You are on page 1of 23

Tugas Refrat

Tatalaksana Cairan Intra Operasi


dan Pemilihan Cairan

Oleh
Devi Ariani Effendy (04053100081)
Rashida binti M. Jalil (5407100113)
Rizka Maria Latifah (04053100125)

Pembimbing
dr. Fredi Heru Irwanto, SpAn

DEPARTEMEN ANESTESIOLOGI DAN REANIMASI


RUMAH SAKIT MOEHAMMAD HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2011
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Refrat
Tatalaksana Cairan Intra Operasi dan Pemilihan Cairan

Oleh
Devi Ariani Effendy (04053100081)
Rashida binti M. Jalil (5407100113)
Rizka Maria Latifah (04053100125)

Pebimbing
dr. Fredi Heru Irwanto, SpAn

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas
Kedokteran Univesitas Sriwijaya Rumah Sakit Moehammad Hoesin periode 11
April s/d 9 Mei 2011.

Palembang, April 2011

dr. Fredi Heru Irwanto, SpAn

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah dengan judul
“Tatalaksana Cairan Intra Operasi dan Pemilihan Cairan” dengan baik.
Selanjutnya, penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada dr. Fredi Heru Irwanto, SpAn selaku dosen pembimbing yang telah
membantu penyelesaian makalah ini. Penyusun juga mengucapkan terima kasih
kepada rekan-rekan dan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan
makalah ini.
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan
saran dan kritik guna menyempurnakan makalah ini di masa mendatang. Kami
berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi teman-teman di FK Unsri dalam
memperdalam ilmu di bidang anestesiologi dan reanimasi.

Palembang, April 2011

Penyusun

iii
Tatalaksana Cairan Intra Operasi dan Pemilihan Cairan

Penentuan jumlah cairan intravena yang akan digunakan selama operasi


tergantung pada banyak faktor, meliputi kondisi pasien preoperatif, jenis operasi,
dan durasi operasi. Jenis cairan yang digunakan tergantung pada kompartemen
cairan yang membutuhkan pengantian. Jumlah cairan yang diberikan harus
ditujukan untuk mempertahankan tekanan darah dan aliran darah yang adekuat.
Terdapat peningkatan bukti yang menunjukkan bahwa terapi cairan memperbaiki
hasil dan mengurangi masa rawat inap setelah operasi besar.

Kompartemen Cairan
Total cairan tubuh untuk individu dengan berat badan 70 kg sekitar 42 L.
Cairan ini terdapat dalam kompartemen cairan berbeda tetapi dapat bergerak
bebas melalui sel dan dinding pembuluh darah. Cairan intraseluler adalah cairan
yang terdapat di dalam sel dan memiliki volume sekitar 28 L atau ⅔ dari total
cairan tubuh. Ion intraseluler utama adalah potasium dan magnesium. Cairan
ekstraseluler memiliki bolume sekitar 14 L dan selanjutnya dibagi menjadi plasma
dan sel darah merah (5 L) dan kompartemen cairan interstitial (9 L). Cairan
interstitial menggenangi sel dan memungkinkan substansi metabolik dan sisa
metabolik berdifusi diantara kapiler-kapiler dan sel-sel dalam jaringan. Mayoritas
cairan interstitial tidak bebas tetapi terdapat di dalam matriks proteoglikan dalam
bentuk gel yang secara signifikan memperlambat aliran sejumlah besar cairan.
Plasma mengandung ion inorganik (terutama sodium dan klorida), molekul
sederhana seperti urea dan molekul organik yang lebih besar seperti albumin dan
globulin yang larut dalam air. Cairan transeluler adalah ekstraseluler dan
ekstravaskuler dan meliputi cairan serebrospinal, humor aquous, cairan pleura,
perikardial, peritoneal, dan sinovial. (Gambar 1).

1
Dinamika Cairan
Pergerakan cairan melewati membran-membran tergantung pada
permeabilitas membran terhadap berbagai molekul. Endotel kapiler sangat
permeabel terhadap air dan ion-ion kecil seperti sodium dan klorida tetapi
impermeabel terhadap molekul yang lebih besar seperti albumin. Aliran cairan
melewati endotel kapiler pertama kali dijelaskan oleh Starling1 pada tahun 1896
dan dapat dijelaskan dengan rumus berikut:

Qv = total aliran cairan melewati membran kapiler


K = koefisien filtrasi cairan
PC = tekanan hidrostatik kapiler
PT = tekanan hidrostatik interstitial
C = koefisien refleksi
C = tekanan onkotik koloid kapiler
T = tekanan onkotik koloid interstitial

Gambar 1. Kompartemen Cairan

Tekanan bersih intrakapiler (hidrostatik + onkotik koloid) lebih besar


daripada tekanan bersih interstitial (hidrostatik + koloid koloid), yang berakibat
pada gradien tekanan yang menghasilkan aliran cairan lambat berkesinambungan
dari lumen kapiler ke interstitium. Jaringan ini atau cairan interstitial mengalir

