifat-sifat yang Terpengaruh Kelamin


Sifat-sifat yang terpengaruh kelamin bukan merupakan bagian dari kebakaan yang terpaut
kelamin. Gen-gen yang mengontrol sifat-sifat yang terpengaruh kelamin dapat terletak pada
autosom ataupun pada bagian homolog dari kromosom kelamin (Stansfield, 1983). Tetapi
Maxson dkk (1985) menyatakan bahwa gen-gen yang terpengaruh kelamin terdapat hanya pada
autosom.
Domonansi alela-alela pada keadaan heterozigot dapat berbeda pada kedua kelamin.
Selain itu gen-gen yang terkait dengan dominansi yang dipengaruhi kelamin terletak pada
autosom, dan bukan pada kromnosom kelamin, namun pada penjelasan lanjutan, terlihat bahwa
yang dimaksud dengan bukan pada kromosom kelamin, adalah bukan pada nonhomolog dari
kromosom kelamin.
Sifat-sifat yang Terbatas Kelamin
Sifat-sifat yang terbatas kelamin bersangkut paut dengan ekspresi gen yang berbeda pada
tiap kelamin. Berkenaan dengan sifat-sifat yang terbatas kelamin tersebut, ada sumber yang
menyatakan bahwa beberapa gen autosomal hanya berekspresi pada salah satu kelamin
(Stansfield, 1983). Fenomena tersebut dinyatakan merupakan akibat perbedaan lingkungan
hormonal internal atau akibat ketidaksamaan anatomis. Dalam hubungan ini ada juga pendapat
yang lebih operasional yang menyatakan bahwa tampaknya hormon-hormon kelamin merupakan
faktor pembatas terhadap ekspresi beberapa gen.

Rasio Kelamin (Kajian pada Manusi)


Ekspresi kelamin pada manusia ditentukan gen pada kromosom Y, dank arena pria
menghasilkan gamet-gamet pembawa kromosom X dan pembawa kromosom Y dalam jumlah
yang hamper sama, maka atas dasar hukum pemisahan Mendel kedua kelamin seharusnya
memperlihatkan proporsi 1:1 (Maxson dkk, 1985). Tetapi pada manusia rasio kelamin berbeda-
beda pada berbagai kelompok umur.

You might also like