2
melalui sistem limfatik menuju sirkulasi sistemik. Koefisien refleksi adalah
ekspresi matematika (0 – 1) untuk permeabilitas membran kapiler terhadap
substansi tertentu. Jadi, koefisien refleksi akan bervariasi tergantung jaringan dan
substansi. Jika substansi tersebut sangat permeabel terhadap membran kapiler,
koefisien refleksi berupa 0; jika substansi tersebut sangat impermeabel, koefisien
refleksi berupa 1. Untuk protein, koefisien refleksi untuk hati, paru-paru, dan otak
adalah 0.1, 0.7, dan 0.99.2 peningkatan permeabilitas vaskuler dikarenakan
kejadian seperti trauma bedah dan hipoperfusi jaringan ditandai dengan penurunan
koefisien refleksi (C) yang menyebabkan peningkatan aliran cairan transkapiler
(QV). Molekul koloid akan hilang dari ruang intravaskuler, menurunkan efek
ekspansi volume plasma terhadap koloid endogen (albumin dan globulin) dan
koloid yang dimasukkan. Kumpulan molekul koloid dalam kompartemen
ekstravaskuler menyebabkan peningkatan tekanan onkotik interstitial yang
selanjutnya meningkatkan aliran transkapiler menuju interstitium dan
menyebabkan edema jaringan. Molekul koloid yang lebih besar memiliki
koefisien refleksi yang lebih tinggi dan cenderung dipertahankan dalam sirkulasi
dan menyokong volume intravaskuler pada saat permeabilitas vaskuler meningkat.
Komposisi cairan yang digunakan selanjutnya akan mengatur distribusinya
(Gambar 1). Air murni memasuki seluruh kompartemen cairan tubuh dan
memberikan ekspansi minimal terhadap volume intravaskuler. Infus larutan
sodium klorida isotonis intravena hanya memasuki kompartemen ekstraseluler
dan akan meningkatkan volume intravaskuler sebanyak seperlima volume yang
dimasukkan. Larutan koloid yang mengandung molekul besar dipertahankan
dalam sirkulasi, setidaknya pada awal pemberian, sehingga memberikan
penambahan volume intravaskuler yang lebih besar per unit volume yang
dimasukkan. Lamke dan Liljedahl3 menunjukkan bahwa infus 6% hetastarch,
albumin, atau saline 1000 ml selama 90 menit pada pasien postoperasi, 75% dan
50% hetastarch dan albumin, secara bertahap, tetap bertahan dalam ruang
intravaskuler, dimana <20% saline bertahan.

Pemilihan Cairan

3
Pemilihan cairan intravena dapat secara luas dikategorikan sebagai koloid
dan kristaloid. Kristaloid efektif dan cukup untuk tatalaksana awal penurunan
kompartemen ekstraseluler yang berkaitan dengan syok hemoragik, operasi besar,
atau trauma. Setelah tahap resusitasi akut, biasanya terhadap tingkat hemodilusi
yang signifikan dan penurunan tekanan onkotik koloid plasma. Penurunan tekanan
onkotik koloid plasma berhubungan dengan pembentukan edema dan transudat.
Hal ini selanjutnya menekankan bahwa resusitasi cairan berlanjut harus meliputi
larutan koloid dalam upaya meminimalkan edema interstitial dalam organ penting,
seperti jantung, pari-paru, dan otak. Koloid didefinisikan sebagai molekul dengan
berat yang lebih besar dan dengan demikian bertahan dalam ruang vaskuler untuk
waktu yang lebih panjang. Protokol resusitasi yang mengandung koloid telah
dibuktikan memiliki kemampuan untuk mempertahankan atau meningkatkan
tekanan onkotik koloid plasma.4

Jenis Cairan
Kristaloid
Saline melawan Larutan Elektrolit “Seimbang”. Penggunaan volume
sodium klorida 0,9% isotonis secara besar berhubungan dengan perkembangan
hiperkloremia asidosis metabolik signifikan secara klinis yang disebabkan oleh
beban besar klorida.5 hiperkloremia menghasilkan vasokonstriksi ginjal progresif
dan penurunan tingkat filtrasi glomerulus yang tidak tergantung saraf-saraf ginjal. 6
larutan kristaloid “seimbang”, seperti larutan Ringer Laktat memiliki komposisi
menyerupai plasma. Dalam satu studi, sukarelawan manusia sehat diberikan 50
ml/kg larutan Ringer Laktat selama 1 jam pada satu kesempatan dan 0,9% sodium
klorida pada kesempatan lain. Kelompok sodium klorida mengalami penurunan
pH darah, perubahan mental subjektif, ketidaknyamanan perut, dan waktu yang
lebih lama sampai BAK pertama.7 Dua studi terakhir berupa trial acak terkontrol 8,9
menunjukkan bahwa pengunaan larutan “seimbang” menghasilkan kerusakan
hemostasis yang lebih sedikit, perfusi lambung yang lebih baik, dan pemeliharaan
fungsi ginjal yang lebih baik.

4
Dekstrose 5% mengandung 50 mg/dl glukosa, yang dimetabolisme secara
cepat dalam tubuh dan menghasilkan air. Ini dapat digunakan untuk mengobati
dehidrasi sederhana dan menyediakan penggantian air dalam periode postoperasi
tetapi bukan merupakan cairan yang cocok untuk resusitasi. Normasol adalah
larutan sodium dan klorida yang disesuaikan dengan pH 7,4 menggunakan 27 mM
asetat dan 23 mM glukonat. Cairan ini umum digunakan pada transplantasi hati.
Larutan kristaloid yang umumnya digunakan dalam praktek diringkas dalam tabel
1.

Koloid
Pemilihan koloid dapat menjadi faktor penting pada pasien dengan sepsis,
dimana permeabilitas kapiler meningkat dan koloid ukuran sedang dapat memiliki
waktu paruh yang lebih pendek dibandingkan waktu paruh intravaskuler.

TABEL 1. Komposisi Kimia dan pH Kristaloid Umum yang Digunakan


Larutan Na+ K+ Cl- Laktat Osmolaritas pH Glukosa Ca2+
(mEq/L) (mEq/L) (mEq/L) (mEq/L) (mEq/L) (mg/dL) (mEq/L)
Ringer Laktat 130 4 109 28 273 6.6 2
0.9% saline 154 154 308 5.0
5% dextrosa 252 4.5 50
D5LR 130 4 109 28 525 4.9 50 2
Normasol* 140 5 98 280 7.4

D5LR, dextrosa 5% dalam ringer laktat.


* Normasol mengandung asetat 27 mM dan 23 glukonat mM.

Menggunakan teknik pengenceran radioisotop, Ernest dan kawan-kawan10


menemukan bahwa albumin meningkat tidak hanya volume intravaskular tetapi
juga volume interstisial, dan dengan jumlah yang kurang lebih setara dengan
peningkatan dalam volume plasma. Para peneliti menyimpulkan bahwa infus
albumin menghasilkan translokasi cairan dari intraseluler ke kompartemen
interstisial pada pasien septik dan selanjutnya menyimpulkan bahwa ada
penurunan nilai intraselular. Ini terjadi karena peningkatan permeabilitas
pembuluh darah dengan kebocoran albumin ke interstitium, dan ini menyebabkan

5
peningkatan tekanan onkotik koloid di cairan interstisial, maka terjadi pergeseran
cairan dari kompartemen intraseluler ke interstisial. Koloid yang tersedia di
Amerika Serikat termasuk sintetik, albumin, dan dekstran. Karakteristik fisik dari
berbagai koloid disajikan pada Tabel 2.
Hidroksietil Pati. Senyawa pati hidroksietil (HES) adalah kelompok
polydispersed koloid sintetik yang secara struktural menyerupai glikogen.
Hetastarch adalah HES berat molekul tinggi, dengan rata-rata berat molekul
450.000 Da dengan 80% dari polimer yang termasuk dalam kisaran 30.000 -
2.500.000 Da. Untuk koloid polydisperse, berat molekul nomor-rata (MWN)
memberikan representasi yang lebih baik dengan jumlah ukuran partikel
dibandingkan dengan berat molekul rata-rata. HES adalah sintesis dari
amilopektin, pati lilin yang berasal dari jagung atau tanaman sereal. Amilopektin
adalah polimer D-glukosa dengan struktur percabangan. Reaksi terhadap etilen
oksida dengan bantuan katalis basa menghasilkan penggantian hidroksietil.
Mayoritas penggantian ini terjadi pada karbon 2 di cincin glukosa dengan sisanya
terjadi pada karbon 3 dan 6. Peningkatan rasio subsitusi C2/C6 menghasilkan
degradasi enzimatik lebih lambat.11

Tabel 2. Karakteristik Umum Larutan Koloid Yang Sering Digunakan


Larutan MW (Berat rata- MW (rata-rata) COP (mmHg) Substitusi
rata) Molar
Hespan 450,000 71,000 30 0.70

Hextend 450,000 71,000 30 0.75

10% 264,000 63,000 40 0,45


penstastarch
5% albumin Monodispersed 66,500-69,000 19 Tidak ada

20% albumin Monodispersed 66,500-69,000 78 Tidak ada

6
Dekstran 40 41,000 41,000 40 Tidak ada

Dekstran 70 70,000 41,000 40 Tidak ada

Hespan, 6% hidroksietil pati di salin; Hextend, 6% hidroksietil pati dalam larutan elektrolit
seimbang; COP, tekanan onkotik koloid.

Pati yang tidak tersubstitusi dengan cepat dihidrolisis oleh α-amilase


spesifik dalam plasma, dan substitusi dengan kelompok hidroksietil substansial
memperlambat proses ini. Tingkat substitusi menunjukkan proporsi gugus glukosa
yang telah diganti dan dapat dinyatakan sebagai angka dari 0 sampai 1. Pati
dengan tingkat substitusi mendekati 1 memiliki ketahanan yang lebih besar untuk
hidrolisa dibandingkan dengan derajat substitusi yang lebih rendah. Pati yang
digantikan kemudian disempurnakan menjadi produk akhir oleh
hidrolisis dengan berat molekul yang diperlukan, pemurnian, dan (untuk produk
tertentu) suatu proses fraksinasi untuk menghasilkan berat rantai molekul tertentu.
HES (contohnya, Hespan dan Hextend) terutama diekskresikan melalui
ginjal. Berat partikel <50.000 Da cepat disaring melalui ginjal dengan 40%
sampai 50% dari dosis dieliminasi dalam waktu 48 jam. 12 Pentastarch adalah
berat molekul sedang dengan berat molekul rata-rata sekitar 200.000 Da. Ia
memiliki waktu paruh pendek dalam beberapa hari dan tidak mempengaruhi
sistem retikuloendotelial. Pentastarch 10% memiliki kapasitas luas volume awal
yang baik dari 1,5 kali volume infus. Sekitar 90% dieliminasi dalam waktu 24 jam
dan paling tidak terdeteksi setelah 96 jam. Dalam pasien kritis, pentastarch
ditemukan menjadi setara dengan albumin untuk cairan resusitasi. 13 PentaLyte
(pentastarch-LR), volume plasma expander terbaru, adalah larutan pentastarch
10% dalam larutan "seimbang" dari buffer dan elektrolit yang sama
untuk Hextend formulation.14
Albumin. Albumin adalah suatu protein plasma yang terjadi secara alami
terdiri dari 584 amino asam residu. Berat molekul albumin berkisar dari 66.000
sampai 69.000 Da tergantung pada teknik pengukuran.15 Molekul ini sangat larut
dan membawa muatan negatif yang kuat pada pH fisiologis.  Akibatnya, albumin
bermigrasi di ruang elektrisitas.  Tergantung pada konsentrasi garam dan buffer

7
plasma, albumin adalah isoelektrik pada kisaran pH 4,4-5,4. Dalam serum,
albumin adalah bagian dari kation atau anion. Ciri ini berperan sebagai protein
pembawa untuk transportasi dan aktivasi obat, hormon, enzim, asam lemak, asam
amino, bilirubin, dan metabolit lainnya. Waktu paruh sirkulasi albumin adalah
sekitar 18 sampai 20 hari.
Albumin menyediakan sekitar 70% dari tekanan plasma koloid onkotik di
subyek manusia normal. Albumin manusia tersedia untuk infus sebagai 5% atau
25% larutan. Larutan 5% mengandung albumin 50 g / L larutan garam fisiologis
dan memiliki tekanan koloid onkotik sekitar 20 mmHg. Larutan 25% berisi 12,5 g
albumin dalam 50 mL pelarut buffer yang berisi 130 sampai 160 mM
natrium. Tekanan onkotik dari larutan 25% adalah sekitar 100 mmHg. Larutan 5%
adalah sekitar iso-onkotik dengan subjek normal, sedangkan larutan 25% adalah
hiperonkotik. Albumin manusia berasal dari plasma manusia mengikuti proses
pemanasan selama 10 jam pada 60 ° C.
Fraksi Plasma Protein. Fraksi protein plasma merupakan larutan 5% dari
protein yang terpilih dibuat dari darah manusia yang dikumpulkan, serum, atau
plasma. Ini mengalami proses pasteurisasi yang sama terhadap albumin dan
merupakan campuran protein yang terdiri sebagian besar albumin dalam jumlah
83% dari komposisi total protein. Meskipun larutan albumin mungkin lebih
dimurnikan dan berisi persentase albumin lebih besar (> 93%), kedua larutan
tersebut serupa dalam biaya dan karena itu digunakan secara bergantian.
Dekstran. Dekstran mempunyai tinggi berat molekul polimer D-glukosa
yang dihubungkan oleh α-1,6-rantai menjadi makromolekul linier.  Dextran
dibiosintesis secara komersial dari sukrosa oleh tipe B512 dari Leuconostoc
mesenteroides menggunakan enzim dekstran sukrase.16 Ini menghasilkan dekstran
dengan berat molekul tinggi, yang kemudian dihidrolisis oleh asam dan
dipisahkan oleh fraksinasi ethanol berulang untuk menghasilkan produk akhir
dengan relatif kisaran berat molekul yang kecil. Produk dalam penggunaan klinis
saat ini dijelaskan oleh MWn: dekstran 40 dan 70 masing-masing memiliki MWns
dari 41.000 dan 70.000 Da.16

8
Dekstran, sama seperti semua koloid semisintetik lain, adalah polydisperse
dengan 90% dari molekul dekstran 40 memiliki berat molekul antara 10.000 dan
80.000 Da. Ambang ginjal untuk dekstran adalah antara 50.000 dan 55.000 Da.
Molekul dengan MW kurang dari batas ini secara bebas disaring di glomerulus
dan molekul dengan MW <15.000 memiliki pengosongan yang mirip dengan
kreatinin.  Sekitar 70% dari dosis administrasi dekstran 40 akan dikeluarkan ke
dalam urin dalam waktu 24 jam. Molekul yang lebih besar diekskresikan melalui
usus atau difagositosis oleh sel dari retikuloendotelial sistem dimana mereka
dimetabolisme oleh dextranases endogen atau diresirkulasi
ke sirkulasi sistemik.17
Infus larutan hiperosmotik-hiperonkotik, seperti dekstran salin hipertonik,
telah terbukti sangat efektif dalam memperluas volume plasma secara cepat. 
Ekspansi volume intravaskular efisiensi, didefinisikan sebagai perluasan plasma
mililiter / mililiter cairan diinfus, adalah 7 - dan 20 kali lipat pada 30 dan 60 menit
setelah infus, masing-masing ketika dekstran salin hipertonik dibandingkan
dengan pentastarch-LR.18

Koloid Lainnya
Gelatin dihasilkan dari hidrolisis kolagen sapi. Persiapan yang lazim
tersedia adalah succinylated gelatin (Gelofusine), yang diformulasikan dalam
isotonik garam, dan gelatin urea-linked, polygeline (Haemaccel), yang
dirumuskan dalam sebuah isotonik larutan natrium klorida dengan kalium 5,1 mM
dan 6,25 mM kalsium. Pada saat ini larutan ini tidak tersedia di United States.19

Efek Merugikan Terkait dengan Larutan Koloid


Hemostasis

9
Semua koloid semisintetik telah terbukti memiliki efek pada hemostasis.
Hal ini terjadi sebagian sebagai akibat dari hemodilusi ringan faktor pembekuan
dan sebagian karena efek koloid spesifik pada komponen dari mekanisme
hemostatik. Ada beberapa insiden terpisah dilaporkan dari gangguan koagulasi
yang terkait dengan penggunaan HES, khususnya produk HES berat molekul
yang lebih besar.20 Mekanisme penyakit ini awalnya merupakan koagulopati
pengenceran diikuti oleh Sindrom von Willebrand tipe I. Kompleks faktor VIII /
vWF dan fibrinogen makromolekul mengikat koloid makromolekul,
menghasilkan polimerisasi fibrin yang dipercepat (efek fibrinoplastik) dan
memburuknya parameter rheologi. Persiapan HES dengan berat molekul sedang
dan rendah telah terbukti menghasilkan efek yang sama, tetapi lebih rendah,
dibandingkan dengan produk dengan berat molekul tinggi.21 Pentastarches adalah
dianggap lebih aman, dan risiko kehilangan darah lebih rendah dengan produk ini.
Dekstran mempunyai hubungan dengan ketidakseimbangan hemostatik
yang signifikan22,23 dan merupakan antitrombotik agen yang efektif.24,25 Selain
hemodilusi sederhana, dekstran dengan berat molekul berat meningkatkan aliran
mikrovaskular dari disagregasi trombosit dan menyebabkan penurunan aktivitas
faktor VIIIc, vWF, dan faktor VIII.26 Agregasi sel darah merah juga berkurang
dengan dekstran berat molekul rendah.
Gelatin tampaknya memiliki efek hemostasis yang paling rendah. Namun,
penurunan tingkat vWF dan faktor VIIIc telah ditemukan, dan studi dengan
27 28
thromboelastograph dan sonoclot menunjukkan bahwa kekuatan gumpalan
dapat berkurang setelah infus gelatin volume besar. Terdapat sedikit bukti,
bagaimanapun, bahwa ini berakibat meningkatnya kehilangan darah atau
perdarahan.26

Efek pada Ginjal


Penggunaan koloid jumlah besar untuk ekspansi volume plasma tidak
dianjurkan pada pasien yang sebelumnya sudah ada disfungsi renal. Larutan
hiperonkotik (10% HES 200, 20% albumin, 3,5% gelatin, 10% dextran 40)
memiliki potensi yang menyebabkan gagal ginjal.29 MW dengan fraksi rendah

10
akan terakumulasi dalam tubulus, membentuk artefak-artefak dan menyebabkan
obstruksi. Kondisi ini tidak muncul apabila menggunakan 5% albumin atau 3%
dextran 60. Akan tetapi, ekspansi volume pada intravena penting untuk
menghindari gagal ginjal akut; oleh karena itu, larutan HES dengan vivo MW
rendah lebih disarankan serta menghindari penggunaan larutan koloid
hyperonkotik. Faktor risiko lain pada pasien, seperti usia, diabetes, hipertensi,
penyakit pembuluh darah, dan dehidrasi lebih penting daripada jenis koloid yang
dipilih.

Efek Anti-inflamasi
Molekul Dekstan dan HES memiliki efek anti-inflamasi yang spesifik,
termasuk mengurangi interaksi leukosit-endotel postischemic dan kemampuan
adhesif trombosit.30 Pentastarch diduga mempunyai pengaruh yang paling besar
dan dari studi terbaru, pentastarch 10% ditemukan sebagai "tutup dan segel,”
sehingga dapat menstabilkan kebocoran kapiler yang diinduksi oleh peradangan.
Hal ini juga terbukti menurunkan permeabilitas pembuluh darah, mengurangi
edema jaringan, mengurangi pembentukan leukosit hati pada sepsis, dan
mengurangi cedera hepatoenterik iskemia-reperfusi, sehingga menghasilkan
pengurangan cedera paru yang sulit dijangkau secara signifikan. Pentastarch juga
bertindak sebagai antioksidan, yang dapat mengurangi aktivitas xanthine oksidase
dan mengurangi leukosequestrasi pulmoner.31 Pentafraksi juga diduga memiliki
manfaat khusus dalam menahan cairan dalam kapiler-kapiler, hal ini mungkin
terjadi karena penyumbatan fisik pada kapiler endotheliar dimana kebocoran
terjadi.

Kristaloid versus Koloid


Penggunaan larutan koloid sebagai pengganti kristaloid selama resusitasi
cairan untuk menjaga tekanan onkotik koloid plasma normal telah terbukti
mengurangi edema usus dan meningkatkan pO2 jaringan selama operasi
gastrointestinal.32 Prien dan rekan-rekannya telah mendemonstrasikan peningkatan
kadar air secara signifikan dari suatu spesimen jejunal pada pasien yang

11
diresusitasi dengan menggunakan larutan ringer laktat dibandingkan dengan
pasien yang diresusitasi menggunakan hetastarch atau albumin. 32 Disfungsi
gastrointestinal adalah komplikasi postoperasi yang paling umum pada pasien
yang menjalani laparotomi dan merupakan penyebab tersering untuk masa rawat
di rumah sakit yang berkepanjangan. 33 Edema usus yang berkurang dapat
mengakibatkan bising usus kembali lebih cepat, toleransi diet oral lebih cepat,
penurunan insiden mual dan muntah, dan kemudian dapat lebih cepat dipulangkan
dari rumah sakit.9 Selanjutnya, sebuah studi terbaru perbandingan dikontrol secara
acak dari koloid dan kristaloid menunjukkan bahwa resusitasi cairan intraoperatif
terutama dengan koloid berkaitan dengan insiden dan tingkat keparahan mual,
muntah, dan penggunaan antiemetik yang lebih rendah. Pasien dengan resusitasi
koloid juga mengalami nyeri, edema periorbital, dan penglihatan ganda yang lebih
jarang.34
Sama halnya dengan infus kristaloid seimbang, penggunaan cairan koloid
seimbang seperti Hextend baru-baru ini telah terbukti menghindari asidosis
hiperkloremik dan berhubungan dengan indeks perfusi mukosa gastrik yang lebih
baik dari pada cairan berbasis saline.5,8

Kebutuhan Cairan Perioperatif


Tabel 3 berisi ringkasan kebutuhan cairan dasar selama proses operasi.
Untuk operasi minor (kecil), insensible losses dapat diabaikan dan penggantian
cairan hanya membutuhkan kristaloid pemeliharaan. Operasi sedang (tingkat
menengah), membutuhkan penggantian cairan dengan jumlah besar untuk
menggantikan insensible loss dan darah yang hilang. Operasi major (besar)
dengan kehilangan insensible losses dengan jumlah yang besar hingga 20 ml·kg-
1
·h-1 membutuhkan cairan pemeliharaan dalam bentuk larutan kristaloid dari 5
hingga 10 ml·kg-1·h-1 ditambah pemberian larutan koloid bolus dengan tujuan
terarah pada bolus sesuai kebutuhan untuk mempertahankan tekanan
intravaskuler, aliran darah, dan perfusi jaringan yang adekuat.

12
Terapi tujuan terarah
“Terapi tujuan terarah” adalah prinsip penggantian volume plasma yang
ditujukan pada pengukuran tekanan intravaskuler, aliran darah, dan perfusi
jaringan. Ini merupakan strategi yang ditujukan untuk mengurangi morbiditas dan
mortalitas pasien bedah dengan resiko tinggi dengan meningkatkan output jantung
dan pengiriman oksigen. Hubungan antara indeks jantung yang lebih tinggi dan
penurunan mortalitas setelah pembedahan diperkenalkan pertama kali pada uji
coba kontrol acak oleh Shoemaker dan rekan-rekannya 35 pada tahun 1988 dan
didukung oleh beberapa studi lanjut.36,37 Studi-studi tersebut menggunakan aliran
tujuan yang diukur menggunakan kateter pulmonary artery flotation. Penggunaan
tujuan hemodinamik spesifik untuk pengiriman oksigen, SvO 2, stroke volume,
atau indeks jantung, disebut sebagai “optimisasi”, menghasilkan penurunan
mortalitas pada kelompok protokol. Bagaimanapun, penggunaan kateter
pulmonary artery flotation mulai menurun karena dapat berhubungan dengan
komplikasi-komplikasi (beberapa dapat mengancam nyawa) dan kurangnya bukti
yang menunjukkan bahwa penggunaan kateter pulmonary artery flotation dapat
memberikan keuntungan pada pasien.38
Beberapa monitor output jantung yang kurang invasif telah diteliti dalam
beberapa dekade terakhir. Penelitian ini meliputi pemantauan Doppler esophagus
(EDM Deltex Medical, Inc., Irving, TX) atau pemantauan Doppler hemisonic
(Arrow, International Inc, Reading, PA), yang mengukur kecepatan aliran darah
dalam aorta thoracicus descendens.39 Metode EDM sama akurat dalam mengukur
output jantung dibanding kateter pulmonary artery flotation, dan lebih sedikit
behubungan dengan komplikasi.40 Dalam sebuah studi yang mengevaluasi perfusi
mukosa usus selama pembedahan jantung, EDM digunakan untuk memantau
terapi cairan intraoperatif yang didasarkan pada algoritma administrasi cairan. 41
Selama periode intraoperatif, bolus koloid diberikan pada kelompok terapi dan
dibandingkan dengan kelompok lain yang menerima cairan berdasarkan standar
praktis. Kelompok terapi menunjukkan peningkatan perfusi gastrointestinal yang
diukur dengan tonometri lambung dan pengurangan lama waktu ICU, serta
keseluruhan rawat dirumah sakit.

13
*Dapat diulangi sesuai tujuan yang diinginkan

Tiga studi lanjut menggunakan EDM telah menunjukkan hasil yang sama.
Studi yang pertama memperlihatkan penurunan jumlah pasien rawat inap secara
signifikan tanpa penurunan angka kematian pasien yang sedang dalam perawatan
fraktur femur proksimal yang secara acak mendapat pemantauan Doppler
esophagus.42 Studi lainnya pada pasien-pasien yang sedang melakukan perawatan
fraktur femur dibandingkan dengan perawatan standar kelompok protokol yang
menerima cairan koloid yang didasarkan pada tekanan vena central atau FTc yang
diukur menggunakan EDM.43
FTc adalah waktu alir yang dikoreksi dan telah terbukti sebagai indeks
dari sistemik resistensi vascular yang baik dan juga sensitif terhadap perubahan-
perubahan pada preload ventrikel kiri.39 Kedua kelompok protokol menunjukkan
pengurangan waktu untuk sehat secara medis dan dapat pulang tetapi tidak ada
pengurangan angka kematian secara keseluruhan. Studi baru yang telah dilakukan
menggunakan terapi tujuan terarah pada pasien operasi resiko-menengah yang
sedang menjalankan prosedur abdominal membandingkan kelompok protokol
yang menerima pengembangan volume plasma intraoperatif dipandu dengan
EDM untuk mempertahankan stroke volume maksimal dengan sebuah kelompok
kontrol yang menerima perawatan standar.44 Kelompok protokol menunjukkan
tingkat toleransi makanan padat yang lebih cepat, penurunan kejadian mual dan
muntah postoperasi yang membutuhkan terapi antiemetik yang lebih rendah, serta
penurunan masa rawat inap. Kelompok ini secara signifikan memiliki stroke

14
volume dan output jantung pada masa selesai operasi yang lebih tinggi
dibandingkan kelompok kontrol. Para peneliti menyimpulkan bahwa administrasi
cairan yang optimal menghasilkan perfusi usus yang lebih baik dalam kelompok
protokol dan dengan demikian memiliki tingkat disfungsi gastrointestinal yang
lebih rendah. Penurunan masa rawat inap yang diamati terutama merupakan hasil
pada pasien yang mentoleransi makanan padat lebih awal. Tidak ada perbedaan
yang signifikan dari kejadian komplikasi lainnya.
Metode lain dalam memeriksa output jantung noninvasif meliputi NICO ®,
menggunakan CO2 rebreathing sebagian, pengenceran lithium, plethysmography,
dan transesofagus echokardiograf. Perfusi jaringan dapat diukur menggunakan
tonometri lambung, yang mengukur pH (pHi) mukosa lambung, atau pengukuran
laboratorium terhadap laktat darah atau defisit arterial base. pHi yang rendah,
peningkatan laktat darah, atau peningkatan defisit menunjukkan perfusi jaringan
yang rendah dan dapat menandakan kebutuhan akan terapi cairan intravena
tambahan.

Kesimpulan
Kebutuhan perioperatif cairan bergantung pada kondisi preoperatif pasien,
jenis operasi, dan lama proses operasi. Sebagai tambahan untuk kehilangan darah,
ruang ketiga dan kehilangan disebabkan penguapan harus dipertimbangkan.
Ketika mengisi volume plasma dan kompartemen cairan tubuh lainnya, pemilihan
cairan dan komposisi elektrolitnya merupakan pertimbangan yang penting. Di
masa depan, peran dari terapi tujuan terarah akan terdefinisi lebih jelas, serta
perbedaan yang lebih detil antara penggunaan kristaloid dan koloid pada periode
perioperatif akan dipelajari.

15
Daftar Pustaka

1. Starling EH: On the absorption of fluids from the connective tissue spaces. J
Physiol 1896;9:312.
2. Wittmers LE, Bartlett M, Johnson JA: Estimation of capillary permeability
coefficient of inulin in various tissues of rabbit. Microvasc Res 1976;
11:67.
3. Lamke LO, Liljedahl SO: Plasma volume changes after infusion of various
plasma expanders. Resuscitation 1976; 5:93–102.
4. Hankeln K, Radel C, Beez M, et al: Comparison of hydroxyethyl starch and
lactated Ringer’s solution on hemodynamics and oxygen transport of
critically ill patients in prospective crossover studies. Crit Care Med
1989; 17:133–5.
5. Scheingraber S, Rehm M, Sehmisch C, et al: Rapid saline infusion produces
hyperchloremic acidosis in patients undergoing gynecologic surgery.
Anesthesiology 1999; 90:1265–70.
6. Wilcox C: Regulation of renal blood flow by plasma chloride. J Clin Invest
1993; 71:726–35.
7. Williams LE, Hildebrand KL, McCormick SA, et al: The effect of
intravenous lactated Ringer’s solution versus 0.9% sodium chloride
solution on serum osmolality in human volunteers. Anesth Analg 1999;
88:999–1003.
8. Wilkes NJ, Woolf R, Mutch M, et al: The effects of balanced versus saline-
based hetastarch and crystalloid solutions on acid-base and electrolyte
status and gastric mucosal perfusion in elderly surgical patients. Anesth
Analg 2001; 93:811–6.
9. Gan TJ, Bennett-Guerrero, Phillips-Bute B, et al: Hextend, a physiologically
balanced plasma expander for large volume use in major surgery: a
randomized Phase III clinical trial. Anesth Analg 1999; 88:992–8.
10. Ernest D, Belzberg AS, Dodek PM: Distribution of normal saline and 5%
albumin infusions in septic patients. Crit Care Med 1999; 27:46–50.

16
11. Treib J, Haass A, Pindur G, et al: All medium starches are not the same:
influence of the degree of hydroxyethyl substitution of hydroxyethyl
starch on plasma volume, hemorrheologic conditions, and coagulation.
Transfusion 1996; 36:450–5.
12. Yacobi A, Stoll RG, Sum CY, et al: Pharmacokinetics of hydroxyethyl
starch in normal subjects. J Clin Pharmacol 1982; 22:206–12.
13. Rackow EC, Mecher C, Astiz ME, et al: Effects of pentastarch and albumin
infusion on cardiorespiratory function and coagulation in patients with
severe sepsis and systemic hypoperfusion. Crit Care Med 1989; 17:394–
8.
14. Gan TJ, Wright D, Somma J, et al: Pentalyte, a novel middle molecular
weight starch in balanced electrolyte solution. Anesthesiology 2002;
97:A440.
15. Tullis JL: Albumin. JAMA 1977; 237:355.
16. Mishler JM 4th: Synthetic plasma volume expanders: their pharmacology,
safety and clinical efficacy. Clin Haematol 1984; 13:75–92.
17. Haljamae H: Volume substitution in shock. Acta Anaesthesiol Scand Suppl
1993; 98:25–8.
18. Tollofsrud S, Elgjo GI, Prough DS, et al: The dynamics of vascular volume
and fluid shifts of lactated Ringer’s solution and hypertonic-saline-
dextran solutions infused in normovolemic sheep. Anesth Analg 2001;
93:823–31.
19. Saddler JM, Horsey PJ: The new generation gelatins. A review of their
history, manufacture and properties. Anaesthesia 1987; 42:998–1004.
20. Trieb J, Haass A, Pindur G: Coagulation disorders caused by HES. Thromb
Haemost 1997;78:974–83.
21. Strauss R, Pennell B, Stump D: A randomized, blinded trial comparing the
hemostatic effects of pentastarch versus hetastarch. Transfusion 2002;
42:27–36.

17
22. Petroianu GA, Liu J, Maleck WH, et al: The effect of in vitro hemodilution
with gelatin, dextran, hydroxyethyl starch or Ringer’s solution on
thromboelastograph. Anesth Analg 2000; 90:795–800.
23. Mortier E, Ongenae M, De Baerdemaeker L, et al: In vitro evaluation of the
effect of profound hemodilution with hydroxyethyl starch 6%, modified
fluid gelatin 4% and dextran 40 10% on coagulation profile measured by
thromboelastography. Anesthesia 1997; 52: 1061–4.
24. Kline A, Hughes LE, Campbell H, et al: Dextran 70 in prophylaxis of
thromboembolic disease after surgery: a clinically oriented randomized
double-blind trial. Br Med J 1975; 2:109–12.
25. Clagett GP, Reisch JS: Prevention of venous thromboembolism in general
surgical patients: results of meta-analysis. Ann Surg 1988; 208:227–40.
26. de Jonge E, Levi M: Effects of different plasma substitutes on blood
coagulation: a comparative review. Crit Care Med 2001; 29:1261–7.
27. Mardel SN, Saunders FM, Allen H, et al: Reduced quality of clot formation
with gelatin-based plasma substitutes. Br J Anaesth 1998; 80:204–7.
28. Brazil EV, Coats TJ: Sonoclot coagulation analysis of in vitro
haemodilution with resuscitation solutions. J R Soc Med 2000; 93:507–
10.
29. McDonald BJ: New perspectives on plasma volume expansion: the role of
colloid agents. Canadian Anesthesiologists’ Society 58th Annual
Meeting.
30. Haljamae HDM, Walentin F: Artificial colloids in clinical practice: pros and
cons. Baillieres Clin Anesthesiol 1997; 11:49–79.
31. Christou NV: New perspectives on plasma volume expansion: the role of
colloid agents. Canadian Anesthesiologists’ Society 58th Annual
Meeting.
32. Prien T, Backhaus N, Pelster F, et al: The effect of intraoperative fluid
administration and colloid osmotic pressure on the formation of intestinal
edema during gastrointestinal surgery. J Clin Anesth 1990; 2:317–23.

18
33. Bennett-Guerrero E, Welsby I, Dunn TJ, et al: The use of a postoperative
morbidity survey to evaluate patients with prolonged hospitalization after
routine, moderate-risk, elective surgery. Anesth Analg 1999; 89:514–9.
34. Moretti E, Robertson K, El-Moalem H, Gan, TJ: Inoperative colloid
administration reduces postoperative nausea and vomiting and improves
outcomes compared with crystalloid administration. Anesth Analg 2003;
96:611–17.
35. Shoemaker WC, Appel PL, Kram HB, et al: Prospective trial of
supranormal values of survivors as therapeutic goals in high risk surgical
patients. Chest 1988; 94:1176–86.
36. Boyd O, Grounds RM, Bennet ED: A randomized clinical trial of the effect
of deliberate perioperative increase of oxygen delivery on mortality in
high risk surgical patients. JAMA 1993; 270:2669–707.
37. Wilson J, Woods I, Fawcett J, et al: Reducing the risk of major elective
surgery: randomized controlled trial of preoperative optimization of
oxygen delivery. Br Med J 1999; 318: 1099–103.
38. Bender JS, Smith-Meek MA, Jones CE: Routine pulmonary artery
catheterization does not reduce morbidity and mortality of elective
vascular surgery: results of a prospective, randomized, trial. Ann Surg
1997; 226:229–36.
39. Gan TJ, Arrowsmith JE: The oesophageal Doppler monitor. Br Med J 1997;
313:893–4.
40. DiCorte CJ, Cathan P, Grelich P: Esophageal Doppler monitor
determination of cardiac output and preload during cardiac operations.
Ann Thorac Surg 2000; 69:1782–6.
41. Mythen MG, Webb AR: Perioperative plasma volume expansion reduces
the incidence of gut mucosal hypoperfusion during cardiac surgery. Arch
Surg 1995; 130:423–9.
42. Sinclair S, James S, Singer M: Intraoperative intravascular volume
optimization and length of hospital stay after repair of proximal femoral
fracture: randomized controlled trial. Br Med J 1997; 315:909–12.

19
43. Venn R, Steele A, Richardson P, et al: Randomised controlled trial to
investigate the influence of the fluid challenge on the duration of hospital
stay and perioperative morbidity in patients with hip fractures. Br J
Anaesth 2002; 88:65–71.
44. Gan TJ, Soppitt A, Maroof M, et al: Goal-directed intraoperative fluid
administration reduces length of hospital stay after major surgery.
Anesthesiology 2002; 97:820–6.

20

You might also like